Disusun Oleh : Natural Resources Development Center Tim Penyusun: Nurtjahjawilasa Kusdamayanti Duryat Irsyal Yasman Yani Septiani Lasmini Tim Editor: Ade Soekadis Delon Marthinus Wahjudi Wardojo Rizal Bukhari Program Terestrial The Nature Conservancy Indonesia Foto: Ahmad Fuadi/TNC MODUL: KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM
52
Embed
MODUL: KeBIjAKAN NASIoNAL - · PDF fileMasih diperlukan referensi ... dalam menyerap dan menyimpan karbon, yang pada akhirnya juga akan meningkatkan resiliensi ekosistem hutan terhadap
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Disusun Oleh :Natural Resources Development Center
• Meminta para pihak untuk mengirimkan submissionterkaitefisiensitatakelolaCDM.
• Implementasi dari hasil keputusan sidang CDM Executive Board/CDM - eB ke 70, yang terkait denganmasalahlembagaverifikasi(DOE),panduanpembangunanberkelanjutan,danmetodemelakukan pemeriksaan bagi DNA termasuk wewenang pencabutan LoA.
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KESEPAKATAN INTERNASIONAL MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM 17
• Metode pemantauan untuk baseline proyek CDM.
• Metode pendaftaran dan penerbitan CeR.
SBSTA (SubsidaryBodyonScientificandTechnologyAdvice), hasil pertemuannya adalah menunda pembahasan LULUCF dalam CDM untuk tahun depan dan menunda pembahasan CCS lintas batas negara sampai empat tahun mendatang.
SBI (Subsidary Body for Implementation), hasil pertemuan yang terkait pasar karbon belum disetujui, terutama yang berkaitan dengan struktur keanggotaan dari proses banding untuk CDM (CDM appe als board) yang direncanakan untuk didiskusikan tahun 2013.
KP (Kyoto Protocol), hasil keputusan yang terkait terutama adalah mengenai boleh/tidaknya negara non - KP atau yang tidak mempunyai ambisi penurunan emisi (pledges) dalam KP menggunakan CDM untuk memenuhi target penurunan emisinya. Berdasarkan teks keputusan AWG-KP outcomes (paragraf: 12 – 13), maka hasilnya adalah sebagai berikut.
1. Periode komitmen kedua dimulai dari 1 januari 2013, dimana negara non - Annex I (termasuk Indonesia) diperbolehkan untuk melanjutkan kegiatan CDM yang sedang berjalan maupun proyek yang sudah akan didaftarkan setelah tanggal 31 Desember 2012.
2. Selain negara non - Annex I, negara Annex I yang boleh melanjutkan kegiatan CDM nya adalah hanya negara yang telah menyampaikan dan mencantumkan target penurunan emisinya dalam dokumen Protokol Kyoto II. Dalam hal ini, negara Annex I yang ikut Protokol Kyoto II tapi tidak mencantumkan ambisi penurunan emisinya (QeLRos) adalah Rusia, Selandia Baru, Kanada, dan jepang.
LCA (Long Commitment Agreement), yang membahas mengenai rencana pembentukan pasar karbon dan mekanisme penurunan emisi ke depan berbasis pasar telah menghasilkan beberapa keputusan penting terkait pembentukan Framework on Various Approaches (FVA) dan New Market Mechanism (NMM). Berdasarkan hasil yang tercantum di dalam teks AWG-LCA outcomes, maka keputusannya sebagai berikut:
Framework on Various Approaches (FVA) di LCA, yang termaktub dalam teks keputusan AWG-LCA, paragraf 41 – 45):
Para pihak secara individu maupun bersama, —dapat mengembangkan serta menerapkan berbagai pendekatan untuk penurunan emisi berdasar pendekatan pasar maupun non-pasar, guna peningkatan kegiatan mitigasi dan efektivitas biaya.
Sesuai dengan keputusan CoP di Durban, Decision 2/CP.17, paragraf: 79, semua metode penurunan mitigasi harus memenuhi standar yang memberikan hasil mitigasi yang nyata, permanen, tambahan, dandapatdiverifikasi.Hal iniuntukmencegah terjadinyapenghitungangandadalampencapaianpenurunan emisi gas rumah kaca.
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KESEPAKATAN INTERNASIONAL MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM18
SBSTA selanjutnya diminta untuk membahas dan menguraikan program kerja untuk pendekatan tersebut, termasuk laporan serta masalah teknis berdasar pengalaman dari mekanisme yang ada. Mempertimbangkan bahwa setiap FVA tersebut akan dikembangkan di bawah otoritas dari CoP.
New Market Mechanism (NMM) di LCA keputusan utamanya terutama termaktub dalam teks AWG - LCA, paragraf 51. Dalam paragraf ini disebutkan bahwa program kerja yang akan dibahas dalam SBSTA untuk pertemuan berikutnya akan terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut :
• operasi kegiatan NMM yang akan berada di bawah otoritas CoP.
• Partisipasi dari voluntary dalam mekanisme.
• Standarisasi yang memberikan hasil mitigasi yang nyata, permanen, memiliki nilai tambah dan dapatdiverifikasihasilnya.
