i KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala karunia dan ridho serta rahmat dari-NYA sehingga Naskah Akademik yang berjudul “Badan Usaha Milik Desa" di Kabupaten Mahakam Ulu ini dapat diselesaikan. Penyusunan Naskah Akademik ini disusun untuk digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah di Kabupaten Mahakam Ulu. Dengan keterbatasan pengalaman, pengetahuan maupun pustaka yang ditinjau, kami menyadari bahwa penyusunan Naskah Akademik ini masih jauh dari sempurna dan perlu pengembangan lebih lanjut sehingga masih membutuhkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan penyusunan Naskah Akademik ini serta sebagai masukan bagi penulis untuk penyusunan Naskah Akademik yang akan datang. Akhir kata, semoga Naskah Akademik ini dapat memberi manfaat dan dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan pertimbangan untuk penyusunan Rancangan Peraturan Daerah di Kabupaten Mahakam Ulu dan kami mohon maaf jika masih terjadi kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Mahakam Ulu, ……….. 2020 Tim penyusun
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena atas segala karunia dan ridho serta rahmat dari-NYA
sehingga Naskah Akademik yang berjudul “Badan Usaha Milik Desa"
di Kabupaten Mahakam Ulu ini dapat diselesaikan. Penyusunan
Naskah Akademik ini disusun untuk digunakan sebagai salah satu
pertimbangan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah di
Kabupaten Mahakam Ulu.
Dengan keterbatasan pengalaman, pengetahuan maupun
pustaka yang ditinjau, kami menyadari bahwa penyusunan Naskah
Akademik ini masih jauh dari sempurna dan perlu pengembangan
lebih lanjut sehingga masih membutuhkan kritik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan penyusunan Naskah Akademik ini
serta sebagai masukan bagi penulis untuk penyusunan Naskah
Akademik yang akan datang.
Akhir kata, semoga Naskah Akademik ini dapat memberi
manfaat dan dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan
pertimbangan untuk penyusunan Rancangan Peraturan Daerah di
Kabupaten Mahakam Ulu dan kami mohon maaf jika masih terjadi
kesalahan dan kekurangan di dalamnya.
Mahakam Ulu, ……….. 2020
Tim penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL 0 KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Identifikasi Masalah 7 C. Tujuan dan Kegunaan 11 D. Metode 12
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. Kajian Teoritis 15 B. Kajian Terhadap Asas dan Norma Hukum............................ 24 C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi
Yang Ada, Serta Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat…………………………………………………… 32
D. Kajian Terhadap Implikasi Peraturan Daerah Terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan Keuangan Daerah -------------- 41
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERUNDANG-UNDANGAN
A. Prinsip Hierarkis dan Sinkronisasi---------------------------- 65 B. Keterkaitan Secara Vertikal ------------------------------------ 68 C. Keterkaitan Secara Horizontal --------------------------------- 71
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis 65 B. Landasan Sosiologis 68 C. Landasan Yuridis 71
BAB V ARAH JANGKAUAN, PENGATURAN DAN MATERI MUATAN A. Arah Jangkauan 75 B. Arah Pengaturan 76
iii
BAB VI PENUTUP A. Simpulan 83 B. Saran 84
DAFTAR PUSTAKA 86
LAMPIRA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Perjalanan ketatanegaraan Republik
Indonesia saat ini menempatkan Desa yang telah
berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu
dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju,
mandiri, dan demokratis. Hal tersebut dapat menciptakan
landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan
pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan
sejahtera dalam sebuah Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa. Desa dalam Undang-Undang tersebut
didefinisikan sebagai desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di beberapa kabupaten telah banyak desa yang
mempunyai BUMDes, ada yang secara mandiri
mengembangkan potensi ekonomi desa yang ada, ada juga
yang didorong oleh pemerintah kabupaten setempat dengan
diberikan stimulan permodalan awal dari APBD kabupaten
2
melalui dana hibah dengan status dana milik masyarakat
desa dan menjadi saham dalam BUMDes.
Saat ini belum banyak BUMDes yang berkembang
dengan baik. Penyebab utamanya antara lain adalah tidak
dikelolanya BUMDes secara profesional. Undang-undang
desa sudah membuka pintu untuk menggerakkan
perekonomian di desa. Akan tetapi harus kita sadari bahwa
desa memerlukan peningkatan keahlian dan ketrampilan
dalam mengurus Badan Usaha Milik Desa oleh masyarakat
desa.
Desa dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa diberikan ruang gerak yang luas pada
perencanaan pembangunan yang merupakan kebutuhan
nyata masyarakat dan tidak banyak terbebani oleh program-
program kerja dari berbagai instansi dan pemerintah. Dalam
memenuhi hal tersebut, maka segenap potensi desa baik
berupa kelembagaan, sumber daya alam dan sumber daya
manusia harus dapat dioptimalkan( Widjaja, 2012 hlm 23).
Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia
serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan
pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan
prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan. Paling tidak ada 2 (dua) pendekatan dalam
mengembangkan desa, yaitu “Desa membangun” dan
“membangun Desa” yang diintegrasikan dalam perencanaan
Pembangunan Desa. Sebagai konsekuensinya, Desa
menyusun perencanaan pembangunan sesuai dengan
kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan
pembangunan Kabupaten.
