Top Banner
Modul 9 PRILAKU ORGANISASI LINTAS BUDAYA Uraian-uraian pada modul sebelumnya, meski tidak dinyatakan secara eksplisit, berasumsi bahwa semua teori dan konsep tentang prilaku manusia didalam organisasi bisa diterapkan secara universal. Asumsi ini tentunya perlu direvisi jika kita menyadari dan mengakui bahwa setiap masyarakat memiliki budaya yang khas yang berlaku hanya untuk masyarakat tersebut. Oleh karena itu sesungguhnya tidak bisa dihindari adanya perbedaan prilaku manusia pada masyarakat yang berbeda budaya. Atau dengan kata lain, anggapan bahwa prilaku manusia dan prilaku organisasi bersifat universal sesungguhnya tidak tepat. Situasi ini misalnya tercermin dari banyaknya perusahaan multinasional (MNC) yang gagal menerapkan konsep dan praktik manajemen yang sebelumnya berhasil mereka terapkan di negara asal (peruahaan induk) tetapi gagal dipraktikkan di anak perusahaan yang berlokasi di negara berbeda. Penelusuran lebih jauh menunjukkan bahwa kegagalan ini bukan karena konsep manajemennya keliru tetapi lebih disebabkan karena pola manajemen yang telah diterapkan di perusahaan induk tidak bisa sepenuhnya diterapkan di negara lain (perusahaan anak). Artinya, praktik manajemen di satu negara ternyata tidak selalu kompatibel dengan praktik manajemen di negara lain meski kegiatan bisnis dan pengelolanya sama. Inkompatibilitas ini terjadi utamanya karena adanya perbedaan cara pandang, pola pikir dan budaya masyarakat pada masing-masing negara yang ujung-ujungnya mempengaruhi prilaku manusia dan gaya manajemen. Menyadari akan banyaknya perusahaan multinasional yang gagal menjalankan bisnisnya di negara lain, para teoritisi organisasi dan manajemen lantas melakukan kajian yang kesimpulannya adalah teori organisasi dan atau manajemen yang dikembangkan di satu negara belum tentu bisa diaplikasikan di negara lain karena pengembangan teori tersebut lebih banyak didasarkan pada pengalaman empirik di negara-negara tertentu. Artinya teori tersebut sesungguhnya lebih tepat diterapkan di negara-negara dimana teori 661
75

Modul 9 final

May 16, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Modul 9 final

Modul 9PRILAKU ORGANISASI LINTAS BUDAYA

Uraian-uraian pada modul sebelumnya, meski tidak dinyatakan secara eksplisit,

berasumsi bahwa semua teori dan konsep tentang prilaku manusia didalam organisasi

bisa diterapkan secara universal. Asumsi ini tentunya perlu direvisi jika kita menyadari

dan mengakui bahwa setiap masyarakat memiliki budaya yang khas yang berlaku hanya

untuk masyarakat tersebut. Oleh karena itu sesungguhnya tidak bisa dihindari adanya

perbedaan prilaku manusia pada masyarakat yang berbeda budaya. Atau dengan kata lain,

anggapan bahwa prilaku manusia dan prilaku organisasi bersifat universal sesungguhnya

tidak tepat. Situasi ini misalnya tercermin dari banyaknya perusahaan multinasional

(MNC) yang gagal menerapkan konsep dan praktik manajemen yang sebelumnya

berhasil mereka terapkan di negara asal (peruahaan induk) tetapi gagal dipraktikkan di

anak perusahaan yang berlokasi di negara berbeda. Penelusuran lebih jauh menunjukkan

bahwa kegagalan ini bukan karena konsep manajemennya keliru tetapi lebih disebabkan

karena pola manajemen yang telah diterapkan di perusahaan induk tidak bisa sepenuhnya

diterapkan di negara lain (perusahaan anak). Artinya, praktik manajemen di satu negara

ternyata tidak selalu kompatibel dengan praktik manajemen di negara lain meski kegiatan

bisnis dan pengelolanya sama. Inkompatibilitas ini terjadi utamanya karena adanya

perbedaan cara pandang, pola pikir dan budaya masyarakat pada masing-masing negara

yang ujung-ujungnya mempengaruhi prilaku manusia dan gaya manajemen.

Menyadari akan banyaknya perusahaan multinasional yang gagal menjalankan

bisnisnya di negara lain, para teoritisi organisasi dan manajemen lantas melakukan kajian

yang kesimpulannya adalah teori organisasi dan atau manajemen yang dikembangkan di

satu negara belum tentu bisa diaplikasikan di negara lain karena pengembangan teori

tersebut lebih banyak didasarkan pada pengalaman empirik di negara-negara tertentu.

Artinya teori tersebut sesungguhnya lebih tepat diterapkan di negara-negara dimana teori

661

Page 2: Modul 9 final

tersebut dikembangkan. Kesimpulan ini misalnya didukung oleh Erez and Early1 yang

mengatakan bahwa 1255 dari 1699 artikel yang dimuat 13 jurnal ilmiah berbahasa Inggris

yang terbit antara tahun 1982 – 1989 ditulis oleh orang Amerika. Sementara itu Hofstede

mengatakan bahwa hampir 75% studi prilaku organisasi dilakukan di Amerika, oleh

orang Amerika dengan sample juga orang Amerika.2 Oleh karena itu dalam kaitannya

dengan konsep motivasi, kepemimpinan dan organisasi, Hosftede mengajukan pertanyaan

“Do American theory apply abroad?” Pertanyaan ini muncul karena dalam pandangan

Hofstede teori-teori tersebut sesungguhnya lebih cocok diterapkan di Amerika dan atau

negara-negara lain yang memiliki karakteristik (latar belakang budaya) yang sama

dengan Amerika dan boleh jadi tidak cocok untuk diterapkan di negara-negara lain yang

mempunyai karakteristik berbeda. Dengan demikian budaya merupakan variabel kunci

yang menjadikan praktik manajemen di masing-masing negara berbeda.

Sekedar untuk memberikan ilustrasi yang menggambarkan adanya perbedaan

budaya lintas negara misalnya dalam hal penggunaan nama keluarga. Bagi masyarakat

Barat nama keluarga selalu diletakkan di belakang setelah namanya sendiri tetapi bagi

masyarakat Jepang mungkin karena keluarga dianggap datang lebih dahulu sebelum

dirinya maka nama keluarga diletakkan didepan sebelum namanya dicantumkan.

Demikian juga ketika kita memberi alamat misalnya kepada sopir taksi di Tokyo atau

Beijing, pertama yang disebut adalah nama kota atau distriknya, diikuti oleh nama jalan,

nama gedung yang dituju dan terakhir nomer apartemen atau alamat yang dikehendaki. 3

Contoh-contoh ini sekali lagi memberi gambaran tentang perbedaan cara pandang dan

pola pikir sekelompok masyarakat yang tinggal di satu negara dengan negara lain. Pada

gilirannya perbedaan tersebut akan mempengaruhi perbedaan prilaku dalam melakukan

aktifitas sehari-hari termasuk misalnya dalam mengelola organisasi4.

Dari penjelasan diatas, modul terakhir – modul 9 berupaya membahas beberapa

aspek prilaku organisasi lintas negara atau sering disebut juga sebagai prilaku organisasi

lintas budaya atau prilaku organisasi internasional. Disebut prilaku organisasi lintas

budaya karena dalam banyak hal perbedaan praktik prilaku organisasi disebabkan karena

662

Page 3: Modul 9 final

perbedaan budaya khususnya budaya masyarakat. Oleh karena itu pada modul 9 akan

dibahas pengaruh budaya terhadap prilaku organisasi sebagai kegiatan belajar (KB) 1 dan

KB 2 membahas beberapa topik khusus seperti tim kerja lintas negara. Dengan selesainya

modul sembilan dengan demikian mahasiswa diharapkan bisa mempertimbangkan aspek

budaya sebagai salah satu varibel moderasi ketika hendak mempraktikkan teori dan

konsep prilaku organisasi

663

Page 4: Modul 9 final

Kegiatan Belajar 1PENGARUH BUDAYA MASYARAKAT

TERHADAP PRAKTIK PRILAKU ORGANISASI

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, sejak awal tahun 1970an pelaku bisnis

lintas negara atau yang biasa dikenal sebagai perusahaan multinasional (MNC) tidak lagi

sekedar mengeksport produknya, tidak pula sekedar memiliki saham perusahaan di luar

negeri melalui Joint Venture atau aliansi strategis tetapi juga melakukan investasi

langsung (direct foreign invetment) ke negara lain. Yang dimaksud dengan investasi

langsung adalah mendirikan perusahaan di negara lain (biasa disebut anak perusahaan)

oleh sebuah perusahaan yang berlokasi di negara berbeda (biasa disebut sebagai

perusahaan induk). Secara manajerial, konsekuensi logisnya adalah perusahaan induk

(parent company) memiliki otoritas untuk mengelola seluruh sumberdaya yang

ditanamkannya (istilah umumnya adalah perusahaan induk melakukan active

management), termasuk didalamnya menetapkan strategi bisnis, menyusun perencanaan,

pengendalian, pengambilan keputusan manajerial dan semua pengelolaan sehari-hari

kegiatan perusahaan5.

Meski investasi langsung bertujuan agar pengelolaan sumber daya lebih efisien

dan dengan demikian memperoleh laba lebih baik, sayangnya tidak semua perusahaan

multinasional berhasil seperti harapan semula karena dalam praktik ternyata banyak

perusahaan multinasional yang gagal. Penyebab kegagalan perusahaan multinasional

mengoperasikan anak perusahaan di luar negeri salah satunya berkaitan dengan persoalan

manajemen dan prilaku manusia didalam organisasi. Pada umumnya perusahaan induk

disamping menempatkan orang-orangnya di perusahaan anak juga membawa serta pola

manajemen perusahaan induk. Asumsi yang biasa digunakan untuk membenarkan praktik

tersebut adalah orang-orang mereka telah berpengalaman dan pola manajemennya telah

berhasil diterapkan dengan baik di perusahaan induk. Sayangnya tidak semua asumsi

664

Page 5: Modul 9 final

tersebut benar terutama karena adanya perbedaan budaya yang menyebabkan perbedaan

prikau manusia pada masing-masing negara. Oleh sebab itu pertimbangan budaya baik

budaya masyarakat atau budaya nasional harus menjadi prioritas manakala sebuah

peruusahaan beroperasi secara global. KB 1 mencoba membahas pengaruh perbedaan

budaya masyarakat terhadap prilaku organisasi dan prilaku kerja sebagai langkah awal

untuk memahami praktik-praktik prilaku organisasi lintas budaya. Dengan selesainya KB

1 mahasiswa diharapkan memahami landasan filosofis mengapa konsep-konsep prilaku

organisasi tidak bisa diterapkan secara universal.

Manajemen dan organisasi lintas budayaDewasa ini batas negara sepertinya hanya menjadi batas wilayah sebuah negara tetapi

tidak lagi menjadi batas wilayah perekonomian sebuah negara. Para pelaku bisnis, entah

darimana asalnya, bisa dengan mudah keluar masuk sebuah negara untuk melakukan

kegiatan bisnis.dan mendulang keuntungan dari negara berbeda. Bukan hanya itu, mereka

bahkan secara simultan melakukan bisnis di beberapa negara berbeda dan dari sana pula

keuntungan lebih banyak diperoleh ketimbang keuntungan dari pasar domestik seperti

yang dialami Coca cola dan Pepsicola. Akibatnya kebutuhan akan global manager yang

memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang-orang dari negara berbeda

dengan budaya berbeda sangat dibutuhkan. Selain itu, praktik manajemen yang selama

ini menjadi andalan ketika perusahaan masih beroperasi pada lingkup domestik sudah

seharusnya berganti menjadi manajemen lintas budaya karena isu-isu yang dihadapi para

manajer jauh lebih kompleks – bukan hanya apek manajerial tetapi juga aspek kultural.

Dengan menerapkan manajemen lintas budaya yang dipimpin oleh manajer global berarti

perhatian para manajer bukan hanya tertuju pada isu-isu manajemen lokal tetapi juga

pada prilaku manusia lintas negara dan lintas budaya. Para manajer juga dituntut untuk

bisa membandingkan dan mengadaptasi prilaku organisasi lintas negara dan budaya, dan

yang lebih penting lagi para manajer harus memahami dan meningkatkan kemampuan

berinteraksi dengan teman kerja, manajer, eksekutif, klien, supplier, dan partner seantero

665

Page 6: Modul 9 final

dunia. Walhasil, lingkup perhatian manajemen lintas budaya jauh lebih luas dan komplek

yang meliputi segala macam isu dalam skala internasional dan multikultural yang begitu

dinamis.

Uraian diatas secara tidak langsung menegaskan adanya perbedaan antara

organisasi berskala domestik dengan organisasi berskala global. Perbedaan ini ditentukan

oleh dua faktor utama yaitu: penyebaran wilayah geografis dan aspek multikutural.

Sebuah organisasi disebut sebagai organisasi global jika wilayah operasinya meliputi

berbagai negara secara bersamaan. Akibat luasnya jangkauan operasi ini, organisasi

global selalu dihadapkan pada masalah fluktuasi nilai tukar mata uang, biaya transportasi

dan komunikasi yang begitu besar, perbedaan aturan keuangan dan perpajakan, dan

perbedaan-perbedaan lain yang sangat kompleks yang dsebabkan karena jarak dan batas

negara.

Sementara itu, tidak kalah penting dari penyebaran wilayah geografis adalah

persoalan multikultur yang dihadapi organisasi global. Persoalan ini muncul karena para

karyawan dari berbagai latar belakang budaya yang berasal dari negara berbeda

berinteraksi setiap hari secara reguler. Konsekuensi logisnya adalah manajer yang

ditempatkan pada organisasi global, jika ingin berhasil, harus memiliki glabal mindset

sebagai landasan berpikir. Cara pikir ini menuntut para manajer untuk selalu berpikir

diluar batas negara dan menempatkan organisasi yang dipimpinnya sebagai entitas yang

berada ditengah-tengah kompleksitas multikultur yang kadang-kadang bertabrakan antara

satu budaya dengan budaya lain. Itulah sebabnya seorang manajer global juga dituntut

untuk secara kognitif membuat trade-off dan keputusan yang tepat diantara berbagai

kepentingan yang saling berlawanan.

Mengapa budaya berbeda? Pengertian budaya pertama kali dikemukakan oleh Edward Tylor. Tylor menyatakan

bahwa budaya adalah hasil karya manusia dalam kedudukannya sebagai anggota

666

Page 7: Modul 9 final

masyarakat. Pengertian budaya seperti yang dikemukakan Edward B. Tylor adalah

sebagai berikut6:

"Culture or civilization is that complex whole which includes knowledges, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society"

(Kultur atau peradaban adalah kompleksitas menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan dan berbagai kapabilitas lainnya serta kebiasaan apa saja yang diperoleh seorang manusia sebagai bagian dari sebuah masyarakat)

atau seperti yang dikemukakan Bronislaw Malinowski7 berikut ini:

.....It (culture) obviously is the integral whole consisting of implements and consumers' goods, the constitutional charters for various social groupings, of human ideas and crafts, beliefs and customs

(kultur adalah keseluruhan kehidupan manusia yang integral yang terdiri dari berbagai peralatan dan barang-barang konsumen, berbagai peraturan untuk kehidupan masyarakat, ide-ide dan hasil karya manusia, keyakinan dan kebiasaan manusia).

Pengertian budaya yang semula bersifat generik seperti disebutkan diatas,

selanjutnya mulai bergeser sejalan dengan terjadinya evolusi kehidupan manusia yang

terus mengalami perkembangan. Dalam hal ini budaya tidak lagi dikaitkan semata-mata

dengan aspek kehidupan manusia secara umum tetapi mulai dikaitkan dengan manusia

sesuai dengan orientasi masing-masing kelompok. Pergeseran orientasi ini dapat dilihat

dari pengertian budaya seperti yang diberikan oleh Melville Herskovits8 sebagai berikut:

“……. is a construct describing the total body of belief, behavior, knowledge, sanctions, values, goals that make up the way of life of a people”

(budaya adalah sebuah kerangka pikir (construct) yang menjelaskan tentang keyakinan, prilaku, pengetahuan, kesepakatan-kesepakatan, nilai-nilai, tujuan yang kesemuanya itu membentuk pandangan hidup (way of life) sekelompok orang)

667

Page 8: Modul 9 final

Pengertian budaya dalam disiplin antropologi seperti tersebut diatas menegaskan

bahwa budaya adalah fenomena dan milik kelompok. Skala sebuah kelompok bisa jadi

kecil seperti keluarga atau organisasi, atau berskala besar seperti negara dan masyarakat.

Tidak seperti modul 8 yang menjelaskan budaya dalam konteks organisasi, KB 1 ini

mendefinisikan budaya dalam konteks yang lebih luas yaitu negara atau masyarakat.

Asusmsi ini memberi arti, sesuai dengan definisi diatas, bahwa setiap masyarakat atau

negara memiliki oorientasi budaya berbeda. Seperti dikatakan oleh Nancy Adler9

orientasi kultural sebuah masyarakat merefleksikan interaksi yang sangat kompleks

antara nilai-nilai, sikap dan prilaku yang ditunjukkan oleh para anggota masyarakat.

Seperti tampak pada gambar 9.1, individu-individu anggota masyarakat mengekspresikan

budaya melalui nilai-nilai yang mereka yakini tentang kehidupan dan dunia di sekitarnya.

Selanjutnya nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi cara mereka bersikap dan bentuk

prilaku yang dianggap tepat dan efektif pada situasi tertentu. Demikian sebaliknya

perubahan pola prilaku individu dan kelompok pada akhirnya akan mempengaruhi pula

budaya masyarakat. Proses ini akan terus bergulir tanpa henti meski prosesnya itu sendiri

kadang-kadang begitu lambat.

budaya

Nilai-nilaisikap

prilaku

668

Page 9: Modul 9 final

Gambar 9.1 : Pengaruh budaya terhadap prilaku dan prilaku terhadap budaya

Untuk memperoleh gambaran lebih jauh tentang landasan filosofis mengapa

budaya setiap masyarakat berbeda, ada baiknya kita merujuk pada tulisan Kluckhohn and

Strodtbeck. Kluckhohn and Strodtbeck dalam bukunya Variation in value orientation10,

mengatakan:

“value orientations are complex but definitely patterned ( rank ordered) principles, resulting from the transactional interplay of three analytically distinguishable elements of the evaluative process – the cognitive, the affective, and the directive elements – which give order and direction to the ever-flowing stream of human acts and thoughts as these relate to the solution of common human problems”

“orientasi nilai adalah sesuatu yang kompleks yang secara definitif merupakan prinsip-prinsip yang terpola (berurutan) hasil dari saling peran antara tiga elemen proses evaluatif yang berbeda – elemen kognitif, afektif dan direktif, dimana ketiga elemen yang saling berinteraksi tersebut menjadikan cara bertindak dan cara berpikir seseorang dalam mengatasi masalah-masalah umum yang dihadapinya cenderung berurutan dan terarah”

Tercakup dari pemahaman tentang orientasi nilai seperti tersebut diatas, bisa

dikatakan bahwa masalah umum yang dihadapi seseorang atau sekelompok orang

sesungguhnya sangat komplek. Meski demikian masalah yang komplek tersebut bisa

ditata dan dibuat urutan sesuai dengan tingkat urgensinya. Itulah sebabnya masalah yang

tadinya begitu komplek akhirnya terkesan menjadi sangat terbatas. Kluckhohn and

Strodtbeck mengidentifikasi lima masalah umum yang dianggap mendesak yakni:

1. masalah yang berkaitan dengan karakter atau sifat dasar manusia

2. masalah yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan alam

3. masalah yang berkaitan dengan orientasi manusia terhadap ruang dan waktu

4. masalah yang berkaitan dengan orientasi manusia dalam menjalankan aktivitas

hidupnya

669

Page 10: Modul 9 final

ISSUE VARIATIONSRELATION TO

NATURESubjugation to

natureHarmony

toNature

Mastery over

NaturePast Present

FutureBASIC HUMAN

NATURE Evil Neutral

Good

ACTIVITY Being Controlling

Doing

RELATIONSHIPS Hierarchical

Group

Individualistic

SPACE Private

Mixed Public

TIME ORIENTATION

5. masalah yang berkaitan dengan orientasi manusia dalam hubungannya dengan

manusia lain

Kluckhohn and Strodtbeck lebih lanjut mengatakan, karena masalah yang

dihadapi manusia sangat terbatas maka cara penyelesaiannya juga sama terbatasnya. Cara

penyelesaian tersebut sangat bergantung pada nilai-nilai yang dominan serta variasi dari

nilai-nilai tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di bagian baratdaya Amerika

Serikat, Kluckhohn and Strodtbeck menyimpulkan bahwa orientasi nilai seseorang atau

sekelompok orang bisa dibedakan menjadi 6 (enam) kategori dan masing-masing kategori

memiliki 3 macam variasi seperti tampak pada tabel 9.1.

