BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Morbus Hansen atau di masyarakat lebih sering dikenal dengan sebutan lepra atau kusta adalah sebuah penyakit infeksi kronik dan penyebabnya adalah Mycobacterium Leprae (M. Leprae) yang bersifat intraselular obligat. 1 Penyakit kusta juga disebut dengan penyakit Hansen, yaitu suatu penyakit infeksi kronik yang bermanifestasi terhadap kulit dan kelainan nervus perifer. Manifestasi dari penyakit kusta ini berbeda dari seseorang atau dengan yang lain tergantung imun system di penderita. Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada beberapa parameter klinik, yaitu pemeriksaan lesi di kulit dan pemeriksaan saraf perifer. Dan ditemukannya bakteri berbentuk basil yang tahan asam yang didapatkan dari kerokan jaringan kulit melalui pemeriksaan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Morbus Hansen atau di masyarakat lebih sering dikenal dengan
sebutan lepra atau kusta adalah sebuah penyakit infeksi kronik dan
penyebabnya adalah Mycobacterium Leprae (M. Leprae) yang bersifat
intraselular obligat.1
Penyakit kusta juga disebut dengan penyakit Hansen, yaitu suatu penyakit
infeksi kronik yang bermanifestasi terhadap kulit dan kelainan nervus
perifer. Manifestasi dari penyakit kusta ini berbeda dari seseorang atau
dengan yang lain tergantung imun system di penderita. Diagnosis penyakit
kusta didasarkan pada beberapa parameter klinik, yaitu pemeriksaan lesi di
kulit dan pemeriksaan saraf perifer. Dan ditemukannya bakteri berbentuk
basil yang tahan asam yang didapatkan dari kerokan jaringan kulit melalui
pemeriksaan Ziehl-Neelsen’s yang merupakan pemeriksaan penunjang
penyakit kusta.2
Karena pentingnya pengetahuan tentang pemeriksaan lesi di kulit,
pemeriksaan saraf perifer, serta pemeriksaan bakteriologis (Ziehl-
Neelsen’s), maka pada referat kali ini akan membahas tentang pemeriksaan
klinis dan penunjang penyakit kusta.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kusta
Penyakit Morbus Hansen atau di masyarakat lebih sering dikenal dengan
sebutan lepra atau kusta adalah sebuah penyakit infeksi kronik dan
penyebabnya adalah Mycobacterium Leprae (M. Leprae) yang bersifat
intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertam, lalu kulit, dan
mukusa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain
kecuali susunan saraf pusat.1
2.2 Epidemiologi Penyakit Kusta
Penyakit kusta menyebar di seluruh dunia mulai dari Afrika, Amerika,
Asia Tenggara, Mediterania Timur dan Pasifik Barat. Berikut ini adalah
gambaran penyebaran penyakit kusta di dunia.
Gambar 2.1 Penyebaran Penyakit Kusta3
2
Sementara itu di regional Asia Tenggara distribusi kasus kusta bervariasi
berdasarkan penemuan kasus baru dan prevalensi seperti terlihat dalam tabel
dibawah ini:
Tabel 2.1 Situasi Kusta di wilayah WHO-SEARO pada tahun 20114
NegaraJumlah kasus baru yang
ditemukan (case detection rate)
Jumlah kasus kusta terdaftar (prevalensi)
awal tahun 2012Bangladesh 3.970 3.300Bhutan 23 29Korea Utara Data tidak tersedia Data tidak tersediaIndia 127.295 83.187Indonesia 20.023 23.169Maladewa 14 2Myanmar 3.082 2.735Nepal 3.184 2.410Sri Lanka 2.178 1.565Thailand 280 678Timor Leste 83 72Total 160.132 117.147
Dari data-data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit kusta
masih menjadi masalah di Indonesia.
