Top Banner
INOKULASI VIRUS PADA TELUR AYAM BEREMBRIO Oleh : Nama : Iis Islamiyah NIM : B1J013092 Rombongan : IV Kelompok : 4 Asisten : Kuntum Khairu Ummah LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI
19

ndv erni

Nov 11, 2015

Download

Documents

IisIslamiyah

viro
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

INOKULASI VIRUS PADA TELUR AYAM BEREMBRIO

Oleh :

Nama

: Iis Islamiyah

NIM

: B1J013092

Rombongan : IV

Kelompok

: 4

Asisten

: Kuntum Khairu Ummah

LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI

PURWOKERTO

2015

I. PENDAHULUANA. Latar Belakang

Ayam kampung atau ayam buras merupakan salah satu sumber plasma nutfah yang mempunyai potensi penggerak ekonomi pedesaan, yang mampu memberikan penghasilan tambahan bagi suatu keluarga. Ayam buras meski mempunyai reputasi ketahanan yang baik tehadap penyakit, tetapi pada kenyataannya perkembangan ayam buras menjadi terhambat karena kematian ayam yang dapat mencapai 50% pertahun. Salah satu penyebab kematian ayam buras adalah virus Velogenik Viserotropik Newcastel Disease (VVND) atau penyakit Newcastel bentuk percenaan, yang dikenal sebagai salah satu virus paling virulen (Wibowo dan Amanu, 2010).

Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo bersifat endemik di Indonesia dan ditemukan di berbagai daerah. Penyakit ND pertama kali ditemukan pada tahun 1926 di daerah Jakarta oleh Kraneveld. Sejak saat itu, kejadian ND dilaporkan terjadi di berbagai negara di dunia. Hampir semua jenis unggas rentan terhadap infeksi oleh virus ND dengan tingkat keparahan penyakit yang berbeda-beda (Saepulloh dan Darminto, 2005).

Virus ND bersifat mempunyai sifat dapat mengaglutinasi eritrosit ayam, marmot dan eritrosit manusia tipe O. hemaglutinasi terjadi karena virus ND mempunyai suau protein yang terdapat pada selubung virus yang disebut hematglutinin. Mekanisme terbentuknya hemaglutinasi disebabkan terjadinya ikatan antar hemaglutinin virus ND deggan reseptor sel, yaitu mukoprotein yang terdapat pada permukaan eritrosit (Wibowo dan Amanu, 2010).

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang macam-macam inokulasi virus, mengetahui bagaimana cara menginokulasikan virus pada telur ayam berembrio, dan mengetahui ciri-ciri embrio ayam yang terinfeksi virus New Castle Disease (ND).

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah telur ayam berembrio umur 9 -12 hari, kapas, alkohol 70%.

Alat-alat yang digunakan, yaitu spuit 1 cc, jarum pentul, suspensi virus New Castle Disease (ND) dan alat peneropong, cawan petri, baki, spirtus, lilin, dan label.

B. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah inokulasi pada ruang chorioalantois.

Cara Kerja :

1.Digunakan tiga telur ayam berembrio dengan umur 9-12 hari.

2.Dilakukan peneropongan pada setiap telur yang nantinya akan digunakan.

3.Ditentukan batas kantung udara dan letak kepala embrio, lalu diberi tanda.

4.Dioleskan alkohol 70% lalu diinokulasikan suspensi virus ke dalam ruang alantois (melewati batas kantung udara) dengan cara jarum dimasukkan inci dengan sudut 45oC dan diinjeksikan 0,2 cc virus dan 0,4 cc virus pada telur yang berbeda yang akan diinokulasikan.

5.Lubang kembali ditutup dengan lilin.

6.Diinkubasi dengan suhu 39oC selama 4 hari.

7.Diamati pada hari ke-4 dan dibandingkan dengan telur yang tidak diinokulasikan virus.

