Page 1
MODUL PERKULIAHAN
Perekonomian Indonesia Sistem Moneter di Indonesia
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Manajemen S1 14 Mafizatun Nurhayati, SE.MM.
Abstract KompetensiMateri ini membahas tentang sistem moneter di Indonesia serta analisis dan kebijakan yang diterapkan.
Mahasiswa dapat memahami dan menganalisis tentang sistem moneter di Indonesia, serta analisis dan kebijakan yang diterapkan.
Page 2
SESI 14Sistem Moneter di Indonesia
A. PERKEMBANGAN HARGA DAN INFLASIDisadur dari website Bank Indonesia www.bi.go.id
1. Pengertian Inflasi
Dari website BI (www.bi.go.id) dipaparkan bahwa secara sederhana inflasi diartikan
sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari
satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau
mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga
Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari
paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa
dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007
yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor
perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di
pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:
1) Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu
komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama
dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama
atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada
web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id]
2) Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga
barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri).
Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan
PDB atas dasar harga konstan.
2014 2 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 3
2. Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok
pengeluaran (berdasarkan the Classification of individual consumption by purpose -
COICOP), yaitu :
1) Kelompok Bahan Makanan
2) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3) Kelompok Perumahan
4) Kelompok Sandang
5) Kelompok Kesehatan
6) Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7) Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
3. Disagregasi Inflasi
Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga
mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan
disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator
inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.
Di Indonesia, disagegasi inflasi IHK tersebut dikelompokkan menjadi:
1) Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent
component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental,
seperti:
o Interaksi permintaan-penawaran
o Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra
dagang
o Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2) Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena
dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non inti terdiri dari :
o Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan
makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga
2014 3 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 4
komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional.
o Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Administered Prices) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga
Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.
4. Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi
permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost
push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri
terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur
pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam
dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang
dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini
digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total
(agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor
ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam
menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi
inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini
tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama
pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan
penentuan upah minimum regional (UMR). Meskipun ketersediaan barang secara umum
diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan, namun harga barang dan
jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari komdisi supply-
demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula
meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam
mendorong peningkatan permintaan.
2014 4 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 5
Gambar : Determinan Inflasi
5. Pentingnya Kestabilan Harga
Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan
bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial
ekonomi masyarakat.
2014 5 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 6
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun
sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang,
terutama orang miskin, bertambah miskin.
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku
ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi
yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi,
investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara
tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat
memberikan tekanan pada nilai rupiah.
6. Peran BI dalam mengendalikan inflasi
a. Inflasi sebagai ‘single objective’
Melalui amanat yang tercakup di Undang Undang tentang Bank Indonesia, tujuan
Bank Indonesia fokus pada pencapaian sasaran tunggal atau ‘single objective-nya’, yaitu
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung
dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan
terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi,
sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata
uang Negara lain.
Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus
dicapai oleh Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian,
tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Dalam upaya pencapaian tujuannya, Bank Indonesia menyadari bahwa pencapaian
pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi perlu diselaraskan untuk mencapai hasil
yang optimal dan berkesinambungan dalam jangka panjang.
b. Pengendalian InflasiKebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang
berasal dari sisi permintaan aggregat (demand management) relatif terhadap kondisi sisi
penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk merespon kenaikan inflasi yang
disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan yang bersifat sementara (temporer) yang akan
hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu.
Sementara inflasi juga dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari sisi
penawaran ataupun yang bersifat kejutan (shocks) seperti kenaikan harga minyak dunia dan
adanya gangguan panen atau banjir Dari bobot dalam keranjang IHK, bobot inflasi yang
2014 6 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 7
dipengaruhi oleh faktor kejutan diwakili oleh kelompok volatile food dan administered prices
yang mencakup kurang lebih 40% dari bobot IHK.
Dengan demikian, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi sangat
terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar seperti ketika terjadi kenaikan
harga BBM di tahun 2005 dan 2008 sehingga menyebabkan adanya lonjakan inflasi.
Dengan pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat
kejutan tersebut maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerjasama dan koordinasi
antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi baik dari
kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral. Lebih jauh, karakteristik inflasi Indonesia yang
cukup rentan terhadap kejutan-kejutan (shocks) dari sisi penawaran memerlukan kebijakan-
kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut.
