PEMBAHASAN ULUMUL QUR’AN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembahasan makalah ini, marilah kita mengenal lebih jauh mengenai Ulumul Qur’an dan faedah-faedahnya. Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal. ن يِ مِ لْ سُ مْ لِ ل ىَ رْ شُ بَ وً ةَ مْ حَ رَ ى وَ دَ هَ وٍ ءْ ىَ شِ لُ كِ ل اً ( انَ يْ - بِ 0 تَ بَ تِ كْ ل اَ 7 كْ يَ لَ ع اَ ( يْ لَ < زَ ( نَ وArtinya : Kami turunkan kepadamu Al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Q.S. An-Nahl : 89). Mempelajari isi Al-Qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukkan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya. Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya, sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an dan juga terdapat faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi islam supaya lebih mengenal Al-Qur’an, karena tak kenal maka tak sayang. 1.2. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah : 1. Apa pengertian Ulum, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an ? 2. Bagaimana pendapat para ulama’ ?
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMBAHASAN ULUMUL QUR’ANBAB I
PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangDalam pembahasan makalah ini, marilah kita mengenal lebih jauh mengenai Ulumul Qur’an dan faedah-faedahnya.Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal.
�م�ين ل �م�س� �ل ل ى ر� �ش� و�ب ح�م�ة� و�ر� و�ه�د�ى ى�ء� ش� �ل� �ك ل �ا �ان �ي �ب ت ب� ـ� �ك�ت ال �ك� �ي ع�ل �ا �ن ل �ز) و�نArtinya : Kami turunkan kepadamu Al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Q.S. An-Nahl : 89).Mempelajari isi Al-Qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukkan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan terjemahnya, sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an dan juga terdapat faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi islam supaya lebih mengenal Al-Qur’an, karena tak kenal maka tak sayang.1.2. Rumusan MasalahAdapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :1. Apa pengertian Ulum, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an ?2. Bagaimana pendapat para ulama’ ?3. Apa saja pembagian dan perinciannya ?4. Bagaimana sejarah perkembangannya ?5. Apa saja faedah-faedahnya ?6. Siapa saja tokoh-tokoh ahli tafsir ?
1.3. Tujuan MasalahAdapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :1. Untuk mengetahui pengertian Ulum, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an2. Untuk mengetahui pendapat para ulama’3. Untuk mengetahui pembagian dan perinciannya4. Untuk mengetahui sejarah perkembangannya5. Untuk mengetahui faedah-faedahnya6. Untuk mengetahui tokoh-tokoh ahli tafsir
BAB IIPEMBAHASAN2.1. Pengertian1. Arti Kata ‘UlumSecara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jamak dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan pada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Untuk lebih memahami pengertian ilmu secara jelas, mari kita simak pendapat-pendapat di bawah ini :· Menurut para ahli filsafat, kata ilmu sebagai gambaran sesuatu yang terdapat dalam akal.· Menurut Abu Musa Al-Asy’ari, ilmu ialah sifat yang mewajibkan pemiliknya mampu membedakan dengan panca indranya.· Menurut Imam Ghazali, secara umum arti ilmu dalam istilah syara’ adalah ma’rifat Allah terhadap tanda-tanda kekuasaan, perbuatan, hamba-hamba dan makhluk-Nya.· Menurut Muhammad Abdul ‘Adzhim, ilmu menurut istilah adalah ma’lumat-ma’lumat yang dirumuskan dalam satu kesatuan judul atau tujuan.Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata “ulum / ilmu” adalah masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam satu disiplin pengetahuan yang terdapat dalam akal pikiran.1. Arti Kata Al-Qur’anMenurut bahasa, kata “Al-Qur’an” merupakan bentuk mashdar yang maknanya sama dengan kata “qira’ah” yaitu bacaan. Bentuk mashdar ini berasal dari fi’il madli “qoro’a” yang artinya membaca.Menurut istilah, “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang dinukil dengan jalan mutawatir dan yang membacanya merupakan ibadah. Untuk lebih memahami pengertian Al-Qur’an secara jelas, mari kita simak pendapat-pendapat di bawah ini :· Menurut Manna’ Al-Qathkan, Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan orang yang membaca akan memperoleh pahala.· Menurut Al-Jurjani, Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah yang ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir (berangsur-angsur).· Menurut kalangan pakar ushul fiqih, fiqih, dan bahasa Arab, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, lafadz-lafadznya mengandung mu’jizat, membacanya bernilai ibadah, diturunkan secara mutawatir dan ditulis dari surat Al-Fatihah sampai akhir surat yaitu An-Nas.Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kata “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang dinukil kepada kita secara mutawatir, membacanya bernilai ibadah, yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.1. Arti Kata Ulumul Qur’anSetelah membahas kata “ulum” dan “Al-Qur’an” yang terdapat dalam kalimat “Ulumul Qur’an”, perlu kita ketahui bahwa tersusunnya kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa adanya bermacam-macam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Al-Qur’an atau pembahasan-pembahasan yang
berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia.
