Mata Kuliah :
Dosen Pembimbing:
Agama 5 (Hadits)
Syarifuddin S.AG M.AMUSTOLAH HADITS
Oleh :ANDRI JAYA SUKMA (11251103094)FAHEZAN AZHARI
(11251100439)
MOCHAMAD NURTOHA (11151101865)
SUGIANTO (11251103085)Jurusan teknik informatikaFakultas Sains
dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
2014/2015BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangIslam sebagai agama
yang sempurna yang mengatur disegala aspek kehidupan seorang anak
manusia. Selain Al-Quran, umat Islam juga memiliki tuntunan lain
sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia ini, yaitu
As-Sunnah (ucapan, perbuatan dan sikap) yang telah diteladani oleh
Rasulullah SAW.Berangkat dari penjelasan di atas, maka sangatlah
penting bagi umat Islam untuk memahami dan mempelajari hadits
(As-Sunnah) agar dapat menentukan mana hadits yang dapat menjadi
landasan hukum dalam berbagai persoalan yang dihadapi umat
manusia.1.2. Rumusan Masalah1. Apa pengertian ilmu hadits ?2. Apa
saja yang menjadi pokok bahasan dalam ilmu hadits ?3. Bagaimana
pembagian ilmu hadits ?4. Istilah-istilah dasar dalam ilmu hadits
?5. Seperti apa klasifikasi hadits itu ?
1.3. Tujuan Penulisan1. Mengetahui apa pengertian ilmu hadits.2.
Untuk dapat mengetahui apa saja yang menjadi pokok bahasan dalam
ilmu hadits.3. Agar mengerti pembagian ilmu hadits.4. Agar dapat
menguasai istilah-istilah dasar dalam ilmu hadits.5. Untuk
mengetahui klasifikasi hadits.
BAB IIPEMBAHASAN2.1.Pengertian Ilmu haditsIlmu Mustholah adalah
suatu ilmu yang membahas pokok-pokok dan ketentuan-ketentuan dalam
suatu Hadits, yang diketahui dengan ilmu ini keadaan sanad dan
matan diterima atau ditolaknya hadits tersebut.
Ilmu Mustholah bisa juga disebut Ilmu Hadits, karena dengan
mempelajari ilmu ini akan bisa membedakan mana Hadits Shohih dan
mana Hadits Dloif.Ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui
kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak. Situs
wikipedia menyatakan bahwa makna hadits secara harfiah berarti
perkataan atau percakapan Rasulullah. Dengan demikian ilmu
Al-Hadits adalah ilmu-ilmu tentang perkataan atau percakapan
Rasulullah.Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, ilmu
hadits, yakni ilmu yang berpautan dengan hadits, banyak ragam
macamnya. sedangkan Al-Hadits di kalangan ulama hadits berarti
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi dari perbuatan,
perkataan, taqir, atau sifat. Hal ini sejalan dengan pengertian
hadits yang dikemukakan dalam buku Musthalahul hadits yang berarti
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir (persetujuan), atau sifat.2.2.Pokok Bahasan Ilmu
Hadits1. Hadits, Khabar, Atsar, dan Hadits Qudsia. Hadits adalah
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir (persetujuan), atau sifat.b. Khabar semakna
dengan hadits, sehingga memiliki definisi yang sama dengan hadits.
