1 1 BAB I KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN KESEHATAN A. Kompetensi Dasar 1. Mampu menjelaskan pengertian mutu pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan kebidanan. 2. Mampu menjelaskan tentang persepsi mutu pelayanan kesehatan dan pelayanan kebidanan. 3. Mampu mendeskripsikan dimensi mutu pelayanan kesehatan dan kebidanan. 4. Mampu menguraikan manfaat program jaminan mutu pelayanan kesehatan dan kebidanan. B. Uraian Materi 1.1 Mutu Pelayanan Kesehatan Mutu pelayanan kesehatan sangat melekat dengan faktor- faktor subjektivitas individu yang berkepentingan dalam pelayanan kesehatan, seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah sehingga akan membentuk pendangan yang bereda dalam definisi mutu pelayanan kesehatan. 1.1.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan Definisi mutu menurut pakar utama dalam manajemen mutu terpadu (total quality management) adalah sebagai berikut: 1. Menurut Juran (V. Daniel Hunt, 1993:32), mutu produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitneess for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. 2. Crosby (1979:58) menyatakan mutu adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau di standarkan. 3. Menurut Deming (1986:7), mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
1
BAB I
KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN KESEHATAN
A. Kompetensi Dasar
1. Mampu menjelaskan pengertian mutu pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan
kebidanan.
2. Mampu menjelaskan tentang persepsi mutu pelayanan kesehatan dan pelayanan
kebidanan.
3. Mampu mendeskripsikan dimensi mutu pelayanan kesehatan dan kebidanan.
4. Mampu menguraikan manfaat program jaminan mutu pelayanan kesehatan dan
kebidanan.
B. Uraian Materi
1.1 Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan sangat melekat dengan faktor- faktor subjektivitas
individu yang berkepentingan dalam pelayanan kesehatan, seperti pasien,
masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan,
dan pemerintah daerah sehingga akan membentuk pendangan yang bereda dalam
definisi mutu pelayanan kesehatan.
1.1.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan
Definisi mutu menurut pakar utama dalam manajemen mutu terpadu (total
quality management) adalah sebagai berikut:
1. Menurut Juran (V. Daniel Hunt, 1993:32), mutu produk adalah kecocokan
penggunaan produk (fitneess for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan
pelanggan.
2. Crosby (1979:58) menyatakan mutu adalah conformance to requirement, yaitu
sesuai dengan yang disyaratkan atau di standarkan.
3. Menurut Deming (1986:7), mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau
konsumen.
2
2
4. Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
5. Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang
berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan
pelanggan (ASQC dalam Wijoyo,1999)
6. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang
dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman
dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan
tersebut (Din ISO 8402, 1986).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan
kesehatan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan dengan kebutuhan
klien/konsumen/pasar atau melebihi harapan.
Meskipun tidak ada definisi mutu yang diterima secara universal, namun dari
definisi di atas dapat diambil beberapa elemen sebagai berikut:
a. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan dalam
pelayanan kesehatan.
b. Mutu mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan.
c. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah
Yoseph M. Juran terkenal dengan konsep "Trilogy" mutu dan
mengidentifikasikannya dalam tiga kegiatan:
1. Perencanaan mutu meliputi: siapa pelanggan, apa kebutuhannya, meningkatkan
produk sesuai kebutuhan, dan merencanakan proses untuk suatu produksi
2. Pengendalian mutu: mengevaluasi kinerja untuk mengidentifikasi perbedaan
antara kinerja aktual dan tujuan.
3. Peningkatan mutu: membentuk infrastruktur dan team untuk melaksanakan
peningkatan mutu. Setiap kegiatan dijabarkan dalam langkah-Iangkah yang
semuanya mengacu pada upaya peningkatan mutu
Dari beberapa pengertian diatas, segeralah mudah dipahami bahwa mutu
pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu
3
3
dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud
serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan terhadap standar yang telah
ditetapkan. Dalam kenyataan sehari-hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah,
penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multi-
dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing-
masing dapat saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda. Misalnya
penilaian dari pemakai jasa pelayanan kesehatan, dimensi mutu yang dianut
ternyata sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan kesehatan ataupun
dengan penyandang dana pelayanan kesehatan.
1.1.2 Persepsi Mutu Pelayanan Kesehatan
Setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan seperti pasien,
masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan,
dan pemerintah daerah, pasti mempunyai persepsi yang berbeda tentang unsur
penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan. Perbedaan ini antara lain
disebabkan oleh terdapatnya perbedaan latar belakang, pendidikan, pengetahuan,
pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan.
1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan/masyarakat
Pasien/masyarakat (konsumen) melihat layanan kesehatan yang bermutu
sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan dan
diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan
mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau
meluas penyakitnya.
Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan
mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali. Pemberi layanan harus
memahami status kesehatan dan kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang
dilayaninya dan mendidik masyarakat tentang layanan kesehatan dasar dan
melibatkan masyarakat dalam menentukan bagaimana cara yang paling efektif
menyelenggarakan layanan kesehatan, sehingga diperlukan suatu hubungan yang
saling percaya antara pemberi layanan kesehatan atau provider dengan
pasien/masyarakat.
4
4
2. Bagi pemberi layanan kesehatan
Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan kesehatan yang
bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan
profesi dalam melakukan setiap layanan kesehatan sesuai dengan teknologi
kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan
kesehatan tersebut.
Komitmen dan motivasi pemberi layanan kesehatan bergantung pada¬
kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal. Profesi
layanan kesehatan membutuhkan dan mengaharapkan adanya dukungan teknis,
administratif, dan layanan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam
menyelenggarakan layanan kesehatan yang bermutu tinggi.
3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan
Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan kesehatan
yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efektif dan efisien. Pasien
diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga
biaya pengobatan dapat menjadi efisien. Kemudian upaya promosi kesehatan
dan pencegahan penyakit akan ditingkatkan agar layanan kesehatan
penyembuhan semakin berkurang.
4. Bagi pemilik sarana layanan kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang
bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang
mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif yang
masih terjangkau oleh pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya yang tidak
mendapat keluhan dari pasien dan masyarakat.
5. Bagi administrator layanan kesehatan
Administrator walau tidak langsung memberikan layanan kesehatan pada
masyarakat, ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan.
Administrator dapat menyusun prioritas dalam menyediakan apa yang menjadi
kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi layanan kesehatan.
5
5
1.1.3 Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut Robert dan Prevost (1987) perbedaan dimensi tersebut adalah:
1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas
dalam memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas
dengan pasien, keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani
pasien, atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.
2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan
yang diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan, standar dan etika
profesi, dan adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian
sumber dana, kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari pelayanan
kesehatan mengurangi kerugian
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang
harus dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni:
tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat
diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable),
efisien (efficient) serta bermutu (quality).
Menurut Parasuraman dkk (1985) ada lima dimensi untuk menilai mutu
pelayanan kesehatan yaitu :
1. Kehandalan (Reliability)
Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang
dijanjikan secara akurat dan terpercaya, kinerja harus sesuai dengan harapan
pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua
pelanggan tanpa kesalahan, sikap sempati dan dengan akurasi yang tinggi,
memberikan informasi yang akurat, sehingga ketrampilan, kemampuan dan
penampilan dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan sesuai dengan
6
6
apa yang ditetapkan sehingga menimbulkan rasa percaya pasien terhadap
pelayanan yang diberikan.
2. Empati (Emphaty)
Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik,
perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pasien. Disamping itu
empati dapat diartikan sebagai harapan pasien yang dinilai berdasarkan
kemampuan petugas dalam memahami dan menempatkan diri pada keadaan
yang dihadapi atau dialami pasien.
Empati diyakini berpengaruh terhadap hasil komunikasi dalam berbagai
tipe dari hubungan-hubungan sosial kita sehari-hari, tanpa empati komunikasi
diantara petugas kesehatan dengan pasien akan mengurangi kualitas
pelayanan kesehatan.
Empati yakni peduli, memberi perhatian pribadi dengan pasien atau
dengan kata lain kemampuan untuk merasakan dengan tepat perasaan orang
lain dan untuk mengkomunikasikan pengertian ini kapada orang trsebut.