2.2. Pendapat Para Ulama’1. Definisi Ulumul Qur’anSecara terminologi terdapat berbagai pendapat para ulama’ terhadap definisi Ulumul Qur’an, antara lain :· Menurut As-Suyuthi dalam kitab Itmamu Al-Dirayah mengatakan bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adab makna-maknanya, baik yang berhubungan dengan lafadz-lafadznya maupun hukum-hukumnya.· Al-Zarqany dalam kitab Manahilul Itfan Fi Ulumil Qur’an mengatakan bahwa Ulumul Qur’an adalah beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an dari turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemu’jizatannya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya.1. Ruang Lingkup Pembahasan Al-Qur’anPara ulama’ berbeda pendapat mengenai ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an, diantaranya adalah :· As-Suyuthi dalam kitab Al-Itqan menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu.· Abu Bakar Ibnu Al-Araby mengatakan bahwa Ulumul Qur’an terdiri dari 77.450 ilmu. Hal ini didasarkan pada jumlah kata yang terdapat dalam Al-Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab setiap kata dalam Al-Qur’an mengandung makna dzhohir, bathin, terbatas dan tidak terbatas, serta dilihat dari sudut mufrodnya.· Sebagian jumhur ulama’ berpendapat, objek pembahasan Ulumul Qur’an yang mencakup berbagai segi kitab Al-Qur’an berkisar antara ilmu-ilmu bahasa Arab dan pengetahuan agama islam.· M. Hasbi Ash-Shiddiqy berpendapat, ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an terdiri atas 6 hal pokok :1. Persoalan turunnya Al-Qur’an2. Persoalan sanadnya3. Persoalan qira’atnya4. Persoalan kata-kata Al-Qur’an5. Persoalan makna-makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum6. Persoalan makan Al-Qur’an yang berpautan dengan kata-kata Al-Qur’an
2.3. Pembagian dan Perincian Ulumul Qur’anSecara garis besar, Ulumul Qur’an terbagi menjadi 2 pokok bahasan, yaitu :1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam bacaan, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yaitu ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam, seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.Segala macam pembahasan Ulumul Qur’an itu kembali pada beberapa pokok pembahasan saja, seperti :1. Nuzul
Pembahasan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang menunjukkan tempat dan waktu turunnya ayat AlQur’an, misalnya : Makkiyah, Madaniyah, Hadhariyah, Safariyah, Nahariyah, Lailiyah, Syita’iyah, Shaifiyah, Firasyiyah dan meliputi hal-hal yang menyangkut asbabun nuzul dan sebagainya.1. SanadPembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut dengan sanad yang mutawatir, ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at Nabi, para periwayat dan penghafal Al-Qur’an dan cara tahammul (penerimaan riwayat).1. Ada’ Al-Qira’ahPembahasan ini menyangkut tentang Waqaf, Ibtida’, Imalah, Mad, Takhfif hamzah dan Idghom.1. LafadzPembahasan ini menyangkut tentang Gharib, Mu’rab, Majaz, Musytarak, Muradif, Isti’arah dan Tasybih.1. Makna1. Pemabahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna ‘Amm dan tetap dalam keumumannya, ‘Amm yang dimaksudkan khusus, ‘Amm yang dikhususkan oleh sunnah, Nash, Dzhahir, Mujmal, Mufashal, Manthuq, Mafhum, Mutlaq, Muqayyad, Muhkam, Mutasyabih, Musykil, Nasikh Mansukh, Muqaddam, Mu’akhar, Ma’mul pada waktu tertentu dan Ma’mul oleh seorang saja.2. Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafadz, yaitu Fashl, Washl, Ijaz, Ithnab, Musawah dan Qashar.
2.5. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’anSebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, Ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melaui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamannya.Di masa Rasul SAW dan para shahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para shahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul dan bila menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW.Di zaman Khulafaur Rasyidin sampai Dinasti Umayyah, wilayah islam bertambah luas sehingga terjadi pembaruan antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran shahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab, bahkan dikhawatirkan tentang bacaan Al-Qur’an yang menjadi sebuah standar bacaan mereka. Untuk mencegah kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan asli Al-Qur’an yang disebut dengan Mushaf Imam. Dan dari salinan inilah suatu dasar Ulumul Qur’an disebut Al-Rasm Al-Utsmani.Kemudian Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuannya pada abad ke-2 H. Para ulama’ memberikan prioritas perhatian mereka terhadap ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm al-ulum al-qur’aniyyah. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama’ masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli tafsir (Qur’an) masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia.
2.6. Faedah-faedah Ulumul Qur’anAdapun faedah-faedah mempelajari Ulumul Qur’an antara lain :· Mampu menguasai berbagai ilmu pendukung dalam rangka memahami makna yang terkandung dalam Al-Qur’an.· Membekali diri dengan persenjataan ilmu pengetahuan yang lengkap dalam rangka membela Al-Qur’an dari berbagai tuduhan dan fitnah yang muncul dari pihak lain.· Seorang penafsir (mufassir) akan lebih mudah dalam mengartikan Al-Qur’an dan mengimplementasikan dalam kehidupan nyata.· Membentuk kepribadian muslim yang seimbang.· Menanamkan iman yang kuat· Memberi arahan untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki dan sumber-sumber kebaikan yang ada di dunia.· Menetapkan undang-undang agar setiap muslim mampu memberikan sumbangsih dan kreatif untuk mencapai kemajuan.· Membentuk masyarakat muslim yang betul-betul Qur’ani.· Membimbing umat dalam memerangi kejahiliyahan.