Dalam tataran teknis, koordinasi antara pemerintah dan BI telah diwujudkan dengan
membentuk Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi
(TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005. Anggota TPI, terdiri dari Bank Indonesia dan
departmen teknis terkait di Pemerintah seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko
Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen
Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan, dan Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi. Menyadari pentingnya koordinasi tersebut, sejak tahun 2008
pembentukan TPI diperluas hingga ke level daerah. Ke depan, koordinasi antara Pemerintah
dan BI diharapkan akan semakin efektif dengan dukungan forum TPI baik pusat maupun
daerah sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil, yang bermuara pada
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan berkelanjutan.
c. Penetapan Target InflasiTarget atau sasaran inflasi merupakan tingkat inflasi yang harus dicapai oleh Bank
Indonesia, berkoordinasi dengan Pemerintah. Penetapan sasaran inflasi berdasarkan UU
mengenai Bank Indonesia dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara
Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi ditetapkan untuk tiga tahun ke depan
melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012
tentang Sasaran Inflasi tahun 2013, 2014, dan 2015 tanggal 30 April 2012 sasaran inflasi
yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2013 – 2015, masing-masing sebesar 4,5%,
4,5%, dan 4% masing-masing dengan deviasi ±1%.
Sasaran inflasi tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha dan
masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya ke depan sehingga tingkat inflasi dapat
diturunkan pada tingkat yang rendah dan stabil. Pemerintah dan Bank Indonesia akan
senantiasa berkomitmen untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan tersebut melalui
koordinasi kebijakan yang konsisten dengan sasaran inflasi tersebut. Salah satu upaya
2014 7 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 8
pengendalian inflasi menuju inflasi yang rendah dan stabil adalah dengan membentuk dan
mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat agar mengacu (anchor) pada sasaran inflasi
yang telah ditetapkan (Lihat Peraturan Menteri Keuangan tentang sasaran inflasi 2013,
2014, dan 2015)
Angka target atau sasaran inflasi dapat dilihat pada web site Bank Indonesia atau
web site instansi Pemerintah lainnya seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko
Perekonomian, atau Bappenas. Sebelum UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
sasaran inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sementara setelah UU tersebut, dalam
rangka meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia maka sasaran inflasi ditetapkan oleh
Pemerintah.
Tabel perbandingan Target Inflasi dan Aktual Inflasi
Tahun Target Inflasi Inflasi Aktual(%, yoy)
2001 4% - 6% 12,55
2002 9% - 10% 10,03
2003 9 +1% 5,06
2004 5,5 +1% 6,40
2005 6 +1% 17,11
2006 8 +1% 6,60
2007 6 +1% 6,59
2008 5 +1% 11,06
2009 4,5 +1% 2,78
2010 5+1% 6,96
2011 5+1% 3,79
2012 4.5+1% 4,30
2013* 4.5+1% -
2014* 4.5+1% -
2015* 4+1%
*) berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012 tanggal 30 April 2012.
B. LAJU PERTUMBUHAN UANG BEREDAR
Disadur dari website Bank Indonesia www.bi.go.id
Uang Beredar adalah kewajiban sistem moneter (Bank Sentral, Bank Umum, dan
Bank Perkreditan Rakyat/BPR) terhadap sektor swasta domestik (tidak termasuk pemerintah
pusat dan bukan penduduk). Kewajiban yang menjadi komponen Uang Beredar terdiri dari
uang kartal yang dipegang masyarakat (di luar Bank Umum dan BPR), uang giral, uang
2014 8 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 9
kuasi yang dimiliki oleh sektor swasta domestik, dan surat berharga selain saham yang
diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka
waktu sampai dengan satu tahun.
Uang Beredar dapat didefinisikan dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2).
M1 meliputi uang kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral (giro berdenominasi
Rupiah), sedangkan M2 meliputi M1, uang kuasi (mencakup tabungan, simpanan berjangka
dalam rupiah dan valas, serta giro dalam valuta asing), dan surat berharga yang diterbitkan
oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai
dengan satu tahun.
Faktor yang mempengaruhi Uang Beredar adalah Aktiva Luar Negeri Bersih (Net
Foreign Assets / NFA) dan Aktiva Dalam Negeri Bersih (Net Domestic Assets / NDA). Aktiva
Dalam Negeri Bersih antara lain terdiri dari Tagihan Bersih Kepada Pemerintah Pusat (Net
Claims on Central Government / NCG) dan Tagihan kepada sektor lainnya (sektor swasta,
pemeritah daerah, lembaga keuangan dan perusahaan bukan keuangan) terutama dalam
bentuk Pinjaman yang diberikan.
