“Menganalisis Besarnya potensial vektor, Hukum Ampere, Momen Dipole Magnetik, Potensial Skalar, Magnetisasi, Kutub Magnetik dan Hukum Ampere untuk H” OLEH Komang Suardika(0913021034) 1
“Menganalisis Besarnya potensial vektor, Hukum Ampere, Momen Dipole Magnetik,
Potensial Skalar, Magnetisasi, Kutub Magnetik dan Hukum Ampere untuk H”
OLEH
Komang Suardika(0913021034)
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKAFAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA
2011
BAB I
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelumnya telah banyak dibahas mengenai muatan listrik yang diam. Dalam hal ini
akan ditinjau muatan yang bergerak beraturan. Pernyataan ini memberikan petunjuk bahwa
kita akan berhadapan dengan penghantar listrik, karena menurut definisi, penghantar adalah
bahan yang membawa muatan di dalamnya, yang bebas bergerak dalam medan listrik tunak.
Definisi sebelumnya tidak hanya mencakup penghantar yang lazim, seperti misalnya logam
dan lakur, tetapi juga semikonduktor, elektrolit, gas terion, dielektrik tek sempurna, dan
bahkan ruang hampa udara di sekitar katoda yang memancarkan ion akibat panas. Di dalam
banyak penghantar pembawa muatannya adalah elektron. Dalam hal ini muatan dapat dibawa
oleh ion positif maupun ion negatif.
Muatan yang bergerak membentuk arus dan proses pengangkutan muatan disebut
penghantaran. Tepatnya arus listrik didefinisikan sebagai laju pengangkutan muatan melalui
permukaan tertentu dari sistem hantar (misalnya, melalui tampang melintang sebuah kawat
tertentu).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah
1.2.1 Bagaimanakah analisis suatu potensial vektor?
1.2.2 Bagaimanakah analisis Hukum Ampere pada seluruh loop tertutup?
1.2.3 Bagaimana analisis moment dipole magnetik dari suatu dipole magnet arus
melingkar ?
1.2.4 Bagaimana analisis suatu magnetisasi?
1.2.5 Bagaimana kutub suatu magnetisasi?
1.2.6 Bagaimana analisis intensitas medan magnet dengan menggunakan Hukum
Ampere?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah
1.3.1 Untuk mengetahui analisis suatu potensial vektor?
1.3.2 Untuk mengetahui analisis Hukum Ampere pada seluruh loop tertutup?
1.3.3 Untuk mengetahui analisis moment dipole magnetik dari suatu dipole magnet arus
melingkar?
2
1.3.4 Untuk mengetahui analisis suatu magnetisasi?
1.3.5 Untuk mengetahui kutub suatu magnetisasi ?
1.3.6 Untuk mengetahui analisis intensitas medan magnet dengan menggunakan Hukum
Ampere?
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang bisa diperoleh dari makalah ini adalah :
Bagi Pembaca
Pembaca bisa memperoleh informasi atau ilmu pengetahuan tentang penganalisisan
suatu Potensial Vektor, Hukum Ampere pada seluruh loop tertutup, moment dipole
magnetik dari suatu dipole magnet arus melingkar, magnetisasi, kutub suatu magnetisasi ,
intensitas medan magnet dengan menggunakan Hukum Ampere.
Bagi Penulis
Penulis bisa mengetahui tentang penganalisisan suatu potensial vektor, Hukum
Ampere pada seluruh loop tertutup, moment dipole magnetik dari suatu dipole magnet
arus melingkar, magnetisasi, kutub suatu magnetisasi , intensitas medan magnet dengan
menggunakan Hukum Ampere.
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1 Fenomena
Aurora
Salah satu fenomena kemagnetan yang teramati di planet bumi adalah kemunculan
Aurora di daerah kutub. Aurora adalah fenomena pancaran cahaya yang menyala-nyala pada
lapisan ionosfer dari sebuah planet sebagai akibat adanya interaksi antara medan magnetik
yang dimiliki planet tersebut dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh matahari
(angin matahari). Di bumi, aurora terjadi di daerah di sekitar kutub Utara dan kutub Selatan
magnetiknya. Aurora yang terjadi di daerah sebelah Utara dikenal dengan nama Aurora
Borealis yang terjadi di antara September dan Oktober dan Maret dan April. Fenomena
aurora di sebelah Selatan yang dikenal dengan Aurora Australis mempunyai sifat-sifat yang
serupa.
Penyebab munculnya Aurora dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
Misalkan sebuah muatan dengan kecepatan tertentu masuk ke dalam daerah yang
mengandung medan magnet dengan sudut yang tidak tegak lurus medan magnet. Bentuk
lintasan partikel berubah menjadi spiral seperti pada gambar 10.
