KO M PA S , K A M I S , 1 A P R I L 2021 16 Sosok NAMA & PERISTIWA P Muhammad Yazid dan Rahmadia Di Balik Adegan Berbahaya P enyanyi Raisa Andriana (30) merilis singel terbarunya, ”Ragu”, yang ditulis oleh Raisa bersama Ari Renaldi dan diproduseri oleh Camden Bench. ”Lagu ini sebenarnya bukan lagu baru karena udah gue tulis tahun 2014 atau 2015. Terus kami merekamnya di 2019. Tadinya kami mau rilis lagu ini sebelum ’Bahasa Kalbu’. Cuma karena ada pandemi, jadi kami simpan dulu dan akhirnya baru rilis se- karang,” tutur Raisa. ”Ragu” sengaja disajikan sebagai lagu yang easy listening. Saat rekaman, Raisa menyanyi- kannya sembari duduk dan tidak terlalu ngotot untuk menampilkan teknik menyanyi yang berlebihan. ”Ini lagu yang sangat ber- cerita aja dan yang bisa di-dengerin dari pagi sampai malam. Feel good gitu-lah,” ujar Raisa. Liriknya menggambarkan apa yang menjadi judul lagu. Terkait dengan proses menulis lagu, kata Raisa, hal terpenting ialah kejujuran mem- buka diri. Sebagai musisi dan penulis lagu, dia selalu menyimpan emosinya di permukaan sehingga mudah untuk diakses. ”Gue mungkin hari itu enggak merasa patah hati atau lagi super in love, tapi perasaan-perasaan itu ada, jadi tinggal ambil. Tentu enggak selalu bisa lakuin itu juga, tapi saat nulis lagu dan terinspirasi, itu sih proses yang terjadi. Gue kayak mengingat cerita gue zaman dulu. Mungkin ceritanya udah enggak ingat, tapi gue ingat emosinya ataupun emosi tertentu, tapi dikawinkan dengan cerita lain,” ujarnya. Raisa juga banyak mendengar cerita dari orang lain atau film. ”Tetapi, kebanyakan itu emosi-emosi yang udah pernah gue rasain . Tapi, cerita-ceritanya macam-macam dan gue suka nulis detail, jadi dari satu cerita bisa menjadi satu lagu. Salah satunya ’Ragu’ ini,” kata Raisa. (DOE) RAISA ANDRIANA Tentang Emosi Piranha Stunt Indonesia yang berdiri sejak 2005 ini berkegiatan di Jalan Madrasah No 22, Ke- camatan Cilodong, Depok, Jawa Barat. Komunitas ini menyulap lahan 300 meter persegi untuk tempat berlatih yang dilengkapi dengan aneka peralatan adegan berbahaya, seperti pengaman un- tuk adegan terbang dan melom- pat, matras, serta trampolin. Setidaknya sepekan dua kali, yaitu setiap Rabu dan Minggu, belasan pemuda-pemudi berkum- pul di tempat ini untuk berlatih adegan memukul, menendang, memanah, dan berkelahi. Mereka juga berkreasi menciptakan ko- reografi adegan perkelahian. Di luar latihan rutin, mereka berlatih sesuai kebutuhan produksi film yang mereka ikuti masing-ma- sing. Rahmadia atau biasa disapa Eka mengatakan, semula para pe- meran pengganti terlibat dalam komunitas Asosiasi Stuntman In- donesia. Tahun 1990-an, anggota asosiasi ini main di sejumlah film kolosal yang diangkat dari komik dan legenda masyarakat Indone- sia, seperti Jaka Tingkir. Begitu shooting selesai, para pemeran pengganti kehilangan pekerjaan. Dari pengalaman itu, sejumlah stuntman mengorganisasi diri da- lam sebuah komunitas cair. Me- reka membentuk komunitas Pi- ranha Stunt Indonesia. Mereka rutin menggelar latihan di Studio Alam TVRI. ”Dinamakan Piranha karena dulu kami sering tidak punya pe- kerjaan dan penghasilan. Begitu ada makanan, kami cepat meng- habiskan makanan saking lapar- nya, persis seperti