C. INSTRUMENT DAN ANALISIS KEBIJAKAN MONETERDisadur dari Nurhayati (2010)
Ada tiga instrumen utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang beredar,
yaitu:
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Kebijakan 1 – 3 adalah bersifat kuantitatif, selain itu pemerintah dapat
melakukan:
4. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)Pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual atau membeli
surat-surat berharga milik pemerintah (government securities). Jika ingin mengurangi jumlah
uang beredar, maka pemerintah menjual surat-surat berharga (open manrket selling), uang
yang ada di masyarakat mengalir ke otoritas moneter, sehingga jumlah uang beredar
berkurang. Jika ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah membeli kembali
surat-surat berharga tersebut (open market buying). Guna lebih mengefektifkan operasi
2014 9 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 10
pasar terbuka, BI telah mengembangkan kedua instrumen tersebut dengan menambah
fasilitas repurchase agreement ke masing-masing instrumen.
Prakteknya:BI menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar
Uang (SBPU). Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, pemerintah menjual SBI atau
SBPU. Maka uang yang ada di masyarakat ditarik, sehingga jumlah uang beredar
berkurang. Penjualan SBI / SBU dilajukan bila jumlah uang beredar dianggap sudah
mengganggu stabilitas perekonomian. Bila pemerintah melihat jumlah uang beredar perlu
ditambah, agar perbankan lebih mampu memberikan kredit yang akan memacu
pertumbuhan ekonomi, maka SBI dan SBPU yang telah dijual dibeli kembali, maka
pemerintah mengeluarkan uang, sehingga menambah jumlah uang beredar.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)Tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-
bank umum yang meminjam ke bank sentral. Dalam kondisi tertentu, bank-bank mengalami
kekurangan uang, sehingga mereka harus meminjam ke bank sentral. Kebutuhan ini dapat
dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.
Prakteknya:Bila pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah
menurunkan jumlah uang beredar, maka pemerintah menurunkan tingkat bunga pinjaman
(tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga pinjaman yang lebih murah, maka keinginan bank-
bank untuk meminjam uang dari bank sentral menjaid lebih besar, sehingga jumlah uang
beredar bertambah. Sebaliknya bila ingin menahan laju pertambahan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan bunga pinjaman. Maka akan mengurangi keinginan bank-bank
meminjam uang dari bank sentral, sehingga pertambahan jumlah uang beredar dapat
ditekan.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)Jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit
akan lebih kecil dibanding sebelumnya. Misalnya jjika rasio cadangan wajib mulanya hanya
10%, maka untuk setiap unit deposito yang diterima, perbankan dapat mengalirkan pinjaman
sebesar 90% dari deposito yang dterima. Sehingga angka multiplier uang dari sistem
perbankan adalah 10 kali. Bila rasio cadangan wajib diperbesar menjadi 20%, maka untuk
setiap unit deposito yang diterima, sisem perbankan hanya dapat menyalurkan kredit
sebesar 80%. Angka multiplier uang menurun menjadi 5, sehingga jumlah uang beredar di
masyarakat akan berkurang.
2014 10 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 11
4. Imbauan Moral (Moral Persuation)Otoritas moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang beredar.
Misalnya Gubernur BI dapat memberikan saran agar perbankan berhati-hati dengan
kreditnya, atau membatasi keinginannya meminjam uang dari Bank Sentral (berhati-hati
mengunakan fasilitas diskonto).
D. Kebijakan Moneter dengan Inflation TargetingDisadur dari tulisan Sholeh (2012)
Inflasi adalah fenomena ekonomi yang tak pernah basi dalam sejarah panjang
ekonomi. Inflasi menjadi pembahasan yang krusial karena mempunyai dampak yang amat
luas dalam perekonomian makro. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan memburuknya
distribusi pendapatan, menambah angka kemiskinan, mengurangi tabungan domestik,
menyebabkan defisit neraca perdagangan, menggelembungkan besaran utang luar negeri
serta menimbulkan ketidakstabilan politik.