Tabel 9.1Orientasi Nilai dan Variasinya

sumber : Kluckhohn and Strodtbeck

Seperti tampak pada tabel 9.1, isu-isu penting yang dihadapi seseorang atau

sekelompok orang bisa dibedakan menjadi 5 (lima) macam isu pokok atau 6 (enam) isu

670

Page 11: Modul 9 final

jika isu yang berkaitan dengan ruang (space) dan waktu (time) dipisahkan. Setiap isu bisa

diselesaikan sesuai dengan nilai-nilai dominan yang diyakini kebenarannya oleh

seseorang atau sekelompok orang yang terdiri dari 3 (tiga) macam variasi nilai. Hal ini

bisa diartikan bahwa setiap isu hanya ada tiga kemungkinan cara penyelesaian. Dalam

kaitannya dengan hubungan manusia dengan alam misalnya, manusia pada dasarnya

memiliki preferensi yang sangat terbatas yakni: ada sekelompok manusia yang cenderung

pasrah terhadap alam, ada yang lebih memilih menyatu atau harmoni dengan alam dan

ada yang mencoba menguasai alam. Sebagai contoh, seandainya seorang pendiri atau

para pendiri organisasi dan jajaran manajemennya cenderung lebih condong ke harmoni

dengan alam maka dalam menjalankan kegiatannya mereka lebih memilih beradaptasi

dengan lingkungan ketimbang mencoba mengendalikan lingkungan seperti yang akan

terjadi bagi para pendiri dan jajaran manajemen yang orientasi nilainya mencoba

menguasai alam. Adaptasi dengan lingkungan dengan demikian merupakan asumsi dasar

yang dijadikan pedoman bagi organisasi tersebut dalam mengatasi persoalan-persoalan

organisasi termasuk didalamnya yang berhubungan dengan masalah lingkungan

organisasi. Dalam skala yang lebih luas masyarakat Indonesia misalnya cenderung pasrah

pada alam sedangkan amsyarakat Amerika cenderung ingin menguasai alam. Pada

persoalan yang sama misalnya gagal panen maka cara penyelesaian antara masyarakat

Indonesia bebrbeda dengan masyarakat Amerika. Bagi masyarakat Indonesia gagal panen

akan disekipai dengan pasrah karena dianggap semua itu karena kehendak Yang Kuasa.

Akan tetapi bai masyarakat Amerika, mereka harus tahu apa penyebab gagal panen dan

bagaimana agar di lain waktu tidak terjadi lagi.

Lane and DiStefano11 memberikan contoh (lihat tabel 9.2) bagaimana orientasi

nilai seseorang atau sekelompok orang dalam kaitannya dengan hubungan manusia

dengan alam mempengaruhi praktik-praktik manajemen. Lane and DiStefano dalam hal

ini mencontohkan dua praktik manajemen: penentuan tujuan organisasi (goal setting) dan

penyusunan anggaran (budgeting). Bagi sekelompok orang yang meyakini bahwa

hidupnya ditentukan oleh alam maka mereka akan menentukan tujuan secara samar-

671

Page 12: Modul 9 final

samar dengan satu asumsi bahwa keberhasilan mereka mencapai tujuan tersebut sangat

bergantung pada pengaruh lingkungan terhadap eksistensi organisasi. Kalau kebetulan

lingkungan sedang kondusif untuk menjalankan aktifitas maka bukan tidak mungkin

tujuan tersebut bisa tercapai tetapi sebaliknya jika lingkungan sedang tidak mendukung

maka tidak tercapainya tujuan bukan suatu masalah yang perlu diributkan. Sedangkan

bagi sekelompok orang yang lebih memilih harmoni dengan alam akan selalu

memperhatikan kondisi lingkungan sebelum tujuan tersebut ditentukan. Artinya

kecocokan antara tujuan dengan lingkungannya menjadi prasyarat agar tujuan organisasi

bisa tercapai. Sebaliknya bagi sekelompok orang yang cenderung menguasai alam akan

secara spesifik dan tegas dalam menentukan tujuannya. Ketegasan ini didasarkan pada

keyakinan bahwa lingkungan bisa diatasi jika kita secara tegas pula menetapkan

keinginan atu tujuannya.

Tabel 9.2Variasi hubungan manusia dengan alam dan

implikasinya terhadap paktik-praktik manajemen

Issue Variasi nilai

Hubungan manusia dengan alam

Pasrah pada alam

Harmoni dengan alam Menguasai alam

Dampak manajerial

Aspek manajerial variasi

Penetapan tujuan Ragu-ragu, samar-samar

Kontingen, moderat Spesifik, konfiden, tidak ambigu

Penyusunan anggaran

Dianggapsia-sia

Yang riil adalah yang sesunggugnya

Riil, relevan dan memiliki nilai guna

672

Page 13: Modul 9 final

Sumber : Lane and DiSteffano, halaman 31

Pengaruh perbedaan budaya terhadap prilaku kerjaSekarang sampailah pada pertanyaan pokok: bagaimana perbedaan budaya bisa

mempengaruhi prilaku organisasi dan prilaku kerja? Untuk menjawab pertanyaan ini

Andre Laurent12 – seorang professor dari INSEAD Prancis melakukan studi tentang

filosofi dan prilaku manajer di sembilan negara Eropa Barat, Amerika Serikat, dan tiga

negara Asia (Indonesia, Jepang dan Cina). Laurent misalnya mengajukan pernyataan

sebagai berikut: “Alasan utama hirarkhi organisasi adalah agar setiap orang tahu siapa

yang memiliki ototitas terhadap siapa”. Pernyataan ini ternyata di respon secara beragam.

83% manajer Indonesia setuju dengan penyataan tersebut sedangkan manajer Amerika

yang setuju hanya 17%. Temuan ini mneunjukkan bahwa manajer Indonesia lebih

berorientasi hubungan (relationship oreintation) sedangkan para manajer Amerika lebih

berorientasi tugas (task orientation). Implikasi dari temuan ini adalah manajer Amerika

barangkali akan mengalami kesulitan ketika bekerja di Indoesia karena masyarakat

Indonesia lebih mengedepankan orang sedangkan manajer Amerika lebih

mengedepankan tugas. Bagi masyarakat Indonesia yang penting siapa orangnya dulu

bukan tugasnya tetapi bagi masyarakat Amerika yang penting tugasnya telah dinyatakan

dengan jelas dan orangnya menyusul.

Tentang peran seorang manajer apakah dia sebagai seorang expert atau problem-

solver, Laurent mengajukan pernyataan: sangat penting bagi seorang manajer untuk

memberi jawaban yang pasti ketika anak buah mengajukan pertanyaan tentang pekerjaan

mereka. 73 % manajer Indonesia setuju dengan pernyataan tersebut yang artinya setiap

manajer harus memberi jawaban pasti kepada anak buahnya ketika ditanya sesuatu.

Manajer tidak boleh mengatakan tidak tahu atau merujuk kepada orang lain yang lebih

tahu. Jika melakukan hal itu maka seorang manajer dianggap tidak kompeten. Dengan

kata lain, manajer Indonesia lebih menempatkan diri sebagai seorang expert. Sementara

673

Page 14: Modul 9 final

itu manajer Amerika hanya 18 % yang setuju yang menandakan bahwa mereka lebih

sebagai problem solver.

Temuan-temuan diatas tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Hofstede yang

sangat fenomenal tentang sikap kerja dalam lingkup perbedaaan budaya. Hasil temuan

Hofstede belakang dikenal dengan istilah budaya nasional. Hasil penelitian Hofstede

dituangkan dalam sebuah buku berjudul “culture consequences: International differences

in work related values” yang diterbitkan pada tahun 1980 dan buku dan atau artikel lain

sesudahnya. Hofstede boleh jadi bukan orang pertama yang menggunakan istilah budaya

nasional karena embrio konsep tersebut sudah diperkenalkan oleh penulis sebelumnya

seperti Haire, Ghiselli and Porter13. Namun dalam berbagai literatur, khususnya yang

mengkaji aspek kehidupan dan kegiatan manusia lintas budaya (nasional), tulisan-tulisan

Hofstede hampir selalu menjadi rujukan utama dibandingkan misalnya dengan karya-

karya Trompenaars14 meski keduanya sesungguhnya melakukan kajian yang sama yakni

budaya nasional. Dalam melakukan kajian tersebut, keduanya juga menggunakan basis

atau konsep dasar yang sama yakni konsep nilai yang dikemukakan Kluckhohn and

Strodtbeck yang tertuang dalam buku “Variation in value orientation”. Namun sekali lagi

konsep yang dikembangkan oleh Hofstede lebih banyak digunakan termasuk uraian pada

bab ini juga lebih banyak menggunakan konsepnya Hofstede.

Hofstede memberikan pengertian budaya nasional sebagai budaya yang tumbuh

dan berkembang didalam masyarakat yang tinggal di sebuah wilayah (negara). Pengertian

ini menunjukkan bahwa sekelompok orang (masyarakat) yang tinggal di sebuah negara

dianggap memiliki kesamaan-kesamaan dan tujuan publik yang sama. Oleh karenanya

didalam masyarakat tersebut tumbuh dan berkembang sebuah budaya yang disebut

budaya nasional.

Dimensi-dimensi budaya nasionalUntuk sampai pada kesimpulan bahwa budaya nasional adalah budaya yang tumbuh dan

berkembang dalam sebuah negara, Hofstede terlebih dahulu melakukan penelitian yang

674

Page 15: Modul 9 final

melibatkan tidak kurang dari 117.000 responden yang tersebar pada 40 negara. Hofstede

sendiri pada mulanya tidak bermaksud meneliti budaya nasional tetapi lebih kepada nilai-

nilai yang berkaitan dengan pekerjaan (work related values) dengan objek penelitian

perusahaan multi nasional IBM dan anak-anak perusahaannya yang tersebar di seluruh

dunia (pada awalnya hanya melibatkan perusahaan IBM di 40 negara tetapi kemudian

diperluas menjadi 50 negara dan 3 region) dan respondennya karyawan perusahaan

tersebut. Namun dari hasil penelitian ini kemudian muncul istilah budaya nasional.

Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode survey dimana para

responden diminta mengisi kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Isi dari

kuesioner antara lain berbagai aspek tentang pengalaman kerja dan nilai-nilai kerja.

Karena tujuan Hofstede dalam penelitian ini adalah untuk membandingkan

perbedaan tata nilai para pekerja di suatu negara dengan tata nilai para pekerja di negara

lain maka besaran sampel penelitian bukannya 117.000 ribu melainkan 40 negara. Atau

dengan kata lain, level of analysis yang digunakan dalam penelitian ini adalah negara.

Meski demikian skor rata-rata yang digunakan untuk membedakan tata nilai tersebut

didasarkan pada rata-rata nilai yang diperoleh pada masing-masing negara. Dari hasil

olah data yang dilakukan dua kali yakni tahun 1967 dan tahun 1973, didukung analisis

statistik yang begitu kompleks dan dibarengi penggunaan analisis faktor seperti umur,

jenis kelamin dan jenis-jenis pekerjaan, hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan

nilai-nilai kerja salah satunya disebabkan karena perbedaan budaya pada masing-masing

negara (budaya nasional).

Secara umum perbedaan nilai-nilai kerja tersebut dibedakan menjadi 4 dimensi

yakni “power distance – jarak kekuasaan”, “individualism – collectivism”, “masculinity –

femininity” dan “uncertainty avoidance – mengindari ketidak-menentuan.” Belakangan,

berdasarkan penelitian lanjutan tentang sistem nilai masyarakat keturunan Cina (Chinese

Value Survey) yang dilakukan oleh Hofstede and Bond15, ditemukan satu dimensi baru

yaitu “short-term – long term orientation.”

675

Page 16: Modul 9 final

Tabel 9.3 memberikan gambaran tentang kuesioner dan respon yang diberikan

oleh para responden. Sementara itu hasil skor dan ranking untuk masing-masing

negara/region dapat dilihat pada tabel 9.4.

Tabel 9.3Cuplikan Kuesioner dan Jawabannya

Value Item pertanyaan Respon

Power distance

Uncertainty avoidance

Individualism

Femininity

Masculinity

Seberapa sering, dalam pengalaman saudara, persoalan-persoalan berikut ini muncul: takut untuk menyampaikan ketidaksetujuannya kepada para manajer?

Aturan-aturan perusahaan tidak boleh dilanggar walaupun karyawan yakin bahwa pelanggaran tersebut sesungguhnya demi kepentingan perusahaan

Sampai kapan saudara akan bekerja pada perusahaan ini?

Bagi saudara, seberapa penting memiliki pekerjaan yang memberi waktu yang cukup untuk kehidupan personal dan keluarga saudara?

Bagi saudara, seberapa penting memliki keleluasaan untuk menyelesaikan pekerjaan?

Bagi saudara, seberapa penting memiliki hubungan kerja yang baik dengan manajer atasan?

Bagi saudara, seberapa penting bekerja dengan orang-orang yang bisa bekerja sama satu sama lain?

Bagi saudara, seberapa penting memperoleh kesempatan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi?

Bagi saudara, seberapa penting memperoleh pengakuan orang lain ketika bekerja dengan baik?

(sangat sering)

(sangat setuju)

(sampai pensiun)

(sangat penting)

(sangat penting)

(sangat penting)

(sangat penting)

(sangat penting)

(sangat penting)

676

Page 17: Modul 9 final

Tabel 9.4Skor untuk Masing-masing Dimensi

Negara/regionPower distance Uncertainty

avoidance Individualism Masculinity

Ranking Index Ranking Index Ranking Index Ranking Index

Afrika SelatanArgentinaAustraliaAustriaBelgiaBrasilCanadaChileColombiaCosta RicaDenmarkEl SalvadorEcuadorFinlandiaGuatemalaHong KongIndonesiaInggrisIndiaIranIrlandiaIsraelItaliaJamaicaJepangJerman (Barat)Korea (Selatan)MalaysiaMexicoNetherlandsNorwegiaNew ZealandPakistanPanamaPerancisPeruPhilippinesPortugal

36-3735-36

4153201439

24-2517

42-4451

18-198-9462-3

15-168-9

42-4410-1119-20

4952343733

42-4427-28

15-640

47-4850322-3

15-1621-23

424-25

49493611656939636735186678339568783577582813504554356010481383122559568649463

39-4010-15

3724-255-6

21-2241-4210-15

2010-15

515-628

31-323

49-5041-4247-48

4531-3247-48

192352729

16-1746183538

39-4024-2510-1510-15

9442

498651709476488680862394675910129483540593581751393658536825350497086868744104

1622-23

2188

26-274-538494694252175337

47-48321241219725

22-23154336324-5136

47-4851

10-114531

33-35

65469055753880231315741986362514894841705476394667182630806979141171163227

13-1420-21

16222272446

11-1248-49

5040

13-144743

18-1930-319-1020-2135-367-8294-57-81

9-1041

25-266515217

25-2634

35-3637-3811-12

45

635661795449522864211640632637574666564368477068956639506914858504443426431

677

Page 18: Modul 9 final

SingaporeSpanyolSwediaSwissTaiwanThailandTurkiUSAUruguayVenezuelaYugoslaviaYunaniWilayah Afrika TimurWilayah Afrika BaratWilayah Jazirah Arab

1331

47-4845

29-3021-2318-19

3826

5 - 612

27-2821-2310-11

7

745731345864664061817660647780

5310-1549-50

332630

16-17434

21-2281363427

8862958696485461007688112525427

39-4120

10-111444

39-412812950

33-3530

33-3539-4126-27

205171681720379136122735272038

2837-38

524-5

32-3344

31-3315423

48-4918-19

3930-31

23

48425704534456238732157414653

Power Distance

Power distance didefinisikan sebagai “the extent to which the less powerful members of

institutions and organization within a country expect and accept that power is distributed

unequally – sejauhmana anggota-anggota biasa (yang tidak memiliki kekuasaan) sebuah

institusi dan atau organisasi berharap dan mau menerima kenyataan bahwa kekuasaan

tidak didistribusikan secara merata”. Yang dimaksud dengan institusi disini adalah

elemen-elemen utama sebuah masyarakat seperti keluarga, sekolah dan komunitas.

Sedangkan organisasi adalah tempat seseorang melakukan pekerjaan.

Berdasarkan definisi ini, dengan demikian power distance merupakan dimensi

budaya nasional yang mengungkap jarak hubungan (tingkat ketidak-setaraan) antara

bawahan dengan atasan, antara seseorang dengan status sosial lebih rendah dengan

seseorang yang memiliki status sosial lebih tinggi, dan atau antara orang yang tidak

memiliki kekuasaan dengan orang yang berkuasa. Oleh Hofstede, ketidak-setaraan

hubungan tersebut dibedakan menjadi dua yaitu large power distance dan small power

distance.

678

Page 19: Modul 9 final

Large power distance. Dalam batas-batas tertentu ada sekelompok masyarakat yang

menyadari bahwa dirinya adalah orang kecil, tidak memiliki wewenang, tidak memiliki

kekuasaan, dan tidak memiliki pengaruh sehingga menyerahkan segala urusan yang

menyangkut nasib dirinya dan kelompoknya kepada orang lain yang dianggap memiliki

apa yang mereka tidak miliki yakni menyerahkannya kepada orang yang memiliki

kedudukan dan berkuasa. Oleh karenanya mereka rela diberi petunjuk, diarahkan

diperintah dan bahkan dimarahi sekalipun. Arahan, petunjuk dan perintah dari para

penguasa kepada orang yang tidak memiliki kekuasaan merupakan sesuatu yang sangat

dinanti dan diharapkan. Kelompok masyarakat ini hampir tidak pernah mengeluh kepada

atasan karena dianggap tidak patut. Keluhan, kalau itu terjadi hanya terbatas pada

kalangan mereka sendiri. Demikian juga, kalaulah mereka terpaksa – atas keinginan

orang yang berkuasa, harus menyampaikan pendapat, kegundahan atau unek-uneknya,

biasanya diiringi dengan sebuah perkataan “yah……inilah unek-unek orang kecil yang

tidak bisa berbuat apa-apa”. Kecendurangan lain dari kelompok masyarakat ini adalah

suka memberi hormat yang berlebihan kepada orang-orang yang memiliki kedudukan

sehingga orang yang memiliki kedudukan tersebut seolah-olah seperti raja yang tidak

pernah berbuat salah. Jika mereka (orang yang dihormati) melakukan kesalahan,

dianggap hal yang lumrah. Sebaliknya jika orang kecil (yang tidak memiliki kekuasaan)

berbuat salah lebih disebabkan karenanya kebodohannya. Demikian juga ketika orang

yang tidak berkuasa terkena amarah dari yang berkuasa, dianggap karena nasib sedang

jelek.