3
Dokumen rencana Pembangunan Desa merupakan satu-
satunya dokumen perencanaan di Desa dan sebagai dasar
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Lahirnya Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa menjadi muara guna perwujudan kemandirian
atau otonomi pemerintahannya. Otonomi desa bukanlah
sebuah kedaulatan melainkan pengakuan adanya hak
untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri dengan
dasar prakarsa dari masyarakat. Otonomi dengan sendirinya
dapat menutup pintu intervensi institusi diatasnya.
Menurut Pasal 1 angka 6 Undang – Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, Badan Usaha Milik Desa, yang
selanjutnya disebut BUMDesa, adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa
pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar -besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.
Pengembangan basis ekonomi di pedesaan sudah
semenjak lama dijalankan oleh Pemerintah melalui berbagai
program. Namun upaya itu belum membuahkan hasil yang
memuaskan sebagaimana diinginkan bersama. Terdapat
banyak faktor yang menyebabkan kurang berhasilnya
program-program tersebut. Salah satu faktor yang paling
dominan adalah intervensi Pemerintah terlalu besar.
Akibatnya justru menghambat daya kreativitas dan inovasi
masyarakat desa dalam mengelola dan menjalankan mesin
ekonomi di pedesaan. Sistem dan mekanisme kelembagaan
ekonomi di pedesaan tidak berjalan efektif dan berimplikasi
pada ketergantungan terhadap bantuan Pemerintah
sehingga mematikan semangat kemandirian. Olehnya itu
4
diperlukan suatu pendekatan baru yang diharapkan mampu
menstimulasi dan menggerakkan roda perekonomian di
pedesaan. Stumulan yang dimaksud adalah melalui
pendirian kelembagaan ekonomi yang dikelola sepenuhnya
oleh masyarakat desa. Lembaga ekonomi ini tidak lagi
didirikan atas dasar instruksi Pemerintah. Tetapi harus
didasarkan pada keinginan masyarakat desa yang berangkat
dari adanya potensi yang jika dikelola dengan tepat akan
menimbulkan permintaan di pasar. Agar keberadaan
lembaga ekonomi ini tidak dikuasai oleh kelompok tertentu
yang memiliki modal besar di pedesan, maka kepemilikan
lembaga itu oleh desa dan dikontrol bersama. Adapun
tujuan utama pendirian BUMDes ini untuk meningkatkan
standar hidup ekonomi masyarakat desa.
Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES)
sebelum adanya Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa telah diatur dalam Undang – Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal
213 ayat (1) jo Pasal 78 dan Pasal 79 Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, bahwa Desa dapat
mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan
kebutuhan dan potensi desa. Selain itu secara spesifik
tentang pedoman tata cara pembentukan dan pengelolaan
BUMDES, pembinaan dan pengawasan BUMDES diatur
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun
2010 tentang Badan Usaha Milik Desa.
Tujuan akhirnya, BUMDes sebagai instrumen,
merupakan modal sosial (social capital) yang diharapkan
menjadi prime over dalam menjembatani upaya penguatan
ekonomi di pedesaan.
Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan langkah
strategis dan taktis guna mengintegrasikan potensi,
5
kebutuhan pasar, dan penyusunan lembaga tersebut ke
dalam suatu perencanaan. Disamping itu, perlu
memperhatikan potensi lokalistik serta dukungan kebijakan
(goodwill) dari pemerintahan di atasnya (supra desa) untuk
mengeliminir rendahnya surplus kegiatan ekonomi desa
disebabkan kemungkinan tidak berkembangnya sektor
ekonomi di wilayah pedesaan. Sehingga integrasi sistem dan
struktur pertanian dalam arti luas, usaha perdagangan, dan
jasa yang terpadu akan dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam tata kelola lembaga
Kabupaten Mahakam Ulu sebagai daerah pertanian
sampai saat ini dapat dilihat dari besarnya jumlah
penduduk yang masih mengandalkan penghasilannya serta
menggantungkan harapan hidupnya pada sektor pertanian.
Dominasi sektor pertanian sebagai mata pencaharian
penduduk dapat terlihat nyata di daerah pedesaan.
Lapangan kerja yang tersedia di daerah pedesaan masih
didominasi oleh sektor usaha bidang pertanian. Kegiatan
usaha ekonomi produktif di daerah pedesaan masih sangat
terbatas ragam dan jumlahnya, yang cenderung terpaku
pada bidang pertanian (agribisnis). Aktivitas usaha dan mata
pencaharian utama masyarakat di daerah pedesaan adalah
usaha pengelolaan/ pemanfaatan sumber daya alam yang
secara langsung atau tidak langsung ada kaitannya dengan
pertanian. Bukan berarti bahwa lapangan kerja di luar
sektor pertanian tidak ada, akan tetapi masih sangat
terbatas. Peluang usaha di sektor non-pertanian belum
mendapat sentuhan yang memadai dan belum berkembang
dengan baik. Kondisi ini mendorong sebagian penduduk di
daerah pedesaan untuk mencari usaha lain di luar desanya,
sehingga mendorong mereka untuk berhijrah/migrasi dari
6
daerah pedesaan menuju daerah lain terutama daerah
perkotaan. Daerah perkotaan dianggap memiliki lebih
banyak pilihan dan peluang untuk bekerja dan berusaha.