Mengingat begitu krusialnya inflasi ini, Bank Sentral dalam tugasnya menjaga
stabilitas ekonomi menetapkannya sebagai tujuan utama dalam pelaksanaan kebijakan
moneternya. Dalam melaksanakan tugasnya, Bank Indonesia telah menyusun berbagai
kerangka kebijakan moneter yang akan menjadi pedoman dalam langkah usaha
stabilisasi ini. Kebijakan ini tentunya selalu disesuaikan dengan perkembangan dinamika
ekonomi nasional dari tahun ke tahun. Perkembangan ekonomi nasioanl dan global
beberapa tahun terakhir ini telah memfokuskan perhatian BI kepada masalah pengendalian
inflasi. Hal ini juga didukung oleh perkembangan teori ekonomi dalam literatur dan temuan
empiris di beberapa negara bahwa kebijakan moneter dalam jangka menengah panjang
hanya berpengaruh pada inflasi, bukan pada pertumbuhan ekonomi (Perry Warjiyo dan
Solikin, 2004).
Rancangan rencana strategis dalam pengendalian inflasi yang telah dirancang oleh
bank Indonesia ini lebih popular disebut dengan Inflation Targetting Framework (ITF).
Sebagai implementasi dari kerangka kerja ITF tersebut, sejak tahun 2000 Bank Sentral
telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi yang akan dicapai melalui kebijakan
moneternya. Kebijakan ini dituangkan dalam kerangka kebijakan yang dilakukan dengan
menggunakan uang primer sebagai sasaran antaranya. Kebijakan semacam ini popular
disebut kerangka kebijakan dengan pendekatan kuantitas (quantity based approach).
2014 11 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 12
Namun sejak tahun 2004, BI mengubah pendekatan yang digunakannya menjadi kerangka
kebijakan dengan pendekatan harga.
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat harga barang secara umum
(Mankiw, 2000). Sedangkan untuk mengukur tingkat inflasi suatu negara, bisa digunakan
tiga indicator yaitu: (1).Perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Biaya Hidup
(IBH). (2). Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). (3). Perubahan Deflator
GDP/GDY. Masing-masing indikator punya kelebihan dan kekurangan, namun yang utama
adalah kita bagaimana menggunakan jenis indikator sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
pengukuran. Di Indonesia, indikator yang sering digunakan untuk mengukur inflasi ini adalah
IHK. Laju inflasi yang tinggi tidak hanya menurunkan daya beli masyarakat tetapi juga dapat
mengganggu kestabilan ekonomi makro lainnya, seperti mengganggu keseimbangan neraca
pembayaran dan memperlemah nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Penyebab terjadinya inflasi dapat dilihat dari beberapa sisi, sisi permintaan, sisi
penawaran, atau campuran antara keduanya. Secara umum, penyebab terjadinya inflasi
dapat diidentifikasi menjadi 2, yakni
a. Inflasi tarikan permintaan (Demand Pull Inflation), Demand-Pull Inflation merupakan
inflasi yang terjadi akibat peningkatan jumlah aggregate demand (permintaan agregat)
barang atau jasa, yang ditandai dengan pergeseran kurva AD ke kanan. Kenaikan
jumlah permintaan agregat ini akan mengakibatkan kenaikan tingkat harga
b. Inflasi desakan biaya (Cost Push Inflation) atau karena inflasi negara lain yang tersalur
melalui jaringan perdagangan (imported inflation). Cost-push inflation merupakan inflasi
yang terjadi akibat kenaikan biaya sehingga terjadi penurunan nilai aggregate supply
(penawaran agregat).
Inflation targeting adalah sebuah kerangka kerja untuk kebijakan moneter yang
ditandai dengan pengumuman kepada masyarakat tentang angka target inflasi dalam satu
periode tertentu. Inflation targeting secara eksplisit menyatakan bahwa tujuan akhir
kebijakan moneter adalah mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil.
Stanley Fischer (1994), menyatakan bahwa inflation targeting perlu menjadi sasaran utama
kebijakan moneter Bank Indonesia manapun di dunia. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi laju inflasi
sedangkan pertumbuhan ekonomi cenderung mengkuti pertumbuhan naturalnya (Guitan,
1994).
Inflation targeting adalah kesetabilan harga. Stabilitas harga yang masuk akal dan
operasional adalah setiap angka inflasi antara nol dan 3%. Inflation targeting adalah strategi
kebijakan moneter yang mencakup lima elemen utama: 1) pengumuman publik jangka
menengah untuk target angka inflasi; 2) komitmen institusional terhadap stabilitas harga
sebagai tujuan utama dari kebijakan moneter, dimana tujuan lainnya adalah subordinasi; 3)
2014 12 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 13
strategi informasi inklusif di mana banyak variabel, dan tidak hanya agregat moneter atau
kurs, digunakan untuk menentukan penetapan instrumen kebijakan; 4) meningkatkan
strategi transparansi kebijakan moneter melalui komunikasi dengan masyarakat dan pasar
tentang rencana, tujuan, dankeputusan dari otoritas moneter; dan 5 ) peningkatan
akuntabilitas Bank Sentral untuk mencapai tujuan obyektif inflasi.