Sikap petugas yang sabar dan telaten dalam menghadapi pasien cukup
memberikan harapan yang baik kepada pasien, disamping itu petugas
memiliki rasa hormat, bersahabat, memahami keadaan yang dialami pasien
dengan baik merupakan harapan para pasien.
3. Berwujud (Tangibles)
Kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan aksistensinya kepada
pihak ekseternal, dimana penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana
fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata
pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yaitu meliputi fasilitas fisik
(gedung), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), dn
penampilan pegawai serta media komunikasi.
4. Ketanggapan (Responsiveness)
Yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang
tepat pada pasien, dengan menyampaikan informasi yang jelas, jangan
7
7
membiarkan pasien menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas
menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.
5. Jaminan Kepastian (Assurance)
Yaitu mencakup pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang
dimiliki petugas kesehatan, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.
Asuransi diartikan sebagai salah satu kegiatan menjaga kepastian atau menjamin
keadaan dari apa yang dijamin atau suatu indikasi menimbulkan rasa kepercayan
Selain itu dimensi mutu pelayanan kesehatan meliputi:
1. Kompetensi Teknis (Technical Competence)
Keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer dan staf
pendukung dalam memberikan pelayanan kepada pasien sehingga
menimbulkan kepuasan pasien. Kompetensi teknis berhubungan dengan
bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan
2. Akses terhadap pelayanan (Accessibility)
Akses atau jalan dalam memberikan pelayanan kepada pasien tidak terhalang
oleh keadaan geografis, sosial ekonomi, budaya, organisasi maupun hambatan
yang terjadi karena perbedaan bahasa.
a. Geografis
Dalam hal ini keadaan geografis merupakan keadaan daerah yang akan
mendapat pelayanan, dapat diukur dengan jenis tansportasi yang digunakan
untuk menuju tempat pasien, jarak / jauh dan tidaknya tempat yang dituju,
waktu perjalanan.
b. Akses ekonomi
Berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan kesehatan yang
pembiayaannya terjangkau pasien. Pelayanan yang diberikan
memperhatikan keadaan ekonomi pasien, apabila pasien kurang mampu
bukan berarti tidak diberikan pelayanan yang maksimal. Dalam hal ini yang
dimaksud memberikan pelayanan kesehatan yang pembiayaan terjangkau
yaitu pasien diberi jalan lain untuk tetap mendapat pelayanan kesehatan
8
8
melalui bantuan misalnya dari pemerintah dengan menggunakan
ASKESKIN
c. Akses sosial atau budaya
Berkaitan dengan diterimanya pelayana yang dikaitkan dengan nilai budaya,
kepercayaan dan perilaku dari masyarakat setempat.
d. Akses organisasi
Berkaitan dengan sejauh mana pelayanan diatur untuk kenyamanan pasien,
jam kerja klinik, waktu tunggu.
e. Akses bahasa
Pelayanan diberikan dalam bahasa atau dialek setempat yang dipahami
pasien.
3. Efektifitas (Effectiveness)
Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas yang menyangkut
norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai dengan standar yang
ada.
4. Hubungan Antar Manusia (Interpersonal Relation)
Berkaitan dg interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien, manajer dan
petugas, dan antara tim kesehatan dengan masyarakat.
5. Efisiensi (Efficiency)
Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal daripada
memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan
memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumber daya yang dimiliki
6. Kelangsungan pelayanan (Continuity)
Pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan termasuk
rujukan tanpa interupsi, berhenti atau mengulangi prosedur, diagnosa dan
terapi yang tidak perlu.
7. Keamanan (Safety)
Berarti mengurangi risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang
berkaitan dengan pelayanan.
9
9
8. Kenyamanan (Amnieties)
Berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung
dengan efektifitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan
bersedianya untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan
berikutnya (L.D. Brown et al, op.cit., hlm 2-6).
1.1.4 Manfaat Program Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilakukan secara
berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah
dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai
dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun
saran-saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.
Program menjaga mutu dapat dilaksanakan, sehingga banyak manfaat
yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
a) Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat
diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang
benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat
diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan
pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
b) Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat
dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah
standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus
mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan
dapat dicegah.
c) Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan.
10
10
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan
masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan.
Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya
pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara keseluruhan. Dapat melindungi pelaksana pelayanan
kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
1.2 Mutu Pelayanan Kebidanan
1.1.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan tugas yang menjadi tanggung jawab
praktek profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan
meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan
keluarga dan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan kebidanan. Terdapat
beberapa definisi mutu yang dapat diterapkan dalam pelayanan kebidanan yaitu:
1. Pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah
ditetapkan (Azrul Azwar)
2. Memenuhi dan melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan melalui
peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses (Mary Z. Zimmerman).
3. Tingkatan di mana layanan kesehatan untuk individu atau penduduk mampu
meningkatkan hasil kesehatan yang diingin- kan dan konsisten dengan
pengetahuan profesional saat ini (Institute of Medicine, USA).
4. Tingkatan dimana layanan yang diberikan sesuai dengan persyaratan bagi
layanan yang baik (Avedis Donabedian).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan mutu pelayanan
kebidanan adalah bentuk pelayanan kebidanan terbaik yang memenuhi atau
melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan/pasien sesuai dengan standar dan
11
11
kode etik profesi yang telah ditetapkan melalui peningkatan yang berkelanjutan
atas semua proses.
1.1.2 Persepsi Mutu Pelayanan Kebidanan
Setiap orang akan menilai mutu pelayanan kebidanan berdasarkan standar
atau karakteristik yang berbeda-beda, hal ini karena dipengaruhi oleh subjektivitas
orang- orang yang berkepentingan dalam pelayanan kebidanan.
a. Bagi pemakai jasa pelayanan kebidanan
Klien/masyarakat (konsumen) melihat pelayanan kebidanan yang bermutu
sebagai suatu pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan diselenggarakan
dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu
mengatasi permasalahannya. Persepsi klien/masyarakat yang merasa puas akan
berpengaruh dalam kepatuhan dan kunjungan ulang dalam pelayanan
kebidanan. Provider harus memahami status dan kebutuhan pelayanan
kebidanan klien, mendidik dan melibatkan masyarakat dalam menentukan cara
efektif penyelenggaraan pelayanan kebidanan, sehingga diperlukan suatu
hubungan yang saling percaya antara provider dengan klien/masyarakat.
b. Bagi pemberi pelayanan kebidanan
Pemberi layanan kebidanan (provider) mengaitkan pelayanan kebidanan yang
bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol,
kebebasan profesi dalam melakukan setiap pelayanan kebidanan sesuai dengan
teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil
pelayanan kebidanan tersebut. Komitmen dan motivasi provider bergantung
pada¬ kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal.
c. Bagi penyandang dana pelayanan kebidanan
Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan
kebidanan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efektif dan
efisien. Klien diharapkan dapat pulih dalam waktu yang sesingkat mungkin
sehingga biaya pengobatan dapat menjadi efisien. Upaya promosi dan preventif
lebih ditingkatkan agar layanan kesehatan penyembuhan semakin berkurang.
12
12
d. Bagi pemilik sarana pelayanan kebidanan
Pelayanan kebidanan yang bermutu merupakan pelayanan yang menghasilkan
pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi
dengan tarif yang masih terjangkau oleh klien/masyarakat, yaitu pada tingkat
biaya yang tidak mendapat keluhan dari pasien dan masyarakat.
e. Bagi administrator pelayanan kebidanan
Administrator dapat menyusun prioritas dalam menyediakan apa yang menjadi
kebutuhan dan harapan klien/masyaraat serta pemberi layanan kebidanan.
1.1.3 Dimensi Mutu Pelayanan Kebidanan di Indonesia
Mutu pelayanan kebidanan adalah mutu jasa yang bersifat multidimensi.
