Natsir, Politikus Intelektual Oleh ANWAR IBRAHIM (Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia) PERTEMUAN pertama dengan Pak Natsir adalah juga introduksi saya secara intim dengan Indonesia. Perkenalan itu terjadi pada 1967, ketika hubungan diplomatik di antara kedua negara—Indonesia dan Malaysia—pulih setelah mengalami konfrontasi. Sebelum pertemuan itu, saya hanya menghidu Indonesia dari sedikit pengetahuan sejarah melalui novel-novel Abdoel Moeis, Marah Roesli, Hamka, dan lain-lain. Pada masa konfrontasi, saya terpukau oleh pidato-pidato Soekarno di hari Lebaran melalui Radio Republik Indonesia siaran Medan, yang saya dengar di kampung saya di Pulau Pinang. Ayah saya, yang ketika itu anggota parlemen dari partai pemerintah, ternyata tak senang dengan keasyikan saya ini. Maka, ketika Himpunan Mahasiswa Islam yang dipimpin Cak Nur menyambut saya dan beberapa pemimpin mahasiswa Malaysia di Indonesia, tak ubahnyalah itu laksana menemui kekasih yang belum pernah ditemui. Rekan-rekan HMI, seperti Fahmi Idris, Mar’ie Muhammad, dan Ekky Syahruddin membawa saya, yang ketika itu baru berumur sekitar 20 tahun, menemui Pak Natsir. Karena saya begitu muda, dan melihat Pak Natsir sebagai mantan perdana menteri, pernah memimpin Masyumi—aliansi partai dan organisasi Islam yang terbesar di dunia—saya lebih banyak mendengar dari berkata-kata. Apa yang terkesan bagi saya hingga hari ini dari pertemuan yang pertama itu adalah sosok, sikap, dan tingkah beliau yang amat sederhana. Selepas pertemuan dengan Pak Natsir, saya ke Bandung, dan di sana saya dibawa ke sebuah toko buku Van Hoeve yang secara zahirnya kelihatan usang dan berdebu. Toko buku tersebut merupakan penerbit karya-karya besar kajian Indonesia, seperti karya Van Leur, Indonesian Trade and Society, dan karya B. Schrieke, Indonesian Sociological Studies. Di toko itu, dan di atas lantainya yang berdebu, saya menemukan kedua buku tersebut serta dua jilid Capita Selecta, lantas membelinya. Sejak zaman muda saya memang memberikan perhatian terhadap peran, ide, gagasan, serta ideologi dalam perjuang an dan gerakan politik. Saya kagum terhadap intelektualitas dan gagasan para filsuf. Melalui Capita Selecta saya tampak sosok intelektual Mohammad Natsir. Melaluinya saya mengenali Henri Pirenne, nama yang kini mungkin kurang dikenal, tapi di masa itu tesisnya mencetuskan polemik besar di universitas- universitas di Eropa dan pengkaji-pengkaji tamadun Barat. Muhammad et Charlemagne, yang ditulis oleh Pirenne, melontarkan gagasan bagaimana Islam menjadi faktor penentu dalam sejarah Eropa. Ketika itu tesis ini sungguh radikal, tapi sekarang sudah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Natsir, Politikus Intelektual
Oleh ANWAR IBRAHIM
(Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia)
PERTEMUAN pertama dengan Pak Natsir adalah juga introduksi saya secara intim dengan Indonesia.
Perkenalan itu terjadi pada 1967, ketika hubungan diplomatik di antara kedua negara—Indonesia dan
Malaysia—pulih setelah mengalami konfrontasi. Sebelum pertemuan itu, saya hanya menghidu
Indonesia dari sedikit pengetahuan sejarah melalui novel-novel Abdoel Moeis, Marah Roesli, Hamka,
dan lain-lain.
Pada masa konfrontasi, saya terpukau oleh pidato-pidato Soekarno di hari Lebaran melalui Radio
Republik Indonesia siaran Medan, yang saya dengar di kampung saya di Pulau Pinang. Ayah saya,
yang ketika itu anggota parlemen dari partai pemerintah, ternyata tak senang dengan keasyikan saya
ini.
Maka, ketika Himpunan Mahasiswa Islam yang dipimpin Cak Nur menyambut saya dan beberapa
pemimpin mahasiswa Malaysia di Indonesia, tak ubahnyalah itu laksana menemui kekasih yang belum
pernah ditemui. Rekan-rekan HMI, seperti Fahmi Idris, Mar’ie Muhammad, dan Ekky Syahruddin
membawa saya, yang ketika itu baru berumur sekitar 20 tahun, menemui Pak Natsir. Karena saya
begitu muda, dan melihat Pak Natsir sebagai mantan perdana menteri, pernah memimpin Masyumi—
aliansi partai dan organisasi Islam yang terbesar di dunia—saya lebih banyak mendengar dari berkata-
kata.
Apa yang terkesan bagi saya hingga hari ini dari pertemuan yang pertama itu adalah sosok, sikap, dan
tingkah beliau yang amat sederhana. Selepas pertemuan dengan Pak Natsir, saya ke Bandung, dan di
sana saya dibawa ke sebuah toko buku Van Hoeve yang secara zahirnya kelihatan usang dan berdebu.
Toko buku tersebut merupakan penerbit karya-karya besar kajian Indonesia, seperti karya Van Leur,
Indonesian Trade and Society, dan karya B. Schrieke, Indonesian Sociological Studies. Di toko itu, dan
di atas lantainya yang berdebu, saya menemukan kedua buku tersebut serta dua jilid Capita Selecta,
lantas membelinya.
Sejak zaman muda saya memang memberikan perhatian terhadap peran, ide, gagasan, serta ideologi
dalam perjuang an dan gerakan politik. Saya kagum terhadap intelektualitas dan gagasan para filsuf.
Melalui Capita Selecta saya tampak sosok intelektual Mohammad Natsir. Melaluinya saya mengenali
Henri Pirenne, nama yang kini mungkin kurang dikenal, tapi di masa itu tesisnya mencetuskan polemik
besar di universitas-universitas di Eropa dan pengkaji-pengkaji tamadun Barat. Muhammad et
Charlemagne, yang ditulis oleh Pirenne, melontarkan gagasan bagaimana Islam menjadi faktor
penentu dalam sejarah Eropa. Ketika itu tesis ini sungguh radikal, tapi sekarang sudah diterima umum
di kalangan sarjana bahwa tanpa Islam, tamadun Barat tidak akan menghasilkan renaisans, tradisi
Orang banyak mengenalnya sebagai Pak Natsir. Nama lengkapnya Muhammad Natsir, bergelar Datuk Sinaro nan Panjang, lahir di Minangkabau tanggal 17 Juli 1908, tepatnya di kampung Jembatan Berukir, Alahan Panjang, Sumatera Barat, dari pasangan Sutan Saripado dan Khadijah. Beliau adalah tokoh bangsa, tokoh umat, dan tokoh dunia Islam, karena aktifitas dan peran yang telah dilakukannya untuk Islam dan umat tanpa mengenal lelah.Pada tahun 1945-1946, pak Natsir menjadi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), tahun 1946-1949 menjabat sebagai Menteri Peneranan RI, tahun 1950-1951 menjadi Perdana Menteri RI.Dalam percaturan dunia Islam, khususnya di negara-negara Arab, pak Natsir sangat dikenal, dihormati dan disegani, beliau ikut serta dan terlibat pada beberapa organisasi Islam tingkat internasional, tahun 1967 diamanahkan menjabat Wakil Presiden World Muslim Congress (Muktamar Alam Islami), Karachi, Pakistan, tahun 1969 menjadi anggota World Muslim League, Mekah, Saudi Arabia, tahun 1972 menjadi anggota Majlis A’la al-Alam lil Masajid, Mekah, Saudi Arabia, tahun 1980 menerima “Faisal Award” atas pengabdiannya kepada Islam dari King Faisal, Saudi
Arabia, tahun 1985 menjadi anggota Dewan Pendiri The International Islamic Charitable Foundation, Kuwait, pada tahun 1986 menjadi anggota Dewan Pendiri The Oxford Centre for Islamic Studies, London, Inggris dan angota Majelis Umana’ International Islamic Univesity, Islamabad, Pakistan.Ketika Subandrio naik haji dan ingin bertemu dengan Raja Faisal, Raja Faisal tidak mau menerimanya. Setelah diusahakan oleh pihak KBRI Jedah dan prosesnya agak lama, akhirnya Raja Faisal mau juga menerima Subandrio yang saat itu menjadi orang penting di Indonesia. Subandrio menceritakan tentang Islam di Indonesia, juga menceritakan perannya membela Islam, kisah naik haji dan lain-lain.Tanpa disangka dan diduga oleh Subandrio, Raja Faisal langsung bertanya, “Kenapa saudara tahan Muhammad Natsir?”. Pak Natsir pernah diasingkan oleh pemerintah Orde Lama ke Batu Malang, Jawa Timur (1960-1962) dan menjadi “tahanan politik” di Rumah Tahanan Militer (RTM) Keagungan Jakarta (1962-1966).“Saudara tahu”, kata Raja Faisal. “Muhammad Natsir bukan pemimpin umat Islam Indonesia saja, tetapi pemimpin umat Islam dunia ini, kami ini!”.Dalam bidang akademik, Pak Natsir menerima gelar Doktor Honoris Causa bidang Politik Islam dari Universitas Islam Libanon (1967), dalam bidang sastra dari Universitas Kebangsaan Malaysia, dan dalam bidang pemikiran Islam dari Universitas Saint dan Teknologi Malaysia (1991).Perhatian dan kepedulian Pak Natsir terhadap Palestina terus bergelora, tak lapuk karena hujan, tak lekang karena panas, walau usianya sudah uzur, lah laruik sanjo istilah orang Minang, beliau masih memiliki semangat yang tinggi dan kepedulian yang besar terhadap urusan umat khususnya Palestina.Pak Natsir banyak meninggalkan karya tulis yang berkaitan dengan dakwah dan pemikiran, sebagiannya diterbitkan dalam bahasa Arab, misalnya Fiqh Da’wah, dan Ikhtaru Ahadas Sabilain (Pilih Salah Satu dari Dua Jalan). Beliau juga menulis buku khusus yang membahas permasalahan Palestina dengan judul Qadhiyatu Falisthin (Masalah Palestina).Menurut Al-Mustasyar Abdullah Al-‘Aqil, mantan wakil Sekretaris Jendral Rabithah Alam Islami di Mekah Al-Mukaromah, “Dr. Muhammad Natsir sangat serius memperhatikan masalah Palestina. Ia temui tokoh, pemimpin dan dai di negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela Palestina, setelah kekalahan tahun 1967”.Ketika redaktur majalah “Al-Wa’yul Islami” Kuwait, ustadz Muhammad Yasir Al-Qadhami bersilaturrahim ke rumah pak Natsir, Februari 1989, dan bertanya tentang tokoh-tokoh yang berpengaruh pada dirinya dan mempengaruhi perjuangannya, pak Natsir menjawab, “ Haji Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, Imam Asy Syahid Hasan Al-Banna, dan Imam Hasan Al-Hudhaibi. Sedang tokoh-tokoh Indonesia adalah Syekh Agus Salim dan Syekh Ahmad Surkati.”Di hadapan sekitar 2.000 orang yang hadir dalam acara Tasyakur 80 Tahun Muhammad Natsir, di Masjid Al-Furqan, Jalan Kramat Raya 45, Jakarta Pusat, 17 Juli 1988. Pak Natsir menyampaikan kepada jama’ah, founding fathers, tokoh dan pendiri Republik ini, ulama, zuama, cendikiawan, dan generasi muda Islam tentang perjuangan anak-anak dan pemuda Palestina melawan penjajah Zionis Israel.“Soal Palestina yang selama ini macet, hidup kembali dengan demonstrasi, pemuda-
pemuda dan anak-anak sekolah yang secara spontan menyatakan protes dengan beramai-ramai melempari dengan batu (bukan granat) dengan seruan Allahu Akbar, ke arah tentara Israel yang bersenjata lengkap. Sudah delapan bulan yang demikian itu berjalan, sudah banyak yang syahid ditembaki oleh tentara Israel. Tetapi mereka tak berhenti. Siapa yang mnenyangka tadinya akan demikian semangat jihad anak-anak belasan tahun berhadapan dengan angkatan bersenjata Israel…Demikianlah. Tak ada yang tetap di dunia ini. Innazzamaana Qadistadaara (Zaman beredar, musim berganti)”.Walau dikenal luas oleh para tokoh dunia, Pak Natsir tetap menjalani hidup dengan penuh kesederhanaan. Pak Natsir merupakan salah satu dari sedikit tokoh Islam Indonesia yang sungguh-sungguh berjuang menghidupi Islam, bukan sungguh-sungguh hidup dari memanfaatkan Islam, sehingga menjadi gemuk di jalan dakwah, seperti yang sekarang banyak dikerjakan orang-orang yang mengaku tokoh Islam. Bagi Pak Natsir, dunia dengan segala gemerlapnya adalah kepalsuan, bukan hakikat.Tokoh yang sederhana ini wafat pada hari Sabtu tanggal 6 Februari 1993 pukul 12.10 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dalam usia 84 tahun. Semoga Allah ampuni segala dosanya, diterima segala amal ibadahnya dan dilapangkan kuburnya, dikumpulkan bersama para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih di dalam surga.“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauhmahfuz).”(QS: Yaasin/36: 12).
100 tahun Pak Natsir
PAK NATSIR DAN PALESTINA
Pak Natsir nama lengkapnya Mohammad Natsir, gelar Datuk Sinaro nan Panjang, lahir di Minangkabau
tanggal 17 Juli 1908, tepatnya di kampung Jembatan Berukir, Alahan Panjang, Sumatrera Barat dari
pasangan Sutan Saripado dan Khadijah.
Beliau adalah tokoh bangsa, tokoh umat dan tokoh dunia Islam karena aktifitas dan peran yang telah
dilakukannya untuk Islam dan umat tanpa mengenal lelah.
[8] TIU (Tujuan Instruksional Umum); TIK (Tujuan Instruksional Khusus). Keduanya adalah istillah
yang biasa digunakan dalam buku-buku teks (textbook) untuk mahasiswa.
[9] Psikologi Dakwah, bab Pengantar, hal. iii.
[10] Seperti dikutip Dr. phil. Astrid S. Susanto dalam bukunya, Komunikasi Kontemporer, cetakan
kedua, hal.5, Binacipta, Bandung, 1982.
[11] Ing.: rhetoric: seni penggunaan kata-kata yang mengesankan dalam pidato maupun tulisan.
Berdakwah dengan penyampaian dan acara yang tepat, sesuai situasi dan kondisi masyarakat, kultur
dan budaya. Dilakukan juga dengan bahasa yang baik serta dengan perilaku sehari2 yang
mencerminkan akhlak Islam...(lihat fiqhud da'wah Muhammad Natsir).
Pemikiran Politik M. Natsir
Posted by Gonda Yumitro
Mengenal M. Natsir
Mohammad Natsir yang bergelar Datuk Sinaro Panjang dilahirkan di Sumatera Barat, 17 Juli 1908, dan wafat di Jakarta, 6 Februari 1993 dalam usia 84 tahun. Natsir dikenal sebagai seorang cendikiawan-budayawan muslim, tokoh politik, da’i dan negarawan yang sangat berkontribusi di Indonesia, bahkan dunia Internasional.Natsir berasal dari keluarga muslim yang taat, dan dimasa remaja mulai berkenalan dengan pendidikan barat. Pada awalnya ia bersekolah di HIS (Hollands Inlandsche School) di solok pada tahun 1916-1923, kemudian Mulo (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang pada tahun 1923-1927. Baru kemudian pada tahun 1927-1930 melanjutkan pendidikan di AMS (Algemene Middelbare School) Bandung. Setelah itu Natsir belajar di Persatuan Islam (Persis) dibawah asuhan ustadz A.Hasan. Selanjutnya Natsir mengambil kursus guru diploma LO (Lager Onderwijs) dan pada tahun 1932-1942 dipercaya sebagai direktur Pendidikan Islam (Pendis) Bandung.
Tahun 1946 Natsir mendirikan partai MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang dipimpinnya sampai tahun 1957. Natsir juga pernah menjabat sebagai menteri penerangan (1946-1949). Pada waktu itu Natsir berhasil membujuk Sjafruddin Prawiranegara dan Jenderal Sudirman untuk kembali ke Jogja dan menyerahkan kekuasaan kepada Soekarno Hatta karena tersinggung atas kesepakatan
Roem Royen. Natsir juga melunakkan hati Daud Beureuh untuk bergabung dengan Sumatera Utara. Pada waktu Natsir menjadi perdana Menteri (1950-1951), Indonesia bergabung dalam PBB.
Hanya saja karena sikapnya yang kritis menyebabkan Soekarno memecat Natsir. Apalagi pada waktu itu Soekarno sudah mulai mendekat dengan China melalui Partai Komunis Indonesia. Puncaknya, dari tahun 1962-1966 Natsir menjadi tahanan politik orde lama.
Ketika orde baru berkuasa Natsir tetap kritis melalui organisasi Dewan Da’wah Islam Indonesia yang didirikannya. Tahun 1967 Natsir dipilih menjadi Wakil ketua Muktamar Islam Internasional di Pakistan. Selain itu Natsir juga aktif sebagai Wakil Presiden Muktamar Alam Al Islami (World Muslim Congress) dan anggota inti Rabithah Alam Al Islami.
Ditengah kesibukannya yang sangat banyak, Natsir masih sempat menulis beberapa buku antaralain Capita Selecta (3 jilid), Fiqhud Da’wah, Marilah Shalat, Revolusi Indonesia, Islam Sebagai Dasar Negara, Dari Masa Ke Masa (beberapa jilid), Kumpulan Khutbah Hari Raya, Islam dan Kristen di Indonesia, Kebudayaan Islam, Islam dan Akal Merdeka, Di Bawah Naungan Risalah, Kode dan Etik Da’wah, Tugas dan Peranan Ulama, Kubu Pertahanan Mental Dari Abad Ke Abad, Membangun Umat dan Negara, Berbahagialah Perintis, World of Islam Festival Dalam Perspektif Sejarah, Asas Keyakinan Agama Kami, Mencari Modus Vivendi Antar Umat Beragama Di Indonesia, Tentang Pendidikan, Pengorbanan, Kepemimpinan, Primordialisme dan Nostalgia, Demokrasi Di Bawah Hukum, Pesan Perjuangan Seorang Bapak-Percakapan Antar Generasi, dan lain-lain.
Natsir banyak mendapatkan penghargaan, antaralain pada tahun 1957 mendapat bintang ’Nichan Istikhar’ (Grand Gordon) dari Presiden Tunisia, Lamine Bey, atas jasanya dalam membantu perjuangan kemerdekaan rakyat Afrika Utara. Tahun 1980, Natsir juga menerima penghargaan internasional (Jaa-izatul Malik Faisal al-Alamiyah) atas jasanya di bidang pengkhidmatan kepada Islam untuk tahun 1400 Hijriah.
Dalam pemikiran Islam, Natsir banyak terpengaruh oleh beberapa tokoh antaralain Ahmad Husain, HOS Tjokroaminoto, Imam Asy Syahid Hasan Al-Banna, Imam Al-Hudhaibi, Syaikh Agus Salim dan Syaikh Ahmad Surkati.