2.7. Tokoh-tokoh Ahli Tafsir· Syu’bah Ibn Al-Hajjaj· Sufyan Ibn Uyaynah· Wali Ibn Al-Jarrah· Ibn Jarir At-Thabari· Jalaluddin Al-Bulqini· Jalaluddin As-Suyuthi· Abdullah Ibn Abbas· Mujahid Ibn Jabr· At-Thobari· Ibnu Katsir· Fakhruddin Ar-Rozi
BAB IIIPENUTUP3.1. KesimpulanDari pembahasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa secara terminologi, Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaan dan pemahamannya. Jadi, Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi manusia yang disajikan dengan status sastra yang tinggi. Kitab suci ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia semenjak Al-Qur’an diturunkan, terutama terhadap ilmu pengetahuan, peradaban serta akhlak manusia.3.2. SaranDemikianlah tugas penyusunan makalah ini saya persembahkan. Harapan kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa agama islam memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan potensi yang ada di alam ini dan merupakan
langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari dosen mata kuliah yang telah membimbing kami dan para maha siswa demi kesempurnaan makalah ini. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid Ramli, Drs.2002.Ulumul Qur’an. Jakarta : Raja Grafindo PersadaAbdul, Halim M.1999. Memahami Al-Qur’an. Bandung : Marja’Anwar, Rosihan.2006.Ulumul Qur’an. Bandung : Pustaka SetiaNata, Abuddin.1992.Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta : Raja Grafindo PersadaShaleh, K.H.1992. Asbabun Nuzul. Bandung : C.V DiponegoroZuhdi, Masfuk.1997. Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya : Karya Abditama
Written By Pusat Al Qur'an Indonesia on Kamis, 21 November 2013 | 20.54
PENDAHULUAN
Al-qur’an adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya.
�م�ين� ل �م�س� �ل ل ى ر� �ش� و�ب ح�م�ة� و�ر� و�ه�د�ى ى�ء� ش� �ل� �ك ل �ا �ان �ي �ب ت ب� ـ� �ك�ت ال �ك� �ي ع�ل �ا �ن ل �ز) و�ن
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.(Q.S.An-Nahl 89)
Mempelajari isi Al-qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.Firman Allah :
�ون� �ؤ�م�ن ي � �ق�و�م ل ح�م�ة� و�ر� ه�د�ى � �م ل ع� ع�ل�ى ه� ـ� �ن ف�ص)ل ب� ـ� �ك�ت ب ه�م� ـ� �ن ئ ج� �ق�د� و�ل
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami[546]; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Q.S.Al-A’raf 52)
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in ada yang salah memahami Al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana, tata cara menafsiri Al-Qur’an. Yaitu Ulumul Qur’an atau Ulum at tafsir. Pembahasan mengenai ulumul Qur’an ini insya Allah akan dibahas secara rinci pada bab-bab selanjutnya.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ulumul Qur’an
Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu I’jazil Qur’an, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari ulumul Qur’an.
Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang dimaksud dengan ulumul Qur’an diantara lain Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan :
من العزيز الكتاب احوال عن فيه يبحث المتعلقة علم ومعانيه وادابهوالفاظه وسنده نزوله جهة ذا وغير .باالحكام
“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
Al-Zarqany memberikan definisi sebagai berikut:
واعجازه وتفسيره وقراءته وكابته وجمعه وترتيبه نزوله ناحية من الكريم بالقران تتعلJق مباحثذالك ونحو عنه به Jالش ودفع ومنسوخه .وناسخه
“Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunya, urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-Qur’an.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Al-Qur’an
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Firman Allah :
� م�د�دا �ه� �ل �م�ث ب �ا �ن ئ ج� �و� و�ل �ى ب ر� �م�ـت� �ل ك �نف�د� ت �ن أ �ل� ق�ب �ح�ر� �ب ال �ف�د� �ن ل �ى ب ر� �م�ـت� �ل �ك ل � م�د�ادا �ح�ر� �ب ال �ان� ك )و� ل ق�ل
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi 109)
C. Pokok Pembahasan
Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
Namun, Ash-Shidiqie memandang segala macam pembahasan ulumul Qur’an itu kembali kepada beberapa pokok pembahasan saja seperti :
1. Nuzul. Permbahasan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang menunjukan tempat dan waktu turunya ayat Al-Qur’an misalnya : makkiyah, madaniyah, hadhariah, safariyah, nahariyah, lailiyah, syita’iyah, shaifiyah, dan firasyiah. Pembahasan ini juga meliputi hal yang menyangkut asbabun nuzul dan sebagainya.
2. Sanad. Pembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawattir, ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at nabi, para periwayat dan para penghapal Al-Qur’an Al-Qur’an, dan Cara Tahammul (penerimaan riwayat).
4. Pembahasan yang menyangkut lafadz Al-Qur’an, yaitu tentang gharib, mu,rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah, dan tasybih.
5. Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna Amm dan tetap dalam keumumanya, Amm yang dimaksudkan khusus, Amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, dhahir, mujmal, mufashal, manthuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, muqaddam, mu’akhar, ma’mul pada waktu tertentu, dan ma’mul oleh seorang saja.
6. Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafadz, yaitu fashl, washl, ijaz, ithnab, musawah, dan qashr.
D. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya.