Gambaran diatas menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki kekuasaan

cenderung bergantung kepada orang yang memiliki kekuasaan. Hubungan mereka

memiliki jarak yang cukup lebar dan hirarkhis namun dianggap sesuatu yang normal.

Setiap kelompok, baik yang tidak memiliki kekuasaan maupun yang berkuasa, menyadari

bahwa kedudukan masing-masing berbeda sehingga seolah-olah peran mereka juga

berbeda. Kekuasaan hanya milik orang tertentu yang memiliki kedudukan sehingga

679

Page 20: Modul 9 final

distribusinya kepada orang yang tidak berkuasa sangat bergantung kepada kemurahan

hati para penguasa.

Small power distance. Sementara itu kelompok masyarakat yang memiliki

kecenderungan sebaliknya disebut masyarakat yang memiliki jarak kekuasaan yang

sempit (small power distance). Karena jarak hubungan yang relatif sempit maka

kedudukan antara orang yang tidak memiliki kekuasaan dengan orang yang berkuasa

relatif setara. Tidak seperti large power distance dimana tingkat ketergantungan orang

yang tidak memiliki kekuasaan kepada yang memiliki kekuasaan begitu tinggi, pada

small power distance tingkat ketergantungan mereka cenderung rendah, sekali lagi karena

mereka merasa hubungan antar keduanya adalah setara. Atau dengan kata lain, pada

masyarakat small power distance baik kelompok yang berkuasa maupun tidak berkuasa

sesungguhnya saling tergantung. Oleh karenanya bagi orang berkuasa tidak bisa sesuka

hati memonopoli kekuasaan dan mendistribusikan kekuasaannya hanya kepada orang-

orang yang disukainya, sebaliknya kekuasaan cenderung didistribusikan secara lebih

merata.

Diantara negara-negara yang masuk dalam kelompok large power distance dan

small power distance dapat dilhat pada tabel 9.5. Sementara itu manifestasi dari

masyarakat large dan small power distance baik yang terjadi didalam keluarga, lembaga

pendidikan, di tempat kerja maupun di pemerintahan, dapat dilihat pada tabel 9.6

Tabel 9.5Negara-negara yang masuk dalam large dan small power distance

Large power distance Small power distance

1. Malaysia2. Guatemala3. Philippines4. Mexico

1. Austria2. Israel3. Denmark4. New Zealand5. Rep. Irlandia

680

Page 21: Modul 9 final

5. Venezuela6. Negara-negara Arab7. Equador8. Indonesia9. India10. Afrika Barat

6. Swedia7. Norwegia8. Jerman9. Swiss10. Amerika Serikat

Tabel 9.6Perbedaan antara masyarakat dengan large dan small power distance

Small power distance Large power distance

KARAKTERISTIK UMUM

1. Ketidaksetaraan diantara anggota masyarakat harus terjadi pada skala yang kecil (sangat minimal)

2. Terjadi saling kebergantungan antara orang yang tidak memiliki kekuasaan dengan orang yang memiliki kekuasaan

DALAM KELUARGA

1. Orang tua memperlakukan anak-anaknya dengan kedudukan setara

2. Anak-anak memperlakukan orang tuanya dengan kedudukan setara

DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH

1. Guru adalah seorang expert yang mentransfer kebenaran

2. Murid-murid memperlakukan guru dengan kedudukan setara

3. Orang-orang yang berpendidikan cenderung tidak otoriter ketimbang yang kurang berpendidikan

KARAKTERISTIK UMUM

1. Ketidaksetaraan diantara anggota masyarakat merupakan hal yang wajar bahkan sangat diharapkan,

2. Orang-orang yang tidak memiliki kekuasaan sangat bergantung pada orang-orang yang memiliki kekuasaan

DALAM KELUARGA

1. Orang tua mengajari anak-anaknya untuk patuh

2. Anak-anak memperlakukan orang tuanya dengan hormat

DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH

1. Di kelas seorang guru diharapkan mengambil inisiatif untuk seluruh kegiatan

2. Guru tidak mentransfer kebenaran tetapi kearifan pribadi

3. Murid-murid memperlakukan guru dengan hormat

4. Baik orang-orang yang berpendidikan maupun yang kurang pendidikannya cenderung otoriter.

681

Page 22: Modul 9 final

DALAM LINGKUNGAN ORGANISASI

1. Hirarkhi organisasi sekedar untuk membedakan peran masing-masing dan untuk kemudahan semata

2. Desentralisasi sangat disukai3. Perbedaan gaji antara top level dengan low

level manajemen sangat kecil4. Anak buah biasa berharap untuk diajak

konsultasi dalam pengambilan keputusan

DALAM LINGKUNGAN ORGANISASI

1. Hirarkhi organisasi menunjukkan secara riil perbedaan kedudukan antara level atas dengan level bawah

2. Organisasi cenderung sentralistik3. Perbedaan gaji antara pimpinan puncak

dengan bawahan cukup tinggi4. Bawahan berharap untuk diberi tahu apa

yang seharusnya dikerjakan.

Individualism vs. Collectivism

Jika pada dimensi pertama, perbedaan antara satu negara dengan negara lain, secara

kultural, disebabkan karena perbedaan tingkat kesetaraan masyarakat yakni apakah

masyarakat di negara tersebut cenderung tidak setara (memiliki jarak kekuasaan yang

tinggi) atau sebaliknya, pada dimensi kedua, negara akan diidentifikasi melalui struktur

sosialnya yakni apakah masyarakat yang tinggal di negara tersebut cenderung lebih

individual atau kolektif.

Hofstede memberikan pengertian masyarakat yang individual dan kolektif

sebagai berikut:

“Individualism pertains to societies in which the ties between individuals are loose; every is expected to look after himself or herself and his or her immidiate family. Collectivism as its opposite pertains to societies in which people from birth onwards are integrated into strong, cohesive ingroups, which throughout people’s lifetime continue to protect them in exchange for unquestioning loyalty”

“istilah individualism berkaitan dengan masyarakat dimana hubungan antar individual begitu renggang; setiap orang lebih peduli pada dirinya dan keluarga dekatnya. Sementara itu istilah collectivism, kebalikan dari individualism, berkaitan dengan masyarakat dimana seseorang sejak didilahirkan merupakan bagian integral dari kelompok masyarakat

682

Page 23: Modul 9 final

Definisi diatas menunjukkan bahwa masyarakat sesungguhnya memiliki struktur

sosial yang berbeda. Ada sekelompok masyarakat yang cenderung lebih individual,

sementara kelompok masyarakat yang lain lebih kolektif. Perbedaan antara masyarakat

individualism dan collectivism ini tidak saja terjadi pada masyarakat tradisional tetapi

juga pada masyarakat modern, bahkan berbeda antara masyarakat yang tinggal di satu

negara dengan negara lain. Gambaran perbedaan struktur sosial yang secara tradisional

terjadi antara masyarakat kota dan masyarakat desa yang merefleksikan perbedaan antara

masyarakat individualism dan collectivism dapat dilihat pada uraian berikut ini.

Di kalangan masyarakat desa (biasanya cenderung lebih kolektif) misalnya ada

sebuah pepatah yang sangat populer yakni “sedekat-dekat saudara kandung namun

tinggal di tempat jauh tetap masih lebih dekat tetangga”. Pepatah ini menggambarkan

kedekatan hubungan sosial antar warga masyarakat dan sekaligus menunjukkan pula

betapa pentingnya peran seorang tetangga dalam kehidupan masyarakat desa. Di desa,

hampir tidak mungkin seorang warga tidak membutuhkan dan tidak bergantung kepada

tetangga (warga lain) karena hampir setiap urusan yang melibatkan banyak orang, mulai

dari hajatan pernikahan, kenduri sampai pada upacara kematian pasti melibatkan

tetangga. Dalam hal bantu membantu, para tetangga biasanya melakukannya dengan suka

rela dengan satu pertimbangan mereka suatu ketika juga membutuhkan bantuan tetangga

yang lain. Itulah sebabnya mereka berupaya menjaga hubungan baik (harmoni) diantara

sesama warga. Bahkan hubungan baik antar warga bisa membuahkan sentimen seolah-

olah mereka merupakan sebuah keluarga besar yang memiliki tali persaudaraan.

Sebagai sebuah keluarga besar yang saling bergantung, dengan demikian seorang

warga atau anggota masyarakat tidak bisa mengutamakan kepentingan dirinya atau

keluarganya diatas kepentingan masyarakat. Bahkan dalam batas-batas tertentu hak-hak

individu terkadang harus dikorbankan demi kepentingan masyarakat banyak. Hal ini

misalnya sangat dirasakan betul ketika ada persoalan yang melibatkan antar warga.

Hampir semua persoalan tersebut diselesaikan bersama secara kekeluargaan misalnya

melalui musyawarah, rembug desa, atau melalui acara-acara informal seperti kenduri dan

683

Page 24: Modul 9 final

upacara-upacara lain. Yang lebih penting lagi adalah semua persoalan tersebut

diputuskan dengan mengacu pada norma prilaku masyarakat yang secara konvensional

mereka bangun bersama. Dengan demikian norma prilaku masyarakat menjadi elemen

penting dalam bermasyarakat yang harus dipatuhi semua warga dan diharapkan bisa

melindungi semua warga sebagai imbalan atas loyalitas warga kepada masyarakat.

Berbeda dengan kehidupan pedesaan yang begitu akrab, komunal dan kolektif

dimana struktur sosial berpusat pada masyarakat banyak (extended family), masyarakat

perkotaan biasanya memiliki tata nilai yang sangat kontras. Antar sesama warga meski

tempat tinggal mereka berdampingan, terkadang tidak saling mengenal. Apalagi silsilah

keluarga dan pekerjaan bahkan nama tetangga sekalipun terkadang mereka tidak tahu.

Jika di pedesaan saling memberi nasehat merupakan hal yang lumrah bahkan sangat

dibutuhkan, di perkotaan memberi nasehat kepada warga lain yang bukan kerabat

dekatnya atau orang tersebut tidak memintanya bisa berakibat fatal karena dianggap ikut

campur dalam urusan keluarga lain. Oleh karenanya seorang warga biasanya tidak perduli

dengan persoalan-persoalan yang terjadi di tetangga sebelah. Ketidak-pedualian mereka

terhadap tetangga tersebut bukan berarti mereka tidak acuh tetapi lebih bertujuan agar ia

tidak dianggap menganggu privacy kehidupan mereka.

Dari gambaran kehidupan sosial masyarakat perkotaan bisa dikatakan bahwa

struktur sosial kehidupan masyarakat kota tidak berpusat pada masyarakat banyak seperti

pada kehidupan desa, melainkan pada masing-masing individu dan keluarga dekatnya.

Kalaulah di masyarakat tersebut ada aturan yang mengatur kehidupan mereka, peraturan

itu sebatas aturan formal untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak tidak

diinginkan. Walhasil masyarakat perkotaan cenderung lebih indiviual dibanding

masyarkat desa.

Karena masyarakat yang lebih individual biasanya menempatkan dirinya dan

keluarga dekatnya sebagai pusat kehidupan dalam bermasyarkat maka interaksi antar

individu dalam masyarakat biasanya sangat renggang kecuali dengan orang-orang yang

sudah dikenalnya. Meski masyarakat yang demikian lebih perduli terhadap dirinya, pada

684

Page 25: Modul 9 final

saat yang sama mereka juga sangat menghormati hak-hak individual orang lain dengan

satu harapan orang lain juga menghormati hak-hak individualnya.

Kehidupan yang kontras antara masyarakat yang begitu komunal/kolektif dengan

masyarakat yang sangat individual sesungguhnya tidak hanya terjadi antara masyarakat

desa dengan masyarakat kota saja tetapi secara umum juga bisa terjadi antara masyarakat

yang tinggal di satu negara dengan negara lain. Meski satu wilayah negara kehidupan

masyarakatnya begitu dinamika dimana setiap orang atau setiap kelompok memiliki

pengalaman hidup dan gaya hidup yang beragam, bahkan seperti digambarkan diatas ada

perbedaan kecenderungan antara masyarakat desa dengan masyarakat kota, namun secara

umum ada negara yang masyarakatnya cenderung lebih individual dan sebaliknya ada

negara lain yang masyarkatnya cenderung lebih kolektif. Perbedaan kecenderungan ini

tidak lain merupakan cerminan perbedaan budaya dan tata nilai masing-masing negara.

Negara-negara yang masyarakatnya cenderung lebih individual dan lebih kolektif

dapat dilihat pada tabel 9.7. Sementara itu tabel 9.8 menggambarkan bentuk manifestasi

dari masyarakat yang cenderung lebih individual dan kolektif baik pada kehidupan rumah

tangga, tempat pendidikan, tempat kerja maupun di pemerintahan.

Tabel 9.7Negara-negara yang masuk dalam individualism dan collectivism

Invidualism Collectivism

1. USA2. Australia3. Inggris Raya4. Canada5. Netherlands6. New Zealand7. Italia8. Belgia9. Denmark10. Swedia

1. Guatemala2. Ekuador3. Panama4. Venezuela5. Colombia6. Indonesia7. Pakistan8. Costa Rica9. Peru10. Taiwan

685

Page 26: Modul 9 final

Tabel 9.8Perbedaan antara masyarakat yang cenderung lebih individual dan lebih kolektif

Individualism Collectivism

SECARA UMUM

1. Identitas diri seseorang melekat pada diri orang tersebut.

2. Setiap orang tumbuh dan berkembang untuk bisa menjadi diri sendiri dan melindungi dirinya dan keluarga dekatnya.

DALAM KELUARGA

1. Anak-anak diajari untuk berpikir “siapa saya”.

2. Mengemukakan pendapatnya merupakan karakteristik orang bijak.

3. Berbuat kesalahan merugikan diri sendiri dan harga dirinya.

DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH

1. Pendidikan ditujukan agar seseorang bisa memilki kapasitas untuk belajar (learning to learn)

2. Memiliki ijazah/diploma berarti meningkatkan kesejahteraan ekonomik dan atau harga diri

SECARA UMUM

1. Identitas diri seseorang melekat pada kelompok/masyarakat dimana orang tersebut menjadi bagiannya.

2. Setiap orang dilahirkan sebagai penerus keluarga dan kelompoknya. Sebagai konsekuensi, keluarga dan kelompok tersebut berusaha melindunginya sebagai imbalan atas loyalitas orang tersebut.

DALAM KELUARGA

1. Anak-anak diajari untuk berpikir “siapa kita”

2. Harmoni harus selalu dijaga dan konfrontasi langsung harus dihindarkan

3. Berbuat kesalahan merupakan perbuatan yang memalukan dan menjadikan diri sendiri dan kelompoknya kehilangan muka.

DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH

1. Pendidikan ditujukan agar seseorang bisa belajar mengerjakan sesuatu (learning to do)

2. Memiliki ijazah/diploma merupakan entry point untuk menigkatkan status seseorang didalam kelompoknya.

686

Page 27: Modul 9 final

DALAM LINGKUNGAN ORGANISASI

1. Hubungan kerja antara majikan dan karyawan merupakan hubungan yang didasarkan pada kontrak dan saling menguntungkan kedua belah pihak.

2. Keputusan untuk merekrut dan mempromosikan seseorang semata-mata didasarkan pada kemapuan dan aturan yang berlaku.

3. Manajemen lebih ditekankan pada manajemen individual

4. Tugas yang harus dikerjakan lebih penting ketimbang memperhatikan hubungan antar manusia

DALAM LINGKUNGAN ORGANISASI

1. Hubungan kerja antara majikan dan karyawan memiliki ikatan moral layaknya dalam sebuah keluarga

2. Keputusan untuk merekrut dan mempromosikan seseorang melibatkan anggota kelompoknya.

3. Manajemen lebih ditekankan pada manajemen kelompok

4. Hubungan antar manausia lebih penting ketimbang tugas pekerjaan.

Uncertainty avoidance

Setiap orang hampir pasti menyadari bahwa masa datang merupakan sesuatu yang tidak

diketahui (unkown), tidak bisa diprediksi (unpredictable) dan tidak menentu/tidak pasti

(uncertain). Meski kesadaran mereka sama, reaksi masing-masing individu terhadap

ketidak-tahuan dan ketidak-pastian tersebut ternyata bermacam-macam. Ada yang

beranggapan bahwa ketidak-pastian itu bagian dari hidup yang tidak perlu dicemaskan.

Toleransi mereka terhadap ketidak-pastian dengan demikian sangat tinggi. Akibatnya

kelompok orang ini tidak menganggap perlu untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu

yang bertujuan hanya sekedar untuk menghindari ketidak-pastian. Sebaliknya, ada juga

sekelompok orang yang sama sekali tidak toleran dan merasa sangat takut terhadap

ketidak-pastian. Mereka menganggap ketidak-pastian merupakan sebuah ancaman dan

oleh karenanya perlu diupayakan dan diantisipasi sedini mungkin tindakan

pencegahannya agar kelak tidak terjadi hal-hal buruk. Bagi mereka serba pasti merupakan

kenyamanan hidup.

Toleransi yang berbeda terhadap ketidak-pastian menunjukkan bahwa rekasi

terhadap ketidak-pastian (uncertainty) sesungguhnya sangat subyektif dan tidak sama

antara satu orang dengan orang lain. Karena bersifat subyektif, reaksi tersebut sangat

687

Page 28: Modul 9 final

bergantung pada pengalaman, tata nilai dan kepribadian masing-masing orang. Namun

jika subyektifitas ini juga dituturkan dan diajarkan kepada banyak orang melalui institusi

formal maupun informal boleh jadi reaksi yang pada awalnya subyektif lama kelamaan

bisa menjadi reaksi bersama. Artinya rekasi terhadap ketidak-pastian juga bersifat

kultural. Berdasarkan alasan ini temuan Hofstede menunjukkan bahwa upaya

menghindari ketidak-pastian / ketidak-menentuan (uncertainty avoidance) merupakan

salah satu dimensi budaya nasional. Hofstede16 selanjutnya mendefinisikan upaya

menghindari ketidak-pastian / ketidak-menentuan (uncertainty avoidance) sebagai “the

extent to which the members of a culture feel threatened by uncertain or unknown

situation” – sejauh mana anggota masyarakat merasa terancam oleh situasi yang tidak

menentu atau tidak diketahui sebelumnya.

Definisi diatas menunjukkan bahwa reaksi yang timbul akibat situasi yang tidak

menentu bergantung pada sejauh mana seseorang / sekelompok orang merasa terancam.

Semakin seseorang / sekelompok orang merasa terancam oleh situasi yang tidak menentu

semakin ia bereaksi untuk mengindarinya. Sebaliknya, reaksi untuk menghindari ketidak-

pastian relatif rendah jika mereka tidak memiliki perasaan terancam. Dengan demikian

uncertainty avoidance merupakan dimensi budaya nasional yang menjelaskan toleransi

atau tingkat keterancaman seseorang atau masyarakat terhadap situasi yang tidak

menentu dan reaksinya terhadap situasi tersebut. Secara umum uncertainty avoidance

dibedakan menjadi dua yakni strong uncertainty avoidance dan weak uncertainty

avoidance.