Pemikiran Politik M.Natsir
Beberapa pemikiran politik M.Natsir antaralain:a. Hidup hanya akan berarti jika dihabiskan untuk da’wah dan jihad. Menurut Natsir
Islam adalah harga mati yang harus selalu diperjuangkan. Syair yang sering Natsir sitir untuk menggambarkan semangat tersebut adalah syair dari seorang pujangga mesir, Syauqi Bey yang berbunyi, “berdirilah tegak memperjuangkan pendirian selama hidupmu”.
b. Islam bukanlah semata-mata suatu agama dalam definisi yang sempit, tapi adalah suatu pandangan hidup yang meliputi soal-soal politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.
c. Sebagai perjuangan dan da’wah, maka dalam politik akan sangat banyak ditemukan rintangan dan tantangan seperti perang ideology, pemikiran, gerakan pemurtadan, dan sekularisasi.
d. Dalam menghadapi semua tantangan manusia harus benar-benar memahami posisi dirinya sebagai hamba. “Tidaklah aku jadikan jin dan manusia itu, melainkan untuk mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. Addzariyat : 56). Jadi, seorang Islam hidup di dunia ini adalah dengan cita-cita hendak menjadi seorang hamba Allah SWT dengan arti yang sepenuhnya, mencapai kejayaan dunia dan kemenangan di akhirat. Dunia dan akhirat ini, sekali-kali tidak mungkin dipisahkan oleh seorang muslim dari ideologinya.
e. Islam tidak mungkin menyebabkkan rakyat menjadi bodoh, terbelakang, dan tertindas. Meskipun bernama pemerintahan Islam, jika para pemimpin ahli maksiat, takhayul dibiarkan, pemerintahan tidak diserahkan kepada yang ahli, maka sesungguhnya itu bukan pemerintahan islam. Keadaan seperti ini akan menyebabkan datangnya kerusakan dan bencana yang bertubi-tubi. Jadi, Natsir menginginkan pemerintahan yang baik secara simbol maupun substansi memperjuangkan Islam. Bukan pemerintahan sekuler, yang waktu itu dikampanyekan oleh Soekarno. Jika Soekarno menyatakan bahwa tidak ada perintah untuk menyatukan agama dengan negara, maka Natsir juga membalas bahwa tidak pula ada larangan jika agama dan negara harus bersatu.
f. Demokrasi mempunyai persamaan dengan islam dalam hal hak rakyat untuk mengkritik, menegur, dan membetulkan pemerintahan yang dzalim. Apabila tidak cukup dengan kritik dan teguran, Islam memberikan hak kepada rakyat untuk menghilangkan kedzaliman itu dengan kekuatan atau kekerasan jika diperlukan. Argument ini Natsir dasarkan pada hadits nabi ketika seseorang bertanya, “Apakah yang sebaik-baik jihad?” Rasulullah menjawab “mengatakan barang yang hak terhadap sultan yang dzalim”. (H.R. Nasai). Atau dalam hadits yang lain, Rasullulah memperingatkan “apabila orang melihat sesorang melihat kedzaliman akan tetapi mereka biarkan, tidak mereka betulkan, azabnya jatuh kepada mereka semua, baik si dzalim maupun orang-orang yang membiarkan berlakunya kedzaliman itu” (H.R Abu Daud dan Turmudzi).
g. Meskipun substansinya membolehkan demokrasi, tetapi tentu tidak pada semua aspek kehidupan bernegara. Terhadap persoalan-persoalan yang sudah jelas dalam Alquran dan Sunnah, maka negara tidak ada pilihan lain kecuali mentaati. Para anggota dewan hanya membahas persoalan-persoalan yang belum jelas dari Alquran dan sunnah saja. Jadi negara harus tetap berada dibawah ordinasi negara.
h. Jikapun ada yang mengatakan kalau demikian Islam tidak demokratis, maka nasir berpendapat bahwa demokrasi ala Islam adalah Theistic Democracy (Demokrasi berdasar pada nilai-nilai ketuhanan). Jika pun tetap ditolak sebagai demokrasi, menurut nasir itulah Islam.
i. Dalam hal pemerintahan, maka kepala pemerintahan tidak berarti kepala agama. Masalah agama dipimpin oleh para ulama. Jika terjadi konflik antara urusan pemerintahan dan agama maka persoalan harus diselesaikan sesuai dengan hukum Allah. “bila betul-betul hukum dan kehendak manusia sudah bertentangan dengan hukum-hukum dan kehendak Ilahi, hukum dan kehendak Ilahi itulah yang harus berdiri, hukum dan kehendak manusia mestilah gugur!. Dalam istilah barat kondisi ini sama dengan leg superior derogut leg imperior yang artinya undang yang lebih tinggi mengalahkan undang-undang yang lebih rendah.
j. Untuk penerapan syariat Islam dalam negara, maka sebuah negara harus dipimpin oleh seorang muslim. Oleh karena itu diperlukan pengkaderan pemimpin muslim yang terpelajar, yang memahamkan masyarakat bahwa Islam tidak sekedar urusan ritual semata.
k. Jika dengan kekuasaan orang Islam ada yang menilai tidak adil, maka menurut Natsir Islam sangat menghargai kebebasan orang lain dalam beragama, sehingga tidak perlu khawatir. Justru sebaliknya, jika saja hukum Islam tidak diterapkan maka sadar atau tidak sebenarnya itu sedang mendholimi umat Islam sendiri yang penduduknya lebih dari 80%. Artinya hak mayoritas akan dirugikan.
l. Dalam politik menurut Natsir yang perlu dilakukan bukan sekedar berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan suara terbanyak dengan asumsi akan mampu memasukkan hukum-hukum Islam dalam undang-undang negara, tetapi lebih dari itu, kaedah, prinsi-prinsip politik Islam merupakan perhatian utama agar umat Islam tidak tertipu.
MUHAMMAD NATSIR: Sejarah dan Gagasannya Terhadap Pendidikan Islam.
Oleh: Muhammad Fahri
Madju atau mundurnja salah satu kaum bergantung sebagian besar kepada peladjaran
dan pendidikan jang berlaku dalam kalangan mereka itu. Tak ada satu bangsa jang
terbelakang menjadi madju, melainkan sesudahnja mengadakan dan memperbaiki
didikan anak-anak dan pemuda-pemuda mereka.[1]
A. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki khazanah tokoh pembaharu dunia pendidikan Islam yang begitu
banyak, para tokoh tersebut sangat intens dan menaruh perhatian besar tehadap
perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan Islam. Mereka banyak melahirkan
gerakan-gerakan yang baru, pemikiran-pemikiran yang segar bahkan gagasan-gagasan
yang cemerlang yang sesuai dengan tujuan dan arahan serta visi misi pendidikan
Islam. Peran tokoh-tokoh tersebut banyak memberikan angin segar, pencerahan ide-
ide yang banyak dikembangkan oleh para praktisi pendidikan pada masa kini.
Nama Mohammad Natsir begitu penting dalam wacana Pendidikan Islam di Indonesia.
Beliau dikenal sebagai pahlawan nasional yang kiprahnya dalam memajukan bangsa
ini, khususnya umat Islam di waktu lampau telah diakui oleh berbagai kalangan.
Bahkan, pengaruh dari usaha beliau masih dirasakan hingga sekarang. Pak Natsir
(sapaan akrab beliau) tidak hanya dikenal sebagai sosok negarawan, pemikir modernis,
mujahid dakwah. Tapi, beliau dikenal juga sebagai seorang aktivis pendidik bangsa
yang telah menorehkan episode sejarahnya di Indonesia sejak awal kemerdekaan
hingga masa orde baru. Pemikirannya banyak digali dan dijadikan sebagai titik tolak
kebangkitan umat Islam dalam berbagai macam bidang.
Mohammad Natsir adalah tokoh yang menggagas pembaharuan pendidikan Islam yang
berbasis al-Qur’an dan al-Sunnah. Dengan berbasis al-Qur’an dan al-Sunnah, maka
pendidikan Islam harus bersifat integral[2], harmonis, dan universal, mengembangkan
segenap potensi manusia (fitrah) agar menjadi manusia yang bebas, mandiri sehingga
mampu melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Selanjutnya, konsep
pendidikan integral, harmonis dan universal tersebut oleh Natsir dihubungkan dengan
misi ajaran Islam sebagai agama yang bersifat universal.
Menurut Natsir, bahwa Islam bukan sekedar agama dalam pengertian yang sempit
yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja, melainkan juga mengatur
hubungan manusia dengan manusia. Dari pertimbangan yang telah diutarakan diatas,
terlihat bahwa studi mengenai Mohammad Natsir dan pemikirannya tentang
pendidikan Islam merupakan bidang yang amat menarik dan penting untuk diteliti
serta cukup beralasan, maka penulis berusaha menganalisis pemikiran Mohammad
Natsir, serta membuat format dari gagasan tersebut yang dikemas dalam suatu
rumusan: Bagaimana konsep Pendidikan Islam menurut Muhammad Natsir. Untuk
menjawab permasalahan ini maka akan dibahas pemikiran Muhammad Natsir
mengenai: (a) tujuan pendidikan Islam, (b) kurikulum pendidikan Islam, (c) metode
telah rurut serta memperlancar amalan ini seperti; Ketua STID Mohammad Natsir, Dewan Senat STID Mohammad
Natsir, dan civitas akademika STID Mohammad Natsir serta pihak-pihak lain yang tak dapat disebutkan satu persatu,
semoga Allah menambahkan kebaikan keapda masing-masing, berikut curahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Amin.
PERANAN PEMIKIRAN MOHD NATSIR DALAM KONTEKS MEMODENKAN
PEMIKIRAN UMAT
OLEH:
MUHAMMAD ‘UTHMAN EL-MUHAMMADY
Pak Natsir, atau al marhum Mohammad Natsir (lahir di Alahanpanjang, Sumatera Barat, 17 -7-1908 - meninggal 6 Faebruari 1993) adalah seorang negarawan Muslim, ulama dan intelektuil, pembaharu dan ahlis siasah Muslim Nusantara yang disegani. Hidupnya yang penuh dengan kegiatan yang berfaedah dan membina umat itu, apa lagi di Nusantara, jelas dalam banyak bidang keagamaan, intelektuil dakwah, budaya dan siasah. Pemergiannya sukar diganti. Ia bukan sahaja berjasa kepada rantau ini dengan kegiatan sosial dan siasah sampai pernah menjadi Perdana Menteri Indonesia, serta dakwahnya, dengan terasasnya Majlis Dakwah Indonesia, bahkan ia juga berjasa dalam bidang Islam peringkat antarabangsa sampai ia mendapat kurnia Kurnia Raja Faisal.
Dalam nota ini insya’Allah akan diberikan perhatian kepada beberapa aspek pemikirannya
dan bagaimana ianya memainkan peranan dalam meletakkan pemikiran umat dalam
konteks zaman moden antaranya sebagaimana yang boleh dilihat dari bukunya “Kapita
Selekta” dan juga “Fiqhu’d-Da’wah” dalam hubungan dengan persoalan ini.
Dalam bukunya yang pertama (diselenggarakan oleh Sati Alimin, penerbitan Sumur, Bandung, 1961) jld 1 daftar isinya menunjukkan jangkauan ilmunya yang meliputi kebudayaan-falsafah, pendidikan, dan agama, demikian pula buknu itu jld ke 2 nya (terbitan Pustaka Pendis, Jakarta) yang terdiri daripadaceramah-ceramah dan wawancara-wawancaranya, dan tulisan-tulisannya di akhbar mencakupi bidang-bidang politik agama, dan budaya serta falsafah.
Faktor-Faktor Mendasar Dalam Pembentukan Kebudayaan:
Berbicara tentang “Islam dan Kebudayaan” (“Kapita Selekta,” jld 1 hlm 3 dst) beliau
menyatakan antaranya beliau menulis tentang akal, pengetahuan dan agama (yang beliau tulis tahun 1936) seperti berikut:
1.Agama Islam menghormati akal manusia dan mendudukkan akal itu pada tempat yang terhormat serta menyuruh agar manusia mempergunakan akal itu untuk menyelidiki keadaan alam.
2.Agama Islam mewajibkan pemeluknya , baik laki-laki maupun perempuan menuntut
ilmu.”Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahad” kata Nabi Muhammad s.a.w.
3.Agama Islam melarang bertaklid-buta , menerima sesuatu sebelum diperiksa , walaupun datang darinya dari kalangan sebangsa dan seagama, atau dari ibu-bapa dan nenek-
moyang sekalipun.” Dan jangan engkau turut apa yang engkau tidak mempunyai
pengetahuan
atasnya, kerana sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu
semuanya akan ditanya tentang itu.”(Q.s.Bani Isra’il:36).
4.Agama Islam menyuruh memereksa kebenaran , walaupun datang
nya dari kaum yang berlainan bangsa dan kepercayaan.
5.Agama Islam menggemarkan dan mengerahkan pemeluknya pergi
meninggalkan kampung halaman berjalan ke negeri lain, memperhu
bungkan silaturrahim dengan bangsa dan golongan lain, saling ber
tukar rasa dan pemandangan .Wajib atas tiap-tiap Muslimin yang
kuasa , pergi sekurangnya sekali seumur hidupnya mengerjakan
haji.Pada saat itu terdapatlah pertemuan yang karib antara segenap
bangsa dan golongan di atas dunia ini.Keadaan itu menimbulkan
perhubungan persaudaraan dan perhubungan kebudayaan (akkultu
rasi) yang sangat penting ertinya untuk kemajuan tiap-tiap bangsa.
Sekian sebagai kutipan ringkas dari ajaran Agama Islam , yang
menjadi sumber kekuatan , yang mendorong terbitnya satu kebuda
yaan , yang akan kita perbincangkan dengan ringkas di bawah ini.”Ini disusuli dengan kenyataan-kenyataan tentang khaifah-khalifah Islam memberi perlindungan dan galakan kepada ahli-ahli ilmu pengetahuan dan seni tanpa memandang bangsa dan agama.Disebutkanbagaimana khalifah Abbasiyyah yang kedua al-Mansur yang taat beragama yang alim dalam ilmu fiqh, menggemari ilmu bintang dan perubatan.Disebutkan bagaimana an-Naubakht ahli ilmu bintang yang dulunya beragama majusi memeluk Islam dengan penyaksian baginda sendiri, dan hidup di istana meneruskan kegiatan-kegiatannya dala,m ilmu bintang itu.Disebutkan bagaimana minat khalifah terhadap falsafah Yunani Purba sampai dikirimkan oleh raja Rumawi waktu itu supaya
dikirimkan kitab fisika dan kitab ilmu mathematik ke Baghdad.Kitab-kitab itu dikaji dan diterjemahkan serta disebarkan isinya dalam tamadun Islam.Beliau menyebut bagaimana
Georgy Bakhtisyu’ ahli perubatan bangsa Siria yang mendapat kurnia dari Khalifah al-
mansur kerana ilmunya yang mendalam.Demikian pula halifah-khalifah kemudiannya
seperti harun al-Rasyid dan al-Ma’mun mementingkan agama, pengetahuan, dan
falsafah.Disebutkan bagaimana kitab-kitab kenegaraan karangan Plato dan kitab ilmu hitung dari Euclides dan kitab-kitab ilmu bintang Ptolemy diterjemahkan dan dikaji.
Kemudian Pak Natsir menyebut bagaimana pengarang-pengarang Islam berjasa dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan mereka masing-masing seperti al-Kindi yang mahir dalam falsafah , ilmu hisab dan muzik, al-Farabi ahli mantik, falsafah, serta politik.Disebut oleh beliau jasa Ibn Sina dalam falsafah dan perubatan, dan Ibn Rusyd , Ibn Majah, serta Ibn Miskawaih dalam bidang mereka masing-masing.
Selepas menyebut banyak perkara tentang perkembangan budaya ilmu pengetahuan dalam
Islam Pak Natsir bertanya di hujungnya: ”Bilakah kembalinya masa yang demikian wahai
Pemuda Islam?” kerana beliau mengharapkan keagungan budaya ilmu pengetahuan dan
kemajuan agama bergabung dalam umat ini yang memberi kegemilangan kepadanya.
Falsafah dan Akhlak
Dalam karangannya tentang Ibn Miskawaih (hlm 10 dst) (yang ditulisnya tahun 1937) beliau mengakhiri karangan itu dengan menyebutkan :
“Kalau ada pemuda-pemuda kita yang sedang menelaah kitab-kitab
Sigmund Freud , psychoanalist yang termasyhur di Weenen (Vienna-
Sixteen) itu, silakanlah pula menyelidiki umpamanya” Tahdhibul Akhlak
(karangan Ibn Miskawaih-p) mudah-mudahan akan menambahkan
penghargaan dari kalangan kita Muslimin kepada pujangga kita dari
zaman itu, yang sampai sekarang hanya dapat penghargaan rupanya
dari pihak “orang lain” saja.”(hlm 11-12).
“Mudah-mudahan akan menjadi sedikit ubat untuk penyembuhkan
penyakit “perasaan kecil” yang melemahkan ruhani .yang umum ada
di kalangan kita kaum Muslimin di zaman sekarang”.
Ahli Falsafah, Perubatan dan Metafisika:
Dalam tulisannya tentang “Ibn Sina” (hlm 13 dst) (yang ditulisnya pada tahun 1937)
selepas daripada berbicara dengan ringkas tentang kedudukan ibn Sina sebagai failasuf dan ahli perubatan dalam sejarah perkembangan pengetahuan dunia, beliau menyatakan bahawa falsafah tidak menggoncangkan keimanan Ibn Sina.Bahkan beliau menulis bagaimana sikap Ibn Sina bila ia berhadapan dengan kesulitan-kesulitan dalam ilmunya, katanyta:
“Malah sering, apabila ia betemu dengan suatu masalah yang sulit,
sangat susah difikirkan, ia terus pergi berwudhu’ dan pergi ke
mesjid, sembahyang dan berdo’a mudah-mudahan Allah mem
berinya hidayah .Sesudah itu ia terus menelaah dan berfikir
kembali, kerana ia tetap insaf akan kelemahannya sebagai manu
sia , dan berkeperluan akan pertunjuk dan hidayah dari Allah
subhanahu wa ta’ala.”
Selepas menulis sedikit tentang Ibn Sina beliau menulis:”Dalam umur 57 tahun
berpulanglah Ibn Sina dalam bulan Ramadan tahun 428 H.bersamaan dengan bulan Julai 1037 M.meninggalkan pusaka yang sedang menantikan ahli-ahli waris yang lebih dekat, yakni: Pemuda-Pemuda islam yang menaruh himmah, dan bercita-cita
tinggi!” (hlm
15).
Kepakaran Dalam Fiqh, Falsafah, Akhlak, Siasah dan Muzik
Dalam menulis tentang “al-Farabi” (hlm 16 dst) (yang ditulisnya pada tahun
1937) yang berjasa dalam bidang falsafah, politik dan ekonomi serta muzik dan akhlak, beliau membuat kenyataan:
“Abu Nasr al-Farabi hidup dengan akhlak yang tinggi, tidak amat
mementingkan kesenangan dunia, tapi amat menyintai falsafah,
ilmu dan seni,.Pernah ia berkerja di istana Amir Saifud-Daulah
di Halab (Aleppo)… Hidup bersahaja di alam maddah (materi)
sebagai fakir, tetapi memegang kendali dalam runahi sebagai
raja”.
Gabungan Kematangan Rohani, Intelektuil, dan Akhlak Yang Memuncak
Kemudian beliau menulis pula berkenaan dengan Imam Hujjatul-Islam al-Ghazali rd. pada bulan April 1937.Di dalam tulisannya itu beliau membicarakan imam agung ini dengan jasanya dalam pengetahuan, falsafah, akhlak dan tasawwuf, dalam bidang
terakhir ini beliau terkenal dengan kitabIhya’nya.
Dalam berbicara tentang ilmu, pengelaman pancaindera dan akal, akhirnya Imam al-Ghazali berbicara tentang kelemahan semuanya untuk mencapai hakikat terakhir; akhirnya manusia memerlukan hidayat dari Tuhan Sendiri bagaimana tingginya ilmunya sekalipun.
Beliau berbicara bagaimana soal sebab-musabab dibicarakan beratus-ratus tahun dahulu mendahuluiDavid Hume, juga beliau membicarakan kritikan Imam al-Ghazali
terhadap falsafah Barat dalam“Tahafu al-falasifah”nya.
Bahagian akhirnya beliau menulis:
“Dalam tahun 505 H.(1111 M) Imam al-Ghazali mendapat husnul-
khatimah , meninggalkan pusaka yang tak dapat dilupakan oleh
kaum Muslimin dan meninggalkan juga pangkal perpecahan
paham antara mereka yang setuju dengan yang tak setuju dengan
buah fikirannya ialah suatu hal yang galib diterima oleh setiap
orang yang berjalan di muka merintis jalan baru, yang mende
ngarkan suara keyakinan yang teguh yang berbisik di dalam hati,
dan tidak hendak turut-turut kehilir kemudik seperti pucuk aru
dihembus angin.”(hlm 23).
Beliau menyebut bagaimana imam utama ini menyelamatkan akidah Islam daripada
serangan pemikiran falsafah Yunani Purba, antaranya dalam”Tahafut al-
Falasifah” yang terkenal itu.