Tujuan akhirnya, BUMDes sebagai instrumen
merupakan modal sosial (social capital) yang diharapkan
menjadi prime over dalam menjembatani upaya penguatan
ekonomi di pedesaan.
Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan langkah
strategis dan taktis guna mengintegrasikan potensi,
kebutuhan pasar, dan penyusunan lembaga tersebut ke
dalam suatu perencanaan. Disamping itu, perlu
memperhatikan potensi lokalistik serta dukungan kebijakan
(goodwill) dari pemerintahan di atasnya (supra desa) untuk
mengeliminir rendahnya surplus kegiatan ekonomi desa
disebabkan kemungkinan tidak berkembangnya sektor
ekonomi di wilayah pedesaan. Sehingga integrasi sistem dan
struktur pertanian dalam arti luas, usaha perdagangan, dan
jasa yang terpadu akan dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam tata kelola lembaga.
Oleh karena itu, dalam rangka memberikan pedoman
dan arahan bagi pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu dan
Pemerintah Desa dalam melaksanakan pendirian,
pengembangan dan kemandirian Badan Usaha Milik Desa
diperlukan Peraturan Daerah tentang Badan Usaha Milik
Desa.
B. Identifikasi Masalah
Membahas Perubahan tatanan hukum tentang desa serta
penataan Badan Usaha Milik Desa yang diikuti dengan
perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat di Kabupaten
Mahakam Ulu merupakan kondisi masyarakat yang
mengalami berbagai
7
pergeseran tatanan kehidupan sosial politik. Konsekuensi
yang harus dihadapi yaitu terjadinya perubahan pola pikir,
pola tindak sehingga kondisi masyarakat menjadi semakin
rentan terhadap konflik, maka yang perlu diidentifikasi dalam
kajian ini adalah bagaimana upaya Pemerintah Daerah untuk
mewujudkan masyarakat desa yang sejahtera melalui
pengaturan hukum terhadap Badan Usaha Milik Desa.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah yang menjadi landasan Filosofi, Sosiologis dan Yuridis
dibentuk Ranperda Kabupaten Mahakam Ulu tentang Badan
Usaha Milik Desa?
2. Bagaimanakah kajian teoritis dan praktik empiris Badan Usaha
Milik Desa di Kabupaten Mahakam Ulu
3. Bagaimana cara mewujudkan percepatan dan meningkatkan
kualitas pelayanan Badan Usaha sebagai sarana pemberdayaan
masyarakat Desa?
4. Bagaimana Analisis dan Evaluasi Peraturan terkait dalam dalam
pembentukan Ranperda Kabupaten Mahakam Ulu Tentang
Badan Usaha Milik Desa?
5. Bagaimana batasan ruang lingkup, jangkauan dan arah
pengaturan dalam pembentukan Ranperda Kabupaten Mahakam
Ulu tentang Badan Usaha Milik Desa untuk mencapai sasaran
yang akan diwujudkan?
C. Tujuan dan Kegunaan
Penyusunan Naskah Akademik ini dimaksudkan untuk untuk
mendapatkan masukan yang komprehensif dari berbagai instansi
formal terkait, stakeholder, lembaga sosial-kemasyarakatan maupun
masyarakat luas. Disamping dilakukan penelitian dokumen yuridis
terkait agar terjadi harmonisasi dan sinkronisasi—mengenai subtansi
aturan tentang Badan Usaha Milik Desa di Kabupaten Mahakam Ulu
8
Secara umum tujuan naskah akademik dalam rangka penyusunan
Peraturan Daerah Kabupaten Mahakam Ulu tentang Badan Usaha Milik
Desa adalah sebagai acuan bagi semua pihak yang berkepentingan
dalam pembangunan ekonomi desa sehingga mampu menjadi inspirasi
dalam menyusun terobosan untuk mengangkat masyarakat desa
menjadi lebih baik. Adapun tujuan secara khusus dari penyusunan
Naskah Akademik ini adalah:
1. Memberikan landasan hukum dan kerangka pemikiran bagi
Rancangan Peraturan Daerah tentang Badan Usaha Milik Desa di
kabupaten Mahakam Ulu.
2. Mengkaji dan meneliti pokok-pokok materi apa saja yang ada dan
harus ada dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Badan
Usaha Milik Desa di Kabupaten Mahakam Ulu.
3. Mewujudkan Badan Usaha Milik Desa yang bertujuan untuk
mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa melalui
pembentukan Badan Usaha Milik Desa.
4. Menganalisa peran Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Desa dan
masyarakat desa dalam mewujudkan Badan Usaha Milik Desa
yang Mandiri dan tangguh.
5. Menganalisa batasan ruang lingkup, jangkauan dan arah
pengaturan dalam pembentukan Ranperda tentang Badan Usaha
Milik Desa untuk mencapai sasaran yang akan diwujudkan.
D. Metode
Pekerjaan penyusunan Naskah Akademik ini dilakukan melalui
dua metode, yakni metode penelitian dalam memecahkan persoalan
akademik terkait dengan topik perda ini. Sedangkan dalam
pelaksanaan teknis pengerjaan pekerjaan ini dilakukan dengan metode
Focus Group Discussion (FGD) dan Indept Interviuw (wawancara
mendalam).
