-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
1
APBN DAN PERKEMBANGANNYA
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan catatan
yang
menampilkan gambaran penerimaan dan pengeluaran suatu negara.
Secara
sederhana APBN dapat didefinisikan sebagai laporan keuangan
pemerintah yang
mencakup rencana keuangan tahunan pemerintah Negara Republik
Indonesia yang
disetujui oleh DPR. Didalamnya berisi daftar sistematis dan
terinci yang memuat
rencana penerimaan dan pengeluaran Negara selama satu tahun
anggaran
Menurut konsep Ekonomi Makro. Kebijakan Fiskal melalui APBN
merupakan
implementasi dari peranan atau campur tangan pemerintah dalam
perekonomian
suatu negara. Pemerintah dapat berperan dari sisi
penerimaan/pendapatan
melalui variabel pajak dan dari sisi pengeluaran melalui
variabel belanja negara.
Keberhasilan pemerintah dalam mengatur dan mengndalikan
perekonomian dapat
dilihat dari kemampuan merencanakan APBN yang dapat
dipertanggung-
jawabkan, sehingga tujuan dan sasaran pembangunan dapat terujud
sesuai
dengan yang direncanakan.
1. Proses penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban
APBN,
Beberapa tahap dalam penyusunan APBN di Indonesia dapat
dikemukakan
sebagai berikut:
1. Pemerintah mengajukan rancangan APBN dalam bentuk RUU
tentang
APBN kepada DPR.
2. Kemudian ditetapkan UU tentang APBN selambat-lambatnya 2
bulan
sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
3. Pelaksanaan APBN dilakukan setelah ditetapkan dengan UU
dan
dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
2
4. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dilakukan
selambat-lambatnya 6
bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
Pertang-gungjawaban
Presiden menyampaikan RUU tentang pelaksanaan APBN kepada
DPR.
2. Indikator dalam Penyusunan APBN di Indonesia
Secara umum dalam penyusunan APBN didasarkan pada beberapa
indikator,
yaitu: a) Produk Domestik Bruto, b) pertumbuhan ekonomi tahunan,
c) inflasi, d)
nilai tukar Rupiah per Dollar Amerika, e) suku bunga SBI 3
bulan, f) harga
minyak Indonesia dan g) produksi minyak Indonesia. Meskipun
demikian asumsi
dasar ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan APBN
Indonesia tahun
2007-2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 8. 1
Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2007-2013 (data pokok)
*) Sebelum tahun 2011 menggunakan suku bunga SBI 3 bulan
Dari Tabel 8.1 terlihat bahwa:
Indikator pertama adalah pertumbuhan ekonomi. Secara umum negara
akan
disebut berhasil bila memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi.
Demikian pula dengan
Indonesia upaya untuk mewujudkan kesejahteraan dilakukan dengan
memberikan target
Indikator 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBN-P APBN
Pertumbuhan Ekonomi (% yoy) 6,3 6,0 4,6 6,2 6,5 6,5 6,8
Inflasi (% yoy) 6,6 11,1 2,8 6,96 3,79 6,8 4,9
Nilai tukar rupiah (Rp/USD) 9.140 9.691 10.408 9.087 8.779 9.000
9.300
Suku bunga SPN 3 Bulan rata-rata
(%) *) 8,0 9,3 7,6 6,6 4,8 5,0 5,0
Harga Minyak Mentah Indonesia
(USD/barel) 72,3 97,0 61,6 79,4 111,5 105,0 100,0
Lifting Minyak (ribu barel per hari) 899 931 944 954 900 930
900
Lifting Gas (ribu barel per hari
setara minyak) - - - - - - 1.360
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
3
pada indikator pertumbuhan ekonomi yang tinggi yaitu diatas 5%.
Angka yang berbeda
adalah tahun 2009 yaitu hanya 4,6%.