Gambar 1
Bumi memiliki medan magnet dengan arah keluar dari kutub selatan (kutub utara arah
geografi bumi) dan masuk di kutub utara (kutub selatan geografi bumi). Jika partikel
bermuatan dari luar angkasa masuk ke bumi dengan sudut tertentu, maka partikel tersebut
bergerak dalam lintasan spiral menuju ke arah kutub magnet bumi (Gambar 11)
Gambar 2
Selama bergerak dalam lintasan spiral, partikel memiliki percepatan sehingga memancarkan
gelombang elektromagnetik. Saat mendekati kutub magnettik bumi, konsentrasi partikel
4
sangat besar sehinggga intensitas gelombang elekrtomagnetik yang dipancarkan sangat
tingggi dan dapat diamati dengan mata. Itulah sebabnya mengapa Aurora hanya diamati
didaerah sekitar kutub.
Gambar 3
Diamagnetic
Suatu magnet silinder besar, terbuat dari neodymium (NdFeB), digantungkan di atas dua
piring bismut. Bismut merupakan logam diamagnetik yang dapat menciptakan sebuah medan
magnet yang berlawanan jika ada medan magnet dekat dengannya sehingga dapat
menghilangkan medan magnet. Kubus kecil antara dua piring bismuth juga terbuat dari
neodymium (NdFeB) dengan ukuran 5x5x5 mm. Dua piring bismut menghilangkan medan
magnet, tetapi tidak cukup kuat untuk mengatasi gravitasi. Sehingga magnet silinder besar di
atas itu menarik magnet kecil. Jika kubus kecil digerakkan dengan hati-hati maka akan
mengapung secara stabil antara dua pelat bismuth sehingga kita dapat dengan mudah
mendorong kubus kecil dan kubus kecil tersebut akan kembali ke tengah.
Gambar 4
2.2 Potensial Vektor
5
Perhitungan medan magnet menjadi jauh lebih sederhana dengan diperkenalkan
potensial listrik statik. Kemungkinan untuk membuat penyedehanaan ini merupakan akibat
menjadi nolnya curl medan listrik. Curl dari imbas magnet tidak menjadi nol; namun
divergensinya adalah nol.
2.2.1 Divergen B (∇ . B )
Untuk ∇ . B=0 , dapat dibuktikan sebagai berikut. Dari persamaan:
d B=μ0
4 πI . dl×r
r2.....................................................................(1)
Maka didapatkan d B tegak lurus dengan arah d l dan arah d B melingkar jika dicari pada
setiap titik dengan jarak sama dari d l . Jika dimisalkan: a=
μ0 I d l
4 π dan b= r
r2, maka
persamaan (1) dapat dituliskan sebagai berikut: d B=a× b
∇ . d B=∇ .( a× b )
= b .(∇× a)−a (∇ . b )
∇× a=0 ................................................................................(2)
Fungsi vektor b= r
r2
arahnya radial tergantung arah r dan besarnya berbanding terbalik
dengan r2. Hal ini sebentuk dengan fungsi vektor E yang arahnya radial dan besarnya
berbanding terbalik dengan r2. Dalam hal ini ∇× E=0 . Karena vektor b sebentuk dengan
E , maka dapat dituliskan:
∇× b=0 .................................................................................(3)
Dengan mensubstitusi persamaan (y) dan (z) ke persamaan ∇ . d B=∇ .( a× b ), maka
didapatkan:
∇ . d B= b .(∇× a )−a (∇ . b )
= b . 0− a .0
=0
∇ . B=∇ .∮d B
6
y
x
z
r P dB
rds
s
=∮∇ . d B
=∑ ∇ .d B
=∑ . 0
= 0
Jadi, terbukti bahwa: ∇ . B=0 ...................................................................(4)
2.2.2 Potensial Vektor
Dalam elektrostatika, akibat ∇ x E=0 , maka pengertian potensial skalar
menghasilkan bentuk persamaan E=−∇V . Sekarang sebagai akibat ∇ . B=0 , dalam
magnetostatika diperkenalkan potensial vektor A , dimana sesuai dengan hukum Ampere,
berlaku:
B=∇×E ...............................................................................(5)
∇×B=∇ x (∇ x A )=∇ (∇ . A )−∇2 A=μ0 J................................(6)
dimana B adalah vektor induksi magnet dan A adalah potensial vektor (vektor potensial dari
B).
Gambar 5
Pada titik P dimana B ditimbulkan sirkuit arus S maka A dapat ditentukan sebagai berikut.