9
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis-
normatif yang diorientasikan untuk menemukan dasar yuridis, filosofis,
dan politis dari rancangan peraturan daerah yang akan dibuat. Dalam
konteks itu, penelitian difokuskan pada dua hal, yakni: inventarisasi
hukum positif dan sinkronisasi aturan hukum sejenis, baik secara
vertikal maupun horizontal (Amiruddin dan Asikin, 2004). Secara
teknis, proses identifikasi hukum positif akan dilakukan melalui tiga
prosedur sebagai berikut:
1. Penetapan kriteria identifikasi untuk mengadakan seleksi norma-
norma mana yang harus dimasukkan sebagai norma hukum
positif dan norma mana yang harus dianggap norma sosial yang
bukan norma hukum;
2. Mengoleksi norma-norma yang telah diidentifikasi sebagai norma
hukum; dan
3. Melakukan pengorganisasian norma-norma yang telah
diidentifikasi ke dalam suatu sistem yang komprehensif.
Proses identifikasi norma-norma hukum positif tersebut selanjutnya
dilakukan sinkronisasi, baik secara vertikal maupun secara horizontal.
Seca vertikal dimaksudkan untuk melihat konsistensinya secara
hierarkis sesuai dengan beberapa asas hukum sebagai berikut:
a. Lex superior derogat legi inferiori: Undang-undang yang lebih
tinggi mengenyampingkan undang- undang yang lebih rendah
tingkatannya;
b. Lex specialis derogat legi generali: Undang-udang yang khusus
didahulukan berlakunya dari pada undang-undang yang umum;
c. Lex posterior derogat legi priori atau lex posterior derogat legi
anteriori: Undang-undang yang lebih baru mengenyampingkan
undang-undang yang lama.
Sementara itu, secara horizontal sinkronisasi dimaksudkan untuk
menganalisis sejauh mana perundang-undangan yang mengatur
tentang desa tersebut mempunyai hubungan fungsional secara
10
konsisten.
2. FGD dan Wawancara Mendalam
Sementara itu, metode FGD (Focug Group Disscussion)
diselenggarakan untuk merumuskan dan menyelesaikan persoalan-
persoalan krusial dalam penyusunan ranperda Badan Usaha Milik Desa
di Kabupaten Mahakam Ulu, sehingga memperoleh kesepahaman
diantara stakeholders yang kepentingannya terkait dengan subtansi
pengaturan.
Sedangkan wawancara mendalam dilakukan untuk menyerap
informasi secara mendalam sebanyak-banyaknya masukan dari
masyarakat yang diwakili oleh tokoh-tokoh kunci.
11
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS A. Kajian Teoritis tentang Desa
1. Pengertian Desa
Pengertian Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2014
tentang Desa, Desa yaitu kesatuan masyarakat Hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul dan hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sebagaimana dimaksud Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 43 Tahun 2014 Tentang Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul
dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia(Haryati, 2015)
Sebutan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum baru dikenal
pada masa kolonial Belanda. Desa pada umumnya mempunyai
pemerintahan sendiri yang dikelola secara otonom tanpa ikatan
hirarkhis-struktural dengan struktur yang lebih tinggi (Rudi,2013. 82).
12
Dalam beberapa konteks bahasa, daerah-daerah di Indonesia
banyak yang menyebutkan “desa” dalam ragam bahasa yang lainnya,
namun tetap sama artinya desa, misal di masyarakat lampung dikenal
dengan sebutan tiyuh atau pekon. Namun jika dilihat secara etimologis
kata desa berasal dari bahasa sansekerta, yaitu “deca”, seperti dusun,
desi, negara, negeri, negari, nagaro, negory (nagarom), yang berarti
tanah air, tanah asal atau tanah kelahiran, tanah leluhur, yang
merujuk pada satu kesatuan hidup dengan satu kesatuan norma serta
memiliki batas yang jelas (Didik Sukrino, 2012.59).
Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014
menyatakan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wijaya (2003) mengartikan desa adalah suatu wilayah yang
ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat
termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan
berhak menjalankan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Widjaja (2003), desa adalah sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang
bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan
Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi
dan pemberdayaan masyarakat.
Ciri-ciri desa secara umum (Wasistiono dan Tahir, 2006), antara lain:
a. Desa umumnya terletak di atau sangat dekat dengan pusta
13
wilayah usaha tani (sudut pandang ekonomi);
b. Dalam wilayahnya itu perekonomian merupakan kegiatan ekonomi
dominan;
c. Faktor-faktor penguasaan tanah menentukan corak kehidupam
masyarakatnya;
d. Tidak seperti dikota ataupun kota besar yang penduduknya
merupakan pendatang populasi penduduk desa lebih bersifat
“terganti oleh sendirinya;
e. Kontrol sosial lebih bersifat informal dan interaksi antar warga
desa lebih bersifat personal dalam bentuk tatap muka; dan
f. Mempunyai tingkat homogenitas yang relatif tinggi dan ikatan
sosial yang relatif lebih ketat dari pada kota.