Beliau menyebut pendapat Dr Zwemmer tentang kedudukan Imam al-Ghazali sebagai seorang daripada empat orang yang paling berpengaruh dalam dalam islam, Nabi
Muhammad saw,Imam al-Bukhari dalam hadith, Imam al-Asy’ari dalam akidah, dan
kemudian akhirnya Imam al-Ghazali.
Jiwa Saintifik Yang Dipupuk oleh Islam
Tulisan-tulisan beliau itu disusuli dengan huraian-huraian berkenaan dengan jasa kebudayaan Islam dalam sejarah dunia, seperti misalnya jasa Ibn Haitham berhubungan
dengan persoalan dasar-dasar yang memungkinkan kamera diciptakan, jauh sebelum kemunculan ahli ilmu Barat seperti Leonardo da Vinci dan lainnya.Beliau menyebutkan bagaimana kritikan Ibn Haitham (di Barat dipanggil Alhazen)terhadap ahli-ahli pengetahuan Yunani misalnya Euclides dan Ptolemy tentang penembusan dan perjalanan cahaya menimbulkan revolusi dalam ilmu itu pada zamannya.Ibn Haitham menyuatakan bahawa yang menyebabkan kita melihat objek-objek ialah kerana cahaya dari barang-barang itu sampai ke mata kita, maka dilihat objek-objek melalui lensa mata itu, dan bukanlah cahaya itu dikirim oleh mata kepada objek-objek itu srebagaimana yang dikatakan oleh Euclides dan Ptolemy.Disebutkan bagaimana pengaruh Ibn Haitham dalam bidangnya itu mempengaruhi para ilmuan Barat seperti Leonardo da Vinci, Johann Kepler, Roger Bacon dan lainnya.
Beliau menyebutkan bagaimana jiwa menyiasat alam ini timbul daripada didikan Quran,
antaranya dalam ayat yan g bermaksud:”Dan janganlah engkaun turut saja apa yang
engkau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, kerana sesungguhynya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan ditanya tentangnya”(Q.s.Bani
Israel:36).
Beliau menyebut pendapat ilmuan Islam yang bernama Abu Musa Jabir Ibn Hayyan yang bermaksud:
“Pendirian-pendirian yang berdasarkan ‘kata si anu’ ertinya perka
taan yang tidak disertakan bukti penyelidikan , tidak berharga
dalam ilmu kimia.Suati kaedah dalam ilmu kimia ini dengan tidak
ada kecualinya, ialah bahawa dalil yang tidak berdasarkan bukti
yang nyata , harganya tidak lebih dari satu omongan yang boleh-
jadi benar dan boleh-jadi keliru.Hanya bila seseorang membawa
kan keterangan dengan bukti yang nyata , penguatkan pendirian
nya, barulah kita boleh berkata :pendirian tuan dapatlah kami
terima!” (hlm 27).
Sikap ilmiah dan suka memerhati dan menyelidika ilmuan Muslimin beliau nyatakan seperti berikut:
“Adapun tentang pendirian, serta mencari dan menentukan
ijtihad ,adalah telah jadi darah daging dalam kalangan Islam.
Perhatikan betapa teliti, hemat serta cermatnya kaum Mus
limin mengumpul, memilih, dan menyaring hadith-hadith
yang bakjal jadi dasar untuk fatwa dan pendirian dalam
Hukum Agama .Diperiksa isi perkataannya, diteliti sanad
dan musnadnya, diatur biografi yang sesungguhnya tentang
peribadi dan akhlak seorang rawi .Agama manakah, falsafah
mazhab apakah dan kebudayaan aliran manakah yang telah
mendidik pengikutnya kepada ruh intiqad yang sampai
demikian tinggi tingkatnya?” (hlm 27).
Beliau menjawab katanya:”Tak lain yang mendidik kami (Muslimin-p) sampai demikian,
adalah Agama kami yakni Agama fitrah, Agama yang cocok dan selaras dengan fitrah
kejadian manusia!”Kemudian beliau menyebut tentang keadaan Muslimin yang sudah kehilangan ciri-ciri budaya ilmiah sedemikian itu dengan katanya:
“…Setelah kaum Muslimin kehilangan pokok yang tak ternilai
harganya itu, harkat mereka di langit kebudayaan makin lama
makin turunlah.Keberanian yang tadinya hidup berkobar-kobar
bertukarlah dengan perasaan kecil, rasa-kurang-harga …Ruh
segar dan gembira menghadapi hidup tadinya, menjadilah ruh
yang tunduk-ringkuk, penyembah kubur dan tempat-tempat
keramat, menjadilah budak jimat dan air-jampi.Tangan yang
tadinya begitu giat menyelidik, memeriksa alam supaya memberi
manfaat kepada umat manusia lantas terkulai tak ada himmah,
selain dari menghitung untaian tasbih penebus bidadari di dalam
sorga! “ (hlm 28).
Yang beliau kehendaki ialah, seperti yang dikatakannya :”Jalan untuk membongkar ruh
taklid ini satu-satunya ialah memperlihatkan dengan tidak sembunyi-sembunyi dan
terus-terang kekeliruan-kekeliruan khurafat dan bid’ah itu.Memperlihatkannya ini
berkehendak kepada munazarah dan mujadalah yang bukan kecil, menuntut tenaga, kecakapan , keuletan serta kebijaksanaan yang amat besar..
“Kita telah sama-sama melihat bagaimana akibatnya kebudayaan yang terlepas dari
pimpinan dan jiwa Tauhid yang suci-bersih, serta Akhlak dan Inbadat yang sehat.Semua ini ada hubungannya antara satu dengan yang lain, hubungan yang bergantung dan
bersangkut-paut…Akal Dan Agama
Dalam tulisannya “Hayy ibn Yaqzan” yang ditulis pada bulan Disember 1937 (hlm 30-
36) beliau memberi huraian tentang roman falsafah oleh Ibn Tufail yang diakui sebagai kitab yang paling aneh dalam abad pertengahan (dengan mengutip kata-kata sarjana
terkenal Carra de Vaux: “sans contest l’un livres les plus curieux du moyenage”).
Ianya berkenaan dengan roman falsafah yang menakjubkan berkenaan dengan cerita seorang anak bernama Hayy ibn Yaqzan yang terdampar di sebuah pulau yang kemudiannya disusui oleh kambing hutan, yang kemudiannya membesar dan menjadi dewasa dengan mempunyai ilmu pengetahuan dan hikmat kebijaksanaan hasil daripada penggunaan pancaindera dan akal yang tajam mengamati alam dan alam sekitar dengan penuh ketajaman akal dan budi serta hati nurani.
Dengan akalnya yang tajam dana perasaan yang sentisitif maka Hayy ibn Yaqzan membuat rumusan tentang adanya Tuhan Yang Wajib Ada, tiap-tap sesuatu itu ada pembuatnya, tiap-tiap sesuatu benda itu ada bentuknya yang ditentukan oleh pembuatnya, dan bahawa rupa sesuatu itu sesuai dengan tuntutan kesediaan asal yang ada pada zatnya sendiri, demikian seterusnya.Akhirnya hiduplah Hayy ibn Yaqzan dengan cara yang benar mengikut akalnya, sehingga pada umurnya yang ke 35 tahun baharu ia bertemu dengan Asal, ahli agama yang rasa kecewa dengan menausia tidak hidup dengan sebenarnya mengikut agamanya.Akhirnya ke dua orang itu bersahabat baik.Kedua-duanya mendapati bahawa akal yang sejahtera yang berfikir sampai kepada natijah yang diajarkan oleh agama.hanya akal sahaja belum cukup untuk mengatur hidup manusia dengan pencipta dan makhlukNya.ia memerlukan panduan agama dan wahyu.
Kemudian kedua orang yang mewakili agama dan akal ini berusaha untuk menyeru manusia kepada kehidupan berdasarkan kepada kebenaran dan kebaikan., tetapi seruan mereka tidak mendapat penerimaan yang baik, lalu mereka memencil diri untuk ibadat kepada Allah.
Roman falsafah ini sangat menarik tentang hubungan antara wahyu dan akal manusia dan peranannya dalam menyelamatkan manusia.Ianya bukan semata-mata kisah yang
menarik tanpa falsafah, berlainan daripada cerita “Robnson Crusoe” yang tidak
mempunai apa-apa falsafah yang mendalam dan menyelamatkan.
Antara nabi Muhammad saw dan Charlemagne
Tahun 1938 beliau menulis responsnya selepas membaca buku “Mahomet et
Charlemagne” oleh Henri Pirenne yang membandingkan kesan-kesan perjuangan nabi
Muhammad dengan kesan-kesan yang ditinggalkan oleh Charlemagne.Dinyatakannya bahawa selepas kedatangan bangsa Jermania ke Rom bangsa yang datang itu berubah dipengaruhi oleh budaya golongan yang mereka kuasai seolah-oleh mereka dihisap
olehnya.Kata Pirenne :”Orang Jermania jadi Rumawi setelah ia masuk ke negeri Rum
sebaliknya orang Rumawi menjadi ke-Araban setelahnya dia ditaklukkan Islam””.(hlm
38).
Beliau menegaskan:
“Dengan masuknya Agama Islam , timbullah satu dunia yang baharu di sekitar Laut
Tengah yang tadinya berpusat ke Kota Roma sebagaim sumber peradaban dan
kebudayaan.Sampai ke masa kita sekarang ini –demikian Pirenne meneruskan
keterangannya—masih tetap ada perpecahan dengan masuknya Islam ke Eropah
Selatan ini.Semenjak itulah Laut Tengah menjadi pertemuan dari dua budaya yang
berlainan dan bertentangan …”(hlm 38).
Mengapakah bangsa Arab yang membawa agama Islam itu tidak demikian bila mereka berhadapan dengan bangsa Rumawi itu? Jawabnya bangsa jermania masuk dengan pedang dan kekerasan, sedang Orang Islam masuk dengan senjata jasmani didampingi dengan senjata ruhani.
Kata Pak Natsir lagi:”Senjata ruhani inilah yang menyebabkan kita orang Timur , yang
walaupun bagaimana hebatnya ditindas oleh bangsa Barat, tapi tetap tidak dapat dihancur-leburkan kebudayaan dan peradaban kita oleh orang barat itu sampai
sekarang…”Ini pesanan yang paling bermakna bagi umat Islam yang sedang
berhadapan dengan gelombang globalisasi sekarang ini.
Mencari Kekuatan Dalam Seni Sastera:
Bapak Mohamad Natsir juga memberi perhatian kepada penulisan sastera
zamannya.Dalam tahun 1940 di atas tajuk “Pemandangan tentang Buku Roman” (hlm
41 dst ) selepas beliau menyatakan kekesalannya dengan cerita-ceritas roman masa itu yang kurang memuaskannya dari segi seni dan mesejnya, yang tidak begitu mempunyai makna apa-apa, yang terpengaruh dengan Barat, beliau membuat kenyataan seperti berikut:
“Dan lapangan pekerjaan untuk pujangga kita , amat luas sekali.
Baik dalam kalangan syair ataupun prosa.Buku-buku bacaan
yang memberi didikan amat sedikit.Pembacaan kanak-kanak
hampir nihil.Kita kekurangan kitab nyanyi yang menarik dan
teratur.Dibandingkan dengan anak-anak Eropah, dalam pem
bacaan dan nyanyian , anak-anak kita amat miskin.
“Tidak heran, kerana penulis-penulis untuk bacaan kanak-kanak
di kalangan kita boleh dikatakan baru sedikit sekali, dibandingkan
dengan keperluan yang amat besar.Alangkah baiknya sekiranya
pujangga-pujangga kita meletakkan Conan Doyle dan Manfaluti
barang sebentar dan mencarim inspirasi dalam gudang lagu-lagu
lama dan cerita-cerita lama bangsa kita sendiri , yang sekarang
masih banyak yang belum dipedulikan.Banyak yang mungkin
disaring , diperbagus dan dirombak oleh Pujangga Muda Indo
nesia!” (hlm 47).
Kata beliau lagi dalam soal perkembangan kebudayaan ini:
“Memang tidak ada halangan mencari inspirasi keluar negeri.
Kebudayaan itu tidak monopoli satu bangsa, dan tidak mungkin
dipagar rapat supaya jangan keluar dari satu kaum.Tidak bisa
dan tidak perlu (kalau beliau menulis sekarang sudah tentu beliau
faham keadaan dunia tanpa sempadan dan memberi respon yang
konstruktif-p)Barat boleh mengambil inspirasi ke Timur, Timur
boleh mengambil inspirasi ke Barat.Akan tetapi tidak semua
sumber-sumber itu mengeluarkan air yang jernih, yang memberi
manfaat kepada kita.Baik buat orang, belum tentu baik buat kita.
Jadi di sini perlu rupanya pujangga kita memakai saringan sedikit
, apalagi sebagai Pujangga Muslim.!" (hlm 47).
Selepas itu beliau menyebut tentang keperluan dibaca Perjalanan Ibn Battutah, buku-buku sejarah Indonesia, riwayat umat islam bermula dengan Nabi saw, buku-buku
tentang kesusasteraan Islamzaman keemasannmya, disebutnya “Diwan” oleh Goethe,
dan “Divine Comedy” oleh Dante.Walaupun beliau mengaku beliau bukan pujangga,
tetapi hasil tulisannhya tidak mengecualikan beliau dari golongan pujangga dalam pengertiannya yang tersendiri.
Dalam hubungan dengan seni sastera dan cita-cita beliau tentangnya boleh dilihat daripada pidatonya pada hari Iqbal 21 April, 1953 di Jakarta (Capita Selecta, jld 2. 98 dst).
Pengamatannya tentang Iqbal sangat menarik berkenaan dengan keindahan puisinya serta cita-cita keagamaan, budaya, dan siasahnya yang dinyatakannya sebagai faktor yang menyebabkan lahirnya negara islam Pakistan.Terjemahannya ke atas puisi Iqbal yang didasarkan atas terjemahan Arabnya dari Al-Adzami sangat indah dan menawan seperti baqhagian-bahagian dari “Syikwa” dan “jawabi-Syikwa”.Misalnya dalam hubungan dengan harapannya kepada para pemuda, beliau menterjemahkan puisi Iqbal demikian:
“(harapan kepada pemuda)
Aku harapkan pemuda inilah yang akan sanggup
membangunkan zaman yang baru
memperbaru kekuatan iman
menjalankan pelita hidayat
menyebarkan ajaran khatamul-anbiya’
menancapkan (i.,e menanamkan) di tengah medan pokok ajaran
Ibrahim
Api ini akan hidup kembali dan membakar
jangan mengeluh jua , hai orang yang mengadu
Jangan putus asa , melihat lengang kebunmu
Cahaya pagi telah terhampar bersih
Dan kembang-kembang telah menyebar harum narwastu
……
Khilafatul-Ard akan diserahkan kembali ke tanganmu
Bersedialah dari sekarang
Tegaklah untuk menetapkan engkau ada
Denganmulah Nur Tauhid akan disempurnakan kembali
Engkaulah minyak atar itu , meskipun masih tersimpan dalam
kuntum yang akan mekar
Tegaklah, dan pikullah amanat ini atas pundakmu
Hembuslah panas nafasmu di atas kebun ini
Agar harum-harum narwastu meliputi segala
Dan janganlah dipilih hidup ini bagai nyanyian ombak
hanya berbunyi ketika terhempas di pantai
Tetapi jadilah kamu air-bah , mengubah dunia dengan amalmu
Kipaskan sayap mu di seluruh ufuk
Sinarilah zaman dengan nur imanmu
Kirimkan cahaya dengan kuat yakinmu
Patrikan segala dengan nama Muhammad
………
Dan kemudian beliau memberi tanggapannya berkenaan dengan Iqbal sebagai seorang penyair,pendidik, ahli hukum, ahli kritik seni, ahli siasah dan failasuf sekali-gus.
Dalam ntulisannya ini Pak Natsir menunjukkan dirinya sebagai pencinta Iqbal yang sangat faham tentang kesenian persajakan dan citanya yang dituang dalam poersajakannya itu.
Dalam tahun-tahun lima puluhan penulis ini teringat bagaimana ia tertarik dengan sajak-sajak Iqbal terjemahan Pak Natsir yang disiarkan dalam “Majallah Pengasuh” terbitan Majlis Ugama Islam Kelantan waktu itu.Dan minat beliau kekal sampai sekarang terhadap Iqbal yang bermula dengan membaca puisi terjemahan beliau itu.
Dalam hubungan dengan pendidikan, antara lainnnya, sebagaimana yang beliau ceramahkan pada pideatonya di depan mahasiswa P>T>I>I> Medan 2 Disember 1953 (Capita Selecta.2. 115-116) seperti berikut:
“Saudara-saudara! Pernah di Indonesia sistem uzlah dilakukan,
terlepas dari soal jazan (zaman-p).Sistem itu dipakai oleh umat
Islam di bawah pimpinan alim ulama.Mereka mengambil sistem
uzlah untuk mempertahankan diri , mempertahankan kubu-kubu
pertahanan jiwa, berupa pesantren-pesantren , berupa mesjid-mesjid,
di mana ‘uzlah itu dapat disempurnakan.Ini yang dijalankan oleh
Tuanku Imam Bonjol umpamanya!
Ada orang pada masa itu mengatakan bahawa belajar bahasa
Belanda haram hukumnya, berdasi itu juga tidak boleh, sebab
menyerupai orang-orang kafir.Mereka mengharamkan sekolah-
sekolah H.I.S. yang didirikan oleh penjajah.
sendiri
Di situlah timbul potensi di Indonesia dan berkembanglah satu
dinamik yang besar untuk menjelaskan persoalan-persoalan yang
sampai sekarang masih dirasai lazatnya oleh kita semua, yaitu
pemimpin-pemimpin yang berasal dari pesantren-pesantren.
(kemudian beliau menyebut percubaan pendidikan di Mesir)
….
Yang ada di Barat itu terutamanya adalah tenknik dan effisiensi .
Akan tetapi hasil atau akibat dari memakai itu, disedari atau tidak
ialah intisari dari apa yang hendak dipertahankan jadi hancur.Ia
menceburkan diri dalam air untuk berenang, tetapi terbawa hanyut
dalam air itu sendiri.
Dengan itu Islam hanya tinggal hayya ‘ala ‘s-salah, hayya ‘alal-
falah sahaja lagi.Ini akibatnya menceburkan diri maksud meme
gang kemudi , akan tetapi hanyut ke hilir.Kesudahannya yang
hidup di sana itu ialah pikiran yang statis, yang tidakbergerak
sedikit juga.
‘Uzlah yang dipakai oleh zaman (asal jaman) memang akhirnya
dapat memperlindungi sesuatu yang ada dalam negeri dari
kerusakan alam fikiran.
Tapi yang demikian adalah ujung dari sikap tidak berani
menghadapi ruh dan iktikad dari luar lantas menutup pintu erat-
erat.Kesudahannya yang hidup di sana itu juga adalah alam
alam pikirann yang statis yang tidak bergerak.Tidak ada dinamik
nya untuk mencari dan menjelajah, dinamik yang menjadi sifat
putera-putera Islam dahulu.Tidak akan timbul lagi Al-Farabi
dan Ibn Sina ke-2 oleh sikap yang serupa itu.
…..
dan salah satu aliran pokok pikiran yang ditarik untuk menge
tengahi kedua pendirian ekstrim itu ialah pikiran dari Jamalud
Din Afghani dan Mohammad Abduh yang memberikan satu
pedoman kepada umat Islam seluruh dunia sekarang ini.Di situ
ada pikiran yang berharga , berupa pusparagam yang di
dalamnya kelihatan pokok dan pangkal.Cubalah saudara-
saudara lihat dan saudara-saudara pelajari sendiri.
Kesimpulan: Muslimin membina hidup dan tamadun Islam yang berjaya di zaman moden
Ringkasnya, sebagaimana yang dilihat di atas, Pak Natsir mahu melihat umat Islam kembali kepada jati dirinya sebagai Muslimin dengan aqidahnya, hidup kerohanian dan akhlaknya, dengan peraturan Syariatnya dalam hidupnya, dengan membina tamadun dan budayanya; kerja-kerja itu adalah dengan mengambil kira kemenafaatan-kemenafaatan hidup sezaman yang perlu digunakan bagi menjayakan Islam itu.Beliau mahu timbul kembali ciri-ciri agung manusia dan pendidikan hendaklah berjalan dalam rangka ajaran yang mengambil kira ilmu-=ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu semasa yang digarap dengan jayanya.