Di masa Rasul SAW dan para sahabat, ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul, dan bila menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW.
Di zaman Khulafa’u Rasyiddin sampai dinasti umayyah wilayah islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab.
Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa arab, bahkan dikhawatirkan tentang baca’an Al-Qur’an yang menjadi sebuah standar bacaan mereka. Untuk mencegah kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah al-qur’an yang disebut mushaf imam. Dan dari salinan inilah suatu dasar ulumul Qur’an yang disebut Al rasm Al-Utsmani.
Kemudian, Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuanya pada abad ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm al ulum alQur’aniyyah. Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah ibn al-Hajjaj (160 H), Sufyan Ibn Uyaynah (198 H), dan Wali Ibn al-Jarrah (197 H). dan pada abad ke-3 muncul tokoh tafsir yang merupakan mufassir pertama yang membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagianya. Beliau adalah Ibn jarir atThabari (310 H). Selanjutnya sampai abad ke-13 ulumul Qur’an terus berkembang pesat dengan lahirnya tokoh-tokoh yang selalu melahirkan buah karyanya untuk terus melengkapi pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan ilmu tersebut. Diantara sekian banyak tokoh-tokoh tersebut, Jalaluddin al-bulqini (824 H) pengarang kitab Mawaqi’ Al-ulum min Mawaqi’ al-Nujum dipandang Assuyuthi sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab, dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an. Jalaluddin al-Syuyuthi (991 H) menulis kitab Al-Tahhir fi Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini selesai pada tahun 873 H. kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Qur’an paling lengkap.namun, Al-Syuyuthi belum merasa puas dengan karya monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Didalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut Al-Zarqani, kitab ini merupakan pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli Qur’an masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia.
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa kata Ulumul Qur’an secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Sedangkan secara terminologi dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia.
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-
ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya.Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
Pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplinilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya .
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid Ramli.Drs, Ulumul Qur’an, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002Nata Abuddin, Al-Qur’an dan Hadits, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1992Abdul Halim M, Memahami Al-Qur’an, Marja’, Bandung, 1999Shaleh K.H, Asbabun Nuzul, C.V Diponegoro, Bandung, 1992Al-Alwi Sayyid Muhammad Ibn Sayyid Abbas, Faidl Al-Khobir, Al-Hidayah, Surabayahttp://www.pusatalquran.com/2013/11/makalah-ulumul-quran.html
Tartil adalah perlahan-lahan dan tidak tergesa-gesa. Diantaranya, memperhatikan potongan ayat, permulaan dan kesempurnaan makna, sehingga seorang pembaca akan berpikir terhadap apa yang sedang ia baca. Allah Ta’ala berfirman, “Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (QS. Al-Muzammil: 4).
Ibnu Katsir berkata, “Bacalah dengan perlahan-lahan, karena hal itu akan membantu untuk memahami Al-Qur’an dan men-tadabburi-nya. Dengan cara seperti itulah Rasulullah membaca Al-Qur’an. Aisyah berkata, “Beliau membaca Al-Qur’an dengan tartil sehingga seolah-olah menjadi surat yang paling panjang.” Beliau senantiasa memutus-mutus bacaannya ayat demi ayat.
Tata cara membaca Al-Qur’an yang dinukil dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat menunjukkan pentingnya perlahan-lahan dalam membaca dan memperindah suara bacaan. Zaid bin Tsabit radiallahu ‘anhu pernah ditanya, “Bagaimana pendapatmu tentang bacaan Al-Qur’an dalam tujuh hari?” Ia menjawab, “Baik, dan jika saya membacanya dalam setengah bulan atau satu bulan lebih saya sukai, mengapa demikian?” Orang tadi bertanya, “Saya akan bertanya demikian itu.” Zaid berkata, “Agar saya dapat men-tadabbur-i dan berhenti dalam setiap bacaan.”
Ibnu Hajar berkata, “Sesungguhnya orang yang membaca dengan tartil dan mencermatinya, ibarat orang yang bershadaqah dengan satu permata yang sangat berharga, sedangkan orang yang membca dengan cepat ibarat bershadaqah beberapa permata, namun nilainya sama dengan satu permata. Boleh jadi, satu nilai lebih banyak daripada beberapa nilai atau sebaliknya.”
Pendapat yang benar adalah, sesungguhnya seseorang yang membaca dengan tergesa-gesa, maka ia hanya mendapatkan satu tujuan membaca Al-Qur’an saja, yaitu untuk mendapatkan pahala bacaan Al-Qur’an, sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan tartil disertai perenungan, maka ia telah mewujudkan semua tujuan membaca Al-Qur’an, sempurna dalam mengambil manfaat Al-Qur’an, serta mengikuti petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat yang mulia.