Pengaturan Desa pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang
Desa berdasarkan asas-asas rekognisi, subsidiaritas, keberagaman,
sosiologis (socilogische grondslag) apabila ketentuan –
ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran
hukum masyarakat. Landasan atau dasar sosiologis peraturan
perundang – undangan adalah landasan atau dasar yang
berkaitan dengan kondisi atau kenyataan yang hidup dalam
masyarakat. Prinsipnya, aspek sosiologis merupakan cerminan
dari fakta keseharian masyarakat. Jika pendekatan pada aspek
ini dipenuhi, maka peraturan yang dibentuk akan dengan
mudah diterima, dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana
mestinya sehingga pelaksanaan/ implementasi peraturan akan
menjadi mudah dan efektif.
Adapun landasan teoritis sebagai dasar sosiologis
berlakunya suatu kaidah hukum termasuk peraturan daerah
menurut Soejono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka adalah
sebagai berikut:
59
a. Teori kekuasaan (machttbeorie) yaitu kaidah hukum yang
berlaku karena paksaan penguasa, terlepas diterima atau
tidak diterima oleh masyarakat;
b. Teori pengakuan (annerkennungstbeorie) yaitu kaidah
hukum yang berlaku berdasarkan penerimaan dari
masyarakat tempat hukum itu berlaku.
Berdasarkan uraian diatas maka landasan sosiologis yang
dapat diambil dalam pengaturan Raperda tentang Badan Usaha
Milik Desa adalah bahwa Desa merupakan suatu wilayah yang
berdiri sendiri dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri
serta memiliki ciri khas, karakter dan potensi yang berbeda,
oleh karena itu dengan keanekaragaman dan potensi yang
dimiliki oleh desa perlu adanya suatu penegasan dan dorongan
dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk
mengembangkan potensi-potensi ekonomi di desa.
Yang menjadi pertimbangan sosiologis dari pembentukan
Ranperda tentang Badan Usaha Milik Desa Kabupaten
Mahakam Ulu sekarang ini adalah :
1. Pengembangan basis ekonomi di pedesaan sudah semenjak
lama dijalankan oleh Pemerintah melalui berbagai program.
Namun upaya itu belum membuahkan hasil yang
memuaskan sebagaimana diinginkan bersama. Hal ini
dikarenakan intervensi Pemerintah terlalu besar, akibatnya
justru menghambat daya kreativitas dan inovasi masyarakat
desa dalam mengelola dan menjalankan mesin ekonomi di
pedesaan.
2. Mayarakat desa memerlukan kemandirian untuk mengelola
sendiri kekayaan alam yang ada dalam wilayah desanya.
Sehingga dengan demikian, masyarakat tidak lagi
bergantung pada bantuan dari Pemerintah dan
perekonomian desa dapat berjalan secara efektif.
60
3. Badan Usaha Milik Desa merupakan salah satu lembaga
pengembangan ekonomi Desa yang merupakan komponen
sumber pendapatan asli desa yang penting.
4. Dalam rangka mendapatkan hasil atau konstribusi Badan
Usaha MilikDesa yang signifikan dibutuhkan pengelolaan
profesional dengan berpedoman apada aturan yang pasti.
C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan ketentuan hukum yang
menjadi sumber hukum/ dasar hukum untuk pembentukan
suatu peraturan perundang-undangan, demikian juga
peraturan daerah.
Persyaratan yuridis dalam pembentukan peraturan
daerah harus mencakup beberapa hal, antara lain sebagai
berikut:
a. dibuat atau dibentuk oleh organ yang berwenang, artinya
suatu peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh
pejabat atau badan yang mempunyai kewenangan untuk itu
dengan konsekuensi apabila tidak diindahkan persyaratan
ini maka konsekuensinya undang-undang tersebut batal
demi hukum (van rechtswegenietig);
b. adanya kesesuaian bentuk/ jenis peraturan perundang-
undangan dengan materi muatan yang akan diatur, artinya
ketidaksesuaian bentuk/ jenis dapat menjadi alasan untuk
membatalkan peraturan perundang-undangan yang
dimaksud;
c. adanya prosedur dan tata cara pembentukan yang telah
ditentukan, artinya pembentukan suatu peraturan
perundang-undangan harus melalui prosedur dan tata cara
yang telah ditentukan;
61
d. tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya, artinya sesuai
dengan pandangan stufenbau theory, peraturan perundang-
undangan mengandung norma-norma hukum yang sifatnya
hierarkis, artinya suatu peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi tingkatannya merupakan grundnorm
(norma dasar) bagi peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah tingkatannya.
Dengan demikian landasan yuridis terkait Badan Usaha
Milik Desa dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu meliputi:
a. Landasan yuridis dan sudut normal yaitu landasan yuridis
yang memberikan kewenangan bagi instansi/ pejabat
tertentu untuk membuat peraturan tertentu.
Misal: Pasal 65 dan Pasal 149 UU No. 23 Tahun 2014 memberikan landasan yuridis dan sudut formal kepada Pemerintah Daerah dan DPRD untuk membuat peraturan daerah. Keberadaan peraturan daerah merupakan “condition sine quanon” (syarat absolute/ mutlak) dalam rangka melaksanakan kewenangan otonomi, peraturan daerah harus dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan urusan-urusan pemerintahan, disamping itu peraturan daerah juga dapat memberikan perlindungan hukum bagi rakyat di daerah.