Indikator kedua adalah inflasi di Indonesia yang terlihat
berkisar di atas 6% pada
tahun 2007, 2008, 2010 dan 2012. Bila dilihat dari tingkatannya
besarnya inflasi yang
ditargetkan pemerintah tergolong sedang kecuali tahun 2008
sebesar 11,1% Tingginya
inflasi tersebut menunjukkan bahwa inflasi masih menjadi
permasalahan utama bangsa
Indonesia. Walaupun demikian pemerintah pernah berhasil
mentarget tingkat inflasi
yang rendah yaitu tahun 2009 sebesar 2,8%, 2011 sebesar 3,79%
dan 2013 sebesar
4,9%
Indikator ketiga adalah nilai tukar rupiah terhadap US$. Setelah
krisis moneter
nilai tukar rupiah terjadi depresiasi yang cukup besar bahkan
pernah melebihi Rp
10.000. Selama periode 2007-2013 besarnya nilai tukar yang
ditetapkan sebagai asumsi
dasar ekonomi makro relatif stabil yaitu berkisar Rp 9.000,
kecuali tahun 2008 sebesar
Rp 9.691 dan 2009 sebesar Rp 10.408. Dengan penetapan angka yang
cukup stabil
diharapkan dapat meningkatkan ekspor dan memperbaiki kondisi
Neraca Perdagangan
Indonesia terutama setelah memasuki era globalisasi.
Indikator keempat adalah suku bunga SPN 3 Bulan rata-rata, mulai
digunakan
tahun 2011 dengan angka sebesar 4,8%. Sedangka tahun 2012 dan
2013 memiliki angka
yang sama yaitu 5,0%. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya nilai suku bunga
tersebut relatif kecil. Sesuai dengan teori ekonomi makro
rendahnya suku bunga di
Indonesia akan mendorong naiknya Investasi di Indonesia. Semakin
tinggi investasi yang
terjadi akan berdampak pada naiknya produksi barang-barang dan
jasa yang dihasilkan.
Selanjutnya kondisi ini akan berpeluang meningkatkan nilai
perdagangan Indonesia.
Indikator kelima adalah harga minyak mentah Indonesia. Dalam
perkembangnnya
harga minyak terlihat tinggi terutama tahun 2011, 2012 dan 2013
masing-masing
sebesar 111,5 USD/barel; 105,0 USD/barel dan 100,0 USD/barel.
Tingginya harga
minyak tersebut selain mendorong nilai ekspor migas akan naik,
diperkirakan juga
berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia sendiri. Dengan
alasan produksi
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
4
minyak mentah Indonesia disinyalir semakin turun sementara
kebutuhan domestik
cenderung meningkat. Kondisi ini kemungkinan dapat berdampak
tingginya nilai impor
minyak yang melebihi perolehan ekspor minyak di pasar
internasional.
Indikator keenam adalah lifting minyak. Selama periode 2007-2013
lifting minyak
di Indonesia rata-rata sebesar 900 ribu barel per hari. Dilihat
dari angka tersebut
memberikan arti bahwa potensi minyak Indonesia masih dapat
dihandalkan dalam
perekonomian Indonesia. Berarti pula ini mencerminkan bahwa
Indonesia masih layak
disebut Negara Berkembang karena bergantung pada minyak. Potensi
ini akan lebih baik
bila disertai oleh tehnologi tinggi yang dapat dimilki bangsa
Indonesia. Hal ini penting,
karena sesuai realitas eksplorasi minyak di Indonesia masih
bergantung tenaga ahli dari
negara lain. Bahkan akan lebih baik lagi bila diupayakan untuk
melakukan riset untuk
dapat mencukupi kebutuhan minyak kemungkinan dengan memikirkan
alternatif yang
dapat dilakukan.
Indikator ketujuh adalah lifting gas yang tercatat sebesar 1.360
ribu barel per
hari setara minyak. Besarnya lifting gas tersebut menunjukkan
bahwa kebutuhan gas di
Indonesia dinilai cukup besar. Terutama untuk keperluan memasak
sudah dapat
dipastikan Indonesia sudah beralih menggunakan gas yang sering
disebut dengan elpiji.
Hanya saja gas elpiji yang diperdagangkan di dalam negeri
tersebut sesungguhnya
produk impor karena kelemahan Indonesia dalam
infrastruktur.Dengan demikian lifting
gas ini dapat berdampak positif pada produksi gas yang relatif
besar namun disisi lain
juga berpengaruh pada tingginya biaya produksi di Indonesia.