Komponen ds pada sumbu x, y, dan z adalah dsx, dsy, dsy. sedangkan komponen r pada sumbu
x, y, dan z adalah x, y, z, berarti:
r2=x2+ y2+ z2
r=( x2+ y2+ z2 )1
2
................................................................(7)
7
Dari ketentuan di atas, maka:
∇×dsr .....................................................................................(8)
Berdasarkan persamaan (7) maka persamaan (8) dapat dituliskan sebagai berikut:
∇×dsr=i [∂∂ y (dsz
r )−∂∂ z (ds y
r )]+ j [∂∂ z (ds x
r )−∂∂ x (dsz
r )]+k [∂∂ x (ds y
r )−∂∂ y (dsx
r )]=i [− y
r3dsz+
z
r3ds y ]+ j [−z
r3dsx+
x
r3ds z]+k [−x
r3ds y+
y
r3dsx]
=1
r3(−r×ds)
=1
r3(ds× r r )
=1
r2(ds×r )
∇×dsr=
(ds×r )r2
. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. . .. .. .. . .(9)
Menurut hukum Biot-Savart, yaitu:
d B=μ0
4 πI ds×r
r2
Maka berdasarkan persamaan (9), persamaan di atas dapat dituliskan sebagai berikut:
d B=μ0 I
4 π.∇×ds
r
B=μ0 I
4 π∮∇×ds
r.................................................................(10)
Substitusikan persamaan (10) ke persamaan B=∇×A dimana A disebut potensial vektor
magnetik (weber.meter-1) hingga diperoleh:
∇× A=μ0 I
4 π∮∇×ds
r
=μ0 I
4 π∇×∮ ds
r
=∇×μ0 I
4 π∮ ds
r
Didapatkan bahwa: ∇× A=∇×
μ0 I
4π∮ ds
r
8
Sehingga A=
μ0 I
4 π∮ ds
r ...........................................................................(11)
Dimana persamaan (11) menyatakan potensial vektor medan magnet oleh kawat berarus. Jika
J adalah rapat arus I,
J= IA
dan ρ= q
V , dengan A adalah luas J arah I, V = volume dimana q berada. Maka persamaan
(11) menjadi:
A=μ0
4 π∮ I ds
r
=μ0
4 π∮ J A ds
r
=μ0
4 π∮ J dV
r
A=μ0
4 π∭
V
JdVr .................................................................(12.a)
Jika dV dinyatakan dengan dτ , dimana τ menyatakan volume, maka persamaan (12.a)
menjadi:
A=μ0
4 π∭
V
τdτr ..................................................................(12.b)
Selain persamaan (12.b) potensial vektor juga dapat dinyatakan sebagai berikut.
A=μ0
4 π∮ I ds
r
=μ0
4 π∮ q
tdsr
=μ0
4 π∮ q v
r,
dimana v adalah kecepatan muatan q
=μ0
4 π∮ ρ Vdq
r
A=μ0
4 π∭ ρV dq
r .................................................................(13)
Prinsip penggunaan potensial vektor adalah pada elektrodinamika dan masalah-masalah yang
meliputi radiasi elektromagnet.
9
L
uo
dlA
rB
I
Gambar 6
2.3 Hukum Ampere
Pertama kita anggap suatu arus listrik tak tentu I (pada gambar berikut).
Medan magnet B di titik A adalah tegak lurus terhadap OA, yang dinyatakan dengan
persamaan berikut.
B=μo I
2πruo
Medan magnet B merupakan garis singgung terhadap lintasan melingkar, sehingga
B .d l=Bdl , dan besarnya konstan. Oleh karena itu perputaran magnetic yang dinotasikan
dengan ΛB adalah.
ΛB=∮L
B .d l=B∮L
dl
dimana,
2 πr=∮L
dl
sehingga,
10
L3L2
L1B1
I
Gambar 7
B2B3
dθ
L dla
r
b
I
Gambar 8
ΛB=B(2πr )=( μo I
2 πr )(2 πr )
ΛB=∮L
B .d l=μo I...........................................................................(14)
Persamaan (14) disebut Hukum Ampere. Lingkaran pada tanda integral bermakna bahwa
hasil perkalian skalar B .d l dilakukan pada seluruh loop tertutup, yang disebut Amperian
Loop. Arus (I) pada ruas kanan persamaan (14) menyatakan arus neto yang dilingkupi oleh
Amperian Loop.
Berdasarkan persamaan (14) nampak bahwa perputaran medan magnet adalah sebanding
dengan kuat arus dan tidak bergantung pada jari-jari lintasan atau jarak suatu titik dari kawat
berarus. Oleh karena itu, di sekitar kawat berarus I digambarkan ada beberapa lingkaran L1,
L2, dan L3 (gambar 3), maka perputaran magnetik di seluruh lintasan adalah sama yaitu μoI.
Misalkan terdapat lintasan tertutup sembarang (L) mengelilingi arus I (gambar 3). Jika
kita meninjau segmen dL, maka
11
L
I2
I1 I3
Perputaran magnetik sepanjang L adalah,
ΛB=∮L
B .d l=μo I
2 π ∮μo . d l
r
Sedangkan μθ . d l adalah komponen d l dalam arah vektor satuan μo dan besarnya rdθ.