Inflation targeting memiliki beberapa keuntungan sebagai strategi jangka menengah
untuk kebijakan moneter. Berbeda dengan nilai tukar tetap, Inflation targeting
memungkinkan kebijakan moneter untuk fokus pada pertimbangan domestik dan untuk
merespon guncangan terhadap perekonomian domestik. Sasaran inflasi memiliki
keuntungan bahwa hubungan yang stabil antara uang dan inflasi tidak penting untuk
kesuksesan: strategi tidak bergantung pada hubungan tersebut, melainkan menggunakan
semua informasi yang tersedia untuk menentukan pengaturan terbaik untuk instrumn
kebijakan moneter. Inflation targeting juga memiliki keuntungan kunci yang mudah dipahami
oleh publik dan dengan demikian sangat transparan.
Inflation targeting adalah strategi kebijakan moneter yang bersifat forward looking
dengan memfokuskan secara langsung pada kestabilan harga atau inflasi yang rendah
sebagai sasaran tunggal akhir. Umumnya strategi pencapaian tersebut dilakukan melalui
transmisi besaran-besaran harga (price targeting), seperti suku bunga dan nilai tukar.
Sementara itu, Warjiyo dan Zulverdi (1998) menyatakan bahwa suku bunga yang cocok
dijadikan sebagai sasaran operasional kebijakan moneter adalah suku bunga Pasar Uang
Antar Bank (PUAB). Pemilihan suku bunga PUAB sebagai sasaran operasional karena
pertimbangan bahwa suku bunga PUAB memiliki kaitan yang erat dengan suku bunga
deposito, mencerminkan kondisi likuiditas di pasar uang, dan sekaligus dapat dipengaruhi
oleh instrumen operasi pasar terbuka.
Berkaitan dengan tujuan inflation targeting, yaitu untuk mencapai laju inflasi yang
rendah dan stabil dalam jangka panjang, maka pemerintah dan BI menetapkan bahwa
sasaran inflasi jangka menengah dan panjang yang ingin dicapai adalah sebesar 3%. Untuk
mencapai keinginan tersebut, Pemerintah dan BI menetapkan sasaran inflasi jangka
pendek yang harus dicapai setiap tahun . Dalam penerapan inflation targeting, kerangka
kebijakan moneter dijalankan dengan penetapan sasaran tunggal yaitu inflation targeting.
Dengan penetapan sasaran tunggal inflasi maka dapat mendorong terfokusnya
pengendalian moneter, sehingga dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan
moneter dalam memerangi inflasi. Oleh karena itu banyak negara telah menggunakan
sasaran akhir tunggal dalam kebijakan moneternya, seperti Selandia Baru, Kanada,
Australia, Swedia, Spanyol dan Inggris. Sejak 1990, sasaran inflasi telah diadopsi oleh
banyak negara-negara industry (Selandia Baru, Kanada, Inggris, Swedia, Israel, Australia
dan Swiss), oleh beberapa Negara berkembang (Chili, Brazil, Korea, Thailand, dan Afrika
2014 13 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 14
Selatan) dan oleh beberapa negara-negara transisi (Republik Ceko,Polandia dan Hungaria).
Bernanke dan Mishkin mengemukakan beberapa motivasi dari banyaknya beberapa negara-
negara pada akhir-akhir ini menggunakan inflasi sebagai sasaran tunggal, dapat disarikan
sebagai berikut (Bernanke dan Mishkin ,1997 ).Penetapan inflasi sebagai sasaran tunggal
dapat digunakan sebagai nominal anchor dalam kebijakan moneter untuk meyakinkan
masyarakat bahwa Bank Sentral akan melaksanakan kebijakan moneter secara disiplin dan
konsisten.
Adanya suatu preposisi dalam teori makroekonomi yang mengemukakan bahwa
inflasi yang rendah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan efisiensi dalam jangka
panjang. Uang bersifat netral dalam jangka menengah dan panjang sehingga peningkatan
jumlah uang beredar hanya mempengaruhi tingkat harga, bukan output dan kesempatan
kerja. Mahalnya biaya inflasi yang tinggi, khususnya dalam kaitan dengan alokasi sumber
daya atau pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang atau keduanya.