Dimensi mutu pelayanan kebidanan berdasarkan L.D. Brown meliputi:
a. Dimensi kompetensi teknis
Kompetensi teknis pelayanan kebidanan meliputi ketrampilan, kemampuan dan
penampilan atau kinerja provider. Dimensi ini menitiberatkan pada kepatuhan
provider dalam melaksanakan kinerja berdasarkan standar pelayanan
kebidanan yang telah ditentukan profesi. Tidak terpenuhinya dimensi ini akan
berakibat terhadap mutu pelayanan kebidanan.
b. Dimensi keterjangkauan atau akses
Dimensi ini mempunyai arti bahwa pelayanan kebidanan harus dapat
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat tanpa terhambat faktor geografi,
ekonomi dan sosial. Pelayanan kebidanan saat ini sudah mencapai tempat
terdekat dengan masyarakat, yaitu dengan penempatan bidan di desa semenjak
tahun 1998 dan adanya program pemerintah dalam jaminan kehamilan,
persalinan dan keluarga berencana (KB).
c. Dimensi efektifitas
Pelayanan kebidanan harus efektif, artinya asuha kebidaan yang diberikan
harus mampu menangani kasus fisiologis kebidanan dan mampu mendeteksi
geala patologis kebidanan dengan tepat. Efektifitas pelayanan kebidanan ini
13
13
tergantung dari penggunaan standar pelayanan kebidanan dengan tepat,
konsisten dan sesuai dengan situasi setempat.
d. Dimensi efisiensi
Pelayanan kebidanan yang efisien dapat melayani lebih banyak klien.
Pelayanan kebidanan yang memenuhi standar peayanan umumnya tidak mahal,
nyaman bagi klien, waktu efektif dan menimbulkan risiko minimal bagi klien.
e. Dimensi kesinambungan
Kesinambungan pelayanan kebidanan artinya klien dapat dilayani sesuai
kebutuhannya, termasuk kebutuhan rujukan jika diperlukan. Klien mempunyai
akses ke pelayanan lanjutan jika diperlukan, termasuk riwayat pelayanan
kebidanan sebagai rujukan untuk pelayanan lanjutan.
f. Dimensi keamanan
Dimensi keamanan artinya pelayanan kebidanan harus aman, baik bagi
provider maupun klien maupun masyarakat sekitarnya. Pelayanan kebidanan
yang bermutu harus aman dari risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya
lain. Misalnya asuhan persalinan, pasien maupun provider harus aman dari
asuhan yang dilaksanakan. Bagi klien harus aman ketika melahirkan baik ibu
maupun bayinya, sedangkan provider juga harus aman dari risiko yang
diakibatkan oleh karena pelayanan kebidanan.
g. Dimensi kenyamanan
Dimensi ini berhubungan dengan kepuasan klien sehingga mendorong klien
datang kembali ke tempat pelayanan kebidanan tersebut. Kenyamanan atau
kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan klien. Kenyamanan juga terkait
dengan penampilan fisik pelayanan kebidanan, provider, peralatan medis dan
nonmedis. Misalnya, tersedianya tempat tertutup pada saat pemeriksaan, AC,
kebersihan daat menimbulkan kenyamanan bagi kien.
h. Dimensi informasi
Pelayanan kebidanan yang bermutu harus dapat memberikan informasi yang
jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana pelayanan kebidanan
itu akan/telah dilaksanakan.
14
14
i. Dimensi ketepatan waktu
Pelayanan kebidanan yang bermutu harus memperhatikan ketepatan waktu
dalam pelayanan serta efiektif dan efisien.
j. Dimensi hubungan antar manusia
Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau
kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling
menghormati, responsif, memberi perhatian dan lain-lain. Hubungan antar
manusia ini merupakan interaksi yang positif antara provider dan klien.
Dimensi pelayanan kebidanan merupakan suatu kerangka pikir yang dapat
digunakan dalam menganalisis masalah mutu pelayanan kebidanan yang sedang
dihadapi dan kemudian mencari solusi yang diperlukan untuk dapat mengatasinya.
Jika terdapat ketidakpuasan klien, maka analisis dilakukan pada setiap dimensi
pelayanan kebidanan. Peran utama sistem pelayanan kebidanan adalah selalu
menjamin mutu pelayanan dan selalu menngkatkan mutu pelayanan yang
diberikan. Semakin meningkatnya perhatian terhadap peningkatan mutu
pelayanan kebidanan, pemahaman pendekatan jaminan mutu pelayanan menjadi
semakin penting.
C. Rangkuman Materi
Mutu pelayanan kesehatan/kebidanan adalah kesesuaian pelayanan kesehatan
/kebidanan dengan kebutuhan klien/konsumen/pasar atau melebihi harapan. Mutu
pelayanan kesehatan/ kebidanan memiliki banyak persepsi berdasarkan pengguna
pelayanan, pemberi pelayanan, penyandang dana layanan, penyelenggara layanan
dan administrator layanan kesehatan/kebidanan.
Program menjaga mutu dapat dilaksanakan, sehingga banyak manfaat yang
akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah sebagai
berikut: dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan, dapat lebih
meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan, dan dapat lebih meningkatkan
penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
15
15
Mutu pelayanan kebidanan adalah mutu jasa yang bersifat multidimensi.
Menurut L.D. Brown dimensi mutu pelayanan kesehatan/kebidanan meliputi:
dimensi kompetensi tekni, dimensi keterjangkauan atau akses, dimensi efektifitas,
6. Pohan, Imbalo, S. 2002. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit buku
kedokteran: EGC.Jakarta.
7. Vincent G. 2005. Total Quality Management, Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
8. Sallis E. 2008. Total Quality Management.
9. Nasution. 2001. Mananjemen Mutu Terpadu, Jakarta: Ghalia Indonesia.
38
38
BAB III
STANDAR MUTU PELAYANAN KEBIDAAN
A. Kompetensi Dasar
1. Mampu menjelaskan Standar Pelayanan Kebidanan Dasar yang meliputi:
pengertian standar; syarat standar
2. Mampu mendefinisikan standar pelayanan kebidanan.
3. Mampu menguraikan standar persyaratan minimal: Standar masukan; Standar
lingkungan; Standar proses.
4. Mampu menguraikan standar penampilan minimal.
B. Uraian Materi
3.1 Standar Pelayanan Kesehatan
3.1.1 Pengertian
Standar pelayanan kesehatan merupakan bagian dari layanan kesehatan itu
sendiri dan memainkan peranan yang penting dalam mengatasi masalah mutu
layanan kesehatan. Standar pelayanan kesehatan adalah suatu pernyataan tentang
mutu yang diharapkan, yang menyangkut masukan, proses, dan keluaran (outcome)
sistem layanan kesehatan.
Standar pelayanan kesehatan merupakan alat organisasi untuk menjabarkan
mutu layanan kesehatan ke dalam terminologi operasional sehingga semua orang
yang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem.
3.1.2 Klasifikasi Standar
Donabedian (1980) menganjurkan agar standar dan kriteria diklasifikasikan
ke dalam tiga kelompok. Anjuran Donabedian tersebut pada prinsipnya sama
dengan yang dianjurkan oleh WHO yaitu: standar struktur, standar proses dan
standar keluaran (outcome).
1. Standar Input atau Struktur
Standar struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan sistem, kadang
kadang disebut juga sebagai masukan atau struktur. Termasuk ke dalamnya
39
39
adalah hubungan organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite,
personel, peralatan, gedung, rekam medis, keuangan, perbekalan, obat dan
fasilitas. Standar struktur merupakan rules of the game. Karakteristik yang relatif
stabil dari penyedia pelayanan kesehatan, alat dan sumber daya yang
dipergunakan, fisik dan pengaturan organisasi di lingkungan kerja. Konsep
struktur termasuk manusia, fisik, dan sumber keuangan yang dibutuhkan untuk
memberikan pelayanan medis. Struktur digunakan sebagai pengukuran tidak
langsung dari kualitas pelayanan.
Hubungan antara struktur dan kualitas pelayanan adalah hal yang penting
dalam merencanakan, mendesain, dan melaksanakan sistem yang dikehendaki
untuk memberikan pelayanan kesehatan. Pengaturan karakteristik struktur yang
digunakan mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi proses pelayanan
sehingga ini akan membuat kualitasnya berkurang atau meningkat.
2. Standar Proses
Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan
kegiatan layanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijaksanaan . Standar
proses akan menjelaskan apa yang dilakukan, bagaimana melakukannya dan
bagaimana sistem bekerja. Dengan kata lain standar proses adalah Playing the
game.
Beberapa pengertian tentang proses :
a. “Interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien/masyarakat)” (Depkes RI, 2001).
b. “Suatu bentuk kegiatan yang berjalan dengan dan antara dokter dan pasien”.