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil

3.1 Tabel Hasil pengamatan

KelompokKonsentrasiPerubahan warna hijau pada kakiLesi pada embrioLesi pada otot dan bulu

10.1 cc---

20.1 cc-+++-

30.2 cc---

40.2 cc-++-

50.3 cc-+++-

60.3 cc-+++-

3.2 Gambar Hasil Pengamatan Telur Berembrio

B. Pembahasan

Newcastle Disease atau disebut juga penyakit Tetelo, Pseudofowl pest, Pseudovogel pest, avian distemper, avian pneumoenchephalitis, pseudopoultry plague dan ranikhet disease. Newcastle Disease (ND) merupakan penyakit viral yang sangat menular pada unggas, bersifat sistemik yang melibatkan saluran pernafasan dan menyerang berbagai jenis unggas terutama ayam serta burung-burung liar dengan angka mortalitas yang tinggi 80-100% (Alexander, 1991). Newcastle disease virus(NDV) menyebabkan penyakit parah pada hampir semua burung dan menyebabkan kerugian secara ekonomi (Zhanget al.,2014). Klasifikasi dariNewcastle diseasevirus dalam Adiet al.(2008) adalah sebagai berikut:Group : Group V ( (-) ssRNA)

Order : Mononegavirales

Family : Paramyxoviridae

Genus : Avulavirus

Spesies : Newcastle diseasevirus

Newcastle disease merupakan penyakit yang sangat menular dan mematikan yang mempengaruhi sebagian besar spesies burung dari semua kelompok usia. Hal ini disebabkan oleh virus ND (NDV) yang merupakan anggota dari keluarga Paramyxoviridae, genus Avulavirus. Virus ND tersusun atas asam inti ribo beruntai tunggal (ss-RNA) dengan struktur helikal. Disebelah luar dari asam inti terdapat lapisan yang disebut capsid. Kedua struktur ini disebut nucleocapsid dan dibungkus oleh amplop. Amplop tersusun atas lipid, protein dan karbohidrat. Membran proteinnya terdiri dari glikoprotein dan matriks protein yang berhubungan dengan aktivitas hemaglutinin dan neuraminidase yang terletak pada satu peplomer. Glikoprotein memiliki ujung glikosilat hidrofilik pada lapisan lemak Panjang genom telah diperkirakan 15.186 nukleotida dan terdiri dari enam gen yang menyandi protein nukleokapsid (NP), phosphoprotein (P), protein matriks (M), protein fusi (F), haemagglutinin neuraminidase (HN) dan protein largevpolymerase (L) (Boostani et al., 2013).

Virus ini yang berukuran 100-250 nm, yang tersusun dari Asam Inti Ribonukleat (ARN) atau sering disebut Ribonucleic Acid (RNA), protein dan lemak. Serogroup Paramyxovirus-1 dengan prototype Newcastle Disease Virus (NDV) adalah penyebab penyakit tetelo pada ayam yang utama. Virus prototype ini mempunyai sifat hayati dapat menggumpalkan (haemagglutination) sel-sel darah merah ayam, selain itu virus ini mengeluarkan toksin dan hemolisin (Saepulloh dan Darminto, 2005). Virus ini menyerang alat pernapasan, susunan jaringan saraf, alat-alat reproduksi telur, menyebar dengan cepat, menular pada banyak spesies unggas yang bersifat akut, epidemik dan sangat pathogen. Virus ND dibagi dua tipe yakni tipe Amerika dan tipe Asia. Pembagian ini berdasarkan keganasannya. Tipe Asia lebih ganas dan biasanya terjadi pada musim hujan atau musin peralihan, pada saat tersebut stamina ayam menurun sehingga penyakit mudah masuk (Akin, 2006). Genom virus New castle Disease membawa sandi untuk 6 protein virus yaitu protin L, Protein HN (hemaglutinin neuraminidase), protin F (protin fusi), protein NP (protin nukleokapsid), protin P (Fosfoprotein), dan protein M (matik) (Beard dan Hanson, 1984). Masa inkubasi penyakit ini antara 2-15 hari, rata-rata 5-6 hari. Kejadian infeksi oleh virus ND terutama terjadi secara inhalasi. (Alexander, 1991). Sifat-sifat fisik virus ND antara lain virus ND mempunyai kemampuan untuk mengaglutinasi dan melisikan eritrosit ayam. Selain eritrosit ayam, virus ND juga mampu mengaglutinasi eritrosit mamalia dan unggas lain serta reptilia. (Beard dan Hanson, 1984). VirusNDbila dipanaskan pada suhu 56oC akan kehilangan kemampuan untik mengaglutinasi eritrosit ayam, karena hemaglutininnya rusak. Selain itu juga akan merusak infektivitas dan imunogenesitas virus. Virus ND mempunyai amplop yang mengandung dua protein yaituproteinhemagglutinin/neuraminidasedanproteinpeleburan.Keduaproteininibersifatpentingdalammenentukankeganasandaninfektivitasvirus.Proteinhemagglutinin/neuraminidase melaksanakan dua fungsi. Hemagglutinin mengikat selaput sel inang dan bagian neuraminidase dilibatkan di dalam pelepasan,pembebasanvirusdariselaputselinang.Proteinpeleburandigunakanuntukpeleburanamplopviruskepadaselaputselinang,sehinggagenomdarivirusdapat masuk sel. Untuk melaksanakan fungsi ini, protein peleburan perlu dibelah oleh suatuprotease sel inang.