Kewenangan pemerintah daerah sesuai dengan UU No. 23
Tahun 2014 tersebut diatas merupakan kewenangan
atribusi dari UUD 1945 Pasal 18 ayat (6) yang menyatakan
bahwa “Pemerintah Daerah berhak menetapkan Peraturan
Daerah dan Peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan”.
62
b. Landasan yuridis dan sudut materiil, yaitu landasan
yang memberikan dasar hukum untuk mengatur hal-
hal tertentu, seperti Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, Peraturan pemerintah Nomor 43
tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Misal:
landasan yuridis ditambahkan amanat Pasal 87 No.
6 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa
(1 Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa
yang disebut BUM Desa.
(2) BUM Desa dikelola dengan semangat
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
(3) BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang
ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Pasal 88
(1) Pendirian BUM Desa disepakati melalui
Musyawarah Desa.
(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Pasal 89
Hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk:
a.pengembangan usaha; dan
b.Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat
Desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat
miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan
dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa.
Pasal 90
63
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa
mendorong perkembangan BUM Desa dengan:
a. memberikan hibah dan/atau akses permodalan;
melakukan pendampingan teknis dan akses ke
pasar; dan
b. memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan
sumber daya alam di Desa.
64
BAB V
ARAH JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
A. Jangkauan
Naskah akademik yang disusun ini, diharapkan dapat
menjadi acuan bagi semua pihak yang berkepentingan dalam
pengembangan Badan Usaha Milik Desa sehingga mampu
menjadi inspirasi dalam menyusun terobosan untuk
mengangkat perekonomian desa menjadi lebih baik dalam
rangka mewujudkan desa yang mandiri dan meningkatkan
pendapatan asli desa melalui penguatan BUMDesa dan
penguatan kapasitas masyarakat, kelembagaan dan kemitraan
ekonomi.
Sasaran pengaturan yang menjadi pedoman materi
muatan yang dikemukakan dalam naskah akademik Raperda
Kabupaten Mahakam Ulu tentang Badan Usaha Milik Desa ini
adalah terciptanya kepastian hukum dibidang pembentukan
dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa
B. Arah Pengaturan Peraturan Daerah
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, Badan Usaha Milik Desa diarahkan untuk
meningkatkan kualitas hidup, kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat, serta tercapainya kemandirian, pendapatan desa
dan daya saing desa. Penyusunan Raperda ini ini dimaksudkan
untuk memberikan justifikasi akademik (historis, filosofis,
konseptual, sosiologis, politik dan yuridis) atas penyusunan
Ranperda Badan Usaha Milik Desa.
65
Rancangan Peraturan Daerah tentang Badan Usaha Milik
Desa mencoba untuk mempertegas peran dan fungsi dari
pemerintah desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa
terkait dengan Badan Usaha Milik Desa. Kedepannya yang coba
kita bangun adalah bagaimana melalui Peraturan Daerah ini
aspirasi masyarakat dapat tersalurkan melalui aturan tentang
Badan Usaha Milik Desa. Oleh karena itu pengaturan tentang
Badan Usaha Milik Desa, yaitu susunan fungsi, kedudukan
dan kewenangan adalah menjadi penting untuk menjawab
tantangan kedepan dalam mendorong pemerintah desa dalam
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
C. Materi Muatan
Substansi rancangan peraturan daerah tersebut meliputi:
a. Konsideran menimbang yang memuat landasan filosofis,
yuridis, dan sosiologis;
b. Dasar Hukum mengingat yang memuat dasar hukum
pembentukan Peraturan Daerah;
c. Batang tubuh terdiri dari :
BAB I : Ketentuan Umum;
Ketentuan umum berisi batasan pengertian
atau definisi.
BAB II : Maksud,Asas dan Tujuan
Pendirian BUM Desa dimaksudkan sebagai
upaya menampung seluruh kegiatan
perekonomian dan/atau pelayanan umum
yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama
antar Desa.
Pengelolaan BUM Desa berlandaskan asas
sebagai berikut :
a. musyawarah;
b. kebersamaan;
66
c. kegotong-royongan;
d. kemandirian;
e. partisipasi;
f. pemberdayaan; dan
g. berkelanjutan.
Pendirian BUM Desa bertujuan :
a. meningkatkan perekonomian Desa;
b. mengoptimalkan aset Desa agar
bermanfaat untuk kesejahteraan Desa;
c. meningkatkan usaha masyarakat dalam
pengelolaan potensi ekonomi Desa;
d. mengembangkan rencana kerja sama
usaha antar desa dan/atau dengan
pihak ketiga;
e. menciptakan peluang dan jaringan pasar
yang mendukung kebutuhan layanan
umum warga masyarakat desa;
f. membuka lapangan kerja;
g. meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui perbaikan pelayanan umum,
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi
Desa; dan
h. meningkatkan pendapatan masyarakat
Desa dan Pendapatan Asli Desa..
BAB III : Pembentukan BUM Desa
Mengatur bentuk dari Badan Usaha Milik
Desa, mekanisme pembentukan BUMDesa
BAB IV : Jenis Usaha.
Mengatur tentang penjabaran isi dari ruang
lingkup yang dijabarkan ke dalam bagian dan
67
pasal dan tersedianya sumber daya desa yang
belum dimanfaatkan secara optimal
terutama kekayaan desa
BAB V : Permodalan
Menjelaskan mengenai sumber keuangan
BUMDesa,Untuk mengetahui darimana
permodalan BUMDes itu berasal serta untuk
memisahkan pengalokasian dana dari
Pemerintah daerah.