(Donabedian, 1980).
c. “Semua kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya yang mengadakan
interaksi secara profesional dengan pasiennya. Baik tidaknya pelaksanaan
proses pelayanan di RS dapat diukur dari tiga aspek, yaitu relevan tidaknya
proses itu bagi pasien, efektivitas prosesnya, dan kualitas interaksi asuhan
terhadap pasien”. (Muninjaya, 2004).
40
40
d. “Proses yaitu semua kegiatan sistem melalui proses akan mengubah input
menjadi output.
e. Pengubahan/Transformasi berbagai masukan oleh kegiatan operasi/produksi
menjadi keluaran yang berbentuk produk dan/atau jasa.
3. Standar Output/Outcome
Standar output merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan.
Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasil atau
gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil
dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan
tersebut akan diukur. Tentang output/outcome, Donabedian memberikan
penjelasan bahwa outcome secara tidak langsung dapat digunakan sebagai
pendekatan untuk menilai pelayanan kesehatan. Dalam menilai apakah hasilnya
bermutu atau tidak, diukur dengan dengan standar hasil (yang diharapkan) dari
pelayanan medis yang telah dikerjakan.
Gambar 3.1 Pengelompokan standard dan indikator menurut Donabedian Sumber: Pohan, 2007
3.1.3 Penyusunan Standar Pelayanan Kesehatan
Penyusunan standar layanan kesehatan merupakan cara penyusunan bertahap.
Pendekatan ini digunakan untuk memandu organisasi layanan kesehatan atau orang
STRUKTUR
• Sumber daya manusia
• Perbekalan • Peralatan • Bahan • Fasilitas • Kebijaksanaan
• Standar
PROSES
• Anamnesis • Pemeriksaan fisik • Pemeriksaan
penunjang medic • Peresepan obat • Penyuluhan
kesehatan • Merujuk pasien
KELUARAN
• Tingkat kepatuhan meningkat
• Tingkat kesembuhan meningkat
• Tingkat kematian menurun
• Tingkat kecacatan menurun
• Tingkat kepuasan pasien meningkat
41
41
yang diberi tugas menyusun standar layanan kesehatan. Penggunaan berbagai
pertanyaan harus dipertimbangkan guna menentukan mutu layanan kesehatan apa
yang diperlukan oleh organisasi layanan kesehatan dan standar apa yang
dibutuhkan untuk dapat memenuhi mutu layanan kesehatan tersebut.berikut
langkah-langkah dalam penyusunan standar layanan kesehatan:
Langkah 1: Pilih salah satu fungsi atau sistem yang memerlukan standar layanan
Kesehatan
Pilih satu atau dua sistem atau sub sistem yang membutuhkan standar layanan
kesehatan. Sistem ini bisa berua klinis atau non klinis. Contoh layanan klinis adalah
penatalaksanaan ISPA, layanan immunisasi, dan layanan antenatal. Contoh layanan
nonklinis adalah prosedur layanan pasien masu rawat inap, prosedur layanan pasien
pulang, dan lain-lain. Organisasi layanan kesehatan dapat menentukan fungsi yang
prioritasnya tinggi dengan cara pendekatan enyaringan dua tingkat.
Penyaringan tingkat pertamaditentukan dengan fungsi atau sistem yang
volumenya tinggi, dan mudah menimbulkan masalah. Kriteria tambahan yang
sering digunakan adalah: kepentingan, kemudahan, dampak dan biaya.
Langkah 2: Bentuk tim atau kelompok pakar
Keputusan penting tentang fungsi atau sistem yang memerlukan standar
layanan kesehatan biasanya dilakukan oleh para kepala satuan kerja dan kepala
bagian. Setelah diputuskan, maka meraka menugaskan suatu kelompok kerja
multidisiplin atau kelompok pakar sesuai fungsi atau sistem untuk penyusunan
standar layanan kesehatan.
Langkah 3: Tentukan masukan, proses dan keluaran
Kelompok pakar yang telah diberikan tugas harus menentukan unsur-unsur
masukan, proses dan keluaran dari setiap komponen fungsi atau sistem. Masukan
diperlukan agar dapat melakukan proses, proses diperlukan untuk menghasilkan
keluaran. Setelah itu, langkah selanjutnya adalah menentukan unsur penting atau
unsur kunci bagi fungsi atau sistem agar proses dan keluaran yang terjadi sesuai
harapan organisasi.
42
42
Langkah 4: Tentukan karakteristik mutu
Karakterstik mutu adalah sifat atau atribut untuk membedakan masukan,
proses, dan keluaran yang penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan dan
akan ditetapkan oleh kelompok atau organisasi layanan kesehatan. Contoh:
ketepatan waktu, selanjutnya akan ditentukan standar dari ketepatan waktu dalam
istilah yang dapat diukur.
Langkah 5: Tentukan/sesuaikan standar layanan kesehatan
Setelah kelompok memutuskan karakteristik mutu darisetiap fungsi atau
sistem, karakteristik mutu yang memerlukan standar harus diputuskan, kemudian
standar disusun. Untuk menyelesaikan langkah ini, kelompok biasanya melakukan
hal-hal berikut:
• Pemilihan pola atau bentuk penulisan standar
• Pengumpulan informasi
• Pembuatan naskah standar layanan kesehatan
Langkah 6: Nilai ketepatan standar layanan kesehatan
Standar layanan kesehatan harus dinilai untuk memastikan apakah standar
tersebut tepat atau layak bagi organisasi layanan kesehatan. Kelompok pakar atau
organisasi layanan kesehatan harus menentukan keabsahan standar, dapat
dipercaya, jelas, dan dapat diterapkan sebelum disebarluaskan. Peniaian standar
layanan kesehatan harus mengikuti tatacara berikut:
a. Tentukan siapa saja dalam organisasi yang akan menggunakan standar layanan
kesehatan atau yang akan terpengaruh oleh standar layanan kesehatan.
b. Tentukan cara untuk memperoleh informasi mengenai standar layanan kesehatan
dari kelompok sampel.
c. Lakukan anamnesis umpanbalik perbaikan jika diperlukan sebelum standar
layanan kesehatan disebarluaskan. Analisis juga dilakuakan terhadap kekuatan
dan kelemahan serta rekomendasi. Penilaian standar harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
• Penilaian keabsahan/kesahihan atau validitas standar layanan kesehatan
• Penilaian reliabilitas atau keandalan standar layanan kesehatan
43
43
• Penilaian kejelasan standar layanan kesehatan.
3.2 Standar Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
dan berfokus kepada pelayanan perempuan. Untuk meningkatkan kualitas asuhan
kebidanan merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian ibu
(AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Untuk mendapatkan asuhan kebidanan
yang berkualitas perlu didukung dengan tersedianya dengan standar asuhan
kebidanan, tenaga bidan yang profesional, sarana dan fasilitas yang sesuai dengan
kebutuhan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan WHO tahun 2000 dan hasil
evaluasi dari 10 rumah sakit di Jawa tengah dan Jawa timur asuhan kebidanan
belum didukung dengan tersedianya standar asuhan kebidanan dan standar
pelayanan atau standar lainnya yang berkaitan dalam peningkatan kualitas asuhan
kebidanan.
Untuk meningkatkan standar asuhan kebidanan di rumah sakit dan puskesmas
perlu dikembangkan berbagai perangkat lunak antara lain standar asuhan kebidanan
termasuk indikator keberhasilan yang jelas dan mudah diterapkan. Juga dapat
digunakan untuk menilai tingkat kinerja klinis bidan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab dalam memberikan asuhan berkualitas. Keberhasilan dalam
penerapan standar asuhan kebidanan sangat tergantung individu bidan itu sendiri,
usaha dari semua staf bidan dalam suatu organisasi disamping partisipasi organisasi
profesi.
Standar merupakan pernyataan-pernyataan tertulis mengenai harapan-
harapan tingkat ketrampilan/kompetensi untuk memastikan pencapaian suatu hasil
tertentu.
3.2.1 Batasan Standar Pelayanan Kebidanan
Standar pelayanan kebidanan adalah hasil yang harus dicapai, dapat diamati,
diukur sesuai dengan harapan dan harus tampak dalam perilaku yang dapat diukur
dalam melaksanakan pelayanan kebidanan (Depkes, 2002).