Newcastle Disease dapat memberikan dampak kerugian ekonomik yang cukup tinggi dalam industri perunggasan. Berdasarkan atas virulensinya, virus ND (VND) dikelompokkan menjadi tiga patotype yaitu, lentogenik adalah strain virus yang kurang virulen, mesogenik merupakan strain virus dengan virulensi sedang, dan velogenik adalah strain virus ganas. Strain velogenik dibedakan lagi menjadi bentuk neurotrofik dengan gejala gangguan saraf dan kelainan pada sistem pernafasan, dan bentuk viserotrofik yang ditandai dengan kelainan pada sistem pencernaan. Kerugian akibat penyakit ND disebabkan karena angka kesakitan (morbiditas) maupun angka kematian (mortalitas) pada ternak unggas yang sangat tinggi. Mortalitas maupun morbiditas dapat mencapai 50-100% akibat infeksi virus ND strain velogenik terutama pada kelompok ayam yang peka, 50% pada strain mesogenik, dan 30% pada infeksi virus strain velogenik (Kencana et al., 2012).Gejala klinis pada ayam ditandai dengan penurunan nafsu makan, jengger dan pial sianosis, pembengkakan di daerah kepala, bersin, batuk, ngorok, dan diare putih kehijauan. Infeksi virus strain velogenik bersifat fatal, seringkali diikuti dengan angka kematian yang tinggi. Gejala tersebut sangat bervariasi, diawali dengan konjungtivitis, diare serta dikuti dengan gejala saraf seperti tremor, tortikolis (kelumpuhan pada leher dan sayap). Perubahan patologi anatomi yang patognomonis pada penyakit ND ditandai dengan ptechie pada proventikulus, ventrikulus, usus, seka tonsil, trakea dan paru-paru. Selain itu terjadi gangguan pernapasan, diare berwarna hijau, kelemahan, kehilangan nafsu makan, kehilangan nafsu minum, penurunan produksi telur dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi (Kencana et al., 2012).

Protein HN berperan dalam tahap penempelan virus ND pada reseptor sel inang atau induk semang yang mengandung sialic acid (Nagay, 1993). Molekul sialic acid ini adalah glycoprotein dan glycolipid. Penempelan virus dilakukan dengan penyatuan virus dan membran sel yang diperantarai oleh protein F. Virus RNA kemudian dilepaskan dalam sitoplasma dan terjadi replikasi (Ferreira et al., 2004). Envelope virus masuk ke dalam sel melalui 2 jalan utama yaitu pertama, penyatuan secara langsung antara envelope virus dengan membran plasma dan kedua diperantarai oleh reseptor endositosis. Penetrasi virus melalui reseptor endositosis tergantung pada kondisi pHnya. Pada paramyxoviruses, proses penyatuan membran virus dengan membran plasma inang atau induk semang tidak tergantung pH (San roman et al., 1999). Walaupun demikian, hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penyatuan virus ND dengan sel mampu meningkatkan pH. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa penetrasi virus ND pada sel inang melalui reseptor endositosis juga dipengaruhi oleh kondisi pH.