Pendapat lain menyatakan bahwa khabar adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi dan juga kepada selain beliau. Dengan
demikian, definisi khabar lebih umum dan memiliki cakupan yang
lebih luas daripada hadits.c. Atsar adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada seorang shahabat atau tabiin. terkadang atsar
juga didefinisikan dengan segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi. Namun penyebutannya harus diberi taqyid (catatan) bahwa hal
itu berasal dari beliau seperti ucapan.d. Hadits qudsi adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Nabi SAW. dari Allah SWT. Hadits
qudsi disebut juga dengan hadits Rabbani/Ilahi.Contohnya adalah:
Nabi bersabda bahwa Allah berfirman;Artinya; Aku menurut
persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku dan Aku bersamanya ketika dia
mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku mengingatnya
dalam diri-Ku. Jika dia mengingat-Ku di kumpulan orang banyak, Aku
mengingatnya di kumpulan orang banyak yang lebih baik dari
mereka.Kedudukan Hadits Qudsi adalah antara Al-Quran dan Hadits
Nabawi (Perbedaan ketiganya dapat diketahui dari penisbatan lafadz
dan makna). Lafadz dan makna Al-Quran Al-Karim dinisbatkan kepada
Allah SWT. Sedangkan hadits nabawi, lafadz dan maknanya dinisbatkan
kepada Nabi. Adapun hadits qudsi, hanya maknanya saja yang
dinisbatkan kepada Allah Taala, bukan lafadznya.Oleh karena itulah,
membaca hadits qudsi tidak terhitung sebagai ibadah, tidak dapat
digunakan sebagai bacaan dalam shalat, tiada tantangan dari Allah
kepada orang kafir untuk menandinginya dan tidak dinukil secara
mutawatir sebagaimana Al-Quran. Sehingga Hadits qudsi ada yang
berderajat shahih, dhaif, bahkan maudlu (palsu).
2. Isnad, Sanad, Matan, Musnad, Musnid, Muhaddits, Hafiz, Hujjah
dan Hakima. Isnad.Isnad secara etimologi berarti menyadarkan
sesuatu kepada yang lain. Sedangkan menurut istilah, isnad berarti
: Mengangkat Hadis kepada yang mengatakannya (sumbernya), yaitu
menjelaskan jalan matan dengan meriwayatkan Hadis secara
musnad.Disamping itu, isnad dapat juga diartikan dengan
menceritakan jalannya matan.b. Sanad dan Matan Hadits Pengertian
Sanad dan Matan Hadits Sanad dari segi bahasa artinya sandaran,
tempat bersandar, yang menjadi sandaran. Sedangkan menurut istilah
ahli hadits, sanad berarti silsilah atau jalan yang menyampaikan
kepada matan hadits.Contoh : Dikabarkan kepada kami oleh Malik yang
menerimanya dari Nafi, yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar
bahwa Rasulullah bersabda: Janganlah sebagian dari antara kamu
membeli barang yang sedang dibeli oleh sebagian yang lainnya. Dalam
hadits tersebut dinamakan sanad adalah:Dikabarkan kepada kami oleh
Malik yang menerimanya dari Nafi, yang menerimanya dari Abdullah
ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda.Matan dari segi bahasa artinya
membelah, mengeluarkan, mengikat. Sedangkan menurut istilah ahli
hadits, matan yaitu; Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni
sabda Nabi yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya.Apa yang
disebut matan hadits yang telah kami sebutkan di awal adalah:
Janganlah sebagian dari antara kamu membeli barang yang sedang
dibeli oleh sebagian yang lainnya. Kedudukan Sanad dan Matan
HaditsPara ahli hadits sangat hati-hati dalam menerima suatu hadits
kecuali apabila mengenal dari siapa mereka menerima setelah
benar-benar dapat dipercaya. Pada umumnya riwayat dari golongan
sahabat tidak di syaratkan apa-apa untuk diterima periwayatannya.c.
MusnadMenurut bahasa Musnad adalah bentuk isim maful dari kata
kerja asnada, berarti sesuatu yang disandarkan kepada yang lain.
Secara terminologi, musnad mengandung tiga pengertian: Hadis yang
bersambung sanad-nya dari perawinya (dalam contoh sanad di atas
adalah Bukhari) sampai kepada akhir sanadnya yang biasanya adalah
Sahabat, dan dalam contoh diatas adalah Anas r.a. Kitab yang
menghimpun Hadis-hadis Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh shahabat,
seperti Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar r.a dan
lainnya. Contohnya, adalah kitab Musnad Imam Ahmad. Sebagai mashdar
(Mashdar mimi) mempunyai arti sama dengan sanad.d. MusnidKata
musnid adalah isim fail dari asnada-yusnidu, yang berarti orang
yang menyadarkan sesuatu kepada yang lainnya. Sedangkan
pengertiannya dalam istilah Ilmu Hadis yaitu:Musnid adalah setiap
perawi hadis yang meriwayatkan Hadis dengan menyebutkan sanadnya,
apakah ia mempunyai pengetahuan tentang sanad tersebut, atau tidak
mempunyai pengetahuan tentang sanad tersebut, tetapi hanya sekadar
meriwayatkan sajaKedudukan sanad dalam hadits sangat penting, hal
ini dikarenakan hadits yang diperoleh/diriwayatkan akan mengikuti
siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadits
dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak dan mana
hadits yang sahih atau tidak, untuk diamalkan. Sanad merupakan
jalan yang mulia untuk menetapkan hukum Islam.e. MuhadditsYaitu
orang yang banyak menghafal hadits serta mengetahui sifat-sifat
orang yang meriwayatkan tentang 'adil dan kecacatannya.f.
