BAB IIPEMBAHASANPENGERTIAN BEBERAPA ISTILAH DALAM ULUMUL
HADISTA. HADIS DITINJAU DARI SUMBER BERITAHadist dilihat dari
sumber berita, dari siapa berita itu dimunculkan pertama kali
terdapat empat macam, yaitu qudsi, marfu, mawquf, dan maqthu.
Secara umum dapat dikatakan jika sumber berita dari Allah dinamakn
hadis qudsi, jika sumber berita dari Nabi disebut hadis marfu, jika
datangnya sumber berita dari sahabat disebut hadis mawquf, dan jika
datangnya dari tabiin. 1. Hadis QudsiMenurut bahasa kata Al-qudsi
nisbah dari kata al-quds yang diartikan suci. Hadis ini dinamakn
suci (al-qudsi), karena disandakan kepada zat Tuhan yang Maha Suci.
Menurut istilah hadis qudsi adalah sesuatu yang dipindahkan dari
Nabi saw serta penyandaraanya kepada Allah.Rasulullah kadang-kadang
menyampaikan sesuatu berita atau nasihat yang beliau ceritakan dari
Allah swt, tetapi tidak wahyu yang diturunkan seperti Al-Quran dan
disndarkan kepada beliau yang kemudian disebut Hadis Nabawi. Berita
itu memang sengaja beliau sandarkan kepada Allah tetapi bukan
Al-quran, karena redaksinya berbeda dengan redaksi Al-Quran. Ia
adalah hadis qudsi yang maknanya diteri da Allah melalui ilham atau
mimpi sedang redaksinya dari Nabi sendiri.Contoh hadis qudsi: :
.........Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a., bahwasanya Nabi
bersabda, telah Berfirman Allah taala: Ibnu Adam (anak-keturunan
Adam/umat manusia) telah mendustakanku, dan mereka tidak berhak
untuk itu, dan mereka mencelaku padahal mereka tidak berhak untuk
itu, adapun kedustaannya padaku adalah perkataanya, Dia tidak akan
menciptakankan aku kembali sebagaimana Dia pertama kali
menciptakanku (tidak dibangkitkan setelah mati), aadpun celaan
mereka kepadaku adalah ucapannya, Allah telah mengambil seorang
anak, (padahal) Aku adalah Ahad (Maha Esa) dan Tempat memohon
segala sesuatu (al-shomad), Aku tidak beranak dan tidak pula
diperankkan, dan tidak ada bagiku satupun yang menyerupai. ~
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (dan begitu juga oleh an-Nasa-i)2.
Hadis Marfua. Pengertian Marfu menurut bahasa yang diangkat atau
yang ditinggikan. Hadis marfu adalah hadis yang terangkat sampai
kepada Rasulullah saw. Atau menunjukan ketinggian kedudukan beliau
sebagai seorang Rasul. Menurut istilah sebagian ulama hadis,
ialah:sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw secara khusus, baik
perkataan, perbuatan, atau taqrir, baik sanadnya itu muttashil
9bersambung-sambung tiada putus-putus), maupun munqathi ataupun
mudhal.Sedangkan menurut ulama lain hadis marfu adalah:hadis yamg
dipindahkan dari Nabi saw dengan menyandarkan dan mengangkat
(merafakan) kepadanya Dari beberapa pengertian di atas dapat
disimpulkan, bahwa hadis marfu adalah berita yang disandarkan
kepada nabi baik berupa perkataan, perbuatan, sifat dan persetujuan
sekalipun sanadnya tidak bersambung atau terputus. Definisi ini
mengecualikan berita yang tidak disandarkan kepada Nabi misalnya
yang disandarkan kepada para sahabat yang nantinya disebut hadis
mawquf atau yang disandarkan kepada tabiin yang disebut dengan
hadis maqthu. Definisi di atas juga mengakumulasi ragam dan
macam-macam hadis mrfu yaitu marfu qawli (perkataan), fili
(perbuatan), dan taqriri (persetujuan). Berikut ini beberapa
contoh:
b. Contoh marfu 1) Contoh marfu qauli
2) Contoh hadis marfu fili
3) Contoh hadis marfu taqriri
c. Macam-macam hadis marfuHadis marfu ada dua macam:1) Di marfu
kan secara tegas (sharih)Hadis yang dimarfukan kepada Nabi saw
dengan sharih adalah hadis yang tegas-tegas dikatakan oleh seorng
sahabat bahwa hadis tersebut didengar atau dilihat dan disetujui
dari Rasulullah saw, misalnya perkataan sorang sahabat dengan kata:
:Aku mendengar Rasulullah saw berkata :
:Berkata Rasulullah saw :
: Aku melihat Rasulullah saw berbuat begini2) Di marfu kan
secara hukum Maksudnya, hadis tersebut seolah-olah lahirnya
dikatakan oleh seorang sahabat (mawquf lafalnya) tetapi hakikatnya
disandarkan kepada Rasulullah saw ( dihukumi marfu), misalnya
sebagai berikut: Perkataan seorang sahabat tentang suatu masalah
yang tidak dapat dicapai dengan ijtihad, seperti perkataan yang
berkaitan dengan berita gaib, atau menerangkan pahala sesuatu amal,
seperti perkataan Ibnu Masud : Barang siapamendatangi tukang sihir,
atau dukun, maka sesungguhnya ia telah kafir; kepada apa yang telah
diturun kepada Muhammad saw. Apabila seorang sahabat membuat
sesuatu pekerjaan yang tidak dapat diperoleh dengan jalan ijtihad,
maka perbuatannya itu dipandang hadis marfu, karena dipersipsikan,
bahwa para sahabat tidak melakukan suatu perbuatan, tanpa ada
tuntunan dari Nabi saw, pada suatu tuntunan yang tidak mungkin
diperoleh dari selain Nabi saw.Umpamanya, mengangkat kedua tangan
ketika takbir dalam beberapa takbir shalat hari raya baik dalam
rakaat pertama maupun rakaat kedua. Pekerjaan ini dikerjakan oleh
Ibnu Umar, tentunya beliau tidak akan mengerjakan hal demikian
kalau tidak mendapat tuntunan dari Nabi saw. dan seperti yang
diketahui bahwa Ibnu Umar adalah salah seorang sahabat yang sangat
kuat dalam menjelaskan sunnah Nabi saw.Demikian pula apabila seora
sahabat yang mengkhabarkan suatu berita dengan menggunakan
ungkapan, bahwa di antara mereka (para sahabat) ada yang
mengajarkan begini di masa hidup Rasulullah. Pemberitaan itu
dipandang hadis marfu karena dipersepsikan, bahwa Nabi saw melihat
pekerjaan itu pada saat terjadi dan belau tidk mencegah atau
melarang. Proses hadis ini disebut persetujuan (taqrir) Nabi
saw.Dan apabila seseorang sahabat berkata:Diantara sunnah
beginiPerkataan ini sudah dipandang sebagai hadis marfu karena
makna sunnah di sini, adalah sunnah Rasulullah. Contohnya perkataan
Anas bin Malik Diantara sunnah apabila seorang laki-laki beristri
dengan seorang gadis (bikr) sedang ia mempunyai seorang istri lain,
ia brdiam diri di rumah si gadis itu 7 lamanya. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
3. Hadis Mawqufa. Pengertian Mawquf menurut bahasa waqaf =
berhenti atau stop. Di dalam Al-Quran terdapat tanda-tanda waqaf
yang harus dipatuhi oleh si pembacanya. Barang waqaf terhenti tidak
boleh dijualbelikan kepada orang lain, karena amal Lillah Taala
sampai hari kiamat tiba. Mawquf adalah barang yang dihentikan atau
barang yang diwakafkan. Menurut pengertian istilah ulama hadis,
ialah:Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat, baik dari
pekerjakan, perkatakan, dan persetujuan, baik bersambung sanadnya
maupun terputus.Kata Ibnu Al-Atsir dalam Al-Jami:Hadis yang
dihentikan (sandarannya) pada seseorang sahabat tidak tersembunyi
bagi seseorang ahli hadis, yaitu suatu hadis yang disandarkan
kepada seorang sahabat. Apabila telah sampai kepada seorang
sahabat, ia (seorang perawi) berkata: bahwasanya sahabat berkata
begini, atau berbuat begini, atau menyuruh begini. Dari berbagai
definisi di atas dapat di definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa
hadis mawquf adalah sesuatu yang disandarkan kepada seorang sahabat
atau segolongan sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, dan
persetujuan, baik bersambung sanadnya atau terputus. Jadi sandaran
hadis ini hanya sampai kepada sahabat tidak sampai kepada Nabi
Muhammad saw. Jelanya, hadis ini perkataan seorang sahabat atau
perbuatan dan persetujuan.b. Contoh MawqufSebagaimana penjelasan di
atas bahwa hadis mawquf terdiri qawli, fili, dan taqriri. Contoh
mawquf qawli (perkataan), seperti: , : , .Contoh mawquf fili
(perbuatan), seperti perkataan Al-Bukhari: , ,
Contoh mawquf taqriri (persetujuan) : : 4. Hadis Maqthua.