Beliau mahu Muslimin hidup dalam dunia moden dengan menguasai pengetahuan-pengetahuan moden dan menjayakan Islam dan tamadunnya di tenaghj-tengfah cabaran dunia sekarang ini tanpa mengamalkan ‘uzlah yang disebutannya itu.
Pada akhir hayatnya beliau menumpukan perhatian kepada Dewan Da’wah Islamiah Indonesia yang bergerak cergas sampai sekarang dalam menghadapi penghakisan Islam umat dan cabaran Kristianisasi.Pandangan-pandangannya tentang dakwah boleh dilihat pada bukunya “Fiqhud-Da’wah”, (1984, Pustakan al-Ameen,Kuala Lumpur).Dan kalau beliau hidup sekarang beliau akan mengajak kita menguatkan peribadi , keimanan, ketaqwaan dan ketrampilan bagi menghadapi globalisasi, yang pada masa beliau belum kelihatan dengan jelas.Wallahu a’lam.
Seabad Mohammad Natsir, Mengenang Sosok Da'i Negarawan yang Tangguh
Diposting pada Senin, 20-07-2008 | 00:00:00 WIB
Mengenang Alm. Mohammad Natsir tepat tanggal 17 Juli 2008 mencapai usia satu abad. Ia tidak hanya dikenal
sebagai politisi, Perdana Menteri, Menteri Penerangan, Politisi ulung, sekaligus ulama di dunia Islam. Beliau sangat
konsisten dalam memperjuangkan keutuhan bangsa, mengenalkan posisi Indonesia di mata internasional sampai
sikap politik yang berprinsip kepada penegakan kebenaran dan keadilan. Sehingga langkah-langkahnya
berseberangan dengan Presiden Soekarno sampai mendekam di penjara beberapa tahun karena beliau ingin
menyelamatkan bangsa dari pengaruh komunisme dan demokrasi terpimpin yang tidak sehat.
Mohammad Natsir lahir di kampung Jembatan Berukir, Alahan Panjang, Sumatra Barat, 17 Juli 1908. Ayahnya Idris
Sutan Saripado adalahpegawai juru tulis kontrolir dikampungnya. Beliau lahir dari seorang wanita salihah, Khadijah.
Natsir dibesarkan dalam suasana keserdehanaan dan dilingkungan yang taat beribadah. Semangat mengaji terus
tumbuh mulai kecil, walau Natsir sendiri mengenyam pendidikan barat, ghirah dalam menuntut ilmu agama tiada
pernah lekang dan terus ingin mendalami Islam. Pendidikannya dimulai di HIS (Holland Inlandische
School) Adabiyah, Padang kemudian pindah di HIS Solok, disanalah ia menghabiskan waktu menuntut ilmu. Pagi
hari di HIS, sore di Madrasah Diniyah dan malam hari mengaji ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab.
Tamat dari HIS, Natsir melanjutkan pendidikannya di MULO (SMP) (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Padang, dan
di MULO-lah awal ia aktif berorganisasi di Jong Islamieten Bond (JIB) atau Perkumpulan Pemuda Islam cabang
Sumatra Barat bersama Sanoesi Pane. Organisasi ini awalnya bergerak menentang para misionaris kristen sehingga
JIB banyak melakukan konterpropaganda supaya aktivitas mereka tidak meresakan umat Islam di wilayah Sumatra
Utara.
Natsir selalu haus ilmu, sehingga tamat dari MULO keinginan melanjutkan studi berlanjut. Ia mendapat beasiswa
studi di AMS (Algemere Middlebare School) A-II setingkat SMA di Bandung karena kecerdasan intelektualnya. Di
Bandung ia berkenalan dengan tokoh-tokoh ternama seperti H. Agus Salim dari Syarekat Islam dan Ahmad Soorkaty
yang mendirikan organisasi Al-Irsyad Al-Islamiyah. Dua tokoh itulah yang berpengaruh besar dalam karir dakwah
Natsir, disamping ada inspirator lain seperti Haji Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, Imam Asy Syahid Hasan Al-
Banna, dan Imam Hasan Al-Hudhaibi.
Natsir merupakan organisator dan negarawan ulung. Karir politiknya mencuat setelah bergabung dengan organisasi
Persatuan Islam (Persis) setelah banyak bergaul dan belajar dengan A. Hasan selaku aktivis Persis. Banyak pihak
kagum atas kiprah, semangat juang, da'i yang tidak pernah lelah untuk menyerukan kalimatullah di muka bumi, baik
di Indonesia maupun di dunia Islam. Natsir dan rekan seperjuangannya terus membela Islam, memperjuangkan
dasar negara berdasarkan sistem Islam, karena negara tidak bisa dipisahkan dengan agama, beliau sangat anti
sekularisme. Penentangan dari pihak-pihak yang menghina Islam, para kaum misionaris dan Yahudi serta lawan-
lawan poltiknya selalu diatasi dengan tegas, bijak dan berwibawa.
Mohammad Natsir sangat dihormati oleh dunia Islam, ia adalah ulama, da'i militan yang tidak pernah menyerah
dengan lawan, selalu membela kebenaran. Seperti yang pernah ia lakukan terhadap masalah Palestina, berkiprah di
kancah internasional, dan ia selalu sederhana dalam bernampilan.
Mengenang seabad Mohammad Natsir, tidak akan lepas dari kiprah beliau yang banyak bergelut di berbagai
organisasi dengan jabatan strategis. Berikut ini beberapa jabatan yang pernah diamanahkan kepada sosok da'i dan
sekaligus negarawan ulung, Mohammad Natsir:
1. Ketua Jong Islamieten Bond, Bandung.
2. Mendirikan dan mengetuai Yayasan Pendidikan Islam di Bandung.
3. Direktur Pendidikan Islam, Bandung.
4. Menerbitkan majalah Pembela Islam, dalam melawan propaganda misionaris Kristen, antek-antek penjajah
dan kaki tangan asing.
5. Anggota Dewan Kabupaten Bandung.
6. Kepala Biro Pendidikan Kota Madya (Bandung Shiyakusho).
7. Memimpin Majelis Al Islam A'la Indunisiya (MIAI).
8. Menjadi pimpinan Direktorat Pendidikan, di Jakarta.
9. Sekretaris Sekolah Tinggi Islam (STI) Jakarta.
10. Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
11. Anggota MPRS.
12. Pendiri dan pemimpin partai MASYUMI (Majlis Syuro Muslimin Indonesia). Dalam pemilu 1955, yang dianggap
pemilu paling demokratis sepanjang sejarah bangsa, Masyumi meraih suara 21% (Masyumi memperoleh 58
kursi, sama besarnya dengan PNI. Sementara NU memperoleh 47 kursi dan PKI 39 kursi). Capaian suara
Masyumi itu belum disamai, apalagi terlampaui, oleh partai Islam setelahnya, hingga saat ini.
13. Menentang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda dan mengajukan pembentukan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini dikenal dengan Mosi Integrasi Natsir. Akhirnya RIS
dibubarkan dan seluruh wilayah Nusantara kecuali Irian Barat kembali ke dalam NKRI dengan Muhammad
Natsir menjadi Perdana Menteri-nya. Penyelamat NKRI, demikian presiden Soekarno menjuluki Natsir.
14. Menteri Penerangan Republik Indonesia.
15. Perdana Menteri pertama Republik Indonesia.
16. Anggota Parlemen. Penentang utama sekulerisasi negara, pidatonya "Pilih Salah Satu dari Dua Jalan; Islam
atau Atheis" di hadapan parlemen, memberi pengaruh yang besar bagi anggota parlemen dan masyarakat
muslim Indonesia.
17. Anggota Konstituante.
18. Menyatukan kembali Aceh yang saat itu ingin berpisah dari NKRI.
19. Mendirikan dan memimpin Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), yang cabang-cabangnya tersebar ke
seluruh Indonesia.
20. Wakil Ketua Muktamar Islam Internasional, di Pakistan.
21. Aktif menemui tokoh, pemimpin dan dai di negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat
membela Palestina.
22. Anggota Dewan Pendiri Rabithah Alam Islami (World Moslem League), juga pernah menjadi sekjennya. Natsir
adalah pemimpin dunia Islam yang amat dihormati—Sekretaris Jenderal Rabitah Alam Islami meminta hadirin
berdiri saat pak Natsir memasuki ruang sidang organisasi dunia Islam itu.
23. Anggota Majelis Ala Al-Alamy lil Masajid (Dewan Masjid Sedunia).
24. Presiden The Oxford Centre for Islamic Studies London.
25. Pendiri UII (Universitas Islam Indonesia) bersama Moh. Hatta, Kahar Mudzakkir, Wahid Hasyim, dll. Juga
enam perguruan tinggi Islam besar lainnya di Indonesia.
26. Ketika presiden Soeharto kesulitan menuntaskan konforontasi Indonesia-Malaysia (yang dimulai presiden
Soekarno), berkat bantuan dan jasa hubungan baik Natsir dengan Perdana Menteri (PM) Tengku Abdul
Rahman, Malaysia membuka diri menyelesaikan konfrontasi, dan Letjen TNI Ali Moertopo, Asisten Pribadi
(Aspri) Presiden Soeharto, diterima/berunding pejabat Malaysia.
27. Berkat jasa hubungan baik Natsir dengan PM Fukuda juga, pemerintah Jepang bersedia membantu Indonesia
setelah perekonomian negara ambruk di masa Orde Lama dan setelah pemberontakan G 30 S/PKI.
28. Karena jasa baik dan pengaruh ketokohan DR. Muuhammad Natsir pula, Presiden Soeharto diterima di
negara-negara Timur Tengah dan Dunia Islam. Natsir adalah anak bangsa Indonesia yang pernah menjadi
tokoh Dunia Islam yang begitu dihormati sepanjang sejarah Indonesia—bahkan sampai sekarang.
(www.penamuslim.com)
Disamping mahir berorganisasi sehingga menjadi negarawan ulung, beliau adalah seorang pendidik sehingga
menjabat dalam berbagai posisi strategis. Mohammad Natsir sangat cinta kepada Islam. Ia adalah seorang da'i yang
mendidik umat, memperhatikan kemaslahatan dan terus mengabdikan dirinya dijalan dakwah. Disamping itu, ia
seorang cendekiawan yang intelektualnya ditasbihkan dalam tulisan. Mulai berdakwah lewat Majalah Pembela Islam,
Majalah Pandji Islam dan banyak berkarya dalam dunia perbukuan untuk selalu mewariskan tsaqafah-nya. Hampir
semua buku yang ia tulis berbahasa Arab yang bernuansa Islami. Hal ini menunjukkan betapa besar perhatian pada
dinul Islam sebagai agama penyempurna dan paripurna.
Karya-karya Mohammad Natsir antara lain: Fiqhud Da'wah (Fikih Dakwah), Ikhtaru Ahadas Sabilain (Pilih Salah Satu
dari Dua Jalan), Shaum (Puasa), Capita Selecta I, II, dan III, Dari Masa ke Masa, Agama dalam Perspektif Islam dan
masih banyak lagi. (Dikutip dari buku "Mereka Yang Telah Pergi" karya Abdullah Al-'Aqil dan Majalah Al-Mujtama'
Edisi 3).
Perjalanan hidup Mantan Perdana Mentri RI terus berlawanan dengan pihak yang tidak senang dengan pandangan
politik dan kebijaksanaannya. Walaupun ia sangat mati-matian memperjuangkan nasib dan kepentingan umat,
bangsa dan negara. Sebagai contoh ia terkenal dengan Mosi Integral yang menyatukan keutuhan NKRI, kiprah di
dunia pendidikan juga dengan getol ia lakukan dengan mendirikan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Islam.
Dunia mengakuinya, namun di negerinya sendiri mulai dari rejim Soekarno dan Soeharto telah memandang sebelah
mata. Ia beberapa kali masuk penjara, berjuang diputan-hutan dan sampai dilarang pergi keluar negeri oleh
pemerintahan Soeharto karena ketokohannya yang sangat disegani dan dihormati di kancah perpolitikan Islam.
Kini Mohammad Natsir telah wafat. Namun semangat juang untuk meneggakan kalimatullah, bertauhid, selalu
membahana dihati orang-orang yang mencintainya sebagai penerus perjuangan dakwah ini. Mohammad Natsir,
[12] Alamah Shadiq Hasan Khan Al Bukhari, ‘Aunul Bâri li Halli Adillati al Bukhâri, Suria: Dar Ar Rasyîd, 1984, Cet. 1,
Jilid. I, hal. 187.
[13] Lihat Muqqaddimah Shahîh Muslim dalam bab Ann al Isnâd Min ad Dîn. Al Imâm Muslim An naisabûry, Shahîh
Muslim, (Thoba’ah Mumtâzah Muqâranah ma’a “iddah at Thaba’ah), Riyadh: Dâr As Salâm , 1998, hal. 10-11
[14] Syaikh Abdul Aziz bin Abdillan Ibnu Baaz, Ad Da’wah Ilallâh wa Akhlâq ad Du’ah, Eebook Da’wah, Maktabah
Abu Salma, 2007, Point ke 4
[15] Ibnu Qayyim, Madârijus Sâlikîn baina Manâzil Iyyâka Na’budu wa Iyyâka Nasta’în. Beirut: Dâr Al jîl, 1991, Jilid
III, hal. 483.
[16] Ebook Fiqh Da’wah, Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin, Zâd ad Da’iyah, point yang ke 4.
[17] Abdul Musin Al Abbad Al Badr, Rifqan Ahl as Sunnah bi Ahl As Sunnah, PDF: Maktabah Abu Salma Al Atsari,
2007, hal. 55
[18] Abi Abdillah Muhammad bin Idris As Syafi’I, Dîwân al Imâm Asy Syafi’I, tahqiq. Yusuf As Syaikh Muhammad Al
Biqa’I, Makkah: Dâr al Fikr, 1977, Cet. 1, hal. 76. Imam Waki’ yang dimaksud oleh As Syafi’I disini adalah guru beliau
yang bernama lengkap Waki’ Ibn al Jarah bin Mulih bin ‘Ady rahimahullâh. Mengenai kedudukan Imam Waki’ Berkata
Imam Yahya bin Ma’in bahwa ahli hadits itu ada empat (dizamannya); Imam Waki’, Imam Ya’la Ibnu ‘Abid, Imam al
Qa’ny, dan Imam Ahmad bin Hanbal. (Lihat,Târîkh Baghdâd, Jilid XIII, hal. 496)
Seminar Serantau Memperingati 100 Tahun Pahlawan Nasional Mohammad Natsir
Saya hadir ke Seminar Serantau Memperingati 100 tahun Pahlwan Nasional Bapak Mohammad Natsir anjuran bersama Wadah Pencerdasan Umat(WADAH) dan Kolej Universiti Islam Selangor (KUIS )yang diadakan di Kolej Universiti Islam Selangor(KUIS),Bangi baru-baru ini
Beberapa hari sebelum seminar ini berlangsung saya bersama-sama beberapa orang sahabat telah mengadakan satu diskusi tajuk yang sama dengan tema seminar serantau ini iaitu Bapak Mohamad Natsir:Berdakwah di jalur politik ,Berpolitik di jalur dakwah.
Saya tidak sempat mendengar ucapan wakil keluarga Pak Natsir dan juga ucapan alu-aluan Presiden WADAH yang cukup saya kagumi,Dato Dr.Siddiq Fadzil(bekas pimpinan PMIUM dan Presdien ABIM) memandangkan kelewatan tiba setelah menaiki komuter dari Kl Sentral ke Bangi bersama beberapa orang rakan.(Dari Stesyen Komuter Bangi,kami menaiki van prebet sapu terus ke KUIS)
Setibanya di sana Menteri Besar Selangor sedang berucap merasmikan program ini.Dewan seminar ini agak penuh dengan para peserta yang jumlahnya diluar jangkaan pihak urusetia program.
Kehadiran Dato Seri Anwar Ibrahim (menurut beliau ,kali pertama semenjak 11 tahun yang lalu-tahun beliau dipecat –beliau dibenarkan masuk ke universiti) mungkin menjadi faktor utama kehadiran ramai peserta yang ingin mendengar ucaptama daripada beliau.
Beliau agak rapat dengan Almarhum Pak Natsir bahkan menerima didikan secara tidak langsung dari tokoh pendakwah ,negarawan –pahlwan nasional ini.
Saya sendiri mula mengenali nama Pak Natsir tatkala membaca tulisan dan pidato Dato Seri Anwar Ibrahim.
Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ucaptamanya ini mengupas tentang Pemikiran Pak Natsir:Islam dan kenegaraan.Beliau menyarankan agar digerakkan usaha menerbitkan semula karya-karya pak Natsir dan juga menyeru mahasiswa khasnya untuk mentelaah karya-karya Pak Natsir antaranya seperti Fiqhud Dakwah,Capita Selecta dan lain-lain.
Dato Seri Anwar Ibrahim turut melancarkan buku terbitan bersama WADAH dan KUIS bertajuk Mohammad Natsir:Berdakwah di jalur politik,Berpolitik di jalur dakwah.
Beberapa orang tokoh juga turut membentangkan kertas kerja mereka seperti Bapak Syuhada(Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia-yang diasaskan Pak Natsir),Prof Dr.Kamal Hasan,Prof Madya Dr Mohd Nur Manuty dan lain-lain.
Ketokohan Pak Natsir sebagai pendakwah,ahli politik,pemikir dan lain-lain sukar ditandingi dan memang layak beliau diangkat sebagai pahlawan nasional.
Semoga kehadiran saya dalam seminar memperingati tokoh besar ini membangkitkan semangat menyuntik motivasi buat saya mencontohi keperibadian beliau dan seterusnya menjadi lebih baik daripada beliau.
Meneladani Da’wah Muhammad NatsirKetokohan Muhammad Natsir tidak hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia. Di negara tetangga, Malaysia sosok Muhammad Natsir juga sangat dikagumi dan dekat di hati masyarakat. Maka tidak heran apabila kepergian tokoh tersebut pada 14 Sya’ban 1413H bertepatan 6 Februari 1993 turut dirasai mereka.
Ketika di negara kita ramai memperingati seabad sang pahlawan nasional Muhammad Natsir beberapa waktu yang lalu, Malaysia yang notabene negara Islam tidak ketinggalan untuk turut memperingati 100 tahun Muhammad Natsir, itu diwujudkan dengan diadakanya seminar tentang Muhammad Natsir yang disponsori oleh pemerintah negeri Selangor pada bulan Januari lalu.
Kedekatan Masyarakat Malaysia dengan tokoh Muhammad Natsir sangat beralasan, karena sosok Pak Natsir sangat berperan penting dan berjasa bagi perbaikan hubungan dua negara bertetangga ini,
khususnya pada era Presiden Soekarno yang menjalankan politik konfrontasi terhadap Malaysia. Dalam upaya mengatasi konflik Pak Natsir sempat mengirim sepucuk surat kepada Tun Abdul Rahman, Perdana Menteri saat itu untuk mengahiri konflik dan membawa ke perundingan. Sedangkan menurut mantan wakil Perdana Menteri Anwar Ibrahim, beliau banyak belajar kepada Pak Natsir dalam berbagai hal. Selain itu Universitas Kebangsaan Malaysia jauh-jauh hari memberikan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa kepada Pak Natsir yang baru memperoleh gelar pahlawan nasional pada 10 November 2008.Ketokohan dan keteladanan Pak Natsir selain di Malaysia juga sangat disegani di kalangan tokoh-tokoh dunia internasional, khususnya dunia islam. Baik kapasitasnya sebagai ulama maupun sebagai politikus.bahkan para pemimpin dan Raja-Raja Arab sangat menghormati beliau. Dalam masa hayatnya pak Natsir banyak menduduki posisi penting dalam berbagai organisasi seperti World Muslim Conggress, Muslim World League atau lebih dikenal Rabithah ‘Alam Islami dan Majlis A’la Al Alami Lil Masjid (Dewan Masjid Sedunia).