HafizYaitu orang yang menghafal sebanyak 100,000 hadits dengan
isnadnya.g. HujjahYaitu orang yang menghafal sebanyak 300,000
hadits dengan isnadnya.h. HakimYaitu orang yang meliputi 'ilmunya
dengan urusannya hadits.2.3.Pembagian Ilmu haditsSecara garis besar
ilmu-ilmu hadits dapat dibagi menjadi dua, yaitu ilmu hadits
riwayat (riwayah) dan ilmu hadits dirayat (dirayah).a. Ilmu hadits
riwayah ialah ilmu yang membahas perkembangan hadis kepada
Sahiburillah, Nabi Muhammad dari segi kelakuan para perawinya,
mengenai kekuatan hapalan dan keadilan mereka dan dari segi keadaan
sanad. Ilmu hadits riwayah ini berkisar pada bagaimana cara-cara
penukilan hadis yang dilakukan oleh para ahli hadits, bagaimana
cara menyampaikan kepada orang lain dan membukukan hadis dalam
suatu kitab.b. Ilmu Hadits dirayat ialah pembahasan masalah untuk
mengetahui keadaan rawi dan yang diriwayatkan, untuk mengetahui
apakah bisa diterima atau ditolak. Atau Ilmu Ushulur Riwayah dan
disebut juga dengan Ilmu Musthalah Hadits.2.4.Istilah-Istilah Dasar
Dalam Ilmu Haditsa. Al jarhu wa tadil: Pernyataan adanya cela dan
cacat, dan per-nyataan adanya al-Adalah dan hafalan yang bagus pada
seorang rawi hadits.
b. At Tadil: Pernyataan adanya al-Adalah pada diri seorang
rawi.
c. Al Jarhu: Celaan yang dialamatkan pada rawi hadits yang dapat
mengganggu (atau bahkan meng-hilangkan) bobot predikat al-Adalah
dan hafalan yang bagus, dari dirinya.
d. Tsiqah: Kredibel, di mana pada diri seorang rawi ter-kumpul
sifat al-Adalah dan adh-Dhabt (hafalan yang bagus).
e. Rawi La Ba`sa Bihi: Rawi yang masuk dalam kategori
tsiqah.
f. Jayyid: Baik
g. Layyin: Lemah.
h. Majhul: Rawi yang tidak diriwayatkan darinya kecuali oleh
seorang.
i. Mubham: Rawi yang tidak diketahui nama (identitas)nya.
j. Mudallis: Rawi yangi melakukan tadlis.
k. Rawi Mastur: Sama dengan Majhul al-Hal (Rawi yang tidak
diketahui jati dirinya).
l. Perawi Matruk: Perawi yang dituduh berdusta, atau perawi yang
banyak melakukan kekeliruan, sehingga periwayatanya bertentangan
dengan periwayatan perawi yang tsiqah. Atau perawi yang sering
meriwayatkan hadits-hadits yang tidak dikenal (gharib) dari perawi
yang terkenal tsiqah.
m. Rawi Mudhtharib: Rawi yang menyampaikan riwayat secara tidak
akurat, di mana riwayat yang disam-paikannya kepada rawi-rawi di
bawahnya berbeda antara yang satu dengan lainnya, yang menyebabkan
tidak dapat ditarjih; riwayat siapa yang mahfuzh (terjaga).