Karena itu,
ΛB=∮L
B .d l=μo I
2 π∮L
rd θr=
μo I
2 π∮L
dθ=μo I
2 π(2 θ)=μo I
karena total sudut adalah 2π.
Hasil tersebut sesuai dengan yang ditunjukkan pada persamaan (14), hal itu menunjukkan
bahwa persamaan (14) sesuai untuk lintasan tertutup yang mengelilingi arus yang mengalir
pada kawat lurus, tanpa mempertimbangkan posisi arus relatif terhadap lintasan.
Persamaan (14) dapat digunakan untuk berbagai bentuk arus, artinya tidak hanya
khusus untuk arus pada kawat lurus saja. Misalnya terdapat bebearap arus I1, I2, I3……
membentuk mata rantai dengan menutup lintasan L (gambar 5).
Gambar 9
Masing-masing arus memberikan kontribusi kepada perputaran dari medan magnet
sepanjang L. Berdasarkan ketentuan Hukum Ampere, maka perputaran dari medan magnet
sepanjang garis tertutup yang dilingkupi arus I1, I2, I3 (merupakan mata rantai) adalah,
ΛB=∮L
B .d l=μo I
dimana I = I1 + I2 + I3 +……
12
Mengenai arah arus pada gambar (5), terdapat beberapa aturan yaitu,
Arus positif, bila arah arus yang lewat (melingkupi) lintasan L sama dengan arah
putaran sekrup ke kanan yang mengikuti arah lintasan tersebut.
Arus negatif, bila arah arus berlwanan dengan keadaan tersebut.
Dalam gambar (4) tersebut I1 dan I3 adalah positif, dan I2 adalah negatif.
Hukum Ampere ∮L
B . d l=μo Idapat dinyatakan dalam bentuk diferensial, yaitu dengan
menggunakan teorema Stokes sebagai berikut,
∮L
B .d l=μo I
∮L
(∇ x B ). d a=μo∮S
j . d a
∮L
(∇ x B ).d a=∮S
μo j .d a
maka, ∇ x B=μo j
.................................................................................. 15
Persamaan (15) merupakan persamaan Hukum Ampere dalam bentuk diferensial.
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dilihat bahwa curl B tidak nol. Sebaliknya,
∇⋅B=0 , pembuktiannya sebagai berikut .
Berdasarkan persamaan Biot Savart dapat dinyatakan bahwa medan listrik di sekitar
kawat besarnya adalah.
B=μo
4 π∮L
I ut x ur
r2dl
∇⋅B=μo
4 π∮L
∇⋅I u t dlx { ur
r2
¿∇⋅B=μo
4 π∮L
∇⋅Id { l x ur
r2¿ ¿∇⋅B=
μo I
4 π∮L
∇⋅d l x ur
r2¿¿
Sementara itu berdasarkan sifat identitas vektor dapat dinyatakan bahwa,
13
Gambar 10 Sirkuit arus kecil dengan besar arus I, luas daerah yang dikelilingi I adalah A
I
r
A
Normal A
O P(x,y,z)
∇⋅[d l xur
r2 ]=( ur
r2 )⋅(∇ xd { l )−d l⋅[∇ x ( ur
r2 )]¿mengingat
d l tidak mengandung (x,y,z ) maka ∇ xd l=0, disamping itu ∇ xur
r2=0 ,
maka, ∇⋅B=0 .................................................................................. 16
2.4 Dipole Magnetik
Pada gambar di atas, Panjang OP = r dan r membentuk sudut θ dengan normal
bidang A.ukuran kecil untuk circuit ditentukan bila ukuran A jauh lebih kecil bila
dibandingkan ukuran r.
Sekarang kita akan menghitung Br dan Bθ di titik P, sebagai berikut.
Penyelesaian:
Kita dapat menghitungBr dan Bθ dengan menghitung Vm terlebih dahulu,
kemudian Br dan Bθ dihitung dengan rumus sebagai berikut:.
Br=−∂Vm∂ r ............................................................................................(17)
Bθ=−−1r∂Vm∂θ .......................................................................................(18)
=A cosθπ 2
............................................................................................(19)
Dari persamaan (19) Vm dapat dihitung dengan rumus:
V m=μ0 I
4 π
14
V m=μ0 I
4 π⋅A cos θ
r2..................................................................................(20)
Dengan mengetahui Vm seperti pada persamaan (20), maka dapat ditentukan Br dan
Bθ berdasarkan persamaan (17) dan (18) sebagai berikut:
Berdasarkan persamaan (17):
Br=−∂V m
∂ r
=−μ0 I
4 πA cos θ⋅∂ r−2
∂ r
=μ0 I
4 πA cosθ (−2 r )r−2−1
=μ0 I
4 πA cosθr−3
Br=μ0 I
4 πA cosθ
r3...................................................................................(21)
Berdasarkan persamaan (18):
Bθ=−1r
dV m
dθ
=−1r
μ0 I
4 π⋅1
r2
dA cosθ∂θ
=−μ0 I
4 π⋅Ar3⋅(−sin θ )
Bθ=μ0 I
4π⋅A sin θ
r3..................................................................................(22)
di mana :
Vm adalah potensial skalar magnetik
I adalah arus kecil pada sirkuit
A adalah luas daerah yang dikelilingi arus kecil pada sirkuit
15
r
AI
r adalah jarak O-P
adalah sudut ruang
Br adalah besar medan magnet pada jarak O-P
Bθ adalah besar medan magnet pada sudut θ dengan normal bidang A.