ikan piranha,” ujar Eka, pemeran pengganti dan aktor laga yang pernah terlibat dalam film The Raid 1 dan 2 ini. Dari sembilan orang perintis komunitas tersebut, saat ini ha- nya tersisa empat orang yang ma- sih aktif, yaitu Yazid, Eka, Hendra Suprawijaya (Cep Hendra), dan Madi. Para perintis komunitas me- latih sekitar 20 pemeran peng- ganti dari sejumlah daerah di In- donesia. Lambat laun jumlahnya bertambah. Kini, mereka beren- cana merekrut anggota baru un- tuk mengantisipasi naiknya per- mintaan pemeran pengganti saat industri film bangkit lagi pasca- pandemi. Di komunitas ini, para perintis menyiapkan para pemeran peng- ganti profesional yang sanggup melakukan beberapa adegan ber- bahaya dengan aman. Mereka ju- ga dilatih melakukan adegan ber- kelahi yang tak biasa. Jika umum- nya gerakan bela diri dalam per- kelahian mengutamakan kekuat- an dan kecepatan, gerakan adegan laga untuk film mengutamakan keluwesan dan keindahan. Tentu saja mereka selalu berhitung de- ngan bahaya. Dengan begitu, gerakan mereka enak untuk dinikmati saat di- filmkan. Latihan yang dilakukan para stuntman juga sering meng- gunakan peralatan tambahan, se- perti tombak, panah, dan senjata api mainan. Mengadu nasib Keterlibatan Eka dan Yazid di industri film berangkat dari ke- tertarikan keduanya terhadap film laga. Menyaksikan aktor he- bat seperti Dede Yusuf dan Barry Prima bermain film laga, mereka terlecut mencoba peruntungan akting di depan kamera. Pada 1997, Yazid membaca lo- wongan untuk menjadi penonton bayaran dalam salah satu tayang- an TVRI. Ia memutuskan me- ngejar lowongan itu dari Lam- pung ke Jakarta. Ia berhasil men- jadi penonton bayaran di sejum- lah acara. Setelah itu, ia ”naik kelas” men- jadi pemeran figuran dalam film. Akhirnya ia mendapat peran se- bagai pemeran pengganti hingga pemeran pendukung untuk ade- gan perkelahian (fighter). Yazid masih ingat ketika ia ter- libat dalam film Tutur Tinular (1997) dan Misteri Gunung Me- rapi (1998). Ia menjadi pemeran pengganti untuk karakter ikonik Sembara. Sekarang, Yazid tidak hanya terlibat untuk film laga, tetapi juga horor. Keterlibatan Yazid dalam in- dustri film kemudian menginspi- rasi adik-adiknya, Eka dan Madi, untuk berkarya di bidang yang sama. Pertama kali shooting, Eka terlibat dalam sinetron Ibnu Sabil, awal tahun 2000-an. Perannya ketika itu menjadi masyarakat. ”Adegan saya hanya ikut lari-la- rian kalau ada perkelahian di pa- sar atau di perkampungan,” ke- nangnya. Seiring berjalannya waktu, Eka mendalami adegan-adegan me- nantang untuk kebutuhan film laga. Meski mengaku tidak punya dasar bela diri, pemuda ini tetap percaya diri beraksi di depan ka- mera. Ia berlatih gerakan per- kelahian dari senior-seniornya yang lebih dulu menekuni profesi stuntman. Pengalaman dan keterampilan- nya memainkan adegan perke- lahian ini kemudian ia turunkan juga kepada generasi muda lain yang ingin mengikuti jejaknya se- bagai stuntman. Komunitas Piranha Stunt In- donesia sejauh ini sudah terlibat dalam ratusan proyek film layar lebar dan video televisi. Mereka tidak hanya terlibat dalam proyek film buatan sineas lokal, tapi juga sineas asing. Saat kondisi normal, komunitas stuntman ini bisa ter- libat dalam 5-6 proyek film layar lebar, video televisi, webseries , ataupun iklan per bulan. Eka mengatakan, penghasilan komunitas dari film ini sebagian besar dipakai untuk membayar pemain dan membeli lahan tem- pat latihan. Sementara itu, untuk tempat tinggal sehari-hari, Eka masih ngontrak di rumah petakan senilai Rp 600.000 per bulan. Tantangan hidup Selama lebih dari 20 tahun ber- gelut dalam komunitas, kakak beradik Yazid dan Eka sudah me- rasakan suka-duka terlibat dalam proyek film. Perasaan sukacita muncul ketika mereka melakoni adegan-adegan menantang de- ngan baik. Selain itu, mereka bisa dekat dengan aktor ternama dan men- jalani shooting di beberapa daerah di Indonesia. Kesenangan ini ber- lipat ganda ketika film yang di- mainkan laris di pasaran. ”Peran saya yang paling ber- kesan adalah ketika main di The Raid karena film itu banyak di- tonton orang. Dari segi populari- tas, saya ikut merasakannya,” ujar Eka yang bermain bersama aktor Iko Uwais dan Joe Taslim di film ini. Dukanya, penghasilan dan per- lindungan terhadap profesi pe- meran pengganti di Indonesia ti- dak pasti. Mereka kerap dibayar setara upah minimum. Padahal, mereka mengerjakan banyak tu- gas dalam satu waktu, seperti ber- main peran, menjalani adegan la- ga, bahkan sampai menyiapkan peralatan keselamatan mereka sendiri. Yang tak boleh dilupakan adalah risiko pekerjaan mereka amat tinggi. Selama pandemi Covid-19, tan- tangan yang mereka hadapi ma- kin besar. Yazid dan Eka menga- takan, tawaran untuk terlibat da- lam produksi film menyusut dras- tis setahun terakhir. Seperti pe- kerja film lainnya, mereka ter- paksa nganggur selama berbulan- bulan. Situasi ini memaksa Eka dan kawan-kawan menjalani pekerja- an sampingan, mulai menjadi tu- kang las, tukang bangunan, dan bercocok tanam. Apa saja mereka lakukan untuk memenuhi kebu- tuhan sehari-hari. Menurut Eka, ia tidak masalah harus beralih profesi menjadi pe- kerja serabutan mengingat sebe- lum terjun di industri film sudah terbiasa hidup susah. ”Saya tidak malu karena selama ini saya tidak pernah pilih-pilih pekerjaan. Apa pun saya kerjakan. Ketika saya bekerja, saya tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga orang lain,” ujarnya. Pekerjaan serabutan itu dila- kukan sambil mereka tetap tekun berlatih. Latihan dilakukan de- ngan menerapkan protokol ke- sehatan, misalnya membatasi jumlah kunjungan ke studio la- tihan dan menjalani isolasi man- diri seusai latihan. Selama pandemi, komunitas mengisi waktu memperbaiki tem- pat latihan, menyiapkan peralat- an tambahan, dan memikirkan model bisnis yang ingin mereka kembangkan. Semua itu mereka lakukan agar peran stuntman ke- lak lebih dihargai. Posisi pemeran pengganti (”stuntman”) dalam industri film amat penting. Merekalah yang melakoni adegan berbahaya, seperti melompat dari atas gedung dan berlari menembus kobaran api. Demi menyiapkan ”stuntman” profesional, Muhammad Yazid dan Rahmadia merintis komunitas Piranha Stunt Indonesia. Denty Piawai Nastitie Muhammad Yazid Lahir: Lampung, 10 Desember 1977 Pendidikan: SMA Pembangunan Lampung Selatan (1996) ARSIP RYAN TANDYA FOTO-FOTO: KOMPAS/PRIYOMBODO Rahmadia Lahir: Lampung 24 Januari 1983 Pendidikan: SMA Pembangunan Lampung Selatan (2002)