n. Rawi Mukhtalith: Rawi yang akalnya terganggu, yang
menye-babkan hafalannya menjadi campur aduk dan ucapannya menjadi
tidak teratur.
o. Rawi yang tidak dijadikan sebagai hujjah : Rawi yang
haditsnya diriwayatkan dan ditulis tapi haditsnya tersebut tidak
bisa dijadikan sebagai dalil dan hujjah.
p. Saqith: Tidak berharga karena terlalu lemah (parahnya illat
yang ada di dalamnya).
q. Tadhif: Pernyataan bahwa hadits atau rawi bersangkutan dhaif
(lemah).
r. Tahqiq: Penelitian ilmiah secara seksama tentang suatu
hadits, sehingga mencapai kebenaran yang paling tepat.
s. Tahsin: Pernyataan bahwa hadits bersangkutan ada-lah
hasan.
t. Taliq: Komentar, atau penjelasan terhadap suatu potongan
kalimat, derajat hadits dan sebagainya yang biasanya berbentuk
catatan kaki.
u. Takhrij: Mengeluarkan suatu hadits dari sumber-sum-bernya,
berikut memberikan hukum atasnya; shahih atau dhaif.
v. Syahid: Hadits yang para rawinya ikut serta meriwa-yatkannya
bersama para rawi suatu hadits, dari segi lafazh dan makna, atau
makna saja; dari sahabat yang berbeda.
w. Syawahid: Hadits-hadits pendukung, jamak dari kata
syahid.Haditsnya layak dalam kapasitas syawahid, artinya, dapat
diterima apabila ada hadits lain yang memperkuatnya, atau sebagai
yang me-nguatkan hadits lain yang sederajat dengannya.
x. Mutabaah: Hadits yang para rawinya ikut serta meriwayatkannya
bersama para rawi suatu hadits gharib, dari segi lafazh dan makna,
atau makna saja; dari seorang sahabat yang sama.
2.5. Klasifikasi Hadits1. Hadits Qudsi
a. Pengertian Hadis Qudsi
Secara terminologi hadis qudsi adalah hadits yang diriwayatkan
kepada kita dari Nabi SAW yang disandarkan oleh beliau kepada Allah
SWT. Atau setiap hadits yang disandarkan Rasulullah SAW.
perkataannya kepada Allah Azza wa JallaDefinisi tersebut
menjelaskan bahwa hadits Qudsi itu adalah perkataan yang bersumber
dari Rasulullah SAW, namun disandarkan beliau kepada Allah SWT.
tetapi bukanlah Al-Quran.
b. Perbedaan antara Hadits Qudsi dan al-Quran
Antara al-Quran dan Hadits Qudsi terdapat beberapa perbedaan,
yaitu :
Al-Quran lafaz dan maknanya berasal dari Allah SWT. Sedangkan
hadis Qudsi maknanya berasal dari Allah SWT, sementara lafaznya
dari Rasulullah SAW.
Al-Quran hukum membacanya adalah ibadah, sedangkan hadis Qudsi
membacanya tidak dihukumi ibadah.
Periwayatan dan keberadaan al-Quran disyaratkan harus mutawatir,
sementra hadis Qudsi periwayatannya tidak disyaratkan
mutawatir.
Al-Quran adalah mukjizat dan terpelihara dari terjadinya
perubahan dan pertukaran serta tidak boleh diriwayatkan secara
makna. Sedangkan hadits Qudsi bukanlah mukjizat, dan lafaz serta
susunan kalimatnya bisa saja berubah, karena dimungkinkan untuk
diriwayatkan secara makna.
Al-Quran dibaca di dalam shalat sedangkan hadits qudsi
tidak.
c. Perbedaan antara Hadits Qudsi dengan Hadits Nabawi.
Berdasarkan pengertian dan kriteria yang dimiliki hadits Qudsi,
terdapat perbedaan antara hadis Qudsi dan hadits Nabawi, yaitu;
bahwa Hadits Qudsi, nisbah atau pebangsaannya adalah kepada Allah
SWT, dan Rasulullah berfungsi sebagai yang menceritakan atau
meriwayatkannya dari Allah SWT. Sedangkan Hadis Nabawi, nisbah atau
pebangsaannya adalah kepada Nabi SAW dan sekaligus peiwayatannya
adalah dari beliau.
2. Hadits Marfu'
a. Pengertian Hadis Marfu'
Hadis Marfu' adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
SAW berupa perkataan, perbuatan, ketetapan atau sifat.
Dari definisi di atas dapat difahami bahwa segala sesuatu yang
disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik perkataan, perbuatan,
taqrir, ataupun sifat beliau disebut dengan hadis Marfu'. Orang
yang menyandarkan itu boleh jadi Sahabat, atau selain sahabat.
Dengan demikian, sanad dari hadis Marfu' ini bisa Muthasil, bisa
pula Munqathi, Mursal, atau Mu'dhal dan Mu'allaq.
b. Hukum Hadits Marfu'
Hukum hadits marfu' tergantung pada kwalitas dan bersambung atau
tidaknya sanad, sehingga memungkinkan suatu hadits Marfu' itu
berstatus shahih, hasan atau dhaif.
3. Hadits Mauquf
a. Pengertian Hadis Mauquf
Beberapa ulama hadits memberikan terminologi hadits mauquf yaitu
segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat dalam bentuk
perkataan, perbuatan, atau taqrir beliau, baik sanadnya muttashil
atau munqathi. Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat berupa
perkataan, perbuatan, ataupun taqrir beliau.
b. Hadis Mauquf yang berstatus Marfu'.
Diantara hadits mauquf terdapat hadits yang lafadz dan bentuknya
mauquf, namun setelah dicermati hakikatnya bermakna marfu', yaitu
berhubungan dengan Rasul SAW. Hadits yang demikian dinamai oleh
para ulama hadits dengan al-mauquf lafdzhan al-marfu' ma'nan, yaitu
secara lafaz berstatus mauquf, namun secara mkana bersifat
marfu'
c. Hukum hadis Mauquf.
Apabila suatu hadis mauquf berstatus hukum marfu sebagaimana
yang dijelaskan diatas, dan berkwalitas shahih atau hasan, maka
status hukumnya pun sama dengan hadis marfu itu.Akan tetapi jika
tidak berstatus marfu, maka para ulama hadis berbeda pendapat
tentang kehujjahannya.
4. Hadis Maqthu'
a. Pengertian Hadis Mqthu'
Secara terminology hadis maqthu' yaitu sesuatu yang terhenti
(sampai) pada Tabii baik perkataan maupun perbuatan.
Sesuatu yang disandarkan kepada tabi'i atau generasi yang datang
sesudahnya berupa perkataan atau perbuatan.Hadis Maqthu tidak sama
dengan munqhati, karena maqthu adalah sifat dari matan, yaitu
berupa perkataan Tabi'in atau Tabi at-Tabi'in, sementara munqathi
adalah sifat dari sanad, yaitu terjadinya keterputusan sanad.
b. Status Hukum Hadis Maqthu'.
Hadits Maqthu' tidak dapat dijadikan sebagai hujjah atau dalil
untuk menetapkan suatu hukum, karena status dari perkataan Tabi'in
sama dengan perkataan Ulama lainnya.
Hadits ditinjau dari segi jumlah rawi atau banyak sedikitnya
perawi yang menjadi sumber berita, maka dalam hal ini pada garis
besarnya hadits dibagi menjadi dua macam, yakni hadits mutawatir
dan hadits ahad.
1. Hadits Mutawatir.
a. Ta'rif Hadits Mutawatir
Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti
beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang
lain.
Sedangkan menurut istilah ialah:
"Suatu hasil hadis tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh
sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka
berkumpul dan bersepakat untuk dusta.Artinya: "Hadits mutawatir
ialah hadits yang diriwayatkan sejumlah rawi yang menurut adat
mustahil mereka bersepakat berbuat dusta, hal tersebut seimbang
dari permulaan sanad hingga akhirnya, tidak terdapat kejanggalan
jumlah pada setiap tingkatan."
b. Syarat-Syarat Hadits Mutawatir
Suatu hadits dapat dikatakan mutawatir apabila telah memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus
berdasarkan tanggapan (daya tangkap) pancaindera. Artinya bahwa
berita yang disampaikan itu benar-benar merupakan hasil pemikiran
semata atau rangkuman dari peristiwa-peristiwa yang lain dan yang
semacamnya, dalam arti tidak merupakan hasil tanggapan pancaindera
(tidak didengar atau dilihat) sendiri oleh pemberitanya, maka tidak
dapat disebut hadits mutawatir walaupun rawi yang memberikan itu
mencapai jumlah yang banyak.
Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat
mustahil mereka untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda
pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat
dusta.
Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat
(lapisan/tingkatan) pertama maupun thabaqat berikutnya. Hadits
mutawatir yang memenuhi syarat-syarat seperti ini tidak banyak
jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits
mutawatir tidak mungkin terdapat karena persyaratan yang sedemikian
ketatnya.
c. Pembagian Hadits Mutawatir
Para ulama membagi hadits mutawatir menjadi tiga, yaitu:
Hadits Mutawatir Lafzi
Muhadditsin memberi pengertian Hadits Mutawatir Lafzi antara
lain :
1) "Suatu (hadits) yang sama (mufakat) bunyi lafaz menurut para
rawi dan demikian juga pada hukum dan maknanya."
2) "Suatu yang diriwayatkan dengan bunyi lafaznya oleh sejumlah
rawi dari sejumlah rawi dari sejumlah rawi."Silsilah/urutan rawi
hadits di atas ialah sebagai berikut:Menurut Abu Bakar Al-Bazzar,
hadits tersebut diatas diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, kemudian
Imam Nawawi dalam kita Minhaju al-Muhadditsin menyatakan bahwa
hadits itu diterima 200 sahabat.
Hadits mutawatir maknawi
Hadits mutawatir maknawi adalah;
"Hadis yang berlainan bunyi lafaz dan maknanya, tetapi dapat
diambil dari kesimpulannya atau satu makna yang umum." Jadi, hadits
mutawatir maknawi adalah hadits mutawatir yang para perawinya
berbeda dalam menyusun redaksi hadits tersebut, namun terdapat
kesamaan dalam maknanya.
Hadis Mutawatir Amali
Yaitu: "Sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal
dari agama dan telah mutawatir di antara kaum muslimin bahwa Nabi
melakukannya atau memerintahkan untuk melakukannya atau serupa
dengan itu." 2 Hadits Ahad
1) Pengertian hadis ahad
Menurut Istilah ahli hadits, tarif hadits ahad antara lain:
"Suatu hadis (khabar) yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai
jumlah pemberita hadis mutawatir; baik pemberita itu seorang. dua
orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi
jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa hadis tersebut masuk
ke dalam hadis mutawatir: " "Suatu hadits yang padanya tidak
terkumpul syarat mutawatir."
Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadits bergantung
kepada tiga hal, yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan
keadaan matan. Ketiga hal tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu
hadits. Bila dua buah hadits menentukan keadaan rawi dan keadaan
matan yang sama, maka hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi
lebih tinggi tingkatannya dari hadits yang diriwayatkan oleh satu
orang rawi; dan hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi lebih
tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh dua orang
rawi; hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat ingatannya,
lebih tinggi tingkatannya daripada hadits yang diriwayatkan oleh
rawi yang lemah tingkatannya, dan hadits yang diriwayatkan oleh
rawi yang jujur lebih tinggi tingkatannya daripada hadits yang
diriwayatkan oleh rawi pendusta.
Tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis menentukan tinggi
rendahnya kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam. Para ulama
membagi hadits ahad dalam tiga tingkatan, yaitu hadits sahih,
hadits hasan dan hadits dhaif.