Karena hasil perhitungan ini harga Br dan Bθ sebentuk dengan hasil perhitungan Er
dan Eθ dalam dipole listrik maka sirkuit arus yang kecil ini disebut “dipole magnet”.
2.5 Moment Dipole Magnetik
Jika dipole magnet terdiri dari arus melingkar yang besarnya I dan luas yang dilingkungi
sirkuit A (seperti pada Gambar 7), maka momen dipole magnetik (μ ) dapat didefinisikan
dengan :
μ=I⋅A .................................................................................................(23)
Jika jumlah lilitan adalah N lilitan, maka moment dipole magnetiknya dinyatakan
dengan :
μ=NIA .....................................................................................(24)
dimana:
μ = adalah momen dipole magnet
N = adalah jumlah lilitan
A = adalah luas yang dilingkungi sirkuit
I = adalah arus melingkar pada dipole magnet
2.6 Potensial Skalar Magnet (Vm)
16
Gambar 11gambar dipole Magnet arus melingkar yang besarnya I yang dilingkungi sirkuit A
2.4.1 Hubungan B dengan Vm
Pada daerah dimana J≠0 maka ∇×B≠0 . Hal ini dapat dibuktikan melalui
penurunan persamaan berikut:
∇×B=μ0⋅J ………..............................…..............…………….…..(25)
Untuk daerah J=0 .
Seperti yang terlihat pada daerah diluar kawat berarus, B dapat ditentukan dengan
potensial skalar magnetik (Vm). Seperti pada hubungan kuat medan listrik dengan potensial
yang dirumuskan seperti persamaan berikut:
E=−∇ V m………..............................…..............……...………….…..(26)
Oleh karena itu, untuk medan magnet B dapat ditentukan potensial skalar magnetik
(Vm) dengan hubungan sesuai dengan hubungan E dan V, sebagai berikut:
B=−∇V m ……..................................…..............……...………….…..(27)
2.4.2 Besarnya Vm
Berdasarkan integral garis dari B yang dirumuskan sebagai berikut:
∫λ
B⋅dλ=−μ0 I
4 π∮d
..........................................................................(28.a)
atau,
B⋅dλ=−μ0 I
4 πd
...............................................................................(28.b)
dλ dapat diubah ke dalam bentuk dx , dy , dan dz.
Berdasrkan kalkulus dapat ditulis sebagai berikut:
d=∂∂ x
dx+∂∂ y
dy+∂∂ z
dz................................................................(29)
Batas Vm dapat ditentukan dengan sudut ruang . Pemecahan persamaan tersebut
adalah sebagai berikut:
d=∂∂ x
dx+∂∂ y
dy+∂∂ z
dz
17
d=(i ∂∂ x+ j ∂∂ y+k ∂∂ z )⋅( idx+ jdy+kdz )
d=∇⋅dλ ……………………………………………….……….(30)
Berdasarkan persamaan (28), maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
B⋅dλ=−μ0 I
4 πd
B⋅dλ=−μ0 I
4 π(∇⋅dλ )
B=−μ0 I
4 π∇
.......................................................................................(31)
Dengan mensubstitusikan persamaan (27) ke persamaan (31), maka akan diperoleh
sebagai berikut.
−∇ V m=−
μ0 I
4 π∇
..................................................................................(32. a)
atau,
V m=μ0 I
4 π
........................................................................................(33.b)
2.7 Magnetisasi
Bila kita menanyakan pada seseorang, hal mengenai magnet, maka yang diingat adalah
batang magnet, jarum kompas, atau kutub magnet. Jarang ada orang yang mengaitkan dengan
gerakan muatan atau kawat yang daliri arus. Perlu diketahui bahwa terjadinya medan magnet
disebabkan oleh gerakan muatan listrik dan sebetulnya di dalam bahan magnet secara
mikroskopis dalam skala atom terjadi arus-arus kecil karena elektron beredar mengelilingi
inti dan/atau elektron berputar terhadap sumbunya. Tetapi secara makroskopis bahan magnet
semacam itu dikatakan mengandung sekumpulan dipol-magnet.