Sumber: Kunci-Kunci Tadabbur Al-Qur’an, Dr. Khalid bin Abdul Karim Al-Laahim: Pustaka An-Naba’
Dimensi Tartil, Qiraah, Tilawah dan Nagham dalam al-Quran
Selasa, 19 Mei 2015
Salam Sobat SQ Blog ! Admin kali ini akan sekilas membahas makna Tartil, Qira'ah, Tilawah dan Nagham dalam al-Quran. Inistiaf penulisan ini tidak terlepas dari perbincangan bacaan al-
Quran beberapa hari lalu di Istana Negara dengan langgam Jawa ala Sinden. Sontak bentuk bacaan yang terbilang baru tersebut mendapat berbagai tanggapan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Admin berharap, semoga tulisan ini dapat memberikan informasi terkait hal tersebut. Disini, admin tidak hanya membahas bentuk Nagham al-Quran termasuk perdebatan melantunkan al-Quran dengan nagham/lagu selain Arab diantaranya langgam Jawa ala Sinden, tetapi juga admin mengutarakan istilah lainnya yg serupa dengan Nagham, yaitu, Tartil, Qira'ah dan Tilawah. Simak uraiannya di bawah ini.
Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang sarat dengan Kemukjizatan dan Keistimewaan yang tidak dimiliki kitab-kitab lainnya. Salah satu keistimewaan tersebut terletak pada gaya bahasanya yang penuh dengan irama dan lagu. Irama dan lagu tersebut sama sekali berbeda dengan jenis irama atau jenis lagu dengan yang lainnya.
Sayyid Qutub mengatakan bahwa gaya bahasa dan untaian kata al-Quran bebas sepenuhnya dari belenggu sajak dan segala bentuk kaidahnya harus diindahkan dalam penggubahan syair Arab. Dengan demikian, susunan kalimat dan gaya bahasa al-Quran bebas pula dari tujuan yang umum dikenal dalam sya’ir-sya’ir dan sajak-sajak. Demikian keterangan Subhi al-Shalih dalam bukunya.
Keterangan Sayyid Qutub di atas, mengingatkan bahwa karya sastra bangsa Arab sekalipun, berbeda dengan Irama dan Lagu al-Qur’an, apalagi irama dan lagu dari bangsa atau daerah lainnya. Melantunkan ayat-ayat al-Quran dengan irama dan lagu dituntut dengan baik, fasih, serta suara yang indah yang memang merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Menurut Muhsin Salim, Dosen Tajwid, Nagham dan Qira’at Istitut PTIQ Jakarta, arah tuntutan tersebut ialah pola bacaan tartil yang berlaku bersamaan dengan turunnya al-Quran. Hal ini ditegaskan dalam surah al-Furqan ayat 32:
Artinya: Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa al-Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (Q.S. al-Furqan: 32)
Sekilas Tartil dan Hubungannya dengan Ilmu Tajwid
Para Sahabat dan ulama sejak dahulu telah mengajarkan tuntunan akan hal itu dalam satu bidang ilmu tersendiri, yaitu Ilmu Tajwid. Melalui ilmu inilah diberikan tuntunan dalam melantunkan ayat-ayat al-Quran agar dapat mencapai target bacaan yang Tartil. Perintah Allah dalam al-Quran yang mengisyaratkan akan hal ini ialah:
. المزمل﴾ ﴿صورة ل�ا ت�ي ر� ت� ت. آا ر� ه0 رل ا تل ب� تر �ت
Artinya: “Bacalah al-Quran dengan Tartil yang optimal.” (Q.S. al-Muzzammil: 4)
Penekanan ayat di atas untuk membaca al-Quran bukan hanya sekedar tartil, melainkan dengan tartil yang benar-benar berkualitas. Demikian pesan Ahmad Fathoni, salah satu dosen Tajwid dan Qira’at Institut PTIQ Jakarta dan IIQ Jakarta. Menurut Ali bin Abi Thalib, tartil di sini mempunyai arti, ( ت: رو ه9 هو رال ه, ت ت� ر; تم �ت ت: �ر ه� ه> رال ه* ري تو ر= ت� ), yaitu membaguskan bacaan huruf-huruf al-Quran dan mengetahui hal-ihwal waqaf. Sehingga, maksud tartil di sini ialah melafazkan ayat-ayat al-Quran sebagus dan semaksimal mungkin.
Makna Tartil, Qira'ah dan Tilawah
Demikianlah sekilas gambaran makna tartil dalam perspektif untuk membaca al-Quran. Dalam ayat-ayat al-Quran, terdapat kata lain yang sinonim (mutaradif) dengan kata Tartil tetapi memiliki makna yang berbeda, yaitu Qira’ah dan Tilawah. Untuk melihat sisi perbedaan ketiga kata ini yang sama-sama diartikan “membaca” dalam bahasa Indonesia, perhatikan definisinya masing-masing di bawah ini:
Tartil, yaitu membaca dengan ittisaq (terpadu) dan intizham (tersistem) secara konsisten (istiqamah). Tartil menekankan pelepasan kata-kata dari mulut secara baik, teratur, dan konsisten. Kata inilah yang dipadankan dalam teknis penerapan ilmu Tajwid sebagaimana dijelaskan di atas.
Qira’ah, yaitu membaca untuk mengungkap makna suatu bacaan. Sehingga, kata Qira’ah dapat diartikan menganalisa, meneliti, menguji, eksplorasi, investigasi, dan sejenisnya.
Tilawah, yaitu membaca yang diikuti kehendak untuk mengikuti apa yang dibacanya. Dari sini dengan jelas dapat melihat bahwa kata tilawah ini mengungkapkan aspek praktis dari membaca, yakni mengamalkan isi dari apa yang dibacanya.
Nagham al-Quran; Membaca al-Quran dengan Lagu
Selain ketiga kata di atas, terdapat satu kata lagi yang sangat berkaitan dengan al-Quran dalam aspek membaca, yaitu Nagham. Sekilas kata inilah yang menjadi topik utama dalam pembahasan ini. Kata Nagham ( ه,/ تم ر< ت� ال ه? ر< ت� merupakan (ال mufrad dari jamak Angham/al-Naghamaatu ( ه@/ تما ت< ت�� ال Aه ت<ا ر3 تBا ) yang berarti lagu.
Konteks Nagham al-Quran (lagu al-Quran) dengan ketiga kata sebelumnya memiliki sasaran yang sama, yaitu membaca al-Quran. Akan tetapi, sisi prakteknya-lah yang membedakannya. Ketiga kata sebelumnya telah diuaraikan secara singkat di atas, adapun Nagham dalam prakteknya memiliki aturan tersendiri berupa Maqom, al-Wan (variasi maqom), dan Taqsim (improvisasi maqom).
Perintah Nabi Memperindah Bacaan al-Quran
Sebelum menyelami maqom-maqom nagham al-Quran serta memberikan tanggapan terkait ketentuan dalam melantunkan nagham al-Quran, perlu ditekankan terlebih dahulu bahwa terdapat sejumlah hadis nabi yang memerintahkan dalam memperindah bacaan al-Quran dan keterangan mengenai kekaguman nabi terhadap bacaan beberapa Sahabat, diantara hadis tersebut ialah:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al-Zuhri, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Allah tidak mengizinkan pada sesuatu pun, sebagaimana Allah mengizinkan
kepada Nabi untuk melagukan al-Qur’an.” (H.R. Al-Bukhari, hadis ini diriwayatkan juga oleh Imam Muslim)
Abu Sufyan Wakie’ bin al Jarrah berkata terkait hadis di atas, “Tafsirnya ialah ( ت! ت" Eت� ر< Oت Pر تي ) menyenandungkannya. Sebagian Sahabat mengartikannya ( ت! ت" ت� Qت ر= تي ر. تBا ه* ت�ي هي ه! تل ), yaitu melagukannya dengan suara yang keras. Dalam hadis lain, nabi menyatakan:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim, telah mengabarkan kepada kami Ibn Juraij, telah mengabarkan kepada kami Ibn Syihab, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah Saw bersabda: Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak melagukan al-Qur'an”. (H.R. Al-Bukhari)
Adapun keterangan mengenai keindahan beberapa bacaan Sahabat ialah:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh bin Ghiyats, telah menceritakan kepada kami bapakku, dari Al-A’masy, ia berkata; telah menceritakan kepadaku Ibrahim, dari Abidah, dari Abdullah r.a, ia berkata; Nabi Saw pernah bersabda padaku: “Bacakanlah Al Qur`an untukku.” Aku pun berkata, “Apakah aku akan membacakan untuk Anda, padahal ia diturunkan kepada Anda?” Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku suka untuk mendengarnya dari orang lain.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadis lain menerangkan kekaguman nabi terhadap terhadap suara Abu Musa al-Asy’ari:
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammd bin Khalaf Abu Bakr, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya Al-Himmani, telah menceritakan kepada kami Buraid bin Abdullah bin Abu Burdah, dari kakeknya (Abu Burdah), dari Abu Musa r.a, dari Nabi Saw, beliau bersabda kepadanya: “Wahai Abu Musa, sesungguhnya engkau telah diberikan suara clarionet dari suara-suara clarionet keluarga Nabi Daud”. (H.R. Al-Bukhari)
Artinya: “Telah menceritakan kepada Kami Utsman bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada Kami Jarir, dari Al-Amasy, dari Thalhah, dari Abdurrahman bin ‘Ausajah, dari Al-Bara’ bin ‘Azib, ia berkata; Rasulullah Saw bersabda: “Perindahlah al-Qur’an dengan suara kalian”. (H.R. Abu Daud, al-Nasa’i, Ibnu Majah)
Setelah mengamati hadis-hadis Nabi di atas dapat disimpulkan bahwa memperindah bacaan dalam melantunkan ayat al-Quran adalah anjuran. Jika di amati lebih lanjut dalam hubungannya dengan istilah Tartil, Qira’ah, Tilawah dan Nagham, perintah dalam hadis di atas mencakup prakteknya dalam kegiatan Tartil dan Nagham. Adapun Qira’ah dan Tilawah berada di sisi lain karena orientasinya lebih pada tindakan nyata dari kegiatan membaca seperti disebutkan di atas.
Jadi, perintah memperindah bacaan dalam hadis-hadis di atas mencakup bacaan dengan Nagham/lagu, maupun bacaan dengan Tartil. Perbedaan keduanya bahwa Nagham mengikuti kaidah beberapa Maqom, adapun Tartil tidak. Sungguhpun demikian, praktek keduanya harus berdasarkan ilmu tajwid dan ilmu qira’at. Bahkan dapat dikatakan, Nagham sesungguhnya berkembang dari variasi bacaan tartil, hanya saja dilengkapi dengan beberapa aturan maqom bacaan.
Hadis di atas menginformasikan juga bahwa selain kata Nagham, kata al-Ghina’ (C ا � > ل juga (اsering digunakan untuk menyebut lagu al-Quran. Hal ini sesuai dengan keterangan Muhsin Salim dalam bukunya. Lebih lanjut, beliau menambahkan bahwa Nagham juga sinonim dengan kata al-Lahn .(ال�>7) Terdapat satu hadis yang menggunakan kata sebagaimana ”ال�>7“ diriwayatkan oleh Imam al-Thabrani dalam Mu’jam al-Ausat-nya. Tetapi status hadis ini dha’if karena terdapat rawi yang majhul (tidak diketahui). Hadis tersebut ialah:
Artinya: “Dari Huzaifah bin al-Yaman berkata, Rasulullah Saw bersabda; “Bacalah al-Quran itu dengan lagu orang-orang Arab.” (H.R. Al-Thabrani)
Definis Nagham dan Maqom-maqomnya
Setelah melalui bebera uraian di atas, kini saatnya kita melihat definisi dari Nagham al-Quran. Menurut Muhsin Salim, Nagham al-Quran ialah alunanan intonasi atau lagu yang disuarakan dalam ragam nada, variasi, dan improvisasi yang selaras dengan pesan-pesan yang diugkapkan oleh ayat yang dibaca. Tandasnya lebih lanjut, lagu tersebut tentu saja bermuara dari lagu-lagu yang dilantunkan dalam nyayian atau seni suara orang Arab.
Ketentuan lainnya bahwa Nagham/lagu yang dilantunkan dalam bacaan kitab suci al-Quran harus tunduk dan mengikuti kaidah tartil yang tertuang dalam ilmu tajwid. Sehingga lagu-lagu bersangkutan layak untuk dinyatakan sebagai lagu-lagu kitab suci al-Quran. Orang yang pertama kali membaca al-Quran dengan warna-warna lagu ialah salah seorang di antara sejumlah Qurra’ (ahli baca) yang di bawah Ziyad al-Numairi ketika berkunjung ke rumah Anas bin Malik.
Pendapat lain menyebutkan bahwa orang yang pertama-tama membaca al-Quran dengan lagu adalah Ubaidillah bin Abi Barkah dan dikembangkan oleh generasi berikutnya, yaitu Ubaidillah bin Umar dan Sa’id al-Allaf al-Ibadli. Diantara maqom-maqom Nagham al-Quran yang populer ialah maqom Bayyati, Hijaz, Shaba, Rast, Jiharka, Sika dan Nahawand. Sobat SQ yang ingin download tausyih maqom tersebut, DISINI.
Melagukan al-Quran selain dengan Nagham/lagu Arab?
Pertanyaan kemudian, bagaimana melantunakan ayat al-Quran dengan lagu selain lagu Arab? Hal inilah yang menjadi penutup tulisan ini sekaligus memberi tanggapan terkait bacaan al-Quran dengan irama sinden di yang dibacakan oleh oleh dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Muhammad Yasser Arafat. Bacaan dalam rangka peringatan Isra dan Mi’raj
tersebut dilangsukan di Istana Negara pada hari Jum’at, 15 mei 2015 membuat banyak perdebatan di masyarakat. Berikut rekamannya:
Bacaan tersebut yang merupakan ide dari Menteri Agama, Lukma Hakim Saifuddin terbilang baru dan banyak mendapat tanggapan, tidak hanya dalam negeri bahkan dari luar negeri juga. Di media pun disebutkan, ada yang meresponnya dengan baik, namun tidak sedikit juga yang merespon sebaliknya.
Bacaan ini menjadi isu internasional setelah Qari’ internasional, asal Saudi Arabia, Syeikh Abdullah Ali Bashfar turut mengeluarkan fatwa. Beliau melarang bacaan tersebut dengan 4 argumen, yaitu:
1. Terdapat kesalahan lahjah (aspek dialek fonologis). Menurutnya, seharusnya lahjah yang dipakai adalah lahjah Arab.
2. Terjadi takalluf (pemaksaan), pembacanya dianggap terlalu memaksakan untuk meniru lagu yang tidak lazim dalam membaca al-Quran.
3. Adanya ashabiyah (fanatisme kesukuan). Syeikh Ali mencurigai adanya kesan terlalu menonjolkan kejawaan atau keindonesiaan. Hal ini dianggap membangun sikap ashabiyyah dalam ber-Islam. Padahal, ashabiyah itu hukumnya haram.
4. Dikhawatirkan mempermainkan al-Quran. Yang paling fatal adalah jika ada maksud memperolok-olokkan ayat-ayat Allah yang mereka samakan dengan lagu-lagu wayang dalam suku Jawa.
Hal berbeda disampaikan KH. Prof. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, mantan rektor dan guru besar di Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta dan tim pentashih terjemahan al-Quran di Departemen Agama RI. Menurut beliau, bacaan dengan langgam tradisional dianggap sebagai perpaduan yang baik antara seperti langit kallamullah yang menyatu dengan bumi, yakni budaya manusia. Itu sah diperbolehkan. Hanya saja, bacaan pada langgam budaya harus telap berpacu seperti yang diajarkan Rasul dan para sahabatnya, yakni sesuai dengan kaedah fonologi bahasa Arab al-Quran (tajwid).
Lebih lanjut, Ahsin Sakho berpendapat bawha membaca al-Quran yang mengacu pada langgam budaya Indonesia sangat diperbolehkan dan tidak ada dalil shahih yang melarang hal demikian. Dia menganggapnya sebagai kreativitas budaya.
Tanggapan Admin Laggam Jawa ala Sinden dalam Melagukan al-Quran
Terlepas dari perbedaan di atas, setidaknya kita perlu mengetahui bahwa dalam melantunkan ayat al-Quran harus berlandaskan dengan ilmu tajwid dan juga ilmu qira’at pada tataran bacaan-bacaan tertentu. Hal ini telah disebutkan sebelumnya bahwa tartil yang merupakan target utama dalam ilmu tajwid, perintahnya bersamaan dengan turunnya al-Quran sebagaimana disebutkan dalam Surah al-Furqan ayat 32, kemudian ditekankan lagi dalam surah al-Muzzammil ayat 4.
Oleh karenanya, penilaan utama dalam menilai bacaan al-Quran ialah sisi Tartilnya yang berlandaskan dengan ilmu tajwid. Adapun dalam persoalan ini, yaitu laggam jawa dengan irama sinden dalam al-Quran menurut penulis agak memuat tadallus (pemaksaan) sehingga kurang tepat. Sehingga, penulis sepakat dengat pendapat Abdullah Ali Bashfar dalam persoalan ini. Namun, penulis juga menyadari bahwa variasi bacaan al-Quran tidak terlepas dari unsur budaya dengan syarat tetap berlandaskan disiplin ilmu tajwid. Seperti maqom sika yang berasal
dari Turki kemudian di adopsi oleh Qurra’ Arab, akhirnya menjadi warna lagu Arabi. Pada sisi ini, penulis sepakat dengan Akhsin Sakho.
Renungan Membaca dan Melagukan al-Quran
Demikianlah ulasan penulis terkait Dimensi Tartil, Qira’ah, Tilawah, dan Nagham dalam al-Quran. Semoga dapat memberikan wawasan baru dalam ranah kajian ini. Sebagai penutup, penulis mengutip keterangan Manna Khalil Khattan dalam bukunya yang bersumber dari al-Suyuti bahwa; Diantara perbuatan bid’ah dalam qira’at dan ada’ adalah talhin. Diantara macam talhin ialah:
1. Tar’id, yaitu menggelatarkan suara, laksana suara yang menggelatar karena kedinginan atau kesakitan;
2. Tarqis; yaitu sengaja berhenti pada huruf mati namun kemudian dihentakannya secara tiba-tiba disertai gerakan tubuh,
3. Tatrib, yaitu menendangkan dan melagukan al-Quran sehingga membaca mad bukan pada tempatnya atau menambahnya;
4. Tahzin, yaitu membaca al-Quran dengan nada memelas seperti orang yang bersedih sampai hampir menangis disertai suara lembut;
5. Tardad, yaitu bila sekelompok orang menirukan seorang qari’ pada akhir bacaannya dengan satu gaya dari cara-cara di atas.
Adapun teknik membaca yang sebenarnya menurut Manna Khalil al-Qattan ada 3, yaitu Tahqiq; yaitu memberikan haq-haq setiap huruf sesuai dengan ketentuan para ulama dan disertai tartil, Hadar; yaitu membaca cepat dengan tetap memperhatikan syart-syarat pengucapan yang benar; dan Tadwir; yaitu pertengahan antara Tahqiq dan Hadar.
Hukum Tartil dan Nagham
Demikianlah bahasan admin kali, semoga bermanfaat dan menambah wawasan baru mengenai perbedaan makna Tartil, Qira'ah, Tilawah dan Nagham. Disamping, dapat mengetahui ketentuan membaca al-Quran, baik dengan Tartil maupun dengan Nagham/lagu harus tetap berdasarkan disiplin ilmu Tajwid. Membaca al-Quran dengan Tartil yang berdasarkan ilmu tajwid adalah wajib menurut ulama. Adapun melagukan al-Quran dengan Nagham, menurut Mazhab Maliki dan Mazhab Hambali adalah makruh (boleh), sedangkan menurut mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanafi adalah mustahab/sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Da'wud, Sunan Abu Da>wud, Beirut, Da>r al-Kitab al-Araby, tt Al-Bukhari', Shahih Bukhari', Beirut: Da'r Ibn Kasir, 1407 H/1987 M Al-Nasa'’i, Sunan al-Nasa'’i, Cet. I, Beirut: Da'r al-Kitab al-Ilmiyah, 1991 Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu al-Quran, Cet. XIV, Bogor: Pustaka
Institut PTIQ, 2010 Ibnu Maja'h, Sunan Ibnu Maja'h, Cet. III, Beirut: Da'r al-Fikr, tt Majelis Ulama Indonesia, http://mui.or.id/mui/ Muhsin Salim, Ilmu Nagham al-Quran: Metode Membaca al-Quran dengan Lagu, cet. III,
Jakarta : YATAQI, 2008 Muslim Media News (MMM), http://www.muslimedianews.com/ Muslim, Shahih Muslim, Beirut: Da'r al-Ji’il, 1955 Qira’ah, Tartil, dan Tilawah, https://web.facebook.com/notes/al-falihin/qiraah-tartil-dan-
tilawah-membaca/10153320506205136 Rima News; Bersuara denga Hari, http:// rimanews.com/ Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, Cet. XI, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011 Shihab, Quraish. Wawasan al-Quran; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persolan Umat,