2.3 Etiologi
Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh
G.A. HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum
juga dapat dibiakkan dalam media artificial. M. leprae berbentuk basil
dengan ukuran 3-8Umx0,5Um, tahan asam dan alkohol serta Gram positif. 1
2.4 Diagnosis dan Klasifikasi
Klasifikasi kusta didasarkan berbagai criteria yaitu manifestasi klinis,
bakteriologis, imunologis dan histopatologis. Manifestasi berupa lesi kulit
dan gejala neurologic adalah yang terpenting. 5
3
Tabel 2.2 Bagan Diagnosis Klinis Menurut WHO1
Sifat Kusta Pausibasiler (PB) Kusta Multibasilar (MB)Lesi KulitMakula datar, papul yang meninggi, nodus
1-5 lesiHipopigmentasi/eritemaDistribusi tidak simetrisHilangnya sensasi yang jelas
>6 lesiDistribusi lebih simetrisHilangnya sensasi kurang jelas
Kerusakan sarafMenyebabkan hilangnya sessasi/kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena
Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf
Sedangkan klasifikasi kusta menurut Ridley-Jopling adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 kKlasifikasi kusta Ridley-Jopling6
Resistensi tinggi Unstable resistance Tidak resisten
TT BT BB BL LL
Lesi Satu / dua Sedikit Sedikit / beberapa,
asimetris
Banyak Banyak dan
simetris
Skin smear 0 1+ 2+ 3+ 4+
Lepromin Tes 3+ 2+ + ± 0
Histologi Sel epitel menurun kerusakan
nsaraf, sarcoid like granuloma
Meningkatnya histiocytes, foam
cells, granuloma,
xanthoma-like
2.5 Patogenesis
Sebenarnya M. leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang
rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu
memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya.
Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain
disebabkan oleh respon imun yang berbeda.5
4
Meskipun cara masuk M. leprae belum diketahui secara pasti, tetapi
beberapa penelitian memperlihatkan bahwa yang tersering melalui kulit yang
lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal
(secar ainhalasi). Pengaruh m. leprae terhadap kulit bergantung pada factor
imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada suhu tubuh yang
rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulen dan
nontoksis.5
Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan system imunitas seluler, dengan
demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman
daapat bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak
jaringan. Sedangkan pada tipe TT kemampuan fungsi system imunitas
selular tinggi, sehingga makrofag mampu menghancurkan kuman. Tetapi
setelah kuman difagosit, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang
tidak bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia
Langhans. Bila infeksi ini tidak segera diatas akan terjadi reaksi berlebihan
dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan
sekitarnya.5
2.6 Gejala Klinis
Gejala klinis pada morbus hansen dapat dilihat berdasarkan kelainan
saraf tepi dan kelainan kulit dan organ lainnya seperti berikut7 :
1. Kelainan saraf tepi
Kerusakan saraf tepi bisa bersifat sensorik, motorik, autonomik.
Sensorik biasanya berupa hipoestesia ataupun anastesia pada kulit
5
yang terserang. Motorikberupa kelemahan otot yang biasanya terjadi
pada ekstremitas atas, bawah, muka, dan otot mata.7
Autonomik menyerang persarafan kelenjar keringat sehingga ;esi
yang terserang tampak lebih kering. Gejala lain adalah pembesaran
saraf tepi terutama yang dekat dengan permukaan kulit antara lain
adalah pembesaran : n.ulnaris, n. Aurikularis magnus, n. Peroneus, n.
Tibialis posterior dan beberapa saraf tepi lainnya.7
2. Kelainan kulit dan organ lain
Kelianan kulit bisa hipopigmentasi ataupun eritematus dengan adanya
gangguan estesi yang jelas. Bila gejala lanjut dapat timbul gejala
akibat banyaknya kuman, yaitu7 :
a. Facies leonina (gejala infiltrasi difuse di muka)
b. Penebalan cuping telinga
c. Madarosis (penipisan alis bagian lateral)
d. Anastesi simetris pada kedua tungkai.
2.7 Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan Klinis yang lengkap dan lengkap sangat penting dalam
menegakkan diagnosis kusta. Pemeriksaan tersebut meliputi :
a. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan lengkap mengenai riwayat datangnya keluhan8 :
- Menanyakan tentang lesi di kulit :
1. Durasi lesi di kulit : sejak kapan lesi muncul? Bercak yang muncul
beberapa hari yang lalu atau baru tumbuh bukan termasuk penyakit
6
kusta.
2. Perkembangan lesi di kulit : bagaimana mulai terjadinya? Lesi di kulit
yang tiba-tiba muncul bukan penyakit kusta (kecuali reaksi kusta).
Kusta biasanya muncul pelan-pelan
3. Karakteristik lesi kulit : bercak kusta tidak gatal dan biasanya tidak
nyeri. Rambut rontok biasanya ada pada kulit yang terdapat bercak.
4. Keringat : area lesi di kulit biasanya tidak berkeringat
5. Riwayat rekuren : lesi yang hilang timbul atau musiman biasanya
bukan kusta
- Pertanyaan yang lain :
1. Apakah kulit menjadi lebih kering di sekitar bercak?
2. Apakah tangan dan kaki menjadi lemah?
3. Apakah merasakan hilang rasa raba atau rasa yang abnormal di tangan
atau kaki? Apakah ada masalah ketika memegang, menggerakkan,
atau mengangkat benda atau saat aktifitas?