• NMM akan sebagai sarana untuk merangsang mitigasi dari segi ekonomi. Kriteria NMM, termasuk penerapan metode konservatif untuk pendirian, persetujuan serta penyesuaian secara berkala (batas crediting).
Kriteria untuk merekam keakuratan dan konsistensi unit.
• Supplementarity.
• Pembagian untuk menutupi biaya administrasi dan membantu mengembangkan ketahanan adaptasi negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
• Peningkatan pembangunan berkelanjutan;
• Partisipasi secara efektif dari badan swasta dan publik;
• Fasilitasi awal dari mekanisme.
Dampak dan implikasi dari hasil perundingan CoP 18/CMP 8 di Indonesia diperkirakan akan cukup luas dalam pengembangan pasar karbon ke depan. Secara umum, sebenarnya hasil perundingan tersebut kurang menggembirakan dan malah diperhitungkan akan menurunkan pengembangan pasar karbon di Indonesia. Hasil dari perundingan tersebut tidak menambah secara riil ambisi penurunan emisi, sehingga pasar karbon tidak memiliki tambahan permintaan. Lebih jauh, tidak dibolehkannya negara jepang, Kanada, Selandia Baru, dan Rusia untuk menggunakan CDM sebagai mekanisme mitigasi perubahan iklim, menyebabkan juga tidak adanya tambahan permintaan untuk CDM sampai dengan periode komitmen kedua Protokol Kyoto berakhir (DNPI, 2012).
KoMITMeN NASIoNAL MeNYIKAPI KeSePAKATAN
INTErNaSIONaL TENTaNG PErUbahaN IkLIM
III
Dalam pertemuan para pihak (CoP) di Kopenhagen, November 2009, ada lima poin penting yang
diusulkan oleh Pemerintah Indonesia dan diakomodir dalam Copenhagen Accord, yaitu :
• Perlunya melakukan upaya bagi seluruh negara di dunia untuk menahan agar dampak
perubahan iklim tidak sampai menaikkan suhu global sampai dua derajat Celcius pada tahun
2050.
• Perlunya negara maju menyebutkan target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) secara
ambisius
• Perlu adanya pembiayaan dari negara maju untuk penanganan dampak perubahan iklim
oleh negara maju dan negara tertinggal.
• Perlu adanya MRV (measurement, reporting, and verifying) pelaksanaan komitmen
penanganan perubahan iklim, dan masalah kehutanan.
• Perlunya penerapan pola pembangunan yang ramah lingkungan.
Komitmen Pemerintah Indonesia untuk penurunan emisi gas rumah kaca telah di sampaikan oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya pada tanggal 25 September 2009 dalam
pertemuan G20 di Pittsburgh, Amerika Serikat yang menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia
sedang menyusun rangkaian kebijakan yang dapat menurunkan emisi Indonesia sebesar 26% dari
skenario “business as usual” (BAU) pada tahun 2020. Presiden juga menjelaskan bahwa dengan
dukungan dana internasional Indonesia bahkan dapat menurunkan emisi sampai dengan sebesar
41% pada tahun 2020.
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KOMITMEN NASIONAL MENYIKAPI KESEPAKATAN INTERNASIONAL TENTANG PERUBAHAN IKLIM20
Selanjutnya Presiden menjelaskan bahwa kebijakan tersebut akan terdiri dari peningkatan investasi
dalam energi terbarukan seperti pembangkit listrik dari tenaga panas bumi dan menurunkan emisi
dari deforestasi dan perubahan penggunaan lahan (land use). Selain itu Presiden menjelaskan
bahwa Indonesia sedang mengkaji kemungkinan menurunkan 1 miliar ton Co2 pada tahun 2050
dari skenario BAU, dan mengubah status hutan Indonesia dari penyumbang emisi bersih menjadi
penyerap emisi bersih pada tahun 2030
Gambar 5 . Skema Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca sampai dengan Tahun 2020 (Bappenas, 2012)
Gambar 6. GrafikPenguranganEmisiGasRumahKacasampaidenganTahun2020n(sumber:Bappenas,2012)
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KOMITMEN NASIONAL MENYIKAPI KESEPAKATAN INTERNASIONAL TENTANG PERUBAHAN IKLIM 21
Gambar 7. Proyeksi Emisi Bussiness As Usual dari sektor Kehutanan
Tabel 1. Target Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia sampai dengan Tahun 2020 (sumber: Perpres No. 61 Tahun 2011)
Walaupun telah disampaikan kesangggupan pengurangan emisi karbon sebesar 26% dari Bussiness
As Usual (BAU) sejak tahun 2009 dan meskipun serangkaian perangkat hukum telah diterbitkan,
belum ada hasil-hasil yang terukur dari pemerintah untuk melihat sampai seberapa jauh capaian yang
diperoleh sampai saat ini. Satu-satunya yang bisa diketahui adalah pengakuan prestasi penurunan
laju deforestasi selama lebih dari 10 tahun terakhir ini.