44
44
3.2.2 Syarat/Kriteria Standar Pelayanan Kebidanan
Syarat standar pelayanan kebidanan adalah sebagai berikut:
a. Menggunakan bahasa yang jelas, sederhana dan mudah dimengerti.
b. Dapat diterima dalam lingkup asuhan yang diperlukan.
c. Dapat digunakan pada kondisi tertentu dalam melaksanakan asuhan kebidanan.
d. Terpusat pada fungsi dan kegiatan/penampilan yang harus dilaksanakan dan
ditetapkannya indikator keberhasilan.
e. Dapat menampilkan pelayanan bermutu (Depkes, 2002).
3.2.3 Manfaat Standar Pelayanan Kebidanan
Standar pelayanan kebidanan berguna dalam penerapan norma dan tingkat
kinerja yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penerapan standar
pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat, karena penilaian terhadap proses
dan hasil pelayanan dapat dilakukan dengan dasar yang jelas. Suatu standar akan
efektif bila dapat diobservasi dan diukur, realistik, mudah dilakukan dan
dibutuhkan. Manfaat standar pelayanan kebidanan dapat didefinisikan sebagai
berikut:
a. Memandu, mendorong dan mengarahkan kinerja klinik dalam upaya
menampilkan asuhan kebidanan yang bermutu.
b. Sebagai parameter/tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas asuhan kebidanan
yang diberikan.
c. Merupakan alat penilaian diri sendiri bagi bidan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya,
d. Mempertahankan profesionalisme bidan sebagai praktisi klinis.
e. Meningkatkan efektifitas dan efisien asuhan kebidanan.
f. Meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap asuhan kebidanan.
g. Melindungi penyelenggaraan pelayanan kesehatan dari kemungkinan timbulnya
gugatan hukum (Depkes, 2002).
45
45
3.2.4 Format Standar Pelayanan Kebidanan
Dalam membahas tiap standar pelayanan kebidanan digunakan format bahasan
sebagai berikut :
a. Tujuan merupakan tujuan standar.
b. Pernyataan standar, berisi pernyataan tentang pelayanan kebidanan yang
dilakukan dengan penjelasan tingkat kompetensi yang diharapkan.
c. Hasil, hal yang akan dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan
dalam bentuk yang dapat diukur.
d. Prasyarat, hal – hal yang diperlukan ( misalnya alat, obat, ketrampilan ) agar
pelaksana pelayanan dapat menerapkan standar.
e. Proses, berisi langkah – langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan
standar.
3.2.5 Ruang Lingkup Standar Pelayanan Kebidanan.
Telah disadari bahwa pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan
obstetri neonetal merupakan komponen penting dan merupakan bagian tak
terpisahkan dari pelayanan kebidanan disetiap tingkat pelayanan. Bila hal tersebut
dapat diwujudkan, maka angka kematian ibu dapat diturunkan. Berdasarkan itu,
standar pelayanan kebidanan ini mencakup standar untuk penanganan keadaan
tersebut, disamping standar untuk pelayanan kebidanan dasar.
Dengan demikian ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24
standar yang dikelompokkan sebagai berikut :
a. Standar pelayanan umum (2 standar)
b. Standar pelayanan antenatal (6 standar)
c. Standar prtolongan persalinan (4 standar)
d. Standar pelayanan nifas (3 standar)
e. Standar penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal (9 standar)
Ruang lingkup standar pelayanan kebidanan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Standar Pelayanan Umum
Terdapat dua standar pelayanan umum sebagai berikut :
46
46
1. Standar 1 : Persiapan untuk Kehidupan Keluarga Sehat
Pernyataan standar :
Bidan memberikan penyuluhan dan nasihat kepada perorangan, keluarga dan
masyarakat terhadap segala hal yang bedrkaitan dengan kehamilan, termasuk
penyuluhan kesehatan umum, gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam
menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan
yang tidak baik dan mendukung kebiasaan yang baik.
2. Standar 2 : Pencatatan dan Pelaporan
Pernyataan satandar :
Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya, yaitu
registrasi semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan,
kepada setiap ibu hamil/ besalin / nifas dan bati baru lahir, semua kunjungan
rumahdan penyuluhan kepada masyarakat. Di samping itu, bidan hendaknya
mengikutsertakan kader untuk mencatat semua ibu hamil dan meninjau upaya
masyarakat yang berkaitan dengan ibu dan bayi baru lahir. Bidan meninjau
secara teratur catatan tersebut untuk menilai kinerja dan penyusunan rencana
kegiatan untuk meningkatkan pelayanannya.
b. Standar Pelayanan Antenatal
Terdapat enam standar dalam standar pelayanan antenatal seperti berikut ini :
1. Standar 3 : Identifikasi Ibu Hamil
Pernyataan standar :
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat
secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan
anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya
sejak dini dan secara teratur.
2. Standar 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Pernyataan standar :
Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan
meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk
menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus
47
47
mengenal kehamilam risti / kelainan, khususnya anemia, kurang gizi,
hipertensi, PMS / infeksi HIV, memberikan pelayanan imunisai, nasihat dan
penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnyayang diberikan oleh
pukesmas. Mereka harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan.
Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang
diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya.
3. Standar 5 : Palpasi Abdominal
Pernyataan Standar :
Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan
palpasi untuk memprkirakan usia kehamilan, serta bila umur kehamilan
bertambah memeriksa posisi, bagian terendah janin, dan masuknya kepala
janin ke rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan
tepat waktu.
4. Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Pernyataan standar :
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan, dan atau
rujukan semua kasus anemi pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
5. Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Pernyataan standar :
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan
dan mengenali tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil
tindakan yang tepat dan merujuknya.
6. Standar 8 : Persiapan Persalinan
Pernyataan standar :
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami seerta
keluarganya pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa persiapan
persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan
diencanakan dengan baik, disamping persiapan transportasi dan biaya untuk
48
48
merujuk, bila tiba – tiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan hendaknya
melakukan kunjungan rumah untuk hal ini.
c. Standar Pertolongan Persalinan
Terdapat empat standar dalam standar pertolongan persalinan seperti berikut ini :
1. Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala 1
Pernyataan standar :
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah selesai, kemudian
memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan
kebutuhan klien, selama proses persalinan berlangsung.
2. Standar 10 : Persalinan Kala 2 yang Aman
Pernyataan standar :
Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman dengan bersikap sopan
dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
3. Standar 11 : Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala 3
Pernyataan standar :
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar dan membantu
pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
4. Standar 12 : Penanganan Kala 2 dengan Gawat Janin melalui Episiotomi
Pernyataan standar :
Bidan mengenali secara tepat tanda – tanda gawat janin pda kala II yang lama
dan segera melakukan episiotomy dengan aman untuk memperlancar
persalinan diikuti dengan penjahitan perineum.
d. Standar Pelayanan Nifas
Terdapat tiga standar dalam standar pelayanan nifas seperti berikut ini :
1. Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir
Pernyataan standar :
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan
spontan, mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan
tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah
atau menangani hipotermi.
49
49
2. Standar 14 : Penanganan pada Dua Jam Pertama Setelah Persalinan
Pernyataan standar :
Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi
dalam dua jam setelah persalina, serta melakukan tindakan yang diperlukan.
Disamping itu, bidan memberikan penjelasan tentang hal – hal yang
mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membentu ibu untuk memulai
pemberian ASI.
3. Standar 15 : Pelayanan bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas
Pernyataan standar :
Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah
pada hari ketiga, minggu kedua, dan minggu keenam setelah persalinan,
untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penangan tali pusat
yang benar, penemuan dini penanganan atau rujukan komplikasi yang
mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan penjelasan tentang
kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makan bergizi, perawatan
bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB.
e. Standar Penanganan Kegawatan Obstetri dan Neonatal
Disamping untuk pelayanan kebidanan dasar ( antenatal, persalinan, dan nifas )
disini ditambahkan beberapa standar penanganan kegawatan obstetri neonetal.
1. Standar 16 : Penanganan Perdarahan dalam Kehamilan pada Trimerter III
Pernyataan standar :
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan,
serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
2. Standar 17 : Penangan Kegawatan pada Eklamsia
Pernyataan standar ;
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklamsia mengancam, serta
merujuk dan atau memberikan pertolongan pertama.