PengertianMenurut bahasa kata maqthu berasal akar kata berarti
terpotong atau terputus lawan dari mawshul yang berarti bersambung.
Kata terputus di sini dimaksudkan tidak sampai kepada Nabi saw. Ia
hanya sampai kepada tabiin saja. Menurut istilah hadis maqthu
adalah sebagai berikut: Adalah sesuatu yang disandarkan kepada
seorang tabiin atau orang setelahnya, baik dari perkatan atau
perbuatan.Lebih luas lagi didefinisikan sebagai berikut:Sesuatu
yang disandarkan kepada seorang tabiin dan orang setelahnya dari
pada tabi tabiin kemudian orang-orang setelah mereka baik berupa
perkataan atau perbuatan dan sesamanya.Dari pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa hadis maqthu adalah sifat matan yang
disandarkan kepada seorang tabin atau seorang generasi setelahnya
baik berupa perkataan, perbuatan, dan persetujuan.b. Contoh hadis
maqthuContoh hadis maqthu qawli (dalam bentuk perkataan) seperti
kata Al-Hasan Al-Bashir tentang shalat di belakang ahli bidah: :
Contoh maqthu fili (dalam bentuk perkataan) sebagaimana perkataan
Ibrahim bin Muhammad bin Al-Muntasyir: , c. Kehujahan MaqthuHadis
maqthu tidak dapat dijadikan hujah dalam hukum syara sekalipun
shahih, karena ia bukan yang datang dari Nabi. Dia hanyaperkataan
atau perbuatan sebgaian atau salah seorang umat Islam. Tetapi jika
di sana ada bukti-bukti kuat yang menunjukan kemarduannya, maka
dihukum marfu mursal. Misalnya perkataan sebagian periwayatan
ketika menyebut tabiin ia katakan = ia marfukannya. Atau dalam
ungkapan lain dapat dikatakan, perkataan tabiin terkadang dipandang
sebagian perkataan sahabat, apabila perkataan tersebut semata tidak
dapat diperoleh melalui ijtihad, sebagaimana perkataan sahabat yang
dipandang tidak dapatdiijtihadkan juga dipandang sebagai perkataan
Nabi sendiri. B. HADIS DI TINJAU DARI SEGI DITERIMA DAN DITOLAK
SEBAGAI SUMBER HUKUM1. Hadis ShahihKata shahih dalam bahasa
diartikan orang sehat antonim dari kata as-saqim = orang yang sakit
jadi yang dimaksud hadis shahih adalah hadis yang sehat dan benar
tidak terdapat penyakit dan cacat. Dalam istilah hadis shahih
adalah:Hadis yang munttashil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan
oleh orang adil dan dhabith (kuat daya ingatannya) sempurn dari
sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadzdz), dan cacat. Dari
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hadis shahih mempunyai 5
kriteria, yaitu:a. Persambungan sanadArtinya setiap perawi dalam
sanad bertemu dan menerima periwayatan dari perawi sebelumnya baik
secara langsung atau secara hukum dari awal sanad hingga hukumnya.
Pertemuan atau persambungan sanad dalam periwayatan ada dua macam
lambang yang digunakan oleh para periwayatan: Pertemuan langsung
(mubasyarah), seseorang bertatap muka langsung dengan syaikh yang
menyampaikan periwayatan. Maka ia mendengar berita yang disampaikan
atau melihat apa yang dilakukan.periwayatan dalam bentuk pertemuan
langsung seperti di atas pada umumnya menggunakan lambing ungkapan:
= aku mendengar kami/ kepadaku memberikan = / = aku melihat si
Fulan
Pertemuan secara hukum, seseorang meriwayatkan hadis dari
seseorang yang hidup semasanya dengan ungkapan kata yang mungkin
mendengan atau melihat. Misalnya:// = si Fulan berkata:/dari si
Fulan/si Fulan melakukan beginiPersambungan sanad dalam ungkapan
ini masih secara hukum, maka perlu penelitian lebih lanjut,
sehingga dapat diketahui benar apakah ia dengan syaikhnya atau
tidak.a. Keadaan para perawi (adalah ar-ruwah)Dalam menilai
keadilan seseorang periwayat cukup dilakukan dengan salah satu
tehnik berikut: Keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli tadil
bahwa seseorang itu bersifat adil, sebagaimana yang disebut dalam
kitab-kitab al-jarh wa at-tadil. Ketenaran seseorang bahwa ia
bersifat adil, seperti Imam empat Hanafi, Maliki, Syafii, dan
Hambali.[footnoteRef:2] [2: Mahmud Ath-Thahan, Taysir Musthalah
Al-Hadist, hlm. 121-122.]
b. Para perawi bersifat dhabithMaksudnya, para perawi itu
memiliki daya ingat hafalan yang kuat dan semurna. Dyaa ingat dan
hafalan kuat ini sangat diperlukan dalam rangka menjaga otentisitas
hadis, mengingat tidak seluruh hads tercacat pada masa awal
perkembangan Islam. Atau jika tercatat, catatan tulisannya harus
selalu benar tidak terjadi kesalahan. Sifat dhabith ini ada dua
macam: Dhabith dalam dada, artinya memiliki daya ingat dan hafal
yang kuat sejak ia menerima hadis dari seoang syaikh atau seorang
gurunya sampai pada saat menyampaikanya kepada orang lain atau ia
memiliki kemampuan untuk menyampaikannya kepan saja diperlukan
kepada orang lain. Dhabith dalam tulisan, artinya tulisan hadisnya
sejak mendengar dari gurunya terpelihara dari perubahan, pergantian
dan kekurangan. Singkatnya tidak terjadi kesalahan-kesalahan tulis
kemudian diubah atau diganti, karena hal demikian akan mengundang
keraguan atas ke- dhabithan seseorang.c. Tidak terjadi kejanggalan
Syadz dalam bahasa berarti ganjil, terasing, atua menyalahi aturan.
Maksud syadzdz di sini adalah periawayatan orang tsiqah (terpercaya
yakni adil dan dhabith) bertentangan dengan periwayatan orang yang
lebih tsiqah. Dengan demikian, jika diisyaratkan hadis shahih harus
tidak terjadi syadzdz berarti hadis tidak terjadi adanya
periwayatan orang tsqah (terpercaya yakni adil dan dhabith)
bertentangan dengan periwayatan orang yang lebig tsiqah.