Strong uncertainty avoidance. Yang dimaksud dengan strong uncertainty avoidance

adalah toleransi yang relatif rendah terhadap situasi ketidak-pastian. Rendahnya toleransi

ini mendorong munculnya upaya-upaya yang sangat kuat untuk mengindarinya. Sebagai

contoh, bagi beberapa orang atau beberapa kelompok orang pemutusan hubungan kerja

(PHK) merupakan sebuah ancaman. Bagi mereka PHK adalah pertanda tidak adanya

kepastian masa depan. Oleh karenanya PHK seringkali disikapi dengan sebuah tindakan

688

Page 29: Modul 9 final

(bahkan tindakan bersama) misalnya dalam bentuk rame-rame melakukan unjuk rasa

dengan satu tujuan memperjuangkan agar para karyawan tidak diPHK. Dimata mereka

PHK adalah salah satu bentuk ancaman yang harus dihindari sehingga apapun caranya

mereka tempuh. Selain tindakan bersama seperti contoh diatas, pada umumnya upaya

menghindari dan mengendalikan ketidak-pastian bisa dilakukan melalui tiga cara yaitu

menciptakan teknologi, membuat peraturan hukum dan kembali ke agama. Teknologi

biasanya digunakan untuk mengindari ketidak pastian yang berhubungan dengan alam.

Peraturan hukum digunakan untuk mengendalikan prilaku manusia sedangkan agama

merupakan alat transendental untuk kemanan masa datang.

Weak uncertainty avoidance. Jika masyarakat dengan strong uncertainty avoidance

cenderung berupaya untuk menghindari ketidak pastian, sebaliknya masyarakat dengan

weak uncertainty avoidance cenderung toleran terhadap ketidak-pastian. Tingginya

toleransi masyarakat weak uncertainty avoidance menunjukkan bahwa ketidak-pastian

bukan sebuah ancaman. Dalam kasus PHK seperti disebutkan diatas, kelompok orang ini

beranggapan bahwa PHK meski menimbulkan ketidak-pastian merupakan kejadian yang

wajar sehingga tidak perlu diributkan. Mereka barangkali beranggapan bahwa bangrutnya

sebuah perusahaan yang mengakibatkan PHK bisa terjadi dimana-mana dan kali ini

kebetulan menimpa mereka.

Tabel 9.9 memberi gambaran tentang beberapa contoh negara yang tergolong

kedalam kelompok strong dan weak uncertainty avoidance. Sementara itu manifestasi

dari strong dan weak uncertainty avoidance baik yang terjadi didalam keluarga, lembaga

pendidikan, tempat kerja maupun di pemerintahan, dapat dilihat pada tabel 9.10 berikut

ini

Tabel 9.9Negara-negara yang masuk dalam Strong dan Weak Uncertainty Avodance

Strong Uncertainty AvoidanceWeak Uncertainty Avoidance

689

Page 30: Modul 9 final

1. Singapura2. Jamaika3. Denmark4. Swedia5. Hong Kong6. Rep. Irlandia7. Inggris Raya8. Malaysia9. India10. Philippines

1. Yunani2. Portugal3. Guatemala4. Uruguay5.Belgia6. Salvador7. Jepang8. Yugoslavia9. Peru10. Perancis

Tabel 9.10Perbedaan antara masyarakat dengan strong dan weak uncertainty avoidance

Strong uncertainty avoidance Weak uncertainty avoidance

SECARA UMUM

1. Ketidakpastian dianggap sebagai ancaman sehingga harus diperangi

2. Prilaku agresif dan emosional pada waktu-waktu tertentu dianggap lumrah

3. Hanya resiko yang moderat yang bisa diterima sedangkan resiko besar sangat dihindari demikian juga situasi yang ambigu

DALAM KELUARGA

1. Orang tua menerapkan peraturan yang ketat kepada anak-anaknya terhadap apa yang dianggap kotor dan tabu

2. Perbedaan merupakan hal yang membahayakan

DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH

SECARA UMUM

1. Ketidakpastian merupakan hal yang normal dalam hidup yang harus diterima apa adanya

2. Seseorang tidak perlu menunjukkan prilaku agresif dan emosional

3. Terbiasa berhadapan dengan resiko dan situasi yang ambigu

DALAM KELUARGA

1. Orang tua tidak begitu menerapkan peraturan yang ketat terhadap apa yang dianggap kotor dan tabu

2. Perbedaan justru bisa menarik perhatian

DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH

690

Page 31: Modul 9 final

1. Seorang guru harus bisa menjawab semua pertanyaan murid-muridnya

2. Murid-murid lebih menyukai situasi belajar yang terstruktur dan berupaya menjawab pertanyaan secara benar

DALAM LINGKUNGAN ORGANISASI

1. Secara emosional, ada kebutuhan akan peraturan meski peraturan tersebut kadang tidak bisa jalan.

2. Waktu adalah uang3. Ada kebutuhan secara emosional untuk

tampak sibuk dan ada dorongan dari dalam untuk kerja keras

4. Presisi dan tepat waktu dianggap sebagai sesuatu yang bersifat alami

5. Ada tekanan untuk tidak menyimpang baik dalam ide-ide maupun prilaku. Akibatnya tingkat resistensi dalam inovasi relatif tinggi.

6. Motivasi akan tercipta jika seseorang merasa aman dan memliki self esteem atau rasa memiliki

1. Kepada murid-muridnya, seorang guru boleh mengatakan “saya tidak tahu”

2. Murid-murid lebih menyukai situasi belajar terbuka dan diskusi untuk memecahkan persoalan

DALAM LINGKUNGAN ORGANISASI

1. Jika tidak perlu, peraturan sebaiknya dihindarkan.

2. Waktu adalah rerangka agar seseorang bisa melakukan orientasi.

3. Pada saat sedang malas, ada kebutuhan akan perasaan nyaman dan kerja keras hanya perlu saat dibutuhkan.

4. Presisi dan tepat waktu adalah sesuatu yang harus dibiasakan.

5. Toleransi terhadap penyimpangan cukup tinggi baik dalam ide-ide maupun prilaku.

6. Motivasi akan tercipta jika seseorang ingin mencapai sesuatu atau memiliki self esteem dan rasa memiliki.

Masculinity dan Femininity

Meski dewasa ini banyak bermunculan organisasi-organisasi nir-laba (LSM) yang

menyuarakan persamaan hak kaum wanita namun harus diakui bahwa kaum wanita

dalam batas-batas tertentu berbeda dengan kaum pria. Secara biologis pria biasanya lebih

kekar dibandingkan seorang wanita atau sebaliknya, seorang wanita biasanya lebih lemah

gemulai. Postur tubuh kaum pria biasanya juga lebih tinggi. Di sisi lain wanita biasanya

lebih cepat pulih dari kelelahan karena metabolisme wanita lebih cepat ketimbang pria.

Disamping perbedaan secara biologis, pria dan wanita juga berbeda secara behavioral.

Wanita biasanya lebih feminin – lebih peduli, sensitif, statis, dan lebih perhatian serta

691

Page 32: Modul 9 final

lebih ngemong. Sedangkan pria lebih maskulin – lebih kompetitif, macho, dinamik dan

lebih asertif. Meski kecenderungan ini berlaku umum, bukan berarti tidak ada wanita

yang lebih kekar atau lebih tinggi dari pria, atau tidak ada pria yang lebih lemah gemulai.

Demikian juga bukan berarti tidak ada pria yang lebih feminin atau sebaliknya wanita

lebih maskulin. Pengecualian pasti terjadi namun kecenderung umum seperti tersebut

diatas tampaknya tidak bisa dielakkan.

Perbedaan antara pria dan wanita bahkan bisa dikatakan bersifat kodrati atau

alami utamanya jika ditilik dari kedudukan masing-masing dalam hal regenerasi. Secara

kodrati yang memiliki fungsi regenerasi adalah wanita karena hanya kaum wanita yang

bisa hamil dan melahirkan anak, demikian juga hanya kaum wanita yang menyusui anak-

anaknya. Semuanya itu tidak bisa dilakukan oleh kaum pria. Dengan kata lain, pria dan

wanita sesungguhnya memiliki perbedaan peran jender.

Akibat dari perbedaan peran jender seperti digambarkan diatas, peran masing-

masing dalam kehidupan sosial kemasyarakatan juga berbeda. Namun harus diakui pula

bahwa peran tersebut tidak semata-mata ditentukan oleh perbedaan biologis atau

keprilakuan saja tetapi juga ditentukan oleh tata nilai masyarakat yang berangkutan.

Sebagai gambaran, setiap masyarakat pasti mengakui bahwa beberapa prilaku tertentu

lebih cocok untuk kaum wanita dan prilaku lainnya lebih cocok kaum pria. Akibatnya

pekerjaan atau profesi tertentu dianggap lebih cocok untuk dikerjakan kaum pria,

sementara pekerjaan/profesi lainnya dianggap lebih cocok untuk dikerjakan kaum wanita.

Persoalannya sekarang adalah prilaku mana yang cocok untuk pekerjaan apa sangat

bergantung pada preferensi masyarakat yang bersumber pada tata nilai mereka. Atau

dengan kata lain, perbedaan tata nilai masyarakat pada akhirnya berakibat pada

perbedaan preferensi mereka terhadap prilaku anggota masyarakatnya. Sebagai contoh, di

Indonesia guru Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) cenderung didominasi

oleh guru wanita karena wanita dianggap lebih mempunyai kemampuan untuk ngemong

anak-anak ketimbang guru pria. Sebaliknya pada level pendidikan tinggi, staff dosen

lebih didominasi kaum pria karena pekerjaan pada level ini dianggap lebih kompetitif dan

692

Page 33: Modul 9 final

menantang. Selain itu, di Indonesia jumlah dokter gigi lebih banyak wanita dibanding

pria. Demikian juga meski di Indonesia jumlah kaum wanita sedikit lebih banyak

dibanding pria, jumlah anggota dewan legislatif masih didominasi pria.

Karena preferensi dan tata nilai masyarakat berbeda maka pekerjaan-pekerjaan

yang di Indonesia didominasi oleh kaum pria belum tentu di negara lain juga didominasi

kaum pria, demikian sebaliknya. Di Pakistan misalnya, juru ketik lebih didominasi kaum

pria, demikian juga kaum pria mendomiasi pekerjaan perawat di Belanda. Seperti halnya

di Indonesia, di Belgia dokter gigi di dominasi kaum wanita. Sementara itu manajer

berjenis kelamin wanita sangat banyak ditemui di Filipina dan Thailand tetapi sangat

jarang atau hampir tidak ada di Jepang.

Semua contoh diatas menunjukkan perbedaan preferensi masyarakat terhadap

peran jender. Namun terlepas dari semua perbedaan tersebut distribusi peran jender

memiliki kecenderungan yang sama yakni kaum pria cenderung dituntut untuk

menunjukkan prestasinya melalui aktivitas diluar rumah sedangkan kaum wanita dituntut

untuk melakukan aktivitasnya di seputar rumah. Tuntutan tersebut berakibat pada prilaku

kaum pria yang cenderung asertif, kompetitif, tegas dan macho. Sementara kaum wanita

lebih dituntut untuk berprilaku sebaliknya yakni memberi perhatian dan memelihara

anak-anak serta menjalin hubungan antar manusia lebih baik. Bagi kaum wanita tuntutan

seperti ini sangat wajar karena kaum wanita, sebagai orang yang memiliki kemampuan

untuk memberi keturunan, cenderung tinggal di rumah lebih lama paling tidak selama

hamil, melahirkan dan menyusui. Perbedaan pola prilaku ini digambarkan dalam sebuah

falsafah Cina yang sangat populer yakni “Yin dan Yang.” Yin merepresentasikan kaum

wanita yang berorientasi kedalam dan lebih statis sedangkan Yang merepresentasikan

kaum pria yang berorientasi keluar dan lebih dinamis. Meski keduanya berbeda tetapi

saling membutuhkan.

Jika dalam sebuah keluarga – katakan seorang Bapak dan Ibu secara konsisten

membagi peran masing-masing seperti digambarkan diatas yakni Bapak lebih

berorientasi keluar dan Ibu lebih berorientasi kedalam maka sangat tidak mengherankan

693

Page 34: Modul 9 final

jika pola pikir ini akan merembes dan tertularkan kepada pola pikir anak-anak mereka

sehingga secara berturut-turut pola pikir tersebut boleh jadi menjadi pola pikir

masyarakat umum.

Berdasarkan uraian diatas, bisa dikatakan bahwa budaya yang berkembang pada

masyarakat pada umumnya dan masyarakat yang tinggal di satu wilayah negara bisa

dilihat dari perbedaan peran jender yang direpresentasikan oleh tingkat masculinity dan

femininity masyarakat tersebut. Dalam hal ini istilah masculinity seperti dikatakan oleh

Hofstede berkaitan dengan pola pikir masyarakat yang membedakan secara tegas peran

jender dimana kaum pria diharapkan lebih asertif, kompetitif, tegas dan macho,

sementara kaum wanita diharapkan lebih lunak, memperhatikan kualitas hidup, memberi

perhatian pada anak-anak dan keluarga serta lebih peduli. Sementara itu yang dimaksud

dengan femininity adalah pola pikir masyarakat yang tidak secara tegas membedakan

peran masing-masing jender dimana baik pria maupun wanita dituntut kompetitif namun

di saat yang sama juga diharapkan kooperatif; keduanya dituntut lebih tegas namun juga

harus bisa negemong. Demikian seterusnya.

Negara-negara yang masyarakatnya masuk dalam kelompok masculinity dan

femininity dapat dilihat pada tabel 9.11 Sementara itu bentuk manifestasi dari masculinity

dan femininity dalam kehidupan keluarga, lembaga pendidikan, tempat kerja maupun di

pemerintahan, dapat dilihat pada tabel 9.12.

Tabel 9.11Negara-negara yang masuk dalam Masculinity dan Femininity

Masculine Feminine

1. Jepang2. Austria3. Venezuela4. Italia5. Swiss

1. Swedia2. Norwegia3. Belanda4. Denmark5. Costa Rica6. Yugoslavia

694

Page 35: Modul 9 final

6. Meksiko7. Republik Irlandia8. Jamaika9. Inggris Raya10. Jerman

7. Finlandia8. Cili9. Thailand10. Guatemala

Tabel 9.12Perbedaan antara masyarakat yang Masculine dan Feminine

Masculine Feminine

SECARA UMUM

1. Nilai-nilai masyarakat yang sangat dominan adalah keberhasilan dan kemajuan ekonomi

2. Uang dan harta benda lainnya dianggap sangat penting

3. Seorang pria diharapkan sebagai orang yang asertif, ambisius dan tegas

4. Seorang wanita diharapkan sebagai orang yang sensitif, mencintai dan ngemong

DALAM KELUARGA

1. Dalam kehidupan keluarga, seorang Bapak yang banyak berhubungan dengan fakta dan realita, sedang Ibu dengan perasaan.

2. Anak laki-laki tidak boleh mengangis, hanya anak perempuan yang boleh. Jika anak laki-laki diserang hanya mempertahankan diri dan menyerang balik, sedang anak perempuan tidak boleh.

3. Lebih bersimpati kepada orang yang kuat

DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH

1. Seorang murid harus menjadi yang paling pandai di sekolah

SECARA UMUM

1. Nilai-nilai masyarakat yang sangat dominan adalah peduli dan menjaga hubungan dengan orang lain

2. Manusia jauh lebih penting ketimbang harta benda, demikian juga hubungan baik antar manusia

3. Setiap orang diharapkan berprilaku wajar4. Baik laki-laki maupun perempuan

diharapkan memiliki peran yang sama

DALAM KELUARGA

1. Dalam keluarga, baik bapak maupun ibu diharapkan lebih memperhatikan fakta sekaligus perasaan.

2. Baik anak laki-laki maupun perumpuan boleh menangis tetapi tidak boleh bertengkar.

3. Lebih bersimpati kepada orang yang lemah

DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH

1. Di kelas, norma yang berlaku adalah seorang siswa harus setara dengan yang

695

Page 36: Modul 9 final

2. Gagal dalam sekolah berarti bencana.3. Guru akan memberi apresiasi kepada anak

yang paling brilian4. Anak laki-laki dan anak perempuan harus

memilih bidang keahlian yang berbeda.

DALAM LINGKUNGAN ORGANISASI

1. Orang hidup untuk kerja2. Manajer diharapkan seorang yang tegas

dalam pengambilan keputusan dan asertif.3. Menekankan pentingnya harta milik,

kompetisi dan kinerja4. Cara menyelesaikan konflik dengan adu

argumentasi

lain2. Gagal dalam sekolah hanyalah kecelakaan

kecil3. Persahabatan sejati akan memperoleh

apresiasi4. Baik siswa laki-laki dan perempuan

mengambil bidang studi yang sama

DALAM LINGKUNGAN ORGANISASI

1. Orang bekerja agar bisa hidup2. Manajer adalah orang yang intiuitif dan

mengambil keputusan berdasarkan konsensus

3. Menekankan pentingnya kesetaraan, solidaritas, kualitas kehidupan kerja

4. Cara menyelesaikan konflik dengan kompromi dan negosiasi

Short-term vs Long-term Orientation

Dimensi terakhir atau dimensi kelima adalah short-term vs long-term orientation. Sesuai

dengan namanya, pada dimensi ini masyarakat dibedakan berdasarkan orientasi mereka

terhadap waktu yakni masyarakat yang berorientasi jangka pendek dan masyarakat yang

berorientasi jangka panjang. Pada mulanya Hofstede tidak memasukkan short-term vs

long-term orientation sebagai dimensi budaya nasional. Short-term vs long-term

orientation baru diakui sebagai dimensi budaya nasional setelah Michael Bond, seorang

warga negara Canada yang sejak tahun 1971 tinggal dan bekerja di Timur Jauh serta

banyak berinteraksi dengan masyarakat Cina, melakukan penelitian dengan

menggunakan model penelitian seperti yang telah dilakukan oleh Milton Rockeah yang

dikenal sebagai Rockeah Value Survey (RVS). Jika Rockeah mengidentifikasi nilai-nilai

manusia berdasarkan dua kriteria umum yaitu nilai tujuan dan nilai alat, Michael Bond

mengidentifikasi nilai-nilai manusia berdasarkan hasil derivasi ajaran Confucius. Nilai-

nilai ini didapat setelah Michael Bond berdialog dengan beberapa ilmuan sosial Hong

696

Page 37: Modul 9 final

Kong dan Taiwan. Dari hasil dialog tersebut ditemukan 40 tata nilai yang berasal ajaran

Confucius seperti tampak pada tabel 9.13 berikut ini.

Tabel 9.13Tata Nilai yang Berasal dari Ajaran Confucius

Nilai-nilai confucius Deskripsi

1. Xiao2. Qinlao3. Rongren4. Suihe5. Qianxu6. Zhongyu shangci7. Liyi8. Li shang wang lai9. Renai (Xu, renqing)10. Xueshi11. Tuanjie12. Zhongyong zhidao13. Xiuyang14. Zun bei you xu15. Zhenyigan16. Ein wei bing shi17. Bu zhong jing zheng18. Wenzhing19. Lianjie20. Ai guo21. Chengken22. Qinggao23. Jian24. Naili25. Naixin26. Baoen yu baochue

27. Wenchua youyuegan28. Shiying huanjing29. Xiaoxin30. Xinyong31. Zhi chi32. You limao33. An fen shou ji

Patuh, menghormati pada orang tua, menghormati leluhurKerja kerasToleransi kepada orang lainRukun/harmoni dengan orang lainBersahajaLoyal kepada atasanMenjaga tatacara adatSaling memberi salam dan hadiahBaik hati dan pemaafBerpengetahuanSolidaritas terhadap orang lainTidak menonjolkan diriKemampuan diri untuk memanen hasilMenata dan menjaga hubungan berdasarkan status seseorangBermoralOtoritas yang berpihak pada orang lainNon-kompetitifKeseriusan dan stabilitas personalTidak korupPatriotismeTulusTidak pamrihHematTeguhSabarMembayar kembali kepada orang lain terlepas yang dilakukan orang lain tersebut baik atau jahatMemiliki superioritas budayaMemilki daya adaptasiBerhati-hatiDapat dipercayaMemiliki rasa maluRasa hormatTantangan hidup

697

Page 38: Modul 9 final

34. Baoshou35. Yao mianzi36. Zhiji zhijiao37. Zhenjie38. Guayu39. Zunjing chuantong40. Caifu

KonservatifMelindungi harga diriKedekatan dalam pertemananKesucian bagi seorang wanitaMemilki banyak tujuanMenghormati tradisiKesejahteraan

Keempatpuluh tata nilai diatas dijadikan instrumen penelitian yang belakangan dikenal

sebagai Chinese Value Survey (CVS). Dengan menggunakan skala Likert 1 – 9, Bond

menyebar kuisioner kepada responden terpilih yakni 100 orang mahasiswa S1 (50 pria

dan 50 wanita). Karena keseratus responden tersebut tersebar di 22 negara maka CVS

harus diterjemahkan dari bahasa Cina ke bahasa Inggris dan 8 bahasa lain yang sesuai.