Kalau diperhatikan dengan seksama, di balik ketokohan Pak Natsir terdapat sesuatu hal yang menarik yang perlu kita cermati. Dengan hal tersebut beliau mampu tampil beda serta memiliki citra yang unik dibandingkan dengan pahlawan-pahlawan di Indonesia yang lain. Hal tersebut pulalah yang menjadi jalan hidup beliau dalam menempuh arus zaman. Sesuatu hal yang dimiliki dan ditempuh oleh Pak Natsir tersebut adalah jalan da’wah.
Da’wah dalam segala aspek
Muhammad Natsir telah menempatkan dirinya untuk berada di jalan da’wah. Sehingga apapun yang dijalankan selalu disebatikan dengan misi da’wah. Kecerdasan yang ada pada pada diri beliau dan kuatnya keyakinan terhadap ajaran islam menjadikannya seorang penda’wah yang ulung. Dan kelebihan yang dimilikinya adalah mampu berda’wah dalam berbagai aspek, seperti politik, pendididkan, keilmuan, keperibadian dan tingkah laku. Selain itu objek da’wah yang disentuh tidak hanya untuk kalangan atau golongan tertentu, namun yang menjadi target da’wah adalah mencakup seluruh masyarakat. Baik golongan atas maupun golongan bawah, bahkan kiprahnya dalam da’wah mulai dari daerah, nasional hingga internasional.
Dalam berda’wah di arena politik Pak Natsir terkenal dengan dua kalimat “berda’wah dijalur politik berpolitik dijalur da’wah”. Bagi Pak Natsir berpolitik adalah suatu medan da’wah, sehingga dalam prakteknya harus dilakukan dengan penuh kejujuran, keikhlasan dan sopan santun. Dalam berpolitik sangat tidak pantas kalau hanya menurutkan hawa nafsu dan menepikan hukum Allah. Berpolitik bukan untuk mencari kekuasaan tetapi yang sangat utama adalah mengutamakan kemaslahatan umat.
Pak Natsir juga sangat mendukung demokrasi, karena menurutnya demokrasi yang benar sesuai dengan ajaran islam. Sehingga selama kiprahnya dalam berpolitik selalu melaungkan demokrasi. Bahkan beliau merupakan tokoh penting dalam membangun demokrasi pasca kemerdekaan Indonesia. Sungguh pun beliau memperjuangkan demokrasi namun dalam prakteknya yang dilakukan pemerintah Orde Lama maupun Orde Baru sangat jauh dengan yang dicita-citakannya. Dalam karirnya di bidang politik, beliau pernah menduduki jabatan-jabatan penting, diantaranya menjadi Menteri Penerangan 1946-1949, dan Perdana Menteri Republik Indonesia 1950-1951, namun beliau tidak pernah berusaha untuk memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi, bahkan beliau merasa takut kalau sampai tidak bisa menunaikan amanah dengan benar.
Di arena pendidikan Pak Natsir sangat memperhatikan pentingnya dua aspek pendidikan, jasmani maupun rohani, agama maupun akademis tanpa harus dipisahkan antara satu dengan yang lain. Pak Natsir sangat prihatin dengan keadaan pendidikan yang diwarisi dari sistem pendidikan penjajah yang dipengaruhi pemikiran barat yang sangat menepikan nilai-nilai agama sehingga tidak sesuai bagi generasi Indonesia.
Maka beliau terpanggil untuk berusaha merubah kenyataan yang berlaku.sehingga pada tahun 1938 pak Natsir tampil mengemukakan konsep “pendidikan integral” atau konsep pendidikan yang menyatukan antara pendidikan agama dengan akademis. Disamping itu juga Pak Natsir aktif mendidik para kader untuk terus mendidik anak bangsa dengan nilai-nilai agama.
Selain itu juga dari gagasan dan ide Pak Natsir telah lahir beberapa perguruan tinggi islam di seluruh pelosok tanah air, seperti UNISBA, UII, UMI,UIR, UISU dan UIKA. Maka dengan melihat kiprah pak Natsir dalam berda’wah di dunia pendidikan, tidak berlebihan sekiranya DR.Gamal Abdul Nasir dalam desertasinya menyebutkan “Muhammad Natsir: pendidik umat”.
Dalam dunia keilmuan Muhammad Natsir tampil sebagai intelektual islam yang menguasai berbagai bahasa sehingga beliau mampu mempelajari karya-karya ilmuan barat. Bahkan beliau mengkritik pemikiran-pemikiran barat yang tersasar. Beliau mampu berargumen yang meyakinkan serta ilmiah dalam menyangkal ide-ide ilmuan barat yang mendiskreditkan ideologi Islam.
Salah satu contohnya adalah bantahannya tentang sekulerisme yang diterapkan di negara-negara barat dan ingin ditiru oleh negara-negara islam. Bahkan ada sebagian ulama yang mendukung faham sekulerisme, seperti Syeikh Ali Abdul Raziq dari Mesir dengan karyanya Al Islam Wa Usulul Hukm. Pak Natsir dengan tegas membantah faham tersebut. Selain itu pak Natsir aktif dalam penulisan.
Beliau selalu menulis di berbagai media tentang wacana keislaman, beliau juga menghasilkan beberapa karya besar diantaranya Capita Selecta dan Fikih Da’wah. Dua karya beliau ini sangat dikenal sampai diluar negeri dan menghiasi di hampir seluruh perpustakaan-perpustakaan negara-negara tersebut, seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam. Bahkan di Malaysia sedang diusahakan untuk menerbitkan kedua buku tersebut kedalam versi bahasa melayu. Dan buku Fikih Da’wah juga menjadi kajian rutin di beberapa organisasi, masjid dan universitas.
Selain berda’wah di jalur politik, pendidikan dan keilmuan, Pak Natsir juga menerapkan metode da’wah dalam bentuk praktis dalam keperibadian dan tingkah laku. Dan baginya ini adalah sangat penting keberhasilan proses da’wah sangat berkaitan erat dengan keadaan diri sang penda’wah. Pak Natsir selalu mengedepankan sopan santun dalam keriernya sebagai politikus, ulama, ilmuan dan negarawan.
Bahkan terhadap lawan-lawan politik dan tokoh-tokoh beda agama beliau tetap menghormati dan santun. Ini dapat terlihat diantaranya hubungan beliau dengan Soekarno tetap baik walaupun ia pernah ditahan. Beliau juga bisa duduk semeja dengan tokoh komunis D.N Aidit walaupun baru saja beradu argumen. Dan beliau pun akrab dengan Ignatius Joseph Kasimo seorang tokoh politik katolik. Intinya walaupun berbeda pandangan dan keyakinan namun hubungan sebagai sesama manusia harus tetap terjaga.
Beberapa bidang da’wah yang disebutkan di atas telah diterapkan oleh Pak Natsir sehingga keteladanan beliau masih sangat cocok untuk dijadikan acuan dalam pergerakan da’wah di Indonesia. Keadaan masyarakat yang majemuk dan kehidupan sosial yang kompleks menuntut para penda’wah harus pandai menempatkan diri serta memainkan peranan sehingga target da’wah dapat tercapai
Menantikan figur baru
Kaadaan bangsa saat ini sangat memerlukan tokoh-tokoh seperti Muhammad Natsir. Maka dalam hal ini tugas para penda’wah dan pendidik sangat berperan penting dalam membentuk generasi unggul dan saleh seperti Pak Natsir. Sehingga dapat melahirkan para pemimpin yang mampu menuntaskan segala permasalahan yang menimpa bangsa.
Mengingat kondisi masyarakat yang masih dirudung kemiskinan padahal sudah puluhan tahun hidup merdeka dari penjajah. begitu pula budaya korupsi yang masih saja berkembang menjadikan negara kita berjalan lamban dan cenderung terseret-seret untuk mencapai kemajuan.
Hal ini bukannya tidak mungkin untuk dirubah, namun perlu usaha serius dan konsisten kearah itu. Pak Natsir telah memulai perjuangan melalui da’wahnya dalam usaha merubah nasib bangsa. Maka diperlukan figur-figur baru untuk meneruskan perjuangannya.
Caranya tentunya adalah dengan bercermin dan meneladani perjuangan beliau dangan menerapkan metode-metode yang telah beliau gariskan. Pak Natsir boleh saja pergi namun perjuangan da’wahnya harus tetap hidup.
Hambari Nursalam; Mahasiswa di International Islamic University Malaysia,IIUM; Alamat: International Islamic University Malaysia,Jalan Gombak 53100 Kuala Lumpur Malaysia. Kontak:+60132229826 Email:[email protected].
BAPAK MOHAMAD NATSIR (1908 – 1993): APRESIASI
GENERASI KEDUA AKTIVIS ISLAM MALAYSIA
Resensi Buku
** Artikel yang termuat dalam buku "MOHAMMAD NATSIR BERDAKWAH DIJALUR POLITIK BERPOLITIK DI JALUR DAKWAH" yang diterbitkan sempena Seminar Serantau Memperingati 100 Tahun Pahlawan Nasional Bapak Mohammad Natsir di KUIS pada 10 Januari yang lalu. Seminar adalah anjuran bersama WADAH dan KUIS
Ada tiga insiden yang benar-benar saya ingat, apabila memperkatakan mengenai Pak Natsir, seorang negarawan, pendakwah, intelektual, politikus di Alam Melayu dan Dunia Islam yang sangat saya hormati dan sanjungi.
Rasanya, hampir seluruh warga ABIM yang pernah bersua dengannya atau pernah membaca karyanya mempunyai apresiasi yang sama dengan saya. Ya, seorang tokoh yang amat susah untuk ditandingi. Seorang pendakwah yang amat merendah diri, sopan santun tetapi gigih berdakwah hingga ke hujung hayatnya. Seorang politikus yang Islami yang baginya politik itu untuk tujuan dakwah, bukan untuk mengejar pangkat dan kedudukan. Seorang intelektual yang luas jangkauan ilmunya yang banyak menyiapkan landasan intelektual di dalam pembinaan negara dan bangsa di awal kemerdekaan. Seorang negarawan yang sentiasa sanggup mengorbankan kepentingan peribadi demi kesejahteraan bangsa dan negara. Juga seorang tokoh Islam yang disanjungi Dunia kerana peranan aktifnya memperjuangkan keadilan sejagat tanpa mengira bangsa, negara dan agama.
Begitulah sosok peribadi yang amat payah dicari ganti. Menghargai akan pengorbanan dan perjuangannya, bukan tujuan untuk mengagung-agungkannya. Kalau itu nawaitunya, saya yakin seandai beliau boleh berkata-kata, pasti akan dibantah sekeras-kerasnya. Kita menghargai dan
memperingatinya kerana kita amat merindukan akan lahir Natsir-Natsir baru yang bakal meneruskan jejak langkah perjuangannya bagi menebus maruah umat yang telah dirobek-robek ketika ini.
Ya, umat amat memerlukan tokoh-tokoh seperti Pak Natsir. Bukan seorang atau dua. Tapi kalau boleh berpuluh malah beratus Natsir –Natsir baru.
INSIDEN PERTAMA – BERTAMU DI RUMAHNYA
Sebagai generasi kedua ABIM, saya memang kerap mendengar nama Pak Natsir dan Dewan Dakwah Islamiyyah disebut di dalam siri perbincangan ABIM terutama ketika menyentuh persoalan dakwah di Indonesia. Bukunya Fiqhud Da’wah sentiasa menjadi rujukan Usrah. Tetapi, orangnya belum pernah ditemui. Gambaran saya mengenai Pak Natsir adalah saperti tokoh-tokoh dakwah antarabangsa yang kerap berkunjung ke Malaysia. Petah berbicara, penampilan yang ‘dominant’ dan agresif.
Tanpa diduga, kesempatan untuk bertemu dengan orang yang selalu disebut-sebut di dalam Usrah akhirnya menjadi realiti. Pada 12 -15 Februari 1989, World Assembly of Muslim Youth (WAMY) menganjurkan ‘Regional Islamic Science Conference for Asia Pacific’ di Hotel Horison, Jakarta. Ketika itu saya bekerja dengan Sdr Kamaruddin Md.Nor yang merupakan wakil WAMY untuk Asia Pasifik, penganjur bersama Persidangan tersebut. Persidangan yang dirasmikan oleh B.J.Habibie, Menteri Riset dan Teknologi ketika itu mengumpulkan para saintis Muslim di Asia Pasifik untuk membincangkan mengenai peranan mereka dalam pembangunan umat Islam.
Memandangkan ramai para saintis dari Malaysia adalah pimpinan ABIM, maka diatur satu pertemuan dengan Pak Natsir di rumahnya di Jalan Cokroaminoto, Jakarta. Almarhum Bang Hussein Umar dan Mazni Yunus dari Dewan Dakwah mengatur pertemuan tersebut setelah usai persidangan.
Saya memang begitu gembira sekali kerana inilah pertemuan yang memang saya nanti-nantikan. Bertemu dengan tokoh dakwah Indonesia yang sentiasa dianggap sebagai ‘orang tua’ ABIM didalam kerja-kerja dakwah.
Seramai 20 orang para Saintis dari Malaysia yang kebanyakannya ahli ABIM bertamu ke rumah Pak Natsir pada waktu yang telah ditetapkan. Saya kaget kerana rumahnya amat sederhana sekali dan apabila Pak Natsir muncul, ketika itu beliau sudah berumur 81 tahun, menyambut kami, ternyata gambaran saya mengenai beliau amat meleset sekali.
Orangnya amat mudah melempar senyuman, berkata dengan lemah lembut tapi teratur, penampilannya begitu sederhana dan bersahaja. Begitu terasa akan keramahan dan kesantunannya. Walaupun sudah berumur 81 tahun, fikirannya tetap bernas dan tajam. Ketokohannya begitu menyerlah.
Setelah bertanya khabar masing-masing, kami terus memulai perbincangan mengenai perkembangan politik dan dakwah di Malaysia, Indonesia dan Dunia Islam amnya. Banyak isu
yang disentuh untuk mendapatkan pandangan dan nasihat darinya. Beliau agak optimis dengan perkembangan dakwah diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Cabaran itu tetap ada disepanjang zaman, katanya. Ini semua adalah lumrah kepada setiap sosok peribadi yang ingin terjun sebagai pendakwah. Ianya adalah sebagai ujian yang mesti ditempuhi, samada suka atau tidak.
Pertemuan mesra tersebut berakhir dengan makan tengahari. Bagi saya pertemuan tersebut amat penting dan bersejarah bagi hidup saya. Bertemu seorang tokoh besar yang mengabdikan diri seluruhnya di jalan Allah s.w.t. Beliau tidak pernah meminta supaya jasanya dibalas oleh sesiapa. Cukup baginya dengan mardhatiLlah semata.
INSIDEN KEDUA – SEMPAT SOLAT JENAZAH PAK NATSIR
Insiden kedua yang masih segar dalam ingatan ialah apabila menerima berita Pak Natsir meninggal dunia. Ketika menerima berita dari Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia yang memaklumkan bahawa Pak Natsir telah kembali ke RahmatuLlah pada 6 Februari 1993, kami di Sekretariat ABIM terkejut dan tergamam. Walaupun Pak Natsir jauh di Indonesia, kami di ABIM sentiasa menganggap beliau sebagai ‘orang tua’ yang sentiasa dirujuk dan dihormati. Bila berkunjung saja ke Jakarta, antara acara wajib ialah ke kantor Dewan Dakwah untuk mendapatkan nasihat dari Pak Natsir.
ABIM segera memutuskan agar Presiden ketika itu, Dr.Muhammad Nur Manuty harus mewakili ABIM menghadiri upacara pengkebumian Pak Natsir. Saya ketika itu sebagai Penolong Setiausaha Agung di minta untuk menguruskan penerbangan ke Jakarta dan mengiringi sdr Presiden. Ketika kami sampai di Dewan Dakwah, ternyata begitu ramai rakan-taulan, sahabat handai, kenalan jauh dan dekat yang telah pun sampai untuk sama-sama menyempurnakan solat jenazah untuk tokoh yang banyak berjasa kepada nusa dan bangsa ini. Keadaan benar-benar macet (istilah di Indonesia bagi menggambarkan kesesakan lalu-lintas) di Jalan Kramat Raya tersebut. Hujan pula turun seolah-olah turut bersedih di atas pemergian Pak Natsir. Suasana di Dewan Dakwah terasa begitu sayu sekali. Masing-masing mungkin menghimbau kenangan manis bersama Pak Natsir.
Sebaik sampai di perkarangan Dewan Dakwah, kami segera ke Musolla di tingkat tiga yang telah pun penuh dengan jemaah yang telah bersedia untuk memulakan solat. Alhamdulillah, kami sempat menyelit di antara saf yang begitu rapat untuk sama-sama solat jenazah. Seusai solat, kami pun bersilaturrahmi dengan para pemimpin Dewan Dakwah yang sempat ditemui seperti Pak Anwar Haryono, Bang Hussein Umar dan lain-lain menyampaikan ucapan takziah bagi pihak ABIM yang turut merasai kehilangan ‘orang tua’.
Pak Natsir sesungguhnya telah mewariskan kepada generasi pelanjut perjuangan dakwah ini sejumlah khazanah pengalaman selama selama 85 tahun kehidupannya yang sarat dengan pengorbanan yang amat sukar untuk ditandingi. Beliau adalah seorang mujahid ,sebenar-benar mujahid.
“Janganlah kamu mengira bahawa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati: bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan kurnia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap
orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka. Bahawa tidak ada kekhuatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (Ali Imran 3:169-170)
INSIDEN KETIGA – MENUNAI WASIAT PAK NATSIR
Adapun insiden ketiga ialah pada awal tahun 2000, iaitu setelah 7 tahun Pak Natsir kembali bertemu Sang Penciptanya, saya dikunjungi oleh Pak Basyir Gani, pimpinan Pesantren Buya HAMKA di Danau Maninjau, PADANG. Pak Basyir adalah ‘orang kuat’ Pak Natsir di Danau Maninjau.Pak Basyir menyatakan kepada saya bahawa beliau sedang mengusahakan sebuah pesantren di Danau Maninjau yang bertujuan untuk memperingati Buya HAMKA. Danau Maninjau adalah tempat kelahiran Buya HAMKA. Katanya, Pak Natsir pernah mewasiatkan kepada beliau bahawa banyak Pesantren yang menggunakan nama HAMKA, tetapi tidak di tempat kelahiran beliau sendiri di Danau Maninjau. Mengapa tidak diusahakan sebuah Pesantren di Danau Maninjau bagi melahirkan HAMKA-HAMKA baru untuk abad mendatang?
Jadi, kedatangan Pak Basyir Gani ke Pejabat ABIM adalah untuk mengajak ABIM sama-sama merealisasikan wasiat Pak Natsir ini. Mendengar wasiat tersebut dari Pak Basyir, saya lantas bersetuju dan berjanji akan membantu sedaya yang mungkin, walaupun tahu diri bahawa ABIM sendiri sentiasa tidak mempunyai dana yang mencukupi untuk melaksanakan kerja dakwah yang begitu banyak, di dalam maupun di luar negara.
Sejak perjumpaan tersebut, setiap menjelang 24 Julai setiap tahun (tahun Buya HAMKA meninggal dunia), rombongan ABIM melawat Danau Maninjau untuk memperingati HAMKA di bawah program Jejak Ulama dan juga beramah mesra dengan pimpinan Pesantren dan juga para pelajarnya. Setiap ahli rombongan dimaklumkan mengenai wasiat Pak Natsir tersebut, dan masing-masing menghulur dana yang termampu bagi menambah kemudahan asrama yang tidak mencukupi. Pada tahun 2003, hasil dari sumbangan ahli rombongan, sebuah asrama menelan belanja RM50,000 telah berjaya dibina. Kemudian, Yayasan Takmir Pendidikan ABIM menghantar guru-guru pakar ke sana secara berkala untuk meningkatkan kualiti pengajaran guru di Pesantren.
Bagi saya, adalah menjadi suatu kewajipan untuk menunaikan wasiat seseorang. Apalagi wasiat seorang tokoh yang sangat disanjung dan di hormati saperti Pak Natsir.