3. Pos-pos Anggaran dan Format dalam APBN
Di dalam APBN terdapat dua sisi yaitu sisi penerimaan dan
pengeluaran. APBN
Indonesia dari sisi penerimaan terdiri dari penerimaan dalam
negeri dan penerimaan
pembangunan. Sedangkan sisi pengeluaran terdiri dari pengeluaran
rutin dan
pengeluaran pembangunan. Terdapat perbedan Pos-pos penerimaan
dan pengeluaran
APBN di Indonesia antara sebelum reformasi dengan susudah
reformasi.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
5
A. Sebelum reformasi pos-pos APBN Indonesia terdiri dari
penerimaan dan
pengeluaran.
Sisi Penerimaan.
a) Untuk penerimaan rutin dilihat berdasarkan sektornya dan
dapat dibagi
menjadi dua yaitu migas dan non migas. Penerimaan dalam negeri
terlihat
sangat bergantung kepada migas. Faisal Basri (1995) Untuk non
migas
dapat dipilah menjadi tiga yaitu pajak langsung, pajak tidak
langsung. dan
penerimaan lainnya.
b) Untuk penerimaan pembangunan terdiri dari bantuan program dan
bantuan
proyek
Sisi pengeluaran,
a) Untuk pengeluaran rutin terdiri dari belanja pegawai, belanja
barang,
subsidi daearh otonom, bunga/cicilan utang dan lain-lain.
b) Untuk pengeluaran pembangunan memilki pos yang sama
seperti
penerimaan pembangunan yaitu program pembangunan dan bantuan
proyek.
B. Setelah reformasi, struktur APBN terdiri dari tiga jenis
yaitu
1. Pendapatan negara atau penerimaan dibedakan menjadi dua
yaitu
pendapatan negara dan hibah.
a) Penerimaan pajak terjadi perubahan dalam komponen pajak
yaitu
adanya pajak dalam negeri dan pajak perdagangan
internasional.
b) penerimaan bukan pajak terdiri empat komponen yaitu
penerimaan
SDA, bagian laba BUMN, PNBP lainnya dan pendapatan BLU.
c) Penerimaan dalam wujud hibah.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
6
2. Belanja Negara atau pengeluaran terbagi menjadi dua yaitu
belanja
pemerintah pusat dan belanja daerah.
Pengeluaran/Belanja negara dibagi menjadi dua yaitu
a) Belanja pemerintah pusat meliputi delapan komponen yaitu
belanja
pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga
utang,
subsidi, belanja hibah bantuan sosial dan belanja lain-lain.
b) Transfer ke daerah terdiri dari dana perimbangan dan dana
otonomi
khusus dan penyesuaian. Dana perimbangan meliputi dana bagi
hasil,
dana alokasi umu dan dana alokasi khusus.
3. Pembiayaan meliputi pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan
luar negeri.
a) Pembiayaan dalam negeri bersumber dari perbankan dalam negeri
dan
non perbankan dalam negeri.
b) Pembiayaan luar negeri terdiri dari penarikan pinjaman luar
negeri,
penerusan pinjaman dan pembayaran cicilan pokok utang LN.