Setelah melalui berbagai uji statistik dan analisis faktor, disimpulkan bahwa masyarakat

yang berorientasi jangka pendek memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan masyarakat yang

berorientasi jangka panjang seperti tampak pada tabel 9.14 berikut ini.

Table 9.14Short-term vs. Long-term orientation

Short-term orientation Long-term orientation

1. Menghormati tradisi

2. Menghormati tanggungjawab dan status sosial tanpa memperhatikan biaya yang harus dikeluarkannya

3. Tekanan untuk menjaga hubungan baik dengan teman walaupun harus menambah biaya

4. Hanya sedikit uang untuk investasi5. Mengharapkan hasil yang cepat

1. Mengadaptasikan tradisi ke dalam konteks modernisme

2. Menghormati status sosial dalam batas-batas yang wajar

3. Hemat

4. Menyediakan cukup dana untuk investasi5. Tidak buru-buru untuk segera memperoleh

hasil

698

Page 39: Modul 9 final

6. Memerhatikan harga diri

7. Memperhatikan proses untuk mencari kebenaran

6. Memiliki kemauan untuk menjadi tampak kecil dalam rangka memperoleh hasil yang besar

7. Lebih menekankan dan menghormati syarat-syarat untuk memperoleh kebajikan

LATIHANUntuk memperdalam pemahaman saudara mengenai materi diatas, silakan saudara

kerjakan latihan berikut ini.

1. Dalam banyak kasus sering terjadi perusahaan yang telah berhasil menerapkan

pola manajemen dan praktik prilaku organisasi di negara asal tetapi gagal

menerapkannya di perusahaan anak yang berlokasi di negara lain. Apakah

kegagalan ini disebabkan karena konsep manajemen dan prilaku organisasinya

yang keliru? Jelaskan

2. Mengapa budaya berbeda dan apa pengaruhnya terhadap prilaku kerja? Jelaskan

3. Jelaskan dimensi-dimensi budaya nasional menurut teorinya Hofstede!

Petunjuk jawaban latihan

1. Jawabannya tegas, tidak. Di Indonesia banyak dijumpai perusahaan asing seperti

Exxon Mobile, Vico, Beyond Petrolium (BP), PetroChina untuk perusahaan-

perusahaan yang bergerak di bidang perminyakan, dan P&G dan Unilever untuk

barang-barang konsumen dan masing banyak lagi perusahaan-perusahaan lain

yang dikategorikan Perusahaan Multinasional. Sebelum beroperasi di Indonesia

tentunya sudah beroperasi di negara asal dan berhasil. Meski demikian ketika

menjalankan bisnisnya di Indonesia perusahaan-perusahaan tersebut tidak serta

merta menggunakan pola manajemen dan prilaku organisasi yang sama seperti di

negara asal. Alasannya bukan karena pola manajemennya keliru tetapi karena

pola manajemen praktik prilaku organisasi tersebut tidak cocok untuk diterapkan

699

Page 40: Modul 9 final

di Indonesia yang memiliki budaya berbeda. Boleh jadi prinsip-prinsipnya sama

tetapi penerapannya harus disesuaikan dengan budaya setempat.

2. Budaya masyarakat sesungguhnya tidak lepas dari orientasi nilai masyarakat

tersebut. Masing-masing masyarakat mempunyai orientasi nilai yang berbeda.

Sebagai contoh, ketika berhadapan dengan isu lingkungan alam, sekelompok

masyarakat cenderung lebih pasrah pada alam; kelompok yang lain memilih

berharmoni dengan alam dan kelompok yang lain lagi bahkan cenderung ingin

menguasai alam. Kecenderungan seperti ini pada umumnya tidak terjadi hanya

dalam waktu pendek tetapi berlangsung dalam waktu lama dan persisten. Itulah

sebabnya cara berpikir masyarakat tertentu berbeda dengan cara berpikir

masyarakat lainnya yang berakibat budaya merekapun berbeda. Akibat dari

perbedaan tersebut misalnya masyarakat Indonesia cenderung memilih struktur

organisasi yang layer nya tinggi berjenjang ketimbang masyarakat Amerika

karena masyarakat Indonesia lebih berorientasi hubungan dibandingkan

amsyarakat Amerika yang berorientasi tugas.

3. Hofstede bisa dikatakan orang pertama yang mencoba menjelaskan budaya

masyarakat atau lebih tepatnya budaya nasional berdasarkan dimensi-dimensi

budaya. Pengelompokan ini berdasarkan penelitian yang dilakukan di beberapa

negara dengan sampel kurang lebih 117.000 responden. Hasilnya menunjukkan

bahwa budaya nasional bisa dibedakan menjadi 4 dimensi yaitu: masyarakat yang

individualis vs. masyarakat collective; masyarakat yang mempunyai power

distance tinggi vs. amsyarakat yang mempunyai power distance rendah;

masyarakat yang sangat menhindari uncertainty avoidance dan masayrakat yang

bisa menerima ancertainty avoidance, dan masyarakat yang masculine vs.

masyarakat yang feminine. Beberapa tahun kemudian, Hofstede menambahkan

satu dimensi lagi yaitu masyarakat yang berorientasi jangka pendek vs.

masyarakat yang berorientasi jangka panjang.

700

Page 41: Modul 9 final

RINGKASANPada dasarnya level analisis KB 1 adalah diluar organisasi (extra organizatioanl) yang

mencoba memahami implikasi dari faktor lingkungan terhadap praktik prilaku organsiasi.

Oleh karena itu, topik-topik penting yang dibahas dalam KB 1 meliputi: manajemen dan

organisasi lintas budaya; pertaanyaan mengapa budaya berbeda; pengaruh perbedaan

budaya terhadap prilaku kerja; dan erakhir dimensi-dimensi budaya nasional. Semua

pokok bahasan tersebut kemudian dirangkum dalam bentuk ringkasan sebagai berikut:

1. Meski prinsip manajemen dan organisasi dalam batas-batas tertentu bersifat

universal, tetapi operasionalisasinya menyesaikan dengan budaya setempat.

Akibatnya tidak setiap prinsip manajemen dan organisasi bisa diterapkan secara

generik.

2. Setiap masyarakat bisa dikatakan memiliki budaya yang khas yang berbeda

dengan budaya masyarakat lain. Perbedaan ini disebabkan karena orientasi nilai

masing-masing masyarakat berbeda.

3. Akibat dari perbedaan budaya masyarakat, praktik prilaku organisasi menjadi

pada masyarakat berbeda. Boleh jadi prinsipnya sama karena prinisp-prinsip

tersebut telah diuji secara akademik, namun praktiknya sekali lagi berbeda.

Indonesia misalnya memiliki kecenderungan menggunakan struktur organisasi

yang tinggi dibandingkan organisasi di Amerika.

4. Seperti dikemukakan Hofstede, budaya nasional bisa dibedakan berdasarkan

dimensi-dimensi budaya. Dimensi-dimensi budaya tersebut adalah: individualism

vs. collectivism; large power distance vs. small power distance; high uncertainty

avoidance vs. low uncertainty avoidance; masculinity vs. femininity; dan short

term orientation vs. long term orientation.

TES FORMATIF 1

701

Page 42: Modul 9 final

HONDA MOTOR COMPANY

Nobuhiko Kawamoto, CEO Honda Motor Company merasa risau terhadap keterlambatan dan kesalahan dalam memasuki pasar van, mobil sport dan truk kecil di pasar Amerika. Keterlambatan dan kesalahan ini jika ditelusuri lebih jauh mungkin disebabkan karena persoalan-persoalan perusahaan yang ada dikantor pusat. Sementara penjualan cukup tinggi dan laba yang diperolehnya menyebabkan perusahaan menempati posisi nomer 24 diantara perusahaan besar didunia, Kawamoto merasa bahwa Honda sedang menderita sakit, umumnya sakit yang dialami oleh perusahaan besar yakni perusahaan menjadi stagnant. Olaeh sebab itu Kawamoto merasa bahwa semangat pengambilan keputusan yang bebas, tidak berdasar hirarki dan menggunakan pola brainstorming baik terhadap isu-isu aktual maupun masalah-masalah baru, perlu dihidupkan kembali. Dia juga merasa bahwa kelahiran kembali perusahaan dianggap perlu jika perusahaan, khususnya, anak perusahaan Honda di Amerika hendak meningkatkan tanggung jawabnya terhadap masalah-masalah lingkungan, energi dan keselamatan karyawan. Dengan cara ini, baik perusahaan Honda Amerika maupun induk perusahaannya di Jepang akan memperoleh posisi pasar yang lebih baik.

Kawamoto, seorang insinyur yang dulunya bekerja di departemen R&D Honda, diangkat sebagai CEO pada tahun 1990 sebagai bagian dari tiga serangkai dalam pimpinan puncak perusahaan yang terdiri dari Kawamoto, mantan kepala manufacturing Honda Amerika, dan Direktur Pemasaran. Penunjukkan ini sejalan dengan gaya manajemen yang diterapkan perusahaan dalam hal pengambilan keputusan. Pola seperti ini sudah diterapkan perusahaan sejak pengunduran diri pendiri Honda – Soichiro Honda pada tahun 1973.

Kawamoto sedang menunggu hasil perkembangan dari gaya manajemen Honda Amerika sebagai model perubahan gaya manajemen Honda di Kantor Pusat Jepang. Meski pasar Jepang menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan, Honda menempati posisi pasar urutan keempat di Amerika setelah Chrysler. Menurut Hideo Sugiura, mantan CEO Honda, keberhasilan pasar Amerika tersebut tidak lepas dari kebijakan lokalisasi yang terdiri dari produk, produksi, laba dan manajemen. Menurut Sugiura, agar perusahaan global betul-betul berhasil maka ia harus bisa menciptakan budaya perusahaan yang menggabungkan dua perbedaan budaya. Dalam hal ini, Honda harus bisa menggabungkan model pengambilan keputusan yang cepat ala Amerika dengan model pengambilan keputusan demokratik ala Jepang. Di Honda

702

Page 43: Modul 9 final

Amerika, mulai dari Presiden Direktur sampai ke Tukang Sapu memakai seragam yang sama yakni Kemeja Putih, dan pada saat yang sama para desainer dan insinyur otomotif didorong untuk mempertahankan sikap individuality mereka sebagai kekuatan budaya Amerika.

Hal yang menarik dari perubahan ini – mulanya diterapkan di Amerika kemudian dan sekarang juga di Kantor Pusat Jepang, adalah mereka dalam menerapkan gaya manaje-men pada dasarnya mengikuti pola yang dikembangkan oleh pendiri Honda – Seichiro Honda. Honda tergolong ornag yang tidak konvensional dalam kaca mata orang-orang Jepang. Meski membuat keputusannya sendiri, Dia memberi kepercayaan kepada kolega-nya untuk merekrut para expertise dari berbagai disiplin ilmu yang mendorong ter-bentuknya semangat individualism. Itulah yang dikatakan oleh Sugiura bahwa semangat tersebut sejak tahun 1990 di hidupkan kembali

Dengan menggunakan istilah kebijakan lokalisasi berarti bahwa manajemen Honda Amerika berasal dari penduduk negara tersebut. Hanya satu dua pimpinan puncak yang berasal dari Jepang, selebihnya orang Amerika. Meski demikian, para eksekutif Honda mengharapkan para manajer Amerika memahami budaya dan gaya manajemen Jepang. Demikian juga para manajer Amerika diharapkan menerapkan beberapa kebijakan Perusahaan Induk seperti: pengambilan keputusan berdasarkan konsensus di semua level manajemen, menggunakan seragam yang sama dan pusat kegiatan diatur sedemikian rupa agar tugas-tugas bisa di shared diantara anggota team.

Selain itu, para manajer Jepang yang ditugaskan di Amerika juga diharapkan memahami pola dan budaya Amerika. Salah satu kebijakan lokalisasi adalah melakukan reinvestasi dari laba yang diperolehnya bukan saja pada pabrik, ekuipmen, biaya-biaya pemasaran, tetapi juga pada masyarakat dan komunita setempat. Oleh karena itu para manajer (Jepang) harus aktif dalam kehidupan mansyarakat setempat dan memberi donasi pada yayasan-yayasan dan organisasi sosial setempat.

Manajemen Honda Amerika merasa bahwa kebijakan lokalisasi membantu perusahaan dalam mengadaptasi perubahan pasar Amerika yang terjadi pada tahun 1990an. Untuk pertama kali sejak perusahaan ini memasuki pasar Amerika, Honda mengalami per-tumbuhan yang terus meningkat. Meski Honda Amerika masih menunjukkan profita-bilitasnya (pada saat yang sama Tiga Besar Perusahaan Automotif Amerika mengalami kerugian sebesar 3 milyar dolar),

703

Page 44: Modul 9 final

masih ada beberapa ribu produksi Honda dari pabrik Ohio yang tidak dapat terjual. Untuk mengatasi hal ini kebijakan Honda tidak meng-gunakan model konsensus seperti model Jepang melainkan menggunakan strategi pemasaran yang biasa di gunakan di Amerika yaitu memberi rabat pada mobil yang tingkat penjualannya kurang baik. Hasilnya peningkatan penjualan yang luar biasa.

Model manajemen diatas akhirnya tidak saja diterapkan pada aspek pemasaran, tetapi juga pada bidang-bidang lain pada semua level manajemen. Pekerja harian juga di-harapkan lebih fleksibel dalam bekerja dan dituntut untuk belajar mengerjakan tugas-tugas lain sehingga mereka bisa mengerjakan tugas-tugas lain tidak seperti serikat kerja di Tiga besar perusahaan Amreika yang bidang tugasnya sangat spesifik. Disamping itu, para pekerja juga untuk untuk memenuhi standar kualitas dan produktifitas yang diterapkan Kantor Pusat Jepang.

Pekerja harian juga diijinkan untuk membentuk team kerja untuk membantu tugas mereka menmenuhi standar kualitas dan produktifitas. Hal yang sama, manajer Jepang dan Amerika diijinkan dan diharapkan membentuk kerja team untuk membuat dan meng-implementasikan pengambilan keputusan mengenai peraturan dan prosedur kerja di lingkungannya. Sebagai hasilnya, semangat kerja di Pabrik Ohio meningkat. Ketika serikat kerja United Auto Workers (UAW) berupaya membuat serikat kerja di pabrik ini, usualnnya ditolak oleh para pekerja pabrik meski ada klaim bahwa para pekerja pabrik Ohio gajinya lebih kecil ketimbang pekerja pabrik-pabrik lain.

Honda Amerika juga pada level tertentu, sepakat untuk merekrut karyawan yang berasal dari etnik minoritas. Perusahaan ini juga menyetujui proposal yang mengusulkan agar para pekerja wanita memperoleh kesempatan promosi yang sama dengan rekan pria, dan memperoleh gaji sesuai dengan jenis dan beban kerjanya.

Dari apa yang telah dilakukan Honda Amerika, yang terjadi adalah meski perusahaan terus berupaya untuk menggabungkan dua budaya yang berbeda seperti yang diharapkan oleh Sugiura, tampaknya Honda Amerika masih jauh dari keinginan untuk memenuhi standard Amerika. Meski demikian, masih ada sedikit argumen bahwa Honda Amerika telah berhasil dalam operasinya.

Pertanyaan yang menyelimuti Kawamoto adalah apakah model penggabungan budaya yang diterapkan Honda Amerika dapat dieksport ke Kantor Pusat Jepang. Dengan mengeksport model ini diharapkan Kantor Pusat dapat kembali

704

Page 45: Modul 9 final

mengembangkan semangat individualisme dan entrepreneurshipnya yang sudah terbukti dapat berjalan ketika Honda dipimpin oleh Pendirinya. Disisi lain Kawamoto juga resah bahwa lambannya pengambilan keputusan di Kantor Pusat menyebabkan Honda Amerika masih kalah bersaing dengan The Big Three – Tiga Besar Industri otomotif Amerika.

705

Page 46: Modul 9 final

Kegiatan Belajar 2PRAKTIK PRILAKU ORGANISASI DALAM

KERAGAMAN BUDAYA MASYARAKAT

Uraian pada KB 1 menjelaskan pengaruh budaya terhadap prilaku organisasi yang titik

beratnya pada identifikasi perbedaan budaya nasional. Dengan memahami budaya

nasional berarti seorang manajer bagaimana seharusnya mereka beraksi dengan partner

dan rekan kerja dengan latar belakang budaya berbeda. Namun kembali pertanyaannya

adalah ketika sebuah perusahaan sudah menjadi perusahaan multinasional, apakah masih

perlu mempersoalkan perbedaan budaya mengingat dunia bisnis hanya mengenal satu

bahasa – laba? Pertanyaan ini tentunya harus disikapi secara hati-hati karena masih

adanya silang pendapat tentang keuntungan dan kerugian mempertimbangkan aspek

kultural dalam kegiatan bisnis lintas negara dan lintas budaya. Oleh karena itu pada KB 2

ini akan dibahas keuntungan dan kerugian keragaman budaya dan strategi mengelola

keragaman budaya. Selain kedua topik pembuka tersebut akan didiskusikan pula dua

topik lainnya sebagai representasi praktik prilaku organisasi lintas budaya.

Dengan selesainya KB 2 mahasiswa sangat diharapkan bisa memahami bahwa

prilaku organisasi tidak bebas nilai sehingga manakala mahasiswa mengimplementasikan

konsep tersebut dalam dalam dunia nyata bisa secara bijak mempertimbangkan faktor

kontekstual khususnya budaya masyarakat.

Keragaman budaya: keuntungan dan kerugianKetika anda ditanya apakah pernah melihat budaya? Jawabannya pasti belum atau tidak

pernah. Tetapi ketika ditanya kembali apakah anda pernah merasakan bahwa budaya

benar-benar eksis? Jawabannya bisa mendua – bisa ya bisa tidak. Ketika anda hidup di

lingkungan tempat anda dibesarkan sejak kanak-kanak sampai dewasa, anda mungkin

706

Page 47: Modul 9 final

telah terkondisikan dengan lingkungan tersebut sehingga tidak merasakan kehadiran

sosok budaya. Jika telah terinternaslisasi, budaya akan menjadi bagian dari hidup anda

sehingga kehadirannya tidak pernah dirasakan dan dipersoalkan. Akibatnya, anda sulit

menggambarkan sesungguhnya budaya itu seperti apa. Semuanya seolah-olah berjalan

secara linier sampai suatu ketika ada orang asing yang berprilaku tidak seperti pada

umumnya masyarakat setempat berprilaku. Saat itu barulah anda merasakan adanya dua

prilaku dan dua budaya berbeda. Hal yang sama juga terjadi ketika anda misalnya baru

pertama kali menginjakkan kakinya di bumi Filipina. Seketika mungkin anda akan

merasakan keanehan. Cara masyarakat Filipina berprilaku jika dibandingkan dengan

kebiasaan masayarakat yang telah anda kenal sebelumnya berpilaku sangat berbeda.