Arah dari bermacam-macam momen dipol magnet di dalam suatu bahan adalah acak,
dan dampaknya saling menghilangkan, apalagi bila bahan ada pada suhu tinggi. Bila bahan
dipengaruhi oleh medan magnet luar, maka hampir semua dipol magnet membuat pembarisan
arah polarisasi magnet, dan bahan tersebut dikatakan termagnetisasi. Tidak seperti halnya
dengan medan polarisasi listrik P , yang selalu sama arahnya dengan medan E , maka arah
polarisasi magnet M .
18
Akan searah dengan B , berlaku untuk bahan paramagnetik.
Akan berlawanan arah dengan B , berlaku untuk bahan diamagnetik.
Akan tetap ada, walau pengaruh medan magnet dari luar telah dihilangkan. Bahan
mempunyai sisa magnetisasi M yang cukup kuat, yang arahnya sesuai dengan arah B
yang telah dipasang sebelumnya. Bahan semacam ini disebut bahan feromagnet, dan
ia memiliki dipol-dipol permanen. Umpamanya terjadi pada bahan besi, cobalt dan
nikel.
2.5.1 Diamagnet
Mengikuti model atom yang dirintis oleh Bohr, momen magnet (m ) akibat gerak
orbital elektron di dalam suatu atom, ada hubungannya dengan momen sudut orbital atom (
Li ) dan secara rumus dinyatakan sebagai berikut.
m=− e2 me∑ Li
Dimana e = muatan elemener dan me = massa elektron.
Bila resultan momentum suudut ∑ Li =0, maka suatu atom tidak akan memiliki momen
dipole magnet permanen, dan bahannya disebut mempunyai atom diamagnet.
2.5.2 Paramagnet
Dalam bahan paramagnet,momen sudut atom/molekul bahan ini ∑ Li tidaklah nol
resultannya, sehingga ia mempunyai momen dipole magnet yang permanen, walaupun secara
keseluruhan arahnya acak. Keadaan yang demikian ini, bila medan magnet dari luar bekerja
pada bahan ini lemah, maka orientasi arah momen dipole magnet atom-atomnya masih acak.
Setelah diberi medan magnet luar, arah momen dipole magnet akan cenderung
berbaris searah sehingga akan menunjukkan efek paramagnetik. Magnetisasi bahan
paramagnet dirumuskan sebagai berikut.
M=N { m3 kT
− e2
6 me
Zro2}B
Dimana : m = momen dipole magnet permanen
k = konstanta Boltzmann dan T= suhu dalam Kelvin
19
Z
Y
mѲ
X
B
s2s1
F
F
1s
mB
Sifat paramagnet kita jumpai pada bahan tembaga (Cu), mangan (Mn) dan beberapa unsure
tanah jarang.
2.5.3 Feromagnet
Bahan magnet seperti besi menunjukkan sifat magnet yang menonjol dan disebut
sebagai bahan feromagnet. Bahan ini bila ada di bawah suhu Curie (merupakan suhu tertentu
untuk suatu bahan), maka spin elektron di suatu daerah (domain) pada konduktor mempunyai
arah yang kesemuanya saling sejajar. Penyebab pembarisan arah spin ini adalah karena
adanya interaksi antara elektron-elektron bebas dengan ion-ion kisi. Pembarisan di dalam
suatu “domain” bergantung apakah ion-ion ke kisi mempunyai elektron pada orbital tertentu,
umpamanya untuk besi (Fe), cobalt (Co) dan nikel (Ni) disebabkan oleh karena danya
elektron pada orbital-d. Di atas suhu Curie, bahan ferromagnetic akan berubah menjadi bahan
paramagnetic.
Bila besi dipengaruhi oleh medan magnet maka efek ferromagnet pada suatu
“domain” menjadi kuat, kemudian bila medan luar diperkuat lagi, maka pembarisan arah
pada setiap domain menjadi bertambah besar ukurannya, dan efek ini berlanjut hingga
mencapai keadaan jenuh. Kejenuhan ini akan tercapai bila sejumlah fraksi tertentu dari spin
elektron konduksi sudah berbaris ke suatu arah. Fraksi spin ini bergantung pada struktur
bahan, dan sejumlah perlakuan fisika yang dialami suatu bahan sebelumnya, seperti:
pendinginan setelah mengalami proses pemanasan, disebut proses “annealing” atau akibat
proses penekanan yang disebut “straining”.
Momen gaya dan gaya dapat bekerja pada suatu dipol magnet, bila di luar bahan
terdapat medan magnet B seragam. Kita mencoba menentukan momen gaya pada lingkar
empat persegi yang dialiri arus I dan dipengaruhi oleh medan B seragam, arah B diambil
sejajar sumbu z ( lihat gambar di bawah).