3. Standar 18 : Penanganan Kegawatan pada Partus Lama / Macet
Pernyataan standar :
50
50
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partus lama / macet serta
melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.
4. Standar 19 : Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstrator
Pernyataan standar ;
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara
benar dalam memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan
keamanannya bagi ibu dan janin / bayinya.
5. Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta
Pernyataan standar ;
Bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberikan pertolongan
pertama termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan, sesuai
dengan kebutuhan.
6. Standar 21 : Penanganan Perdarahan Postpartum Primer
Pernyataan standar :
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama
setelah persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan
pertolongan pertama untuk mengendalikan perdarahan.
7. Standar 22 : Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder
Pernyataan standar :
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan
postpartum sekunder dan melakukan pertolongan pertama untuk
penyelamatan jiwa ibu dan atau merujuknya.
8. Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis
Pernyataan standar :
Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis,
serta melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.
9. Standar 24 : Penangan Asfiksia Neonatorum
Pernyataan standar :
51
51
Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta
melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang
diperlukan dan memberikan perawatan lanjutan.
3.3 Standar Persyaratan Minimal Pelayanan Kebidanan
Standar persyaratan minimal adalah yang menunjuk pada keadaan minimal
yang harus dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan
bermutu. Menurut Saifuddin dkk (2001), standar persyaratan minimal ini dibedakan
atas tiga macam yakni :
3.3.1 Standar masukan
Standar masukan ditetapkan persyaratan minimal unsur masukan yang perlu
disediakan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan termasuk
kebidanan yang bermutu, yakni jenis, jumlah dan kualifikasi tenaga pelaksana;
jenis, jumlah dan spesifikasi sarana serta jumlah dana (modal). Jika standar
masukan tersebut menunjuk pada tenaga pelaksana disebut dengan nama standar
ketenagaan (standard of personnel). Sedangkan jika standar masukan tersebut
menunjuk pada sarana dikenal dengan nama standar sarana (standard of facilities).
3.3.2 Standar lingkungan
Standar lingkungan ditetapkan persyaratan minimal unsur lingkungan yang
diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu,
yakni garis-garis besar kebijakan, pola organisasi serta sistem manajemen yang
harus dipatuhi oleh setiap pelaksana pelayanan kesehatan / kebidanan. Satndar
lingkungan ini sering disebut dengan standar organisasi dan manajemen (standard
of organization and management).
3.3.3 Standar proses
Pada standar proses ditetapkan persyaratan minimal unsur proses yang harus
dilakukan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu,
yakni tindakan medis dan tindakan non medis pelayanan kesehatan. Standar proses
ini dikenal dengan nama standar tindakan (standard of conduct). Karena baik atau
52
52
tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh kesesuaian tindakan
dengan standar proses maka haruslah dapat diupayakan tersusunnya standar proses
tersebut.
3.4 Standar Penampilan Minimal Pelayanan Kebidanan
Standar penampilan minimal (minimum performance standard) adalah yang
menunjuk pada penampilan layanan kesehatan yang masih dapat diterima. Standar
ini karena menunjuk pada unsur keluaran, disebut dengan nama standar keluaran
(standard of output) atau populer pula dengan sebutan standar penampilan
(standard of performance). Untuk mengetahui apakah mutu layanan kesehatan yang
diselenggarakan masih dalam batas-batas yang wajar atau tidak, perlulah ditetapkan
standar keluaran.
Untuk dapat meningkatkan mutu layanan kesehatan, keempat standar ini
perlu dipantau secara berkesinambungan. Apabila ditemukan penyimpangan perlu
segera diperbaiki. Secara sederhana kedudukan dan peranan keempat standar ini
dapat dilihat sebagai berikut :
STANDAR LINGKUNGAN
STANDAR STANDAR STANDAR MASUKAN PROSES KELUARAN
Penyimpangan Penyimpangan
PENYEBAB MASALAH MUTU MASALAH MUTU
Gambar 3.2 Kedudukan dan peranan standar dalam Program Menjaga Mutu
Sumber: Pohan, 2007
53
53
3.5 Model Standar Pelayanan Kebidanan
Untuk mempermudah pemahaman tentang standar pelayanan kebidanan,
berikut akan diuraikan sebagian dari standar pelayanan kebidanan, yaitu standar
pelayanan antenatal dan pelayanan intranatal. Standar pelayanan kebidanan terdiri
dari tujuan, prasyarat dan proses.
1. Standar Pelayanan Antenatal
Standar 3 : Identifikasi ibu hamil
a. Tujuan : Mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilannya.
Gambar 3.3 Standar pelayanan antenatal Sumber: Depkes, 2002
b. Prasyarat
1. Bidan bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan kader untuk menemukan
ibu hamil dan memastikan ahwa semua ibu hamil telah memeriksakan
kehamilannya secara dini dan teratur.
2. Bidan harus memahami:
• Tujuan pelayanan antenatal dan alasan ibu tidak memeriksakan
kehamilannya secara dini;
• Tanda dan gejala kehamilan; dan
• Ketrampilan berkomunikasi secara efektif.
Pernyataan Standar
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
Hasil
• Ibu memahami tanda dan gejala kehamilan
• Ibu, suami, anggota masyarakat menyadari manfaat pemeriksaan kehamilan secara dini dan teratur, serta mengetahui tempat pemeriksaan hamil
• Meningkatnya cakupan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum kehamian 16 minggu.
54
54
3. Bahan penyuluhan kesehatan yang tersedia dan sudah siap digunakan oleh
bidan.
4. Mencatat hasil pemeriksaan pada KMS ibu hami/buku KIA dan kartu ibu.
5. Transportasi untuk melakukan kunjungan ke masyarakat tersedia bagi bidan.
c. Proses
Bidan harus:
1) Melakukan kunjungan rumah dan penyuluhan masyarakat secara teratur
untuk menjelaskan tujuan pemeriksaan keamilan kepada ibu hamil, suami,
keluarga maupun masyarakat.
2) Bersama kader kesehatan mendata ibu hamil serta memotivasinya agar
memeriksakan kehamilannya sejak dini (segera setelah terlambat haid atau
diduga hamil).
3) Melalui komunikasi dua arah dengan beberapa kelompok kecil
masyarakat, dibahas menfaat pemeriksaan kehamilan. Ajak mereka
memanfaatkan pelayanan KIA terdekat atau sarana kesehatan lainnya utuk
memeriksakan kehamilan.
4) Melalui komunikasi dua arah dengan pamong, tokoh masyarakat, ibu,
suami, keluarga dan dukun bayi jelaskan prosedur pemeriksaan kehamilan
yang diberikan. Hal tersebut akan mengurangi keraguan mereka tentang
apa yang terjadi pada saat pemeriksaan antenatal, dan memperjelas
manfaat pelayanan antenatal dan mempromosikan kehadiran ibu untuk
pemeriksaan antenatal.
5) Tekankan bahwa tujuan pemeriksaan kehamilan adalah ibu dan bayi yang
sehat pada akhir kehamilan. Agar tujuan tersebut tercapa, pemeriksaan
kehamilan harus segera dilaksanakan begitu diduga terjadi kehamilan, dan
dilaksanakan secara berkala selama kehamilan. Ibu harus melakukan
pemeriksaan antenatal paling sedikit 4 kal. Satu kali kunjungan pada
trimester pertama, satu kali kunjungan pada trimester kedua dan dua kali
kunjungan pada trimester ketiga.
55
55
6) Berikan penjelasan kepada seluruh ibu tentang tanda kehamilan, dan
fungsi tubuhnya. Tekankan perlunya ibu mengerti bagaimana tubuhnya
berfungsi. (Wanita harus memperhatikan siklus haidnya, mengetahui dan
memeriksakan diri bila terjadi keterlambatan atau haid kurang dari
biasanya).
7) Bimbing kader untuk mendata dan mencatat semua ibu hamil di daerhnya.
Lakukan kunjungan rumah kepada mereka yang tidak memerksakan
kehamilannya. Pelajari alasannya, mengapa ibu haml tersebut tidak
memeriksakan diri, dan jelaskan manfaat pemeriksaan kehamilan.
8) Perhatikan ibu bersalin yang tidak pernah memeriksakan kehamilannya.