Menurut Tabbu (2000) macam- macam inokulasi virus terbagi atas In Ovo, In Vitro dan In Vivo :

1. In ovoMetode ini merupakan penanaman virus pada telur ayam yang berembrio. Metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :a. Inokulasi pada ruang khorioalantoisBiasanya digunakan embrio ayam dengan umur 10-12 hari. Jarum dimasukkan inci dengan sudut 45 dan diinjeksikan 0,1-0,2 ml virus yang akan diinokulasikan. Setelah 40-48 jam cairan telur yang sudah diinkubasi dapat diuji untuk hemaglutinasi dengan membuat lubang kecil pada kerabang di pinggir dari rongga udara engan alat semprot yang steril dan jarumnya. Contoh virus yang diinokulasikan pada ruang khorioalantois ini antara lain, virus ND dan virus influenza.b. Inokulasi pada chorioallantoic membrane Inokulasi pada embrio umur 10-11 hari adalah yang paling cocok. Telur diletakkan horizontal di atas tempat telur. Kerabang disekitar ruang udara dan daerah lain di atas embrio telur diberi alkohol. Buat lubang pada daerah tersebut dan diperdalam lagi hingga mencari membran kerabang. Virus diinokulasikan pada chorioallantoic membrane dan lubang ditutup dengan lilin dan diinkubasi. c. Inokulasi pada yolk sacInokulasi dilakukan pada embrio umur 5-7 hari. Post inokulasi diinkubasi selama 3-10 hari. Virus diinokulasikan pada bagian yolk sack dan dijaga jangan sampai terkontaminasi bakteri. Virus yang biasa diinokulasikan di bagian ini adalah virus rabies.2. In vitroInokulasi virus dengan metode ini dilakukan dengan menanam virus pada kultur jaringan. Sel-sel jaringan yang berbeda-beda lebih efektif untuk kultivasi beberapa virus ketimbang yang lain. Pendekatan ini telah memungkinkan kultivasi banyak virus sebagai biakan murni dalam jumlah besar untuk penelitian dan untuk produksi vaksin secara komersial. 3. In vivoVirus ditanam pada hewan laboratorium yang peka. Metode ini merupakan metode yang pertama kali dalam menanam virus. Metode ini dapat digunakan untuk membedakan virus yang dapat menimbulkan lesi yang hampir mirip misalnya FMDP atauVesicular Stomatiticspada sapi. Hewan laboratorium yang digunakan antara lain mencit, tikus putih, kelinci atau marmut.