Perasaan aneh itulah bagian dari pengakuan akan eksistensi perbedaan budaya.

Gambaran diatas mempertegas eksistensi perbedaan budaya – meski tidak bisa

dilihat tetapi bisa dirasakan. Sekarang, seandainya anda seorang manajer dan ditempatkan

di sebuah negara yang sebelumnya tidak anda kenal, dan anda harus bekerjasama dengan

manajer lokal serta memimpin sekian banyak karyawan lokal yang prilaku dan

budayanya sama sekali berbeda dengan pengalaman anda sebelumnya, mungkin anda

akan mengalami apa yang disebut kejutan budaya (culture shock). Di saat yang sama,

sebagai seorang manajer, anda sesungguhnya memiliki kapasitas dan kekuasaan untuk

merubah semua itu jika sekiranya prilaku dan budaya setempat tidak sejalan dengan

kepentingan organisasi yang anda pimpin. Pertanyaannya sekarang adalah apakah anda

akan menutup mata atau sebaliknya mengakui adanya perbedaan budaya?

Pertanyaan ini memang sulit dijawab, namun jika anda seperti pada umumnya

manajer Amerika yang cenderung melihat orang lain sebagai individu bukan sebagai

bagian dari kelompok atau masyarakat, anda akan menutup mata terhadap perbedaan

budaya (culture blind). Pada umumnya manajer Amerika tidak pernah mempersoalkan

jenis kelamin, ras atau etnik. Bagi mereka, seorang karyawan harus preofesional, sejalan

dengan kepentingan organisasi. Kalaulah mereka melihat perbedaan budaya, tetap saja

tidak mau melihatnya, atau paling tidak, tidak berusaha melihatnya. Semua orang

707

Page 48: Modul 9 final

dianggap sama, memiliki kebutuhan dan aspirasi yang sama. Sayangnya pendekatan ini

tidak selamanya menguntungkan. Menutup mata terhadap perbedaan budaya justru akan

merugikan diri sendiri karena dengan menutup mata berarti seorang manajer membatasi

kemampuan dirinya untuk mengambil keuntungan dari keragaman tersebut. Seorang

manajer tidak bisa meminimalkan masalah yang disebabkan keragaman budaya dan atau

memaksimalkan keuntungan potensial yang ditawarkan keragaman budaya.

Pandangan kedua adalah mengakui eksistensi perbedaan budaya. Para manajer

mengakui perbedaan budaya ketika mereka menyadari bahwa orang-orang yang berasal

dari budaya berbeda menunjukkan berprilaku berbeda dan perbedaan prilaku tersebut

pada akhirnya mempengaruhi cara kerja fungsi-fungsi organisasi. Dalam lingkungan

masyarakat yang serba beda, pengakuan terhadap perbedaan budaya merupakan langkah

penting yang harus ditempuh seorang maanjer untuk mencapai keberhasilan organisasi.

Meski demikian pengakuan terhadap perbedaan budaya tidak bisa disamakan dengan

penilaian terhadap perbedaan budaya. Keduanya merupakan terminologi yang berbeda.

Menilai budaya berarti menganggap bahwa budaya sebuah masyarakat lebih baik atau

lebih buruk dibandingkan dengan budaya masyarakat lain. Dalam kenyataan bisa

dikatakan tidak ada budaya yang lebih atau lebih buruk dari budaya lain. Jika seorang

manajer melakukan penilaian budaya, misalnya menilai teman kerja atau karyawan

berdasarkan keanggotan mereka dalam sebuah kelompok budaya tertentu, dia bisa

dianggap melakukan tindakan immoral, berprasangka buruk (prejudice) dan mengarah

pada tindakan menyerang pihak lain, rasial, bias jender, dan etnosentrik.

Dengan mengakui eksistensi perbedaan budaya, sejak awal sesungguhnya

seorang manajer mengakui bahwa perbedaan budaya bisa memberi keuntungan dan

sekaligus menimbulkan masalah bagi organisasi. Dengan pengakuan ini pula seorang

manajer bisa bisa meminimalisir persoalan yang ditimbulkan perbedaaan budaya dan

memaksimalkan keuntungan yang ditawarkan oleh perbedaan tersebut. Beberapa

keuntungan dan masalah yang ditimbulkan perbedaan budaya dapat dijelaskan sebagai

berikut:

708

Page 49: Modul 9 final

Keuntungan.Sebuah organisasi akan memperoleh keuntungan karena keragaman budaya ketika

organisasi tersebut mengarah pada proses organisasi yang bersifat divergen. Bagi

organisasi yang bermaksud memperluas perspektifnya, strategi, taktik atau pendekatan

baru maka keragaman budaya menjadi sumber kukuatan organisasi. Demikian juga ketika

organisasi bermaksud mereposisi eksistensinya atau mereposisi strateginya, misalnya dari

bricks-and-mortar business (bisnis konvensional) ke click-and-mortar business (bisnis

berbasis internet), para manajer sangat disarankan untuk memanfaatkan keragaman

budaya. Jika keragaman budaya dikelola secara baik, organisasi akan mendapat dua

keuntungan sekaligus yakni: keuntungan karena bisa menciptakan sinergi (synergestic

advantages) dan keuntungan karena bisa bekerja dengan budaya lokal (culture-specific

advantages).

Keuntungan yang bersifat sinergis bisa tercipta karena para manajer bisa

menghadapi masalah dengan memaknai persoalan tersebut menggunakan perspektif lebih

luas. Akibatnya bukan tidak mungkin muncul ide-ide baru, interprestasi dan perspektif

baru yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Demikian juga dengan keragaman

budaya para manajer memiliki alternatif-alternatif baru sehingga bisa meningkatkan

kreativitas, fleksibelitas dan kemampuan untuk memecahkan berbagai amcam persoalan.

Sementara itu, manajer yang bekerja dengan budaya lokal (culture-specific)

memungkinkan mereka memahami situasi politik, ekonomi, sosial, budaya dan kemanan

setempat lebih. Pemahaman seperti ini sangat penting bagi seorang manajer global,

misalnya yang ingin maemasuki pasar domestik. Sebagai contoh, perusahaan-perusahaan

Jepang berhasil menguasai pasar Indonesia karena para manajernya memahami budaya

masayarakat Indonesia yang khas. Misalnya, sebagaian besar keputusan membeli untuk

produk-produk untuk kepentingan rumah tangga seperti mobil, sepeda motor, televisi dan

alat-alat eletronik lainnya tidak berada di tangan para bapak tetapi di tangan para ibu.

Dari sanalah kemudian desain promosi dikembangkan.

709

Page 50: Modul 9 final

Kerugian Jika keuntungan karena keragaman budaya disebabkan karena proses organisasi yang

bersifat divergen, sebaliknya keragaman budaya akan menyebabkan masalah manakala

proses organisasi bersifat konvergen yakni ketika semua karyawan dituntut untuk

berpikiran dan melakukan tindakan dengan cara yang sama. Komunikasi dan integrasi

menjadi semakin sulit kerika keragaman budaya eksis karena masing-masing menuntut

pemaknaan dan tindakan yang konvergen. Padahal keragaman budaya seringkali

menyebabkan dua belah pihak gagal memperoleh pemahaman bersama – sebuah

prasyarat bagi komunikasi yang efektif; mereka juga tidak bekerja dengan cara yang

sama atau irama yang sama – sebuah prasyarat bagi berhasilnya integrasi. Demikian juga,

tidak jarang keragaman budaya meningkatkan ambiguitas, kompleksitas dan kebingungan

di kalangan karyawan karena semuanya serba tidak jelas. Persoalan yang lebih krusial

yang dihadapi oleh para manajer berkaitan dengan culture-specific adalah arogansi

organisasi yang mengabaikan budaya lokal. Persoalan akan muncul manakala seorang

maanjer men-generalisasi semua strategi, kebijakan, prosedur dan praktik organisasi

seolah-olah apa yang telah berhasil diterapkan akan berhasil pula diterapkan pada situasi

lain tanpa memperdulikan variabel budaya lokal.

Secara umum keuntungan dan kerugian karena keragaman budaya dapat dilihat

pada tabel 9. 15 berikut ini.

Tabel 9.15Keuntungan dan kerugian akibat keragaman budaya

Keuntungan Kerugian/Masalah

Keragaman budaya menciptakan keuntungan karena terciptanya sinergi:

Keragaman budaya menimbulkan kerugian karena biaya organisasi meningkat:

Pemaknaan yang lebih luas- lebih terbuka terhadap ide baru- banyak interpretasi- banyak perspektif

Memperluas alternatif- meningkatkan kreatifitas- meningkatkan fleksibelitas

Keragaman meningkatkan:- ambigu- kompleksitas- kebingungan

Sulitnya menyatukan makna- miskomunikasi- lebih sulit mencapai kesepakatan

710

Page 51: Modul 9 final

- meningkatkan kemampuan memecahkan masalah

Sulitnya menyatukan tindakan- lebih sulit mencapai kesepakatan

untuk melakukan tindakan khusus

Keuntungan kultur spesifik: Manfaat dari bekerja dengan budaya tertentu

Kerugian kultur spesifik: kerugian yang melekat akibat bekerja dengan budaya lokal

- Memahami karyawan lokal lebih baik- Mampu bekerja lebih efektif dengan

klien lokal- Mampu memasarkan produk ke pasar

lokal lebih baik- Meningkatkan pemahaman lebih baik

terhadap politik, sosial, hukum, ekonomi dan budaya setempat.

Cenderung membuat generalisasi berlebihan

- kebijakan organisasi- strategi organisasi- praktik organisasi- prosedur organisasi

Ethnocentrism

Strategi mengelola keragaman budayaKemampuan manajer untuk mengakui keragaman budaya beserta potensi keuntungan dan

kerugiannya merupakan pertanda bahwa para manajer mencoba mengelola keragaman

budaya bukan mengabaikan perbedaan. Tabel 9.16 menggambarkan berbagai macam

respon manajer terhadap keragaman budaya. Respon yang paling umum adalah parochial.

Dengan respon seperti ini manajer memilih tidak mengakui keragaman budaya atau

dampaknya terhadap organisasi. Penyebabnya karena para manajer merasa yakin bahwa

manajemen dan cara mereka mengelola organisasi adalah satu-satunya cara untuk

mengelola organisasi, tidak ada cara lain yang bisa digunakan selain cara tersebut – our

way is the only way. Urutan respon kedua adalah etnosentrik. Dalam hal ini para manajer

mengakui adanya keragaman budaya tetapi keragaman tersebut hanya dianggap sebagai

sumber masalah. Pada tipikal organisasi etnosentrik, para manajer merasa yakin bahwa

cara-cara mereka mengelola organisasi adalah cara yang terbaik – our way is the best

way. Kalaulah ada cara lain yang bisa digunakan untuk mengelola organisasi, cara

tersebut dianggap lebih inferior. Bentuk respon ketiga, meski sangat jarang tetapi adalah

yang baik, para manajer secara eksplisit mengakui bahwa keragamaan budaya sekaligus

711

Page 52: Modul 9 final

bisa berdampak positif dan negatif terhadap organisasi. Dengan pengakuan seperti ini

para manajer menyadari bahwa cara kita dan cara mereka berbeda, dan kedua cara

tersebut tidak ada yang lebih superior – masing-masing memiliki kelebihan dan

kelemahan tersendiri. Oleh karena itu jika kedua cara tersebut digabungkan dan diambil

yang terbaik bukan tidak mungkin menghasilkan cara yang terbaik. Pendekatan inilah

yang disebut pendekatan sinergik.

Tabel 9.16Organisasi mana yang mendapat keuntungan keragaman budaya?

Tipe organisasi Persepsi Strategi Konsekuensi Frekuensi

kejadianPersepsi dampak keragaman budaya terhadap organisasi

Bagaimana dampak keragaman harus dikelola

Konsekuensi yang mungkin terjadi menurut persepsi dan strategi ini

Seberapa umum persepsi dan strategi ini

ParochialHanya ada satu cara

Tidak berdampak: keragaman budaya tidak berdampak pada organisasi

Mengabaikan perbedaan: mengabaikan dampak keragaman terhadap organisasi

Masalah: masalah muncul tetapi tidak dikaitkan dengan keragaman budaya tetapi faktor organisasi lain

Sangat umum

EtnosentrikCara kita yang terbaik

Dampak negatif: keragaman budaya meneybabkan masalah bagi organisasi

Meminimalkan perbedaan: meminimalkan sumber dan dampak keragaman budaya terhadap organisasi. Jika mungkin menggunakan satu budaya

Banyak masalah dan sedikit keuntungan: manajer mengurangi masalah dengan mengurangi keragaman; mengabaikan potensi keuntungan

Hal biasa

BersinergiMenggabungkan cara kita dan cara mereka bisa menghasilkan yang terbaik

Berpotensi memberi dampak positif dan negatif: keragaman berpotensi menciptakan keuntungan dan kerugian

Mengelola perbedaan: melatih manajer untuk mengakui dan memanfaatkan perbedaan budaya untuk menciptakan keuntungan bagi organisasi

Beberapa msaalah dan banyak keuntungan: manajer mengakui dan mengambil keuntungan karena perbedaan. Masalah lainnya perlu dikelola

Sangat jarang

Dari ketiga pendekatan seperti yang digambarkan pada tabel diatas, masing-

masing pendekatan akan memberikan implikasi berbeda. Pada organisasi parochial yang

menganggap bahwa keragaman budaya tidak berdampak pada organisasi, para manajer

akan memilih strategi yang mengabaikan keragaman budaya. Bagi mereka keragaman

budaya dianggap tidak relevan dan tidak penting. Strategi ini tentunya tidak akan

membantu manajer meminimalkan dampak buruk keragaman terhadap organisasi dan

712

Page 53: Modul 9 final

atau memaksimalkan keuntungan yang ditawarakan keragaman budaya. Semantara itu,

jika manajer menganggap bahwa keragaman budaya hanya akan memberi dampak negatif

bagi organisasi, seperti pada tipikal organisasi etnosentrik, maka dia akan memilih

strategi yang meminimalisir sumber keragaman dan dampaknya. Dengan strategi seperti

ini para manajer biasanya akan memilih salah satu dari dua cara berikut: berusaha

memilih karyawan yang memiliki budaya homogen atau berusaha memilih budaya yang

dominan dan mengajak semua karyawan untuk berprilaku sesuai dengan budaya tersebut.

Terakhir, para manajer yang menyadari dampak keragaman budaya dan

mengakui keragaman budaya berpotensi mendatangkan keuntungan dan kerugian

sekaligus cenderung akan memilih strategi yang bisa mengelola dampak dari keragaman

budaya bukan hanya mengelola keragaman itu sendiri. Artinya, para manajer berusaha

meminimalisir dampak potensial dari keragaman budaya dan membiarkan keragaman

tersebut tetap eksis serta mamaksimalkan potensi keuntungan dari dampak keragaman

budaya. Itulah sebabnya yang biasa dilakukan para manajer adalah memberi pelatihan

kepada karyawan agar mereka mengakui eksistensi keragaman dan memanfaatkan

keragaman tersebut untuk keuntungan organisasi.

Memecahkan masalah dengan sinergi budayaSetelah memperoleh gambaran tentang strategi mengatasi keragaman budaya, sekarang

akan diuraikan bagaimana memecahkan masalah dengan memanfaatkan keragaman

budaya. Seperti tampak pada tabel 9.16, situasi yang terbaik bagi organisasi yang

menghadapi keragaman budaya adalah memanfaatkan dampak positif dan meminimalkan

dampak negatif keragaman. Organisasi yang menerapkan strategi ini disebut organisasi

bersinergi secara kultural (culturally sinergistic organization). Yang dimaksud dengan

sinergi adalah prilaku keseluruhan sistem yang tidak dapat diprediksi dari prilaku sub-

sistem secara terpisah. Berdasarkan pengertian ini maka yang dimaksud dengan culturally

sinergistic organization adalah organisasi yang mempertimbangkan kesamaan dan

perbedaan budaya sebagai bagian untuk membangun keseluruhan sistem organisasi. Oleh

713

Page 54: Modul 9 final

karena itu manajer yang memimpin sinergistic organization secara reguler memanfaatkan

keragaman budaya sebagai sumber kekuatan untuk memecahkan persoalam organisasi.

Proses pemecahan masalah pada culturally sinergistic organization dapat dilihat pada

gambar 9.2.

Langkah 1: menjelaskan situasi yang sedang dihadapiUntuk menciptakan sinergi kultural dan memecahkan persoalan yang ditimbulkan karena

keragaman budaya, langkah pertama yang harus ditempuh para manajer adalah mengakui

bahwa persoalan kultural benar-benar eksis. Pengakuan ini menjadi kunci apakah sebuah

persoalan kultural bisa diselesaikan atau tidak. Namun harus disadari bahwa pengakuan

ini tidak hanya datang dari satu pihak sementara pihak lain tidak mau mengakuinya.

Kedua belah pihak harus memberikan pengakuan bahwa persoalan kultural adalah

persoalan mereka berdua. Hanya saja untuk menyatakan bahwa mereka sedang

menghadapi masalah bukan pekerjaan mudah. Masyarakat Jepang misalnya adalah tipikal

masyarakat yang tidak mudah mengatakan bahwa mereka menghadapi masalah karena

filosofi hidup mereka menganggap bahwa kehidupan adalah sesuatu yang harus bisa

diterima bukan dipersoalkan. Artinya bagi masyarakat Jepang persoalan budaya boleh

jadi dianggap sebagai persoalan minor yang tidak berarti apa-apa. Sebaliknya bagi

masyarakat lain menganggap sebaliknya. Persoalan tersebut adalah masalah serius yang

harus segera diselesaikan. Oleh karena itu sekali lagi kedua belah pihak yang sedang

mengalami persoalan budaya harus duduk bersama untuk menyampaikan perspektif

masing-masing tentang persoalan tersebut, sekecil apapun persoalannya. Tujuannya agar

persoalan tersebut tidak melebar dan membesar.

Langkah 2: menginterpretasikan situasi kulturalSetelah masing-masing pihak mengakui adanya perbedaan dan persoalan kultural, proses

selanjutnya adalah mengidentifikasi dan menginterpretasi kesamaan dan perbedaan dalam

cara berpikir, cara mengungkapkan perasaan dan cara bertindak diantara pihak-pihak

714

Page 55: Modul 9 final

yang secara kultural berselisih. Sebagaimana kita ketahui, dari perspektif orang yang

berprilaku, setiap prilaku dianggap rasional dan dapat dipahami. Meski demikian, tidak

jarang apa yang dianggap rasional dan bisa dipahami oleh diri kita tidak selamanya bisa

dipahami dan dibenarkan pihak lain yang berbeda landasan budayanya. Bagi manajer

Amerika misalnya prilaku manajer Jepang yang lambat dalam pengambilan keputusan

dianggap tidak rasional. Oleh karena itu agar salah interpretasi ini tidak berkelanjutan,

dan dalam rangka untuk memecahkan persoalan kultural dan mencapai sinergi kultural,

perspektif masing-masing pihak harus dirubah saat keduanya menginterprestasikan

situasi kultural. Manajer dari masing-masing budaya harus memahami asumsi dasar yang

melatarbelakangi prilaku dan budaya pihak lain. Artinya manajer Amerika harus tahu

alasan dibalik kelambatan manajer Jepang mengambil keputusan. Namun jika manajer

Amerika tetap menggunakan stnadar budayanya yang cenderung pragmatis, titik temu

tidak pernah bisa dicapai.