Lakukan kunjungan rumah, pelajari alasannya. Berikan penyuluhan dan
konseling yang sesuai untuk kehamilan berikutnya, keluarga berencana
dan penjarangan kelahiran.
9) Jelaskan dan tingkatkan penggunaan KMS ibu hamil/buku KIA dan kartu
ibu.
2. Standar Pelayanan Intranatal
Standar 9: Asuhan Persalinan Kala I
a. Tujuan : Untuk meberikan pelayanan kebidanan yang memadai dalam
mendukung pertolongan persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi.
Gambar 3.4 Standar pelayanan intranatal Sumber: Depkes, 2007
Pernyataan Standar
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah selesai, kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama proses persalinan berlangsung.
Hasil
• Ibu bersalin mendapat pertolongan darurat yang memadai dan tepat waktu, bila diperlukan.
• Meningkatnya cakupan persalian dan komplikasi lainnya yang ditolong tenaga kesehatan terlatih.
• Berkurangnya kematian/kesakitan ibu/bayi akibat partus lama
56
56
b. Prasyarat
1. Mengijinan ibu memilih orang yang akan mendampinginya selama proses
persalinan dan kelahiran.
2. Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mulas/ketuban pecah.
3. Bidan telah terlatih dan trampil untuk:
• Memberikan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
• Penggunaan partograf dan pembacaannya
4. Adanya alat untuk pertolongan persalinan termasuk beberapa sarung
tangan DTT/steril.
5. Adanya perlengkapan untuk pertolongan persalinan yang bersih dan aman,
seerti air bersih, sabun dan anduk yang bersih, dua handuk/kain hangat
yang bersih (satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk dipakai
kemudian), pembalut wanita dan tempat untuk plasenta. Bidan sedapat
mungkin menggunakan sarung tangan yang bersih.
6. Tersedia ruangan yang hangat, bersih dan sehat untuk persalinan.
7. Menggunakan KMS ibu hamil/buku KIA, partograf dan kartu ibu.
8. Sistem rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan obstetri yang efektif.
c. Proses
Bidan harus:
1. Mengijinkan ibu memilih orang yang akan mendampinginya selama proses
persalinan dan kelahiran.
2. Segera mendatangi ibu hamil ketika diberitahu persalinan sudah
mulai/ketuban pecah.
3. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yan mengalir, kemudia keringkan
hingga betul-betul kering dengan handuk bersih setiap kali sebelum dan
sesudah melakukan kontak dengan pasien. (Kuku harus dipotong pendek
dan bersih). Gunakan sarung tangan bersih kapanpun menangani benda
yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh. Gunakan sarung tangan
DTT/steril untuk semua pemeriksaan vagina.
4. Menanyakan riwayat kehamilan ibu secara lengkap.
57
57
5. Melakukan pemeriksaan fisik secara lengkap (dengan memberikan
perhatian terhadap tekanan darah, denyut jantung janin/DJJ,frekuensi dan
lama kontraksi dan apakah ketuban pecah).
6. Lakukan pemeriksaan dalam secara aseptik dan sesuai dengan kebutuhan.
(Jika his teratur dan tidak ada hal yang mengkhawatirkan atau his lemah
tapi tanda-tanda vital ibu/janin normal, maka tidak perlu segera dilakukan
periksa dalam).
7. Dalam keadaan normal periksa dalam cukup setap empat jam dan HARUS
selalu secara aseptik.
8. Jangan melakukan periksa dalam jika ada perdarahan dari vagina yang
lebih banyak dari jumlah normal bercak darah/show yang ada pada
persalinan. Perdarahan dalam proses persalinan mungkin disebabkan
komplikasi seperti plasenta previa, segera rujuk ke puskesmas atau rumah
sakit terdekat ( Ikuti langkah yang tercantum di standar 16).
9. Catat semua temuan dan pemeriksaan dengan tepat dan seksama pada
kartu ibu dan partograf pada saat asuhan diberikan. Jika ditemukan
komplikasi atau masalah, segera berikan perawatan yang memadai dan rju
ke puskesmas/rumah sakit yang tepat.
10. Catat semua temuan dan pemeriksaan pada fase laten persalinan pada
kartu ibu dan catatan kemajua persalinan. Ibu harusdievaluasi sedikkitnya
setiap empat jam, lebih sering jika diindikasikan. Catatan harus selalu
Langkah 2 : Pelajari dengan seksama proses yang terjadi dari segala aspek
Tentukan di mana dan kapan masalah muncul. Pahami proses terjadinya masalah.
Langkah 3 : Tentukan sebab masalah yang pokok
Tentukan faktor-faktor yang menimbulkan masalah dan keterkaitannya dengan
masalah. Gunakan metode untuk mengetes hipotesis tentang sebab-sebab yang
mungkin menimbulkan masalah tersebut. Kumpulkan data untuk mengetes
hipotesis dan untuk menentukan faktor penyebab yang paling dominan.
Langkah 4 : Identifikasi semua solusi yang mungkin
Berfikirlah secara kreatif untuk menangani sebab-sebab masalah yang mungkin
dapat diatasi.
Langkah 5 : Pilih solusi yang dapat dilaksanakan
Analisalah cara-cara pemecahan masalah yang mungkin dilaksanakan, dikaji dari
aspek kriteria keberhasilan memecahkan masalah, biaya yang diperlukan,
kemungkinan solusi dapat dilaksanakannya, atau kriteria lainnya.
Langkah 6 : Melaksanakan pemecahan masalah yang berkualitas dengan
PDCA
Ada empat langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektif, yaitu:
a. Merencanakan (PLANN) : Sebelum dilaksanakan solusi, perlu ditentukan
tujuan dan apa kriteria keberhasilan. Pimpinan harus memutuskan “siapa, apa, di
mana, dan baaimana” solusi akan dilaksanakan. Pada tahap ini, diperlukan
penjelasan tentang berbagai asumsi, dan dipikirkan tentang kemungkinan adanya
penolakan dari pihak yang dijadikan sasaran. Di sini harus sudah diputuskan
tentang data yang harus dikumulkan untuk memantau keberhasilan pelaksanaan
solusi masalah.
b. Pelaksanaan (DO) : Melaksanakan solusi sering melibatkan
pelatihan, termasuk proses pengumpulan data/informasi untuk memantau
83
83
perubahan yang terjadi, dan mengamati tingkat kemudahan atau kesulitan
pelaksanaan solusi. Amati bagamana solusi tersebut dilaksanakan. Buat catatan
tentang segala sesuatu yang dianggap menyimpang dari kesepakatan. Setiap
masalah atau kesalahan yang muncul dalamproses ini harus diartikan sebagai
kesempatan untuk membuat perbaikan.
c. Cek (CHECK) : Amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan pelajaran
apa yang diperleh dari tindakan yang sudah dilakukan.
d. Bertindak (ACTION) : Ambil langkah-langkah praktis sesuai dengan pelajaran
yang diperoleh dari tindakan yang sudah diambil:”Lanjutkan proses solusi, atau
hentikan, atau ulang kembali tindakan dari awal dengan tujuan melakkan
modifikasi”.
Berikut gambar pemecahan masalah dan hungannya dengan proses penjaminan
mutu layanan kesehatan:
Gambar 4.3 Siklus Jaminan Mutu Layanan Kesehatan Sumber: Ibid. Modifikasi Quality Assurance Cycle, hlm 11.