APRESIASI AKTIVIS ISLAM MALAYSIABagi saya Pak Natsir adalah tokoh besar yang mendahului zamannya. Kekuatan inteleknya, memungkinkan banyak isu-isu yang melatari perjuangannya ditangani dengan sentuhan intelektualisme yang tinggi. Isu-isu yang menjadi polemik di Malaysia ketika ini seperti demokrasi, negara Islam, sekularisme, perkauman, Islamophobia dan xenophobia telah beliau bahas dengan mendalam ketika Indonesia masih di dalam pembentukan sebagai sebuah negara yang merdeka.
Bagi saya, di dalam suasana politik negara yang sedang mengalami proses ‘rethinking’ dan ‘reconstructing’, setelah Pilihanraya ke 12 yang lalu, pemikiran Pak Natsir amatlah relevan untuk ditelaah dan dikaji oleh setiap ahli politik di Malaysia. Buku beliau ‘Agama dan Negara Dalam
Perspektif Islam’ yang merupakan koleksi tulisan beliau sejak tahun 1931 sehingga 1987 adalah merupakan suatu khazanah intektual yang sangat penting untuk pembangunan sebuah negara-bangsa. Berkaitan dengan itu, polemik Negara Islam dan Perlaksanaan Hukum Hudud yang sentiasa hangat diperdebatkan di kalangan Parti-Parti Politik Malaysia sehingga hari ini, harus belajar memanfaatkan pemikiran Pak Natsir keseluruhannya. Kita tidak perlu pergi terlalu jauh ke negara Barat untuk mencari jalan penyelesaian. Pengalaman politik membangun negara –bangsa di Indonesia ternyata jauh lebih realistik untuk kita pelajari di Malaysia. Seeloknya, buku ‘Agama dan Negara Dalam Perspektif Islam’ harus menjadi bahan bacaan wajib dan diwacanakan oleh sesiapa juga yang terlibat di dalam proses pembinaan negara-bangsa yang semakin banyak dipolemikkan di Malaysia ketika ini.
Meneliti sejarah hidup Pak Natsir, saya boleh merumuskan bahawa keseluruhan hidupnya adalah berpaksikan ummah – ‘ummah-centric’. Beliau memperhambakan dirinya demi ummah yang tercinta. Beliau menolak tawaran biasiswa Belanda untuk meneruskan pendidikan di dalam sistem pendidikan Belanda yang menjanjikan pendapatan lumayan dan status yang tinggi, kerana ingin mengangkat martabat umat melalui pendidikan. Beliau mendirikan Institusi Pendidikan Islam (PENDIS) di Bandung pada tahun 1932 dengan tujuan melahirkan generasi yang berpendidikan moden, tetapi mengakar kefahaman dan penghayatan agamanya. Pengorbanan sebegini sememangnya amat diperlukan terutama bagi mereka yang telah membabitkan diri didalam gelanggang dakwah. Seringkali berlaku, para pendakwah terpaksa membuat pilihan samada memilih kepentingan peribadi atau umat, atau korbankan kepentingan peribadi demi umat tercinta. Pak Natsir memilih jalan mengorbankan cita-cita peribadi demi umat tercinta. Beliau memang tidak kaya di segi material atau kemewahan dunia,tetapi kaya di segi perjuangan dan pengorbanan. Inilah peribadi tauladan yang sekiranya dapat diikuti oleh generasi muda, maka akan ramailah Natsir-Natsir baru yang akan lahir.
Satu hal yang menarik perhatian saya mengenai Pak Natsir ialah beliau tidak mendapat pendidikan formal agama dalam pengertian meraih sarjana dalam bidang pengajian Islam, tetapi kupasannya mengenai agama begitu mendalam . Malah dalam banyak hal, kefahamannya mengenai agama terutama di dalam konteks perubahan sosial dan manhaj da’wah jauh lebih baik dari kupasan mereka yang mendapat pendidikan Islam secara formal. Bacalah bukunya ‘Fiqhud Da’wah’, nanti anda akan mengerti maksud saya.
Menyedari bahawa kekuatan umat amat bergantung kepada kekentalan kesatuan ulama dan intelektual di dalam menangani permasalahan umat, Pak Natsir sentiasa menekankan peri pentingnya kedua golongan ini saling memahami akan kekuatan masing-masing agar persefahaman bertambah mantap dan padu. Oleh kerana itulah agaknya maka slogan ‘Mengulamakkan Intelektual, Mengintelektualkan Ulama’ menjadi dasar penting di dalam Gerakan Dakwah. Malah ABIM mendapat banyak menafaat dari slogan ini sehinggakan kekuatan ABIM sebagai sebuah Gerakan Dakwah yang berpengaruh di Malaysia ialah kerana gabungan kedua kekuatan ini.
Bagi saya terlalu banyak yang boleh diperkatakan mengenai Pak Natsir sebagai apresiasi generasi kedua aktivis Islam di Malaysia. Banyak yang boleh dipelajari dan dicontohi. Walaupun hanya sempat seketika dengan beliau dalam waktu yang sangat terhad, tetapi saya merasakan ketokohan yang Allah ta’ala anugerahkan kepada beliau dapat dirasai oleh generasi mendatang. Buku-
bukunya walau ditulis di dalam konteks dan sikon yang berbeza, tetapi banyak ilmu yang dapat digali bagi yang serius ingin mengkaji dan belajar darinya. Pastinya saya akan terus mengkaji dan belajar darinya di setiap kesempatan yang ada. Mudah-mudahan Allah ta’ala menerima kesemua amalannya dan diberi ganjaran syurga yang dijanjikan. Aamin.
Sumber: Tuan Haji Ahmad Azamhttp://ahmadazam.blogspot.com/2009/01/bapak-mohamad-natsir-1908-1993_15.html
Sasudah ambo kirimkan daftar buku-buku tulisan Mr. Sjafruddin Prawiranegara(24) ambo caliak pulo tulisan Pak M. Matsir. Ado 40 buku buah tanganbaliau nan tadaftar di berbagai Kampuih University of California. Itupunberarti buku-buku baliaupun ado di Kampuih-kampuih nan tamusahua di pelosokbumi ko.
Nak duo bibilography sairiang, sarago awak dalam mamparatikan bibliographyko, di bawah ko ambo salinkan pulo daftar buku-buku tulisan Pak M. Natsir.
Ideologisasi gerakan dakwah : episod kehidupan / M. Natsir dan AzharBasyir ; [disusun oleh] Abdul Munir Mulkan. Cet. 1. Yogyakarta : Sipress, 1996. UCB Main BP170.85 .I34 19961. Hardjadinata, Moh. S. (Mohammad Sanusi), 1914- Selamatkan demokrasi berdasarkan jiwa proklamasi dan UUD 1945 / oleh Moh. Sanusi Hardjadinata, Mohammad Natsir, A.H. Nasution. [Jakarta : s.n.,1984]. UCB S-S/EAsia JQ768 .H28 1984 REF
2. Ideologisasi gerakan dakwah : episod kehidupan / M. Natsir dan AzharBasyir ; [disusun oleh] Abdul Munir Mulkan. Cet. 1. Yogyakarta : Sipress, 1996. UCB Main BP170.85 .I34 1996
3. Mangkusasmito, Prawoto. Sjukur ni'mah; tasjakkur di Mesdjid Agung. Pidato -pidato 14 Agustus 1966: Prawoto Mangkusasmito [dan] M. Natsir. Djakarta, ''Bulan Bintang, 1966. NRLF $B 190 529 Type EXP NRLF for loan details.
4. Mencari modus vivendi antar ummat beragama. Jakarta : Media Dakwah, 1980. NRLF B 3 193 389 Type EXP NRLF for loan details. CRL GenCollec 81-941437 Type EXPLAIN CRL for loan details.
5. Mohammad Natsir pemandu ummat : pesan dan kesan tasyakkur 80 tahun Mohammad Natsir, 17 Juli 1988 / disunting oleh Moch. Lukman Fatahullah Rais, Mohammad Syah Agusdin, Nasmay Lofita Anas. Cet. 1. Jakarta : Bulan Bintang, 1989. UCB Main DS644.1.N33 M64 1989
6. Natsir, M., 1908-1993. Dari masa ke masa / M. Natsir. Jakarta : Fajar Shadiq, 1974-1975. NRLF B 3 200 591 Type EXP NRLF for loan details. NRLF B 3 201 257 Type EXP NRLF for loan details. NRLF B 3 201 256 Type EXP NRLF for loan details. NRLF B 3 200 601 Type EXP NRLF for loan details.
CRL GenCollec 79-941756 Type EXPLAIN CRL for loan details.
7. Natsir, M., 1908-1993. Dibawah naungan risalah / [oleh] M. Natsir. [Tjet. 1. Djakarta] : Sinar Hudaya-Documenta, 1971. Series title: Seri pahlawan Islam no. 9. CRL GenCollec 75-943642 Type EXPLAIN CRL for loan details.
8. Natsir, M., 1908-1993. Dunia Islam dari masa ke masa / M. Natsir. Cet. 1. [Jakarta] : Panji Masyarakat, 1982. NRLF B 3 940 452 Type EXP NRLF for loan details. CRL GenCollec 82-941234 Type EXPLAIN CRL for loan details.
9. Natsir, M., 1908-1993. Ikhtaru ihda al-sabilayn, al-din aw al-la-diniyah / Muhammad Nasir. al- Tab'ah 4. Jiddah : al-Dar al-Sa'udiyah lil-Nashr wa-al-Tawzi', 1983. NRLF B 3 653 532 Type EXP NRLF for loan details.
10. Natsir, M., 1908-1993. Iman, sumber kekuatan lahir dan batin : khutbah nikah : disertai dengan Undang-undang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan dan penjelasan2-nya / oleh M. Natsir. Jakarta : Fajar-Shadiq, [pengantar 1974]. CRL GenCollec 79-941759 Type EXPLAIN CRL for loan details.
11. Natsir, M., 1908-1993. Islam dan akal merdeka / M. Natsir. Cet. 4. Jakarta : Media Da'wah, 1988. Series title: Seri media da'wah ; 69. UCB Main DS625 .N377 1988
12. Natsir, M., 1908-1993. Islam dan Kristen di Indonesia / M. Natsir. [Dihimpun dan disusun oleh Saifuddin Anshari. Tjet. 1]. Bandung : Penerbit Peladjar, 1969. NRLF B 4 069 868 Type EXP NRLF for loan details. CRL GenCollec 76-941080 Type EXPLAIN CRL for loan details.
13. Natsir, M., 1908-1993. Kebudayaan Islam dalam perspektif sejarah : kumpulan karangan / M. Natsir ; disunting oleh Endang Saifuddin Anshari ; pendahuluan oleh Ajip Rosidi. Cet. 1. Jakarta : Girimukti Pasaka, 1988. UCB Main BP25 .N35 1988
14. Natsir, M., 1908-1993. Kegelisahan ruhani di Barat : peranan dan tanggung djawab civitas academica dan perguruan tinggi / [oleh] M. Natsir. Disusun oleh S.U. Bajasut. Surabaja : DDII Perwakilan Djatim, [1969]. NRLF B 4 187 584 Type EXP NRLF for loan details. CRL GenCollec 77-940918 Type EXPLAIN CRL for loan details.
15. Natsir, M., 1908-1993. Kumpulan khutbah hari-raya / oleh M. Natsir. Cet. 1. [Jakarta] : Media Da'wah, Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, 1975. CRL GenCollec 76-941285 Type EXPLAIN CRL for loan details.
16. Natsir, M., 1908-1993. Masalah Palestina / M. Natsir. Tjet. 1. Djakarta : Hudava, 1970 i.e. 1971. UCB Main DS119.7 .N3751 CRL GenCollec 73-942386 Type EXPLAIN CRL for loan details.
17. Natsir, M., 1908-1993. Pesan perjuangan seorang bapak : percakapan antar generasi / [M.Natsir] ; penyunting, A.W. Pratiknya. Ed. ulang. Jakarta : Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia : Laboratorium Dakwah, 1989. UCB Main BP63.I5 N35 1989
18. Natsir, M., 1908-1993. Tugas dan peranan Ulama / M. Natsir. [Jakarta] : Dewan Da'wah Islamijah Indonesia, [1972?]. CRL GenCollec 72-942386 Type EXPLAIN CRL for loan details.
19. Natsir, M., 1908-1993. World of Islam Festival dalam perspektif sejarah : ceramah padatanggal 19 Juni 1976 di Gedung Kebangkitan Nasional Jakarta / Mohammad Natsir.Jakarta : Yayasan Idayu, 1976. NRLF B 3 188 356 Type EXP NRLF for loan details. CRL GenCollec 77-941419 Type EXPLAIN CRL for loan details.
20. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Capita selecta. [Dihimpunkan oleh: D. P. Sati Alimin]. Bandung, W. van Hoeve [1954?-1957?]. NRLF $B 444 324 Type EXP NRLF for loan details.
21. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Capita selecta / M. Natsir. Tjetakan ketiga. Djakarta : Penerbit Butan Bintang, 1973. UCLA URL BP 25 N214c 1973
22. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Dapatkah dipisahkan politik dari agama? Dr. Mohammad Iqbal. Djakarta, Toko Buku & Penerbit Mutiara [1953?]. NRLF B 4 226 871 Type EXP NRLF for loan details.
23. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Fiqhud-da'wah; djedjak risalah dan dasar-dasar dawah [oleh] M. Natsir, disusun oleh S. U. Bajasut. [Tjet, 1. Surabaja, Jajasan Da'wah Islamijah, 19-- NRLF $C 74 303 Type EXP NRLF for loan details.
24. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Hendak kemana Masjumi? : Kepada seluruh keluarga Masjumi, Pimpinan Partai menjampaikan amanat ini pada tgl. 7 Nopember 1953 / [Moh. Natsir]. [Djakarta : Penerangan Pimpinan Partai Masjumi], [1953]. NRLF $B 583 953 Type EXP NRLF for loan details.
25. Natsir, M. (Mohammad), 1908-
Hidup bahagia / oleh M. Natsir [dan] Nasroen A. S. Bandung : Vorkink-Van Hoeve, 1954. NRLF B 4 136 992 Type EXP NRLF for loan details.
26. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Islam dan akal merdeka / oleh Mohd. Natsir. Tasikmalaja : Persatoean Islam bg. Penjiaran, [1947?]. NRLF $B 376 934 Type EXP NRLF for loan details.
27. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Islam sebagai dasar negara : pidato dalam sidang pleno Konstituante pada tanggal 12 Nopember 1957 / Moh. Natsir. Bandung : Pimpinan Fraksi Masjumi dalam Konstituante, 1957. NRLF B 3 643 264 Type EXP NRLF for loan details.
28. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Islam sebagai ideologie. Cet. 2. Djakarta : Pustaka Aida, [1950]. UCB Main BP161 .N27 1950
29. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Kubu pertahanan mental dari abad keabad / [oleh] M. Natsir. Surabaja, DDII Perwakilan Djatim [1970]. NRLF $B 779 218 Type EXP NRLF for loan details.
30. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Membangun diantara tumpukan puing dan pertumbuhan : keterangan pemerintah diutjapkan dimuka sidang Dewan Perwakilan Rakjat Sementara di Djakarta pada tanggal 10 Oktober, 1950. [Djakarta] : Kementerian Penerangan, [1950?]. NRLF B 3 810 542 Type EXP NRLF for loan details. NRLF B 3 810 542 Type EXP NRLF for loan details.
31. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Oposisi membangun demokrasi : pemandangan umum babak II di Dewan Perwakilan Rakjat 6 September 1953 / oleh Mohammad Natsir. Djakarta : Penerangan Sekr. P. P. Masjumi, [1953]. NRLF $B 588 610 Type EXP NRLF for loan details.
32. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Persatuan agama dengan negara; M. Natsir versus Soekarno, oleh M. Natsir. Tjet. 2. Padang, Jajasan Pendidikan Islam, 1968. NRLF $B 8 284 Type EXP NRLF for loan details.
33. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Pidato ketua umum P.P. Masjumi Mohammad Natsir dalum pemandangan umum babak ke-I di Dewan Perwakilan Rakjat, 28 Agustus 1953. [Djakarta, Penerangan Sekr. P.P. Masjumi, 1953?]. UCB Main DS644 .N3531
34. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Revolusi Indonesia. Bandung : Pustaka Djihad, [1955]. UCB Main DS644 .N354 1955
35. Natsir, M. (Mohammad), 1908-
Some observations concerning the role of Islam in national and international affairs; an address originally made before the Pakistan Institute of World Affairs with subsequent elucidatory additions. Ithaca, Southeast Asia Program, Dept. of Far Eastern Studies, Cornell University, 1954. Series title: Data paper (Cornell University. Southeast Asia Program) ; no. 16. UCB Main BP173.6 .N3 UCB Moffitt BP173.6 .N3 UCLA URL DS 503 C81 no.16 UCR Rivera BP173.6 .N3 1976
36. Natsir, M. (Mohammad), 1908- Tindjauan hidup / oleh M. Natsir. Djarta : Widjaya, 1957. NRLF B 3 885 180 Type EXP NRLF for loan details.
37. Natsir, M. (Muhammad) Some observations concerning the role of Islam in national and international affairs : an address originally made before the Pakistan Institute of World Affairs with subsequent elucidatory additions /... Ithaca, N.Y. : Southeast Asia Program, Dept. of Far Eastern Studies,Cornell University, 1954. Series title: Data paper (Cornell University. Southeast Asia Program) ; no. 16. UCSC McHenry DS503.4.C67D3 no.16
38. Nessa, M. Natsir. Studi pendahuluan terhadap sistem pertambakan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan / oleh M. Natsir Nessa. [Ujung Pandang] : Proyek Penelitian, Universitas Hasanuddin, 1981/1982 [i.e. 1982]. CRL GenCollec FICHE 86/81044 Type EXPLAIN CRL for loan details.
39. Wanita Islam Indonesia dalam kajian tekstual dan kontekstual : kumpulan makalah seminar / di bawah redaksi, Lies M. Marcoes-Natsir, Johan Hendrik Meuleman. Jakarta : INIS, 1993. Series title: Seri INIS ; 18. UCB Main HQ1170 .W36 1993
40. Natsir, M., 1908-1993. Basa Soenda ; panoengtoen pikeun neroeskeun diadjar basa Soenda [didamel koe] Moechlis [et al.]. Weltevreden Visser, 1921-26. Series title: Great Collections Microfilming Project. Phase I, John M. Echols Collection. CRL SE Asian MF-10289 SEAM reel 328 item 14 SEAM Type EXPLAINCRL for loan details.
X____________________________ Sjamsir SjarifIndonesian Translator and Cultural Consultant
The Law of Attraction; Memoar Hasan Al Banna; Menuju Jama'atul Muslimin; Fiqhud Dakwah; Photography;
Computer; Agama; Dakwah; Videografi; Nasheed; Murottal; FREE PALESTINE!Fiqhud-dakwah. Ilmu yang
memahami aspek hukum dan tatacara yang berkaitan dengan dakwah, sehingga para muballigh bukan saja paham
tentang kebenaran Islam “Sedikit-sedikit bid'ah, sedikit-sedikit sesat”, “Mengkafirkan umat Islam selain mereka”,
“Hanya mengambil sikap keras Salaf dan melupakan kelemahlembutan mereka”, “Tidak tahu fiqhud dakwah” dan
berbagai macam tuduhan dusta lainnya. fiqhud dakwah 242 reads Da’wah Training Programme. Page 1 of 4.
FORMS OF DA’WAH by Dr. ZAKIR NAIK 1.a. PENGENALAN · Dakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim dan
muslimah di setiap masa. Apalagi pada zaman sekarang, umat Islam tengah menghadapi serangan ganas yang
bertubi (Fiqhud Da'wah). Ramadhan yang dikenal juga dengan syahrul ibadah merupakan bulan untuk memperkuat
hubungan dengan Wali dan Pelindung para da'i. karena seorang da'i sejati adalah seorang abid (seorang yang taat
beribadah) kepada Allah, Fiqhud-dakwah Ilmu yang memahami aspek hukum dan tatacara yang berkaitan dengan
dakwah, sehingga para muballigh bukan saja paham tentang kebenaran Islam akan tetapi mereka juga Buku-buku
bacaan utama itu antara lain, Naar de Republiek Indonesia, Madilog, dan Massa Actie karya Tan Malaka, Alam
Pikiran Yunani dan Demokrasi Kita karya Hatta, Fiqhud Dakwah dan Capita Selecta karya Natsir, serta Perjuangan
Kita Kami – kata Rasulullah – diperintahakan supaya berbicara kepada manusia menurut kadar kecerdasan mereka
masing-masing (M.Natsir : “Fiqhud Dakwah”, 1981:162). Sudah sa'atnya dijelaskan secara lugas, gamblang tentang
Hidupnya tak terlalu berwarna. Apalagi penuh kejutan ala kisah Hollywood:perjuangan, petualangan, cinta, perselingkuhan, gaya yang flamboyan,dan akhir yang di luar dugaan, klimaks. Mohammad Natsir menarik karenaia santun, bersih, konsisten, toleran, tapi teguh berpendirian. Satuteladan yang jarang.