- Kelainan yang lain :
Mulai kapan terjadinya, lama keluhan tersebut dan perkembangannya?
- Riwayat pengobatan :
Pengobatan apa yang telah dilakukan, nama obat yang didapatkan
(menunjukkan kemasan obat), lama pengobatan, apakah obat-obatan
diminum teratur atau tidak?
- Riwayat alergi obat :
Apakah ada alergi obat, misalnya obat sulfa (Hindari Dapson)
7
- Riwayat Keluarga :
Apakah ada dikeluarga ada tetangga dekat yang memiliki penyakit atau
gejala yang sama?
- Jika pasien perempuan :
Menanyakan dnegan detail kapan terakhir menstruasi untuk
menyingkirkan kehamilan bila terjadi reaksi kusta.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan kulit/dermatologi
- Tempat
Tempat pemeriksaan harus cukup cahaya, sebaiknya diluar rumah
tetapi tidak boleh langsung di bawah sinar matahari atau di dalam
ruangan dengan ruang yang cukup, dengan arah sinar oblik/miring.
Sebaiknya menjaga kenyamanan orang yang diperiksa.4
- Waktu pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan siang hari agar mendapatkan cukup cahaya
matahari.4
- Orang yang diperiksa
Diberikan penjelasan kepada yang akan diperiksa dan keluarganya
tentang cara pemeriksaan. Periksa seluruh badan. Sedapat mungkin
seluruh tubuh diperiksa dengan batas-batas kesopanan.4
2. Pelaksanaan pemeriksaan
a. Pemeriksaan Pandangan4
- Orang yang diperiksa menghadap ke sumber cahaya, berhadapan
8
dengan petugas
- Pemeriksaan dimulai dari kepala sampai telapak kaki secara
simetris
- Perhatiakan setiap bercak (macula), bintil-bintil (nodulus) jaringan
parut, kulit yang keriput dan setiap penebalan kulit. Pada
pemeriksaan pandang tentukan kelainan kulit yang akan diperiksa
rasa raba
- Perhatikan kelainan dan cacat yang terdapat pada tangan dan kaki
antara lain atropi, jari kiting, pemendekan jari dan ulkus
b. Pemeriksaan rasa raba pada kelainan kulit
Pemeriksaan rasa sangat penting untuk memperoleh gejala hilangnya
fungsi sensorik di bercak kulit.8
- Ujung bolpoin dibutuhkan untuk pemeriksaan berkurangnya fungsi
sensorik
- Membuat pasien nyaman (duduk atau tidur)
- Menjelaskan procedure ke pasien dan memperagakan yang akan
dilakukan dengan mata terbuka di kulit yang normal
- Sentuh kulit dengan bolpen (tegakkan bolpen dengan kulit) dengan
perlahan sentuhkan bolpen (jangan ditekan), ajarkan seseorang
untuk menunjuk tempat yang disentuh dengan tanggan pasien atau
menanyakan pada pasien jumlah sentuhan yang disentuhkan atau
mengatakan iya ketika terasa sentuhannya.
- Ulangi langkah-langkah beberapa kali sampai pasien mengerti atau
9
familiar dan nyaman.
- Sekarang meminta pasien untuk menutup matanya dan mengulangi
langkah-langkah di atas area lesi (pertama sentuhkan di area yang
normal, kemudian di area yang ada lesinya)
- Ulangi lagi langkah-langkah tersebut di area lesi
- Lakukan test tersebut di kemungkinan lesi
- Jangan menggunakan alat-alat seperti jarum, kapas, kain wool, kain
kulit, dll.
- Ketika memeriksa sensorik, sentuh kulit dengan bolpen secara
perlahan. Jangan ditekan. Ketika memeriksa harus sama.