Badan Planologi Kehutanan (2008) menyebutkan bahwa angka deforestasi Indonesia dari tahun
2003-2006 sebesar 1,17 juta ha/tahun. Angka deforestasi 1,17 juta ha/tahun ini berasal dari kawasan
hutan sebesar 0,76 juta ha (64,8%) dan 0,41 juta ha/tahun (35,2%) dari luar kawasan hutan.
Sektor
Target Pengurangan Emisi (Gton CO2e)
Target 26% (dengan usaha sendiri)
Target 41% (dengan dukungan internasional)
Hutan dan Gambut 0,672 87,6% 1,039 87,4%
Pertanian 0,008 6,3% 0,011 6,6%
energi dan Transportasi 0,036 1,0% 0,056 0,9%
Industri 0,001 0,1% 0,005 0,4%
Pengelolaan Persampahan 0,048 5,0% 0,078 4,7%
Total 0,767 100,0% 1,189 100,0%
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KOMITMEN NASIONAL MENYIKAPI KESEPAKATAN INTERNASIONAL TENTANG PERUBAHAN IKLIM22
Sumber: Badan Planologi Kementerian Kehutanan (2008)
Gambar 8. Diagram angka deforestasi rata-rata tahun 2003-2006
Beberapa laporan terakhir menyebutkan bahwa laju deforestasi di Indonesia cenderung semakin
menurun. Santosa (2012) menyebutkan bahwa angka deforestasi Indonesia periode 2006-2009
sebesar 0,83 juta ha/tahun dan pada kurun waktu tahun 2009-2011 menurun menjadi 0,45 juta ha/
tahun. Sayangnya prestasi penurunan angka laju deforestasi ini tidak serta merta dapat diakui sebagai
angka pengurangan emisi GRK karena metodologi perhitungan dan sistem MRV yang digunakan
masih diperdebatkan oleh berbagai pihak.
Gambar 9. Laju Deforestasi Indonesia dari tahun 1990 – 2011 (Sumber: Santosa, 2012)
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KOMITMEN NASIONAL MENYIKAPI KESEPAKATAN INTERNASIONAL TENTANG PERUBAHAN IKLIM 23
Memperhatikan kondisi tersebut diatas maka salah satu wujud upaya dan komitmen Indonesia
dalam menindaklanjuti dan mengimplementasikan Kesepakatan Kopenhagen (Copenhagen Accord)
adalah ditandatanganinya letter of intent (LoI) antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Kerajaan
Norwegia tentang Kerjasama dalam rangka Penurunan emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi dan
Degradasi Hutan (ReDD) pada tanggal 26 Mei 2010. Ada tiga tahap kerja sama dalam kerangka
LoI tersebut (DNPI 2010) yaitu :
Tahap Persiapan (juli – Desember 2010)
• Penyusunan Strategi Nasional ReDD+
• Pembentukan Lembaga ReDD+
• Penetapan Lembaga Independen MRV
• Penetapan Instrumen Pembiayaan
• Penetapan Provinsi Percontohan
Tahap Transformasi (2011-2013)
• operasionalisasi instrumen pembiayaan
• MRV tier 2 dan kemungkinan meningkatkan ke tier 3
• Moratorium izin baru konversi hutan alam dan gambut
• Pengembangan database hutan yang terdegradasi untuk investasi
• Penegakan hukum illegal logging, timber trade dan pembentukan Satuan Tindak Kriminal
Kehutanan
• Penyelesaiankonfliklahan/masalahtenurial
Tahap Pembayaran Kontribusi (mulai 2014)
Mekanisme ReDD+ merupakan pengembangan dari mekanisme ReDD yang tidak hanya
berkaitan dengan deforestasi dan degradasi hutan, tetapi juga mencakup aspek yang lebih luas
yakni sustainable forest management (SFM), carbon stock enhancement, dan forest restoration &
rehabilitation.
KeRANGKA KeBIjAKAN DAN ACUAN NoRMATIF
PeMeRINTAH INDoNeSIA DaLaM MEwUJUDkaN
kOMITMEN NaSIONaL TErkaIT DENGaN PErUbahaN IkLIM
IV
Pemerintah Republik Indonesia (Pemerintah RI) telah menghasilkan beberapa peraturan dan
kebijakan mengenai adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Beberapa peraturan yang berkaitan
langsung dengan perubahan iklim antara lain adalah :
• Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan emisi
Gas Rumah Kaca (RAN GRK)
• Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah
Kaca Nasional
• Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan
Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut
• Permenhut No. P.68 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan
emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (ReDD).
• Permenhut No. P.30 tahun 2009 tentang Tata Cara Pengurangan emisi dari Deforestasi &
Degradasi Hutan (ReDD)
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KERANGKA KEBIJAKAN DAN ACUAN NORMATIF PEMERINTAH INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN KOMITMEN NASIONAL TERKAIT DENGAN PERUBAHAN IKLIM26
• Permenhut No P.36 tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan
dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung.
• Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2010 tentang Satuan Tugas Persiapan
Pembentukan Kelembagaan ReDD+
• Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian
Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut
• Keputusan Presiden Nomor 25 tahun 2011 tentang Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan
ReDD+
• Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 tentang
Penyelenggaraan Karbon Hutan
• Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2013 tentang perubahan atas keputusan Presiden
No 25 Tahun 2011 tentang Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan Reducing Emissions from
Deforestation and Forest Degradation (ReDD+)
Selain itu telah ditetapkan dokumen-dokumen terkait dengan perubahan iklim antara lain: Rencana
Aksi Nasional Pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (RAN – GRK) dan Indonesia Climate Change
Sectoral Roadmap (ICCSR). RAN GRK adalah dokumen perencanaan jangka panjang yang me-
ngatur usaha–usaha pengurangan emisi gas rumah kaca yang terkait dengan substansi Rencana
Pembangunan jangka Panjang (RPjP) dan Rencana Pembangunan jangka Menengah (RPjM).
RAN-GRK merupakan acuan utama bagi aktor pembangunan di tingkat nasional, provinsi, dan kota/
kabupaten dalam perencanaan, implementasi, monitor, dan evaluasi pengurangan emisi gas rumah
kaca. Proses legalisasi RAN GRK dibuat melalui Peraturan Presiden.
RAN GRK mengamanatkan kepada Pemerintah Provinsi untuk menyusun rencana aksi pengurangan
emisi untuk tingkat provinsi, yang selanjutnya disebut dengan Rencana Aksi Daerah Pengura ngan
emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK). Substansi pada RAN-GRK merupakan dasar bagi setiap
provinsi dalam mengembangkan RAD-GRK sesuai dengan kemampuan serta keterkaitannya
terhadap kebijakan pembangunan masing–masing provinsi. Dengan demikian, RAD-GRK kemudian
akan ditetapkan melalui Peraturan Gubernur. Penyusunan RAD-GRK diharapkan merupakan
proses bottom-up yang menggambarkan bagaimana langkah yang akan ditempuh setiap provinsi
dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, sesuai dengan kapasitas masing–masing. Lebih lanjut,
setiap pemerintah provinsi perlu menghitung besar emisi gas rumah kaca masing–masing, target
pengurangan, dan jenis sektor yang akan dikurangi emisinya.
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KERANGKA KEBIJAKAN DAN ACUAN NORMATIF PEMERINTAH INDONESIA DALAM
MEWUJUDKAN KOMITMEN NASIONAL TERKAIT DENGAN PERUBAHAN IKLIM 27
Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang rencana aksi Nasional Penurunan Emisi Gas rumah kaca (raN Grk)
Rencana Aksi Nasional Penurunan emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) berisi Dokumen Rencana
Kerja untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung menurunkan
emisi gas rumah kaca sesuai dengan target pembangunan nasional.
Sesuai dengan komitmen Pemerintah Indonesia menyikapi kesepakatan internasional menghadapi
perubahan iklim, target penurunan emisi Gas Rumah Kaca melalui usaha sendiri (26 %) dari Sektor
Kehutanan adalah sebesar 0,672 Giga Ton Co2e, sedangkan target skema penurunan emisi Gas
Rumah Kaca dengan dukungan internasional (41 %) dari Sektor Kehutanan adalah sebesar 1.039
Giga Ton Co2e (Perpres Nomor 61 Tahun 2011)
Kebijakan yang ditetapkan dalam rangka mewujudkan target penurunan emisi gas rumah kaca
dengan skema (26%) dan (41%) tersebut diatas adalah sebagai berikut :
• Penurunan emisi Gas Rumah Kaca, meningkatkan kenyamanan lingkungan, mencegah
bencana, menyerap tenaga kerja dan menambah pendapatan masyarakat serta negara.
• Pengelolaan sistem jaringan dan tata air pada rawa
• Pemeliharaan jaringan reklamasi rawa (termasuk lahan gambut yang sudah ada)
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KERANGKA KEBIJAKAN DAN ACUAN NORMATIF PEMERINTAH INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN KOMITMEN NASIONAL TERKAIT DENGAN PERUBAHAN IKLIM28
Tabel. 2. Rencana aksi penurunan emisi gas rumah kaca (RAN GRK) sampai dengan tahun 2020 (PP nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK)
NO rENCaNa akSI kEGIaTaN/SaSaraN PErIODE LOkaSI
INDIkaSI PENUrUNaN EMISI Grk(Juta Ton
CO2c)
PENaNGGUNG Jawab
1 Pembangunan Kesatuan Pen-gelolaan Hukum (KPH)
Terbentuknya KPH sebanyak 120 Unit
2010 -2014 Seluruh Provinsi 31,15 Kementerian Kehutanan
2 Perencanaan pemanfaatan dan peningkatan usaha kawasan hutan
Terlaksananya pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan ALam/Restorasi ekosistem (IUPHHK-HA/Be) pada areal bekas tebangan (Logged over Area/LoA) seluas 2,5 juta ha
Tercapainya peningkatan produksi hasil hutan bukan kayu/jasa lingkungan
2010 -2014 Seluruh Provinsi 1,38 Kementerian Kehutanan
3 Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan
Terlaksananya demonstration activity Reducing emission from Deforestation and Degradation (ReDD) di kawasan konservasi (hutan gambut) sebanyak 2 kegiatan
2010 -2014 2 Provinsi: jambi dan Kalteng
3,67 Kementerian Kehutanan
4 Pengukuhan kawasan hutan
Terlaksananya penataan Batas Kawasan Hutan (batas luar dan batas fungsi kawasan hutan) sepanjang 25.000 km
2010 -2014 Seluruh Provinsi 123,41 Kementerian Kehutanan
5 Peningkatan, rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa (termasuk lahan bergambut)
a. Terlaksananya peningkatan jaringan reklamasi rawa seluas 10.000 hab. Terlaksananya rehabilitasi jaringan reklamasi rawa seluas 450.000 hac. Terlaksananya operasi & pemeliharaan jaringan reklamasi rawa seluas 1,2 juta ha
7 Pengembangan pengelolaan lahan pertanian di lahan gambut terlantar dan terdegradasi untuk mendukung sub-sektor perkebunan, peternakan dan bertikultura
Rehabilitasi, reklamasi dan realisasi lahan gambut terlantar, terdegradasi, pada areal pertanian, serta opti-malisasi lahan non-tanaman pangan seluas 250.000 ha
Terfasilitasinya pembentukan kemitraan usaha dalam hutan rakyat seluas 250.000 ha
2010 - 2014 11 Provinsi: Riau, SUmsel, Banten, jabar, jateng, DIY, jatim, Kalbar, Kalteng, Kalsel dan Kaltim
9,18 Kementerian Kehutanan
10 Pengendalian kebakaran hutan
Tercapainya penurunan jumlah hotspot di pulau Kalimantan, Pulau Sumatera dan Pulau Sulawesi sebesar 20% setiap tahun dari rerata 2005 - 2009, dengan tingkat keberhasilan 67,20%
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KERANGKA KEBIJAKAN DAN ACUAN NORMATIF PEMERINTAH INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN KOMITMEN NASIONAL TERKAIT DENGAN PERUBAHAN IKLIM30
Rencana Aksi Nasional penurunan emisi Gas Rumah Kaca dikembangkan untuk mencapai target
nasional, target sektoral, acuan dan aksi prioritas untuk mitigasi perubahan iklim semua sektor yang
memproduksi emisi. RAN GRK berfungsi sebagai sebuah panduan kebijakan pemerintah pusat pada
tahun 2010-2020 dan sektor-sektor yang terkait untuk mengurangi emisi sebanyak 26% dengan
usaha sendiri dan 41% jika mendapat bantuan internasional.
rencana aksi Daerah Gas rumah kaca (raD Grk)
Dalam rangka tindak lanjut pelaksanaan lebih rinci, RAN GRK menganjurkan perlunya untuk membuat
RAD GRK sebagai dokumen kerja yang menjadi dasar untuk pemerintah daerah, masyarakat dan
swasta untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas langsung dan tidak langsung yang bermaksud
untuk mengurangi emisi GRK pada kurun waktu 2010-2020 dengan mengacu kepada rencana
pembangunan daerah.
Sebagaimana telah disebutkan dalam Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi
Penurunan emisi Gas Rumah Kaca pada pasal 2 ayat 2 yang mengamanatkan bahwa RAN GRK adalah
dasar bagi pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dan sektor bisnis di dalam merencanakan,
melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi RAD GRK.
oleh karenanya RAD GRK pada sektor kehutanan seharusnya disusun dengan memuat substansi
rencana aksi mitigasi yang meliputi :
Gambar 10. Substansi dari RAD GRK
Secara detail substansi dari RAD GRK mengacu kepada substansi yang telah diamanatkan dalam
RAN GRK, dimana secara garis besar dapat dijelaskan dalam bagan berikut ini :
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KERANGKA KEBIJAKAN DAN ACUAN NORMATIF PEMERINTAH INDONESIA DALAM
MEWUJUDKAN KOMITMEN NASIONAL TERKAIT DENGAN PERUBAHAN IKLIM 31
SUBSTANSI RAD GRK
1. Sumber Potensi dan karakteris
Emisi GRK
2."BAU Baseline"
Penurunan Emisi GRK
3. Rencana Aksi M gasi
yang diusulkan
4. Skala Prioritas dari Rencana Aksi Mi gasi yang
diusulkan
5. Kelembagaan dan Pembiayaan
Gambar 11. Kerangka Rencana Aksi Daerah (RAD GRK)
keterkaitan antara rPJP, rPJM, rENSTra dengan raN Grk dan raD Grk dan rEDD+
strategi yang secara tidak langsung berkaitan dengan sumber emisi (kebakaran hutan, konservasi
hutan, dan manajemen hutan bakau). Setidaknya terdapat tiga strategi utama yang terkait dengan
hal tersebut:
1. SFM – Strategi Mitigasi Hutan,
2. ReDD – Strategi Mitigasi Hutan, dan
3. jenis tanaman – Strategi Mitigasi Hutan
Strategi tersebut didukung dengan beberapa program seperti program riset dan pengembangan
hutan, perencanaan makro hutan, stabilisasi area hutan, dan program manajemen pendukung dan
teknis. Lebih lanjut, terdapat pula dua peraturan menteri; yakni Peraturan Menteri Nomor 68/2008
me ngenai penyelenggaraan pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan dan
Pe raturan Menteri Nomor 39/2009 mengenai tata cara pengurangan emisi dari deforestasi dan
degradasi hutan (ReDD). Beberapa peraturan terkait sektor kehutanan juga berasal dari Kementerian
Lingkungan Hidup.
Di dalam Rencana Aksi Nasional Pengurangan emisi Gas Rumah Kaca, sektor kehutanan memiliki
potensi yang besar dalam upaya penurunan emisi GRK, diantaranya yaitu pengelolaan hutan yang
berkelanjutan dari hutan produksi, hutan konservasi, dan hutan lindung, serta pembatasan konversi
lahan hutan menjadi non-hutan dan degradasi kualitas hutan, pengelolaan hutan pada lahan gambut
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KERANGKA KEBIJAKAN DAN ACUAN NORMATIF PEMERINTAH INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN KOMITMEN NASIONAL TERKAIT DENGAN PERUBAHAN IKLIM32
dan pencegahan kebakaran hutan. Arah kebijakan untuk penurunan emisi GRK di bidang kehutanan
diarahkan untuk mensinergikan program-program bidang kehutanan seperti;
1. Mensinergikan kebijakan, perencanaan, dan program para pemangku kepentingan di bidang
kehutanan
2. Mempertajam kebijakan dan langkah-langkah pengurangan emisi karbon dari bidang kehutanan
yang secara efektif dapat menyelesaikan masalah penyebab deforestasi dan degradasi hutan.
3. Mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan.
4. Merevitalisasi ekosistem hutan yang terdegradasi dengan pelibatan masyarakat.
5. Menekan laju deforestasi dari berbagai gangguan seperti penebangan liar, kebakaran hutan,
konversi hutan untuk kepentingan non-hutan.
6. Mengembangkan hutan tanaman untuk pemenuhan permintaan hasil hutan kayu untuk
keperluan industri kehutanan.
Berikut ini adalah kerangka keterkaitan antara dokumen/kebijakan Nasional-Daerah dengan RAN-
RAD GRK.
Gambar 12. Kerangka Keterkaitan Dokumen/Kebijakan Nasional-Daerah dengan RAD GRK
Secara umum, Indonesia mengejar strategi ganda untuk upaya mitigasi pada sektor kehutanan, yang
mencerminkan dua fungsi utama hutan dalam konteks perubahan iklim, yaitu sebagai sumber karbon
dan penyerap karbon. Melindungi hutan dengan upaya-upaya reboisasi dan rehabilitasi hutan akan
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KERANGKA KEBIJAKAN DAN ACUAN NORMATIF PEMERINTAH INDONESIA DALAM
MEWUJUDKAN KOMITMEN NASIONAL TERKAIT DENGAN PERUBAHAN IKLIM 33
meningkatkan kapasitas hutan sebagai penyerap karbon, sedangkan deforestasi dan degradasi
hutan akan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Maka strategi mitigasi yang dirumuskan oleh sektor
kehutanan adalah sebagai berikut:
1. SFM – Strategi Mitigasi Hutan 1: Meningkatan stok karbon hutan dan menghindari emisi
terkait dengan degradasi dan deforestasi yang tidak terencana.
2. ReDD – Strategi Mitigasi Hutan 2: Mengurangi jumlah emisi melalui manajemen konversi lahan
hutan.
3. Perkebunan – Strategi Mitigasi Hutan 3: Meningkatkan kapasitas penyerapan karbon melalui
promosi perkebunan di lahan tutupan non hutan.
Dalam kebijakan saat ini banyak peran dari perkebunan untuk meningkatkan kapasitas penyerapan
karbon. Tetapi sedikit yang terencana, di luar pengembangan KPHs, untuk memastikan bahwa pohon-
pohon yang terpelihara dengan baik dan tumbuh, atau untuk memantau secara akurat pertumbuhan
perkebunan dan penyerapan karbon. Pembangunan dan pembentukan KPH merupakan sarana
penting untuk menjaga keabadian dari penyerapan karbon di hutan dan karena itu harus dilihat
sebagai prasyarat penting untuk semua aktivitas mitigasi.
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kehutanan tahun 2010-2014 disusun berdasarkan
kondisi saat ini dan permasalahan serta isu-isu strategis dalam pembangunan kehutanan ke depan.
Berdasarkan arah kebijakan dan strategi pembangunan nasional mengenai peningkatan konservasi
dan rehabilitasi sumber daya hutan, Kementerian Kehutanan memiliki visi yang tertuang di dalam
Renstra Kementerian Kehutanan Tahun 2010-2014, yaitu “Hutan Lestari untuk Kesejahteraan
Masyarakat yang Berkeadilan”. Guna mewujudkan visi tersebut ditetapkan beberapa misi Kementerian
Kehutanan, dengan arah kebijakan prioritas pembangunan pada;
1. Pemantapan kawasan hutan.
2. Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung daerah aliran sungai (DAS).
3. Pengamanan hutan dan pengendalian kebakaran hutan.
4. Konservasi keanekaragaman hayati.
5. Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan.
6. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan.
7. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan.
8. Penguatan kelembagaan kehutanan.
Khusus kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan seperti Nomor 7 dalam
langkah-langkah strategis Kementerian Kehutanan sudah disusun kegiatan-kegiatan yang terkait
langsung dengan penurunan emisi GRK. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah:
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KERANGKA KEBIJAKAN DAN ACUAN NORMATIF PEMERINTAH INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN KOMITMEN NASIONAL TERKAIT DENGAN PERUBAHAN IKLIM34
• Penelitian Kebijakan Kehutanan dan Perubahan Iklim
• Pengendalian Kebakaran Hutan
• Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan
• Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan Reklamasi Hutan
• Peningkatan Pengelolaan Hutan Alam Produksi
• Peningkatan Pengelolaan Hutan Tanaman
• Pembinaan dan Koordinasi Kerja Sama Luar Negeri
Keterkaitan Sistem Perencanaan RAN GRK dan RAD GRK dengan Sistem Perencanaan Pembangunan
ekonomi Nasional (RPjMN s/d DIPA) dan Sistem Perencanaan Pembangunan ekonomi Daerah
(RPjMD s/d DIPDA) dapat digambarkan melalui bagan alur sebagai berikut :
Gambar 13. RAN dan RAD GRK dalam Pembangunan Ekonomi.
raN Grk dan RAD GRK perlu dilaksanakan dalam kerangka institusi yang sesuai dan telah
ditetapkan sebelumnya. Kerangka institusi nasional yang berperan dalam mendukung pelaksanaan
RAN GRK telah ditetapkan dengan melibatkan beberapa komponen sebagai berikut:
Gambar 11. Para Pemangku Kepentingan RAN GRK dan RAD GRK
KeRANGKA INSITUSI PENDUkUNG PELakSaNaaN
raN DaN raD Grk
V
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KERANGKA INSITUSI PENDUKUNG PELAKSANAAN RAN DAN RAD GRK36
Tabel 3. Kerangka Institusi Pendukung Pelaksanaan RAN GRK
Untuk memudahkan kegiatan MRV antar Kementerian dan lembaga teknis di daerah dan nasional,
Kementerian Perencanaan pembangunan Nasional (Bappenas) sudah membuat sistem koordinasi
untuk pelaksanaan Monitoring Reporting dan Verifying pelaksanaan RAN GRK dan RAD GRk
sebagaimana digambarkan sebagai berikut :
Institusi Tugas / Peran
Kementerian Koordinator Perekonomian
a. Melakukan koordinasi pelaksanaan dan pemantauan RAN GRK dengan melibatkan para menteri dan gubernur yang terkait dengan upaya penurunan emisi gas rumah kaca.
b. Melaporkan pelaksanaan RAN GRK yang terintegrasi kepada presiden paling sedikit satu tahun sekali.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas
a. Mengkoordinasikan evaluasi dan kaji ulang RAN GRK yang terintegrasi
b. Melaporkan hasil evaluasi kepada Menteri Koordinator Perekonomian
c. Menyusun pedoman RAD GRK yang akan diintegrasikan dalam upaya pencapaian target nasional penurunan emisi GRK.
Kementerian Lingkungan Hidup
a. Mengkoordinasikan inventarisasi GRK yang dilakukan oleh masing-masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dan melaporkan hasil inventarisasi GRK tersebut kepada Menteri Koordinator Perekonomian.
b. Menyusun pedoman dan metodologi MRV (Measurable ReportableVerifieable
Kementerian Dalam Negeri Memfasilitasi penyusunan RAD GRK bersama-sama dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Lingkungan Hidup
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KERANGKA INSITUSI PENDUKUNG PELAKSANAAN RAN DAN RAD GRK 37
Gambar 14. Sistem Koordinasi pelaksanaan dan elaporan RAN/RAD GRK dan inventarisasi GRK (Bappenas, 2013)
Presiden
KemenkoPerekonomian Kemenko Kesra
Nat
com
Kemendagri BAPPENAS Kementrian/Lembaga
FocalPoin/DNPI
KLH Kemendagri
Tim KoordinasiPerubahan Iklim
SekretarianRAN-GRK
Provinsi
Kabupaten/Kota
SIGNCenter
UNFCCC
BUR
Garis Koordinasi & PelaporanSintesis RAN/RAD-GRK &Inventarisasi GRK
Garis Pelaporan InventarisasiGRK
Garis Pemantauan & EvaluasiInventarisasi GRK
Garis Pelaporan RAN/RAD-GRK
Garis Pemantauan & EvaluasiRAN/RAD-GRK
Garis Koordinasi PEPRAN-RAD-GRK &Inventarisasi GRK
Keterangan
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM KERANGKA INSITUSI PENDUKUNG PELAKSANAAN RAN DAN RAD GRK38
Untuk mekanisme dan alur kerja pelaksanaan RAN GRK dan RAD GRK dapat dijelaskan melalui
bagan sebagai berikut:
Gambar 15. Alur mekanisme pemantauan, evaluasi dan pelaporan pencapaian RAN GRK dan RAD GRK (Bappenas, 2013)
Presiden
1) Nov mgg II2) Feb mgg II
1) Nov mgg II2) Feb mgg II
1) Okt mgg II2) Jan mgg II
1) Okt mgg II2) Jan mgg II
KemenkoPerekonomian Kemenko Kesra
BAPPENASKementrian/
Lembaga KLHKemendagri
Tim KoordinasiPerubahan Iklim
SekretarianRAN-GRK
Gubernur
BAPPEDA SKPD
Pelaporan RAN/RAD-GRK & Penurunan Emisi GRK
Pemantauan & EvaluasiRAN-GRK
Pelaporan RAN-GRK
Pemantauan & EvaluasiRAD-GRK
Pelaporan RAD-GRK
Laporan RAD-GRK
Laporan RAN-GRK
Laporan Penurunan emisi GRK
Keterangan:
Basah, Hernowo. 2012. Indonesia’s National Action Plan for Reducing GHG Emission. Dipresentasikan
pada International Meeting Forest-Based Climate Change Policies and Action Plans in
Indonesia. Bappenas.
Daryanto, Hadi. 2012. National Strategy for REDD+ in Indonesia. Dipresentasikan pada International
Meeting Forest-Based Climate Change Policies and Action Plans in Indonesia. Kementerian
Kehutanan.
Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca.
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelanggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca
Nasional.
Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan
Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
Steni B. 2010. Perubahan Iklim, REDD dan Perdebatan Hak: Dari Bali sampai Copenhagen.
Perkumpulan HuMa.
Kuswandana Y, Prabowo H, Nurcahya BC. 2011. Kerangka Kerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari.
Witoelar, R dan Soekadri, D. 2012. Indonesia’s Perspective On The Global Climate Change Mitigation:
Forestry Sector. DNPI. jakarta
Center for Forestry Research. 2010. Apakah itu? Pedoman CIFOR tentang hutan, perubahan iklim
dan REDD. CIFoR, Bogor, Indonesia.
Boer, R. 2012. Sustainable Forest Management in Relation to REDD+. Centre for Climate Risk and
OpportunityManagementinSoutheastAsiaandPacific, Bogor Agriculture University. Bogor.
Prasaja, H. 2010. COP 16 Cancun Langkah Mundur Indonesia dalam Perundingan Perubahan Iklim.
Dewan Nasional Perubahan Iklim. 2012. Pengaruh Keputusan Doha Climate Gateway Terhadap
Pengembangan Pasar Karbon di Indonesia. Dewan Nasional Perubahan Iklim. Devisi
Mekanisme Perdagangan karbon. jakarta
DAFTAR PUSTaka
KEBIJAKAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM DAFTAR PUSTAKA40
Yasman I, Banowati L, Lasmini, dan Septiani Y. 2009. Peluang Pemanfaatan Potensi Karbon Hutan
Dalam Isu Perubahan Iklim (Materi Dasar Untuk Peningkatan Pemahaman Bagi Masyarakat).
Forest Governance and Multistakeholder Forestry Programme. jakarta
Yasman I, Nurrochmat, DR, Septiani, Y, Lasmini 2013 (in press). Policy Paper : Peran Pengelolaan
Hutan Produksi Alam dalam Perubahan Iklim (REDD+, Pengelolaan Hutan Lestari, RIL-C).
The Nature Conservancy, Indonesia Terrestrial Program. jakarta.
The Nature ConservancyIndonesia Program
Graha Iskandarsyah Lt. 3Jl. Iskandarsyah Raya No. 66CKebayoran Baru, Jakarta 12160IndonesiaTel: +6221 7279 2043Fax: +6221 7279 2044
Kemitraan responsible asia Forestry & Trade (RAFT) adalah program regional yang menyediakan layanan peningkatan kapasitas danberbagipengetahuankepadanegara-negaradiAsiaPasifikuntukmendukung upaya mereka dalam mempromosikan perdagangan produk kayu yang dipanen dan diproduksi secara bertanggung jawab.
RAFT didukung oleh Pemerintah Australia dan Amerika Serikat dan dilaksanakan oleh The Nature Conservancy (TNC), Institute for Global environmental Strategies (IGeS), The Forest Trust (TFT), Tropical Forest Foundation (TFF), TRAFFIC – Wildlife Trade Monitoring Network, and WWF’s Global Forest & Trade Network (GFTN) WWF. Selain mitra utama ini, RAFT bekerja sama dengan pemerintah, industri, organisasi Antar Pemerintah, dan lembaga pendidikan dari seluruh dunia.
RAFT menargetkan 6 negara, yaitu Cina, Indonesia, Laos, Myanmar, Papua Nugini dan Vietnam dimana negara lainnya diluar ke-6 negara ini terlibat melalui dialog regional dan pertukaran pengetahuan.