DIA,Mohammad Natsir (17 Juli 1908–6 Februari 1993), orang yang puritan.Tapi kadang kala orang yang lurus bukan tak menarik. Hidupnya takberwarna-warni seperti cerita tonil, tapi keteladanan orang yangsanggup menyatukan kata-kata dan perbuatan ini punya daya tariksendiri. Karena Indonesia sekarang seakan-akan hidup di sebuahlingkaran setan yang tak terputus: regenerasi kepemim*pinan terjadi,tapi birokrasi dan politik yang bersih, kesejahteraan sosial yang lebihbaik, terlalu jauh dari jangkauan. Natsir seolah-olah wakil sosok yangberada di luar lingkaran itu. Ia bersih, tajam, konsisten dengan sikapyang diambil, bersahaja.
Dalam buku Natsir, 70 Tahun Kenang-kenangan Kehidupan danPerjuangan, *Ge*orge McTurnan Kahin, Indonesianis asal Amerika yangbersimpati pada perjuangan bangsa Indonesia pada saat itu, berceritatentang pertemuan pertama yang mengejutkan. Natsir, waktu itu MenteriPenerangan, berbicara apa adanya tentang negeri ini. Tapi yang membuatKahin betul-betul tak bisa lupa adalah penampilan sang menteri. "Iamemakai kemeja bertambalan, sesuatu yang belum pernah saya lihat diantara para pegawai pemerintah mana pun," kata Kahin.
Mungkin karena itulah sampai tahun ini—seratus tahun setelahkelahirannya, 15 tahun setelah ia mangkat—tidak sedikit orang menyimpan
keyakinan bahwa Mohammad Natsir merupakan sebagian dunia kontempo*rerkita. Masing-masing memaklumkan keakraban dirinya dengan tokoh ini. Dikalangan Islam garis keras, misalnya, banyak yang berusaha melupakankedekatan pikirannya dengan demokrasi Barat, seraya menunjukkan betapagerahnya Natsir menyaksikan agresivitas *misionaris Kristen di tanahair ini. Dan di kalangan Islam *moderat, dengan politik lupa-ingat yangsama, tidak sedikit yang melupakan periode ketika bekas perdana menteridari Partai Masyumi* ini memimpin Dewan Dakwah* Islamiyah; serayamengenang masa tatkala perbedaan pendapat tak mampu memecah-belahbangsa ini. Pluralisme, waktu itu, sesuatu yang biasa.
Memang Mohammad Natsir hidup ketika persahabatan lintas ideologibukan hal yang patut dicurigai, bukan suatu pengkhianatan. Natsir padadasarnya antikomunis. Bahkan keterlibatannya kemudian dalamPemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), antara lain,disebabkan oleh kegusaran pada pemerintah Soekarno yang dinilainyasemakin dekat dengan Partai Komunis Indonesia. Masyumi dan PKI, duayang tidak mungkin bertemu. Tapi Natsir tahu politik identitas tidak diatas segalanya. Ia biasa minum kopi bersama D.N. Aidit di kantin gedungparlemen, meskipun Aidit menjabat Ketua Central Committee PKI ketikaitu.
Perbedaan pendapat pula yang mempertemukan Bung Karno danMohammad Natsir, dan mengantar ke pertemuan-pertemuan lain yang lebihberarti. Waktu itu, pe*ngujung 1930-an, Soekarno yang menjagokannasionalis*me- sekularisme dan Natsir yang mendukung Islam sebagaibentuk dasar negara terlibat dalam polemik yang panjang di majalahPembela Islam. Satu polemik yang tampaknya tak berakhir dengankesepakatan, melainkan saling mengagumi lawannya.
Lebih dari satu dasawarsa berselang, keduanya "bertemu" lagidalam keadaan yang sama sekali berbeda. Natsir menjabat menteripenerangan dan Soekarno presiden dari negeri yang tengah dilandapertikaian partai politik. Puncak kedekatan Soekarno-Natsir terjadiketika Natsir sebagai Ketua Fraksi Masyumi menyodorkan jalan keluarbuat negeri yang terbelah-belah oleh model federasi. Langkah yangkemudian populer dengan sebutan Mosi Integral, kembali ke bentuk negarakesatuan, itu berguna untuk menghadang politik pecah-belah Belanda.
Mohammad Natsir, sosok artikulatif yang selalu memeliharakehalusan tutur katanya dalam berpolitik, kita tahu, akhirnya tak bisamenghindar dari konflik keras dan berujung pada pembuktian tegas antarasi pemenang dan si pecundang. Natsir bergabung dengan PRRI/Perjuang* anRakyat Semesta, terkait dengan kekecewaannya terhadap Bung Karno yangterlalu memihak PKI dan kecenderungan kepemimpinan nasional yangsemakin otoriter. Ia ditangkap, dijebloskan ke penjara bersama beberapatokoh lain tanpa pengadilan.
Dunianya seakan-akan berubah total ketika Soekarno, yangmemerintah enam tahun dengan demokrasi terpimpinnya yang gegap-gempita,akhirnya digantikan Soeharto. Para pencinta demokrasi memang terpikat,menggantungkan banyak harapan kepada perwira tinggi pendiam itu.Soeharto membebaskan tahanan politik, termasuk Natsir dankawan-kawannya. Tapi tidak cukup lama Soeharto memikat para pendukungawalnya. Pada 1980 ia memperlihatkan watak aslinya, seorang pemimpin
yang cenderung otoriter.
Dan Natsir yang konsisten itu tidak berubah, seperti di masaSoekarno dulu. Ia kembali menentang gelagat buruk Istana danmenandatangani Petisi 50 yang kemudian memberinya stempel "musuh utama"pemerintah Soeharto. Para tokohnya menjalani hidup yang sulit. Bisniskeluarga mereka pun kocar-kacir karena tak bisa mendapatkan kreditbank. Bahkan beredar kabar Soeharto ingin mengirim mereka ke PulauBuru—pulau di Maluku yang menjadi gulag tahanan politik peng*ikut PKI.Soeharto tak memenjarakan Natsir, tapi dunianya dibuat sempit. Parapenanda tangan Petisi 50 dicekal.
Mohammad Natsir meninggalkan kita pada 1993. Dalam hidupnya yangcukup panjang, di balik kelemahlembut* annya, ada kegigihan seorang yangmempertahankan sikap. Ada keteladanan yang sampai sekarang membuat kitasadar bahwa bertahan dengan sikap yang bersih, konsisten, danber*sahaja itu bukan mustahil meskipun penuh tantang*an. Hari-haribelakangan ini kita merasa teladan hidup seperti itu begitu jauh,bahkan sangat jauh. Sebuah alasan yang pantas untuk menuliskan tokohsantun itu ke dalam banyak halaman laporan panjang edi*si ini.__________________“Ke depan, tak boleh ada lagi pemimpin yang mengorbankan anak buahnya”
Natsir juga bukan sosok yang selalu sabar. Sesekali ia juga masih tampak marah. Tetapi,
dalam konteks membangun umat dan bangsa, ia seorang pendakwah sejati. Seorang yang
selalu berpegang pada prinsip-prinsip kesantunan dan kesabaran dalam melangkah. Prinsip
itu selalu dijaganya. Dengan kesantunan dan kesabaran ia jaga keutuhan bangsa dan umat
ini. Baginya, bangsa dan umat bagai dua sisi berbeda dari keping mata uang yang sama.
Langkah-langkahnya hampir selalu diperuntukkan bagi bangsa dan umat sekaligus.
Natsir sempat berpolemik panjang dengan Soekarno soal landasan bernegara. Tentu ia juga
berseberangan aliran dengan Kasimo yang Katolik. Tapi, buat Indonesia yang mayoritas
penduduknya Muslim ini, ia duduk dan berbagi pandang dengan mereka. Ketika bangsa ini
terancam terbelah-belah, Natsir mengajukan 'mosi' yang mengukuhkan kesatuan Indonesia
sebagai republik. Langkah yang sangat menguntungkan Soekarno dalam memimpin. Natsir
pun tak risau ketika tak lama kemudian Soekarno seperti tak mengingat jasanya. Bahkan,
menjebloskannya ke tahanan.
Hal serupa terjadi semasa Soeharto. Ia telah membantu Soeharto menata kembali negeri ini
setelah carut-marut G30S/PKI. Setidaknya dialah yang menjadi kunci pembukaan hubungan
kembali dengan Malaysia. Tapi, ia mendapat perlakuan yang tak semestinya ia dapatkan
sebagai negarawan. Buat Natsir itu bukan soal. Ia berbuat dan berbuat semata untuk
kebaikan bangsa dan negara. Bukan buat kegagahan, kekuasaan, dan harta sebagaimana
kebanyakan kita. Ia, sekali lagi, seorang pendakwah sejati. Seorang yang mensyukuri setiap
keadaan yang dihadapinya. Seberapa pun buruk keadaan itu. Ia akan antusias
memperbaikinya. Ia seorang yang akan melihat gelas yang separuhnya berisi air sebagai
'setengah penuh'. Bukan 'setengah kosong'.
Dalam berpolitik untuk umat, Natsir telah mengukir karya yang hingga sekarang belum ada
tandingannya. Baginya, keislaman akan selalu berjalan seiring dengan intelektualitas,
profesionalitas. Partai Masyumi yang dibangunnya adalah representasi cara pandang itu.
Baginya, berpartai bukan buat kedudukan dan harta. Berpartai adalah buat
memperjuangkan nilai-nilai kabangsaan dan keislaman yang mencakup intelektualitas-
profesionalitas. Ini sisi lemah bangsa dan umat ini, hingga tertinggal dari bangsa lain.
Banyak tokoh bangsa dan umat kita saat ini yang lemah dalam intelektualitas. Apalagi
profesionalitas. Padahal, tak akan ada bangsa dan umat yang dapat maju tanpa itu.
Lima belas tahun silam sang pribadi itu meninggalkan hiruk-pikuk dunia ini untuk
menghadap-Nya. Seabad kelahirannya sekarang seperti lonceng yang mengingatkan:
tidakkah ini saat tepat buat merenung sejenak, belajar dari Natsir.
__________________
http://hmasoed.wordpress.com/2008/04/16/amar-makruf-nahi-munkar/Amar Makruf Nahi Munkar Posted April 16, 2008 by Buya Masoed Abidin in Buku Buya, Dakwah Komprehensif, Masyarakat Adat, Mohamad Natsir, Pesan Pesan Dakwah Mohamad Natsir.
Pesan Pesan Dakwah Mohamad Natsir
Amar Makruf Nahi Munkar
Oleh : H Mas’oed AbidinDewan Dakwah mengutamakan amar makruf nahi munkar berbentuk reaksi, sosial kontrol sering pula dengan kepeloporan.Ditujukan terhadap hal hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama, disikapi secara reaktif bil-hikmah.Artinya, Dewan Dakwah selalu mendukung pemikiran pemikiran baru jika bermanfaat dan tidak membingungkan umat, apalagi sampai menggoyang Aqidah.Maka wajar saja, jika di samping kegiatan sosial, Dewan Dakwah juga mengikuti perkembangan politik, terutama yang berkaitan dengan agama.Para pemimpin yang menggerakkan Dewan Dakwah sangat arif dalam membaca arus yang tengah berkembang.Baik arus politik maupun sosial budaya.Persepsi dan image buruk terhadap partai politik yang terbentuk pada zaman Orde Lama sebagai penyebab instabilitas semakin kental di zaman Orde Baru.Persepsi tersebut telah dijadikan senjata propaganda sistematis untuk meminggirkan peran partai dalam percaturan politik nasional.Sebagai gantinya penguasa dan meliter menjadikan Golkar sebagai mesin politik baru, yang sepanjang sejarah Orde Baru tidak mau menyebut dirinya partai.
Upaya peminggiran partai ini diawali ketika Pemerintah mengajukan 3 Rancangan Undang-undang politik yaitu RUU tentang partai politik, RUU sistem Pemilu dan RUU politik dalam legislatif.Menyadari besarnya ancaman ketiga RUU itu terhadap eksistensi partai, anggota DPR waktu itu berusaha menggagalkan usaha pemerintah ini.Namun tanpa sepengetahuan mereka, pada bulan Juli 1967, Soeharto melakukan negosiasi politik dengan para pimpinan partai yang hasilnya dikemudian hari dikenal dengan “konsesus nasional”.Pertama, pemilihan akan dilaksanakan dengan sistem list (daftar) sebagaimana yang dikehendaki pimpinan partai.Kedua, keanggotaan DPR diperbesar dari 347 orang menjadi 460 orang.Ketiga, pemerintah berhak mengangkat 100 orang anggota DPR (75 mewakili kepentingan militer dan 25 mewakili kepentingan sipil non partai).Dan mengangkat sepertiga anggota MPR.Keempat, anggota ABRI melepaskan hak pilih mereka dalam pemilihan umum.Konsesus yang mengubah peta politik parle-menter Indonesia ini meski jelas merugikan partai.Sungguhpun begitu, tetap diterima oleh sebahagian para pimpinan partai karena mereka optimis akan memenangkan pemilihan umum.Konsesus ini telah menimbulkan kemarahan banyak para politisi partai di DPR. Akibatnya, selama tahun 1967-1968 Soeharto mengeluarkan mereka dari legislatif dan menggantikannya dengan orang-orang-nya.Masih dalam rangka melumpuhkan partai, keluarlah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12 tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1970 yang intinya melarang pegawai negeri menjadi anggota partai politik.Dan menetapkan pegawai-pegawai negeri harus memiliki monoloyalitas (kesetiaan tunggal) kepada pemerintah.Dalam hal ini memilih Golkar.Mereka yang bersikeras menjadi anggota Partai Politik, apalagi menjadi pengurusnya, harus rela keluar sebagai pegawai negeri.Arus mencemaskan di bidang budaya berupa derasnya kebangkitan nativisme yakni kepercayaan dan anutan anutan yang dianggap dari nenek moyang yang dilestarikan secara turun temurun.Kebangkitan kepercayaan dan pelestarian anutan nenek-moyang ini, yang bila dilihat bertolak belakang dengan ketentuan ayat-1 dari pasal 29 UUD 1945, yang menyatakan bahwa Indonesia memiliki keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ternyata mempunyai korelasi dengan proses sekularisasi atau spatialisasi pada kehidupan kemasyarakatan.Proses modernisasi dibarengi dengan industrialisasi, urbanisasi, sekularisasi, secara besar besaran membawa perubahan sangat berarti dalam semua dampak sosio politiknya.Telah menyebabkan makin cairnya pandangan ideologis umat dan bangsa.Masyarakat industri, memang memiliki kecenderungan untuk mengalami sekularisasi.Suatu upaya, yang memisahkan sektor sektor sosial budaya dari dominasi agama.Sekularisasi yang berpangkal dari faham sekularisme materialisme berkembang lebih cepat pada ma¬syarakat indusri.Sekularisme cenderung untuk meniadakan peranan agama.Sekalipun kemungkinan bahwa agama sekedar mempunyai tempat dan kotak, berupa spatialisai agama, hanya memerani bidang “Rohaniah”.Namun katanya sangat impoten sangat berperan dalam bidang kemasyarakatan yang lain.Suatu kekhawatiran terbesar umat Islam dan bangsa Indonesia masa kini dan mendatang, adalah timbulnya masyarakat yang dikotakkan kedalam kelas kelas, berdasar kepentingan dan penguasaan ekonomi yang berbeda.Dan, mungkin sekali saling bertentangan.Kecenderungan kearah pengkelasan dalam masyarakat terlihat semakin meningkat pada tiga dasawarsa terakhir.
Berakibat kepada beban dakwah umat Islam menjadi semakin berat.Dakwah Islam tidak semata harus menghadapi pemudaran dan pendangkalan nilai nilai agama.Tetapi, dipaksa mesti juga berhadapan dengan fragmentasi sosial ke dalam kelas kelas ekonomi, pemilikan, dan materi.Kebijakan perjuangan Islam menjadi bersifat ganda.Di satu pihak, umat Islam mempunyai tugas nasional.Mencegah pengkelasan masyar¬akat yang diakibatkan oleh sistem politik yang pragmatis.Menerapkan secara aktual ekonomi berbasis kerakyatan.Di lain pihak, umat Islam ingin mencegah sekularisasi.Tugas ganda ini bertumpu pada keyakinan bahwa Islam sebagai agama dan pandangan hidup, harus mencegah pengkelasan masyarakat.Pengkelasan masyarakat secara pasti mengarah dan berdampak kepada sekularisasi kehidupan.Arus dari aliran spiritualisme nativisme sampai batas tertentu mempunyai raison d’etre.Berhubung masyarakat industri selalu mempunyai ke cenderungan alienasi, yang diduganya dapat di tolong oleh spiritualisme yang merupakan terapi psikologis.Spritualisme dianggap sampah masyarakat perasaan tidak aman warga masyarakat Industrial.Lahir pula masyarakat dengan ilmu yang banyak diatas alas keimanan yang tipis. Too much science, too little faith.Usaha yang perlu dijalankan untuk mengatasi gejala sekularisme dan nativisme dapat bersifat teoritik dan empirik.Menghadapi sekularisme, secara teoritik Islam sudah mempunyai khasanah pustaka yang cukup luas.Tinggal memasyarakatkannya, dan mengaktualisasikannya.Dengan demikian garis besar upaya mencegah sekularisme ialah pengintregasian ilmu ilmu secara teoritk dalam sistem keagamaan.Secara empirik, penanggulangan sekularisme adalah pengintregasian sistem budaya dalam sistem sosial dengan ajaran agama.Tugas dakwah dalam menghadapi sekularisme menjadi sangat penting.Nativisme, dapat dihadapi dengan ketinggian spiritualisme Islam.Maka, secara teoritik sebenarnya, ajaran Islam dengan mudah dapat mengatasinya.Dalam menghadapi sekularisme dan nativisme, persoalan yang tersulit adalah masalah kelem bagaan.Senyatanya umat Islam cukup memiliki berbagai sumber daya, lembaga dan sumber ideologis bila mau berpedoman dari Risalah agama.Masalahnya kini adalah usaha berketerusan memanfaatkan dan mengarahkan dakwah di bidang sosial budaya.Guna menahan arus sekularisme.Pada dasarnya nativisme timbul dari kepercayaan terhadap “warisan nenek moyang”.Ditopang kesederhanaan berfikir.Sama sekali bukan dikarenakan sifat sifat tercela yang membuat mereka terjauh dari cahaya ilahi (Aqidah tauhid).Tidak semua warisan nenek moyang mesti ditinggalkan, ada yang masih bisa dipakai selama tidak berten¬tangan dengan aqidah Islamiyah.Warisan nenek moyang yang sesuai dengan Islam dapat dilestarikan.Bahkan dapat dikembangkan secara baik baik, mengharapkan kembali ruhul Islam.Persoalan sekularisme dan nativisme menjadi makin kompleks, karena adanya jalinan kerjasama antara dua kekuatan sosial budaya.Kerjasama ini terjadi karena mereka mempunyai kepentingan yang sama.Keuntungan politik yang diperoleh nativisme selama ini, mempunyai latar belakang sosial dan sejarah.