Penegertian syadzdz ini mengecualikan, jika periwayatan seorang
dhaif bertentagan dengan periwayatan orang tsiqh tidak dinamakan
syaddzdz, tetapi nanti disebut hadis munkar yang tergolong hadis
dhaif.d. Tidak terjadi illahDalam bahasa arti illah= penyakit,
sebab, alas an atau udzur. Sedang arti illah di sini adalah suatu
sebab tersembunyi yang membuat cacat keabsahan suatu hadis padahal
lahirnya selamat dari cacat tersebut. Misalnya sebuah hadis setelah
diadakan penelitian ternyata ada sebab yang membuat cacat yang
menghalangi terkabulnya, seperti munqathi, mawquf, atua perawi
seorang fasik, tidak bagus hafalannya, seorang ahli bidah dan
lain-lain.
A. Macam-Macam Hadis ShahihMacam-macam hadis shahih ada dua
macam, yaitu:a. Shahih lidzatih (shhaih dengan sendirinya), karena
telah memenuhi 5 kriteria hadis shahih sebgaimana definisi dan
keterangan di atas.b. Shahih lighayrih (shahih karena yang lain),
yaitu:Hadis shahih lighayrih adalah hadis hasan lidzatihi ketika
ada periwayatan melalui jalan lain yang sama atau lebih kuat dari
padanya.Jadi hadis shahih lighayrih, semestinya sedikit tidak
memenuhi persyartan hadi shahih ia baru sampai tingkat hadis hasan,
karena di antara perawi ada yang kurang sedikit hafalan
dibandingkan dalma hadis shahih, tetapi karena diperkuat dengan
jalan/ sanad lain, mka naik menjadi shahih lighayrih (shahihnya
karena yang lain). Contoh, hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi
melalui jalan Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu hurairah
bahwa Rasulullah saw bersabda:
Seandainya aku tidak khawatir memberatkan atas umatku, tentu aku
perintah mereka bersiwak ketika shalat.Hadis di atas berkualitas
hasan lidzatih, karena semua perawinya bersifat tsiqah (adil
dhabith) selain Muhammad bin Amr, ia bertitel: shaduq (bnayak
benarnya). Tetapi hadis ini mempunyai jalan lain diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan Muslim melaui jalan Abu Az-Zanad dari Al-Araj dari
Abu Hurairah. Maka hadis di atas kualitanya dapat naik menjadi
shahih lighayrih.B. Kehujahan Hadis ShahihHadis yang telah memnuhi
persyaratan hadis shahih wajib diamalkan sebagai hujah atau dalil
syara sesuai dengan ijma para ulama hadis dan sebagaian ulama ushul
fiqh. Tidak ada alasan bagi seorang muslim tinggal mengamalkannya.
Hadis shahih lighayrih lebih tinggi derajatnya dari pada hasan
lidzatih, tetapi lebih rendah dari pada shahih lidzatih. Sekalipun
demikian ketiganya dapat dijadikan hujah.Ada beberapa pendapat para
ulama yang memperkuat kehujahan hadis shahih ini, di antaranya
sebagai berikut:1. Hadis shahih member faedah qathi (pasti
kebenarannya) jika terdapat di dalam kitab Shahihhayn (Al-Bukhari
dan Muslim) sebagaimana pendapat yang dipilih Ibnu Ash-Shalah.2.
Wajib menerima hadis shahih sekalipun tidak ada seorangpun yang
mengamalkannya, pendapat Al-Qasimi dalam qawaid at-tahdits.C.
Tingkatan Hadits ShahihDari segi persyaratan shahih yang terpenuhi
dapat dibagi menjadi 7 tingkatan, dari tingkat yang tertinggi
sampai dengan yang terendah, yaitu sebagai berikut :1. Muttafaq
alayh, yakni keshahihannya oleh Al-Bukhari dan Muslim, atau
akhrajahu/ rawahu Al-Bukhari wa Muslim (diriwayatkan oleh
Al-Bukhari dan Muslim) atau akhrajahu/ rawahu Asy-Syaykhan
(diriwayatkan oleh dua orang guru)2. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari
saja3. Diriwayatkan oleh Muslim saja4. Hadits yang diriwayatkan
orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari dan Muslim5. Hadits yang
diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari saja6.
Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim
saja7. Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadis selain
Al-Bukhari dan Muslim dan tidak mengikuti persyaratan keduanya,
seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain2. Hadis HasanA.
PengertianDari segi bahasa hasan dari kata al-husnu bermakna al
jamal = keindahan. Menurut istilah para ulama memberikan definisi
hadis hasan secara beragam. Namun, yang lebih kuat sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam An-Nukhbah,
yaitu:Khabar ahad yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna
ke-dhabithanya, bersambung sanadnya, tidak berillah, dan tidak ada
syadz dinamakan shahih lidzatih. Jika kurang sedikit ke-dhabithanya
disebut hasan lidzatih.Dengan kata lain hadis hasan adalah :Hadis
hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh
orang adil. Kurang sedikit kedhabitannya, tidak ada keganjilan, dan
tidak ada illah. Kriteria hadis hasan hamper sama dengan kritera
hadis shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabitannya.
Hadis shahih kedhabitannya seluruh perawi harus zamm (sempurna),
sedng dalam hadis hasan, kurang sedikit kedhabitannya jika
dibandingkan dengan hadis shahih. Ke dhabitannya perawi hadis hasan
nilainya memnag kurang jika dibandingkan dengan perawi hadis
shahih, karena kedhabitan para perawi hadis shahih sangat sempurna.
Tetapi jika dibandingkan dengan kedhabitan perawi hadis dhaif tentu
belum seimbang, kedhabitan perawi hadis hasan lebih unggul. B.
Contoh Hadis Hasan : : : : ............C. Macam-Macam Hadis
HasanSebagaimana hadis shahih yang terbagi menjadi dua macam, hadis
hasan pun terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan lidzatih dan hasan
lighayrih.a. Hasan lidzatihHasan lidzatih adalah hadis hasan dengan
sendirinya, karena telah memenuhi segala kriteria dan persyaratan
yang ditentukan.Contoh hadits hasan lidzatih : ......dari Abu Bakar
bin Abu Musa al-Asyari, (berkata), saya mendengar ayahku ketika
berada dihadapan musuh berkata, Rasulullah saw. Bersabda:
sesungguhnya pintu-pintu surga berada dibawah bayang-bayang pedang.
(HR.al-Tirmidzi)Menurut Mahmud al-Thalan, Hadits diatas berkualitas
hasan, karena para rawinya terpercaya (tsiqah), kecuali Jafar bin
Sulaiman al-Dhubaiy. Karena itulah, Hadits tersebut tidak mencapai
hadits shahih. Terkait rawi yang satu ini, Imam Ibnu Hajar
al-Asqalani berkomentar : (hadits yang disampaikannya baik).
Penilaian Ibnu Hajar ini menunjukkan bahwa hadits itu berkualitas
hasan.b. Hasan lighayrihHadits hasan lighayrih adalah hadits-hadits
dhaif yang tidak terlalu parah (kedhaifannya) dan diriwayatkan
dengan melalui beberapa jalur. Beberapa periwayatan hadits yang
dhaif ini kemudian saling menguatkan, dan akhirnya naik menjadi
hasan. Sementara bila beberapa riwayat hadits itu termasuk kategori
dhaif yang berat, seperti hadits matruk, munkar, maudhu dan
sebagainya, maka hadits itu tidak bisa naik menjadi hasan
lighayrih. Hadits dhaif bisa naik menjadi hadits hasan lighayrih
dengan dua syarat, yaitu : Harus ditemukan periwayatan sanad lain
yang saling seimbang dan lebih kuat. Sebab kedhaifan hadits tidak
berat seperti dusta dan fasik, tetapi ringan sepert hafalan yang
kurang atau terputusnya sanad atau tidak diketahui dengan jelas
(majhul) identiras perawi. Contoh riwayat Ibnu Majah dari Al-Hakam
bin Abdul Malik dari Qatadah dari Said bin Al-Musyyab dari Aisyah,
Nabi bersabda:
Allah melaknat kalajengking janganlah engkau membiarkanya baik
dalam keadaan shalat atau yang lain, maka bunuhlah ia di Tanah
Halal atau di Tanah Haram. Hadis di atas dhaif karena Al-Hakam bin
Abdul Malik seorang dhaif, tetapi dalam sanad lain riwayat Ibn
Khuzaimah terdapat sanad lain yang berbeda perawi di kalangan
tabiin melalui Syubah dari Qatadah maka ia naik derejatnya menjadi
hasan lighayrih.D. Kehujjahan Hadits HasanHadits hasan dapat
dijadikan hujjah walaupun kualitasnya dibawah haidts shahih. Semua
fuqaha, sebagian muhadditsin dan ushuliyyin mengamalkannya kecuali
sedikit dari kalangan orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan
penerimaan hadits (musyaddidin). Bahkan sebagian muhadditsin yang
mempermudah dalam persyaratan shahih (mutasahilin) memasukannya ke
dalam hadits shahih, sepert al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu
Khuzaimah.
E. Istilah-Istilah Yang Digunakan Dalam Hadits Hasana. Diantar
gelar tadil para perawi ysng digunakan dalam hadits maqbul atau
hasan sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-Jarh wa At-Tadil
adalah : : Orang yang dikenal / orang baik: Terpelihara : Orang
baik: Orang yang teguh/ kuat: Orang kuat: Serupa dengan Shahih / :
Orang baik / bagusSebagian ulama mempersamakan dalam gelar tadil
para perawi hadits dalam kitab al-Jayyid = bagus antara shahih dan
hasan, sebagia ulama laim berpendsapat bahwa sekaligus gelar
aljayyid dengan makna shahih, tetapi pars muhsditsin senior tidak
pindah dalam menilai shahih menjadi al-jyyid tersebut kecuali ada
tujuan tertentu. Misalnya naiknya hadits hasan lidzaih dan ragu
mencapai derajat shahih, berarti tingkat hadits gelar al-jayyid ini
dibawah shahih, demikian juga gelar al-qowi.Gelar tadil as-Shahih
berlaku bagi shahih dan hasan karena keduanya layak dijadikan
hujjah dan berlaku bagi hadits dhaif yang patut dalam penelitian
pencarian sanad lain. Gelar al-maruf lawan dari al-munkar,
al-Mahfudz lawan dari asy-syadzdz, al-Mujawwad dab ats-Tsabit
berlaku untuk shahih dan hasan, dan bagi hasan serta yang
mendekatinya, al-musyabbah terhadap haidt hasan bagaikan a-ljayyid
terhadap hadits shahih.a. Perkataan mereka muhadditsin = ini hadits
hasan sanadnya. Maknanya hadits ini hanya hasan sanad-nya saja
sedang matan-nya perlu penelitian lebih lanjut. Mukharrij hadits
tersebut tidak menanggung kehasanan matan mungkin ada syadzdz atau
illat.berararti ada kesempatan luas bagi para peneliti belakangna
untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang atan hadits
tersebut apakah matannya juga hasan atau tidak.b. Ungkapan
at-Tirmidzi dan yang lain : = ini hadits hasan shahih. Makna
ungkapan ini ada beberapa pendapat, diantaranya :1. Hadits tersebut
memiliki dua sanad, yang shahih dan hasan.2. Terjadi perbedaab
dalam penilaian hadits sebagian berpendapat shahih dan golongan
lain berpendapat hasan.3. Atau dinilai hasan lidzatih dan hasan
lighayrih.F. Kitab-Kitab Yang Mengandung Hadits Hasan1. Jami
At-Tirmidzi2. Sunan Abu Dawud3. Sunan ad-Daruquthni
3. Hadis DhaifA. Pengertian Dari segi bahasa dhaif berarti lemah
lawan dari al-qawi= kuat. Kelemahan hadis dhaif ini Karena sanad
dan matannya tidak memenuhi kriteria hadis kuat yang diterima
sebagai hujah. Dalam istilah hadis dhaif adalah:Adalah hadis yang
tidak menghimpun sifat hadis hasan sebab satu dari beberapa syarat
yang tidak terpenuhi.Atau definisi lain yang biasa diungkapkan
mayoritas ulama:Hadis yang tidak menghimpun sifat hadis shahih dan
dhaif.B. Contoh Hadis Dhaif " " : " "Apa yang diriwayatkan oleh
tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami dari abi tamimah al-Hujaimi
dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang
menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya atau
seperti ini maka sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah
diturunkan kepada nabi Muhammad sawBerkata Imam Tirmidzi setelah
mengeluarkan (takhrij) hadits ini : kami tidak mengetahui hadits
ini kecuali hadits dari jalur hakim al-atsrami, kemudian hadits ini
didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena didalam sanadnya
terdapat hakim al-atsrami sebab didhaifkan pula oleh para ulama
haditsBerkarta ibnu hajar mengenai hadits ini didalam kitab
Taqribut Tahdzib : Hakim al-Atsromi pada rawi tersebut adalah
seorang yang bermuka dua. Adapun penyebab kedhoifannya karena
beberapa hal:a. Sebab Terputusnya sanad, akan terputus sanad pun
terbagi atas 2 bagian yang perama adalah terputus secara dzhohir
(nyata) :b. Muallaq adalah apa yang dibuang dari permulaan sanad
baik satu rawi atau lebih secara berurutan. Mursal adalah apa yang
terputus dari akhir sanadnya yaitu orang sesudah tabiin (Sahabat).
Mughdhal adalah apa yang terputus dari sanadnya 2 atau lebih secara
berurutan. Munqoti adalah apa yang sanadnya tidak
tersambung.Sedangkan yang kedua terputus secara khofi (tersembunyi)
yaitu: Mudallas adalah menyembunyikan cacat (aib) pada sanadnya dan
memperbagus untuk dzohir haditsnya. Mursal Khofi adalah
meriwayatkan dari orang yang ia bertemu atau sezaman dengannya apa
yang ia tidak pernah dengar dengan lafadz yang memungkinkan ia
dengar dan yang lainnya seperti qaala. c. Sebab penyakit pada
rawiPenyakit pada rawi pun terbagi atas 2 yaitu penyakit dalam
adalah dan dhobit (hafalannya), adapun yang pertama penyakit pada
adalah (ketaqwaan) yaitu: Pendusta Tertuduh dusta Fasiq Bidah
KebodohanAdapun penyakit pada dhobit (hafalan ) yaitu : Jelek
hafalannya Ucapan yang menipu Banyak lalaiC. Hukum Beramal Dan
Berhujah Dengan Hadith Dhaif Para ulama telah berselisih pada
keharusan beramal dengan hadith dhaif kepada tiga pendapat:Pendapat
pertama Tidak boleh beramal dengannya semata-mata pada hukum-hukum
atau keutamaan amal ini adalah pendapat Ibnu Arabi Al-Maliki.
Setengah karangan memasukkan Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu
Taimiyah di dalam golongan pertama ini. Demikian itu adalah
kesilapan besar yang akan kami nyatakan sebab-sebabnya dalam tajuk
ulasan pendapat yang pertama.Pendapat keduaBoleh beramal dalam
semua keadaan apabila tidak didapati hadith yang lain pada sesuatu
bab melainkan hanya hadis dhaif. Ini adalah pendapat Imam Ahmad bin
Hanbal, Imam Abu Hanifah dan Imam Abu Daud.Pendapat ketigaBoleh
beramal dengan hadith dhaif pada fadhail amalan dan kelebihan
seseorang atau sesuatu tetapi dengan beberapa syarat. Ini adalah
pendapat jumhur ulama. Di antaranya Amirul Mukminin Fil Hadith
Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Al-Hafiz Imam Nawawi, Imam
Al-Suyuti, Al-Hafiz Al-Iraqi, Al-Khatib Al-Baghdadi dan lain-lain.
Adapun syarat-syarat beramal dengan hadith dhaif sebagaimana yang
dinyatakan oleh Al-Hafiz Al-Sakhawi dalam kitabnya, Al-Qaul
Al-Badi: Aku telah mendengar daripada guru kami Al-Hafiz Ibnu Hajar
Al-Asqalani r.h.m memberitahu berulang kali bahawa syarat-syarat
beramal dengan hadith dhaif itu ada tiga: a) Bahwa kedhaifan hadith
itu tidak bersangatan. Hadith yang bersangatan dhaif ialah
perawinya pendusta atau yang dituduh dengan dusta. Syarat ini
disepakati oleh ulama.b) Bahwa sesuatu hadith dhaif itu termasuk di
dalam asal (Quran, Hadith, Ijma dan Qias) yang umum. c) Bahwa tidak
mengiktikadkan datang daripada nabi s.a.w ketika beramal dengannya
supaya tidak disandarkan kepada baginda s.a.w dengan apa yang tidak
dikatakan.D. Kitab-Kitab Hadis DhaifDi antara kitab-kitab yang
tersusun secara khusus tentang hadis dhaif adalah1. Al-Marasil,
karya Abu Dawud2. Al-Ilal, karya Ad-Daruquthni3. Kitab-kitab yang
banyak menggunakan para perawi yang dhaif adalah seperti Adh-Dhuafa
karya Ibnu Hibban, Mizan Al-Itidal karya Adz-Dzahabi4. Hadits Maudu
(Palsu)A. Pengertian Hadits Maudu Maudu berasal dari isim maful
dari menurut bahasa seperti(meletakan atau
minyimpan).[footnoteRef:3]Sedangkan menurut istilah hadits maudu
adalah hadits yang dibuat-buatatau diciptakan atau didustakan atas
nama nabi. [3: Drs. Munzier suprapto. M. A, dan Drs. Utang
Ranuwijaya, Ilmu Hadits, RajaGrapindo persada, Jakarta, 1993, hlm,
191]
Dan para ahli hadits mendifinisikan hadits maudu adalah: hadits
yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan
dusta, padahal beliau tidak mengatakan, memperbuat dan mengerjakan.
hadits yang diciptakan dan dibuat oleh seorang (pendusta) yang
ciptaan ini dinisbahkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta,
baik disengaja maupun tidakDari pengertian diatas tersebut dapat
disimpulkan bahwa hadits maudhu adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perbuatan, perkataan
maupun taqrirnya, secara rekaan atau dusta semata-mata. Dalam
penggunaan masyarakat islam,hadits maudhu disebut juga dengan
hadits palsu.B. Sejarah Munculnya Hadits Maudhu Masuknya secara
masal penganut agama lain kedalam islam, yang merupakan dari
keberhasilan dakwah islamiyah keseluruh pelosok dunia, secara tidak
langsung menjadi faktor munculnya hadits-hadits palsu. Kita tidak
bisa menafikan bahwa masuknya mereka keislam,disamping ada yang
benar-benar ikhlas, ada juga segolongan mereka yang mennganut agama
islam hanya karena terpaksa tnduk pada kekuasaan islam pada waktu
itu. Golomngan ini kita kenal dengan kaum Munafik.Golongan tersebut
senantiasa menyimpan dendam dan dengki terhadap islah dan
senantiasa menunggu peluang yang tepat untuk merusak dan
menimbulkan keraguan dalam hati-hati orang-orang islam. Maka
datanglah waktu yang ditunggu-tunggu oleh mereka, yaitu pada masa
pemerintahan Utsman bin Affan. Golongan inilah yang mulai
menaburkan benih-benih fitnah yang pertama. salah seorang tokoh
yang berperan dalam upaya menghancurkan Islam pada masa Utsman bin
Affan adalah Abdullah bin Saba, seorang yahudi yang menyatakan
telah memeluk islam. Dengan bertopengkan pembelaan kepada saydina
Ali dan Ahli Bait, ia menabur fitnah untuk fitnah kepada orang
ramai. Ia menyatakan bahwa Ali lebih berhak menjadi khalifah dari
pada Utsman, bahkan lebih berhak daripada Abu Bakar dan Umar.
Karena, menurut Abdullah bin Saba, sesuai dengan wasiat dari Nabi
Saw. Lalu, untuk mendukung propoganda tersebut, ia membuat suatu
haditds maudhu yang artinya setiap Nabi ada penerima wasiatnya dan
penerima mwasiatku dalahali.Namun penyebaran hadits Maudhu pada
masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat utama yang
masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan suatu kepalsuan
suatu hadits. Setelah zaman shahabat berlalu, penelitian terhadap
hadits-hadits Nabi SAW, mulai melemah. Ini menyebabkan bayaknya
periwayatan dan penyebaran hadits secara tidak langsung telah
menyebabkan terjadunya pendustaan terhadap Rasulullah dan sebagian
shahabat. Ditambah lagi dengan adanya konflik politik antara umat
Islam yang semakin hebat, telah membuka peluang kepada golongan
tertentu yang memcoba bersengkongkol dengan penguasa untuk
memalsukan hadits.a. Faktor-faktor penyebab munculnya Hadits
maudhuTerdapat beberapa faktor tentang penyebab hadits maudhu ini
muncul, antara lain sebagai berikut:
1. Pertentangan politik dalamm soal pemilihan khalifahKejadian
ini timbul sesudah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan oleh para
pemberontak. Pada masa itu Umat Islam terpecah-belah menjadi
beberapa golongan. Diantara golongan-golongan tersebut, untuk
mendukung golongannya masing-masing, mereka membuat hadits palsu,
yang pertama yang paling banyak membuat hadits Maudhu adalah
golongan Syiah dan Rafidhah.[footnoteRef:4] [4: M. Hasbi
Ash-Shiddiqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, jakarta: Bulan
Bintang, 1987. Hlm 246.]
Diantara hadits-hadits yang dibuat golongan syiah adalah: Barang
siapa tyang ingin melihat Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin
melihat Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang
kebaikan hatinya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin
melihat isa tentang ibadahnya, hendaklah melihat Ali. Apabila kamu
melihat Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia.Gerakan-gerakan orang
syiah tersebut diimbangi oleh golongan jumhur yang bodoh dan tidak
tahu akibat dari pemalsuan hadits tersebut dengan membuat-buat
hadits-hadits palsu. Contoh hadits palsu : , , , .Tak ada satu
pohon pun daklam syurga, melainkan tertulis pada tiap-tiap
dahannya: la ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah, Abu bakar
Ash-Shiddieq, Umar Al-faruq, dan Utsman Dzunnuraini. Golongan yang
fanatik kepada Muawiyyah membuat pula hadits palsu yang
menertangkan keutamaan Muawiyyah, diantaranya: : Orang yang
terpercaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril Dan Muawwiyah.2. Adanya
Kesengajaan dari pihak lain untuk merusak Ajaran IslamGolongan ini
adalah dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani yang
senantiasa menyimpan dendam terhadap agama Islam. Mereka tidak
mampu untuk melawan kekuatan Islam secara terbuka maka mereka
mengambil jalan yang buruk ini. Mereka menciptakan sejumlah besar
hadits Maudhu dengan tujuan merusak ajaran Islam. Sejarah
mencatatAbdullah Bin Saba adalah seorang Yahudi yang berpura-pura
memeluk Agama Islam. Oleh sebab itu, dia berani menciptakan hadits
Maudhu pada saat masih banyak sahabat utama masih hidup. Diantara
hadits Maudhu yang diciptakan oleh orang-orang zindiq tersebut,
adalah: , Tuhan kami turunkan dari langit pada sore hari, di Arafah
dengan bekendaraan Unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan
orang-orang yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang sedang
berjalan. Melihat (memandang) muka yang indah adalah
ibadah.Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadits Maudhu dari
kalangan Zindiq, adalah:a) Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah
membuat sekitar 4.000 hadits Maudhu tentang hukum halal-haram. b)
Muhammad bin Said Al-Mashubi, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Jafar
Al-Mansur. c) Bayan bin Saman Al-Mahdi, yang akhirnya dihukum mati
oleh Khalid bin Abdillah.