Penularan VND dapat terjadi secara langsung antar ayam dalam satu kelompok ternak tertular. Sumber virus biasanya berasal dari ekskreta ayam terinfeksi, udara yang tercemar virus, peralatan, dan pekerja kandang. Patogenisitas virus ND dipengaruhi oleh galur virus, rute infeksi, umur ayam, lingkungan, dan status kebal ayam saat terinfeksi virus. Selama sakit, ayam mengeluarkan virus dalam jumlah besar melalui feses (Kencana et al., 2012). Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan inokulasi pada embrio ayam menurut Fenner, (1995) adalah 1. Rute Inokulasi, Inokulasi pada embrio dimana virus akan segera mendapatkan tempat untuk menginfeksi organ. Hasil paling baik adalah ketika embrio mengalami abnormal organ sejak 24 jam setelah inokulasi.2. Strain virus, Strain virus menentukan efek infeksi pada masing-masing embrio yang diinokulasikan virus. Strain yang paling virulen merupakan strain yang paling baik untuk digunakan pada uji in ovo karena mudah terlihat gejalanya.3. Titer Virus, Banyaknya titer virus yang diinokulasikan merupakan hal yang penting untuk mencapai keberhasilan inokulasi dan menyebabkan efek infeksi yang terlihat jelas pada embrio yang diujikan dengan kontrolnya.4. Tahapan perkembangan embrio, Perkembangan embrio yang sudah mengalami tahap dewasa akan lebih resisten terhadap virus karena sudah dibekali sistem imun pada tubuhnya, sebaliknya embrio dengan umur yang lebih muda akan lebih rentan terkena virus karena sistem imunnya belum berkembang. Pada praktikum kali ini digunakan telur ayam berembrio hal itu dikarenakan, telur ayam berembrio telah lama merupakan sistem yang telah digunakan secara luas untuk isolasi. Embrio dan membran pendukungnya menyediakan keragaman tipe sel yang dibutuhkan untuk kultur berbagai tipe virus yang berbeda.Membran kulit telur yang fibrinous terdapat di bawah kerabang. Membran membatasi seluruh permukaan dalam telur dan membentuk rongga udara pada sisi tumpul telur. Membran kulit telur bersama dengan cangkan telur membantu mempertahankan intregitas mikrobiologi dari telur, sementara terjadinya difusi gas kedalam dan keluar telur. Distribusi gas di dalam telur dibantu dengan pembentukan CAM yang sangat vaskuler yang berfungsi sebagai organ respirasi embrio(Purchase, 1989).Berdasarkan pengamatan embrio ayam yang telah diinkubasi empat hari, didapatkan hasil bahwa pada rombongan IV, didapatkan hasil bahwa tidak adanya perubahan warna hijau pada kaki emberio dan tidak ada lesi pada bulu dan otot embrio, kelompok 1 dan 2 menggunakan titer virus sebesar 0,1 cc. pada kelompok 2 terdapat lesi pada embrio. Sedangkan pada kelompok 1 tidak menunjukan gejala positif embrio terserang virus Kelompok 3 dan 4 menggunakan titer virus sebesar 0,2 cc, pada kelompok ini hasil positif hanya nampak lesi pada embrio. Kelompok 5 dan 6 menggunakan titer virus sebesar 0,3 cc, hasilnya terdapat lesi pada embrio. Hasil pengamatan tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Shane (1998), bukti dari infkesi virus pada embrio ayam ditunjukkan dengan kematian embrio, pembentukan lesi pada CAM, lesi pada embrio, perkembangan otot dan buku yang abnormal, abnormalitas pada organ visceral dan perubahan warna kehijauan pada kaki. Newcastle Disease Virus (NDV) apabila berada berada pada khorioalantois maka akan mengalami tiga tahap perkembangan virus. Tahap 1 ditandai dengan dimulainya hipertrofi, hiperplasia sel dan kehadiran dari sedikit badan inklusi sitoplasma yang biasanya ditemukan dalam sel. Tahap 2, juxtanuclear agregat nukleokapsid-glikogen muncul dan ada peningkatan jumlah mikrovili. Tahap 3 yang ditandai dengan peningkatan kepadatan sitoplasma, perakitan virus dan pelepasan (Feller et al., 1969). Menurut pernyataan Kaleta dan Neumann (1975), embrio yang diinokulasikan virus ND akan mengalami reduksi pada organ-organ tertentu misalnya hati, trakhea, serta pembuluh darah. Serta menurut Smietanka et al. (2006), virus ND yang disuntikkan ke dalam embrio ayam akan bermigrasi ke dalam berbagai organ yang baru terbentuk dan merusak organ tersebut. Misalnya rusaknya organ hati, paru-paru, ginjal dan usus pada embrio ayam. Hal ini tergantung virulensi masing-masing strain virus ini.

Hasil tidak sesuai pustaka mungkin diakibatkan usia embrio ayam yang diinfeksi virus ND sudah melebihi usia optimum yakni 7 sampai 12 hari sehingga embrio ayam berada pada taraf sub-klinis yang tidak memperlihatkan gejala sakit karena memiliki titer antibodi, sehingga unggas tersebut dapat bertindak sebagai karier virus tersebut dan kemungkinan dapat menjadi sumber penularan virus ND bagi unggas lain yang masih peka (Saepulloh dan Darminto, 2005).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Macam- macam inokulasi virus yaitu in ovo, in vitro dan in vivo.