Nativisme kebanyakan didukung oleh kebanyakan keturunan para priyayi (aristokrat), yang kemudian menjadi birokrat.Secara historis pernah dalam masa yang panjang telah mempunyai jarak dengan budaya Islam.Melalui dakwah yang intensif akan terpintal tali jarak sosial antara priyayi dan santri yang semakin dekat.Kondisi ini dapat diharapkan membawa perkembangan sejarah sendiri.Pada ujungnya akan cenderung untuk menyusutkan dukungan priyayi birokrat kepada nativisme.Proses yang natural ini, akan terjadi sesudah masa generasi yang sekarang berada dalam birokrasi itu, berakhir.Proses sejarah ini bisa dipercepat, dengan dakwah yang lebih intensif.Karena itu perlu di tumbuhkan potensi umat.Unsur-unsur yang ingin memojokkan umat Islam kini sedang bekerja keras. Kekuatan-kekuatan asingpun telah bermain.Kita harus memperhatikan berbagai kegiatan yang ingin memojokkan umat Islam dengan cermat dan teliti.Sehingga, maksud mereka yang sebenarnya jangan sempat terbuka lebar.Jangan sampai terulang peristiwa masa lalu yang menyakitkan.Mereka yang “bermain,” kita sama kita sesama antara umat Islam dengan penguasa menjadi jauh.Dan akhirnya bukan saja kehidupan berbangsa terganggu, bahkan integrasi bangsa pun terancam.Tanda-tanda disintegrasi bangsa sudah mulai ada yang melihatnya.
Mengawal Posisi Umat, Pesan Pesan Dakwah Mohamad Natsir
akwah Mohamad Natsir Mengawal Posisi UmatPEMBINAAN DAN PEMBELAANGerakan Dakwah sadar ada kewajiban untuk melanjutkan tugas risalah Islamiyah yang dibawa Rasulullah SAW. Melalui kewajiban dakwah dikandung tujuan mulia. Menciptakan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil ‘alamin). Sudah menjadi tabi’at pembawaan, setiap risalah pasti menghadapi tantangan.Dalam menghadapi tantangan perlu kesiapan untuk bisa memberikan jawaban sewaktu-waktu. Karena itu tugas dakwah senantiasa mengandung dua sisi yang krusial dan penting, bina’an wa difa’an, membina dan mempertahankan. Membina yang sudah muslim sejak lahir, atau yang baru masuk Islam adalah tugas Dakwah Islamiyah.Membela Islam dan umatnya dari mereka yang tidak senang melihat kemajuan umat Islam atau yang melihat Islam sebagai rivalnya.Dakwah Islam berpedoman kepada Risalah Rasulullah menuntut adanya gerakan berkesinambungan. Pada gilirannya pula perlu pengorganisasian gerak.Suatu gagasan bisa diwujudkan secara nyata (aktual) hanyalah karena adanya nidzam yang terang dan teratur rapi. Nidzam ini merupakan perangkat utama dalam rangkaian harakah dakwah ilaa Allah.Mohamad Natsir mengingatkan, bila organisasi cara modern belum mampu diwujudkan, langkah pertama mesti dijaga adalah “berupaya mengokohkan dan selalu meningkatkan persaudaraan”.
Kunci keberhasilan terletak pada upaya bersama, “membulatkan persaudaraan” itu.Usaha ini menjadi gerakan antisipatif terhadap arus globalisasi negatif di abad sekarang.Penyatuan gerak dan program terpadu wajib dibangun dengan koordinasi.Seiring perkembangan zaman, kajian-kajian terus menerus dan komprehensif mesti dihidupkan. Mencetak tenaga-tenaga muda yang cerdas, berkemauan kuat, ihklas dan trampil, mesti segera dilakukan dalam program kadernisasi.Menghidupkan gerakan masyarakat bersama (Social Movement) dalam bentuk Forum Kerjasama Umat menjadi sangat strategis. Dari sini dapat dicanangkan kesadaran menghapus kemaksiatan dan berlomba menjadikan negeri bersih melalui bimbingan dakwah agar umat berperangai mulia terpuji dan selalu memelihara nilai-nilai Islami.Pembinaan kerjasama dengan lembaga dakwah yang ada dalam memerangi kemiskinan, dan bahaya pemurtadan, menjadi salah satu tuntutan di zaman ini. Perlu ada pusat pengumpul dan penjaji informasi tentang bahaya dan perusakan nilai-nilai akidah dan budaya yang terjadi di daerah-daerah.Suatu kemestian membentuk Litbang Dakwah yang memberikan saran-saran positif mendukung gerakan mendidik umat bersatu mewujudkan kesepakatan dalam ;• Pemantauan upaya-upaya permutadan.• Antisipasi terhadap ajaran sesat.• Mensosialisasikan hasil-hasil pertemuan.• Mengukuhkan fatwa agama Islam kepada seluruh masyarakat dan pemerintah.• Mempertegas hubungan mekanisme kerja lembaga-lembaga dakwah yang ada.• Mendukung dan memberi saran untuk pembangunan kehidupan bernegara secara holistik dalam panduan syariat Islam.• Menyiapkan konsep-konsep kotbah, sharing informasi pembangunan akhlak umat.• Berupaya dengan semua pihak untuk menutup peluang tumbuhnya prilaku maksiat dalam bentuk apapun pada kehidupan generasi muda di tanah air.Di sini terletak kekuatan meraih kemenangan. Perlu diingat bahwa, kemenangan adalah kelanjutan dan buah dari jihad.Seperti beras menjadi buahnya batang padi. Tentu akan mustahil bila tiada orang menanam padi akan bisa saja ditemukan beras.Mustahil pula manusia yang tidak mau berjihad, akan mendapatkan saja kemenangan.Umat mesti digerakkan untuk menyingsingkan lengan baju. Bekerja sungguh-sungguh. Merampungkan sekian banyak bengkalai yang belum jadi.Permulaan jihad adalah menghapus enggan dan lalai.Firman Allah memerintahkan untuk, ” Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.” (QS.22,Al-Hajj, 78 )Dakwah bergerak dalam kerangka jihad fii-sabilillah dengan menghidupkan giat dan sabar untuk memikul tugas kewajiban. Dari sini lahir tuntutan perlunya berorganisasi agar dapat menyalakan semangat berjihad.
Secara umum, institusi berjamaah dalam kalangan umat Islam Indonesia telah berkembang lama dalambentuk organisasi formal dan non formal.Organisasi formal jelas strukturnya. Eksistensi formal organisasi dan statusnya diakui oleh berbagai kalangan dalam dan di luar organisasi itu. Kegiatan utama himpunan anggo¬tanya, dapat berciri vertikal atau horisontal, integral atau sektoral.Organisasi non formal, terlihat pada ikatan jamaah anggotanya yang bersifat tidak formal yang terbentuk karena kesatuan idea atau kesamaan kegiatan.Dok.HMA.PARA DU’AT, IMAM KHATIB DAN PEMUKA MASYARAKAT TEKUN MENDENGAR TAUSHIYAH BAPAK MOHAMAD NATSIR DI ISLAMIC CENTER PADANG .Kepemimpinan lebih bersifat fungsional. Jamaah dan anggotanya bersifat terbuka, heterogen dan non afilia¬tif.Di antara anggotanya ada yang eksplisit sebagai jamaah masjid, jamaah kampus, jamaah pengajian, majlis ta’lim. Walau tidak sebagai jamaah, kegiatannya masih Islami, seperti kegiatan sosial ekonomi, arisan, koperasi, paguyuban, budaya dan seni, yang tetap dijiwai ajaran Islam.Keadaan organisasi Islam non formal, seperti jamaah mesjid tersebut tumbuh dengan sifat amat heterogen. Tampak pada jamaahnya bercampur beragam dalam umur, tidak tua dan muda, tidak pula kepada tingkat pengetahuan. Berbaur antara awam dan intelektual. Hubungan-hubungan berdasar ikatan paternalistik yang sering menyebabkan ikatannya dirasakan longgar.Syarat utama menjadi muslim yang baik adalah bermanfaat terhadap orang lain.Seluruh makhluk hakikatnya adalah keluarga Allah, yang disayangi Allah adalah yang bermanfaat sesama.( ) . داود أبو رواه eءg ما الس� فeي kنgم hالله hمh حgمkك kرg ي eضkر
g األ فeي kنgم حgمhوkا kار ، hنgمkح الر� hمhهhمgح kرg ي gنkوhمeاح الر�Orang-orang penyayang akan disayangi oleh Yang Maha Penyayang, maka sayangilah penduduk bumi agar yang di langit ikut pula menyayangimu. (HR.Abu Daud).Perlu diingat, yang paling banyak diperhatikan umat hanya yang paling banyak memperhatikan kepentingan umatnya itu.Konsekwensinya, setiap da’i harus siap untuk menerima segala cobaan dari Allah dalam menjaga umatnya.” Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul) dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya?”. (QS.12,Yusuf:109).Masyarakat dan lingkungan adalah satunya lapangan operasinya para da’i, tempat berdakwah sepanjang hidup.Pentingnya organisasi sebagai alat perjuangan terbukti dalam lintasan sejarah.Juga dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia secara sahih.Perjuangan bangsa Indonesia diwarnai pergerakan organisasi kemasyarakatan. Baik itu di bidang politik dan non politik. (Tulisan ini bagian dari Pesan Pesan Dakwah Mohamad Natsir, Dakwah Komprehensif, dihimpun H.Mas’oed Abidin, [email protected])
Puisi ini ditulis Hamka di Ruang Sidang Konstituante pada 13 November 1957, setelah mendengar pidato Moh. Natsir di Majlis Konstituante:KutipNatsir mengupas tuntas kelemahan sekularisme, yang dia katakan sebagai paham tanpa agama, atau la diiniyah. Sekularisme, kata Natsir, adalah suatu cara hidup yang mengandung paham, tujuan, dan sikap hanya di dalam batas keduniaan. ”Seorang sekularis tidak mengakui adanya wahyu sebagai salah satu sumber kepercayaan dan pengatahuan. Ia menganggap bahwa kepercayaan dan nilai-nilai itu ditimbulkan oleh sejarah ataupun oleh bekas-bekas kehewanan manusia semata-mata dan dipusatkan kepada kebahagiaan manusia dalam kehidupan sekarang ini belaka,” ujar Natsir.
Natsir dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar
menjadikan Islam sebagai dasar negara RI. Kata Natsir, ”Jika dibandingkan dengan sekularisme yang sebaik-baiknya pun, maka adalah agama masih lebih dalam dan lebih dapat diterima oleh
akal . Setinggi-tinggi tujuan hidup bagi masyarakat dan perseorangan yang dapat diberikan oleh sekularisme, tidak melebihi konsep dari apa yang disebut humanity (perikemanusiaan). Yang menjadi soal adalah pertanyaan, ”Dimana sumber perikemanusiaan itu?”
Puisi Hamka untuk NATSIR ...
Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar
Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapi
Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi
Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu .......!
Mohammad Natsir : Berdakwah Di Jalur Politik, Berpolitik Di Jalur Dakwah
ISBN: 9789834442903
Author: WADAH & KUIS
Publisher: WADAH & KUIS
Year: 2009
No of Pages: 147
Product ID: 387
"Dia tidak bakal berpakaian seperti seorang menteri, namun demikian dia adalah seorang yang amat cekap dan
penuh kejujuran; jadi kalau anda hendak memahami apa yang sedang terjadi dalam Republik, anda seharusnya
berbicara dengannya."
Haji Agus Salim
"Saya merasakan pengkaji-pengkaji Islam kontemporer di barat tidak berlaku adil terhadap Natsir dan perjuangan
umat Islam Indonesia, Sekiranya mereka mengkaji pemikiran Natsir dan Gerakan Masyumi serta sejarah "demokrasi
konstitusional" di Indonesia sebelum dihancurkan oleh Orde Lama, persoalan compatibility atau kesejajaran Islam
dan demokrasi itu tidak akan timbul."
Anwar Ibrahim
"Izinkanlah kami anak-anak yang ingin belajar berjuang, untuk ikut menumpang berteduh di bawah naungan
kepimpinan Bapak. Alangkah bahagianya, andainya kami, anak-anak yang mendambakan kasha sayang orang tua,
juga diizinkan untuk ikut memiliki Bapak."
Siddiq Fadzil
Price: MYR 35.00
EMINAR SERANTAU MEMPERINGATI 100 TAHUN PAHLAWAN NASIONAL
BAPAK MOHAMAD NATSIR
SABTU 10 JANUARI 2009
PKK, KUIS, BANGI, SELANGOR
ANJURAN WADAH & KUIS
Wadah Pencerdasan Umat Malaysia (WADAH) (1947-05-7)No 8, Jalan Surada Satu, Taman
Desa Surada43650 Bandar Baru BangiSelangor Darul Ehsan (Tel) 603-8925 2344(Fax) 603-
Kesusastraan Barat Klasik. Sebenarnya beliau punya kesempatan memperoleh besiswa
untuk melanjutkan sekolahnya ke Leiden pada pendidikan yang lebih tinggi. Namun beliau
memilih mendalami kajian keagamaan melalui ustaz A. Hassan yang dikenal dengan ulama
yang berpaham radikal dan jadi sesepuh organisasi sosial keagamaan.
Beliaupun menolak tawaran bekerja sebagai pegawai negeri pemerintah Hindia Belanda dan
lebih tertarik menekuni dunia pendidikan. Obsesi itu membuat ia mendirikan Yayasan
Pendidikan Islam di Bandung sekaligus menjabat Direktur dari tahun 1932-1942. Keluasan
wawasannya mencuat kepermukaan setelah dapat menguasai beberapa bahasa asing
sebagai alat untuk menggali buku-buku tokoh kelas dunia. Bapak Mohamad Natsir mulai
berkecimpung dalam dunia politik setelah beliau menjadi anggota PII (Partai Islam
Indonesia) pada awal tahun 40 an, memimpin organisasi yang terkenal radikal untuk bumi
pancasila.
Majelis Al Islam A'la Indunisiya (MIAI) semakin berkiprah setelah kepemimpinannya. Bahkan
dalam masa penjajahan Jepang ( 1942-1945) sesepuh dari berbagai kalangan ini masih
sempat jadi kepala bagian di Pemerintahan Daerah Bandung sekaligus merangkap
sekretaris Sekolah Tinggi Islam (STI) Jakarta.
Di samping itu, saat Pemerintah Jepang berkuasa di negeri Ini, terbentuklah Masyumi
(Majelis Syura Muslimin Indonesia) di bawah kepemimpinannya. Kiprah politiknya semakin
menanjak semenjak beliau tampil jadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada
tahun 1945-1946 dan menjabat anggota DPR Sementara di tahun 1948 menjabat sebagai
Menteri Penerangan. Karier politiknya sampai ke puncak ketika ia dilantik menjadi Menteri
Penerangan Republik Indonesia. Peranan beliau amat menentukan dalam penyelamatan
untuk tetap mempertahankan bentuk Republik sesuai dengan amana Proklamasi 1945, pada
tahun 1950-an. Mosi Integrasinya adalah manuver politik yang mengantarkan dia menjadi
Perdana Menteri pada usia 42 tahun. Kariernya sebagai politikus mengalami pasang surut
setelah bergesekan dengan dinding kekuasaan Demokrasi Terpimpin, yang menjadikan
angin segar bagi Komunis pada saat itu.
Di tengah gelombang politik yang semakin menggelora, Moh. Natsir berada di "tengah-
tengah arus" oposan yang digalang oleh para Panglima militer di berbagai daerah dengan
wujud PRRI ( Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia). Dengan hadirnya beliau di
barisan oposisi ini, konflik semakin merebak hingga agresi fisik dan bentrokan senjata tidak
bisa dihindari. Dengan "dalih" tuduhan subversif, Bapak Mohamad Natsir terpaksa
meringkuk di belakang terali besi selama 7 tahun, tanpa proses peradilan di Batu Malang
Jawa Timur. Status sebagai tahanan politik berakhir tahun 1966 di Rumah Tahanan Militer
(RTM), Jakarta.
Bapak Mohamad Natsir menghirup udara kebebasan setelah Presiden Soekarno jatuh dari
kursi kepresidenannya. Sebagai seorang panutan umat, ia selalu tampil untuk menyuarakan
nurani umat, kendatipun kadang-kadang dengan mempergunakan nama samaran. Dengan
menggunakan nama samaran Moechlis di majalah "Pembela Islam" awal tahun 1930an. Ia
tampil meneriakkan berbagai masalah umat yang berkaitan dengan hubungan inter dan
antara umat beragam, politik, kebudayaan, ekonomi dan berbagai dilema yang tersentuh
oleh realitas yang kadang-kadang sempat menyentuh hal-hal sensitif sehingga ia harus
berhadapan dengan pemegang kekuasaan.
Sejak tahun 1967, di samping sebagai Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) sampai
akhir hayatnya, kepiawaiannya sebagai seorang pemikir dan aktivis dakwah tidak hanya
bergema di negeri tercinta ini akan tetapi menjulang tinggi dalam harokah (pergerakan)
Islam International. Aktif sebagai anggota Muslim League Makkah (1969-1993), berkiprah di
Majlis A'la Al Alamy li Masjid di Makkah kemudian menjabat wakil presiden World Moeslim
Congress (Muktamar Alam Islami) Karachi di Pakistan (1967-1993). Juga ikut membidani The
International Islam Charitable Foundation, Kuwait dan Oxford Center For Islamic Studies di
Inggris.
Sebelum melambaikan tangan selamat tinggal pada 6 Februari 1993 di Jakarta, tokoh
kawakan ini masih sempat meninggalkan jejak perjuangan berupa khazanah intlektual dan
buku-buku yang bernuansa dakwah seperti Fiqhud Dakwah, Islam dan Akal Merdeka, Fungsi
Dakwah Perjuangan, Tugas Ulama, Kapita Selecta dan masih banyak lainnya.
Mohamad Natsir memang punya peran khusus yang tidak bisa dilupakan oleh sejarah
bangsa dan negara ini.
berdakwah di jalur politik, berpolitik di jalur dakwah
M. Natsir, Mohd Asri Abdul, Mohd Halimi Abdul Hamid, Rahmah Hashim, Wadah Pencerdasan Umat
Malaysia, Kolej Universiti Islam Antarabangsa Selangor
Bersama Wadah Pencerdasan Umat Malaysia (WADAH) [dan] Kolej Universiti Islam Antarabangsa
Selangor (KUIS), 2009 - 122 pages
Mohammad Natsir, an Indonesian Muslim scholar and former Prime Minister and his role in politics and
Islamic propagation; festschrift in honor of his 100th anniversary.
100 years commemorating Bapak Muhammad Natsir
Jan 10, 2009Muhammad Natsir was born on July 17, 1908 in Alahan Panjang, West Sumatra, Indonesia. His father worked as a Dutch Indies government employee and the grandfather was reknown ulama in his hometown. His parents descended from Maninjau, part of Minangkabau ethnic group.At an early age, Natsir received two education system. Western system in HIS Solok and Islamic system in his secondary school in Pesantren that was lead by Haji Rasul followers. On 1923, Natsir received the scholarship from MULO, Padang, and completed his formal education in AMS, Bandung. Apart from that he has risen to be the Prime Minister of Indonesia from 5th September 1950 to April 26, 1951. There has never been any event commemorating 100 years of any personalities in Indonesia attended by so many participants as what happened in the Convention Centre of International College University Islam Selangor in Bangi on Jan 10, 2009.Mohamad Natsir as an Indonesia hero fighting independence and struggle for the enhancement of Indonesian people liberising their minds and provide the way for peaceful transition from the Dutch colonial masters.The opening speech was made by Tan Sri Khalid Ibrahim, the Chief Minister of Selangor and the Key Note Address was given by Dato’ Sri Anwar Ibrahim, representing the Malaysian people and was a personal friend of Bapak Muhammad Natsir. He then launch the book
BERDAKWAH DIJALUR POLITIK, BERPOLITIK DI JALUR DAKWAH
Among the attendees were his daughter Ibu Asma Faridah Saleh, Prof Dr Redzuan Othman as the moderator, Dato’ Dr. Siddik Fadhil with other speakers like Prof Dr Laode, M Kamaluddin, Chris Siner Key Timu, Prof Madya Muhammad Nur Manuti, Syuhada Bahari, Prof Dr Mohd Kamal Hassan, Dr, Gamal Abdul Nasir Hj Zakaria from Brunei.insanMaya Sdn Bhd contributed the Multimedia presentation for the launching after the book was launched. It reflects a 3-4 minutes multimedia clip depicting the history of Pak Natsir since his early ages running through a wall of time chart moving with a pure Indonesian traditional music as background
M. Natsir, dakwah dan pemikirannya [Unknown Binding]
Thohir Luth (Author)
thoughts of M. Natsir on politics and Islam in Indonesia.