Berdasarkan uraian tentang pos-pos anggaran dalam APBN tersebut
dapatlah
dikemukakan format APBN baik sebelum dan sesudah Reformasi:
1. Sebelum reformasi format laporan APBN Indonesia adalah
berbentuk dua
sisi (t account) dimana sebelah kiri adalah sisi debet dan
sebelah kanan sisi
kredit. Contoh:
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
7
Tabel 8.2
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1996/1997
Penerimaan APBN
1996/1997
Pengeluaran APBN
1996/1997
A. Penerimaan Dalam Negeri 78.202,8 A. Pengeluaran Rutin
56.113,7
1. Penerimaan Migas 14.120,1 1. Belanja pegawai 18.280,6
a. Minyak Bumi
b. Gas Alam
10.315,6
3.804,5
a. Gaji dan pensiun
b. Tunjangan beras
c. Uang makan/laukpauk
d. Lain-lain belanja pegawai
DN
e. Belanja pegawai LN
14.763,0
1.193,7
1.121,5
710,3
492,1
2. Penerimaan di luar Migas 64.082,7 2. Belanja barang
6.589,0
a. Pajak peningkatan
b. Pajak pertambahan
nilai
23.708,0
21.788,4
a. Belanja barang DN
b. Belanja barang LN
6.257,5
331,5
c. Bea masuk 3.450,5 3. Subsidi daerah otonom 10.012,3
d. Cukai
e. Pajak ekspor
4.033,0
160,1
a. Belanja pegawai
b. Belanja non pegawai
9.495,9
516,4
f. Pajak bumi dan
bangunan
2.277,3 4. Bunga dan cicilan utang 20.226,8
g. Pajak lainnya
h. Penerimaan bukan
pajak
569,8
7.267,8
a. Utang dalam negeri
b. Utang luar negeri
290,6
19.936,2
i. Laba bersih minyak 827,8 5. Pengeluaran rutin lainnya
1.005,5
a. Subsidi BBM
b. Lain-lain
-
1.005,5
B. Penerimaan Pembangunan 12.413,6 B. Pengeluaran Pembangunan
32.502,7
1. Bantuan Program - 1. Pembiayaan rupiah 22.089,1
2. Bantuan Program 12.413,6 2. Bantuan proyek 12.413,6
Jumlah 90.616,4 Jumlah 90.616,4
2. Setelah reformasi format laporan APBN Indonesia adalah satu
sisi dimana
bagian atas pendapatan negara dan hibah kemudian diikuti oleh
belanja
negara dan pembiayaan. Contoh.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
8
Tabel 8.3
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013
APBN Milyard rupiah
A. Pendapatan Negara dan Hibah 1.529.673,1
I. Penerimaan Dalam Negeri 1.525.189,5
1. Penerimaan Perpajakan 1.192.994,1
a. Pajak Dalam Negeri 1.134.289,2
b. Pajak Perdagangan Internasional 58.704,9
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 332.195,4
II. Hibah 4.483,6
B. Belanja Negara 1.683.011,1
I. Belanja Pemerintah Pusat 1.154.380,9
II. Transfer Ke Daerah 528.630,2
1. Dana Perimbangan 444.798,8
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 83.831,5
III. Suspen 0,0
C. Keseimbangan Primer (40.094,2)
D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) (153.338,0)
E. Pembiayaan 153.338,0
I. Pembiayaan Dalam Negeri 172.792,1
II. Pembiayaan Luar negeri (neto) (19.454,2)
Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 0,0
4. Gambaran Kebijakan APBN Indonesia Sebelum dan Sesudah
Reformasi
Sebelum reformasi Kebijakan APBN Indonesia khususnya pada masa
Orde
Lama adalah kebijaksanaan pembelanjaan defisit. Dampak dari
pelaksanaan
kebijakan tersebut telah membawa perekonomian indonesia semakin
terpuruk
yang ditandai dengan inflasi yang tinggi dan diikuti oleh
kekacauan sosial politik.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
9
Dapat dipastikan proses pembangunan mengalami kemacetan terutama
yang
berkaitan dengan barang puiblik. Setelah Orde Baru Indonesia
merubah
kebijakannya menjadi Anggaran Berimbang Dinamis.
Secara rinci Faisal Basri (1995) mengemukakan ada tiga ciri
utama dari
APBN Indonesia pada masa Orde Baru yaitu: 1. Anggaran Berimbang
Dinamis;
2. Kendali Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah dan 3.
Satus Quo dan
Off Budget. Ketiga ciri tersebut dapat dijelaskan sebgai
berikut:
1. Anggaran Berimbang Dinamis
Ciri pertama APBN Indonesia ditandai oleh kondisi anggaran
berimbang yang
artinya diseimbangkan. Secara konseptual telah diketahui bahwa
kondisi total
pengeluaran pembangunan di Indonesia senantiasa lebih besar dari
penerimaan
rutin. Berarti terjadi ketimpangan dimana pengeluaran lebih
besar dari
penerimaan dan disebut defisit. Namun sebagai bangsa yang
memiliki sifat
nasionalisme yang tinggi tidak mau dikatakan defisit dan secara
halus disebut
berimbang artinya sengaja diseimbangkan. Adapun solusinya dengan
menggunakan
hutang luar negeri yang diistilahkan dengan Penerimaan
Pembangunan. Pernyataan
tersebut sesuai dengan pendapat Faisal Basri (1995) bahwa
pengertian
berimbang tersebut lebih berkonotasi politik.