Langkah 3: Meningkatkan kreativitas kultural

Organisasi menciptakan alternatif sinergi dengan cara mencari cara terbaik untuk

memecahkan persoalan yang melibatkan orang-orang dari kultur berbeda. Pertanyaan

awal adalah “apa yang seseorang (dari satu budaya) dapat pelajari dari orang lain (yang

berasal dari budaya lain)?” – fokus pada pembelajaran. Pertanyaan kedua, dan ini

barangkali yang lebih penting, adalah “bagaimana kita bisa mengkobinasikan, dan

mengmabil yang terbaik, cara kerja dari beragam budaya?” – fokus pada sinergi. Kedua

jawaban tersebut harus kompatibel dengan asumsi dasar masing-masing budaya. Solusi

yang berbasis sinergi kultural merupakan solusi baru yang melewati batas-batas prilaku

masing-masing budaya. Memilih solusi terbaik – evaluasi hanya mungkin setelah situasi

bisa dijelaskan dengan baik dan diinterpretasikan dari berbagai sudut pandang budaya

berbeda.

715

Page 56: Modul 9 final

Gambar 9.2 : Proses menciptakan sinergi kultural

Langkah 1:Menjelaskan situasi yang dihadapi

Langkah 2:Menginterpretasi budaya

Langkah 3Meningkatkan kreativitas kultural

Menciptakan sinergi kutural

Dari perspektif budaya anda dan dari perspektif budaya mereka, bagaimana situasinya?

Menjelaskan situasi

Menentukan asumsi dasar

budaya

Ciptakan alternatif sinergi budaya

Lakukan penilaian terhadap

overlapping budaya

Pilih alternatif

Asumsi budaya seperti apa yang menjelaskan perspektif dan prilaku anda? Yang menjelaskan yang lain

Identifikasi kesamaan dan perbedaan budaya yang terlibat dalam proses

Ciptakan alternatif dengan mengambil yang terbaik dari berbagai kultur yang terlibat

Cek apakah solusi yang diharapkan cocok dengan asumsi semua budaya. Apakah ini sesuatu yang baru?

Implementasikan solusi berbasis sinergi kultural

Implementasikan solusi sambil mengamati reaksi masing-masing budaya. Perbaiki solusinya bedasarkan feedback

716

Page 57: Modul 9 final

Implementasi strategi yang melibatkan sinergi kultural

Setelah semua desain dan strategi memecahkan masalah berbasis sinergi kultural

ditetapkan, kini giliran untuk mengimplementasikannya. Namun implementasi itu sendiri

harus direncanakan dengan baik. Misalnya, sebelum masing-masing anggota organisasi

harus merubah cara pandangnya, terlebih dahulu mereka harus menyadari orientasi

budaya masing-masing. Artinya mereka harus memahami asumsi dasar budaya dan pola

prilakunya dan pada saat yang sama juga memahami asumsi dasar budaya dan pola

prilaku yang digunakan pihak lain. Tanpa adanya kesepemahaman ini mustahil usulan

perubahan bisa dilaksanakan. Berdasarkan kesepahaman ini maka manajer global bisa

mengimplementasikan lima opsi seperti tampak pada gambar 9.3

Budaya kita dominasi sinergi

kompromi

pengindaran akomodasi

budaya mereka

Gambar 9.3 : Opsi strategi global

Dominasi kultural

Opsi pertama adalah dominasi kultural yakni menggunakan pendekatan yang telah

digunakan di negara asal. Bagi perusahaan yang merasa memiliki kekuasaan lebih besar

dibandingkan counterpart – misalnya karena ukuran perusahaan lebih besar, teknologinya

lebih canggih atau sumber dana finansialnya lebih kuat, biasanya menggunakan

717

Page 58: Modul 9 final

pendekatan dominasi kultural. Seorang manajer kadang-kadang memilih menggunakan

pendekatan dominasi kultural jika dia merasa yakin bahwa cara yang dia tempuh

merupakan satu-satunya cara yang harus diterapkan. Situasi ini biasanya berkaitan

dengan standard etika. Misalnya dalam hal standard keselamatan kerja, perusahaan asing

yang beroperasi di Indonesia pada umumnya tidak mau kompromosi mengenai hal itu

meski di Indonesia mungkin persoalan standard keselamatan kerja belum begitu

diperhatikan

Akomodasi kultural

Opsi kedua, akomodasi kultural adalah kebalikan dari dominasi kultural. Ketimbang

mempertahankan praktik yang selama ini dijalankan di negara asal, manajer global

cenderung melebur kedalam budaya lokal. Mereka menerapkan prinsip “jika berada di

Roma lakukanlah seperti yang dilakukan orang Roma”. Sayangnya upaya manajer ini

seringkali mendapat tentangan dari perusahaan induk di negara asal khawatir manajer

tersebut tidak lagi mewakili prinsipalnya. Bentuk dari akomodasi kultural misalnya sang

manajer mempelajari dan menggunakan bahasa lokal sebagai bahasa komunikasi sehari-

hari atau kontrak-kontrak dagang dilakukan dengan mata uang lokal. Opsi ini

memungkinkan manajer lokal merasa nyaman dalam bekerja dan bisa menjalankan

kegiatan bisnisnya secara normal

Kompromi kultural

Pendekatan ketiga, kompromi kultural, merupakan kombinasi dari pendekatan pertama

dan kedua. Dengan menggunakan pendekatan ini berarti kedua belah pihak mengakui

eksistensi masing-masing. Tujuannya hanya satu demi keberhasilan kerjasama mereka.

Untuk itu amsing-masing pihak harus belajar budaya pihak lain demikian sebaliknya.

Pendekatan ini juga mengindikasikan bahwa partner yang lebih kuat harus merelakan

sebagian kekuasaannya kepada partner yang kurang kuat. Meski demikian kedua belah

pihak harus membuat konsesi agar hubungan bisnis mereka tetap sukses. Masalahnya

adalah manajer yang terlalu banyak menyerahkan kekuasaan kepada pihak yang lebih

718

Page 59: Modul 9 final

lemah dianggap sebagai manajer yang lemah dan bahkan kadang-kadang mereka dijuluki

sebagai manajer yang kalah (caving in).

Penghindaran kultural

Pendekatan keempat, penghindaran kultural (cultural avoidance), adalah pilihan bertindak

yang seolah-olah tidak ada perbedaan kultural atau tidak ada konflik kultural. Pendekatan

ini banyak diterapkan oleh manajer Asia ketimbang manajer-manajer dari dunia Barat.

Penyebabnya karena para manajer Asia cenderung mengadopsi budaya tidak konfrontatif

sehingga ketika menghadapi persoalan cenderung menghindar seolah-olah tidak terjadi

apa-apa. Penghindaran tersebut dimaksudkan agar orang lain tidak “kehilangan muka”.

Pendekatan ini pada umumnya diterapkan ketika isu-isu yang dipersoalkan tidak begitu

penting.

Sinergi kultural

Seperti disebutkan sebelumnya, pendekatan kelima, sinergi kultural, mengembangkan

solusi baru untuk menyelesaikan masalah dengan memanfaatkan perbedaan kultural

diantara pihak-pihak yang terlibat tanpa harus menghilangkan keunikan masing-masing

budaya. Solusi berbasis sinergi tidak hanya menyelesaikan masalah yang berbasis

domestik tetapi lebih dari itu menyelesaikan masalah yang berskala global. Penggunaan

bahasa adalah salah contoh menarik yang bisa diguanakan untuk membahas pendekatan

sinergi kultural. Jika pebisnis dari Belanda bertemu dengan pebisnis dari Indonesia untuk

membahas masalah kerjasama keduanya, pertanyaannya adalah bahasa apa yang akan

mereka gunakan untuk berkomunikasi? Jika pertemuannya di Jakarta dan pebisnis

Belanda menghendaki penggunaan bahasa Belanda maka pebisnis Belanda menunjukkan

dominasinya (cultural dominance) terhadap pebisnis Indonesia. Sebaliknya jika pebisnis

Belanda mau menggunakan bahasa Indonesia, berarti pebisnis Belanda mengakomodasi

partner dari Indonesia. Jika mereka menggunakan bahasa masing-masing dengan bantuan

penterjemah maka hal ini menunjukkan kompromi. Akan tetapi jika mereka sepakat

menggunakan bahasa Inggris – maka terjadilah sinergi kultural.

719

Page 60: Modul 9 final

Komunikasi lintas budayaTopik komunikasi yang dijelaskan pada modul 6, meski tidak dinyatakan secara eksplisit,

berasumsi bahwa proses komunikasi berlangsung dalam masyarakat yang memiliki

budaya yang sama sehingga hambatan komunikasi yang disebabkan karena perbedaan

budaya relatif kecil kalau tidak dikatakan tidak ada. Hambatan komunikasi lebih

disebabkan karena faktor non budaya. Namun jika proses komunikasi tersebut melibatkan

masyarakat lintas negara dengan latar belakang bahasa dan budaya berbeda, tentu saja

prosesnya tidak sesederhana jika dibandingkan dengan komunikasi yang dilakukan pada

masyarakat dengan budaya homogen. Penyebabnya karena bahasa dan budaya menjadi

variabel penting dalam proses komunikasi. Artinya jika kedua variabel tersebut tidak

dipahami dengan baik maka distorsi komunikasi akan meningkat. Situasi ini

direprentasikan pada proses komunikasi yang direpresenasikan oleh gambar 9.4 berikut

ini.

Gambar 9.4 : Tipikal komunikasi lintas budaya

Pengirim pesan dari kultur A

Penerima pesan dari kultur B

Pesan yang terkirim

Pesan yang diterima

Respon yang terima

Respon yang dikirim

720

Page 61: Modul 9 final

Seperti tampak pada gambar 9.4, pesan yang dikirim oleh seseorang dari

masyarakat dengan budaya A tidak selalu identik dengan pesan yang diterima oleh

seseorang dengan latar belakang budaya B. Demikian juga respon yang dikirim seseorang

dari masyarakat berbudaya B belum tentu sama dengan respon yang diterima oleh

seseorang dari masyarakat dengan budaya A. Perbedaan antara pesan/respon yang

dikirim dengan pesan/respon yang diterima ini disebabkan karena proses komunikasi

sesungguhnya tidak terjadi secara langsung yang bebas nilai. Sebaliknya, komunikasi

adalah proses simbolik dimana pesan atau respon merupakan bentuk simbol yang

berusaha diampaikan kepada pihak lain. Oleh karenanya jika budaya kedua belah pihak

berbeda, tidak tertutup kemungkinan interpretasi terhadap simbol tersebut juga berbeda

dan ujung-ujungnya potensi terjadinya miskomunikasi cukup terbuka. Bahkan sering

dikatakan pula bahwa semakin besar perbedaan budaya antara kedua belah pihak semakin

besar pula potensi terjadinya miskomunikasi. Untuk menggambarkan hal ini Nancy

Adler17 mencontohkan bagaimana terjadinya miskomunikasi antara pebisnis Jepang

dengan pebisnis Norwegia.

Pebisnis Jepang ingin memberi sinyal kepada rekan bisnisnya dari Norwegia bahwa dia tidak tertarik untuk melakukan jual beli dengan rekan bisnisnya. Namun karena orang Jepang pada umumnya berkomunikasi tidak langsung, dia mengatakannya dengan sopan “jual beli ini tampaknya sangat sulit dilakukan”. Mendengar penyataan ini rekan bisnis dari Norwegia menginterpretasikan bahwa transaksi jual beli masih bisa diteruskan namun masih ada masalah yang harus diselesaikan. Padahal maksud orang Jepang tersebut adalah transaksi jual beli tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu rekan bisnis dari Norwegia merespon dengan mengatakan “apa yang bisa saya lakukan untuk mengatasi masalah ini?” Sementara orang Jepang merasa bahwa pernyataannya sudah jelas – tidak ada transaksi, tetapi ditanggapi secara keliru oleh orang Norwegia.

Contoh diatas menggambarkan bahwa komunikasi tidak selalu berakhir dengan

pemahaman yang sama diantara pihak-pihak yang berkomunikasi. Kesalahpahaman ini

biasanya diawali oleh kesalahan dalam mempersepsi, menginterpretasi dan mengevalusi

pesan dan dilanjutkan dengan kesalahan dalam bertindak atau merespon pesan. Proses

721

Page 62: Modul 9 final

kesalah-pahaman ini bisa dijelaskan dengan model schemata18 seperti tampak pada

gambar 9.5 sebagai berikut:

Gambar 9.5 : Komunikasi dengan model schemata

Model schemata seperti tampak pada gambar 9.5 menjelaskan bahwa seseorang

mencoba memahami dunia sekitar dengan menciptakan kategori-kategori mental. Dalam

hal ini anda mencoba memahami budaya lain selain budaya anda yang telah anda yakini

kebenrarannya. Misalnya anda ditanya sejauh mana anda tahu tentang, katakanlah,

budaya orang Fiji padahal anda tidak punya gambaran sama sekali, dan memori anda

tidak pernah merekam, budaya orang Fiji maka anda akan mengandai-andai atau

membuat proyeksi tentang budaya orang Fiji. Dalam gambar, Budaya A adalah budaya

anda dan Budaya B adalah budaya orang Fiji. B1 adalah proyeksi anda tentang budaya

orang Fiji. Contoh ini memberi gambaran seandainya anda pergi ke Fiji untuk urusan

bisnis dan harus berkomunikasi dengan rekan bisnis di Fiji maka anda akan melakukan

komunikasi berdasarkan schema yang anda buat tentang orang Fiji yang tidak

sepenuhnya akurat. Itulah sebabnya dalam gambar anda berkomunikasi dengan Budaya B

1 bukan dengan B. Proses selanjutnya seperti tampak pada gambar 9.6, orang Fiji

(Budaya B) akan merspon bukan dengan budaya anda (Budaya A) tetapi dengan Budaya

A 1

Budaya A Budaya B

B1●

722

Page 63: Modul 9 final

Gambar 9.6 : Pengiriman dan penerimaan pesan melalui schemata

Pada mulanya ketika anda berkomunikasi dengan orang Fiji yang berbeda budaya

dan anda tidak mengetahui sama sekali budaya mereka maka anda mengirim pesan

menggunakan schema tentang orang Fiji (Budaya A ―――► budaya B1). Demikian

juga sebaliknya, orang Fiji yang tidak mengetahui budaya anda akan merespon pesan

menggunakan schema yang berbeda (Budaya B ―――► budaya A1). Wlhasil dengan

adanya perbedaan budaya komunikasi sepertinya tidak pernah berlangsung (ditandai

dengan garis putus-putus antara Budaya A dengan Budaya B). Namun dengan

berjalannya waktu, kedua belah pihak mencoba saling memahami dan menyesuaikan diri.

Selanjutnya, sedikit demi sedikit mereka merubah schema menuju ke pemahaman budaya

yang mendekati realitas. Akibatnya komunikasi menjadi semakin lancar dan kesalah-

pahaman menjadi semakin kecil. Proses perubahan schema menuju komunikasi yang

lebih efektif ini dapat dilihat pada gambar 9.7 dibawah ini.

Budaya A (Anda)

Budaya B 1

Budaya A 1

Budaya B (orang Fiji)

723

Page 64: Modul 9 final

B 1

B 1

B 1

Gambar 9.7 : Modifikasi schema munuju komunikasi lebif efektif

Tim kerja lintas budayaDewasa ini dengan semakin banyaknya perusahaan yang beroperasi di negara lain

mengakibatkan interaksi antar individu yang berbeda budaya menjadi semakin intens.

Pada saat sebuah perusahaan beroperasi hanya pada lingkungan domestik hampir bisa

dipastikan perusahaan tidak menemui hambatan budaya. Perusahaan seolah-olah

beroperasi di alaman rumah sendiri. Namun ketika persusahaan tersebut melebarkan

sayap melayani berbagai masyarakat yang berbeda budaya meski masih dalam lingkup

domestik sudah mulai merasakan adanya perbedaan budaya. Paling tidak seleras

masyarakat yang satu berbeda dengan selera masayrakat lainnya. Demikian seterusnya

ketika perusahaan menjadi multinasional dan perusahaan global intensitas perbedaan

budaya yang dihadapi perusahaan menjadi semakin nyata dan tidak terhindarkan. Oleh

karena itu bagi perusahaan global, mengelola keragaman budaya baik keragaman didalam

Budaya A (Anda)

Budaya B (orang Fiji)

724

Page 65: Modul 9 final

internal perusahaan maupun keragaman secara eksternal, menjadi pekerjaan rutin yang

harus selalu dilakukan para manajer. Artinya, kemampuan seorang manajer baik manajer

level atas maupun level bawah dalam hal pemahaman mereka tentang keragaman budaya

menjadi pryasarat mutlak yang tidak bisa dikesampingkan. Jika digambarkan, interaksi

lintas budaya antar individu didalam organisasi untuk masing-masing jenis perusahaan

mulai dari perusahaan domestik sampai perusahaan global dapat dilihat pada gambar 9.8

dibawah ini

Gambar 9.8 : Interaksi antar individu lintas budaya

Salah satu implikasi dari perusahaan global yang menjadi bahasan pada bagian

ini adalah manakala perusahaan tersebut harus membentuk tim kerja yang anggota-

anggotanya berasal dari individu-individu yang berbeda latar belakang budaya. Tim kerja

seperti ini sering disebut sebagai tim lintas budaya (multicultural team). Seperti telah

dijelaskan pada modul terdahulu, membentuk tim kerja baik bagi perusahaan domestik

maupun perusahaan global menjadi trend yang intensitasnya semakin meningkat. Yang

menjadi persoalan adalah perusahaan global tentu saja harus melibatkan orang-orang

yang berlatar belakang budaya berbeda sebagai anggota tim. Oleh karenanya efektifitas

Perusahaan Perusahaan Perusahaan PerusahaanDomestik Multidomestik Multinasional Global

725

Page 66: Modul 9 final

tim salah satunya sangat bergentung pada kemampuan tim menangani perbedaan budaya

diantara mereka. Tentu saja tim lintas budaya mempunyai kelebihan dan kekurangan

tersendiri dibandingkan dengan tim yang anggota-anggotanya berasal dari satu budaya

yang sama. Kelebihan dan kelemahan tim lintas budaya dapat dilihat pada tabel 9.17

berikut ini

Tabel 9.17Kelebihan dan kelemahan tim lintas budaya

Kelebihan Kelemahan

Keragaman meningkatkan kreativitas perspektif lebih luas semakin banyak ide semakin sedikit groupthink

Keragaman menyebabkan tim tidak kohesif- saling tidak percaya- miskomunikasi- stress

Keragaman memaksa anggota tim untuk memahami anggota tim lainnya dalam hal

ide perspektif makna argumentasi

Tidakadanya kohesivitas meneybabkan ketidak mampuan untuk:

- memvalidasi ide dan orang-orang yang terlibat

- membuat persetujuan manakal persetujuan tersebut dibutuhkan

- mencapai konsensus dalam pengambilan keputusan

- mengambil tindakan pentingSemakin meningkatnya kreativitas bisa menciptakan

identifikasi masalah yang lebih baik solusi lebih baik keputusan lebih baik

Tim akhirnya bisa lebih efektif lebih produktif

Tim akhirnya- tidak efisien- tidak efektif- tidak produktif

Prakondisi efektifitas tim lintas budayaMelihat kelebihan dan kelemahan tim lintas budaya seperti disebutkan diatas, pada

dasarnya tim lintas budaya mempunyai potensi untuk berkinerja secara efektif jika

mampu memanfaatkan kelebihan-kelebihan tersebut. Sayangnya banyak tim lintas

726

Page 67: Modul 9 final

budaya yang justru kurang produktif karena tidak secara optimal menangani masalah

keragaman budaya. Beberapa faktor yang mempengaruhi produktifitas tim diantaranya

adalah: tugas yang harus diselesaikan, tahap pembentukan tim dan cara bagaimana

mereka menangani keragaman budaya. Faktor-faktor ini dapat dilhat pada tabel 9.18

sebagai berikut.