Gambar 2.2 Teknik Pemeriksaan Raba8
Interpretasi dari pemeriksaan sensoris8
1. Hilangnya rasa sensorik jika pasien tidak merespon rasa raba
2. Berkurang atau melemahnya sensasi jika pasien disentuh > 3cm
dari titik sentuhan (> 1 cm dari permukaan fleksi lengan dan
tungkai)
3. Bandingkan dengan sisi yang berlawanan atau pada kulit yang
berdekatan untuk memperoleh kelemahan sensorik
10
Catatan8 :
- Bercak kusta di wajah kemungkinan tidak menyebabkan
hilangnya sensoris karena ada suplai nervus di kulit wajah
- Area kulit yang tebal kemungkinan tidak merasakan rangsangan
raba yang “standart” (telapak kaki dan siku tangan)
- Pemeriksaan raba sulit dilakukan pada pasien anak-anak. tanyakan
pada anak untuk duduk atau bermain di bawah matahari lalu
periksa keringat dan lihat berkurangnya keringat di lesi. Untuk
bayi raba raba lesi ketika bayi sedang tidur, jika rasa raba masih
ada maka akan mengganggu bayi, bayi akan bergerak.
c. Pemeriksaan nervus
Pemeriksaan dilakukan pada saraf-saraf tepi yang paling sering
terlibat dalam penyakit kusta, dan dapat diraba, seperti4 :
1. Tempat terjadinya kerusakan saraf
Pada umumnya, kerusakan saraf tepi yang sering terkena seperti
gambar di bawah ini8:
11
2. Dua komponen dari pemeriksaan nervus
- Palpasi nervus : untuk penebalan nervus, kelunakan dan
konsistensi8
- Penilaian fungsi nervus8 :
Otonom : menilai adanya keringat, rambut rontok, kulit
kering, dan retak
Kehilangan fungsi sensorik : di area yang di suplai oleh
nervus, misalnya dengan tes fungsi sensorik
Kekuatan otot (VMT) : menilai kekuatan gerakan dari Otot
Voluntar
12
Gambar 2.3 Saraf Tepi yang Sering Mengalami Kerusakan8
3. Perabaan (palpasi) saraf tepi
Berikut ini adalah prosedur umum pemeriksaan perabaan saraf4:
- Pemeriksaan berhadapan dengan dengan pasien
- Perabaan dilakukan dengan tekanan ringan sehingga tidak
13
menyakiti pasien
- Pada saat meraba saraf, perhatikan :
Apakah ada penebalan atau pembesaran
Apakah saraf kiri dan kanan sama besar atau berbeda
Apakah ada nyeri atau tidak pada saraf
Saat melakukan palpasi saraf perhatikan mimic pasien, apakah
ada kesan kesakitan tanpa menanyakan sakit atau tidak. Dari
beberapa saraf yang disebutkan, ada tiga saraf yang wajib diraba
yaitu saraf ulnaris, peroneus communis dan tibialis posterior4.
a. Saraf ulnaris
- Tangan kanan pemeriksa memegang lengan kanan bawah
penderita dengan posisi siku sedikit ditekuk sehingga lengan
pasien relaks
- Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri pemeriksa
mencari sambil meraba saraf ulnaris di dalam sulkus nervi
ulnaris yaitu lekukan diantara tonjolan tulang siku dan
tonjolan kecil di bagian medial (epicondilus medialis)
- Dengan tekanan ringan gulirkan pada saraf ulnaris, dan
telusuri keatas dengan halus sambil melihat mimic atau
reaksi pasien apakah tambak kesakitan atau tidak
- Kemudian dengan prosedur yang sama untuk memeriksa
saraf ulnaris kiri (tangan kiri pemeriksa memegang lengan
kiri pasien dan tangan kanan pemeriksa meraba saraf ulnaris
14
kiri pasien terebut).
Gambar 2.4 Pemeriksaan saraf ulnaris8
b. Saraf peroneus communis (poplitea lateralis)4
- Pasien diminta duduk di suatu tempat (kursi, tangga, dll)
dengan kaki dalam keadaan relaks
- Pemeriksa duduk di depan pasien dengan tangan kanan
memeriksa kaki kiri pasien dan tangan kiri memeriksa kaki
kanan
- Pemeriksa meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada
pertengahan betis bagian luar pasien sambil pelan-pelan
meraba ke atas sambil menemukan benjolan tulang (caput
fibula). Setelah menemukan tulang tersebut jari pemeriksa
meraba saraf peroneus 1 cm ke arah belakang
15
- Dengan tekanan yang ringan saraf tersebut digulirkan
bergantian ke kanan dank e kiri sambil melihat mimic atau
reaksi pasien.
Gambar 2.5 Pemeriksaan saraf
poplitea lateralis8
c. Saraf tibialis posterior4
- Pasien duduk relaks
- Dengan jari telunjuk dan tengah meraba saraf tibialis
posterior di bagian belakang bawah dari mata kaki sebelah
dalam (maleolus medialis) dengan tangan menyilang (tangan
kiri pemeriksa memeriksa saraf tibialis kiri dan tangan