BAB VI : Organisasi Pengelola BUM Desa.
Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari
organisasi Pemerintahan Desa, terdiri dari :
a. penasehat;
b. pelaksana operasional; dan
c. pengawas.
Susunan kepengurusan Organisasi pengelola
BUM Desa, dipilih oleh masyarakat Desa
melalui Musyawarah Desa.
BAB VII : AD/ART.
AD/ART disepakati melalui musyawarah
desa,memuat paling sedikit :
a. nama;
b. tempat kedudukan;
c. maksud dan tujuan;
d. modal;
e. kegiatan usaha;
f. jangka waktu berdirinya BUM Desa;
g. organisasi pengelola; dan
h. tata cara penggunaan serta pembagian
keuntungan.
68
Anggaran Rumah Tangga memuat paling
sedikit :
a. hak dan kewajiban;
b. masa bakti;
c. tata cara persyaratan, pengangkatan dan
pemberhentian personil organisasi
pengelola;
d. tahapan dan mekanisme
pertanggungjawaban;
e. penetapan jenis usaha; dan
f. sumber modal.
AD/ART ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Desa.
BAB VIII : Pengembangan Kegiatan Usaha
Pengembangkan kegiatan usahanya, BUM
Desa dapat :
a. menerima pinjaman dan/atau bantuan yang
sah dari pihak lain; dan
b. mendirikan unit usaha BUM Desa.
BUM Desa yang melakukan pinjaman harus
mendapatkan persetujuan Pemerintah Desa.
Pendirian, pengurusan, dan pengelolaan unit
usaha BUM Desa dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX : Pembentukan BUM Desa Bersama
Dalam rangka kerja sama antar Desa dan
pelayanan usaha antar Desa dapat dibentuk
BUM Desa Bersama yang merupakan milik 2
(dua) Desa atau lebih, disepakati melalui
Musyawarah antar Desa yang difasilitasi oleh
69
Badan Kerja Sama Antar Desa yang terdiri dari
:
a. Pemerintah Desa;
b. anggota Badan Permusyawaratan Desa;
c. lembaga kemasyarakatan Desa;
d. lembaga Desa lainnya; dan
e. tokoh masyarakat dengan
mempertimbangkan keadilan gender.
Pembentukan BUM Desa bersama dapat
berupa :
a. pembentukan baru;
b. penggabungan; atau
c. peleburan BUM Desa.
Ketentuan mengenai Musyawarah Desa
berlaku secara mutatis mutandis terhadap
pendirian BUM Desa bersama.
BUM Desa bersama ditetapkan dengan
Peraturan Bersama Kepala Desa.
BAB X : Kerjasam BUM Desa Antar Desa Kerjasama dengan BUMDES lainnya dapat dibentuk
BUMDesa bersama, milik 2 (dua) Desa atau lebih.
Pendirian BUMDesa bersama disepakati melalui
Musyawarah antar-Desa
Musyawarah antar-Desa pesertanya terdiri dari:
a. Pemerintah Desa;
b. anggota BPD;
c. lembaga kemasyarakatan desa;
d. lembaga desa lainnya; dan
e. tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan
gender.
Ketentuan mengenai Musyawarah Desa berlaku secara
mutatis mutandis
70
Tata cara kerjasama antar BUMDesa, kerjasama BUMDesa
dengan perusahaan milik daerah, dan kerjasama BUMDesa
swasta atau koperasi diatur dengan Peraturan Bupati.
Pelaksanaan Kerjasama BUM Desa antar Desa
diatur dengan perjanjian kerjasama yang
paling sedikit memuat :
a. subyek kerjasama;
b. obyek kerjasama;
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban;
e. pendanaan
f. keadaan memaksa;
g. pengalihan aset;
h. sanksi;dan
h. penyelesaian permasalahan.
71
Naskah perjanjian kerjasama antar 2 (dua)
BUM Desa atau lebih ditetapkan oleh
pelaksana Operasional dari masing-masing
BUM Desa yang bekerjasama.
BAB XI : Alokasi Hasil Usaha Dan Kepailitan
Hasil usaha BUM Desa merupakan
pendapatan yang diperoleh dari hasil transaksi
dikurangi dengan pengeluaran biaya dan
kewajiban pada pihak lain, serta penyusutan
atas barang-barang inventaris dalam 1 (satu)
tahun buku.Pembagian hasil usaha BUM Desa
ditetapkan berdasarkan ketentuan yang diatur
dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga BUM Desa.Alokasi pembagian hasil
usaha dapat dikelola melalui sistem akuntansi
sederhana.
Kepailitan
Kerugian yang dialami BUM Desa menjadi
beban BUM Desa.Dalam hal BUM Desa tidak
dapat menutupi kerugian dengan aset dan
kekayaan yang dimilikinya, dinyatakan rugi
melalui Musyawarah Desa.Unit usaha milik
BUM Desa yang tidak dapat menutup kerugian
dengan aset dan kekayaan yang dimilikinya,
dinyatakan pailit sesuai dengan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan di
bidang kepailitan.