Langkah 1 Pembuatan rencana
Langkah 2 Penyusunan standar
Langkah 3 Penyebarluasan standar
Langkah 4 Pemantauan mutu
Langkah 5 Penetapan masalah dan prioritas
Langkah 6 Perumusan masalah
Langkah 7 Penyusunan kelompok pemecahan masalah
Langkah 8 Analisis penyebab masalah
Langkah 9 Penyusunan pemecahan masalah
Langkah 10 Pemecahan masalah dan evaluasi
84
84
5.3 Daftar Tilik Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan
Untuk lebih memahami penilaian mutu pelayanan kebidanan, di bawah ini akan
disajikan contoh daftar tilik pelayanan antenatal dan pelaksanaan imunisasi.
e. Daftar tilik pengamatan pelaksanaan layanan antenatal
Puskesmas: Tanggal Pengamatan: Petugas yang diamati: Nama Pengamat:
Apakah petugas kesehatan menanyakan dan mencatat:
No Pertanyaan Y T TB
1. Nama? 2. Usia? 3. Nama suami? 4. Alamat?
5. Hari Pertama Haid Terakhir?
6. Usia Kehamilan?
7. Keluhan pusing hebat? Mata kabur?
8. Adanya perdarahan?
9. Keluhan bengkak kaki?
10. Keluhan demam tinggi?
11. Keluhan lain yang dirasakan?
12. G....P.....A.....?
13. Jumlah anak hidup?
14. Jumlah anak mati?
15. Kapan persalinan terakhir?
16. Penolong persalinan terakhir?
17. Cara persalinan yang lalu?
18. Penyakit yang diderita?
19. Status immunisasi saat ini?
Apakah petugas kesehatan melakukan pemeriksaan dan mencatat tentang:
No Pertanyaan Y T TB
20. Tinggi badan? 21. Berat badan?
Keterangan: 1. Daftar tilik ini digunakan untuk mengamati pelaksanaan layanan antenatal 2. Isilah kotak jawaban dengan tanda cek (√) pada kolom yang sesuai 3. Kolom jawaban “Y” (Y= ya), apabila petugas kesehatan melaksanakan 4. Kolom jawaban “T” (T= tidak), apabila petugas kesehatan tidak melaksanakan 5. Kolom jawaban “TB” (TB= tidak berlaku), apabila pernyataan tidak berlaku untuk ibu hamil
tersebut
85
85
22. Tekanan darah? 23. Tinggi fundus uteri?
24. Letak janin?
25. Denyut jantung janin?
26. Konjungtiva?
27. Bengkak pada kaki?
28. Hemoglobin (Hb)?
29. Protein urine?
Apakah petugas kesehatan menetapkan dan mencatat tentang:
No Pertanyaan Y T TB
30. Usia kehamilan? 31. Hari taksiran persalinan? 32. Risiko yang ditemukan? 33. Penyakit-penyakit lain yang ditemukan?
Apakah petugas kesehatan menjelaskan kepada ibu hamil tentang:
No Pertanyaan Y T TB
37. Hasil pemeriksaan? 38. Pentingnya immunisasi? 39. Pentingnya tablet tambah darah? 40. Jenis risiko yang ditemukan?
41. Bahaya dari risiko kehamilan yang ditemukan?
42. Alasan ibu dirujuk bila ada indikasi dirujuk?
43. Kapan harus datang untuk periksa ulang?
Sumber: Pohan, 2007
86
86
f. Daftar tilik pengamatan pelaksanaan layanan imunisasi
Puskesmas: Tanggal Pengamatan: Petugas yang diamati: Nama Pengamat:
Apakah petugas kesehatan menanyakan dan mencatat:
No Pertanyaan Y T TB
1. Status imunisasi untuk menentukan imunisasi apa hari ini? 2. Kondisi kesehatan anak pada hari ini?
Apakah petugas kesehatan :
No Pertanyaan Y T TB
3. Menutup steriisator selama tidak melakukan vaksinasi? 4. Menggunakan satu jarum dan satu semprit untuk setiap kali
suntikan?
5. Menyimpan vaksin dlam termos berisi coldpack/es batu terbungkus dalam plastik yang selalu tertutup selama layanan?
6. Memberi vaksin dengan dosis yang tepat?
7. Memberikan suntikan secara benar (BCG, Campak, DPT/TT/Hepatitis B)?
8. Membersihkan permukaan kulit yang akan divaksinasi dengan menggunakan kapas yang dibasahi dengan air bersih?
Apakah petugas kesehatan melakukan pencatatan:
No Pertanyaan Y T TB
9. Hasil vaksinasi pada KMS? 10. Hasil vaksinasi pada buku desa?
Apakah petugas kesehatan menjelaskan kepada ibu/pengantar tentang:
No Pertanyaan Y T TB
11. Jenis vaksinasi yang diberikan hari ini? 12. Kemungkinan terjadi efek samping? 13. Keharusan ibu untuk berkonsultasi jika ada efek samping? 14. Anak dapat diimunisasi meskipun sakit ringan? 15. Pentingnya bayi mendapatkan imunisasi lengkap sebelum mencapai
umur 1(satu) tahun?
16. Kapan imunisasi berikutnya?
Keterangan: 1. Daftar tilik ini digunakan untuk mengamati pelaksanaan layanan antenatal 2. Isilah kotak jawaban dengan tanda cek (√) pada kolom yang sesuai 3. Kolom jawaban “Y” (Y= ya), apabila petugas kesehatan melaksanakan 4. Kolom jawaban “T” (T= tidak), apabila petugas kesehatan tidak melaksanakan 5. Kolom jawaban “TB” (TB= tidak berlaku), apabila pernyataan tidak berlaku untuk ibu hamil
tersebut
87
87
Sumber: Pohan, 2007
Misalnya dari 25 pengamatan layanan imunisasi yang dilakukan terdapat hasil sebagai berikut:
Artinya dalam 25 pengamatan variabel no.1 tingkat kepatuhannya hanya 88%, variabel no. 2 92%, variabel no.3 84%, variabel no.4 80% dst Tingkat kepatuhan terhadap standar = ∑Ya Jumlah pengamatan x variabel = (22+23+21+18+16+14+21+20+18+14+18+21+4+6+8) x 100% (25 x 26) = 66% C. Rangkuman Materi
Penjaminan mutu pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan melalui pelbagai
model manajemen kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat digunakan
adalah model PDCA (Plan, Do, Check, Action) yang akan menghasilkan
pengembangan berkelanjutan (continuous improvement) atau kaizen mutu pelayanan
kesehatan.
PDCA merupakan empat langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektif,
yaitu:
a. Merencanakan (PLANN)
Sebelum dilaksanakan solusi, perlu ditentukan tujuan dan apa kriteria
keberhasilan.
b. Pelaksanaan (DO)
Melaksanakan solusi sering melibatkan pelatihan, termasuk proses pengumpulan
data/informasi untuk memantau perubahan yang terjadi, dan mengamati tingkat
kemudahan atau kesulitan pelaksanaan solusi.
c. Cek (CHECK)
Amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan pelajaran apa yang diperleh dari
tindakan yang sudah dilakukan.
88
88
d. Bertindak (ACTION)
Ambil langkah-langkah praktis sesuai dengan pelajaran yang diperoleh dari
tindakan yang sudah diambil.
Selain konsep PDCA, dalam penilaian mutu pelayanan kesehatan/kebidanan
juga digunakan tehnik observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Observasi atau
pengamatan langsung ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: pengamatan langsung
dengan daftar tilik, pengamatan langsung tanpa daftar tilik dan mistery shapper.
Wawancara adalah salah satu cara pengumpulandata dengan melakukan tanya jawab
pada seseorang atau sekelompok orang atau responden untuk meminta pendapat atau
keterangan mengenai sesuatu hal yang dianggap perlu dan penting. Pemeriksaan dan
penilaian dokumen atau catatan lain merupakan kegiatan yang disebut sebagai audit.
D. Latihan/Tugas
Uraikan konsep PDCA dalam penlaian mutu pelayanan kesehatan/kebidanan!
E. Rambu-Rambu Jawaban Soal
PDCA (Plan, Do, Check, Action) merupakan pengembangan berkelanjutan
(continuous improvement) atau kaizen mutu pelayanan kesehatan.
PDCA merupakan empat langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektif,
yaitu:
a. Merencanakan (PLANN)
Sebelum dilaksanakan solusi, perlu ditentukan tujuan dan apa kriteria
keberhasilan.
b. Pelaksanaan (DO)
Melaksanakan solusi sering melibatkan pelatihan, termasuk proses pengumpulan
data/informasi untuk memantau perubahan yang terjadi, dan mengamati tingkat
kemudahan atau kesulitan pelaksanaan solusi.
c. Cek (CHECK)
Amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan pelajaran apa yang diperleh dari
tindakan yang sudah dilakukan.
89
89
d. Bertindak (ACTION)
Ambil langkah-langkah praktis sesuai dengan pelajaran yang diperoleh dari
tindakan yang sudah diambil.
K. Daftar Pustaka
1. Depkes, 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan