MOTIVASI ZIARAH BATU KERAMAT UYUT EYANG LANG-LANG BUANA DI VIHARA SIAN JIN KU POH TAJUR HALANG-BOGOR Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Ade Ulfatun Najah NIM: 1115032100052 PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020 M
120
Embed
MOTIVASI ZIARAH BATU KERAMAT UYUT EYANG LANG-LANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52037/1/Br Skrip… · mendatangi keramat memiliki berbagai keperluan dan keinginan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MOTIVASI ZIARAH BATU KERAMAT
UYUT EYANG LANG-LANG BUANA DI VIHARA
SIAN JIN KU POH TAJUR HALANG-BOGOR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama
(S.Ag)
Oleh:
Ade Ulfatun Najah
NIM: 1115032100052
PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
i
MOTIVASI ZIARAH BATU KERAMAT
UYUT EYANG LANG-LANG BUANA DI VIHARA
SIAN JIN KU POH TAJUR HALANG-BOGOR
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
Ade Ulfatun Najah
11150321000052
Diperiksa dan Disetujui
Di Bawah Bimbingan
Dra. Hermawati, MA
NIP: 19541226 198603 2 002
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Ade Ulfatun Najah
Nim : 11150321000052
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan/Prodi : Studi Agama-Agama
Judul Skripsi : Motivasi Ziarah Batu Keramat Eyang Uyut Lang-Lang
Buana Di Vihara Sian Jin Ku Poh, Tajur Halang-Bogor
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplak dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQOSYAH
Skripsi berjudul, “MOTIVASI ZIARAH BATU KERAMAT UYUT EYANG
LANG-LANG BUANA DI VIHARASIAN JIN KU POH TAJUR HALANG-
BOGOR”telah diujikan dalang sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 19 Mei 2020. Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana agama
(S.Ag) pada Program Studi Agama-Agama.
Jakarta, 19 Mei 2020
Sidang Munaqosyah
Ketua Merangkap Anggota
Syaiful Azmi, MA
NIP. 19710310 199703 1 005
Sekretaris Merangkap Anggota
Lisfa Sentosa Aisyah, MA
NIP. 19750506200501 2 003
Anggota ,
Penguji I
Drs. M. Nuh HS, MA
NIP. 19610312 198903 1 002
Penguji II
Drs. Dadi Darmadi, MA
NIP. 19690707 199503 1 001
Pembimbing,
Dra. Hermawati, MA
NIP: 19541226 198603 2002
iv
ABSTRAK
Ade Ulfatun Najah, Motivasi Ziarah Batu Keramat Uyut Eyang Lang-
lang Buana Di Vihara Sian Jin Ku Poh, Tajur Halang-Bogor.
Manusia disebut makhluk sosial juga makhluk spiritual. Dengan
demikian kerinduan hati untuk bisa mengenali hakikat, jati diri dan asal
usul kehidupan serta hubungannya dengan alam semesta dan Sang
Sumber Tertinggi (Tuhan) dimiliki oleh semua orang tanpa mengenal
batas etnis, bangsa bahkan ruang dan waktu. Kepercayaan pada yang gaib
maupun yang mistik tidak terlepas dari manusia.
Persoalan yang terjadi pada peziarah Batu Keramat menjadi
problematika kepercayaan setiap orang yang mendatanginya. Mereka yang
mendatangi keramat memiliki berbagai keperluan dan keinginan di luar
sekadar berziarah. Dari ini terdapat pokok permasalahan terkait
problematika tersebut, yaitu 1. Bagaimana pemaknaan batu keramat dan
motivasi peziarah batu keramat di vihara Sian Jin Ku Poh. Dengan
menggunakan penelitian lapangan kualitatif, beberapa sumber primer
digunakan sebagai acuan dalam melakukan wawancara dan observasi
selama dilapangan. Kemudian, data sekunder digunakan sebagai rujukan
dari buku, maupun jurnal yang relevan dengan penelitian ini. pelaporannya
bersifat deskriptif dan naratif.
Hasil dari penelitian ini, motivasi para peziarah terbagi atas empat
kategori, yaitu pertama, taktyarasa yaitu berziarah dengan tujuan
memperoleh berkah dan keteguhan hidup (ngalap berkah). Peziarah
mendatangi keramat hanya melakukan penghormatan. Kedua, gorowasi:
berziarah untuk memperoleh kekuatan, popularitas, stabilitas pribadi, serta
umur panjang, dan mencari ketenangan batin. Keramat dianggap sebagai
salah satu tempat yang dapat mengabulkan permohonan meminta pekerja,
keharmonisan keluarga. Ketiga, widiginong: berziarah dengan tujuan
mencari kekayaan dunia maupun jabatan duniawi atau mencari rejeki.
Banyak peziarah datang ke keramat untuk meminta rejeki dan penglaris
usaha. Keempat, samaptadanu: upaya mencari kebahagiaan anak cucu agar
selamat atau untuk mencari keselamatan. Sebagai tempat yang dijadikan
memiliki kekuatan suci ataupun sakral, mereka percaya bisa mendatangkan
keselamatan, keamanan dan bisa mengobati sakit seseorang.
Kata kunci : Kepercayaan, Batu Keramat, Motivasi Ziarah.
v
Motto
“Jangan lupakan kekuatan senyum, selama kau bertahan, banyak
hal menyenangkan yang akan terjadi.”
Bellemere (one piece)
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaan Nirrahim…...
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirrabbil ´alamiin segala puji dan syukur Penulis panjatkan
atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Motivasi
Ziarah Batu Keramat Uyut Eyang Lang-lang Buana di Vihara Sian Jin Ku
Poh, Tajur Halang-Bogor, dengan tepat waktu. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad Saw.
Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menyadari akan banyak kekurangan,
kendala, hambatan dan juga kesulitan yang dihadapi baik dalam pengaturan waktu,
pengumpulan bahan-bahan maupun kondisi objektif di lapangan dan sebagainya selama
masa pengerjaan. Namun dengan pertolongan Allah SWT, serta berkat kesungguhan hati
dan kerja keras penulis dapat melewati saat-saat tersulit yang dihadapi. Hal ini juga tidak
terlepas dari dukungan, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak yang selalu
menyertai penulis. Untuk itulah penulis ingin sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Amani Lubis, selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Syaiful Azmi, MA, selaku ketua Jurusan Studi Agama-agama yang
telah meluangkan banyak waktu dan juga memberikan banyak
arahan.
vii
4. Lisfa Sentosa Aisyah, MA, selaku sekretaris Jurusan Studi Agama-
agama yang telah memberikan dukungan kepada penulis dan sudah
banyak membantu penulis dalam mengurus semua keperluan skripsi
hingga selesai.
5. Ibu Dra. Hermawati, MA., selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah bersedia meluangkan banyak waktunya untuk membimbing,
memberi petunjuk, arahan, dan nasehat kepada penulis dengan ikhlas
dan teliti demi keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Segenap bapak dan ibu dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya
dosen pengajar Studi Agama-agama yang dengan sabar dan ikhlas
meluangkan waktunya untuk mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan
kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Semoga apa yang
telah dilakukan oleh bapak ibu diberikan balasan terbaik oleh Allah
SWT.
7. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, yang telah memfasilitasi
untuk mengadakan studi kepustakaan, dan staf Akademik Fakultas
ushuluddin yang telah memberikan dan memfasilitasi terhadap surat
menyurat.
8. Semua pihak Keramat dan pengurus Vihara Sian Jin Ku Poh yang
telah banyak membantu dan direpotkan dalam proses penelitian,
khususnya Ibu Eti, ko Apeng, mak Kutun, dan narasumber terkait,
yang sudah sangatlah membantu dalam proses penelitian dan
bersedia meluangkan waktu serta berbagi ilmu pengetahuan dan
viii
informasi terkait pada saat pengambilan data wawancara.
Terimakasih juga untuk Pengurus dan Banthe yang dan terus
berjuang mencerdaskan bangsa ini. Belajar menjadi diri sendiri,
menghargai sesama, tanpa berada di Sangha Meta Arama, yang
mengijinkan penulis belajar di Sangha selama melakukan penelitian.
9. Bapak tercinta Muhyidin, Ibu tercinta Salimah Ernawati, adik-
adikku tersayang, nenek, paman, bibi dan keponakanku tersayang
yang selalu memberikan dukungan, doa dan hiburannya sehingga
penulis tidak pernah patah semangat, bisa tertawa lepas, serta selalu
bersyukur untuk melakukan segalanya.
10. Kakakku tersayang Anastasia dan Ferdinand yang selalu menjadi
pembimbing ku dan menjadi alarm juga acuan penulis untuk terus
maju selama ini. Semoga sehat selalu dan terus menjadi semangat
bagi penulis. Teruntuk juga kakak-kakakku yang di Lampung yang
selalu memberikan semangat dan nasehatnya. Bogo sipeoyeo, neomu
saranghae.
11. Keluarga besar penulis di Pondok Pesantren DAAR EL HIKAM,
teteh- teteh kobong 2 dan kobong 3, juga teteh-teteh pengurus,
terimakasih atas segalanya. Terkhusus untuk Abi Baharuddin dan
Umi Tuti Rosmaya yang tidak pernah bosan terus memberi nasehat
juga sebagai orang tua selama di Daar El Hikam dan seterusnya
akan selalu menjadi orang tua penulis.
12. Keluarga besar KSE Nusantara, khususnya Paguyuban KSE UIN
Jakarta. Penulis belajar banyak sekali pembelajaran untuk saling
ix
berbagi, untuk tidak lupa dengan apa yang telah penulis terima,
terutama ayahanda dan ibunda KSE. Kakak-kakak alumni KSE UIN
Jakarta, teman-teman seperjuangan dan adik-adik yang sedang dan
terus berjuang mencerdaskan bangsa ini. Belajar menjadi diri sendiri,
menghargai sesama tanpa membedakan antar sesama dan terus
mengembangkan diri itulah KSE. Maeu gamsahabnida.
13. Teman-teman seperjuangan angkatan 2015 Studi Agama-agama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terkhusus Oja, Mala, Syifa,
Nadya, Ica, dan teman-teman SAA B, terimakasih untuk tahun-
tahun bersama selama di UIN.
14. Teman-teman KKN Panavela 127 tahun 2018, terimakasih atas
semua bimbingan dan pembelajarannya. Ayu, Puji, Zaki, Zubed,
hal. 19 5 M. Ali Imron. (2013). Sejarah Terlengkap Agama-agama Di Dunia. Yogyakarta:
IRCiSoD, hal. 12
3
Dalam sejarah kepercayaan manusia yang telah ada ribuan tahun lalu,
hanya tercatat beberapa perkembangan sistem kepercayaan kepada yang gaib, yaitu
dinamisme, animisme, politeisme, henoteisme, dan monoteisme. Kepercayaan
animisme dan dinamisme, kendati dianggap sebagai awal dari kepercayaan umat
manusia, bahkan sampai sekarang kepercayaan tersebut masih terdapat di berbagai
lapisan masyarakat. Walaupun kepercayaan tersebut tidak seperti pada masyarakat
primitif terdahulu, fenomena dan juga praktiknya masih mirip bahkan ada sampai
sekarang.6
Bukan hanya itu, kepercayaan terhadap animisme dan dinamisme yang
memang sudah sangat melekat tidak bisa hilang dengan begitu saja. Animisme7
sendiri diartikan sebagai sesuatu yang lain daripada daya kekuasaan yang tidak
berpribadi.89 Dinamisme10 sendiri diartikan sebagai kepercayaan kepada suatu
daya-kekuatan atau kekuasaan yang keramat dan tidak berpribadi, yang dianggap
halus atau berjasad, yaitu sejenis "fluidum", yang dapat dimiliki ataupun tidak dapat
dimiliki oleh benda, binatang ataupun manusia.
Agama sebagai salah satu seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhan,11 sebagai jembatan komunikasi manusia
saat berdoa dan meminta segala sesuatu. Sebagai penghubung manusia ketika susah
6 Amsal Bakhtiar. (2009). Filsafat Agama. Jakarta : Rajawali Pers. hal. 55 7 Animisme berasal dari perkataan Latin, anima yang artinya "nyawa" 8A.G. Honig Jr.terj. M.D Koesoemoesastro dan soegiarto. (2009). Ilmu Agama . Jakarta:
Gunung Mulia, hal. 54, 33 9 Pengertian singkatnya ialah ajaran atau doktrin tentang realitas jiwa atau roh. Roh-roh
yang dimaksud adalah percaya terhadap makhluk halus atau roh-roh yang terdapat pada setiap benda, baik benda hidup ataupun mati. M. Ali Imron. (2013). Sejarah Terlengkap Agama-agama Di
Dunia. Yogyakarta: IRCiSoD, hal. 20 10 Kata yang berasal dalam bahasa Yunani "dunamos," istilah Inggrisnya adalah
"dynamis", yang diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai kekuatan, kekuasaan atau khasiat, juga
daya. 11 Nur Syam. (2009). Tantangan Multikulturalisme Indonesia. Yogyakarta: Kanisius, hal.
134
4
maupun senang, dengan memohon maupun melakukan sesuatu yang mereka
anggap bisa menjadi tolak ukur untuk terkabulnya segala macam yang diinginkan.
Agama-agama yang lahir pada babak sejarah pre-modern, sebelum masyarakat dan
dunia di warnai perkembangan pesat ilmu dan teknik. Peter L. Berger (1969 : 268)
melukiskan agama sebagai suatu kebutuhan dasar manusia; karena agama
merupakan sarana manusia membela diri terhadap segala kekacauan yang
mengancam hidup manusia.12 Sebagai kebutuhan dasar yang selalu melekat pada
diri manusia, agama sebagai acuan paling terdepan ketika manusia mengalami
permasalahan yang dihadapi.
Setiap masyarakat memiliki motif untuk beragama atau memakai istilah
C.G Jung – naturaliter religiosa, sebagai manifestasi dari fitrah manusia yang
selalu membutuhkan tuntunan dalam memecahkan problematikanya. Maka,
beragama berarti pengakuan akan keterbatasan, sekaligus ketundukan masyarakat
pada seperangkat nilai transendental. Dengan begitu, wajar jika kemudian
masyarakat selalu mengkorelasikan setiap peristiwa yang mereka alami dengan
agama.13
Mengikuti perkembangan jaman yang modern ini, lebih banyak manusia
telah memiliki agama-agama yang memang diakui oleh masyarakat dunia atau yang
biasa disebut dengan agama-agama besar. Agama-agama besar yang dimaksud
adalah agama Islam, agama Buddha, agama Hindu, agama Konghucu, agama
Kristen Protestan, dan agama Kristen Katolik. Walaupun demikian, agama yang
telah mereka anut sekarang memungkinkan bagi mereka untuk percaya pula dengan
13 Nurcholish Madjid, dkk. (2004). AGAMA, KEMANUSIAAN & BUDAYA TOLERANSI.
Yogyakarta : PT. Surya Sarana Utama, hal. 95
5
kepercayaan asli dahulu seperti percaya terhadap roh-roh leluhur. Selain percaya
akan adanya roh leluhur, kepercayaan terhadap benda-benda seperti pohon besar,
batu besar, dan gunung yang dihuni oleh roh-roh masih ada juga. Ada kalanya juga
benda-benda ataupun senjata-senjata dianggap bertuah dan sakti, sehingga dapat
dijadikan jimat oleh pemiliknya.14
Manusia tidak hanya disebut sebagai makhluk sosial, tetapi juga makhluk
spiritual. Dengan demikian kerinduan hati untuk bisa mengenali hakikat, jati diri
dan asal usul kehidupan serta hubungannya dengan alam semesta dan Sang Sumber
Tertinggi (Tuhan) tentulah dimiliki oleh semua orang tanpa mengenal batas etnis,
bangsa bahkan ruang dan waktu. Sejak manusia muncul dan berkembang di muka
bumi ini tentulah hasrat tersebut sudah ada meskipun dalam bentuknya yang paling
sederhana sekalipun.15
Problematika kepercayaan ini terjadi terhadap batu keramat yang berada
di vihara Sian Jin Ku Poh. Banyak orang-orang Tionghoa maupun yang lain, datang
untuk melakukan sembahyang kepada leluhur di vihara Sian Jin Ku Poh yang
kemudian mereka melakukan kunjungan kepada batu keramat tersebut dengan
niatan awal hanya dianggap sebagai leluhur. Bukan hanya anggapan awal mereka
saja yang hanya mengetahuinya sebagai leluhur, berbagai agama yang datang ke
keramat untuk meminta keberkahan, bahkan permintaan yang bisa dianggap
menyeleweng dari ajaran agama mereka.
Vihara yang terletak di desa Tonjong, kecamatan Tajur Halang kabupaten
Bogor, tepatnya di jalan PWRI KM 36 Rt. 02 Rw. 06 kampung Jati memiliki nama
14 Yoest. (2008). Riwayat Kelenteng, Vihara, Lithang di Jakarta dan Banten. Jakarta: PT
Buana Ilmu, hal.21 15 Mohammad Zazuli. (2018). Sejarah Agama Manusia. Yogyakarta : Narasi, hal. 35
6
Vihara Sian Jin Ku Poh. Vihara Sian Jin Ku Poh sendiri hanya ada tiga di Indonesia.
Satu ada di Karawang, satu ada di Cibinong dan satu lagi berada di kecamatan Tajur
Halang, Bogor. Vihara ini terletak dibagian jalan lebih dalam dari vihara 8 Phosat
dan jika dilihat bisa dikatakan berada di belakang vihara 8 Phosat. Di vihara ini
tidak ada pintu gerbang yang di dirikan, yang menandakan keterbukaan dan tanpa
adanya batas waktu.16
Pada awalnya, mpe Boen Tjiang sebagai salah satu orang pinter di desa
Tonjong yang juga memiliki tanah tempat berdirinya vihara Siang Jin Ku Poh ingin
memperluas empang atau kolam ikan miliknya yang posisinya berada di bawah
tepat di pinggir kali. Dikatakan di bawah karena keadaan tanah di desa Tonjong
merupakan area tanah perbukitan dengan posisi naik turun.
Mpe Boen Tjiang bersama anaknya pun turun kebawah dan mulai
menggali tanah sekitar kolam ikan miliknya lebih dalam dan lebih luas. Setelah
beberapa saat penggalian kolam tersebut, mpe Boen Tjiang melihat batu yang cukup
besar berada di tengah-tengah kolam yang akan digali tersebut. Karena merasa
terganggu dengan adanya batu tersebut, mpe Boen Tjiang dan anaknya berencana
untuk menjatuhkan batu tersebut dengan mulai menggali-gali sekitar batu agar
terjatuh ke kali dipinggir kolam tersebut supaya tidak mengganggu lagi.
Setelah beberapa lama penggalian dan posisi batu tersebut dalam keadaan
miring ke kali, suatu ketika tiba-tiba saja mpe Boen Tjiang sakit gigi yang dirasa
bahkan hampir selama sebulan. Berbagai pengobatan yang dilakukan ke beberapa
orang pinter, dukun bahkan di jampe-jampe tidak membuahkan hasil untuk
kesembuhan sakit gigi yang diderita oleh mpe Boen Tjiang.17
16 Wawancara dengan Bu eti, pada 29 September 2019 17 Wawancara dengan Bu eti, pada 29 September 2019
7
Karena merasa ada kejanggalan dengan sakit gigi yang dialami oleh mpe
Boen Tjiang, beliau pun mendapat petunjuk untuk menyembuhkan sakit gigi yang
dialaminya tersebut. Mpe Boen Tjiang pun memanggil Buakih18 sebagai perantaran
dengan batu keramat tersebut. Secara tiba-tiba Buakih kesurupan dengan
memegang bara yang kemudian mengatakan bahwasannya jika mpe Boen Tjiang
ingin sembuh maka ia harus mengurus batu tersebut. Setelah petunjuk tersebut, mpe
Boen Tjiang pun mulai mengurusi batu keramat.
Sebelum vihara dibangun, daerah ini merupakan kawasan persawahan
yang sangat luas, dan posisi batu keramat yang berada di sawah tersebut. Posisi nya
saat itu berada di depan vihara Sian Jin Ku Poh. Setelah diurus oleh mpe Boen
Tjiang dan adanya kejadian-kejadian yang dianggap mistis oleh orang-orang, batu
tersebut dianggap sakral bahkan di keramatkan oleh orang-orang sekitar juga bagi
orang-orang pendatang.
Dari kejadian ini, masyarakat pun mulai mempercayai dan memuja-muja
batu tersebut, bahkan meminta bebagai macam hal. Suatu ketika, datanglah loktong
(perantara manusia dengan makhluk lain) ke vihara ini. Ia menemukan To Pe Kong
yang berada di pohon pule, dan mengatakan akan memindahkannya ke tempat yang
diinginkan yang kemudian dibangunlah vihara. Orang Cina menyebut To Pe Kong19
sebagai penguasa tanah yang ada di desa keberadaan To Pe Kong tersebut.20 To Pe
Kong yang dimaksud di vihara ini kemudian dikenal dengan sebutan Sian Jin Ku
Poh.
18 Sebutan bagi seorang perantara antara roh atau makhluk gaib dengan manusia.
Wawancara dengan Bu eti, pada 29 September 2019 19 Sebutan bagi tuan tanah yang menguasai tanah sekitar desa yang ditempati. Wawancara
dengan Bu Eti, pada 29 September 2019. 20 Ws. Mulyadi Liang. (2015). Mengenal Agama Konghucu. Sidoarjo: SPOC, hal. 31
8
Setelah vihara dibangun, batu keramat tersebut juga meminta dibangunkan
tempat yang lebih layak dan bisa berdampingan dengan vihara. Permintaan batu
keramat tersebut pun di kabulkan. Mpe Boen Tjiang pun mengumpulkan para
pekerja di kebun karet sedari jam tujuh pagi untuk memindah batu keramat. Sekitar
lima puluh orang telah berkumpul dan akan memindahkan batu tersebut.21 Sesaat
batu tersebut akan dipindahkan, orang-orang kesulitan karena batu tersebut tidak
bergerak sedikitpun untuk dipindahkan. Kemudian, saat akan dipindahkan kembali,
ada seseorang yang kesurupan dan mengatakan bahwa, jika ingin memindahkannya
harus pada pukul lima sore. Awalnya banyak yang tidak percaya dan mencoba
memindahkannya lagi, tetapi batu tersebut tidak bergerak sama sekali, kemudian
mereka pun menuruti perkataan orang yang kesurupan tersebut.
Tepat pukul lima tepat, barulah batu tersebut dapat diangkat dengan
bantuan banyak orang. Batu tersebut pun dipindahkan ke tempat khusus yang di
buat di sebelah vihara ini. Dengan posisi yang saling berdampingan inilah orang-
orang yang datang untuk sembahyang kepada leluhur kemudian pula juga ikut
sembahyang kepada keramat karena dianggap sebagai leluhur. Satu yang dipastikan
adalah batu keramat tersebut merupakan batu yang di isi oleh leluhur yang masih
keturunan kerajaan Padjajaran yang beragama Islam.
Bagi orang awam yang tidak tahu menahu tentang keberkahan keramat
maka hanya akan melakukan sembahyang. Tapi bagi mereka yang telah mengetahui
tentang keberkahan dan kegunaan lainnya, mereka mulai menyelewengkan niat
awal mereka. Dari meminta kekayaan, nomor untuk bermain judi (jenis judi yang
21 Wawancara denga Bu eti, pada 29 September 2019
9
dilakukan kebanyakan adalah togel), meminta kesembuhan dari sakit, meminta
petunjuk untuk pekerjaan dan usaha, dan sebagainya.22
Dengan adanya keganjilan tersebut, timbulah rasa keinginan tahu yang
lebih lagi mengenai batu keramat tersebut, juga keinginan lebih mendalam bagi
penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang batu keramat tersebut.
Lebih lanjut lagi penulis ingin lebih mendalami bagaimana para pengunjung yang
datang ke batu keramat dengan latar belakang agama yang berbeda-beda untuk
mempercayakan apa keinginan mereka. untuk tetap merujuk kepada data-data yang
ada dan penyesuaian tema yang ingin penulis jabarkan, maka penulis memberi judul
skripsi ini dengan nama "Motivasi Ziarah Batu Keramat Uyut Eyang Lang-lang
Buana di Vihara Sian Jin Ku Poh, Tajur Halang-Bogor".
B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
Melihat uraian dari latar belakang diatas, untuk menghindari pembahasan
yang lebih luas, penulis akan membatasi pembahasan seputar motivasi orang-orang
yang datang berziarah ke Batu Keramat Uyut Eyang Lang-lang Buana di Vihara
Sian Jin Ku Poh, Tajur Halang-Bogor.
Untuk rumusan masalah yang akan dibahas, akan melingkupi masalah
berikut, yaitu:
1. Bagaimanakah motivasi para peziarah yang mendatangi batu keramat di
vihara Sian Jin Ku Poh?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah di uraikan di atas,
berikut tujuan dan manfaat penulisan.
22 Wawancara denga Bu eti, pada 29 September 2019
10
Tujuan dari penulisan, yaitu:
1. Untuk menyelesaikan tugas akhir sebagai salah satu syarat meraih gelar
sarjana dalam bidang ilmu Agama-agama di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Untuk mengetahui sejarah dan berkembangnya batu keramat Uyut Eyang
Lang-lang Buana di Vihara Sian Jin Ku Poh, Tajur Halang-Bogor.
3. Untuk mengetahui dan mengemukakan motivasi para peziarah yang datang
ke batu keramat di vihara Sian Jin Ku Poh Tajur Halang-Bogor.
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah:
1. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat menyumbangkan
pemikiran dan referensi bagi Ilmu Studi Agama-Agama maupun penelitian
selanjutnya.
2. Sebagai salah satu sumber informasi dan wawasan mengenai keramat yang
ada di Indonesia, khususnya memberikan penjelasan lebih luas mengenai
batu keramat.
3. Dengan adanya hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
konstribusi berupa bahan bacaan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, khususnya bagi Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas
Ushuluddin.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian untuk menjaga keaslian tanpa adanya unsur plagiat,
penulis mencoba untuk menelaah penelitian-penelitian terdahulu yang serupa
11
dengan penelitian ini. Bukan hanya untuk menjaga keasliannya, juga untuk
memperkuat dan memperkaya tinjauan pustaka ini.
1. Dalam Skripsi yang berjudul "Makam Keramat Syekh Abdul Muhyi: Kultus
Dan Motivasi Ziarah", yang dituliskan oleh Siti Meli Marliana, Mahasiswi
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 201423. Dalam skripsi
tersebut sama-sama membahas tentang keramat, namun keramat yang
dimaksud oleh Siti Meli adalah tentang makam sedangkan yang akan penulis
tulis mengenai batu yang di keramatkan.
2. Dalam skripsi yang berjudul "Mitos Keramat Pohon Pule Di Desa Tekorejo
Kecamatan Buay Madang Ogan Komering Ulu (OKU) Timur " yang di tulis
oleh Yulinawati, Mahasiswi S1 UIN Raden Intan Lampung24, sama-sama
membahas mengenai keramat. Namun pada skripsi Yulinawati membahas
mengenai pengeramatan pohon pule, sedangkan yang penulis tulis mengenai
batu yang di keramatkan.
3. Adapun skripsi yang membahas mengenai keramat yang berjudul "Makam
Keramat Dan Perubahan Sosial" yang ditulis oleh Nia Purnamasari. Seorang
mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Sosiologi Agama
Fakultas Ushuluddin 200925. Skripsi tersebut membahas tentang keramat pula
tapi bukan mengenai benda seperti yang penulis tuliskan. Skripsi tersebut
menuliskan keramat yang membahas tempat.
23 Siti Meli Merliana. (2018). Makam Keramat Syekh Abdul Muhyi: Kultus Dan Motivasi
Ziarah. Skripsi S1, Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ushuluddin, Prodi Studi Agama-agama.
24 Yulinawati. (2018). Mitos Keramat Pohon Pule Di Desa Tekorejo Kecamatan Buay
Madang Ogan Komering Ulu (OKU) Timur. Skripsi S1, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung, Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama, Jurusan Studi Agama-agama.
25 Nia Purnamasari. (2009). “Makam Keramat dan Perubahan Sosial (Studi Kasus di
Masyarakat Sekitar Makam Dalem Cikundul, Majalaya, Cianjur)”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin
dan Filsafat, Program Studi Sosiologi Agama.
12
4. Pembahasan tesis oleh Olifianus Kause Mahasiswa S2 Universitas Kristen
Satya Wacana Salatiga, Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Teologi dengan
judul “Naetapan Batu Keramat (Studi Tentang Pengkeramatan Batu Naetapan
dan Dampaknya Bagi Masyarakat Desa Tunua, Kabupaten Timor Tengah
Selatan)”26, sama-sama membahas mengenai batu keramat, namun batu
keramat yang dibahas oleh Olifianus merupakan batu keramat yang telah di
keramatkan oleh masyarakat sejak nenek moyang juga sebagai warisan sosial.
Sedangkan batu keramat yang di tulis oleh penulis merupakan fenomena yang
bisa dikatakan baru karena dijumpai dalam kurun waktu pada tahun 1970-an.
Juga masyarakat sekitar Naetapan memiliki kearifan lokal antara yang sakral
dan yang profan.
5. Dalam jurnal “Analysis of Local Attitudes Toward the Sacred Groves of
Meghalaya and Karnataka, India”, oleh Alison Ormsby, dari departemen studi
lingkungan, Universitas Eckerd, St. Petersburg, FL, USA27. Membahas
mengenai Hutan Keramat yang berada di Meghalaya dan Karnataka, India.
Sama-sama meneliti mengenai keramat, namun dalam penelitian Alison, ia
meneliti hutan keramat yang telah lama ada sebagai budaya lokal dari kedua
daerah tersebut.
Dalam pembahasan penelitian diatas semua topik yang diambil mengenai
keramat. Kemudian, keramat yang dibahas oleh satu penulis dengan penulis lainnya
26 Olifianus Kause. (2013). NAETAPAN BATU KERAMAT (Studi Tentang
Pengkeramatan Batu Naetapan dan Dampaknya Bagi Masyarakat Desa Tunua, Kabupaten Timor Tengah Selatan). Tesis S2, Mahasiswa Universitas Kristen Satya Kencana, Fakultas Teologi,
Magister Sosiologi Agama. 27 Alison Ormsby, “Analysis of Local Attitudes Toward the Sacred Groves of Meghalaya
and Karnataka, India”. Department Of Environmental Studies, Eckerd College, St. Petersburg, FL,
USA. Conservation and society,Vol. 11, No. 2 (2013), pp 187-197. Ashoka Trust For Research In
Ecology And Environment and Wolters, Kluwers, India Pvt. Ltd, Accessed 15 November 2019,
11.49 UTC.
13
berbeda dalam melakukan pendekatan penelitian adapun juga berbeda objek yang
di teliti. Adapun yang melakukan penelitian terhadap objek benda ada pula yang
melakukan penelitian terhadap objek tempat.
Untuk pembahasan skripsi tentang keramat yang penulis teliti dengan
objek benda berupa batu, sama dengan penelitian tesis yang dilakukan oleh
Olifianus. Jika batu keramat Naetapan yang diteliti oleh Olifianus merupakan
warisan sosial yang sudah ada sejak nenek moyang masyarakat setempat, maka batu
keramat Uyut Eyang Lang-lang Buana merupakan fenomena baru dalam
masyarakat sebagai perantara yang mempercayai batu tersebut.
E. Metode Penelitian
Dalam bahasa inggris penelitian disebut dengan research, dalam susunan
kata terdiri atas dua susunan kata, yang terdiri dari re yang berarti melakukan
kembali atau pengulangan, dan search yang berarti melihat, mengamati atau
mencari. Gabungan kata dari research diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mendapatkan pemahaman baru, yang lebih kompleks, mendetail,
dan lebih komprehensif dari suatu hal yang diteliti.
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan penelitian
kualitatif dan pendekatan psikologi dengan teori motivasi ziarah. Penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang mengguna latar belakang alamiah dengan
maksud untuk menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan yang
melibatkan berbagai metode yang ada.28 Penelitian kualitatif bertujuan untuk
memahami (understanding) dunia makna yang disimbolkan dalam perilaku
masyarakat menurut prespektif masyarakat itu sendiri. Penelitian yang dilakukan
28 Albi anggito dan Johan Setiawan. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jawa Barat
: CV Jejak, hal. 7
14
ini juga bersifat naturalistik, dengan metode induktif dan verstehen, pelaporannya
bersifat deskriptif dan naratif.29
Penelitian ini memakai pendekatan psikologi dengan konsep teori
mengenai ziarah. Mengutip dari buku oleh Tristan, secara umum Mumfangati
memaparkan ada empat yang memotivasi peziarah datang ke batu keramat, yaitu;
pertama, taktyarasa yaitu berziarah dengan tujuan memperoleh berkah dan
keteguhan hidup (ngalap berkah). Kedua, gorowasi : yaitu berziarah dengan tujuan
untuk memperoleh kekuatan, popularitas, stabilitas pribadi, serta umur panjang,
juga mencari ketenangan batin. Ketiga, widiginong: berziarah dengan tujuan
mencari kekayaan dunia maupun jabatan duniawi atau mencari rejeki. Keempat,
samaptadanu: upaya mencari kebahagiaan anak cucu agar selamat atau untuk
mencari keselamatan.30
1. Metode Pengumpulan Data
Sebagai salah satu kategori penelitian, kanjian kepustakaan (Library
Research) diambil sebagai langkah awal untuk menyiapkan kerangka penelitian
untuk memperoleh informasi penelitian yang sejenis, memperdalam kajian
teoritis atau mempertajam metodologi.31 Penelitian yang dilakukan dapat
berbentuk teks (literatur - literatur seperti buku, jurnal, majalah, ada juga
gambar, grafik, table dan peta) dan juga data yang berbentuk elektronik atau
Yayasan Kita Menulis, hal. 168-169 31 Mestika Zed. (2008). Metodologi Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, hal. 1
15
Satu lagi kajian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu kajian
lapangan atau penelitian lapangan (Field Rearch). Penelitian ini dilaksanan
langsung dilapangan penelitian untuk hasil yang sesuai dengan keadaan yang
ada. Peneliti mula-mula akan melihat situasi yang ada dilapangan32, yang
kemudian dilanjutkan menggunakan teknik interview atau wawancara dengan
beberapa tokoh yang ditemui di vihara Sian Jin Ku Poh.
Dengan menggunakan mekanisme Gelinding Bola Salju (snowballing),
penulis memperoleh informasi dari para informan langsung di lapangan.
Informasi yang didapat ini merupakan serangkaian wawancara dengan berbagai
informan yang kemudian akan di himpun menjadi satu kesatuan hasil
wawancara. Mekanisme ini dilaksanakan karena peneliti tidak dapat
merumuskan kriteria atau identitas orang yang pantas sebelum melakukan
penelitian karena tidak diketahui identitas orang yang pantas dijadikan informan
penelitian.33 Penulis telah menemui beberapa narasumber yang ada saat itu.
Yang ditemui oleh penulis adalah para pengunjung keramat, anak dari pemilik
keramat yaitu Ibu Eti, juru kunci batu keramat ko Apeng dan istri ke sembilan
mpe Boen Tjiang, yaitu mak Kuti dan juga beberapa pengunjung batu keramat.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunannya yang lebih terperinci, penulis akan menjabarkan
satu persatu bab pembahasan agar lebih jelas dan lebih tergambarkan. Adapun
sistematika penulisannya sebagai berikut:
32 Siti Hatinah. (2014). Materi Pokok Metode Penelitian Perpustakaan. Tangerang
Selatang: UNiversitas Terbuka, hal. 3.10, 2.12 33 Afrizal. (2017). Metode Penelitian Kualitatif : Sebauh Upaya Mendukung Penggunaan
Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Depok : Rajawali Pers, hal. 141-142
16
Bab pertama yang merupakan pendahuluan penulis susun berurutan dari
latar belakang masalah, kemudian dilanjutkan dengan adanya batasan masalah dan
rumusan masalah, dilanjutkan ke tujuan dan manfaat penulisan, kemudian
penjelasan dalam tinjauan pustaka, metode penelitian dan diakhiri dengan adanya
sistematika penulisan.
Bab kedua yang membahas mengenai kajian teori, penulis susun yang
terdiri akan pengertian dari ziarah, bagian kedua menjelaskan mengenai keramat
dalam pengertian yang suci dan yang profan, dilanjutkan dengan pengertian simbol
dan juga ritual, diakhiri dengan pengertian serta penjabaran mengenai motivasi.
Bab ketiga membahas mengenai gambaran umum tentang batu keramat
Uyut Eyang Lang-lang Buana, diawali dengan menjelaskan mengenai sejarah awal
mula adanya batu keramat yang ada di vihara Sian Jin Ku Poh, dilanjutkan dengan
penjelasan mengenai batu keramat itu sendiri, kemudian menjelaskan simbol-
simbol yang terkait dengan keramat, dan terakhir penjelasan mengenai ritual yang
dilakukan terkait keramat.
Bab keempat mengenai Analisa yang memotivasi para peziarah Batu
Keramat di Vihara Sian Jin Ku Poh Tajur Halang-Bogor, yang terdiri akan motivasi
apa saja para peziarah terus mendatangi batu keramat Uyut Eyang Lang-lang
Buana.
Bab kelima atau bab terakhir yang merupakan bab penutup. Bab ini
berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis.
Kemudian terdapat saran-saran yang ditunjukan kepada para peneliti selanjutnya
yang akan meneliti terkait batu keramat yang berada di vihara Sian Jin Ku Poh,
maupun penelitian yang serupa terkait topik tersebut.
17
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Tentang Ziarah
Anggapan orang-orang mengenai ziarah berbeda-beda. Ada yang
menganggapnya berkunjung ke tempat religious, ada pula yang menganggap ziarah
sebagai berdoa di suatu tempat yang jauh dari rumah. Dalam KBBI ziarah diartikan
sebagai kunjungan ke tempat yang dianggap keramat atau mulia (makam dan
sebagainya).34 Sebagian besar orang menganggap berziarah diartikan sebagai pergi
menjauhi keramaian untuk berdoa. Yang dimaksud ziarah di sini adalah ziarah
rohani, bukan ziarah yang biasa dilakukan ke makam untuk mengenang orang atau
sanak saudara yang telah meninggal.35
Dalam pengertian lainnya, ziarah terbagi dalam dua arti, yaitu secara
Bahasa dan istilah. Ziarah menurut Bahasa berasal dari kata zaara-yazuuru-
ziyaaratan yang berarti berkunjung atau mengunjungi. Secara istilah ulama
mengartikan sebagai mengunjungi tempat-tempat suci, atau berkunjung ke orang-
orang shaleh, para nabi, para wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal dengan niat karena Allah.36
Orang yang berziarah disebut juga dengan peziarah. Pergi ke tempat-
tempat yang suci juga disebut dengan berziarah. Saat berziarah seseorang berarti
sedang menghayati perjalanan hidupnya yang bergerak maju menuju kerajaan
34 Diakses dari http://kbbi.web.id/ziarah, pada Sabtu 15 Januari 2020. 35 Maria Fransiska Merinda. (2017). EUROPE PILGRIM TRIP (Paris – Lourdes – Nevers
– Mont St. Michel – Avignon - Vatican). Jakarta: PT Elex Media Komputindo, hal. 1 36 Jamaludin dan Solihah Sari Rahayu.(2019). HUBUNGAN FIQH KALAM DAN
TASAWUF (Dalam Pandangan Tarekat Qadiriyah Wa Naqsyabandiyah Suryalaya Tasikmalaya ).
Allah. Terkadang perjalanan menuju tempat ziarah cukuplah sulit, melelahkan, dan
membutuhkan waktu yang cukup lama. Dalam keadaan inilah diharapkan peziarah
mampu menghayati ziarahnya dan mampu meneguhkan imannya.
Orang melakukan ziarah pasti memiliki motif dan tujuan dalam
melakukannya. Selama melakukan ziarah orang dapat berdoa, memohon berkat
ataupun berkah, mengungkapkan tobat, memanjatkan puji syukur, meneguhkan
iman, napak tilas atau menyaksikan tempat suci bersejarah tersebut, bahkan
mungkin hanya sekadar memuaskan rasa ingin tahu mengenai tempat suci. Setelah
melakukan ziarah, diharapkan memiliki perubahan dalam keimanan, batin, dan
pertumbuhan rohani.37
Dalam melakukan ziarah ke tempat-tempat suci banyak takhayul yang
berkembang. Dengan adanya takhayul tersebut, diharapkan saat melakukan ziarah
lebih memantapkan niat dan tujuannya. Walaupun banyak mukjizat ataupun hal-hal
yang dianggap mustahil terjadi, peziarah diharapkan tidak memaksakan harapan
dan doa-doa kepada Tuhan akan terkabul. Semua jawaban atas doa dan harapan
tetap menjadi misteri ilahi bagi setiap manusia. Manusia hanya dapat percaya dan
yakin bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik.38 Selain itu, aspek mistis dan
kepentingan individu setiap peziarah juga ikut membentuk makna ziarah. Karena
inilah, ziarah bukan hanya menyangkut mengenai nilai-nilai religius, tapi juga
sosial.39
B. Keramat Dalam Pengertian Yang Suci dan Yang Profan
37 Maria Fransiska Merinda. (2017). EUROPE PILGRIM TRIP (Paris – Lourdes –
Nevers – Mont St. Michel – Avignon - Vatican). Jakarta: PT Elex Media Komputindo, hal. 2 38 Maria Fransiska Merinda. (2017). EUROPE PILGRIM TRIP (Paris – Lourdes –
Nevers – Mont St. Michel – Avignon - Vatican). Jakarta: PT Elex Media Komputindo, hal. 5 39 Abdurrahman Misno Bambang Prawiro, dkk.(2015). Barakah Ziarah Etnografi
Kuburan di Bumi Parahyangan. Yogyakarta: DEEPUBLISH, hal. 258
19
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keramat diartikan sebagai
yang suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia biasa karena
ketakwaannya kepada Tuhan (tentang orang yang bertakwa). Pengertian lainnya
merupakan suci dan bertuah yang dapat memberikan efek magis40 dan psikologis
kepada pihak lain (tentang barang atau tempat suci).41 Kawasan keramat
mengandung integrasi tiga makna, yaitu 1. Kawasan kehidupan alamiah sebagai
kawasan kehidupan fisik yang harus ada, 2. Pengakuan manusia terhadap realitas
kehidupan dan sistem pendukungnya, 3. Pengakuan manusia terhadap kekuatan
sang Pencipta atas segala ciptaanya.42
Salah satu contoh bentuk yang dapat dikatakan keramat dalam Islam
adalah makam. Makam yang bisa disebut dengan keramat adalah jika penghuni
makam tersebut merupakan orang yang memiliki pengaruh di masyarakat.
Pengaruh tersebut bisa berbentuk karisma, seperti yang diungkapkan oleh Weber
bahwa karisma adalah suatu kelebihan tertentu yang terdapat dalam karakter dan
kepribadian seseorang.43 Dengan adanya karisma ini, seseorang akan memiliki
bakat dalam membangun kepemimpinan dan kesan baik dihadapan semua orang.
Bukan hanya membicarakan tentang makam saja, keramat juga dapat berupa benda
lain yang sesuai dengan pengertian di atas, seperti halnya batu, pohon, maupun
benda-benda lainnya.
40 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Magis itu bersifat magi; yaitu berkaitan
dengan hal atau perbuatan magi. Diakses dari http://kbbi.web.id/magis, pada senin 20 Januari 2020,
11.42 PM. Menurut Levi-Strauss, magi merupakan serangkaian teknik untuk mempengaruhi suatu
yang gaib dan kekuatan-kekuatan supernatural secara langsung dan otomatis. Ali Nurdin. (2015). KOMUNIKASI MAGIS : Fenomena Dukun di Pedesan. Yogyakarta : LKiS Pelangi Aksara, hal. 37
41 Diakses dari http://kbbi.web.id/keramat, pada Senin 20 Januari 2020, 11.22 PM. 42 Herwasono Soejidjito, Y. Purwanto, Endang Sukara. (2009). Situs Keramat Alami –
Peran Budaya Dalam Konservasi Keaneragaman Hayati. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 50 43 Nia Purnamasari.(2009). “Makam Keramat dan Perubahan Sosial (Studi Kasus di
Masyarakat Sekitar Makam Dalem Cikundul, Majalaya, Cianjur)”. Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin
dan Filsafat, Program Studi Sosiologi Agama, hal. 1
Di Indonesia benda atau tempat yang memiliki animatisme44 biasa dikenal
dengan benda atau tempat keramat.45 Ada sebuah konsep yang disebut dengan
percaya kepada berpengaruhnya super-natural being, yang menurut Taylor dimulai
dengan adanya kepercayaan terhadap animisme46. Dengan adanya pengaruh
amisme inilah tempat-tempat keramat yang sudah ada diteruskan, dijaga dan
dirawat oleh anak cucu generasi selanjutnya yang bersangkutan atau yang di
amanahkan untuk mengurusinya. Masyarakat menganggapnya sebagai tempat yang
sakral dan memiliki kekuatan di luar akal manusia biasa.
Adapun kata lain dalam penyebutan keramat di dalam dinamisme adalah
“Heilig”, kata tersebut sebagai mengkonstatir adanya daya kekuasaan di mana-
mana yang mengakibatkan perjumpaan dengan yang keramat di mana-mana. Yang
disebut keramat ialah sesuatu yang mengandung daya, yang dipandang
mendatangkan sebuah keselamatan. Apa yang mula-mula dinamakan “keramat”
merupakan segala sesuatu yang istimewa, luar biasa dan yang berganti-ganti
menyebabkan takut dan hormat, jijik dan cinta. Keramat dalam lingkungan primitif
dari dinamisme artinya bukanlah “sempurna dalam arti Susila” melainkan hanya
mengenai dan menunjukkan adanya kekuatan.47
44 Animatisme merupakan kekuatan yang melekat pada suatu benda atau tempat, tidak
berdiri sendiri atau tidak personal (impersonal), Bustanuddin Agus.(2006). Agama Dalam
Kehidupan Manusia : Pengantar Antropologi Agama. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. hal. 64 45 Bustanuddin Agus.(2006). Agama Dalam Kehidupan Manusia : Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. hal. 64 46 Animisme lama-kelamaan berevolusi menjadi politeisme kemudian politeisme menjadi
monoteisme. Animisme adalah kekuatan yang dimiliki oleh suatu benda atau tempat, seperti pohon
beringin, kolam, sungai, dan lain sebagainya. Benda atau tempat yang memiliki animisme ini
dipercayai dapat mencelakakan orang yang tidak berhati-hati atau tidak hormat ketika lewat atau
masuk ke sana. Ismail.(2017). SEJARAH AGAMA-AGAMA (Pengantar Studi Agama-Agama).
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hal. 21 47 Honig, A.G. Jr. (2009). Ilmu Agama. Jakarta : Gunung Mulia, hal. 48-49
21
Tempat keramat bukan hanya sebagai tempat yang disakralkan, dihormati,
tapi difungsikan juga oleh orang-orang sekitar untuk mencari keselamatan.
Sebagaimana difungsikannya keramat pada awal keberadaannya, selanjutnya
orang-orang pergi ke tempat-tempat keramat untuk memperoleh berkah. Bukan
hanya keberkahan yang dicari, orang-orang berdatangan untuk maksud dan tujuan
lainnya yang tidak sesuai dengan yang bagaimana seharusnya (das sollen), dan
sebagaimana adanya (das sein).48
Oleh karena itu, bagan konseptual sebagaimana diungkapkan Schultz
menjadi penting, yaitu mengangkat because motive. Artinya orang pergi ke tempat-
tempat keramat untuk melakukan serangkaian tindakan ritual dipastikan ada faktor
penyebabnya.49 Faktor itu adalah keyakinan bahwa tempat-tempat tersebut
memiliki kekeramatan (sakral) dan mistis serta mengandung kekuatan magis. Jadi,
seseorang mendatangi tempat-tempat keramat pada hakikatnya disebabkan oleh
kekuatan sakral yang dimiliki oleh ketiganya, sehingga menimbulkan tindakan-
tindakan ritual yang diyakini dapat menjadi sarana untuk memperoleh berkah dan
lainnya.
Dalam dialektika objek “sakralisasi, mistifikasi dan mitologi terhadap
medan budaya terjadi ketika alam dianggap sebagai subjek sehingga menimbulkan
tindakan magis”. Proposisi tersebut menggambarkan bahwa adanya tindakan
ngalap berkah (in order to motive) terjadi ketika terdapat serangkaian keyakinan
bahwa tempat-tempat keramat adalah tempat adanya benda-benda yang dapat
dipandang sebagai subjek sakral yang mistifikasi dan mitologis (because motive).
48 Bustanuddin Agus.(2006). Agama Dalam Kehidupan Manusia : Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. hal. 189 49 Nur Syam.(2005). Islam Pesisir. Yogyakarta: LKiS, hal. 292
22
Proposisi selanjutnya adalah “desakralisasi, demistifikasi dan demitologis yang
terjadi ketika medan budaya dipandang sebagai objek sehingga menimbulkan
tindakan rasional.” Proposisi ini menggambarkan bahwa ketika masyarakat telah
menganggap tempat-tempat keramat adalah benda-benda biasa (sebagai objek),
maka akan terjadi desakralisasi, demistifikasi dan demitologi (because motive) dan
menimbulkan tindakan rasional (in order to motive)50. Keyakinan bahwa alam
sebagai subjek yang sakral, mitologis dan mistifikatif adalah keyakinan masyarakat
tradisional yang tidak relevan dengan pemikiran rasional yang menjadi ciri dari
masyarakat modern.
Dalam pengkajian agama yang Durkheim teliti berdasarkan semua
pengalaman manusia, ia kategorikan dalam dua hal yang mutlak saling
bertentangan, yakni pengalaman yang suci dan yang profan. Pengalaman yang
profan merupakan dunia pengalaman yang rutin, yang sampai pada tingkat tertentu
sejalan dengan apa yang dimaksudkan Pareto sebagai pengalaman “logico-ex
perimental” yang ditransendensikan oleh agama. Durkheim menyatakan bahwa
yang suci ini lebih tinggi martabatnya dibanding dengan “yang profan” dan
mengandung sifat serius yang lebih tinggi.51
Simbol-simbol yang tertanam dalam sikap akan mewakili hal suci yang
merupakan salah-satu rasa hormat yang luhur. Ini merupakan salah-satu bentuk
kekaguman, seperti yang dikemukakan oleh ahli fenomenologi Van Der Leeuw,
yang dapat dilihat bukan hanya dalam perilaku manusia, tetapi juga dalam
kenyataan bahwa hal yang suci selalu menyendiri oleh larangan dan terisolasi oleh
50 Nur Syam.(2005). Islam Pesisir. Yogyakarta: LKiS, hal. 293 51 Thomas F. O’Dea. (1985) . SOSIOLOGI AGAMA, Suatu Pengenalan Awal. Jakarta :
CV. Rajawali, hal. 36
23
praktek ritual.52 Kekaguman yang dilakukan sekali akan berkembang menjadi
ibadat, lewat pengalaman dengan hal yang suci lahirlah suatu sikap dan seperangkat
praktek.
Dalam pengertian lain menyebutkan bahwa sakral (sacred) diartikan juga
dengan suci. Yang berarti yang suci disebut juga dengan sakral (sacred)53. Eliade
sendiri membagi sakral dalam tiga bagian, yaitu pertama, sakralitas ruang. Bagi
orang-orang religius, ruang tidak akan selalu homogen karena ada ruang-ruang
tertentu yang sakral, yaitu memiliki kekuatan berbeda dengan ruangan lainnya.
Ruang yang sakral sangat dihayati oleh kaum beragama karena memberikan
pendasaran bagi dunia (kosmisasi), dan kemudian diyakini sebagai poros dunia
(axis mundi). Ruang-ruang suci itu seperti masjid, gereja, kuil, vihara, gunung suci
maupun hutan suci.
Kedua, sakralitas waktu. Seperti halnya dengan ruang waktupun tidak
selalu homogen. Ada waktu sakral ada juga waktu profan. Menurut Eliade
perbedaan hakiki antara kedua waktu tersebut adalah, bahwasannya waktu sakral
sifatnya reversibel atau dapat di ulang kembali, sedangkan waktu profan jika sudah
berlalu tidak dapat di ulang kembali. Waktu sakral merupakan waktu yang
berlangsung dalam mitos-mitos sehingga waktu sakral dan mitos saling berkaitan
satu sama lain. Waktu sakral bukanlah waktu historis kita, melainkan pendasaran
bagi kita.54 Waktu sakral muncul ketika para dewa melakukan perbuatan mereka
pada dunia, misalnya mitos asal-usul tempat dan mitos kosmologi.
52 Thomas F. O’Dea. (1985) . SOSIOLOGI AGAMA, Suatu Pengenalan Awal. Jakarta :
CV. Rajawali, hal. 36 53 Bustanuddin Agus.(2006). Agama Dalam Kehidupan Manusia : Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.hal. 81 54 Gazali, et.all. Yelfi Dewi S. (Ed). (2012). Filsafat Ketuhanan Studi Relasi Tuhan Dan
Manusia. Yogyakarta: DEEPUBLISH, hal. 48
24
Ketiga, sakralitas alam. Berikut merupakan heirofani55 yang penting, yaitu
langit yang dianggap sebagai hierofani paling tertua, karena dipercaya sebagai
rumah Sang Pencipta yakni surga. Langit juga melambangkan sebuah keabaian
karena tidak pernah berubah. Matahari sebagai simbol dari religius muda yang
diyakini sebagai pemberi terang. Selain adanya langit dan matahari yang di
sakralkan, batu juga di sakralkan yang melambangkan kuasa, kemuliaan serta
keabadian yang ilahi sebab ia tegak lurus, tanpa gerak, tanpa waktu serta tanpa
adanya perubahan apapun. Sakralitas paling penting adalah bumi, karena diberbagai
suku bangsa diakui sebagai terra mater atau ibunda bumi atau juga ibu pertiwi
karena besar kemungkinan adanya kelahiran sebagaimana seorang ibu.56
Dalam yang sacred berisikan unsur distingtif pemikiran agama;
kepercayaan, mite, dogma dan legenda yang menjadi representasi atau sistem
representasi hakikat hal-hal yang sacred, kebaikan dan kekuatan yang diletakkan
padanya, atau hubungan satu dengan yang lain dan termasuk hubungan dengan
yang profane.57 Jika hanya memiliki konsep yang sacred saja, maka orang tidak
dengan sendirinya memahami suatu zat yang disebut dengan tuhan atau roh-roh.
Karena itulah adanya sebongkah batu karang, sebatang pohon, binatang tertentu,
sepotong kayu, sebuah rumah disebuah kota, atau apa saja hal tersebut dapat disebut
dengan sacred.
Mengenai karakteristik mendasar dari setiap kepercayaan agama tidak
terletak pada elemen “supernatural”, melainkan terletak pada konsep yang “sakral”
55 Sebuah konsep dimana yang sakral memanifestasikan dirinya pada diri manusia,
pengalaman dari orde realitas lain yang merasuki pengalaman manusia. 56 Gazali, et.all. Yelfi Dewi S. (Ed). (2012). Filsafat Ketuhanan Studi Relasi Tuhan Dan
Manusia. Yogyakarta: DEEPUBLISH, hal. 48 57 Roland Robertson.ed.penerj. Achmad Fedyani Saifuddin. (1995). AGAMA: dalam
analisa dan intrepretasi sosiologis. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hal. 36
25
atau sacred. Dalam ruang lingkup tradisional antara yang baik dan yang buruk
tidak ada tolok bandingnya, karena adanya baik dan buruk hanyalah dua spesies
berlawanan dari golongan yang sama, keyakinan moral seperti keadaan sakit dan
sehat adalah dua aspek yang berbeda dari keteraturan fakta yang sama dalam
kehidupan. Sementara sacred dan profane selalu dan dimana saja dikonsepsikan
oleh fikiran manusia sebagai dua golongan yang sangat berlainan, diibaratkan
sebagai dua dunia yang tidak bisa dicampur aduk. Harus saling terpisahkan karena
perbedaan yang jelas tersebut.58
Dalam yang sacred tidak boleh dan tidak bisa menyentuhnya dalam
keadaan tidak suci. Apabila yang profane dapat memasuki dunia yang sacred tadi,
maka dunia yang sacred tadi akan kehilangan arti. Yang sacred adalah segala
sesuatu yang oleh “perbedaan” dilindungi dan diisolasi, dan yang profane
merupakan segala sesuatu yang oleh “perbedaan” tadi diaktifkan dan tetap dijaga
keberadaannya terhadap yang pertama tadi. Kepercayaan keagamaan adalah
representasi yang mengatakan hakikat segala sesuatu yang sacred dan hubungan-
hubungan yang diciptakan, baik satu sama lain maupun yang profane59.
Sacred diperlakukan dengan sikap penghargaan spesifik, yang oleh
Durkheim diidentifikasi dengan sikap yang layak terhadap kewajiban moral dan
otoritas. Jika yang disakralkan adalah simbol, maka kualitas esensial dari yang
disimbolkan adalah sebuah kualitas yang dapat menimbulkan penghormatan moral.
58 Roland Robertson.ed.penerj. Achmad Fedyani Saifuddin. (1995). AGAMA: dalam
analisa dan intrepretasi sosiologis. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hal. 38, 40 59 Roland Robertson.ed.penerj. Achmad Fedyani Saifuddin. (1995). AGAMA: dalam
analisa dan intrepretasi sosiologis. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hal. 40-41
26
Dalam jalur pemikiran seperti ini, Durkheim sampai pada proposisi terkenal bahwa
masyarakat senantiasa sebuah objek nyata dari penghormatan terhadap agama.60
Durkheim menguraikan tujuh hal yang suci sebagai yang dialami dan
mempengaruhi manusia, salah satunya adalah hal yang suci itu sebagai aspek dari
apa yang dialami, menyerukan suatu pendapat atau kepercayaan pada kekuasaan
atau kekuatan (power or force). Pemujaan keagamaan tidaklah melekat kepada
simbol atau pada obyek lain, justru pada kekuasaan yang terdapat pada hal-hal
tersebut. Kemudian ada pula hal yang suci itu ditandai oleh kekaburan (ambiguity),
ia merupakan masalah kekuasaan atau kekuatan samar-samar. Kesamaran ini
merupakan dua aspek, kekuatan atau hal yang suci itu merupakan hal yang samar,
karena ia sekaligus berwujud ganda: fisik dan moral, human dan kosmos atau alam,
positif dan negatif, pengasih dan pembenci, menarik dan menyebalkan, bersifat
menolong dan membahayakan manusia.61
Menurut Durkheim, suci yang disebutkan memiliki sifat yang mendukung
dan memberi kekuatan, juga menyampaikan kewajiban-kewajiban kepada penganut
dan pemujanya. Dalam analisis Durkheim menyatakan bahwa yang suci itu sangat
berbeda dibanding dengan hal yang biasa; menanamkan rasa hormat yang luhur dan
mendatangkan kewajiban etis pada penganutnya, merupakan aspek yang bukan
secara nyata dan jelas serta bisa membantu kita dalam bertindak menghadapi
kekuatan alam dan benda-benda lainnya.62 Hal yang suci itu bukan pula bersangkut-
pautan dengan pengetahuan yang bertumpu pada pengalaman inderawi. Maka
60 Roland Robertson.ed.penerj. Achmad Fedyani Saifuddin. (1995). AGAMA: dalam
analisa dan intrepretasi sosiologis. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hal. 55 61 Thomas F. O’Dea. (1985) . SOSIOLOGI AGAMA, Suatu Pengenalan Awal. Jakarta :
CV. Rajawali.hal. 37 62 Thomas F. O’Dea. (1985) . SOSIOLOGI AGAMA, Suatu Pengenalan Awal. Jakarta :
CV. Rajawali.hal. 37-38
27
dalam keseharian setiap orang dan di masyarakat akan selalu ada nilai-nilai yang
disakralkan atau yang disucikan.
C. Simbol Dan Ritual
Menurut Fiona Bowie simbol ialah from two Greek words, syn, together,
and ballein, to throw. One thing standing for or representating another.63…. Yaitu,
simbol berasal dari dua kata Yunani, syn, bersama-sama, dan ballen, melempar.
Yang artinya melempar bersama-sama. Satu ide atau gagasan untuk mewakili yang
lainnya. Menurut Dillistone kata symbollein diartikan dengan kata ’mencocokan’,
jika kedua bagian dicocokan maka disebut dengan symbola.64
Simbol-simbol ialah apa yang melekat didalam simbol-simbol tersebut,
misalnya setiap simbol akan mengandung sesuatu yang dipahami secara
intersubjektif.65 Menurut Dillistone, pada mulanya sebuah simbol merupakan
sebuah benda, sebuah tanda, atau sebuah kata, yang digunakan untuk saling
mengenali dan dengan arti yang telah dipahami66. Simbol merupakan sarana untuk
berkomunikasi dan sebagai landasan pemahaman bersama. Setiap komunikasi
dengan bahasa atau sarana yang lain, maka dapat menggunakan simbol-simbol.
Simbol juga merupakan konstruksi budaya dan sebagian besar tidak
memiliki makna yang diakui secara universal, hanya diakui dalam lingkungan yang
bersangkutan. Misalnya dalam upacara pernikahan di Barat, mempelai laki-laki
akan menempatkan cincin di jari mempelai wanita yang melambangkan keabadian
63 Fiona Bowie. (2000). The Anthropology Of Religion : an introduction. Massachusetts
: Blackwell Publishers Ltd.hal. 40 64 Laksmi Kusuma Wardani. (Dosen Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain-
Universitas Kristen Petra). Fungsi, Makna, Dan Simbol (sebuah kajian teoritik). Bahan Seminar
Arsitektur Nusantara 101010. hal. XIX-7 65 Nur Syam.(2005). Islam Pesisir. Yogyakarta: LKiS.hal. 269 66 Laksmi Kusuma Wardani. (Dosen Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain-
Universitas Kristen Petra). Fungsi, Makna, Dan Simbol (sebuah kajian teoritik). Bahan Seminar
Arsitektur Nusantara 101010. hal. XIX-7
28
dan komitmen antara kedua mempelai. Maka dari itu, arti dari sebuah simbol tidak
pada hakekatnya. Seolah-olah itu tidak berasal dari beberapa kualitas khusus yang
dimilikinya. Sebuah simbol hanya dapat dipahami jika dilihat dalam kaitannya
dengan simbol lainnya yang membentuk bagian dari kompleks budaya yang sama
dengan budaya tersebut67. Jika dalam lingkungan budaya yang berbeda maka
simbol dari setiap lingkungan budaya tersebut juga berbeda. Dengan adanya
pembeda simbol antar budaya maka identitas budaya tersebut tidak akan tertukar
satu sama lainnya.
Dalam buku Symbolism yang dikutip Dilliston, AN. Whitehead
menjelaskan bahwa pikiran manusia berfungsi secara simbolis apabila beberapa
komponen pengalamannya menggugah kesadaran, kepercayaan, perasaan dan
gambaran mengenai komponen-komponen lain pengalamannya. Dillistone
mengemukakan bahwa perangkat komponen terdahulunya adalah ’simbol’ dan
perangkat komponen yang kemudian terbentuk adalah “makna” simbol. Setiap
simbol mempunyai sifat yang mengacu kepada apa yang tertinggi dan ideal. Simbol
yang efektif adalah simbol yang dapat memberikan terang, daya kekuatannya
bersifat emotif dan dapat merangsang orang untuk bertindak.68 Dengan simbol yang
memiliki rangsangan terhadap orang, maka rasa akan ingin memiliki dan
kepemilikan lebih besar akan timbul, yang kemudian simbol tersebut akan menjadi
milik dari orang tersebut.
67 Fiona Bowie. (2000). The Anthropology Of Religion : an introduction. Massachusetts
: Blackwell Publishers Ltd.hal. 40 68 Laksmi Kusuma Wardani. (Dosen Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain-
Universitas Kristen Petra). Fungsi, Makna, Dan Simbol (sebuah kajian teoritik). Bahan Seminar
Arsitektur Nusantara 101010. hal. XIX-8
29
Manusia yang hidup dalam dunia simbolis, bahkan orang yang berpikir
paling harfiah diantara kita terus menggunakan dan mengenalkan simbol.69 Seperti
halnya menggunakan sesuatu yang religius untuk melambangkan individu yang taat
kepada Tuhan, sebagai orang yang bangga dengan identitas kebangsaannya, ia
menunjukannya dengan hormat kepada bendera, melakukan dukungan untuk tim
nasional, memakai atribut atau kostum tertentu untuk mendukung tim nasional.
Bukan hanya dalam hal-hal yang khusus saja, bahkan dalam banyak hal sehari-hari
tanpa disadari setiap orang akan menggunakan simbolnya sendiri-sendiri.
System symbol agama pada tingkat primitif yang disebut oleh Levy Bruhl
sebagai le monde mythique, dan Stanner langsung menterjemahkan istilah
Australianya sendiri sebagai the Dreaming. Dreaming adalah sebuah waktu diluar
waktu, atau didalam kata-kata Stanner, everywhen, yaitu yang dihuni oleh roh-roh
nenek moyang, sebagian manusia dan juga sebagian hewan.70 Sedangkan
simbolisme agama pra-modern berpusat pada hubungan langsung antara individu
dan kenyataan transendental. Simbolisasi agama dari apa yang disebutkan oleh
Geertz (1963), adalah “keteraturan umum dari keberadaan”, yang cenderung
berubah disepanjang waktu, setidak-tidaknya dalam hal-hal tertentu, dalam arah
yang lebih berdiferesiansi, mendalam, dan kalau kita mengutip dari Weber
merupakan sebuah formulasi yang dirasionalkan.71
Dalam memaknai simbol inti emosi dipandang tidak dapat di ekspresikan,
maka semua upaya untuk itu semata-mata merupakan perkiraan-perkiraan saja, dan
69 Fiona Bowie. (2000). The Anthropology Of Religion : an introduction. Massachusetts
: Blackwell Publishers Ltd.hal. 40 70 Roland Robertson.ed.penerj. Achmad Fedyani Saifuddin. (1995).AGAMA: dalam
analisa dan intrepretasi sosiologis.Jakarta ; PT RajaGrafindo Persada.hal. 314 71 Roland Robertson.ed.penerj. Achmad Fedyani Saifuddin. (1995).AGAMA: dalam
analisa dan intrepretasi sosiologis.Jakarta ; PT RajaGrafindo Persada.hal. 309
30
karenanya bersifat simbolik. Lambang-lambang dapat membangkitkan perasaan
dan keterikatan lebih daripada sekedar formulasi verbal dari benda-benda yang
mereka percayai sebagai lambang tersebut. Sepanjang sejarah bahkan sampai
sekarang lambang-lambang tersebut merupakan pendorong–pendorong yang paling
kuat bagi manusia untuk menimbulkan perasaan akan sesuatu. Karena itulah, sukar
dipahami bahwa dimilikinya lambang bersama merupakan cara yang efektif untuk
mempererat persatuan diantara para pemeluk agama di dunia ini. Dengan didasari
perasaan yang tidak dirumuskan terlalu ketat, maka dapat memiliki lambang-
lambang secara bersama-sama. 72
Ritual menurut Winnick ialah a set or series of acts, usually involving
religion or magic, with the sequence established by tradition,…… they often stem
from the daily life…… ritual ialah seperangkat tindakan yang selalu melibatkan
agama atau magi, yang dimantapkan melalui tradisi. Alexander mendefinisikan
ritual agama tradisional sebagai “membuka keteraturan kehidupan kearah realitas
tak terbatas atau kenyataan transendental atau kekuatan untuk mengambil
kekuasaan tranformatif”.73
Dalam tradisi masyarakat Jawa, ritual merupakan ekspresi kepercayaan
keagamaan yang rutin dilaksanakan. Ritual agama sesungguhnya merupakan
perayaan (celebration) yang memiliki relevansi signifikan dengan keyakinan
masyarakat pedesaan yang dikenal menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal
(local wisdom) para leluhur. Selain itu, ritual juga berfungsi sebagai kontrol sosial
(social control), yang menurut para ahli antropologi, pada dasarnya cara ritual
72 Elizabath K. Nottingham. Terj. Abdul Muis Naharong.(1985). Agama Dan Masyarakat
: Suatu Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: Rajawali Press.hal 16-17 73 Nur Syam.(2005). Islam Pesisir. Yogyakarta: LKiS, hal. 18
31
keagamaan bertujuan untuk memperkuat tradisi ikatan sosial di antara sesama
individu.74
Dalam pernyataan Gluckman, bahwasannya “upacara sebagai kumpulan
aktifitas manusia yang kompleks dan tidak mesti bersifat teknis atau rekreasional,
tetapi melibatkan model perilaku sepatutnya dalam suatu hubungan sosial,
sedangkan ritual merupakan kategori upacara yang lebih terbatas, tetapi secara
simbolis lebih kompleks. Hal ini dikarenakan menyangkut urusan sosial juga
psikologis yang lebih dalam. Ritual dicirikan mengacu kepada sifat dan tujuan yang
mistis”.
Dirks mengikuti Geertz, Durkheim dan Robertson Smith, menyebutkan
bahwa dalam melihat ritual, dia lebih menekankan pada bentuk ritual sebagai
penguatan ikatan tradisi sosial dan individu dengan struktur sosial dari kelompok.
Integrasi tersebut dikuatkan dan diabadikan melalui suatu simbolisasi ritual atau
mistik. Ritual dilihat sebagai perwujudan esensial dari kebudayaan.75
Menurut Dhavamony, ritual terbagi menjadi empat macam, yaitu: 1.
Tindakan magi, yaitu yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang
bekerja karena adanya daya-daya mistis, 2. Kemudian ada tindakan religius, kultus
para leluhur, yang juga bekerja dengan cara ini, 3. Ritual konstitutif dengan
mengungkapkan atau mengubah hubungan sosial dengan merujuk pada pengertian-
pengertian mistis, dengan cara ini upacara-upacara kehidupan menjadi khas. 4.
Ritual faktitif yang meningkatkan produktifitas atau kekuatan, ataupun pemurnian
74 Mohammad Takdir Ilahi.(2017). Kearifan Ritual Jodangan Dalam Tradisi Islam
Nusantara Di Goa Cerme. Vol. 15, No. 1, hal.48 75 Nur Syam.(2005). Islam Pesisir. Yogyakarta: LKiS, hal. 18-19
32
dan perlindungan, atau juga dengan cara lain untuk meningkatkan kesejahteraan
materi suatu kelompok.76
Ritual adalah refleksi atau realisasi dari kepercayaan kepadanya.77 Coillois
mengemukakan jikalau ada sebuah pantangan yang dilanggar, maka kesucian dan
kesakralannya akan rusak, bahkan akan hancur. Oleh karena itu, sesuatu yang sakral
dipercayai mengandung kekuatan yang berbahaya, tidak dapat dimengerti, memang
demikian, tetapi juga akan membawa berkah.
Upacara ritual dalam antropologi dikenal dengan istilah ritus.
Dilakukannya ritus ada yang mengharapkan untuk mendapatkan berkah atau rezeki
yang banyak dari suatu pekerjaan, ada pula untuk menolak bahaya yang telah atau
diperkirakan akan datang, ada juga upacara untuk mengobati penyakit (rites of
healing), ada upacara karena ada perubahan atau siklus dalam kehidupan manusia,
dan ada pula upacara berupa kebalikan dari kehidupan kebiasaan harinya (rites of
reversal).78
Dalam penjelasan Malefijt, ada pula motif diadakannya suatu ritus berbeda
satu dengan yang lainnya. Namun, Arnold van Genep berpendapat bahwa ritus
dilakukan dengan motif meringankan krisis kehidupan (life crisis), seperti
memasuki periode dewasa, perkawinan, mati, sakit, dan lainnya. Dengan adanya
motif untuk meringankan krisis kehidupan, diharapkan krisis tersebut dapat teratasi
dan adanya timbal balik yang menguntungkan bagi yang melakukannya.
76 Nur Syam.(2005). Islam Pesisir. Yogyakarta: LKiS, hal. 19 77 Bustanuddin Agus.(2006). Agama Dalam Kehidupan Manusia : Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.hal. 82 78 Bustanuddin Agus.(2006). Agama Dalam Kehidupan Manusia : Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.hal. 96
33
Ritus juga ada hubungannya dengan yang supernatural dan kesakralan
tertentu. Karena itu, istilah ritus dan ritual dipahami sebagai upacara keagamaan
yang berbeda sama sekali dengan natural, profan dan aktivitas ekonomis, juga
rasional sehari-hari. Alam sekitar yang dipercayai memiliki kekuatan gaib dalam
bentuk dinamisme dan animisme yang kemudian memerlukan tindakan khusus
yang dinamakan ritus.79
Banyaknya upacara ritual dan sesajen yang ada di dalam masyarakat,
mengingatkan bahwa kehidupan mereka tidak terlepas dari adanya rangkaian ritus.
Memberikan sesajen merupakan sebuah ritus yang dilakukan terhadap sesuatu yang
dianggap penting.80 Setiap tempat penting memiliki sesajennya masing-masing,
seperti di ladang, kawah gunung berapi, di bubungan atap, di laut, di sungai, dan
lain sebagainya. Peletakan sesajen pun harus sesuai dengan posisi yang ditentukan
oleh orang yang memiliki kuasa atau yang telah dipercayakan dalam penempatan
sesajen.
Otto mengemukakan bahwa semua sistim religi, kepercayaan, dan agama
yang ada di dunia ini berpusat kepada suatu konsep tentang hal yang gaib
(mysterium) yang dianggap maha-dahsyat (tremendum) dan keramat (sacred) oleh
manusia. Sifat dari hal yang gaib dan keramat tersebut merupakan maha-abadi,
maha-dahsyat, maha-bijaksana, tak terlihat, tak berubah, tak terbatas, dan
sebagainya.81 Pusat dari setiap sistim religi dan kepercayaan di dunia adalah ritus
dan upacara, juga melalui kekuatan-kekuatan yang dianggap berperan dalam
79 Bustanuddin Agus.(2006). Agama Dalam Kehidupan Manusia : Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, hal. 98 80 Bustanuddin Agus.(2006). Agama Dalam Kehidupan Manusia : Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, hal.. 98-99 81 Bustanuddin Agus.(2006). Agama Dalam Kehidupan Manusia : Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, hal. 13
34
tindakan-tindakan gaib yang seperti itu, manusia mengira dapat memenuhi semua
kebutuhannya serta dapat mencapai tujuan hidupnya, baik yang sifatnya material
maupun spiritual.
Dalam agama, sebuah upacara ritual atau ritus biasa juga dikenal dengan
sebutan ibadat, kebaktian, berdoa, atau sembahyang. Di dalam setiap agama
mengajarkan berbagai macam ibadat, doa dan bacaan-bacaan pada momen-momen
tertentu. Kecenderungan agama mengajarkan berbagai banyak ibadat dalam
kehidupan sehari-hari supaya manusia tidak terlepas kontak dengan Tuhannya.
Agama pada umumnya tidaklah mengatur cara melaksanakan ritual saja, tapi juga
memberikan aturan dan pedoman dalam hubungan dengan sesama manusia,
hubungan antara manusia dengan Tuhan dan dengan alam sekitarnya.
Bagi Durkheim, upacara-upacara ritual dan ibadat adalah untuk
meningkatkan solidaritas, untuk menghilangkan perhatian terhadap kepentingan
setiap individu. Dengan diadakannya ritual, masyarakat yang melakukan ritual akan
larut dalam kepentingan bersama.82 Dengan ini diharapkan kepentingan setiap
individu dapat teralihkan dan setiap individu dapat menjaga sosialisasi dengan
masyarakat luas yang ada. Ritual juga dimaknai sebagai simbol komunikasi dan
penghormatan manusia terhadap Tuhan dan makhluk-makhluk gaib yang
dipandang memiliki kekuatan luar biasa diluar kemampuan manusia, dan dapat
menjamin keberlangsungan juga harmonisasi hidup masyarakat.
Bagi Durkheim ritual keagamaan adalah yang paling penting dalam
mekanisme ekspresi dan perwujudan sentimen-sentimen yang paling esensial bagi
82 Bustanuddin Agus.(2006). Agama Dalam Kehidupan Manusia : Pengantar
Antropologi Agama. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, hal. 102
35
integrasi institusional masyarakat83. Menurutnya, ritual dan upacara keagamaan
akan mengikat individu pada kelompoknya. Bukan hanya ibadah wajib yang
dipraktekkan, tetapi juga upacara keagamaan.84
D. Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan istilah umum sebagai pengganti tema “motif-motif”
yang dalam Bahasa Inggris disebut dengan motive berasal dari kata motion, yang
artinya gerakan atau sesuatu yang bergerak. Dengan ini motivasi erat kaitannya
dengan kata “gerak”, yaitu gerakan yang dilakukan oleh manusia yang disebut
sebagai tingkah laku atau amaliyah. Dalam psikologi diartikan sebagai rangsangan,
dorongan, atau pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah laku.85 Termasuk situasi
yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri manusia yang kemudian akan
terjadi yang namanya tingkah laku.
Hasan Langgulung berpendapat bahwa motivasi merupakan suatu keadaan
psikologis yang meransang dan memberi arah terhadap segala aktifitas yang
dilakukan manusia. Dialah kekuatan yang menggerakkan dan mendorong aktifitas
manusia. Dari motivasi tersebut yang kemudian membimbing seseorang ke arah
tujuan-tujuannya termasuk tujuan seseorang dalam melaksanakan tingkah laku
(amal keagamaan).
Dengan adanya kaitan antara tingkah laku keagamaan, motivasi tersebut
penting untuk dibicarakan dalam rangka mengetahui apa yang sebenarnya yang
melatar belakangi suatu tingkah laku keagamaan yang dilakukan seseorang. Di sini
83 Roland Robertson.ed.penerj. Achmad Fedyani Saifuddin. (1995). AGAMA: dalam
analisa dan intrepretasi sosiologis. Jakarta ; PT RajaGrafindo Persada, hal. 55-56 84 Amin Nurdin dan Ahmad Abrori. (2006). MENGERTI SOSIOLOGI :Pengantar Untuk
dan langsung lari begitu saja meninggalkan keramat. Keesokan harinya, pemuda
tersebut mendatangi mpe Boen Tjiang untuk meminta maaf dan meminta ijin karena
datang tanpa ijin juga kentut tanpa sengaja di keramat.
Gambar. 3.1 Pohon Pule
Dokumentasi Pribadi
Pada tahun 1975 setelah di temukannya keramat, datanglah mpe Prit96 ke
rumah mpe Boen Tjiang. Sesampainya di rumah mpe Boen Tjiang, mpe Prit meminta
supaya diantarkan ke keramat saat itu juga. Diantarkanlah mpe Prit ke keramat bersama
mpe Boen Tjiang. Sesampainya di keramat mpe Prit mengatakan kepada mpe Boen
Tjiang bahwasannya disini masih ada satu lagi yang harus diurus. Sesuatu yang diurus
maksudnya adalah adanya Sin Beng. Sin Beng97 tersebut sudah ada sejak lama yang
berbentuk tulisan Cina. Namun tulisan Cina tersebut sudah tidak ada, sudah hancur dan
96 Salah seorang paranormal juga sebagai seorang donatur vihara Sian Jin Ku Poh. Mpe Prit
berasal dari Jakarta dengan nama The Thiam Soei. 97
44
diletakan di pohon pule yang berada di depan keramat. Mpe Prit menyuruh mpe Boen
Tjiang untuk merawatnya. Mpe Boen Tjiang bisa merawatnya hanya saja ia tidak tahu
menahu bagaimana untuk merawat dan memanggilnya.98 Mpe Prit pun mengatakan
bahwasannya To Pe Kong99 yang ada di pohon Pule ini dirawat seperti merawat
keramat, untuk namanya sendiri adalah Mak Ku Poh atau panjangnya Sian Jin Ku Poh.
Tanah berdirinya vihara Sian Jin Ku Poh dan juga Batu Keramat Uyut Eyang
Lang-lang Buana merupakan milik dari mpe Boen Tjiang. Tanah yang tadinya hanya
seluas antara gubuk keramat sampai pohon pule, diperluas hingga 100 meter persegi
untuk membangun vihara di kemudian hari. Tanah yang berada di depan keramat, milik
dari kejaksaan yang merupakan kebun karet juga dibeli oleh mpe Boen Tjiang untuk
pembangunan vihara dan keramat. Sementara mpe Boen Tjiang menyediakan tanah
sebagai tempat berdirinya vihara dan keramat, mpe Prit sebagai donatur dan juga
sebagai penyalur ke donatur-donatur lainnya.
Selain The Boen Tjiang, The Thiam Soei, ada tiga donatur yang membantu
membangun vihara dan keramat sehingga memiliki tempat yang lebih layak dan lebih
luas. Tiga orang donatur tersebut adalah Jo Khim Lin, Jap Oen Joe dan Jo Tjeng Han.
Setelah persiapan selesai, pemindahan Mak Ku Poh dan keramatpun mulai dilakukan.
98 Wawancara dengan Bu eti, pada 29 September 2019 99 Sebutan bagi tuan tanah yang menguasai tanah sekitar desa yang ditempati. Berdasarkan
keyakinan orang Cina di Indonesia, setiap jengkal tanah yang ada di bumi ini ada yang menguasainya.
Setiap desa atau sebuah kota ada Pekong untuk memuja To Pe Kong yang dianggap penguasa di desa
atau kota tesebut. Untuk penyebutan To Pe Kong antara Indonesia, Cina dan di Malaysia berbeda. Di
Cina To Pe Kong disebut dengan nama Tuti Kong (dewa bumi) dan di Malaysia disebut dengan nama
Tua Pe Kong. Biasanya apabila orang desa atau kota yang memiliki masalah maka akan mendatangi
Pekong untuk meminta bantuan yang mereka yakini memiliki kekuasaan di wilayah tersebut. M. Ikhsan
Tanggok. (2006) . Mengenal Lebih Dekat Agama Tao. Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan
UIN Jakarta Press.hal. 31
45
Secara paranormalnya, mpe Boen Tjiang meminta ijin dahulu kepada batu keramat juga
kepada Mak Ku Poh yang ada di pohon pule. Ringkasnya mpe Boen Tjiang meminta
ijin supaya keramat dan Mak Ku Poh dipindahkan saling bersebelahan. Mak Ku Poh
dibuatkan vihara dan batu keramat Eyang dibuatkan tempat yang lebih layak daripada
gubuk yang selama ini ada.100
Setelah percakapan secara gaib antara mpe Boen Tjiang dengan Mak Ku Poh
dan keramat Eyang, jawaban yang diterima mpe Boen Tjiang adalah “silakan saja,
semua umat adalah umat kita bersama, semuanya adalah anak cucu kita. Tidak ada
yang harus diperselisihkan antara paham dan agama”. Setelah mendapatkan jawaban
yang diinginkan, Mak Ku Poh berada di vihara yang posisinya berada disebelah kanan
dan Keramat Uyut berada disebelah kiri. Pemindahan Mak Ku Poh dilakukan pada
tahun 1987, sedangkan pemindahan keramat dilakukan pada tahun 1988. Dalam proses
pemindahan Mak Ku Poh tidak ada persyaratan yang dibuat, namun untuk pemindahan
keramat disampaikan ada sebuah syarat. Mpe Boen Tjiang yang tadinya akan
memindahkan keramat secara langsung secara tiba-tiba batu keramat tersebut tidak
bergerak sama sekali.
Sedangkan saat itu mpe Boen Tjiang sudah mengumpulkan sekitar 50 orang
pekerja karet yang ada disekitar keramat dari jam 7 pagi, namun pemindahan yang
dilakukan tidak membuahkan hasil. Kemudian ada seseorang yang mengatakan jika
ingin memindahkan batu keramat maka harus tepat pada pukul 5 sore. Mpe Boen Tjiang
pun mengikuti apa yang di katakana oleh orang tersebut, dan menunggu hingga pukul
100 Wawancara dengan Bu eti, pada 29 September 2019
46
5 sore. Tepat pukul 5 sore, mpe Boen Tjiang bersama pekerja karetpun mulai untuk
memindahkan batu keramat tersebut. Dengan memakai peralatan yang seadanya,
menggunakan bambu, kayu dan tali yang telah disediakan. Sesuai dengan yang
dikatakan oleh orang tersebut, batu dapat dipindahkan tepat pukul 5 sore.101
Sesudah pemindahan Mak Ku Poh dari pohon Pule ke vihara, Mak Ku Poh
berpindah ke kursi kosong sebagai lambang baru tempat Mak Ku Poh bersemayam,
batu keramat juga telah selesai dipindahkan. Ciri khas dari bagunan vihara adalah
dibangun dengan bentuk segi empat, sedangkan untuk bangunan keramat dibuat
dengan bentuk segitiga. Kursi sebagai bentuk untuk melambangkan Sian Jin Ku Poh
diletakan ditengah altar persembahan yang berada di vihara. Untuk batu keramat
sendiri hanya ditutupi dengan kain putih.102
B. Batu Keramat Uyut Eyang Lang-Lang Buana
Batu Keramat yang ditemukan pada awal tahun 1970-an dikenal dengan nama
Keramat Uyut Eyang Lang-Lang Buana. Batu keramat ini merupakan petilasan dari
Prabu Siliwangi103. Prabu Siliwangi merupakan raja dari kerajaan Padjajaran dari tahun
1474 sampai 1513 Masehi. Raja termahsyur dengan wilayah kekuasaan daerah Jawa
101 Wawancara dengan Bu eti, pada 29 September 2019 102 Wawancara dengan Mak Kutun, pada 21 November 2019 103 Bergelar Sri Baduga Maharaja, yang mendirikan Pakuan Pajajaran sebagai ibu kota
kerajaan Pajajaran. Pembuatan jalan-jalan ke ke pegunungan (prasasti Batu Tulis), pembuatan Sang
Hiyang Telaga Rena Mahawijaya (prasasti Batu Tulis), sebagai raja yang mengalami pemberkatan dua
kali (’Diwastu’), yang memerintah pada tahun 1474-1513 AD. Antara tahun tersebut juga merupakan
masa kejayaan dan kemakmuran Pajajaran. Pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi inilah masa
kejayaan Pajajaran mencapai puncak kejayaannya. Moh. Amir Sutaarga. (1966). Prabu Siliwangi.
Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya.hal. 44-45
47
Barat dan beberapa tempat lainnya. Bukan hanya memiliki kerajaan dengan wilayah
yang luas, sistem pemerintahan yang diberlakukan termasuk maju.104
Pada awal ditemukan batu keramat ini, The Boen Tjiang memanfaatkannya
hanya sebagai tempat untuk berobat dan berdoa. Masyarakat datang untuk berobat, ada
pula yang datang untuk bersembahyang. Dari awal batu keramat ditemukan, orang-
orang dari berbagai agama yang bermukim di sekitar keramat berdatangan dengan
tujuan yang sama, yaitu berobat ataupun berdoa. Lambat laun ketika vihara dibangun,
pengunjung yang beragama Buddha dan Konghucu lebih banyak yang
mengunjunginya. Hal ini dikarenakan posisi dari batu keramat sendiri berdampingan
dengan Vihara Sian Jin Ku Poh yang dikenal orang sebagai tempat ibadah dari agama
Buddha Theravada105. Namun, pengurus setempat tidak pernah membatasi siapapun
orang yang datang untuk sembahyang maupun datang hanya untuk berkunjung saja.
Kemudian, lama-kelamaan masyarakat yang melihat batu keramat menyadari
kelebihan dan fungsi yang lebih dari hanya sekadar sebagai tempat untuk berobat
maupun sebagai tempat penghormatan. Dari kesadaran ini, masyarakat memanfaatkan
batu keramat hingga tidak sesuai dengan maksud dan tujuan awal dari kegunaan batu
keramat ini.
Masyarakat yang mengetahui akan adanya batu keramat datang dengan
berbagai tujuan, seperti untuk berobat, hanya sekadar sembahyang, mencari
104 Moh. Amir Sutaarga. (1966). Prabu Siliwangi. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya, hal. 44-
45 105 Aliran yang mendorong penganut Buddha untuk mencari keselamatan spiritual secara
individual. Tim Penulis. (2006). Antropologi SMA/MA Kelas XII (Diknas). Jakarta : Grasindo
48
keberkahan, mencari rejeki106, mencari keberuntungan dalam usaha, kecocokan jodoh,
dan sebagainya. Untuk beberapa permohonan orang dapat melakukannya dengan
mendatangi keramat beberapa kali, ada pula yang hanya sekali bisa memperoleh apa
yang diinginkan melalui doanya.