Gambar 12
20
Ѳ
R
I
B
F
F
B
B
Gambar 13
Gaya pada kedua sisi s1 saling menghilangkan, sedangkan gaya pada sisi s2 yang
sejajar sumbu X, menghasilkan momen gaya
N = s1 F sin Ѳ, denagn gaya F = I s2 B
Secara vektor
N = (I s1s2) B sin Ѳ i = m B sin Ѳ i
N=m Χ B
Di dalam medan tak seragam, rumus di atas tetap dapat digunakan untuk dipol magnet
yang ukurannya sangat kecil. Netto gaya pada lingkar dialiri arus I, di dalam daerah medan
seragam adalah nol, karena
F=I∮ (d l Χ B )=I (∮ d l ) ΧB=0
Sedangkan di dalam daerah medan tak seragam, tidak demikian halnya, resultan gaya
tidak sama dengan nol, misalnya seperti gambar di bawah ini.
Gambar 14
Medan B mempunyai komponen radial, sehingga ada resultan gaya pada lingkar
yang arahnya ke bawah
F = 2πIRB cos Ѳ
21
Untuk lingkar sangat kecil yang momen dipol m dan ada di dalam medan, maka gaya
yang terjadi adalah
F=∇ (m⋅B )
Gunakan aturan ∇ (a⋅b )= a Χ (∇ Χ b )+bΧ (∇ Χ a )+ ( a⋅∇ ) b+( b⋅∇ ) a , dengan
m = konstan, maka diperoleh
F=m Χ (∇ Χ B )+ (m⋅∇ ) B
Selain itu (∇ Χ B )=μ0 j dan karena m // { j ¿ maka yang tersisa
F=(m⋅∇ ) BJika ditinjau secara klasik, sebuah elektron berotasi seputar inti pada jarak r dan
dengan laju v akan ekuivalen dengan arus I = e x frekuensi rotasi = ev/2pr. Karena luas
bidang orbit adalah pr2, momen magnet adalah :
m= ev2 πr
.πr2= evr2 …………………………………………………(34)
Momentum sudut orbital dari elektron adalah meLrv
, dengan demikian momen
magnetik menjadi :
eL2me . Dari mekanika kuantum telah diketahui L= )1( ll , dengan l,
bilang bulat positif. Dengan demikian gambaran semiklasik memprediksi momen magnet per
elektron memiliki besar :
m=e
2 me√ l( l+1 )
……………………………………………(35)
Sebuah atom dapat terdiri dari banyak elektron, tapi secara umum momen
magnetiknya cenderung saling meniadakan satu sama lain, dan hanya elektron “yang tak
berpasangan” memberi kontribusi pada momen magnet atom. Di dalam sembarang kasus,
atom-atom ditemuk memiliki momen magnet, dengan besar dalam orde :
e 2me , (disebut
Magnetik Bohr), yakni sebesar 0.9 10-23 J/T, dan arus efektif dalam orde :
222 rm
e
r
ev
epp
= 0,1910-2 A (dalam orde 2mA).
Di dalam masing-masing elemen kecil materi secara makroskopis terdiri dari banyak
atom, dan momen dipol. Untuk mengkarakterisasi materi berkaitan dengan momen dipol ini
diperkenalkan konsep Magnetisasi, yang identik dengan Polarisasi
P pada elektrosatik.
22
m
m
V
Gambar 15
Gambar 16
Belakang
BMuka
B
I
Magnetisasi
M didefinisikan sebagai momen dipol magnet
m per satuan volume, dan
dituliskan sebagai berikut.
volume
mM
Dengan, M = Magnetisasi
m = Momen dipol magnet
V = Volume dimana terdapat momen dipol magnet itu
Besaran m = ampere/m2
Besaran M =
ampere . m2
m3
M =
amperem
Momen dipol magnet per satuan volume.
2.8 Kutub Magnetisasi
Kalau magnet batang dibagi-bagi, setiap bagiannya selalu menyatakan kutub utara
magnet dan kutub selatan magnet. Kedua kutub itu tak pernah terpisah. Hal ini menyebabkan
garis gaya magnet selalu berkutub. Untuk arus tertutup akan menimbulkan medan magnt B.
seperti pada gambar berikut.
23
BB
Untuk arah arus seperti pada gambar maka arah medan magnet B sebelah kiri keluar
dan sebelah kanan masuk. mengingat garis gaya keluar dari kutub utara dan masuk ke kutub
selatan maka muka arus sebelah kiri disebut kutub utara dan sebelah kanan adalah kutub
selatan. Untuk solenoid kutub-kutub ini lebih jelas dapat diketahui.
Gambar 17
Pada gambar arus masuk dari muka melingkar kebelakang. Sebelah kiri arah b keluar
sebelah kanan masuk. maka muka kiri merupakan kutub utara selenoida dan sebelah kanan
merupakan kutub selatan solenoida.
Menentukan kutub magnet mudah dilakukan dengan menetukan arah garis gaya
magnet atau arah medan induksi B yang muncul. Dari mana arah B keluar maka permukaan
itu merupakan kutub utara magnet. Kemuka mana arah B masuk maka muka itu merupakan
kutub selatan magnet.