Pengaruh kebijakan moneter terhadap inflasi memerlukan lag yang sulit
diprediksikan dan bervariasi pengaruhnya. Penetapan stabilitas harga akan mendorong
kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Namun di sisi lain jika
pencapaian kebijakan moneter tidak dilakukan secara terukur juga dapat mengakibatkan
tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi. Misalnya, kebijakan moneter yang terlalu ketat
dapat menekan (sequeze) pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan jumlah pengangguran.
Sebagaimana dikatakan oleh Wijoyo dan Iskandar (1999), Salah satu alasan pertimbangan
penggunaan strategi kebijakan moneter ini adalah karena melemahnya hubungan antara
besaran-besaran moneter (monetary aggregates), sehingga mempersulit dalam
pencapaiaan sasaran akhir. Pertimbangan lainnya adalah karena terdapatnya kesulitan
dalam mencapai sasaran akhir ganda (multiple targets) dalam waktu bersamaan karena
terdapatnya tradeoff antara masing-masing sasaran ganda tersebut. Sebagai misal adalah
inflasi dan pengangguran, apabila Bank Sentral melakukan ekspansi moneter untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi, maka tindakan tersebut akan memberikan dampak yang
tidak menguntungkan terhadap laju inflasi dan keseimbangan neraca pembayaran.
Sebaliknya, apabila otoritas moneter ingin mengetatkan kebijakan moneter dalam rangka
mengendalikan laju inflasi maka hal tersebut akan berdampak negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pengangguran. Tradeoff tersebut merupakan
phenomena umum sebagaimana dikemukakan dalam teori Phillips Curve. Kerangka kerja
inflation targeting sebagaimana di kemukakan oleh Wijoyo Santoso dan Iskandar (1999)
adalah sebagai berikut :
2014 14 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 15
E. SISTEM KEUANGAN INDONESIADisadur dari www.bi.go.id
Pada prinsipnya sistem keuangan di Indonesia, dibagi menjadi tiga, yaitu:
• Sistem moneter
• Sistem perbankan
• Sistem lembaga keuangan bukan bank
Sistem keuangan didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari sistem moneter
dan di luar sistem moneter. Sistem moneter terdiri dari otoritas moneter yang mempunyai
kemampuan untuk menciptakan uang primer dan bank pencipta uang giral. Yang termasuk
dalam sistem moneter adalah bank atau lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Otoritas
moneter (BI) sebagai lembaga dalam pengambilan kebijakan moneter juga merupakan
sumber uang primer baik bagi perbankan, masyarakat maupun pemerintah. Bank Indonesia
mewajibkan bank umum membuka rekening giro di BI yang pada dasarnya adalah untuk
memperlancar transaksi antar bank melalui mekanisme kliring
Lembaga keuangan bank (LKB) merupakan bagian dari sistem moneter. Lembaga
keuangan bukan bank (LKBB) merupakan bagian di luar sistem moneter.
Fungsi Otoritas Moneter:
• Menciptakan dan mengeluarkan uang kertas dan uang logam
• Memelihara cadangan devisa nasional
• Mengawasi sistem moneter
2014 15 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 16
Fungsi Sistem Moneter:
• Menyelenggarakan mekanisme lalu lintas pembayaran yang efisien, cepat,
akurat dan biaya yang relatif kecil
• Melakukan fungsi intermediasi guna mempercepat pertumbuhan ekonomi
• Menjaga kestabilan tingkat bunga melalui pelaksanaan kebijakan moneter
Lembaga Keuangan Indonesia:Lembaga Keuangan menurut SK Menkeu RI No.792 tahun 1990, yaitu semua badan
yang kegiatannya di bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana
kepada masyarakat guna membiayai investasi perusahaan, konsumsi serta kegiatan
distribusi barang dan jasa. Lembaga keuangan dibagi 2 :
• Lembaga Keuangan Bank
• Lembaga Keuangan Bukan Bank
Perbandingan Lembaga Keuangan Bank (Depository)dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (Non Depository)
Kegiatan
Lembaga Keuangan
Bank (Depository) Bukan Bank (Non Depository)
Penghimpunan Dana
1.Secara langsung berupa simpanan dana masyarakat (tabungan, giro,deposito, dll)
2.Secara tidak langsung dari mayarakat (kertas berharga, penyertaan, pinjaman/kredit dari lembaga lain)
1.Hanya secara tidak langsung dari masyarakat (terutama melalui kertas berharga, dari pinjaman//kredit dari lembaga lain dan dari penyertaan )
Penyaluran Dana 1. Untuk tujuan modal kerja, investasi dan konsumsi
2. Kepada badan usaha dan individu
3. Untuk jangka pendek,
1. Terutama untuk tujuan investasi
2. Terutama kepada badan usaha
3. Terutama untuk jangka
2014 16 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 17
menengah dan panjang menengah dan panjang
Klasifikasi Lembaga Keuangan di Indonesia
Berdasarkan UU No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas dasar uu no.7/1992
tentang Perbankan :
Lembaga keuangan bank terdiri atas bank umum dan bank perkreditan rakyat. Dapat
melaksanankan kegiatan usahanya atas dasar prinsip bank konvensional atau syariah.