1. Hadits Sahih.
Hadis sahih menurut bahasa berarti hadits yng bersih dari cacat,
hadits yang benar berasal dari Rasulullah SAW. Batasan hadits
sahih, yang diberikan oleh ulama, yaitu "Hadis shahih adalah hadits
yang susunan lafadznya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi
ayat (al-Quran), hadits mutawatir atau ijimak serta para rawinya
adil dan dabit."Imam an-Nawawi, membagi yang shahih menjadi tujuh
bagian:a. Yang paling tinggi, ialah yang disepakati oleh al-Bukhari
dan Muslim (Muttafaq alaih aw ala sihhatihi).b. Yang diriwayatkan
sendiri oleh Imam al-Bukhari.Yang diriwayatkan sendiri oleh
Muslim.c. Hadits yang memenuhi kualifikasi shahih Bukhari dan
Muslim.d. Hadits yang memenuhi kualifikasi shahih dari Imam
al-Bukhari.e. Hadits yang memenuhi kualifikasi shahih dari
Muslim.f. Yang dianggap shahih oleh imam-imam yang lain selain
Bukhari dan Muslim.2. Hadis Hasan
Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik. Menurut Imam
Turmuzi hadits hasan adalah : "Yang kami sebut hadits hasan dalam
kitab kami adalah hadits yang sanadnya baik menurut kami, yaitu
setiap hadits yang diriwayatkan melalui sanad di dalamnya tidak
terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan haditsnya, tidak
janggal diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat.
Hadits yang demikian kami sebut hadits hasan."3. Hadist Dhaif
Hadits dhaif menurut bahasa berarti hadis yang lemah, yakni para
ulama memiliki dugaan yang lemah (kecil atau rendah) tentang
benarnya hadis itu berasal dari Rasulullah SAW. Para ulama memberi
batasan bagi hadits daif yaitu; "Hadits dhaif adalah hadits yang
tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan juga tidak
menghimpun sifat-sifat hadits hasan.". Pada hadits dhaif itu
terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk
menetapkan hadits tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.
Berdasarkan siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah
yang dijumpai pada ilmu hadits antara lain:1. Muttafaq Alaih
(disepakati atasnya) yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal
dengan Hadits Bukhari dan Muslim.2. As Sab'ah berarti tujuh perawi
yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam
Tirmidzi, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah.3. As Sittah maksudnya
enam perawi yakni mereka yang tersebut diatas selain Ahmad bin
Hanbal (Imam Ibnu Majah).4. Al Khamsah maksudnya lima perawi yaitu
mereka yang tersebut diatas selain Imam Bukhari dan Imam Muslim.5.
Al Arba'ah maksudnya empat perawi yaitu mereka yang tersebut di
atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim.6. Ats Tsalatsah
maksudnya tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain
Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu MajahBAB
IIIPENUTUP3.1.KesimpulanDari uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan yaitu, bahwa hadits adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW., baik itu berupa perkataan, perbuatan,
ketetapan maupun persetujuannya. Para ulama membagi tingkatan
hadits ke dalam beberapa golongan, seperti hadits qudsi, hadits
mutawatir, hadits shahih, hadits hasan, hadits dhaif dan lain
sebagainya.Selain hal yang kami sebut di atas, ada hal lain yang
harus dipahami dalam mempelajari ilmu hadist, yaitu istilah-istilah
yang ditetapkan para ulama dalam ilmu hadits, seperti; At Tadil,
Tsiqah, Rawi La Ba`sa Bihi dan lain sebagainya.3.2. SaranDari
runtutan pembahasan mengenai dasar-dasar ilmu hadits ini kami
merekomendaikan beberapa saran yaitu:1. Kepada seluruh kaum
muslimin untuk terus mendalami sumber hukum umat islam yaitu
Al-Qur`an dan As-Sunnah.
2. Mempelajari ilmu hadits dapat dilakukan dengan mncari
referensi-referensi yang terkait ataupun bertalaqqie kepada seorang
ahli ilmu (ulama atau Ustadz).
DAFTAR PUSTAKAShalih Al-Utsaimin. Syeikh Muhammad, 2008.
Musthalahul Hadits. Jogjakarta: Media Hidayah.As-Shalih, Dr. Subhi.
2002. Membahas Ilmu-ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka
Firdaus.An-Nawawi, Imam. 2001. Dasar-dasar Ilmu Hadits. Jakarta:
Pustaka Firdaus.Ahmad, H. Muhammad. 1998. Ulumul hadits. Bandung:
Pustaka Setia.Ismail, M. S. 1994. Pengantar Ilmu Hadis. Bandung:
Angkasa.