2.9 Hukum Ampere Untuk H (Intensitas Magnet)
Sebelumnya sudah diketahui bahwa di dalam bahan dielektrik ada medan D→
. Demikian
juga di dalam medan megnet terdapat medan alternatif H→
, yang sering disebut dengan
intensitas medan magnet.
Kita telah melihat bahwa persamaan dasar magnet arus steady adalah : ÑB = 0 dan
ÑB =o J . Kita nyatakan persamaan ini dalam bentuk yang berbeda dengan
memperlakukan vektor B dan J sebagai representasi medan makroskopis. Kita nyatakan
rapat arus J menjadi rapat arus bebas fJ
dan rapat arus magnetisasi mJ
:
J = fJ
+ mJ
= fJ
+
Ñ M (25)
Dengan menggunakan hukum Ampere : ÑB =o J , maka diperoleh :
ÑB =ofJ
+o
Ñ M
Atau
24
Ñ( B - o
M )=ofJ
Seperti halnya di dalam bahan dielektrik ada medan
D , di dalam bahan magnet, kita
definisikan vektor intensitas medan magnetik
H :
M
BH
o …………………………………………………(36)
Kemudian kita dapatkan persamaan magnetic makroskopis :
ÑB = 0 dan Ñ
H = fJ
.......................................................(37)
Dalam bentuk integral persamaan (3), dapat dinyatakan :
∫ adBC = 0 dan
f
C
IrdH
∫...........................................(38)
Dengan If adalah arus yang melalui kurva tertutup C. Keuntungan menggunakan
medan
H adalah bahwa yang diperhatikan adalah arus bebas fJ
yang dicakup di dalam
permukaan tertutup S. Arus fJ
dapat diukur dengan mudah. Satuan SIs untuk
H adalah
ampere per meter (A/m).
Jika di dalam suatu daerah fJ
=0, maka Ñ
H =0, akan mengijinkan kita
mendefinisikan fungsi potensial skalar untuk
H . Kita dapat nyatakan
H = - ÑFm ………………………………………………….(39)
Secara umum, bila rapat arus fJ
ada di dalam bahan magnetik, medan total
H dapat
ditulis sebagai berikut.
H = '
4
13
dVJ∫
p - ÑFm
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
3.3.1 Perhitungan medan magnet menjadi jauh lebih sederhana dengan diperkenalkan
potensial listrik static. Kemungkinan untuk membuat penyedehanaan ini merupakan
25
akibat menjadi nolnya curl medan listrik. Curl dari imbas magnet tidak menjadi nol;
namun divergensinya adalah nol.
3.3.2 Medan magnet B merupakan garis singgung terhadap lintasan melingkar, sehingga
B .d l=Bdl , dan besarnya konstan. Oleh karena itu perputaran magnetic yang
dinotasikan dengan ΛB adalah.
ΛB=∮L
B .d l=B∮L
dl
3.3.4 Jika dipole magnet terdiri dari arus melingkar yang besarnya I dan luas yang
dilingkungi sirkuit A , maka momen dipole magnetik (μ ) dapat didefinisikan dengan :
μ=I⋅A
3.3.5 Arah dari bermacam-macam momen dipol magnet di dalam suatu bahan adalah acak,
dan dampaknya saling menghilangkan, apalagi bila bahan ada pada suhu tinggi. Bila
bahan dipengaruhi oleh medan magnet luar, maka hampir semua dipol magnet
membuat pembarisan arah polarisasi magnet, dan bahan tersebut dikatakan
termagnetisasi. Tidak seperti halnya dengan medan polarisasi listrik P , yang selalu
sama arahnya dengan medan E , maka arah polarisasi magnet M .
3.3.5 Menentukan kutub magnet mudah dilakukan dengan menetukan arah garis gaya magnet
atau arah medan induksi B yang muncul. Dari mana arah B keluar maka permukaan itu
merupakan kutub utara magnet. Kemuka mana arah B masuk maka muka itu
merupakan kutub selatan magnet.
3.3.6 Keuntungan menggunakan medan
H adalah bahwa yang diperhatikan adalah arus
bebas fJ
yang dicakup di dalam permukaan tertutup S. Arus fJ
dapat diukur dengan
mudah. Satuan SIs untuk
H adalah ampere per meter (A/m).
DAFTAR PUSTAKA
Loeksmanto, Waloejo. 1993. Medan Elektromagnet. Jakarta: Dirjen Dikti.
Reith, dkk. 1993. Dasar Teori Listrik Magnet. Bandung: ITB.
Loeksmanto, Waloejo. 1993. Medan Elektromagnet. Jakarta: Dirjen Dikti.
Suyoso. 2003. Listrik magnet. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
26
27