Lembaga keuangan bukan bank dapat berupa lembaga pembiayaan ( peusahaan sewa
guna usaha, peusahaan modal ventura, perusahaan anjak piutang, perusahaan
pembiayaan konsumen,perusahaan kartu kredit,peusahaan perdagangan surat
berharga), usaha perasuransian, dana pensiun, pegadaian,pasar modal dll.
Sistem keuangan Indonesia dijalankan oleh Bank Sentral, Perbankan, pegadaian,
perasuransian, dana pensiun dan lembaga keuangan lainnya.
Untuk Lembaga Keuangan : Semula kewenangan & tanggung jawab lembaga keuangan ditangan Menkeu
Setelah mendengar pertimbangan BI, UU no.10 Thn.1998 perizinan di pimpin
oleh BI
BI memiliki kewenangan & tanggung jawab untuk menetapkan
perizinan,pembinaan & pengawasan Bank serta pengenaan sanksiterhadap
2014 17 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 18
Bank yang tidak mematuhi peraturan Perbankan.
Untuk lembaga keuangan lainnya : Otoritas memberi izin usaha,membina dan mengawasi ditangan Menkeu
Khusus pengawasan terhadap lembaga pembiayaan kecuali peusahaan modal
Ventura dilakukan oleh Depkeu dibantu BI
Akan tetapi dengan lahirnya UU No.23 Thn 1999, tugas mengawasi bank &
perusahaan sektor jasa keuangan lainnya dilakukan oleh lembaga pengawasan
sektor jasa keuangan independen dan dibentuk UU yang kedudukannya berada
di luar pemerintah & berkewajiban menyampaikan laporan kepada BPK dan
DPR.
Dalam melaksanakn tugasnya, lembaga tersebut (supervising Good) melakukan
koordinasi & kerjasama dengan BI sebagai Bank Sentral.
Lembaga pengawasan ini mengeluarkan ketentuan berkaitan dengan
pelaksanaan tugas pengawasan Bank dengan koordinasi BI dan meminta
penjelasan dari BI keterangan dan data makro yang diperlukan.
Otoritas yang memberi izin dan membina dipisahkan dari otoritas yang
mengawasi lembaga sektor sektor jasa tersebut.
F. Pasar Modal dan Kapitalisasi Pasar
Penelitian Nurhayati (2012) disimpulkan bahwa pasar modal Indonesia ada pada
posisi yang rentan, mudah terpengaruh oleh gejolak pasar modal yang terjadi di negara-
negara lain khususnya dalam satu kawasan ASEAN. Kondisi pasar modal Indonesia yang
rentan ini dimungkinkan karena transaksi yang terjadi pada pasar modal Indonesia
didominasi oleh investor asing. Tercatat investor asing saat ini memegang sekitar 60% dari
total market capitalization, maka hal ini harus menjadi perhatian lebih. Karena, jika pihak
asing secara serentak melakukan rush dan dananya dilarikan ke luar negeri maka yang
akan terjadi adalah selain terjadi crash di pasar modal Indonesia dengan penurunan Indeks
Harga Saham Gabungan yang signifikan, maka juga akan terjadi capital outflow yang besar
dan juga akan mempengaruhi neraca pembayaran Indonesia.