3. Mempertahankan Mahzab dalam masalah Fiqh dan masalah
KalamMereka yang fanati terhadap Madzhab Abu Hanifah yang
menganggaptidak sah shalat mengagkut kedua tangan shalat, membuat
hadits Maudhusebagai berikut. Barang siapa mengagkat kedua
tangannya didalam shalat, tidak sah shalatnya.4. Membangkitkan
gairah beribadah untuk Mendekatkan diri kepada AllahMereka membuat
hadits-hadits palsu dengan tujuan menarik orang untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah. Melalui amalan-amalan yang mereka
ciptakan. Seperti hadits-hadits yang dibuat oleh Nuh ibn Maryam,
seorang tokoh hadits maudhu,tentang keutamaan Al-Quran. Ketika
ditanya alasannya melakukan hal seperti itu, ia menjawab: Saya
dapati manusia telah berpaling dari membaca Al-Quran maka saya
membuat hadits-hadits ini untuk menarik minat umat kembali kepada
Al-quran.
5. Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau
Hadiah.Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakhai yang datang
kepada Amirul mukminin Al-Mahdi, yang sedang bermain merpati. Lalu
iya mentyebut hadits dengan sanadnya secara berturut-turut sampai
kepada nabi Saw., bahwasanya beliau bersabda: Tidak ada perlombaan,
kecuali dalam anak panah, ketangkasan, menunggang kuda, atau burung
yang bersayap.Ia menambahkan kata, atau burung yang bersayap, untuk
meyenangkanAl-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh dinar.
Setelah ia berpaling, sang Amir berkata, Aku bersaksi bahwa
tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW. Lalu
memerintahkanuntuk menyembelih mengerti itu.C. Ciri-Ciri Hadits
Maudhu1. Ciri-ciri yang terdapat pada Sanada. Rawi tersebut
terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi
yang terpercaya yang meriwayatkan hadits dari diab. Pengakuan dari
sipembuat sendiri, seperti pengakuan seorang guru tasawwuf, ketika
ditanya oleh ibnu ismail tentang keutamaan ayat Al-Quran, maka
dijawab: tidak seorang pun yang meriwayatkan hadits ini kepadaku.
Akan tetapi, kami melihat manusia membenci Al-quran, kami ciptakan
untuk mereka hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al-Quran),
agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai
Al-Quran.[footnoteRef:5] [5: Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag, dan
Agus Suyadi, Lc. M. Ag, Ulumul Hadits, Bandung: Pustaka Setia,
2009, hlm. 182.]
c. Kenyataan sejarah, mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada
pengakuan seorang rawi bahwa ia menerima hadits dari seorang guru,
padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia lahir
sesudah guru tersebut meninggal, misalnya ketika Mamun ibn Ahmad
As-Sarawi mengaku bahwa ia menerima Hadits dari Hisyam ibn Amr
kepada Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, kapan engkau pergi
keSyam? Mamun menjawab, pada tahun 250 H. Mendengar itu Ibnu Hibban
berkata, Hisyam meninggal dunia pada tahun 245 H.d. Keadaan rawi
dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits maudhu. Misalnya
seperti yang dilakukan oleh Giyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung
kerumah Al- Mahdi yang sedang bermain dengan burung merpati yang
berkata: Tidak sah perlombaan itu, selain mengadu anak panah,
mengadu unta, mengadu kuda, atau mengadu burungIa menambahkan kata,
au janahin (atau mengadu burung), untuk menyenagkan Al-Mahdi, lalu
Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, sang
Amir berkata: aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta,
atas Nama Rasulullah SAW, lalu ia memerintahkan tentang kemaudhuan
suatu hadits.2. Ciri-ciri yang terdapat pada Matana. Keburukan
susunan lafadznya. Ciri ini akan diketahui setelah kita mendalami
ilmu bayan. Dengan mendalami ilmu bayan ini, kita akan merasakan
susunan kata, mana yang keluar dari mulut Rasulullah SAW, dan mana
yang tidak mungkin keluar dari mulut Rasulullah SAW.b. Kerusakan
maknanya. Karena berlawanan dengan akal sehat, seperti Hadits:
Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf tujuh kali keliling kabah dan
bersembahyang dimaqam Ibrahim dua rakaat. Karena berlawanan dengan
hukum akhlak yang umum, atau menyalahi kenyataan, seperti
Hadits:
Tiada dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada
padanya keperluan bagi Allah. Karena bertentangan dengan ilmu
kedokteran, seperti hadits: Buah terong itu penawar bagi penyakit.
Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang
ditetapkan akal kepada Allah. Akal menetapkan bahwa Allah suci dari
serupa dengan makhluqnya. Oleh karena itu, kita menghukumi palsu
hadits berikut ini: Sesungguhnya Allah menjadikan kuda betina, lalu
ia memacukannya, maka berpeluhlah kuda itu, lalu tuhan menjadikan
dirinya dari kuda itu. Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam
menciptakan alam, seperti hadits yang menerangkan bahwa Auj ibnu
Unuq mempunyai panjang tigab ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya
dengan air bah, ia berkata: ketika topan terjadi, air hanya sampai
ketumitnya saja. Kalu mau makan, ia memasukan tangannya kedalam
laut, lalu membakar ikan yang diambilnya kepanas matahari yang
tidak seberapa jauh dari ujung tangannya. Karena mengandung
dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama sekali, seperti hadits:
Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku jibril.
Bertentangan dengan keterangan Al-Quran, Hadits mutawatir, dan
kaidah-kaidah kulliyah. Seperti Hadits: Anak zina itu tidak dpat
masuk syurga sampai tujuh turunan.Makna hadits diatas bertentangan
dengan kandungan Q. S. Al-Anam : 164, yaitu: Dan seorang yang
berdosa tidak akanmemikul dosa orang lain.Ayat diatas menjelaskan
bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orng lain.
Seorang anak sekali pun tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap
perbuatan-perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar
terhadap perbuatan yang kecil. Contohnya: Barangsiapa mengucapkan
tahlil (la ilaha illallh) maka Allah menciptakan dari kalimat itu
seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan yang
mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.D.
Hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu Umat Islam telah
sepakat bahwa hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu dengan
sengaja adalah haram secara mutkaq, bagi mereka yang sudah
mengetahui hadits itu palsu. Adapun bagi mereka yang meriwayatkan
dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah
palsu (menerangkan sesudah meriwayatkan atau membacanya), tidak ada
dosa atasnya. Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian
meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut
karena tidak tahu, tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi, sesudah
mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan
atau amalkan itu adalah hadits palsu, hendaklah segera dia
tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan, sedangkan dari jalan atau
sanad lain tidak ada sama sekali, hukumnya tidak boleh.E.
Kitab-Kitab Yang Memuat Hadits Maudhu Para ulama muhaditsin, dengan
menggunakan berbagai kaidah studi kritis hadits, berhasil
mengumpulkan hadits-hadits maudhu dalam sejumlah karya yang cukup
banyak, di antaranya;1. Al-Maudhu Al-Kubra, karya Ibn Al-jauzi
(ulama yang paling awal menulis dalam ilmu ini). 2. Al-Laali
Al-Mashnuah fi Al-Ahadits Al-Maudhuah, karya As-Suyuti (Ringkasan
Ibnu Al-jauzi dengan beberapa tambahan). 3. Tanzihu Asy-Syariah
Al-marfuah an Al-Ahadits Asy-Syaniah Al-Maudhuah, karya Ibnu Iraq
Al-kittani (ringkasan kedua kitab tersebut). 4. Silsilah Al-Ahadits
Adh-Dhaifak, karya Al-albani.F. Cara Mengetahui Hadits Maudhu1.
Adanya pengakuan dari pembuatannya. 2. Maknanya rusak, dalam arti
bertentangan dengan alquran, hadits mutawatir dan hadits shahih3.
Matannya menyebutkan janji yang besar untuk perbuatan kecil.4.
Rawinya pendusta.C. HADITS DITINJAU DARI SEDIKIT DAN BANYAKNYA RAWI
(ORANG YANG MERIWAYATKAN )1. Hadits Mutawatir Dan Macam-macamnyaA.
Arti Mutawatir Mutawatir dalam segi bahasa memiliki arti yang sama
dengan kata mutataabi,artinya: beruntun atau beriring-iringan,
maksudnya beriring-iringan antara satu dengan yang lain tanpa ada
jaraknya. sedang menurut istilah ialah:Hadits mutawatir ialah
hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang menurut
adat, mustahil mereka bersepakat lebih dahulu untuk berdusta.
Hadits mutawatir ialah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah
perawi yang menurut adat, mustahil mereka sepakat untuk berdusta,
mulai awal sampai akhir mata rantai sanad,pada setiap tabaqat atau
generasi. Dari definisi diatas, dapat dipahami bahwa hadits
mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar
perawi, yang menurut adat, pada umumnya dapat memberikan keyakinan
yang mantap, terhadap apa yang telah mereka beritakan, dan mustahil
sebelumnya mereka bersepakat untuk berdusta, mulai dari awal
matarantai sanad sampai pada akhir sanad. Dalam hadits mutawatir,
para ahli berbeda-beda dalam memberikan tanggapan, sesuai dengan
latar belakang disiplin ilmu yang dimiliki mereka masing-masing,
diantaranya ialah:1. Ahli hadits mutaqaddimin, tidak terlalu
mendalam dalam memberikan bahasan, sebab hadits mutawatir itu pada
hakikatnya tidak dimasukkan ke dalam peembahasan masalah-masalah:-
Ilmu isnad yaitu ilmu mata rantai sanad, artinya sebuah disiplin
ilmu yang hanya membahas masalah shahih tidaknya, di amalkan dan
tidaknya.- Ilmu rijal al-hadits, artinya semua pihak yang terkait
dalam soal periwayatan hadits dan metode penyampaian hadits. Oleh
sebab itu, jika status hadits itu mutawatir, maka kebenaran
didalamnya wajib di yakini dan semua isi yang terkandung didalamnya
wajib di amalkan, sekalipun diantara perawinya orang kafir.2. Ahli
hadits mutaakhirin dan ahli Ushul berkomentar bahwa hadits dapat
disebut dengan mutawatir jika memiliki kriteria-kriteria
sebagaimana yang dijelaskan berikut ini:B. Kriteria Hadits
mutawatir Adapun kriteria yang harus ada dalam hadits mutawatir
adalah sebagai berikut:a. Diriwayatkan oleh sejumlah besar
perawiMaksudnya secara umum sejumlah besar periwayat tersebut bisa
memberikan suatu keyakinan yang mantap bahwa mereka tidak mungkin
bersepakat untuk berdusta, tanpa melihat berapa jumlah besar
perawinya. b. Adanya kesinambungan antara perawi pada thabaqat
(generasi) pertama dengan thabaqat (generasi) berikutnya.Maksudnya
jumlah perawi generasi pertama dan berikutnya harus seimbang,
artinya jika pada generasi pertama berjumlah 20 orang, maka pada
generasi berikutnya juga harus 20 orang atau lebih. Akan tetapi
jika generasi pertama berjumlah 20 orang, lalu pada generasi kedua
12 atau 10 orang, kemudian pada generasi berikutnya 5 atau kurang,
maka tidak dapat dikatakan seimbang.Sekalipun demikian, sebagian
ulama berpendapat bahwa keseimbangan jumlah pada tiap-tiap generasi
tidak menjadi persoalan penting yang sangat serius untuk
diperhatikan, sebab tujuan utama adanya keseimbangan itu supaya
dapat tehindar dari kemungkinan teejadinya kebohongan dalam
menyampaika hadits.c. Berdasarkan Tanggapan PancaindraMaksudnya
hadits yang sudah mereka sampaikan itu harus benar hasil dari
pendengaran atau penglihatan mereka sendiri.C.Macam Hadits
Mutawatir a. Mutawatir Lafzhi Dan ContohnyaMutawatir Lafzhi ialah:
Hadits mutawatir lafzhi ialah hadits yang kemutawatiran perawinya
masih dalam satu lafalJadi jika ditemukan sejumlah besar perawi
hadits berkumpul untuk meriwayatkan dengan berbagai jalan, yang
menurut adat kebiasaan mustahil mereka bersepakat untuk berbuat
dusta, maka nilai yang terkandung di dalamnya termasuk ilmu yakin
artinya meyakinkan bagi kita bahwa hadits tersebut telah di
sandarkan kepada yang menyabdakannya, yaitu Rasulullah saw.Contoh:
Siapa saja yang berbuat kebohongan terhadap diriku, maka tempat
duduknya yang layak adalah NerakaDalam mensikapi hadits ini, para
ahli berbeda-beda dalam memberikan komentar, diantaranya ialah:-
Abu Bakar al-Sairy menyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh 40
sahabat secara marfu- Ibnu Shalkah berpendapat bahwa hadits ini
diriwayatkan oleh 62 sahabat, termasuk didalamnya adalah 10 sahabat
yang dijamin masuk Surga.- Ibrahim al-Haraby dan Abu Bakar
al-Bazariy berpendapat bahwa hadit ini diriwayatkan oleh 450
sahabat.
b. Mutawatir Manawiy dan Contohnya Hadits Mutawatir manawiy
ialah kutipan sekian banyak orang yang menurut adat kebiasaan,
mereka mustahil bersepakat dusta atas kejadian-kejadian yang
berbeda-beda, tetapi bertemu pada titik persamaanMaksudnya adalah
hadits yang para perwinya berbeda-beda dalam menyusun redaksi
pemberitaan, tetapi pada prinsipnya sama.Contoh: Rasulullah saw
tidak mengangkat ke duatangan beliau dalam berdoa selain dalam doa
shalat istisqa dan beliau sawmmengangkat tangannya tampak
putih-putih ke-dua ketiaknya. Ketika beliau saw mengangkat tangan
sejajar dengan kedua pundak beliau.
2.Hadits AhadA. Pengertiannyakata "" ditinjau dari segi
etimologi merupakan bentuk plural/jamak dari kata yang berarti
tunggal, yang berarti diriwayatkan oleh 1 orang perawi. Sedangkan
hadits ahad ditinjau dari segi terminologi adalah hadits yang tidak
terkumpul padanya beberapa syarat hadits mutawatir. Ada sebagian
ulama yang mendifinisikan hadits ahad adalah hadits yang sanadnya
syah dan bersambung sampai Nabi,akan tetapi kandungan haditsnya
memberikan pengertian dzanni (praduga) dan tidak sampai pada qathi
(pasti).B. Pembagian Hadits AhadHadits ahad terbagi menjadi tiga
macam: Hadits Masyhur, Hadits Aziz, dan Hadits Gharib.a) Hadits
masyhurKata Masyhur secara bahasa memiliki arti terkenal, tersiar,
tersebar . Maka hadits masyhur secara etimologi adalah hadits yang
sudah terkenal/ populer. Sedangkan hadits mashur ditinjau dari segi
terminologinya adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang
perawi atau lebih, serta belum mencapai derajat hadits
mutawatir.Menurut ulama fiqih, hadits masyhur memiliki kesamaan
arti dengan hadits mustafid, akan tetapi ulama yang lain
membedakannya. Jadi suatu hadits dikatakan sama dengan mustafid
apabila jumlah perawinya tiga orang atau lebih sedikit, sejak dari
thabaqat (tingkatan) pertama sampai pada tingkatan terakhir.
Sedangkan ulama lain mengatakan bahwa hadits masyhur lebih umum
dibanding dengan hadits mustafid, sebab jumlah perawi pada setiap
tingkatan tidak harus selalu sama banyaknya atau seimbang. Akan
tetapi yang menjadi pokok di sini adalah pada thabaqah pertama
(sahabat) harus diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih dan
belum mencapai derajat mutawatir.Dengan demikian, ada beberapa
macam pembagian hadits masyhur, yaitu: Masyhur dikalangan
muhaddisin dan lainnya (golongan ulama tertentu serta orang
umum)... - - ...Rasulullah SAW bersabda: Orang Islam adalah orang
yang selamat dari lidah dan tangannya, dan orang yang hijrah adalah
orang yang pergi meninggalkan larangan Allah.Hadits di atas disebut
juga hadits mustafid, sebab diriwayatkan oleh para perawi yang
tidak kurang dari tiga perawi dalam setiap tingkatannya. Masyhur di
kalangan ahli-ahli ilmu tertentu, misalnya hanya mashur dikalangan
ahli hadits saja, ahli fiqih saja, ahli tasawuf saja, ahli nahwu
saja, dsb.Hadits yang mashur di kalangan muhaddisin saja: - -
.Ulama lain selain ahli hadits tidak banyak yang memashurkan hadits
di atas. Oleh karena itu, hadits tersebut hanya masyhur dikalangan
ahli hadits saja. Mashur dikalangan orang-orang umum saja. - -
.Terkait dengan hukumnya, hadits masyhur tidak bisa diklaim sebagai
hadits shahih ataupun tidak shahih, karena hadits masyhur ada yang
mencapai level shahih, hasan, dhaif, dan bahkan ada yang maudhu.
Namun yang pasti posisi hadits masyhur lebih tinggi dibandingkan
hadits aziz dan hadits gharib. b) Hadits azizKata secara bahasa
memiliki banyak arti, diantaranya adalah yang mahal (berharga),
yang dihitung, yang langka (jarang), yang mulia (dimuliakan), yang
kuat, yang tercinta, dll. Jadi hadits aziz secara etimologi adalah
hadits yang langka (jarang) serta kuat.Sedangkan ditinjau dari segi
terminologinya hadits aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua
perawi, walaupun dua perawi tersebut terdapat pada satu thabaqat
saja, kemudian setelah itu, banyak orang meriwayatkannya.Dengan
demikian, yang dikatakan hadits aziz bukan saja yang diriwayatkan
oleh 2 perawi pada setiap thabaqatnya, akan tetapi selama pada
salah satu thabaqatnya ada 2 perawi, yaitu pada thabaqat pertama
(sahabat)-nya, maka dapat dikatakan hadits aziz. Contoh hadits aziz
adalah hadits berikut ini: - - - - ....demi dzat yang jiwaku berada
pada kuasanya, tidaklah sempurna iman salah seorang diantara
kalian, sehingga aku lebih dicintainya daripada ia mencintai, orang
tuanya dan anaknya.Dalam hadits lain disebutkan: - - - - .Dalam
kedua redaksi tersebut, hadits pertama pada thabaqat pertama
diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah, dan pada hadits kedua pada
thabaqat pertama diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik. Dengan
demikian, pada kedua hadits di atas, diriwayatkan oleh dua perawi
pada thabaqat pertamanya.c) Hadits gharibKata secara bahasa berarti
yang aneh, yang tak dikenal, yang asing dsb. Jadi yang dimaksud
dengan hadits ghorib secara etimologi adalah hadits yang menyendiri
atau yang jauh dari kelompoknya. Sedangkan ditinjau dari segi
terminologinya, hadits gharib adalah hadits yang dalam sanadnya
terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja
(thabaqat/tingkatan) penyendirian dalam sanad itu
terjadi.Penyendirian perawi di sini dapat mengenai personalianya,
artinya tidak ada orang lain yang meriwayatkan selain rawi itu
sendiri. Juga penyendiriannya dapat mengenai sifat/ keadaan perawi,
artinya sifat atau keadaan perawi nya berbeda dengan dengan perawi
lain yang meriwayatkan hadits.Dengan demikian, hadits gharib dapat
dibagi menjadi 2 macam, yaitu: gharib mutlak dan gharib nisbi.
Gharib Mutlak, adalah hadits yang penyendiriannya terkait dengan
personalianya, dan penyendirian perawi dalam hadits ini harus
berpangkal pada ashlus sanad. Contohnya: - - - - Iman itu
bercabang-cabang menjadi 60 cabang, dan malu adalah satu cabang
dari iman.Jadi, hadits tersebut di atas pada tingkatan sahabat
hanya diriwayatkan oleh Abi Hurairah. Gharib Nisbi, adalah hadits
yang penyendiriannya itu mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu
perawi. Penyendirian yang demikian, akan memiliki beberapa
kemungkinan, antara lain: Tentang sifat keadilan dan kedhobitan
(ketsiqotan) perawi Tentang kota tempat tinggal perawi Tentang
meriwayatkannya dari rawi tertentu.Apabila penyendiriannya ditinjau
dari segi letaknya (di matan atau di sanad), maka terbagi menjadi 3
bagian: Gharib pada sanad dan matan Gharib pada sanad saja, sedang
matannya tidak Gharib pada sebagian matannya.c. Status Hadits
AhadPembagian hadits ahad menjadi hadits masyhur, aziz, dan gharib,
adalah dimaksudkan untuk mengetahui secara langsung banyak atau
sedikitnya jumlah perawi yang ada pada sanadnya, dan bukan
menentukan diterima atau ditolaknya sutau hadits. Sedangkan yang
menentukan status hadits diterima atau ditolak adalah pembagian
hadits ahad menjadi hadits hadits shahih, hasan, dan dhoif. Dengan
demikian, pembagian kepada hadits masyhur, aziz, dan gharib itu,
masing-masing darinya ada yang berstatus shahih, hasan, ataupun
dhaif.Dilalah (indikasi) dari hadits ahad adalah dzanny (dugaan),
dan ini berbeda dengan hadits mutawatir yang qhati (pasti).
Artinya, hadits ahad itu ada kemungkinan dapat diterima dan dapat
diimplementasikan atau mungkin tidak dapat diterima dan tidak dapat
diimplementasikan. Kondisi yang demikian adalah tergantung pada
status hadits ahad tersebut, dikategorikan sebagai hadits shahih,
hasan, atau dhaif. dikarenakan keadaaan hadits ahad ini belum dapat
dipastikan berasal dari Nabi Muhammad SAW atau tidak. Maka
diperlukan kajian lebih lanjut terkait dengan kualitas hadits ahad
tersebut.