Orang berdatangan ke vihara Sian Jin Ku Poh belum tentu mengenal dan tahu
akan adanya batu keramat. Terkadang orang tahu keramat karena cerita pengunjung
sebelumnya yang tahu keramat, dari warga sekitar maupun dari laman artikel. Bahkan
yang mendatangi keramat bukan hanya agama Buddha maupun Konghucu, tapi dari
berbagai agama pun datang ke keramat ini. Kebanyakan orang akan mengira keramat
yang ada di area vihara Sian Jin Ku Poh hanya diperuntukan bagi umat Buddha dan
Konghucu saja. Padahal keramat ini jika melihat latar belakangnya lebih condong bagi
umat Islam yang datang ke keramat.107
Puncaknya pada tahun delapan puluh tiga-an ramai dengan orang-orang yang
datang untuk mencari rejeki. Pada masa itu, orang-orang Tionghoa menyebutnya
dengan sebutan tahun wahwe. Tahun tersebut merupakan tahun yang sedang ramai
dengan permainan konik atau yang sekarang dikenal sebagai permainan togel. Kadang
pula orang datang bersama dengan rombongan hanya untuk melihat keberuntungan
mereka dalam mencari rejeki. Bahkan tamu yang datang lebih banyak dari luar kota,
yaitu orang-orang yang berasal dari Jakarta, Kalimantan, Bekasi, dan lainnya.108
C. Simbol-simbol Batu Keramat
106 Rejeki yang dimaksud disini adalah mencari nomor untuk bermain togel. 107 Wawancara dengan Ko Apeng, pada 9 November 2019 108 Wawancara dengan Mak Kutun, pada 21 November 2019
49
Jika lambang-lambang dapat membangkitkan perasaan dan keterikatan lebih
daripada sekedar formulasi verbal dari benda-benda yang dipercayai sebagai lambang
tersebut, maka batu keramat termasuk salah satu hal tersebut.109 Hal ini dikarenakan
batu keramat yang diposisikan sebagai petilasan Prabu Siliwangi sebagai jembatan dan
sebagai bentuk dari jejak yang ditinggalkan sang pemilik yaitu Prabu Siliwangi kepada
yang di amanahkan atau yang dipercayakan. Jejak ini diyakini orang-orang yang datang
ke batu keramat dapat mengabulkan apa yang mereka inginkan. Padahal batu keramat
ini hanya sebatas lambang jejak dari Prabu Siliwangi dan sebagai tempat singgah
dibatu keramat, serta menurut kepercayaan dari juru kunci ada waktu tertentu Prabu
Siliwangi yang disebut sebagai Uyut Eyang Lang-lang Buana masih sering singgah.
Pada saat singgah inilah jika bertepatan ada orang yang sedang berziarah110 dipercaya
apa yang diucapkan melalui permintaan maupun doa dapat terwujud.
Dillistone menjelaskan bahwa pada mulanya sebuah simbol merupakan
sebuah benda, sebuah tanda, atau sebuah kata, yang digunakan untuk saling mengenali
dan dengan arti yang sudah dipahami111. Simbol merupakan sarana untuk
berkomunikasi dan sebagai landasan pemahaman bersama-sama. Setiap komunikasi
dengan bahasa atau sarana yang lain, maka dapat menggunakan simbol-simbol. Batu
keramat yang diposisikan sebagai tempat untuk berkomunikasi dengan Yang Kuasa,
109 Elizabath K. Nottingham. Terj. Abdul Muis Naharong.(1985). Agama Dan Masyarakat:
Suatu Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: Rajawali Press.hal 16-17 110 Ziarah dalam Bahasa artinya berkunjung. Pustaka ilmu sunni salafiyah-KTB .(2013).PISS-
KTB : Buku Kumpulan Tanya Jawab dan Diskusi Keagamaan. Diakses dari www.piss-ktb.com, pada 23
Januari 2020, 07.40 AM, hal. 249 111 Laksmi Kusuma Wardani. (Dosen Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain-
Universitas Kristen Petra). Fungsi, Makna, Dan Simbol (sebuah kajian teoritik). Bahan Seminar
keramat, juru kunci akan mendampingi sebagai perantara komunikasi. Namun, jika
tamu yang datang untuk meminta rejeki maka akan ditinggal.114
Ko Apeng atau juru kunci dari keramat menjelaskan bahwa, jika ada tamu
yang datang ke keramat, maka ia akan menjelaskan apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan di keramat. Ko Apeng juga menjelaskan kepada tamu bahwasannya jika
meminta kepada batu keramat tersebut berarti ia telah menyalahi aturan agama. Ia
menjelaskan lebih detailnya bahwa batu keramat Eyang ini hanyalah sebatas simbol.
Kita tetap harus meminta kepada yang kuasa diatas langit, batu Eyang ini hanya sebagai
perantara tidak boleh dijadikan sebagai tempat permohonan. Semua ini selalu
dijelaskan oleh ko Apeng ketika ada tamu yang datang ke keramat.
Ketika tamu datang untuk meminta rejeki, tamu tersebut menyebutkan rejeki
apa yang diinginkan, kemudian jawaban yang diinginkan akan muncul di kain putih
yang diselimutkan dibatu keramat tersebut. Dimisalkan jika yang masuk ke keramat
ada tiga orang, dengan permintaan yang sama untuk mencari nomor rejeki, maka setiap
orang yang berada di keramat akan mendapatkan nomor yang berbeda-beda sesuai
dengan yang dilihat.115
114 Wawancara dengan Ko Apeng, pada 9 November 2019 115 Wawancara dengan Ko Apeng, pada 9 November 2019
52
Gambar. 3.3 Patung-patung yang dibawa pengunjung atau peziarah
Dokumentasi Pribadi
Di sebelah batu keramat ada beberapa patung yang diletakkan setelah adanya
batu keramat. Patung-patung tersebut tidak ada maksud dan tujuan tersebut. Juru kunci
keramat mengatakan bahwasannya patung-patung tersebut ada karena tamu yang
datang membawanya. Seperti patung sinden yang dibawa oleh tamu dari Jawa khusus
diletakkan disebelah batu keramat dengan maksud hanya sebagai pajangan.116
D. Ritual Terhadap Batu Keramat
Jika ritual pada umumnya dilakukan oleh agama-agama yang memang
memiliki upacara yang diwajibkan, maka ritual yang dijabarkan ini sebagai bentuk
penghormatan. Dalam peringatan yang diadakan setiap tahun merupakan
penghormatan. Penghormatan yang dilakukan merupakan tradisi yang sudah ada sejak
keramat ditemukan oleh mpe Boen Tjiang, yaitu tradisi maulud.
Untuk keseharian mengurus keramat, juru kunci setiap pagi dan sore
memberikan kopi hitam ataupun teh. Jika kopi tidak tersedia, maka akan disediakan
teh, jika teh tidak tersedia maka juru kunci hanya akan menyediakan air putih biasa.
Para tamu yang datang biasanya ada juga yang memberikan rokok, bunga maupun uang
ke keramat. Ada pula yang datang hanya meletakkan dupa ditempat yang memang
sudah disediakan oleh juru kunci. Jika ada yang memberikan uang maka akan
dimasukkan ke kotak yang tersedia di depan pintu keramat.
116 Wawancara dengan Ko Apeng, pada 9 November 2019
53
Dalam memperingati mulud tersebut, pengurus keramat melakukannya
berdasarkan apa yang dilakukan oleh orang yang beragama Islam. Dalam agama Islam
sendiri banyak tradisi maupun ritual yang dilakukan dalam menjalankkan upacara
kegamaannya. Salah satunya adalah memperingati perihal yang menyangkut dengan
Rasulullah. Seperti memperingati kelahiran Rasulullah, yaitu Maulid Nabi Muhammad
Saw. Ini dilakukan semata-mata untuk mendapatkan ridho dan berkah dari Allah SWT,
ada juga untuk mengingat tauladan Rasululah dalam memperjuangkan agama Islam.
Untuk penghormatan ke batu keramat dari awal ditemukannya, The Boen
Tjiang sebagai juru kunci pertama hanya melakukan peringatan maulid nabi yang
biasanya jatuh pada 12 Rabiul Awal. Maulid Nabi lebih sering disebut dengan kata
Maulud. Secara Bahasa Maulud adalah waktu kelahiran, secara istilah merupakan
perayaan sebagai rasa syukur dan gembira atas kelahiran Rasulullah Saw yang biasa
dilakukan pada bulan rabi’ul awal atau disebut Mulud dalam masyarakat Jawa.117
Al-Hawi lil-Fatawi menjelaskan semula perayaan maulid nabi dilaksanakan
dengan berkumpulnya orang-orang, membaca kisah-kisah teladan Nabi Saw dari awal
kelahiran hingga perjalanan kehidupannya. Kemudian dihidangkanlah makanan untuk
dinikmati bersama, setelah itu barulah mereka pulang.118 Namun berbeda dengan yang
dilakukan di keramat ini. Tradisi ini dilakukan dengan melakukan doa bersama-sama
dengan orang-orang sekitar yang bermukim di sekitar vihara Sian Jin Ku Poh. Tidak
membatasi hanya yang beragama Buddha saja, semua agama dapat mengikuti acara
117 Pustaka ilmu sunni salafiyah-KTB .(2013).PISS-KTB : Buku Kumpulan Tanya Jawab dan
Diskusi Keagamaan. Diakses dari www.piss-ktb.com, pada 23 Januari 2020, 07.40 AM, hal. 231 118 Pustaka ilmu sunni salafiyah-KTB .(2013).PISS-KTB : Buku Kumpulan Tanya Jawab dan
Diskusi Keagamaan. Diakses dari www.piss-ktb.com, pada 23 Januari 2020, 07.40 AM, hal. 233
Mulud di sini. Jika acara mulud biasanya dilakukan dengan membacakan shalawat dan
doa bagi orang Islam, untuk pelaksanaan di keramat hanya dilakukan doa bersama yang
dipimpin oleh seorang ustad yang sudah ditunjuk oleh keluarga dari The Boen Tjiang
119.
Keluarga besar dari keramat menyediakan makanan yang dimasak sesuai
dengan syariat Islam, yaitu menggunakan bahan-bahan yang diperbolehkan dalam
Islam dan membedakan peralatan masak untuk acara Mulud tersebut dengan yang
digunakan oleh keluarga pengurus keramat pada biasanya. Banyak orang-orang sekitar
yang biasanya juga ikut menyumbang berupa uang maupun bahan masakan, karena
mereka senang dengan adanya Mulud ini semua orang bisa berkumpul tanpa melihat
agama yang dianutnya. Setelah pembacaan doa selesai, orang-orang yang datang
kemudian makan bersama-sama dan pulang.120
Bagi sebagian masyarakat, bahkan hampir semua masyarakat yang tinggal di
desa Tonjong, tahu mengenai keberadaan vihara Sian Jin Ku Poh. Bahkah saat ada
acara peringatan untuk tahun baru Imlek maupun peringatan yang lainnya, masyarakat
menyambutnya dengan antusias untuk melihat berbagai macam atraksi dan pertunjukan
yang memang disediakan oleh pihak vihara. Selain itu, masyarakat yang berada di
kampung Jati ini sangatlah toleransi terhadap kebudayaan dan agama yang dianut
setiap orang yang berada di kampung ini, sehingga tidak ada perbedaan mencolok yang
membuat mereka berseteru.
119 Ibu Eti selaku anak tertua di keluarga besar dari The Boen Tjiang sekaligus pengurus dari
Vihara Siian Jin Ku Poh dan Keramat Uyut Eyang Lang-lang Buana yang biasanya mengatur acara
Mulud dan yang menunjuk ustad memimpin doa saat maulid. 120 Wawancara dengan Bu Eti, pada 29 September
55
BAB IV
ANALISIS MOTIVASI PARA PEZIARAH BATU KERAMAT DI VIHARA
SIAN JIN KU POH TAJUR HALANG-BOGOR
A. Motivasi Spiritual Para Peziarah
Menengok perkembangan agama yang ada di Indonesia, kepercayaan kepada
sesuatu yang gaib121 dan mistis122 adalah hal dasar yang masih melekat pada diri
masyarakat Indonesia. Hornby mengatakan bahwa mysticism adalah kepercayaan atau
pengalaman tentang kemistikan. Kemistikan adalah makna tersembunyi, kekuatan
spiritual yang menimbulkan sifat kagum dan hormat.123 Tanpa disadari masyarakat
masih memiliki rasa akan adanya hal-hal yang gaib maupun yang mistik disekitar
mereka. Karena adanya perasaan tentang adanya gaib dan sakral, masyarakat tunduk
untuk menghormati yang gaib dan mistik tersebut. Yang gaib maupun yang mistik ada
karena selalu mengikuti perkembangan dan tidak adanya proses masyarakat untuk
menolak keberadaannya.
Bagi pengunjung batu keramat Uyut Eyang Lang-lang Buana, mereka yang
percaya akan adanya keberadaan Eyang yang mendiami batu tersebut terus-menerus
121 Dalam KBBI gaib diartikan dalam dua pengertian, yaitu, 1. Tidak kelihatan, tersembunyi,
tidak nyata, 2. Hilang; lenyap, 3. Tidak diketahui sebab-sebabnya (halnya dan sebagainya), diakses dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Gaib, pada 16 Februari 2020, 09.13 PM 122 Bersifat mistik, diakses dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Mistis. Mistik sendiri
diartikan sebagai,1. Subsistem yang ada dalam hampir semua agama dan system religi untuk memenuhi
hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan Tuhan; tasawuf; suluk. 2. Hal gaib yang
tidak terjangkau dengan akal manusia yang biasa. Diakses dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Mistik, pada 16 Februari 2020, 09.18 PM. 123 Ismail.( 2017). SEJARAH AGAMA-AGAMA (Pengantar Studi Agama-Agama).Yogyakarta