Selain itu, Nurhayati (2012) memaparkan bahwa karakteristik pasar modal Indonesia
yang didominasi oleh beberapa penyandang dana yang sangat besar, sementara volume
pasarnya masih kecil membuat pasar modal Indonesia rentan terhadap pengendalian dari
pelaku pasar. (infogue.com, 2011). Menurut pengamat hukum pasar modal Indra Safitri,
(infogue.com, 2011), karakteristik tersebut mengakibatkan sangat mungkin merosotnya atau
2014 18 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 19
melonjaknya indeks harga saham gabungan (IHSG) dalam waktu yang sangat cepat juga
akibat dimanipulasi oleh pelaku pasar. Ini bisa dicermati dari saat indeks bursa regional
hanya turun lima persen, IHSG bisa terjun bebas hingga 10 persen. Demikian juga saat
semuanya naik, IHSG bisa naik berkali-kali lipat.
Karakteristik yang lain, dalam Nurhayati (2012) dipaparkan bahwa investor lokal
yang berperan di pasar modal Indonesia didominasi oleh kalangan institusi sedangkan
investor lokal perorangan masih sangat kecil. Hal ini karena kurangnya pemahaman tentang
pasar modal, dan masih kurangnya kegiatan sosialisasi dan edukasi pasar modal. Tandelilin
menyebutkan bahwa jumlah investor di pasar modal Indonesia hanya berkisar di angka
200.000. (Suara Merdeka 2012). Jumlah itu jauh tertinggal dibandingkan Singapura yang
sudah mencapai 2 juta Sehingga apabila terjadi gejolak yang dilakukan oleh sebagian kecil
dari pelaku pasar saja akan dapat menyebabkan pasar bergejolak lebih besar.
Di dalam ASEAN Economy Community blueprint tahun 2015, dirumuskan bahwa
membangun visi untuk pasar integrasi di tingkat regional, yaitu arus modal dapat bergerak
bebas di kawasan ASEAN. Pemodal dapat bergerak bebas di regional dan investor dapat
berinvestasi dimanapun di regional. Tidak dapat ditunda lagi, Indonesia mestinya sudah
mempersiapkan diri untuk menghadapi integrasi pasar modal ASEAN 2015 yang sudah
disepakati bersama, karena apa yang sudah disepakati ini berat dalam pelaksanaannya
nanti apabila tidak siap menghadapi persaingan yang terjadi.
Jadi, adanya integrasi pasar modal, untuk negara–negara yang memiliki pasar modal
yang rentan seperti Indonesia bisa menyebabkan pasar modalnya tenggelam sehingga akan
jarang investor yang mau menanamkan investasinya. Untuk menghindari masalah ini adalah
dengan lebih banyak menarik investor domestik (nasional) untuk masuk menjadi investor di
pasar modal Indonesia karena sampai sekarang investor domestik Indonesia masih dinilai
kecil baru sekitar 40% dibandingkan dengan peran investor asing. Selain itu Bapepam dan
BEI pada saat IPO sebuah emiten berlangsung bebar-benar mengawasi bahwa saham
dimiliki oleh publik, dan bukannya oleh segelintir orang ataupun pemegang saham
mayoritas. Sehingga penyebaran saham bisa merata (Nurhayati, 2012).
Daftar PustakaNurhayati, Mafizatun. 2010. Modul Mata Kuliah Pengntar Ekonomi Makro. Tidak
dipublikasikan.
2014 19 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id
Page 20
Nurhayati, Mafizatun. 2012. Analisis Kointegrasi Pasar Modal Kawasan ASEAN. Proseding
Seminar Nasional. Fakultas Ekonomi Universitas STIKUBANK. Semarang. 2012.
Sholeh, Maimun. 2012. Kebijakan Moneter dan Inflation Targeting: Suatu Tinjauan Teori.
Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ekonomi Universitas Negeri
Yogyakarta
Warjiyo, Perry, dan Solikin. Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta: PPSK BI, 2003.
Warjiyo, Perry, Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Seri Kebanksentralan
No. 11, Bank Indonesia: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). 2004
Warjiyo, Perry. ed. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia: Sebuah Pengantar.
Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, 2004.
Wijoyo Santoso dan Iskandar, Pengendalian Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar Yang
Fleksibel (Konsiderasi kemungkinan penerapan inflation targeting di Indonesia).
Jakarta, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, September 1999, Bank Indonesia,
1999
http://www.bi.go.id
http://www.katadata.co.id/1/9/market-insight/2015-kapitalisasi-pasar-bei-terbesar-di-asean
/113/
2014 20 Perekonomian Indonesia
Pusat Bahan Ajar dan eLearningMafizatun Nurhayati http://www.mercubuana.ac.id