2. Cara menginokulasikan NDV adalah dengan menginokulasikan virus pada ruang khorionalantois yang kemudian di tutup dengan lilin dan diinkubasi.

3. Ciri- ciri embrio yang telah terinfeksi virus adalah adanya perubahan menjadi warna kehijauan pada kaki, lesi pada embrio, lesi pada CAM dan lesi pada otot atau buku.

B. Saran

Umur embrio ayam harus dipastikan antara 7- 12 hari agar saat pengamatan dapat diamati dengan baik bagian-bagian yang terinfeksi virus.

DAFTAR REFERENSI

Akin, Hasriadi. 2006. Virologi. Yogyakarta, Kanisius.

Alexander, D.J. 1991. ND and Other Paramyxovirus Injection in Disease of Poultry, 9th ed. Edited by Calnek, B. J. Iowa State University Press, Armes, Iowa. USA.

Beard, C.W, and Hanson. 1984. Newcastle Disease in Disease of Poultry, 8th ed. Iowa State University Press, Armes Iowa. USA.

Boostani., A.R, Pourbakhsh., S.A, Momayez., R, dan Charkhkar., S. 2013. Molecular characterization and phylogenetic study of Newcastle disease virus isolates from the 2010 to 2011 outbreaks in Shiraz, Iran. African Journal of Microbiology Research. Vol 7 (8), hal 657-660.

Feller., U, Dougherty., R.M dan Stefano., H.S. 1969. Morphogenesis of Newcastle Disease virus in chorioallantoic membrane. Journal of virology. Vol 4 (5) hal 753-762.

Fenner, Frank J. 1995. Virologi veteriner edisi kedua. Academic Press INC, California.

Ferreira, l., e. Villar dan I. Munoz-barroso. 2004. Gangliosides and n-glycoproteins function as newcastle disease virus reseptors. Int. J. Biochem. Cell biol. Vol 36, hal 2344 2356.

Kaleta, E. F. Dan U. Neumann. 1975. Detection of newcastle disease virus in chicken tracheal organ cultures by the fluorescent antibody technique and by the embryonated egg method. Avian Pathology. Vol 4, hal 227-232.

Kencana., G.A.Y, Kardena., I.M dan Mahardika., I.G.N.K. 2012. Peneguhan diagnosis penyakit Newcastle Disease lapang pada ayam buras di Bali menggunakan teknik RT-PCR. Jurnal Kedokteran Hewan. Vol 6 (1), hal 28-31.

Nagay, Y. 1993. Protease-dependent virus tropism and pathogenicity. Trends microbiol. 1: 81 87.

Okwor E.C., dan Eze D C. 2011. Epizootic Newcastel Disease in Local Chickens Reared in South Eas Savannah Zone Nigeria.

Saepulloh., M dan Darminto. 2005. Kaman Newcastle disease pada itik dan upaya pengendaliannya. Jurnal Wartazoa. Vol 15, no 2, hal 84-94.

Shane, simon M. 1998. Buku pedoman penyakit unggas. American Soybean Assosiation, Singapore.

Smietanka, K., Z. Minta dan K. D. Blicharz. 2006. Detection of Newcastle Disease Virus in Infected Chicken Embryos and Chicken Tissues by RT-PCR. Bull Vet Inst Pulawy. Vol 50, hal 3-7.

Tabbu, C. R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulagannya. Volume I. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Tabbu, C.Rangga. 2000. Penyakit ayam dan penanggulangannya. Yogyakarta, Kanisius.

Wibowo M. H., dan Amanu S. 2010. Perandingan Beberapa Program Vaksinasi Penyakit Newcastle Pada Ayam Buras. Journal of science. Vol. 28 No. 1

Williamson, A. P., R. J. Blattner, dan G. G. Robertson. 1953. Factors Influencing the Production of Developmental Defects in the Chick Embryo Following Infection with Newcastle Disease Virus. The Journal of Immunology. Vol 71 hal 207-213.

Gambar 3.2.2 Telur berembrio dengan NDV 0.2 cc

Gambar 3.2.1 Telur berembrio normal