Top Banner
LAPORAN PBL MODUL 1 (B ERAT BADAN MENURUN) SISTEM ENDOKRINOLOGI DAN METABOLISME DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 3A FAKULTAS KEDOKTERAN
88

Modul Endokrin

Jan 17, 2016

Download

Documents

MahdiahAndini

BB Menurun
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Modul Endokrin

LAPORAN PBL

MODUL 1 (B ERAT BADAN MENURUN)

SISTEM ENDOKRINOLOGI DAN METABOLISME

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 3A

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

2012

Page 2: Modul Endokrin

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Modul 1

yang berjudul BB MENURUN. Laporan ini berisikan tentang berbagai pertanyaan dan

jawaban yang timbul pada pada modul 1. Diharapkan dalam laporan ini khususnya kami

dapat mengerti dan mengaplikasikan hasil tutorial kami di masyarakat.

Mungkin dalam laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Sehingga kami

masihmemerlukan masukan dan kritikan yang membangun bagi kelompok kami.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan

serta dalam penyusunan laporan ini. Besar harapan kami laporan ini berguna khususnya bagi

kami sendiri, tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Allah SWT.

Makassar, 20 April 2012

Page 3: Modul Endokrin

SKENARIO 1

Seorang laki-laki umur 53 tahun, mengunjungi dokter oleh karena berat badan

menurun yang dialami sejak 7 bulan terakhir. Penderita juga mengeluh akhir-akhir ini selalu

merasa lemas, lelah dan selalu mengantuk. Setahun yang lalu ia didiagnosis hipertensi pada

saat menjalani pemeriksaan rutin untuk persiapan operasi batu kandung empedu.

KATA SULIT

Hipertensi : Tingginya tekanan darah arteri; berbagai kriteria untuk ambang batasnya

telah diajukan, berkisar dari sistol 140 mmHg dan diastol 90 mmHg hingga

setingi 200 mmHg dan 110 mmHg.

KALIMAT KUNCI

1. Laki-laki umur 53 tahun

2. Berat badan menurun sejak 7 bulan terakhir

3. Perasaan lemas, lelah, dan selalu mengantuk

4. Riwayat hipertensi setahun yang lalu saat persiapan operasi batu kandung empedu

PERTANYAAN

1. Hormon-hormon yang berperan dalam regulasi Berat Badan !

2. Jelaskan etiologi berat menurun dan keterkaitannya dengan semua semua gejala !

3. Hubungan Berat Badan menurun dengan hipertensi!

4. Apa differensial diagnosa pada skenario tersebut?

Page 4: Modul Endokrin

JAWABAN

1. Hormon-hormon yang berperan dalam regulasi BB

a. Hormon Tiroid dari Kelenjar Tiroid

Anatomi dan histologi

Kelenjar tiroid terdiri dari lobus kanan dan kiri dimana kedua lobus tersebut

dihubungkan oleh isthimus. Kelenjar ini terdapat pada bagian anterior trakea dan

beratnya diperkirakan 15-20 gram. Lobus kanan biasanya lebih besar dan lebih vaskular

dibandingkan lobus kiri. Kelenjar ini kaya akan pembuluh darah dengan aliran darah 4-

6 ml/menit/gram. Pada keadaan hipertiroid, aliran darah dapat meningkat sampai 1

liter/menit sehingga dapat didengar dengan menggunakan stetoskop yang disebut bruit.

Tiroid mendapat persarafan dari adrenegik dan kholinergik yang berasal dari

ganglia servikal dan saraf vagus. Kedua sistem saraf ini mempengaruhi aliran darah

pada kelenjar tiroid yang akan mempengaruhi penghantaran berbagai bahan-bahan yang

dapat mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid,seperti TSH dan iodide. Selain itu, serabut

saraf adrenergik mencapai daerah folikel sehingga persarafan adrenergik diduga

Page 5: Modul Endokrin

mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid secara langsung melalui persarafannya pada

folikel.

Folikel atau acini yang berisi koloid merupakan unit fungsional dari

kelenjar tiroid. Dinding folikel dilapisi oleh sel kuboid yang merupakan sel tiroid

dengan ukuran yang bervariasi tergantung dari tingkat stimulasi pada kelenjar. Sel akan

berbentuk kolumner bila dalam keadaan aktif, dan berbentuk kuboid bila dalam

keadaan tidak aktif. Setiap 20-40 folikel dibatasi oleh jaringan ikat yang disebut septa

yang akan membentuk lobulus. Disekitar folikel terdapat sel parafolikuler atau sel C

yang menghasilkan hormon kalsitonin.

Didalam lumen folikel terdapat koloid dimana tiroglobulin yang merupakan

suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh sel tiroid akan disimpan. Koloid mampu

menyimpan bahan untuk sintesa hormon tiroid yang cukup untuk 100 hari.

Efek hormon tiroid pada metabolisme

Hormon tiroid merangsang hampir semua aktivitas metabolisme karbohidrat,

seperti uptake glukosa oleh sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan

glukoneogenesis, meningkatkan absorbsi karbohidrat dari saluran cerna, dan

meningkatkan sekresi insulin yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi

metabolisme karbohidrat. Semua efek fisiologis ini kemungkinan disebabkan oleh

meningkatnya aktifitas enzim yang disebabkan oleh hormon tiroid.

Seperti halnya metabolisme karbohidrat, metabolisme lemak juga dipengaruhi

oleh hormon tirod. Lemak akan dimobilisasi dari jaringan lemak, sehingga

meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas dalam plasma; dan selain itu, oksidasi

asam lemak bebas dalam sel juga sangat meningkat. Hal ini akan menyebabkan

peningkatan lemak dalam tubuh akan berkurang. Konsentrasi kolesterol, fosfolipid, dan

Page 6: Modul Endokrin

trigliserida plasma juga menurun. Berkurangnya hormon tiroid akan menyebabkan

peningkatan kolesterol, fosfolipid, dan trigliserida sehingga terjadi deposit lemak yang

berlebihan dihati. Hal ini yang menyebabkan sering terjadinya arteriosklerosis pada

penderita hipotiroidisme.

Metabolisme vitamin juga dipengaruhi oleh hormon tiroid. Oleh karena

hormon tiroid meningkatkan jumlah berbagai enzim yang berbeda dan oleh karena

vitamin merupakan bagian yang penting dari enzim atau koenzim, maka hormon tiroid

meningkatkan kebutuhan akan vitamin. Dengan demikian, kekurangan vitamin juga

dapat terjadi pada keadaan hipertiroidisme bila tidak disertai dengan suplementasi

vitamin.

Oleh karena hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolisme hampir semua

jaringan didalam tubuh, maka peningkatan konsentrasi hormon tiroid akan

meningkatkan kecepatan metabolisme basal dan konsumsi oksigen. Hormon tiroid

meningkatkan konsumsi oksigen pada semua jaringan kecuali otak, limpa, dan testis.

Peningkatan konsentrasi hormon tiroid dapat menyebabkan menurunnya berat

badan, dan penurunan konsentrasi tiroid dapat menyebabkan peningkatan berat badan.

Hal ini kemungkinan akibat pengaruh hormon tiroid terhadap metabolisme. Namun, hal

ini selalu terjadi oleh karena pada keadaan hormon tiroid meningkat, nafsu makan juga

meningkat dan hal ini menyebabkan terjadinya keseimbangan antara energi yang masuk

dan yang dipergunakan.

Page 7: Modul Endokrin

b. Hormon dari Kelenjar Adrenal

Anatomi dan Histologi

Anatomi kelenjar adrenal pertama kali dijelaskan oleh Bartholomeo

Eustachius pada tahun 1563. Kelenjar ini sepasang, masing-masing terletak pada bagian

atas atau posteromedial kedua ginjal (adrenal0 dengan bentuk seperti piramid. Kelenjar

adrenal mempunyai panjang berkisar 4-6 cm dan lebar 2-3 cm dengan tebal kurang

lebih 1 cm. Kelenjar adrenal mulai terbentuk pada usia kehamilan 2 bulan. Pada orang

dewasa 90 % terdiri dari korteks adrenal dan 10 % merupakan medulla adrenal.

Oleh karena fungsinya yang sangat penting, kelenjar adrenal sangat kaya akan

pembuluh darah (11 Atau 12 pembuluh darah kecil) yang berasal dari cabang-cabang

aoarta, a.renalis dan a.phrenicus. Darah arteri masuk ke korteks, mengalir melalui

kapiler yang mempunyai fenestra lalu masuk kedalam medulla membentuk suatu

pleksus. Pada medulla, darah akan masuk ke v.sentralis, selanjutnya ke v.adrenal dan

kemudian ke v.cava inferior. Pada kelenjar adrenal kiri, aliran darah vena akan masuk

ke v.renalis kiri. Struktur vaskularisasi ini penting diketahui untuk pengambilan darah

atau penyuntikan bahan radiografi ke kelenjar adrenal untuk diagnosa berbagai kelainan

pada kelenjar adrenal.

Page 8: Modul Endokrin

Persarafan kelenjar adrenal dilakukan oleh serabut eferen simpatis dari pleksus

torasikus bagian bawah dan pleksus lumbal bagian atas, serta serabut eferen

parasimpatis dari cabang saraf vagus. Serabut saraf yang berakhir pada sel glomerulosa

mengandung katekolamin, neuropeptida Y dan vasoactive intestinal poeptide (VIP).

Hal ini menyebabkan β-agonis dan VIP dapat mempengaruhi sekresi kortisol dan

aldosteron. Juga terdapat jalur aferen antara kelenjar adrenal dan hipotalamus yang

memungkinkan stres dapat merangsang sekresi ACTH.

Secara histologis, korteks adrenal terdiri dari tiga zona : bagian luar adalah

zona glomerulosa (15%), bagian tengah zona fasiculata (75%), dan bagian dalam zona

retikularis (10 %). Namun, secara fungsional, nampaknya zona fasiculata dan zona

retikularis merupakan satu kesatuan fungsional oleh karena keduanya mengahasilkan

hormon kortisol dan hormon androgen, sedangkan zona gromerulosa menghasilkan

aldosteron. Perkembangan dari zona fasiculata dan zona retikularis dipengaruhi oleh

ACTH; dimana kelebihan ACTH akan menyebabkan hiperplasi dan hipertropi dari

kedua zona ini, sedangkan kekurangan ACTH akan menyebabkan atropi pada kedua

zona ini. Zona fasiculata memberi jawaban terhadap stimulasi akut dari ACTH untuk

meningkatkan produksi kortisol, sedangkan zona retikularis memberi respons terhadap

stimulasi kronik oleh ACTH dan mempertahankan sekresi basal kortisol.

Medulla adrenal mengandung sel-sel kromaffin yang bentuknya tidak teratur.

Sel-sel ini dinamakan sel kromaffin oleh karena pada pemeriksaan histopatologis sel-

sel ini mempunyai afinitas terhadap garam chromium. Sel-sel katekolamin ini berfungsi

untuk sintesa dan sekresi katekolamin. Sel-sel kromaffin ini mengandung granula yang

penting untuk penyimpanan katekolamin, dimana pada manusia, 85% merupakan

epinefrin. Selain pada medulla adrenal, sel-sel kromafin juga terdapat diluar kelenjar

Page 9: Modul Endokrin

adrenal (extra-adrenal chromaffin), seperti diganglia simpatis. Fungsi sel-sel kromaffin

ekstra adrenal ini sampai sekarang belum jelas.

Efek Fisiologis Hormon Kortisol Terhadap Proses Metabolisme

Pada proses metabolisme karbohidrat, kortisol mempunyai dua efek, yaitu :

1. Meningkatkan proses glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari protein atau

sumber lain selain karbohidrat) di hati, dan

2. Mengurangi penggunaan glukosa oleh sel.

Proses glukoneogenesis terjadi akibat dua mekanisme. Pertama, meningkatnya

enzin-enzim yang mengubah asam amino menjadi glukosa dihati oleh efek kortisol

terhadap proses transkipsi DNA pada inti sel hati. Kedua, kortisol meningkatkan

mobilisasi asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dati otot. Akibatnya, lebih

banyak asam amino dalam plasma yang siap mengalami proses glukoneogenesis.

Kortisol juga meningkatkan respon hati terhadap hormon glukagon dan katekolamin

yang merupakan hormon glukoneogenetik. Oleh karena efeknya terhadap metabolisme

glukosa ini, kortisol juga disebut hormon glukokortikoid. Kortisol meningkatkan

sintesa dan penyimpanan glikogen hati dengan meningkatkan aktifitas glikogen sintase

dan dengan menghambat pemecahan glikogen. Efek ini tergantung pada hormon

insulin. Kelebihan hormon kortisol akan meningkatkan konsentrasi gula darah dan

mengurangi sensitifitas terhadap hormon insulin.

Pada proses metabolisme protein, kortisol mengurangi penggunaan jumlah

asam amino untuk pembentukan protein pada semua sel, kecuali di hati. Hal ini

disebabkan oleh berkurangnya sintesa protein dan meningkatnya katabolisme protein.

Kedua efek ini menyebabkan transport asam amino ke jaringan ekstrahepatik

berkurang.

Page 10: Modul Endokrin

Pada hati, asam amino ditransport ke dalam sel hati dimana akan dipergunakan

untuk proses glukoneogenesis, pembentukan glikogen dan sintesa protein. Peningkatan

sintesa protein di hati akan dilepaskan kesirkulasi sehingga konsentrasi protein akan

meningkat. Glukoneogenesis dari asam amino sangat penting peranannya dalam

keadaan puasa yang lama, oleh karena glukosa dalam sirkulasi dan glikogen dihati akan

dipergunakan dalam waktu kurang dari 24 jam. Kelebihan kortisol akan menyebabkan

kehilangan protein dalam jumlah besar, atropi dan kelemahan otot, kulit menjadi tipis

dan massa tulang akan berkurang.

Pada proses metabolisme lemak, kortisol meningkatkan mobilisasi asam

lemak dan gliserol dari jaringan adiposa dan hati melalui proses lipolisis. Hal ini akan

menyebabkan meningkatnya konsentrasi asam lemak dan gliserol dalam darah untuk

dipergunakan pada proses glukoneogenesis. Walaupun kortisol bersifat lipolitik,

kelebihan kortisol akan menyebabkan deposisi lemak. Hal ini disebabkan oleh karena

kortisol meningkatkan nafsu makan akibat hiperinsulnemia yang terjadi akibat

kelebihan kortisol. Pada keadaan ini, lemak umumnya terdistribusi pada wajah, daerah

servikal, badan dan abdomen. Wajah menjadi bulat sehingga disebut “moon face”.

Mengapa distribusi ini hanya pada lokasi-lokasi tersebut mekanismenya masih belum

jelas.

Efek Fisiologis Hormon Katekolamin Terhadap Proses Metabolisme

Katekolakomin meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi panas. Epek ini

nampaknya melalui aktifasi reseptor β. Katekolamin menyebabkan glikogenolisis

(pembentukan glukosa dari glikogen) di hati dan otot melalui proses fosforilase, serta

mobilisasi lemak dari penyimpanannya. Hal ini menyebabkan tersedianya karbohidrat

dan lemak untuk dipergunakan sebagai sumber energi.

Page 11: Modul Endokrin

Perangsangan jaringan lemak menyebabkan terjadinya lipolisis dan pelepasan

asam lemak bebas dan gliserol kedalam sirkulasi untuk dipergukan oleh jaringan lain.

Hasil dari efek kalorigenik ini ialah meningkatnya kecepatan metabolisme.

Meningkatnya kecepatan metabolisme kemungkinan disebabkan oleh vasokonstriksi

pembuluh darah kulit, sehingga pelepasan panas berkurang sehingga suhu tubuh

meningkat. Kemungkinan lain adalah meningkatnya aktifitas otot akibat oksidasi asam

laktat di hati.

c. Hormon Kelenjar Pankreas

Anatomi dan Histologi

Pada manusia, pankreas terletak pada dinding posterior abdomen bagian atas

dengan berat sekitar 80 gram. Sebagian besar merupakan kelenjar yang terdiri dari sel-

sel asinus yang menghasilkan enzizm-enzim pencernaan yang akan memasuki duktus

pankreatik menuju ke duodenum. Komponen endokrin pankreas terdiri dari kurang

lebih 0,7 sampai 1 juta sel endokrin yang dikenal sebagai islet of Langerhans atau

pulau-pulau Langerhans yang menyebar diantara komponen eksokrin. Pulau-pulau

Langerhans ini merupakan 1-1,5 % dari seluruh berat pankreas.

Page 12: Modul Endokrin

Terdapat 4 jenis sel pada pulau-pulau Langerhans, masing-masing sel A (sel

α), sel B (sel β), sel D (sel δ) dan sel F (sel PP). Sel B yang merupakan 70-80 % dari

semua sel-sel yang terdapat pada pulau-pulau Langerhans menghasilkan hormon

insulin. Sel A yang menghasilkan glukagon sekitar 20%, sel D yang menghasilkan

somatostatin 3-5%, dan sisanya merupakan sel F yang menghasilkan pancreatic

polipeptide. Secara fungsional, satu jenis sel dengan jenis sel lainnya pada pulau-pulau

Langerhans ini mempunyai hubungan, sehingga memungkinkan sekresi dari satu

hormon dapat mempengaruhi sekresi dari hormon lainnya. Misalnya, insulin

menghambat sekresi glukagon, dan somatostatin menghambat sekresi insulin dan

glukagon.

Jenis sel dan hormon yang dihasilkan oleh pulau-pulau Langerhans

Jenis sel Hormon yang dihasilkan

Sel A

Sel B

Sel D

Sel F

Glukagon, glucagon-like peptide,

proglukagon

Insulin, proinsulin, GABA,peptide C

Somatostatin

Pancreatic polipeptide

1. Efek insulin terhadap metabolisme karbohidrat di hati

Page 13: Modul Endokrin

Di hati, insulin meningkatkan sintesa dan penyimpanan glikogen, dan pada

saat yang sama menghambat pemecahan glikogen. Diantara dua waktu makan dimana

konsentrasi glukosa menurun glikogen hati akan dipecah kembali menjadi glukosa dan

dilepaskan ke sirkulasi untuk menjaga agar konsentrasi gula darah tetap normal.

Mekanisme bagaimana insulin meningkatkan uptake dan penyimpanan glukosa di hati

dilakukan dengan jalan :

1. Menghambat enzim fosforilase di hati yang menyebabkan glikogen dipecah

menjadi glukosa.

2. Meningkatkan uptake glukosa dari darah ke sel hati. Hal ini dilakukan dengan

meningkatkan aktifitas enzim glukokinase yang menyebabkan awal proses

fosforilase glukosa sesudah terjadi difusi ke dalam sel hati. Setelah mengalami

fosforilase, glukosa akan disimpan sementara didalam sel hati oleh karena glukosa

yang telah mengalami fosforilase tidak dapat berdifusi kembali melalui membran

sel.

3. Meningkatkan aktifitas enzim yang meningkatkan sintesa glikogen, seperti

fosfofruktokinase, yang merupakan enzim yang berperan dalam tahad kedua

fosforilase glukosa dan enzim glikogen sintase, yang berfungsi untuk polimerisasi

monosakarida membentuk molekul glikogen.

Diantara waktu makan, konsentrasi glukosa akan menurun dan hati akan

melepaskan glukosa kembali kedalam sirkulasi. Beberapa peristiwa yang terjadi pada

proses ini adalah sebagai berikut :

1. Berkurangnya konsentrasi glukosa menyebabkan pankreas mengurangi sekresi

insulin.

Page 14: Modul Endokrin

2. Berkurangnya insulin menyebabkan sintesa glikogen di hati akan berhenti dan

mencegah uptake glukosa oleh hati.

3. Berkurangnya insulin mengaktifkan enzim fosforilase yang akan mengubah

glikogen menjadi glukosa fosfat.

4. Enzim glukosa fosfatase yang tadinya dihambat oleh insulin, sekarang menjadi

aktif akibat berkurangnya insulin dan menyebabkan radikal fosfat akan lepas dari

molekul glukosa; sehingga glukosa akan berdifusi secara bebas kembali ke

sirkulasi.

Bila jumlah glukosa yang memasuki sel hati melebihi kapasitas penyimpanan,

maka insulin akan mengubah kelebihan glukosa tersebut menjadi asam lemak (fatty

acids). Asam lemak ini akan disimpan sebagai trigliserida dalam very low density

lipoprotein (VLDL) dan di transport ke jaringan lemak kemudian disimpan sebagai

lemak.

Insulin juga menghambat glukoneogenesis terutama dengan jalan mengurangi

jumlah dan aktifitas dari enzim-enzim di hati yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis.

Namun, selain itu terhambatnya glukoneogenesis juga disebabkan oleh efek insulin

yang mengurangi pelepasan asam amino dari otot dan jaringan ekstrahepatik lainnya.

Dengan demikian mengurangi tersedianya bahan untuk proses glukoneogenesis.

Otak merupakan jaringan dimana insulin kurang mempunyai pengaruh

terhadap uptake dan penggunaan glukosa. Hal ini disebabkan oleh karena sel otak

permeabel otak terhadap glukosa walaupun tanpa insulin. Sel otak hanya menggunakan

glukosa sebagai sumber energi. Dengan demikian, sangat penting untuk menjaga

konsentrasi glukosa darah selalu dalam keadaan normal. Bila kadar glukosa turun

Page 15: Modul Endokrin

terlalu rendah, antara 20-50 mg/dl, maka akan timbul gejala-gejala syok hipoglikemik,

seperti menurunnya kesadaran, kejang-kejang dan bahkan koma.

Pengaruh Insulin Terhadap Metabolisme Lemak di Hati

Lemak, dalam bentuk trigliserida merupakan cara penyimpanan energi yang

paling efisien. Energi untuk setiap gram lemak adalah 9 kkal, lebih tinggi bila

dibandingkan dengan karbohidrat dan protein yang hanya berkisar 4 kkal/gram.

Peranan insulin yang meningkatkan penggunaan glukosa pada hampir semua jaringan

tubuh akan menyebabkan penggunaan lemak akan berkurang. Insulin juga merangsang

sintesa asam lemak (fatty acid) dan penggabungan asam lemak menjadi trigliserida di

hati dan jaringan lemak.

Meningkatnya sintesa asam lemak di hati disebabkan oleh :

1. Meningkatnya transport glukosa kedalam sel hati oleh insulin. Glukosa kemudian

akan dipecah menjadi piruvat melalui jalur glikolitik, dan selanjutnya piruvat akan

diubah menjadi asetil-CoA, yang merupakan bahan untuk sintesa asam lemak.

2. Bila banyak glukosa yang dipergunakan untuk energi akan menyebabkan

pembentukan sitrat dan isositrat melalui siklus asam sitrat. Sitrat dan isositrat ini

mempunyai pengaruh langsung terhadap aktifasi enzim asetil-CoA karboksilasi

yang akan membentuk malonil-CoA, yang merupakan tahap pertama sintesa asam

lemak.

Efek insulin terhadap metabolisme lemak di jaringan lemak

Insulin meningkatkan penyimpanan trigliserida pada jaringan lemak dengan

jalan :

Page 16: Modul Endokrin

1. Mengaktifkan lipoprotein lipase yang terdapat pada dinding kapiler dan sel endothel

jaringan lemak, yang akan menyebabkan hidrolisis trigliserida pada sirkulasi

menjadi asam lemak sehingga mudah untuk diabsorbsi kedalam jaringan lemak,

dimana asam lemak diubah kembali menjadi trigliserida dan disimpan.

2. Meningkatkan transport glukosa kedalam sel lemak yang akan dipergunakan untuk

sintesa asam lemak. Selain itu, insulin meningkatkan pembentukan gliserolfosfat,

suatu bahan yang dipergunakan untuk esterifikasi asam lemak menjadi trigliserida.

3. Menghambat lipolisis intraseluler dari trigliserida yang tersimpan dengan jalan

menghambat lipase intraseluler (hormone sensitive lipase).

Pemecahan dan penggunaan lemak untuk energi akan sangat meningkat bila

konsentrasi insulin sangat rendah, misalnya pada penderita diabetes mellitus. Dalam

keadaan tanpa insulin, terjadi aktifasi lipase intraselluler pada jaringan lemak yang

akan menyebabkan hidrolisis trigliserida, sehingga terjadi pelepasan asam lemak dan

gliserol kedalam sirkulasi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan asam lemak bebas

dalam darah dalam beberapa menit untuk dipergunakan sebagai sumber energi utama

untuk semua jaringan tubuh.

Kelebihan asam lemak akibat tidak adanya insulin akan menyebabkan

perubahan asam lemak menjadi fosfolipid dan kolesterol di hati. Kelebihan fosfolipid,

kolesterol dan trigliserida di hati akan dikeluarkan ke sirkulasi secara bersamaan.

Peningkatan konsentrasi lemak yang tinggi ini terutama kolesterol akan menyebabkan

pembentukan arterosklerosis pada penderita diabetes yang berat, dan dapat

menyebabkan penyakit jantung koroner dan stroke.

Kekurangan insulin juga dapat menyebabkan berlebihnya asam asetoasetik

yang terbentuk di hati. Asam asetoasetik ini sebagian akan diubah menjadi asam

Page 17: Modul Endokrin

hidroksibutirit dan aseton. Kedua substansi ini dikenal sebagai benda keton.

Meningkatnya konsentrasi benda keton didalam darah disebut sebagai ketosis. Pada

penderita diabetes yang berat, kedua substansi tersebut dapat menyebabkan

ketoasidosis dan koma yang dapat menyebabkan kematian.

Pengaruh insulin terhadap metabolisme protein

Dalam metabolisme protein, insulin mempunyai efek terhadap sintesa,

penyimpanan protein, dan transport asam melalui membran sel. Jadi, efek insulin pada

metabolisme protein adalah meningkatkan pembentukan dan mencegah degradasi

protein.

Insulin meningkatkan sintesa protein dengan jalan meningkatkan translasi

mRNA pada ribosom. Dalam jangka panjang, insulin meningkatkan transkripsi DNA

pada inti sel sehingga banyak terbentuk mRNA. Insulin juga menghambat katabolisme

protein, jadi mengurangi pelepasan asam amino dari sel, terutama dari sel otot.

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh kemampuan insulin untuk menghambat

degradasi normal protein oleh enzim lisosom.

Insulin juga menghambat proses glukoneogenesis dengan jalan mengurangi

aktifitas enzim yang mengaktifkan glukoneogenesis. Oleh karena bahan untuk

glukoneogenesis adalah asam amino dalam plasma, maka penghambatan

glukoneogenesis dapat tersimpan dalam tubuh.

Insulin meningkatkan transport asam amino kedalam sel. Diantara asam amino

yang paling kuat ditransport adalah valin, leusin, isoleusin, tirosin dan fenilalanin. Jadi

insulin bersama hormon pertumbuhan secara sinergis mempercepat proses

Page 18: Modul Endokrin

pertumbuhan dengan jalan meningkatkan uptake asam amino kedalam sel. Namun,

asam amino yang dipengaruhi oleh kedua hormon ini mungkin berbeda.

2. Efek Fisiologi Glukagon Pada metabolisme

Efek glukagon pada metabolisme glukosa ialah :

1. Pemecahan glikogen di hati (glikogenolisis).

2. Meningkatkan glukoneogenesis pada hati.

Kedua efek ini meningkatkan penyediaan glukosa untuk kebutuhan jaringan.

Glukagon juga meningkatkan lipolisis pada jaringan lemak sehingga tersedia asam

lemak bebas dalam jumlah besar untuk dipergunakan sebagai sumber energi.

Glukagon juga mengambat penyimpanan trigliserida pada hati yang mencegah hati

untuk mengambil asam lemak dari darah. Glukagon juga mempunyai efek ketogenik.

Glukagon konsentrasi tinggi mempunyai efek inotropik pada jantung dengan

jalan meningkatkan cAMP yang selanjutnya akan memfosforilase Ca channel pada

membran sel otot jantung. Glukagon juga meningkatkan sekresi empedu dan

menghambat sekresi asam lambung.

d. Hormon GH dari Kelenjar Anterior Hipophysis

GH mempunyai efek metabolisme, seperti :

1. Meningkatkan kecepatan sintesa protein pada semua jaringan;

Page 19: Modul Endokrin

2. Meningkatkan mobilisasi asam lemak dari jaringan adiposa dan penggunaan asam

lemak untuk energi; dan

3. Mengurangi penggunaan glukosa oleh jaringan.

GH, melalui IGF-1, meningkatkan sintesa protein dengan jalan :

1. Meningkatkan transport asam amino melalui membran sel ;

2. Meningkatkan transkipsi DNA menjadi mRNA pada inti sel ;dan

3. Meningkatkan translasi mRNA menjadi protein pada ribosom.

Selain itu, GH juga mengurangi katabolisme protein dan asam amino dengan

jalan mobilisasi lemak secara lebih efisien sebagai sumber energi.

GH menyebabkan pelepasan asam lemak dari jaringan adiposa sehingga

meningkatkan konsentrasi asam lemak dalam darah. Pada jaringan lainnya, GH

meningkatkan perubahan asam lemak menjadi asetilkoenzim A yang selanjutnya

dipergunakan sebagai sumber energi. Dengan demikian, dibawah pengaruh GH,

penggunaan lemak sebagai sumber energi lebih banyak dibandingkan karbohidrat dan

protein. Namun, mobilisasi lemak oleh GH memerlukan waktu beberapa jam,

sedangkan pengaruh GH terhadap sintesa protein dapat berlangsung dalam beberapa

menit. Bila terjadi sekresi GH yang berlebihan, mobilisasi lemak dari jaringan adiposa

dapat menyebabkan pembentukan asam asetoasetat oleh hati, sehingga terjadi ketosis.

Kelebihan GH juga dapat menyebabkan perlemakan hati (fatty liver).

Efek GH terhadap metabolisme karbohidrat terdiri dari :

1. Mengurangi penggunaan glukosa untuk sebagai sumber energi.

2. Meningkatkan deposisi glikogen sel

3. Mengurangi uptake glukosa oleh sel

4. Meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi sensitifitas jaringan terhadap

insulin.

Page 20: Modul Endokrin

Berkurangnya penggunaan glukosa sebagai sumber energi kemungkinan

disebabkan oleh meningkatnya mobilisasi dan penggunaan asam lemak

sebagai sumber energi sehingga terjadi pembentukan asetil-CoA dalam jumlah besar

yang selanjutnya akan memberi efek umpan balik yang menghambat pemecahan

glukosa dan glikogen untuk sumber energi. Oleh karena glukosa dan glikogen tidak

mudah digunakan sebagai sumber energi, glukosa yang masuk kedalam sel dengan

cepat akan mengalami polimerisasi menjadi glikogen dan di deposisi. Dengan

demikian, sel dengan cepat akan mengalami saturasi terhadap glikogen dan

selanjutnya tidak dapat lagi menyimpannya. Meningkatnya konsentrasi glukosa oleh

GH, akan merangsang sel-sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin. Selain itu,

GH juga mempunyai efek secara langsung terhadap sel-sel beta pankreas. Kedua efek

ini akan menyebabkan sekresi insulin yang sangat berlebihan sehingga insulin akan

habis. Bila ini terjadi, dapat terjadi diabetes mellitus. Berdasarkan hal tersebut, GH

disebut mempunyai efek diabetogenik.

Dalam menjalankan fungsinya, GH memerlukan insulin dan karbohidrat. Pada

binatang coba, GH tidak dapat merangsang pertumbuhan bila pankreas diangkat, atau

tidak terdapat karbohidrat didalam diet. Jadi, aktifitas insulin yang cukup dan

tersedianya karbohidrat dalam makanan sangat diperlukan agar GH dapat berfungsi

secara optimal. Peranan insulin dan karbohidrat ialah menyediakan energi untuk

metabolisme pertumbuhan, selain itu insulin diperlukan untuk transport asam amino

dan glukosa kedalam sel.

Page 21: Modul Endokrin

2. Jelaskan etiologi berat menurun dan keterkaitannya dengan semua semua

gejala !

a. Berat Badan menurun

Hilangnya lemak, air/elektrolit, dan protein dapat mengakibatkan terjadinya

penurunan berat badan/ massa tubuh. Protein dan lemak merupakan sumber energi

cadangan tubuh yang disintesa oleh tubuh pada keadaan dimana energi utama

(glukosa) tidak atau sedikit dalam menghasilkan energi.

Kurang atau tidak adanya energi yang dihasilkan melalui glukosa dapat

diakibatkan oleh adanya gangguan metabolisme, gangguan absorpsi sel, atau

gangguan uptake makanan.

Gangguan metabolisme seperti hiperglikemia atau hipertiroid dapat

menyebabkan terjadinya penurunan berat badan.

1) Hiperglikemia adalah suatu keadaan dimana terjadi kelebihan glukosa dalam

darah. Oleh karena gangguan kerja insulin (DM tipe 2) atau gangguan sekresi

insulin (DM tipe 1). Karena insulin yang merupakan pintu masuk glukosa ke

dalam sel mengalami gangguan maka sel tubuh menggunakan energi cadangan.

Pertama, tubuh menggunakan jaringan adiposa sebagai konpensator atau

kurangnya glukosa melalui proses lipolisis, glukoneogenesis dari gliserol.

Pada keadaan hiperglikemia kronik, sel tubuh akan tetap mengalami kelaparan

sehingga tidak hanya lemak yang dilisiskan, bahkan protein sebagai pembentuk

otot akan dilisiskan pula untuk memenuhi kebutuhan energi sel. Berkurangnya

lemak dan protein tubuh akan menyebabkan penurunan massa tubuh.

2) Pada keadaan hipertiroid terjadi peningkatan metabolisme basal 60-100% diatas

normal sehingga lemak dan protein yang digunakan pada keadaan basal akan

mengalami lisis yang terjadi sangat cepat.

Page 22: Modul Endokrin

3) Gangguan uptake makanan seperti pada keadaan anorexia membuat tubuh

kehilangan asupan energi dan nutrisi khusus glukosa. Jika terjadi kekurangan, sel

dalam tubuh akan mengalami kelaparan, disamping itu tidak dapat disintesis

lemak dan protein sebagai cadangan energi. Dengan kata lain, pada keadaan ini

selain protein dan lemak tidak disintesa, keduanya juga digunakan sebagai energi

alternatif, sehingga terjadi penurunan massa tubuh yang cukup berarti.

Pengaruh Hormon Insulin

Hormon insulin berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel. Apabila ada

gangguan pada sekresi dan kerja insulin, misalnya hiposekresi dan resistensi insulin,

maka akan menimbulkan hambatan dalam utilisasi glukosa serta peningkatan kadar

glukosa darah (hiperglikemia). Hiposekresi insulin disebabkan oleh rusaknya sel beta

pankreas sedangkan resistensi insulin disebabkan tidak adanya atau tidak sensitifnya

reseptor insulin yang berada di permukaan sel. Hiposekresi dan resistensi insulin

menyebabkan glukosa tidak masuk ke dalam sel sehingga tidak dihasilkan energi.

Akibatnya, terjadi penguraian glikogen dalam otot dan pemecahan protein sehingga

menyebabkan penurunan berat badan. 

Pengaruh Hormon Tiroid

Hormon tiroid berperan dalam metabolisme yang terjadi dalam tubuh. Kelebihan

hormon tiroid menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme basal yang terjadi

dalam tubuh. Apabila glukosa tidak mampu mencukupi kebutuhan metabolisme

tubuh, maka tubuh menggunakan glikogen dan protein sebagai bahan bakar

penggantinya.Akibatnya, massa otot menurun dan berat badan pun menurun.

Pengaruh Hormon Kortisol

Salah satu hormon yang mengatur regulasi berat badan adalah kortisol. Apabila terjadi

penurunan kortisol, akan berakibat pada menurunnya metabolisme dalam tubuh.

Page 23: Modul Endokrin

Penurunan kortisol ini sendiri dapat disebabkan oleh destruksi korteks adrenal.

Penurunan metabolisme dalam tubuh akan mengakibatkan penurunan jumlah energi

yang diperoleh (ATP menurun). Penurunan produksi ATP menyebabkan otottidak

mendapatkan cukup energi untuk bekerja. Hal ini memicu terjadinya pemecahan di

dalam otot sendiri, sehingga massa otot berkurang. Penurunan massa otot ini pada

akhirnya akan menyebabkan penurunan berat badan.

b. Lemas, lelah (malaise) dan mudah mengantuk

Lemah dan lelah disebabkan oleh penurunan utilisasi glukosa oleh jaringan

(kekurangan energi) dan terjadi peningkatan metabolisme anaerob yang menghasilkan

energi lebih sedikit serta penumpukan asam laktat. Dapat pula disebabkan oleh ketosis

yang kemudian menyebabkan asidosis metabolik, penurunan massa otot akibat

penguraian protein, glikogen danosmosis akibat hiperglikemia. Mengantuk

disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen pada otak. Hal ini disebabkan karena

penurunan insulin yang menyebabkan tingginya kadar glukosa dalam darah.

Tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) akan mengakibatkan viskositas

darah meningkat. Peningkatan viskositas darah akan menyebabkan penurunan volume

plasma. Penurunan volume plasma ini juga berarti bahwa volume darah yang dipompa

oleh jantung menurun. Hal ini berdampak pada kurangnya transpor darah ke otak

sehingga otak tidak mendapatkan cukup oksigen. Hal inilah yang menyebabkan

timbulnya rasa kantuk.

3. Hubungan BB menurun dengan hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi jika tekanan diastol lebih tinggi dari 90

mmHg atau tekanan sistolik lebih tinggi daripada 135 atau 140 mmHg. Proses

terjadinya hipertensi dipengaruhi oleh kinerja ginjal sebagai berikut:

Page 24: Modul Endokrin

- Kelainan fungsi ginjal (menurunnya fungsi ginjal) yang menyebabkan asupan garam

(Na) dan air meningkat

- Volume cairan ekstraseluler dan volume darah meningkat

- Peningkatan volume darah meningkatkan tekanan pengisian sirkulasi rerata, aliran

balik vena dan curah jantung

- Peningkatan curah jantung meningkatkan tekanan arteri yang menyebabkan

hipertensi

Selain kelainan fungsi ginjal, faktor lain yang dapat menyebabkan peningkatan

reabsorpsi Na dan air adalah peningkatan sekresi aldosteron dan perangsangan sistem

saraf simpatis. Hipersekresi aldosteron dapat disebabkan karena peningkatan kalium

plasma (hiperkalemia) yang terjadi pada seseorang yang menderita defisiensi insulin (DM

tipe 1). Sedangkan perangsangan sistem saraf simpatis dapat disebabkan oleh adanya

resistensi insulin (DM tipe 2). Perangsangan sistem saraf simpatis juga mempengaruhi

transport kation dan mengakibatkan hipertropi sel-sel otot polos pembuluh darah.

Gejala-gejala penderita DM adalah yang terdapat pada skenario yaitu penurunan BB,

lemas dan lelah, serta mudah mengantuk.

4. Differensial diagnosa :

1. A. Diabetes Melitus Tipe 1

B. Diabetes Melitus Tipe 2

Definisi dan Etiologi Definisi

Diabetes tipe II adalah Diabetes Melitus tidak tergantung insulin“Non

Insulin Dependent Diabetes Mellitus”(NIDDM), terjadi akibat penurunan sensitivitas

terhadapinsulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.

Etiologi

Page 25: Modul Endokrin

Non Insulin Inpendent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus

Tidak Tergantung Insulin disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi

insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh

hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi

defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin

pada rangsangan glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan

perangsangsekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap

glukosa.

Epidemiologi

Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh

dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya

terus meningkatdengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan

bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh

dunia, namun lebih sering(terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan

prevalens terbesar terjadi di Asiadan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan

perubahan gaya hidup, seperti pola makan “Western style” yang tidak sehat. Di Indonesia

sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417

responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar

glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberiglukosa oral 75 gram).

Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2%mengalami

Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan

pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat

pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi

yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia

Page 26: Modul Endokrin

penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang

dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya

aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.

Patofisiologi dan Patogenesis

Diabetes Melitus Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan

dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:

1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya

konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.

2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan

terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrolpada

dinding pembuluh darah.

.3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien –pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat

mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah

makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal

( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria

karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.

Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang menyebabkan poliuri

disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri

menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama

urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan

menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibatyang lain adalah astenia atau

kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah danmengantuk yang

disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan jugaberkurangnya

penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akanmenyebabkan

Page 27: Modul Endokrin

arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Iniakan

memudahkan terjadinya gangren.

Patogenesis DM tipe II

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang berhubungan

dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya

insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,terjadi sel resistensi insulin pada diabetes

tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin

menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.Untuk

mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,harus

terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada penderita toleransi

glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan

kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.

Namun untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa

akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Pada DM tipe II, kelainan terletak di

beberapa tempat : Sekresi insulin oleh pancreas mungkin cukup, tetapi terdapat

keterlambatan, sehingga glukosa sudah diabsorpsi masuk darah tapi insulin belum

memadai, Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000– 30.000), pada

obesitas bahkan hanya sekitar 20.000, Jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor

jelek,sehingga insulin tidak efektif. Terdapat kelainan di pasca reseptor, sehingga

proses glikolisis intra seluler terganggu. Adanya kelainan campuran di antara no

1,2,3 dan 4.

Pada DM Tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi

reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang. Reseptor insulin ini

diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk kedalam sel. Pada keadaan tadi jumlah

Page 28: Modul Endokrin

lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak,

tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan

sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan glukosa di dalam darah akan

meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada DM Tipe 1. Perbedaanya

adalah DM Tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin tinggi atau

normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin. Faktor-faktor yang banyak berperan

sebagai penyebab resistensi insulin :

1. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)

2. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat

3. Kurang gerak badan

4. Faktor keturunan (herediter)

Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 mempunyai dua efek fisiologis. Sekresi insulin

abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran. Ada tiga fase

normalitas. Pertama glukosa plasma tetap normal meskipun terlihat resistensi urin

karena kadar insulin meningkat. Kedua, resistensi insulin cenderung menurun

sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa bentuk

hiperglikemia. Pada diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin normal, malah mungkin

banyak, tetapi jumlah reseptor pada permukaan sel yang kurang. Dengan demikian,

pada DM tipe 2 selain kadar glukosa yang tinggi, terdapat kadar insulin yang tinggi

atau normal. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin. Penyebab resistensi

insulin sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor berikut ini turut berperan baik pada

DM tipe 1 atau2, jika kadar glukosa dalam darah melebihi ambang batas ginjal, maka

glukosa itu akan keluar melalui urine.

Manifestasi klinis

Manifestasi Klinik DM :

Page 29: Modul Endokrin

Poliuria

Polidipsia

Polifagia

Penurunan berat badan

Lemah

Kesemutan

Gatal

Mata kabur

Disfungsi ereksi pada pria

Pruritus vulvae pada wanita.

Pemeriksaan Diagnosis

Menjelaskan pemeriksaan dan diagnosis diabetes mellitus. Diagnosis DM

didasarkan atas pemeriksaan kadar glikosa darah dan tidak dapat ditegakkan

hanya atas glukosa saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus

diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang

dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah

pemeriksaan glukosa dengan enzimatik dengan bahan darah plasma vena.

Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa dilakukan di

laboratorium klinik terpecaya. Walaupun demikian sesuai kondisi setempat

dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler

dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai

pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa

glukosa darah kapiler.

Pemeriksaan Penyaring

Page 30: Modul Endokrin

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji

diagnostik DM dilakukan pada pasien yang menunjukkan gejala / tanda DM, sedangkan

pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang

punya resiko DM.Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang

hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif. Pemeriksaan

penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai berikut :

Usia > 45 tahun.

Berat badan lebih : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2.

Hipertensi ( ≥ 140 / 90 mmHg.

Riwayat DM dan garis keturunan.

Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram.

Kolestrol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau triglisera ≥ 250 mg/dl.

Catatan : Untuk kelompok resiko tinggi hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,

pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang berusia

> 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaringnya dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya (mass

screening) tidak dianjurkan karena disamping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi

mereka yang positif belum ada.Bagi mereka yang mendapat kesempatan untuk pemeriksaan

penyaring bersama penyakit lain (genral check up) adanya pemeriksaan penyaring untuk

DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan. Pemeriksaan penyaring

berguna untuk menjaring pasien DM, TGT, dan GDPT, sehingga dapat ditentukan langkah

yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT danGDPT merupakan tahapan sementara

menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok  TGT akan berkembang menjadi

DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya akan tetap normal. Adanya TGT sering berkaitan

dengan insulin. Pada kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi

Page 31: Modul Endokrin

dibanding kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular,

hipertensi, dan dislipidemia. Peran aktif pada pengelola kesehatan sangat diperlukan agar

deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan primer dan sekunder dapat

segera diterapkan. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar

glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes

toleransi glukosaoral (TTGO) standar.

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM

(mg/dl) .

Penatalaksanaan Menjelaskan farmakoterapi diabetes mellitus

1. Golongan Sulfonilurea mekanisme Kerja

Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secret stogues, kerjanya

merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β Langerhans pancreas. Rangsangannya

melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membrane sel-sel β yang

menimbulkan depolarisasi membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. dengan

terbukanya kanal Ca maka ion Ca++ akan masuk sel-sel β, merangsang granula yang berisi

insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida C,

kecuali itu sulfonylurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar. Pada penggunaan jangka

panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia.

Farmakokinetik

Berbagai sulfonylurea mempunyai sifat kinetic berbeda, tetapi absorpsi melalui

saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi

absorpsi. Untuk mencapai kadar optimal di plasma, sulfonylurea dengan masa paruh

pendek akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar

90% - 99% terikat protein plasma terutama albumin, ikatan ini paling kecil untuk

klorpropamid dan paling besar untuk gliburid. Masa paruh dan metabolisme sulfonylurea

Page 32: Modul Endokrin

generasi I sangat bervariasi. Masa paruh asetoheksamin pendek tetapi metabolit aktifnya, 1-

hidroksiheksamid masa paruhnya lebih panjang, sekitar 4-5 jam, sama dengan tolbutamid

dan tolazamid. Sebaiknya sediaaan ini diberikan dengan dosis terbagi. Sekitar 10% dari

metabolitnya diekskresi melalui empedu dan keluar bersama tinja. Klorpropamid dalam

darah terikat albumin, masa paruhnya panjang, 24 - 48 jam, efeknya masih terlihat beberapa

hari setelah obat dihentikan. Metabolismenya di hepar tidak lengkap, 20% diekskresi utuh di

urin. Mula kerja tolbutamid cepat, masa paruhnya sekitar 4-7 jam. Dalam darah sekitar 91-

96% tolbutamid terikat protein plasma, dan di hepar di ubah menjadi karboksitolbutamid.

Ekskresinya melalui ginjal. Tolazamid, absorpsinya lebih lambat dari yang lain efeknya

pada glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh

sekitar 7 jam, di hepar di ubah menjadi p-karboksitolazamid, 4-hidroksimetitolazamid dan

senyawa lain, yang diantaranya memiliki sifat hipoglikemik cukup kuat. Sulfonilurea

generasi II, umumnya potensi hipoglikemiknya hampir 100 kali lebih besardari generasi I.

Meski masa paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung

12-24 jam, sering cukup diberikan 1 kali sehari. Alasan mengapa masa paruh yang pendek

ini, memberikan efek hipoglikemik panjang, belum diketahui.

Glibizid, absorpsinya lengkap, masa paruhnya 3-4 jam. Dalam darah 98% terikat

protein plasma, potensinya 100 kali lebih kuat dari tolbutamid, tetapi efek hipoglikemik

maksimalnya mirip dengan sulfonilurea lain, metabolismenya di hepar, menjadi metabolit

yang tidak aktif, sekitar 10% diekskresi melalui ginjal dalam keadaan utuh. Gliburid

(glibenklamid) potensinya 200 x lebih kuat dari tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam.

Metabolismrnya di hepar, pada pemberian dosis tunggal hanya 25% metabolitnya diekskresi

melalui urun, sisanya melalui empedu. Pada penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan

sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1,5 tahun. Karena semua

Page 33: Modul Endokrin

sulfonilurea di metabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh

diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.

Efek Samping

Insidens efek samping generasi I sekitar 4%, insidensnya lebih rendah lagi untuk

generasi II. Hipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat timbul.reaksi ini lebih sering

terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal, terutama yang

menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang. Efek samping lain,reaksi alergi jarang

sekali terjadi, mual,muntah, diare, gejala hematologi, susunan saraf pusat, mata dan

sebagainya. Gangguan saluran cerna ini dapat berkurang dengan mengurangi dosis,

menelan obat bersama makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala sususnan

saraf pusat berupa vertigo, bingung, atraksia dan sebagainya. Gejala hematologik

Leukopenia dana granulositosis. Efek samping lain gejala hipotiroidisme, ikterus obstruktuf,

yang bersifat sementara dan lebih sering timbul akibat klorpropamid (0,4%). Berkurangnya

toleransi terhadap alkohol juga telah dilaporkan pada pemakaian tolbutamid dan

klorpropamid. Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak

makan cukup atau dengan gangguan fungsi hepar dan / atau ginjal. Kecenderungan

hipoglikemia pada orang tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang dan

asupan makanan yang cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali

pada orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut (akibat tidak ada refleks simpatis)

dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma. Penurunan kecepatan ekskresi kalau

propamid dapat meningkatkan hipoglikemia.

Indikasi

Memilih sulfonilurea yang tepat untuk pasien tertentu sangat penting untuk

suksesnya terapi. Yang menentukan bukanlah umur pasien waktu terapi dimulai, tetapi usia

pasien waktu penyakit DM mulai timbul. Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada

Page 34: Modul Endokrin

pasien yang diabetesnya mulai timbul pada usia diatas 40 tahun. Sebelum menentukan

keharusan penggunaan sulfonilurea, selalu harus dipertimbangkan kemungkinan mengatasi

hiperglikemia dengan hanya mengatur diet serta mengurangi berat badan pasien. Kegagalan

pasien dengan salah satu derivat sulfonilurea, mungkin juga disebabkan oleh perubahan

farmakokinetik obat, misal penghancuran yang terlalu cepat. Obat hasil terapi yang baik

tidak dapat dipertahankan dengan dosis 0.5 g klorpropamid, 0.75 g tolazamid, sebaiknya

dosis jangan ditambah lagi. Selama terapi, pemeriksaan fisik dan laboratorium harus tetap

dilakukan secara teratur. Pada keadaan yang gawat seperti stres, komplikasi, infeksi dan

pembedahan, insulin tetapmerupakan terapi standar.

1. Meglitinidr

Epaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme kerjanya

sama dengan sulfonilurea tetapistruktur kimianya sangat berbeda. Golongan ADO ini

merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel β

pankreas. Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam

waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karena harus diberikan beberapa kali sehari, sebelum

makan. Metabolismeutamanya di hepar dan metabolitnya tidak aktif. Sekitar 10%

dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal harus

diberikan secara berhati-hati. Efek samping utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran

cerna. Reaksi alergi juga pernah dilaporkan.

2. Biguanid

Sebenarnya dikenal 3 golongan ADO dari golongan biguanid : fenformin,

buformin, dan metformin, tetapi yang pertama telah ditarik dari peredaran karena sering

menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin.

Mekanisme Kerja

Page 35: Modul Endokrin

Biguanid tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya

tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa dihepar dan

meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Efek ini terjadi karena

adanya aktivasi kinase di sel (AMP - activated protein kinase). Meski masih

kontroversial, adanya penurunan produksi glukosa hepar, banyak data yang menunjukkan

bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. Preparat ini tidak mempunyai

efek yang berarti pada sekresi glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan, dan somatostatin.

Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada

pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan dengan mekanisme

yang belum jelas pula pada orang nondiabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat

badan dan kadar glukosa darah. Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam

darah tidak terikat proteinplasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa

paruhnya sekitar 2 jam.Dosis awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan

(maintenance dose) 3 x 500 mg, dosis maksimal 2,5 g. Obat diminum pada waktu

makan. Pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonilurea dapat diatasi dengan

metformin, atau dapat pula diberikan sebagaiterapi kombinasi dengan insulin atau

sulfonylurea.

Efek Samping

Hampir 20% pasien dengan metformin mengalami: mual; muntah, diare serta

kecap logam (metalic taste) tetapi dengan menurunkan dosis keluhan-keluhan tersebut

segera hilang. Pada beberapa pasien yang mutlak bergantung insulin eksogen, kadang-

kadang biguanid menimbulkan ketosis yang tidak disertai dengan hiperglikemia

(starvation ketosis). Hal ini harus dibedakan dengan ketosis karena defisiensi insulin.Pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem kardiovaskular, pemberian biguanid dapat

Page 36: Modul Endokrin

menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat

mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.

INDIKASI

Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen, dan digunakan

padaterapi diabetes dewasa.Dari berbagai derivat biguanid, data fenformin yang paling

banyak terkumpul tetapisediaan ini kini dilarang dipasarkan di Indonesia karena bahaya

asidosis laktat yang mungkinditimbulkannya. Di Eropa fenformin digantikan dengan

metformin yang kerjanya serupafenformin tetapi diduga lebih sedikit menyebabkan asidosis

laktat. Dosis metformin ialah 1-3gram sehari dibagi dalam 2 atau 3 kali pemberian.

Kontra Indikasi

Biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien penyakit hepar berat,

penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kongestif dan penyakit paru dengan

hipoksia kronik. Pada pasien yang akan diberi zat kontras intravena atau yang akan di

operasi, pemberian obat ini sebaiknya dihentikan dahulu. Setelah lebih dari 48 jam, biguanid

baru boleh diberikan dengan catatan fungsi ginjal harus tetap normal. Hal ini untuk

mencegah terbentuknya laktat yang berlebihan dan dapat berakhir fatal akibat asidosis laktat.

Insidens asidosis akibat metformin kurang dari 0.1 kasus per 1000 patient-years dan

mortalitasnya lebih rendah lagi.

3. Golongan Tiazolidinedion Mekanisme Kerja

Tiazolidinedion merupakan agonist potent dan selektif PPARγ,

mengaktifkan PPARγ membentuk kompleks PPARγ – RXR dan terbentuklah

GLUT baru. Di jaringan adiposa PPARγ mengurangi keluarnya asam lemak menuju

ke otot, dan karenanya dapat mengurangi resistensi insulin. Pendapat lain, aktivasi hormon

adiposit dan adipokin, yang nampaknya adalah adiponektin. Senyawa ini dapat

meningkatkan sensitivitas insulin melalui peningkatan AMP kinase yang merangsang

Page 37: Modul Endokrin

transport glukosa ke sel dan meningkatkan oksidasi asam lemak. Jadi agar obat dapat

bekerja harus tersedia insulin. Selain itu glitazon juga menurunkan produksi glukosa hepar,

menurunkan asam lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan adipose. Pioglitazon

dan rosiglitazon dapat menurunkan HBA1c (1,0-1,5%) dan berkecenderungan

meningkatkan HDL, sedang efeknya pada trigliserid dan LDL bervariasi. Pada pemberian

oral absorpsi tidak dipengaruhi makanan, berlangsung ± 2 jam.metabolismenya di hepar,

oleh sitokrom P-450 rosiglitazon dimetabolisme oleh isozim 2C8, sedangkan pioglitazon

oleh 2C8 & 3A4 meski demikian, penggunaan rosiglitazon 4 mg 2 x sehari bersama

nifedipin atau kontrasepsi oral (etinil estradiol + noretindron) yang juga dimetabolisme

isozim 3A4 tidak menujukkan efek klinik negatif yang berarti Ekskresinya melalui ginjal,

keduanya dapat diberikan pada insufisiensi renal, tetapi dikontra indikasikan pada gangguan

fungsi hepar (ALT > 2,5 x nilai normal). Meski laporan hepatotoksik baru ada pada

troglitazon, FDA menganjurkan agar pada awal dan setiap 2 bulan sekali selama 12 bulan

pertama penggunaan kedua preparat diatas dianjurkan pemeriksaan tes fungsi hepar.

Penelitian population pharmacokinetic, menunjukkan bahwa usia

tidak mempengaruhi kinetiknya. Glitazon digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak memberi

respons dengan diet & latihanfisik, sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang

tidak memberi respons pada obat hipoglikemik lain (sulfonilurea, metformin) atau insulin.

Dosis awal rosiglitazon 4 mg, bila dalam 3-4 minggu kontrol glisemia belum adekuat, dosis

ditingkatkan 8 mg / hari, sedangkan pioglitazon dosis awal 15 – 30 mg bila kontrol glisemia

belum adekuat, dosis dapat ditingkatkan sampai 45 mg. Efek klinis maksimalnya tercapai

setelah penggunaan 6 - 12 minggu.

Efek Samping

Efek samping antara lain, peningkatan berat badan, edema, menambah volume

plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada

Page 38: Modul Endokrin

penggunaannya bersama insulin. Kecuali penyakit hepar, tidak dianjurkan pada gagal

jantung kelas 3 dan 4 menurut klasifikasi New York Heart Association Hipoglikemia

pada penggunaan mono terapi jarang terjadi.

4. Penghambat Enzim Α – Glikosidase Mekanisme Kerja

Obat golongan ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida (starch), dekstrin,

dan disakarida di intestin. Dengan menghambat kerja enzim α - glikosidase di

brush border intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal

dan pasien DM. Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan

menyebabkan efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi

pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Di klinik sering

digunakan bersama antidiabetik oral lain dan / atau insulin. Obat ini diberikan pada waktu

mulai makan dan absorpsi buruk. Akarbose merupakan oligosakarida yang berasal dari

mikroba, dan miglitol suatu derivat deseksinojirimisin, secara kompetitif juga menghambat

glukoamilase dan sukrase, tetapi efeknya pada α - amilase pankreas lemah. Kedua preparat

dapat menurunkan glukosa plasma postprandial pada DM tipe 1 & 2, dan pada DM tipe 2

dengan hiperglisemia yang hebat dapat menurunkan HbA1 secara bermakna. Pada pasien

DM dengan hiperglisemia ringan sampai sedang, hanya dapat mengatasi hiperglisemia

sekitar 30% - 50% dibandingkan antidiabetik oral lainnya (dinilai denganpemeriksaan

HbA1c).

Efek Samping

Efek samping yang bersifat dose-dependent antara lain: malabsorpsi, flatulen,

diare, dan abdominal bloating. Untuk mengurangi efek samping ini sebaiknya dosis

dititrasi, mulai dosis awal 25 mg pada saat mulai makan untuk selama 4 - 8 minggu sampai

dosis maksimal 75 mg setiap tepat sebelum makan. Dosis yang lebih kecil dapat diberikan

dengan makanan kecil (snack). Akarbose paling efektif bila diberikan bersama makanan

Page 39: Modul Endokrin

yang berserat, mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa.

Bila akarbose diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan

menimbulkan hipoglikemia, pemberian glukosaakan lebih baik daripada pemberian

sukrose, polisakarida atau maltosa.

2. Obat Hiperglikemik Glukagon Mekanisme Kerja

Glukagon menyebabkan glikogenolisis di hepar dengan jalan merangsang

enzimadenilsiklase dalam pembentukan siklik AMP, kemudian siklik AMP ini

mengaktifkan fosforilase, suatu enzim penting untuk glikogenolisis. Efek glukagon ini hanya

terbatas pada hepar saja dan tidak dapat dihambat dengan pemberian adreno reseptor β.

Glukagon juga meningkatkan glukoneogenesis. Efek ini mungkin sekali disebabkan oleh

menyusutnya simpanan glikogen dalam hepar, karena dengan berkurangnya glikogen

dalam hepar proses deaminasi dan transaminasi menjadi lebih aktif. Dengan meningkatnya

proses tersebut maka pembentukan kalori juga makin besar. Ternyata efek kalorigenik

glukagon hanya dapat timbul bila ada tiroksin dan adrenokortikosteroid. Sekresi glukagon

pankreas meninggi dalam keadaan hipoglikemia dan menurun dalam keadaan

hiperglikemia. Sebagian besar glukagon endigen mengalami metabolisme di hati.

Indikasi

Glukagon terutama digunakan pada pengobatan hipoglikemia yang ditimbulkan

olehinsulin. Hormon tersebut dapat diberikan secara IV, IM atau SK dengan dosis 1 mg.

Bila dalam20 menit setelah pemberian glukagon SK pasien koma hipoglikemik tetapi tidak

sadar, makaglukosa IV harus segera diberikan karena mungkin sekali glikogen dalam hepar

telah habis atautelah terjadi kerusakan otak yang menetap.Glukagon HCl tersedia dalam

ampul berisi bubuk 1 dan 10mg.

1. Diazoksid

Page 40: Modul Endokrin

Obat ini memperlihatkan efek hiperglikemia bila diberikan oral dan efek

antihipertensi bila diberikan IV. Sediaan ini meningkatkan kadar glukosa sesuai besarnya

dosis dengan menghambat langsung sekresi insulin mungkin juga dengan menghambat

penggunaan glukosa dan perifer dan merangsang langsung sekresi insulin mungkin juga

dengan menghambat penggunaan glukosa di perifer dan merangsang pembentukan glukosa

dalam hepar. Diazoksiddigunakan pada hiperinsulinisme misalnya pada insulinoma atau

hipoglikemia yang sensitif  terhadap leusin. Diazoksid 90% terikat plasma protein dalam

darah. Masa paruh bentuk oral 24 - 36 jam, tetapi mungkin memanjang pada takar lajak atau

pada apsien dengan kerusakan dengan kerusakan fungsi ginjal. Karena masa paruh yang

panjang, diperlukan pengamatan jangka panjang. Takar lajak dapat menyebabkan

hiperglikemia berat, kadang-kadang disertai ketoasidosis atau koma hiperosmolar tanpa

ketosis. Meskipun diazoksid termasuk golongan tiazid, obat ini meretensi air dan

natrium.Diuretik tiazid meninggikan efek hiperglikemi dan hiperurisemi obat ini. Diazoksid

oral menimbulkan potensiasi efek obat antihipertensi lain, meskipun bila obat ini digunakan

sendiri efeknya tidak kuat. Efek hiperglikemi diazoksid dilawan oleh obat

penghambat adrenoreseptor β. Diazoksid dapat menimbulkan iritasi saluran cerna,

trombositopeni dan netropeni. Diazoksidbersifat teratogenik pada hewan (kelainan

kardiovaskular dan tulang), juga menyebabkan degenerasi sel β pankreas fetus

sehingga obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil. Dosis pada orang

dewasa adalah 3 - 8 mg / kgBB / hari, sedangkan pada anak kecil 8 - 15mg / kgBB / hari.

Obat ini diberikan dalam dosis terbagi 2 - 3 x sehari.

Page 41: Modul Endokrin

2.HIPERTIROIDISME ( PENYAKIT GRAVES )

Definisi

Penyakit Graves merupakan penyebab tersering hipertiroidisme adalah suatu

penyakit autoimun yang biasanya ditandai oleh produksi autoantibodi yang memiliki

kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-

gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran

kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-

kadang dengan dermopati.

Epidemiologi

Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit autoimun, dimana

penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai

predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga

yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita

penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini

ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada

semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40

tahun.

Patogenesis

Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen

yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B

untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan

bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang

pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi

Page 42: Modul Endokrin

didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan

kekambuhan penyakit. Mekanisme otoimunitas merupakan faktor penting dalam

patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit

graves.

Sampai saat ini dikenal ada 3 autoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu

tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping

itu terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran

sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan

kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakitgraves.

Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila

terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan

molekul-molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk

mempresentasikan antigen pada limfosit T.

Faktor genetik berperan penting dalam proses autoimun, antara lain HLA-B8

dan HLA-DR3 pada ras Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras Cina dan HLA-

B17 pada orang kulit hitam. Faktor lingkungan juga ikut berperan dalam patogenesis

penyakit tiroid otoimun seperti penyakit Graves. Virus yang menginfeksi sel-sel tiroid

manusia akan merangsang ekspresi DR4 pada permukaan sel-sel folikel tiroid, diduga

sebagai akibat pengaruh sitokin (terutama interferon alfa). Infeksi basil gram negatif

Yersinia enterocolitica, yang menyebabkan enterocolitis kronis, diduga mempunyai

reaksi silang dengan otoantigen kelenjar tiroid. Antibodi terhadap Yersinia

enterocolitica terbukti dapat bereaksi silang dengan TSH-R antibody pada membran

sel tiroid yang dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves. Asupan yodium

yang tinggi dapat meningkatkan kadar iodinated immunoglobulin yang bersifat lebih

imunogenik sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya penyakit tiroid

Page 43: Modul Endokrin

otoimun. Dosis terapeutik dari lithium yang sering digunakan dalam pengobatan

psikosa manik depresif, dapat pula mempengaruhi fungsi sel limfosit T suppressor

sehingga dapat menimbulkan penyakit tiroid otoimun. Faktor stres juga diduga dapat

mencetuskan episode akut penyakit Graves, namun sampai saat ini belum ada

hipotesis yang memperkuat dugaan tersebut. Terjadinya oftalmopati Graves

melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi sitotoksik lain yang

terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R

pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari

limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga

menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia. Dermopati

Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam jaringan

fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi

glikosaminoglikans

Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan perangsangan

katekolamin, seperti takikardi, tremor, dan keringat banyak. Adanya hiperaktivitas

katekolamin, terutama epinefrin diduga disebabkan karena terjadinya peningkatan

reseptor katekolamin didalam otot jantung.

Gejala dan tanda

Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal

dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa

goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon

tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi

hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah,

Page 44: Modul Endokrin

gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat

badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan

kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi

kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan

pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra

melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti

gerakan mata) dan kegagalan konvergensi.

Gambaran Klinik

Gambaran klinik klasik dari penyakit graves antara lain adalah tri tunggal

hipertitoidisme, goiter difus dan eksoftalmus. Perubahan pada mata (oftalmopati

Graves) , menurut the American Thyroid Association diklasifikasikan sebagai berikut

(dikenal dengan singkatan NOSPECS):

Kelas Uraian

0 Tidak ada gejala dan tanda

1 Hanya ada tanda tanpa gejala (berupa upper lid retraction,stare,lid lag)

2 Perubahan jaringan lunak orbita

3 Proptosis (dapat dideteksi dengan Hertel exphthalmometer)

4 Keterlibatan otot-otot ekstra ocular

5 Perubahan pada kornea (keratitis)

6 Kebutaan (kerusakan nervus opticus)

Kelas 1, terjadinya spasme otot palpebra superior dapat menyertai keadaan

awal tirotoksikosis Graves yang dapat sembuh spontan bila keadaan tirotoksikosisnya

diobati secara adekuat.

Page 45: Modul Endokrin

Pada Kelas 2-6 terjadi proses infiltratif pada otot-otot dan jaringan orbita.

Kelas 2 ditandai dengan keradangan jaringan lunak orbita disertai edema

periorbita, kongesti dan pembengkakan dari konjungtiva (khemosis).

Kelas 3 ditandai dengan adanya proptosis yang dapat dideteksi dengan Hertel

exophthalmometer.

Pada kelas 4 terjadi perubahan otot-otot bola mata berupa proses infiltratif

terutama pada musculus rectus inferior yang akan menyebabkan kesukaran

menggerakkan bola mata keatas. Bila mengenai musculus rectus medialis,

maka akan terjadi kesukaran dalam menggerakkan bola mata kesamping.

Kelas 5 ditandai dengan perubahan pada kornea ( terjadi keratitis).

Kelas 6 ditandai dengan kerusakan nervus opticus, yang akan menyebabkan

kebutaan. Oftalmopati Graves terjadi akibat infiltrasi limfosit pada otot-otot

ekstraokuler disertai dengan reaksi inflamasi akut. Rongga mata dibatasi oleh

tulang-tulang orbita sehingga pembengkakan otot-otot ekstraokuler akan

menyebabkan proptosis (penonjolan) dari bola mata dan gangguan pergerakan

otot-otot bola mata, sehingga dapat terjadi diplopia. Pembesaran otot-otot bola

mata dapat diketahui dengan pemeriksaan CT scanning atau MRI. Bila

pembengkakan otot terjadi dibagian posterior, akan terjadi penekanan nervus

opticus yang akan menimbulkan kebutaan.

Pada penderita yang berusia lebih muda, manifestasi klinis yang umum

ditemukan antara lain palpitasi, nervous, mudah capek, hiperkinesia, diare,

berkeringat banyak, tidak tahan panas dan lebih senang cuaca dingin. Pada wanita

muda gejala utama penyakit graves dapat berupa amenore atau infertilitas.

Page 46: Modul Endokrin

Pada anak-anak, terjadi peningkatan pertumbuhan dan percepatan proses

pematangan tulang. Sedangkan pada penderita usia tua ( > 60 tahun ), manifestasi

klinis yang lebih mencolok terutama adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati,

ditandai dengan adanya palpitasi , dyspnea d’effort, tremor, nervous dan penurunan

berat badan. Pada neonatus, hipertiroidisme merupakan kelainan klinik yang relatif

jarang ditemukan, diperkirakan angka kejadian hanya 1 dari 25.000 kehamilan.

Kebanyakan pasien dilahirkan dari ibu yang menderita penyakit graves aktif tetapi

dapat juga terjadi pada ibu dengan keadaan hipotiroid atau eutiroid karena tiroiditis

autoimun, pengobatan ablasi iodine radioaktif atau karena pembedahan.

Langkah-langkah diagnosis

1. Anamnesis

Menanyakan data pasien : nama, umur, pekerjaan dan alamat

Menanyakan keluhan utama : hal yang menyebabkan pasien datang ke dokter,

hal yang paling menggangu

Menanyakan sudah berapa lama keluhan dirasakan

Menayakan apakah keluhan tersebut timbul secara terus menerus atau hanya

dalam waktu-waktu tertentu

Menayakan keluhan yang menyertai keluhan utama (anamnesis terpimpin)

Menayakan riwayat pengobatan

Menanyakan riwayat penyakit terdahulu pasien

Menanyakan riwayat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama

Melakukan cross check

2. Inspeksi

Mengamati pasien apakah nampak kelainan dari atas kepala sampai kaki

- silky hair

Page 47: Modul Endokrin

- Terdapat gangguan psikosis dan labil

- Terdapat oftalmopati

- Leher membesar

- Rasa lemas, capek

3. Palpasi

- Rambut rontok

- Anemia

- Splenomegali

- Tremor

- Kulit lembab

4. Auskultasi

- Takikardi

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) untuk

menegakkan diagnosis penyakit Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes

supresi tiroksin.

Penanganan

Walaupun mekanisme autoimun merupakan faktor utama yang berperan dalam

patogenesis terjadinya sindrom penyakit Graves, namun penatalaksanaannya terutama

ditujukan untuk mengontrol keadaan hipertiroidisme. Sampai saat ini dikenal ada tiga

jenis pengobatan terhadap hipertiroidisme akibat penyakit Graves, yaitu : Obat anti

tiroid, Pembedahan dan Terapi Yodium Radioaktif. Pilihan pengobatan tergantung

pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya

Page 48: Modul Endokrin

struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit

lain yang menyertainya.

1.Medik

Obat Antitiroid : Golongan Tionamid. Terdapat 2 kelas obat golongan

tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama

propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan

karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang

isinya sama dengan metimazol. Obat-obatan Lain seperti iodida inorganik, preparat

iodinated radiographic contrast, potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun

mempunyai efek menurunkan kadar hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai

regimen standar pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan

pada keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi

iodium radioaktif.

2.Pembedahan

Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma

yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan

pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Disamping itu , selama 2 minggu pre

operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang

dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi.

Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat mengenai seberapa banyak jaringan

tiroid yangn harus diangkat. Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali

pada pasein dengan oftalmopati Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu

banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan , dikhawatirkan akan terjadi relaps.

Kebanyakan ahli bedah menyisakan 2-3 gram jaringan tiroid. Walaupun demikan

Page 49: Modul Endokrin

kebanyakan penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah mengalami

tiroidektomi pada penyakit Graves.

3.Terapi Yodium Radioaktif

Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang

kambuh. Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena massa

yodium dalam dosis I131 yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram.

Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 – 12 minggu, dan bila perlu terapi dapat

diulang. Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obat-obat

penyekat beta dan / atau OAT. Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif

terutama dipengaruhi oleh besarnya dosis I131 dan beberapa faktor lain seperti faktor

imun, jenis kelamin, ras dan asupan yodium dalam makanan sehari-hari.

Prognosis

1. Relaps mungkin terjadi setelah penghentian obat.

2. Hipotiroidisme mungkin merupakan konsekuensi pada banyak penderita

hipertiroidisme.

3. Pembedahan dan yodium radioaktif mungkin yang terutama menyebabkan

hipotiroidisme.

Page 50: Modul Endokrin

3. PENYAKIT ADDISON

Pertama kali dideskripsikan secara klinik oleh Thomas Addison, merupakan

insufisiensi adenokortikal primer.

Patofisiologi penyakit addison

Penyakit addison (Addison’s disease) merupakan insufisiensi adenokortikal

disebabkan destruksi atau disfungsi dari seluruh korteks adrenal. Hal ini berpengaruh

terhadap fungsi glukokortikoid dan mineralokortikoid. Onset penyakit ini biasanya terjadi

ketika 90% atau lebih dari kedua korteks adrenal mengalami disfungsi atau rusak.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, penyakit addison terjdai pada 40-60 kasus per satu juta

penduduk.

Secara global, penyakit addison jarang terjadi. Bahkan hanya negara-negara tertentu yang

memiliki data prevalensi dari penyakit ini. Prevalensi di Inggris Raya adalah 39 kasus per

satu juta populasi dan di Denmark mencapai 60 kasus per satu juta populasi.

Mortalitas/morbiditas terkait dengan penyakit addison biasanya karena kegagalan atau

keterlambatan dalam penegakkan diagnosis atau kegagalan untuk melakukan terapi pengganti

glukokortikoid dan mineralokortikoid yang adekuat.

Jika tidak tertangani dengan cepat, krisis addison akut dapat mengakibatkan kematian.

Ini mungkin terprovokasi baik secara de novo, seperti oleh perdarahan kelenjar adrenal,

maupun keadaan yang menjadi penyerta pada insufisiensi adenokortikal kronis atau yang

tidak terobati secara adekuat.

Dengan onset lambat penyakit addison kronik, kadar yang rendah signifikan, non

spesifik, tapi melemahkan, maka gejala dapat terjadi.

Bahkan setelah diagnosis dan terapi, risiko kematian lebih dari 2 kali lipat lebih tinggi

dengan penyakit addison. Penyakit kardiovaskuler, keganasan dan penyakit infeksi

bertanggung jawab atas tingginya angka kematian.Penyakit addison predileksinya tidak

berkaitan dengan ras tertentu. Sedangkan penyakit addison idiopatik autoimun cenderung

lebih sering pada wanita dan anak-anak.

Page 51: Modul Endokrin

Usia paling sering pada penderita addison disease adalah orang dewasa antara 30-50

tahun. Tapi, penyakit ini tidak dapat timbula lebih awal pada pasien dengan sindroma

polyglanduler autoimun, congenital adrenal hyperplasia (CAH), atau jika onset karena

kelainan metabolisme rantai panjang asam lemak.

Gejala penyakit addison

Keluhan pasien biasanya sesuai dengan gambaran keadaan kekurangan glukokortikoid

dan mineralokortikoid. Gejala sering bervariasi tergantung durasi penyakit.

Pasien dapat datang dengan gejala klinik penyakit addison kronik atau krisis addison akut

yang dipercepat dengan faktor stress seperti infeksi, trauma, pembedahan, muntah, diare atau

ketidakpatuhan terhadap terapi pengganti steroid.

Gejala klinik penyakit addison kronik

1. Onset keluhan biasanya samar dan tidak khas

2. Hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa sering mendahului seluruh gejala lain

selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.

3. Penemuan kulit yang lain seperti vitiligo, di mana paling sering tampak berkaitan

dengan keadaan hiperpigmentasi addison disease idiopatik autoimun. Hal ini karena

terjadi destruksi autoimun terhadap melanosit.

4. Hampir seluruh pasien mengeluhkan kelemahan progresif, lelah, nafsu makan kurang,

dan kehilangan berat badan.

5. Gejala gastrointestinal prominent dapat berupa pening, mual muntah, dan kadang-

kadang diare. Steatorrhea yang responsif terhadap glukokortikoid telah dilaporkan.

6. Pusing dengan ortostatis karena hipotensi adakalanya dapat memicu sinkop. Hal ini

karena efek kombinasi deplesi volume, kehilangan efek mineralokortikoid aldosteron,

dan kehilangan efek permisif (membolehkan) kortisol dalam meningkatkan efek

vasopresor katekolamin.

7. Mialgia dan paralisis flasid otot dapat terjadi karena hiperkalemia.

8. Pasien dapat memiliki riwayat menggunakan obat yang diketahui untuk

mempengaruhi fungsi adrenokortikal atau untuk meningkatkan metabolisme kortisol.

9. Gejala lain yang dilaporkan meliputi nyeri otot dan sendi, kemampuan indra pembau ,

mengecap, dan mendengar meningkat; dan merasa kurang garam (menjadi lebih suka

garam).

Page 52: Modul Endokrin

10. Pasien dengan diabetes yang sebelumnya terkontrol dengan baik, tiba-tiba mengalami

penurunan yang tajam dalam kebutuhan insulin dan mengalami hipoglikemi karena

peningkatan sensitivitas terhadap insulin.

11. Impoten dan penurunan libido dapat terjadi pada pasien laki-laki, terutama pada

mereka dengan fungsi testis terganggu atau berada pada batas minimal.

12. Pasien perempuan yang dapat memiliki riwayat amenore karena efek kombinasi dari

kehilangan berat badan dan sakit kronik atau kegagalan ovarium prematur autoimun

sekunder. Hiperprolaktinemia yang responsif terhadap steroid dapat berperan terhadap

penurunan fungsi gonad dan amenore tersebut.   

Gejala klinik penyakit addison akut

1. Pasien pada krisis adrenal akut sering mengalami mual, muntah dan kolaps pembuluh

darah. Mereka dapat menjadi syok dan tampak sianotik dan kebingungan.

2. Gejala abdominal dapat menyerupai gejala akut abdomen.

3. Pasien dapat mengalami hiperpireksia, dengan temperatur dapat mencapai 105o F atau

lebih, dan mungkin pingsan.

4. Pada perdarahan adrenal akut, pasien, biasanya pada pengaturan perawatan akut,

memburuk dengan tiba-tiba pingsan, nyeri abdomen atau pinggang, dan muntah

dengan atau tanpa hiperpireksia. 

Mendiagnosis Penyakit Addison

Pada tingkatan-tingkatan awalnya, ketidakcukupan adrenal dapat menjadi sulit untuk

didiagnose. Peninjauan ulang sejarah medis pasien berdasarkan pada gejala-gejala, terutama

penggelapan kulit, akan menjurus seorang dokter pada kecurigaan penyakit Addison.

Diagnosis dari penyakit Addison dibuat oleh tes-tes laboratorium. Tujuan dari tes-tes

ini adalah pertama-tama menentukan apakah tingkatan-tingkatan cortisol adalah tidak cukup

dan kemudian menegakkan penyebabnya. Pemeriksaan-pemeriksaan x-ray dari kelenjar-

kelenjar adrenal dan pituitary juga bermanfaat dalam membantu untuk menegakkan

penyebabnya.

Page 53: Modul Endokrin

Tes Stimulasi ACTH

Ini adalah tes yang paling spesifik untuk mendiagnose penyakit Addison. Pada tes ini,

cortisol darah, cortisol urin, atau kedua-duanya diukur sebelum dan setelah bentuk sintetik

dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendek atau cepat,

pengukuran cortisol dalam darah diulang 30 sampai 60 menit setelah suntikan ACTH secara

intravena. Respon normal setelah suntikan ACTH adalah kenaikan tingkat-tingkat cortisol

dalam darah dan urin. Pasien-pasien dengan kedua bentuk dari ketidakcukupan adrenal

merespon secara buruk atau tidak merespon sama sekali.

Tes Stimulasi CRH

Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, tes stimulasi CRH "panjang"

diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidakcukupan adrenal. Pada tes ini, CRH

sintetik disuntikan secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60, 90, dan 120

menit setelah suntikan. Pasien-pasien dengan ketidakcukupan adrenal primer mempunyai

ACTH-ACTH yang tinggi namun tidak memproduksi cortisol. Pasien-pasien dengan

ketidakcukupan adrenal sekunder mempunyai respon-respon kekurangan cortisol namun

tidak hadir atau penundaan respon-respon ACTH. Ketidakhadiran respon-respon ACTH

menunjuk pada pituitary sebagai penyebabnya; penundaan respon ACTH menunjuk pada

hypothalamus sebagai penyebabnya.

Pada pasien-pasien yang dicurigai mempunyai krisis addisonian, dokter harus memulai

perawatan segera dengan suntikan-suntikan dari garam, cairan-cairan, dan hormon-hormon

glucocorticoid. Meskipun diagnosis yang dapat dipercaya adalah tidak mungkin ketika pasien

sedang dirawat untuk krisis, pengukuran-pengukuran cortisol dan ACTH darah selama krisis

dan sebelum glukokortikoid-glukokortikoid (glucocorticoids) diberikan adalah cukup untuk

membuat diagnosis. Sekali krisis terkontrol dan obat-obat telah dihentikan, dokter akan

menunda pengujian yang lebih jauh untuk sampai satu bulan untuk memperoleh diagnosis

yang akurat.

Tes-Tes lain

Sekali diagnosis dari ketidakcukupan adrenal primer telah dibuat, pemeriksaan-

pemeriksaan x-ray perut mungkin diambil untuk melihat apakah adrenal-adrenal mempunyai

Page 54: Modul Endokrin

tanda-tanda apa saja dari endapan-endapan kalsium. Endapan-endapan kalsium mungkin

mengindikasikan TB. Tes kulit tuberculin juga mungkin digunakan.

Jika ketidakcukupan adrenal sekunder adalah penyebabnya, dokter-dokter mungkin

menggunakan alat-alat imaging (pencitraan) yang berbeda untuk mengungkap ukuran dan

bentuk dari kelenjar pituitary. Yang paling umum adalah CT scan, yang memproduksi

rentetan dari gambar-gambar x-ray yang memberikan gambar (image) potongan melintang

dari bagian tubuh. Fungsi dari pituitary dan kemampuannya untuk memproduksi hormon-

hormon lain juga diuji.

Merawat Penyakit Addison

Perawatan penyakit Addison melibatkan penggantian, atau substitusi, hormon-hormon

yang sedang tidak dibuat kelenjar-kelenjar adrenal. Cortisol digantikan secara oral dengan

tablet-tablet hydrocortisone, glukokortikoid sintetik, yang dikonsumsi sekali atau duakali

sehari. Jika aldosteron juga tak mencukupi, ia digantikan dengan dosis-dosis oral dari

mineralocorticoid yang disebut fludrocortisone acetate (Florinef), yang dikonsumsi sekali

sehari. Pasien-pasien yang menerima terapi penggantian aldosteron biasanya dinasehati oleh

seorang dokter untuk meningkatkan pemasukkan garam mereka. Karena pasien-pasien

dengan ketidakcukupan adrenal sekunder secara normal mempertahankan produksi

aldosteron, mereka tidak memerlukan terapi penggantian aldosteron. Dosis-dosis dari setiap

obat-obat ini disesuaikan untuk memenuhi keperluan-keperluan dari pasien-pasien

perorangan.

Selama krisis addisonian, tekanan darah rendah, glukosa darah yang rendah, dan

tingkatan-tingkatan potassium yang tinggi dapat mengancam nyawa. Terapi standar

melibatkan suntikan-suntikan intravena dari hydrocortisone, saline (air garam), dan dextrose

(gula). Perawatan ini umumnya membawa perbaikan yang cepat. Ketika pasien-pasien dapat

mengkonsumsi cairan-cairan dan obat-obatan secara oral (mulut), jumlah hydrocortisone

dikurangi hingga dosis pemeliharaan tercapai. Jika aldosterone tak mencukupi, terapi

pemeliharaan juga memasukkan dosis-dosis oral dari fludrocortisone acetate.

Page 55: Modul Endokrin

DAFTAR PUSTAKA

Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31 : 1045

John. E. Hall. Guyton & Hall. Buku Saku Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta: 2010.

Hal: 933

Setiyohadi, Bambang, dkk. 2006. Buku Ajar IlmuPenyakitDalamJilid III Edisi IV. Jakarta;

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI.

Robbins, Stanley L, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 2. Jakart; EGC

John. E. Hall. Guyton & Hall. Buku Saku Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta: 2010.

Hal: 134-138, 226-227

Ilmu Penyakit Dalam. Hal: 1865-1868

John. E. Hall. Guyton & Hall. Buku Saku Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta: 2010.

Hal: 565-606

Price, Sylvia Anderson and Lorraine McCarty Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.