Tabel 9.18Efektifitas keragaman tim

Efektif Tidak efektif

Keragaman akan efektif jika: Keragaman tidak efektif jika:Tugas

Tahap pembentukan

Kondisi

Inovatif

Divergen

Mengakui perbedaanAnggota dipilih berdasar kemampuan menjalankan tugasSaling menghargaiKekuasaan yang seimbangMenitikberatkan pada tujuan organisasiUmpan balik eksternal

Rutin

Konvergen

Mengabaikan perbedaanAnggota dipilih berdasarkan etnik tertentuEtnosentrikDominasi kulturalMeneitikberatkan pada tujuan individuTidak ada umpan balik

LATIHANUntuk memperdalam pemahaman saudara mengenai materi diatas, silakan saudara

kerjakan latihan berikut ini.

1. Jika anda seorang manajer dan menghadapi keragaman budaya bagaimana

seharusnya anda menykapinya dan apa implikasinya?.

2. Jelaskan berbagai bentuk strategi untuk mengelola keragaman budaya

3. Kapan sebaiknya anda menggunakan dominasi budaya? Jelaskan!

727

Page 68: Modul 9 final

Petunjuk jawaban latihan

1. Jika seorang manajer menghadapi keragaman budaya, sesungguhnya ada dua

pendekatan yang bisa anda lakukan yakni menutup mata terhadap perbedaan

budaya (culture blind) dan kedua mangakui adanya perbedaan budaya.

Pandangan pertama menganggap bahwa seorang karyawan harus preofesional,

sejalan dengan kepentingan organisasi. Semua orang dianggap sama, memiliki

kebutuhan dan aspirasi yang sama. Sayangnya menutup mata terhadap perbedaan

budaya justru akan merugikan karena kemampuan dirinya untuk mengambil

keuntungan dari keragaman tersebut. Pandangan kedua menganggap bahwa

dalam lingkungan masyarakat yang serba beda, pengakuan terhadap perbedaan

budaya merupakan langkah penting.Dengan mengakui perbedaan budaya,

seorang manajer bisa bisa meminimalisir persoalan yang ditimbulkan perbedaaan

budaya dan memaksimalkan keuntungan yang ditawarkan oleh perbedaan

tersebut.

2. Berbagai bentuk strategi untuk mengelola keragaman budaya diantara adalah:

strategi parochial – tidak mengakui keragaman budaya atau dampaknya terhadap

organisasi. Strategi kedua adalah etnosentrik - manajer mengakui adanya

keragaman budaya tetapi keragaman tersebut hanya dianggap sebagai sumber

masalah. Strategi ketiga, manajer secara eksplisit mengakui bahwa keragamaan

budaya sekaligus bisa berdampak positif dan negatif terhadap organisasi.

3. Untuk melakukan sinergi kultural sebetulnya ada berbagai cara bisa dilakukan.

Salah satunya adalah dominasi kultural yakni menggunakan pendekatan yang

telah digunakan di negara asal. Seorang manajer bisa menggunakan cara ini bila

dia merasa yakin bahwa cara yang dia tempuh merupakan satu-satunya cara yang

harus diterapkan. Situasi ini biasanya berkaitan dengan standard etika. Misalnya

dalam hal standard keselamatan kerja, perusahaan asing yang beroperasi di

Indonesia pada umumnya tidak mau kompromosi mengenai hal itu meski di

728

Page 69: Modul 9 final

Indonesia mungkin persoalan standard keselamatan kerja belum begitu

diperhatikan

RINGKASANKB 2 merupakan bagian integral dari modul 9 yang mencoba menjelaskan pengaruh

keragaman budaya terhadap praktik prilaku organisasi. KB 2 diawali dengan bahasan

tentang keuntungan dan kerugian adanya keragaman budaya; dilanjutkan dengan strategi

mengelola keragaman budaya; dan cara-cara memecahkan amsalah dengan sinergi

budaya. Dua topik terakhir komunikasi lintas budaya dan tim kerja lintas budaya adalah

dua isu paling banyak ditemui pada organisasi yang beroperasi lintas budaya. Kesemua

topik penting tersebut selanjutnya akan dirangkum dalam bentuk ringkasan berikut ini.

1. Ada dua pendekatan yang bisa dilakukan ketika berhadapan dengan keragaman

budaya yaitu mengabaikan kergaman budaya dan mengakui adanya kergaman

budaya. Keduanya memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri.

2. Strategi untuk mengelola keragaman budaya bisa dilakukan dengan (1)

pendekatan parochial – mengabaikan keragaman, (2) etnosentrik – sekedar

mengakui keragaman dan (3) sinergi – memanfaatkan keragaman

3. Situasi yang terbaik bagi organisasi yang menghadapi keragaman budaya adalah

memanfaatkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif keragaman.

Organisasi yang menerapkan strategi ini disebut organisasi bersinergi secara

kultural (culturally sinergistic organization). Langkah-langkahnya adalah: (1)

menjelaskan situasi yang sedang dihadapi, (2) melakukan interpretasi budaya dan

(3) meningkatkan kreativitas kultural

4. Mengimplementasikan strtaegi yang melibatkan sinergi kultural bisa dilakukan

dengan lima opsi yaitu: menghindar, mendominasi, mengakomodasi, bersinergi

dan kompromi.

729

Page 70: Modul 9 final

5. Salah satu isu penting dalam menghadapi kergaman budaya adalah komunikasi

lintas budaya. Isu utamanya adalah sering terjadinya miskomunikasi karena

masalah bahsa dan perbedaan budaya

6. Isu lain tentang kergaman budaya adalah tim kerja lintas budaya utamannya

karena efektifitas tim sangat bergantung bagaimana anggota tim menangani

masalah keragaman budaya

TES FORMATIF 2

INTRONICS

Tahun 1980, Yahya Ibrahim lulus dari University of Eidenburgh jurusan Electrical Engineering dengan predikat sangat memuaskan. Dia kemudian pulang ke rumahnya di Malaysia dengan harapan suatu ketika dapat meneruskan S2 jika ada kesempatan. Setelah beberapa waktu menunggu ternyata kesempatan tersebut tiba. Ibrahim diberi beasiswa dari pemerintah untuk kuliah S2 di California Institute of Technology (Cal Tech) di Amerika dengan ketentuan setelah lulus ia harus bekerja pada pemerintah Malaysia paling tidak selama 5 tahun.

Setelah lulus Kementerian Perdagangan menugaskan Yahya untuk bekerja pada perusahaan manufaktur yang berlokasi di Malaysia. Yahya Ibrahim ternyata adalah seorang yang dapat bekerja dengan baik bahkan ia seorang yang serius dalam bekerja. Sehingga ia mendapat perhatian khusus dari General Manager (GM) perusahaan tersebut. Sebuah cuplikan dari laporan GM ke Mentri Perdagangan tentang prestasi Yahya Ibrahim adalah sebagai berikut:

Yahya adalah seorang insinyur yang brilliant. Ia menunjukkan potensi yang luar biasa dan mempunyai sikap yang positif dalam bekerja.

Dalam posisinya sebagai manajer pabrik, tahun lalu ia telah berhasil menyusun beberapa program peningkatan kerja. Namun demikian ia punya kelemahan. Ia tidak sabaran dan gampang marah. Hal ini terjadi kemungkinan karena ia merasa adanya perbedaan tingkat intelektualitas antara dia dengan bawahannya.

730

Page 71: Modul 9 final

Saya merekomendasi agar Yahya diberi kesempatan yang lebih luas dalam bidang-bidang industri lain yang menungkinkan dia mempunyai pengalaman agar bisa menjadi pemimpin yang handal di bidang industri dimasa-masa mendatang.

Pada saat yang sama Kementerian Perdagangan dan Industri memperoleh berita dari salah satu perusahaan manufaktur yang dibawahinya bahwa GM dari perusahaan manufaktur yang berlokasi di Port Dickson (sekitar 100 km dari Kuala Lumpur) yang tergolong masih kecil akan pensiun.

Empat bulan kemudian Yahya, 27 tahun, menjadi seorang GM di Intronics. Intronics adalah perusahaan manufaktur yang masih kecil yang menghasilkan motor elektrik yang digunakan untuk produk mainan anak-anak dan juga digunakan sebagai alat kontrol pada produk lain. Intronics mempunyai sekitar 80 orang operator pabrik, dan15 orang staff manajemen. Semua karyawan tidak tergabung dalam satu serikat kerja. Dilihat dari komopsisi etnik, 50% dari pekerja adalah keturunan Cina, 40% Melayu dan 10% Keturunan India.

Struktur organisasi Intronics adalah sebagai berikut:

General Manager

Hasan Lim Lam Salleh Material manager Engineering Manager Accounting Admin. Production

Manager Manager

Store Buyer Engineers Account Clerks Foremen

Keempat manajer diatas masih berumur sekitar 40an. Mr. Lam, Manajer Akuntansi dan Administrasi adalah manajer yang paling lama. Ia telah bekerja di Intronics selama 12 tahun, sedangkan Mr Lim telah bekerja tidak kurang dari 7 tahun. GM yang lama menjalankan perusahaan dengan pendekatan laissez-faire (laissez-faire diartikan sebagai membiarkan manajer/karyawan untuk bekerja sendiri tanpa campur tangan yang banyak dari GM). Dan sebagaian besar operator pabrik telah bekerja lebih dari 5 tahun dan mereka biasanya memanggil dengan nama depannya tampa embel-embel apa-apa. Mr. Lim bertindak sebagai GM manakala GMnya pergi ke luar kota.

Dalam pandangan Yahya, Intronics dalam kondisi yang berantakan. Disiplin karyawan sangat rendah. Ketika jam 8 pagi ia meninjau beberapa bagian pabrik, para pekerja baru

731

Page 72: Modul 9 final

siap-siap untuk bekerja sementara tidak ada seorang manajerpun yang sudah berada di kantor.

Pada beberapa hari sebelum ia bekerja, Yahya diperkenalkan kepada semua karyawan Intronics oleh GM yang akan digantikannya. Yahya juga menghadiri makan siang di kantin perusahaan untuk pesta perpisahan dengan GM yang lama. Setelah itu Yahya diajak keliling perusahaan dan diberi briefing tentang sejarah perusahaan, struktur organisasi dan melihat-liha pabrik. Yahya mendapati bahwa layout (tata letak) pabrik tidak efisien dan mesin-mesinnya sudah tua. Ketika ia meninggalkan perusahaan pada sore hari ia juga mendapatkan sebuah pohon tua yang berada di depan pintu masuk perusahaan yang sangat mengganggu pandangan para pengendara mobil yang keluar masuk perusahaan.

Yahya mengundang rapat para manajer dan menjelaskan bahwa pabrik yang dimiliki Intronics sudah kuno, oleh karenanya ia akan menggantinya dengan mesin-mesin yang lebih modern agar bisa menjadi model bagi perusahaan-perusahaan lain yang berada dibawah departemen Perdagangan dan Industri. Yahya juga mengatakan bahwa ia akan mengadakan rapat mingguan dengan para manajer setiap Jum’at pagi.

Setelah Yahya menjadi GM sangat terasa bahwa perubahan datang begitu cepat dan sangat banyak jumlahnya. Mr. Lam, misalnya diminta untuk membeli time-clock (mesin kehadiran karyawan) dan membuat tanda pengenal bagi karyawan yang harus dipakai ketika mereka sudah hadir di perusahaan. Mr. Lim dan Manajer Produksi lainnya diminta untuk bekerja sesuai dengan rencana (rencana tersebut dibuat sendiri oleh Yahya) dan diminta untuk menata ulang production line nya. Manajer Toko juga diminta untuk menata ulang tokonya (juga diusulkan oleh Yahya) dan diminta untuk membuat pencatatan akuntansi setiap bulannya. Lebih lanjut Yahya akan keliling pabrik setiap pagi dan membuat perubahan-perubahan bilamana perlu.

Sementara banyak yang protes dan komplain terhadap apa yang dilakukan oleh Yahya, semua karyawan umumnya mematuhi permintaan dan perintahnya dan jumlah produksi juga meningkat tajam. Setelah enam bulan Yahya memangku jabatan GM sebuah masalah muncul. Pada pertemuan akhir minggu Yahya mengatakan: “Pohon tua yang ada didepan pintu masuk sangat menggangu pandangan mata, dan pandangan para pengendara mobil yang akan keluar masuk. Oleh karenaya saya memerintahkan Lim, sebagai manajer teknik, untuk menebangnya”.

Lim menjawab dengan terkejut: “Menebang Datuk Kong? Apakah kamu sudah gila? Tidakkah kamu tahu bahwa Datuk Kong lah yang melindungi kehidupan di pabrik ini? Menebangnya? Inilah barangkali ide paling gila yang pernah saya dengar selama saya bekerja disisni.”

732

Page 73: Modul 9 final

Mendengar jawaban tersebut, wajah Yahya memerah dan sambil menahan marah dia mengatakan: “ Lim, kita ini hidup di tahun 1990an!, tidak ada hal-hal aneh seperti Datuk Kong atau apapun jenisnya seperti yang anda bicarakan. Itu hanya tahayul.”Lim menyela “tahayul? Ketika anak perempuan Hasan jatuh dan demam tinggi dokter ternyata tidak dapat menyembuhkannya, tetapi begitu dia (Hasan) memberi sesaji ke Datuk Kong dan meminta pertolongannya, anaknya segera sembuh. Tanyakan dia kalau anda tidak percaya”. Kata Lim sambil menunjukkan jarinya pada Hasan.

Hasan mengiyakan: “Ya, ya, tanpa bantuan Datuk Kong, saya tidak tahu apa yang terjadi pada anak saya”. Meski demikian, Yahya tetap bersikeras dan sambil marah berkata: “ Saya tidak peduli, yang penting pada pertemuan minggu depan, saya tidak lagi melihat pohon itu disana”.

Adalah keyakinan sebagian besar keturunan etnik Cina dan Melayu bahwa Datuk Kong adalah ruh dari orang yang sudah meninggal tetapi masih ingin tetap tinggal didunia untuk membantu orang-orang yang membutuhkannya. Umumnya roh semacam ini tinggal dibebatuan atau pepohonan seperti halnya pohon yang berada didepan Intronics. Kabar tentang keberadaan roh orang yang sudah meninggal dan tinggal dipepohonan tersebut umumnya menyebar melui mulut ke mulut dengan cepat. Jika batu atau pohon tempat bersemayamnya roh tersebut dipindahkan maka yang memindahkannya akan dihukum oleh roh tersebut. Datuk Kong dalam hal ini dianggap sebagai dewata bagi yang mempercayainya.

Setelah beberapa minggu berlalu, Lim tetap saja menolak menebang pohon itu. Dan dari bisik-bisik Ia mendapat dukungan dari beberapa kalangan. Tetapi akhirnya Yahya memberi ultimatum kepada Lim: mengikuti perintahnya atau dipecat.

Karena ada ancaman tersebut, akhirnya Lim minta bantuan orang lain – karena tidak seorangpun dari anak buahnya yang mau membantu menebang pohon tersebut. Sebelum penebangan dilakukan, Lim memberi sesaji dan berdoa di pohon itu dengan menjelaskan kepada Datuk Kong bahwa dia tidak bermaksuk memindahkan Datuk Kong tetapi karena perintah Yahya dan dia masih butuh pekerjaan untuk menghidupi keluarganya maka dia terpaksa melakukannya.

Tidak lama setelah pohon tersebut ditebang, seorang pekerja bagian produksi jatuh sakit selama seminggu. Dia bisa sembuh tetapi rumor mengatakan bahwa selama sakit ia bermimpi yang dalam mimpinya ia mencoba berdoa pada Datuk Kong tetapi datuk Kong sudah tidak ada lagi entah dimana.

Dari kejadian tersebut permintaan cuti sakit terus bertambah. Demikian juga dikalangan pekerja pabrik ada perasaan tidak enak ketika pekerja tersebut harus ke toilet sendirian.

733

Page 74: Modul 9 final

Sepertinya ada yang memburunya/menguntitnya. Semua orang di pabrik merasa bahwa semua ini karena Datuk Kong sudah tidak melindunginya.

Empat bulan setelah kejadian ini, Lim mengajukan surat permohonan pengunduran diri. Bersamaan dengan pengunduruan diri Lim. Intronics mulai merekrut karyawan baru, tetapi 13 karyawan pabrik baru tersebut mengundurkan diri hanya dalam bulan pertama. Bagi Yahya, pengunduruan diri Lim dan mundurnya 13 karyawan baru merupakan awal dari kemungkinan terjadinya eksodus besar-besaran yang akan terjadi selama kepemimipinanya. Jika hal ini tidak cepat teratasi maka Intronics bakal mengahadapi masalah ketenaga kerjaan yang serius.

Pertanyaan Kasus:

Berdasarkan uraian kasus diatas, ada dua situasi yang saling berlawanan yakni Yahya

Ibrahim yang masih muda dan sangat rasional serta tidak mengakui adanya hal-hal yang

bersifat tahayul, dan karyawan-karyawan Intronics yang pada umumnya jauh lebih tua

dibandingkan Yahya Ibrahim yang masih mempercayai adanya hal-hal gaib. Menurut

saudara, apakah persoalan yang dihadapi Intronics terkait dengan tahayul ini atau karena

perbedaan budaya dan gaya manajemen yang diterapkan Yahya Ibrahim? Lakukan

analisis secara mendalam beberapa kemungkinan persoalan tersebut dalam rangka

meningkatkan kembali kinerja Intronics

734

Page 75: Modul 9 final

1 Erez, M. and P.C. Early, 1993, Culture, Self Identity and Work, Oxford University Press, halaman 3.

2 Hofstede, G., 1992, Motivation, Leadership and Organization: Do American Theories Apply Abroad?, halaman 99

3 Lihat misalnya Hampden-Turner and Tromprenaar, 2000, Building cross cultural competence, halaman 2.

4 Dalam aplikasinya kedalam praktik-praktik manajemen, bisa dilihat pada Nancy Adler, 2000, international dimension of organizational behavior atau Schneider and Louis Barsoux, 1997, Managing cross cultures

5 Lihat pengertian MNC seperti dikemukakan oleh Christopher Barlett and Sumatra Ghoshal, 2000, Transnational Management: Text, Cases, and Reading in Cross-Border Management, 3rd edition, McGraw-Hill International Editions

6 E.B. Tylor (1958) The origin of culture, halaman.1

7 Malinowski sebagaimana dikutip oleh William M. Evan halaman 267

8 Melville Herskovits sebagaimana dikutip oleh Mary Jo Hatch, 1997, organization theory, New York: Oxford university press, halaman. 204

9 Lihat Nancy Adler, 2002, International dimensions of organizational behavior, 4th edition, South Western, halaman 17-18

10 Kluckhohn, F.R. and F.L. Strodtbeck, 1961, Variation in value orientation, Evanston, Illinois: Row, Peterson and company, halaman 4

11 Lane and DiStefano, 1992, International management behavior, halaman 31

12 Andre Laurent, 1983, The cultural diversity of Western conception of management, International studies of management and organization, vol 13, no 1 -2, halaman 75 – 96

13 Lihat misalnya M. Haire, E.E. Ghiselli and L.W. Porter, 1997, Cultural patterns in the role of the manager, in Malcolm Warner (ed.) Compaative management: Critical perspective on business and manaegement, vol. I., London: Routledge, halaman 154 – 175.

14 Trompenaars, F., 1993, Riding the waves of culture, London: Nicholas Brealey

15 Hofstede and Bond, 1988, The Confucius connection: from cultural roots to economic growth, Organization Dynamics, 16, 4, halaman 4-12.

16 Hofstede, 1980, halaman 161

17 Nance Adler, 2002, op cit, halaman 77.18 Lihat Linda Breamer and Iris Varner, 2001, Intercultural communication in the global workplace, 2nd edition,

McGraw Hill International edition, halaman 24 - 26