BAB XII : Laporan Pertanggung Jawaban
Pelaksana Operasional melaporkan
pertanggungjawaban pelaksanaan BUM Desa
kepada Penasihat.Pemerintah Desa
72
mempertanggungjawabkan tugas pembinaan
terhadap BUM Desa kepada BPD yang
disampaikan melalui Musyawarah
Desa.Ketentuan lebih lanjutmengenai
mekanisme dan tata cara
pertangungjawaban diatur dalam AD/ART.
BAB XIII : Pembinaan Dan Pengawasan
Bupati melakukan pembinaan, pemantauan
dan evaluasi terhadap pengembangan
manajemen dan sumber daya manusia
pengelola BUM Desa.Bupati dalam
melaksanakan pembinaan, pemantauan dan
evaluasi menunjuk Organisasi Perangkat
Daerah teknis yang mempunyai fungsi
pembinaan, pemantauan dan evaluasi BUM
desa dengan dibantu Camat.Dalam rangka
pembinaan BUM Desa, Bupati dapat
membentuk Tim Pendamping yang bertugas
melakukan pendampingan terhadap
pembentukan dan pelaksanaan pengelolaan
BUM Desa.
Tim pendamping mempunyai tugas meliputi :
a. fasilitasi pembentukan dan pengembangan
BUM Desa;
b. fasilitasi pengelolaan BUM Desa; dan
penguatan permodalan BUM Desa.
Kepala Desa mengkoordinasikan pelaksanaan
pengelolaan BUM Desa di wilayah kerjanya,
BPD melakukan pengawasan terhadap kinerja
BUM Desa dalam
73
mengkoordinasikan pelaksanaan pengelolaan
BUM Desa
BAB IV : Ketentuan Peralihan
BUM Desa atau sebutan lain yang telah ada
sebelum Peraturan Daerah ini mulai berlaku,
tetap menjalankan kegiatannya dan wajib
menyesuaikan dengan ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini paling lama 1 (satu)
tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini
mulai berlaku.
BAB V : Ketentuan Penutup.
Mengatur tentang perihal yang belum cukup
diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
74
A. Simpulan
BAB VI
PENUTUP
Dari uraian Bab I sampai dengan Bab V, dapat disimpulkan
bahwa hasil penyusunan substansi dan teknis Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Mahakam
Ulu tentang Badan Usaha Milik Desa, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten
Mahakam Ulu berwenang untuk mengatur Badan Usaha
Milik Desa di Kabupaten Mahakam Ulu.
2. Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa di Kabupaten
Mahakam Ulu perlu diatur dalam bentuk Peraturan Daerah
agar pengaturan hak, kewajiban dan tanggung jawab
masyarakat terhadap Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa
dapat mengikat semua Kepala Desa, Perangkat Desa dan
Organ BUM Desa serta masyarakat yang ada di Kabupaten
Mahakam Ulu.
3. Kajian terhadap dasar-dasar yuridis, filosofis dan sosiologis
mengenai arti pentingnya Badan Usaha Milik Desa Telah
memenuhi untuk dibentuk Peraturan daerah
4. Arah Dan Jangkauan pengaturan Peraturan Daerah tentang
Badan Usaha Milik Desa di Kabupaten Mahakam Ulu yaitu
susunan fungsi, kedudukan dan kewenangan adalah
menjadi penting untuk menjawab tantangan kedepan dalam
mendorong pemerintah desa dalam mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik. Sasaran pengaturan yang menjadi
pedoman materi muatan yang dikemukakan dalam naskah
akademik Raperda Kabupaten Mahakam Ulu tentang Badan
Usaha
75
Milik Desa ini adalah terciptanya kepastian hukum dibidang
pembentukan dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa
B. Saran.
1. Dikarenakan urgensi raperda ini maka sebaiknya segera
untuk dapat realisasikan pembentukan Perda tentang
Badan Usaha Milik Desa agar mampu membangun desan
mandiri yang mampu menggerakkan ekonomi desa.
2. Pasca ditetapkan rancangan peraturan daerah ini sebaiknya
segera disusun aturan pelaksananya guna implementasi di
lapangan.
76
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Literatur
Bergel, 1955, Urban Sociology, New York
Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu
Negara, Mandar Maju, Bandung, 1995, Hal 20.
Haryati Emi, 2015, Peran Kepala Desa dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, Jurnal Ilmu Pemerintah;
Rojidi Ranggawijaya, 1998, Pengantar Ilmu Perundang-undangan
Indonesia, Mandar Maju, Bandung,
Koentjaraningrat, 1977, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT.
Gramedia, Jakarta
Mahendra Putra Kurnia, 2007, Pedoman Naskah Akademik PERDA
Partisipasif (Urgensi strategi dan proses bagi pembentukan
perda yang baik), Total Media, Yogyakarta
Paul H Landis, 1948, Pengantar Sosiologi Pedesaan, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Suko Wiyono, 2006, Otonomi Daerah Dalam Negara Hukum
Indonesia, Pembentukan Peraturan Daerah Partisipasif, Faza
Media, Jakarta.
Widjaja, AW. 2012, Otonomi Desa merupakan Otonomi yang Asli,
Bulat dan Utuh. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
77
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor , Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor );
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan
Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015
Tentang Pendirian, Pengurusan Dan Pengelolaan, Dan