2. Kendali Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah
Hal ini sesuai dengan sistem perekonomian yang bersifat
sentralistis maka segala
keputusan tergantung pada Pemerintah Pusat. Dampaknya
pembangunan
perekonomian terjadi kesenjangan karena adanya kekuasaan
Pemerintah Pusat
dalam mengendalikan dana pembangunan. Bahkan pemerintah Pusat
dapat
menggunakan penerimaan pajak dalam jumlah yang lebih besar dari
Pemerintah
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
10
Daerah. Dengan lain perkataan Pemerintah Daerah memiliki andil
yang rendah
dalam pengelolaan pajak.
3. Status Quo dan Off Budget
Peranan penguasa dalam mengendalikan anggaran tampak mencolok
terutama dari
sisi politik. Umumnya penguasa akan berusaha memperkuat satus
quo dalam
kekuasaannya sehingga pos-pos pengeluaran akan cenderung
meningkat dan lebih
ke arah off budget. Menurut Faisal Basri (1995) praktek-prraktek
off budget
merupakan salah satu cerminan dari tersendat-sendatnya proses
demokratisasi.
Dengan alasan tidak seluruh penerimaan dan pengeluaran APBN
dapat
ditentukan, diawasi dan dikendalikan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat.
Setelah reformasi APBN Indonesia memiliki perubahan dalam
kebijakannya. Kebijakan Fiskal dalam APBN tahun 2005 lebih
terfokus pada tiga
arah yaitu pendapatan, belanja dan biaya (Laporan APBN tahun
2005), Ketiga
arah yang menjadi fokus kebijakan APBN dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Kebijakan Pendapatan Negara dan Hibah
Dalam masa pemerintahan SBY I terlihat upaya keras untuk
meningkatkan
penerimaan negara dari sisi pajak. Dimana peningkatan pendapatan
negara tersebut
dilakukan dari dua sisi yaitu administratif dan kebijakan.
Untuk sisi administratif melalui delapan langkah yang dapt
dijelaskan sebagai
berikut: a) E registration. Dengan membenahi registrasi ini
pemerintah dapat
memperluas pemungutan pajak yang dapat meningkatkan penerimaan
negara, b) Filling
melalui filling dapat pula meningkatkan objek pajak; c)
Pengembangan Kantor Pajak
Modern. Penyediaan fasilitas dan pelayanan yang baik dengan
pengembangan
kantor pajak modern dan penggunaan tehnologi yang memudahkan
dalam pelayan
pada wajib pajak; d) Pembangunan pusat data Untuk lebih
meningkatkan
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
11
keakuratan data tentang perpajakan di Indonesia; e) Pembentukan
Single
Identification Number. Guna lebih menertibkan jumlah wajib pajak
di Indonesia
maka pemerintah mewajibkan setiap warga negara Indonesia harus
memiliki
NPWP; f) Penyisiran wilayah. Untuk membedakan daerah tergolong
kaya dan
darah miskin. Tujuannya untuk menjaga agar pungutan pajak
memberikan rasa
keadilan. Untuk kota miskin pemerintah harus membebaskan
pungutan pajak
bahkan justru dengan memberikan subsidi; g) Perbaikan
Manajemen
Pemeriksaan dan Penyidikan Keberhasilan peningkatan penerimaan
negara dapat
diujudkan harus dilakukan perbaikan manajemen pemeriksaan &
penyidikan di
bidang perpajakan. Guna terhindar dari adanya penyimpangan
seperti korupsi; h)
Peningkatan Program Penyuluhan Pajak. memberikan kejelasan
tentang hak dan
kewajiban masyarakat akan kegunaan pajak di Indonesia. Upaya ini
selain dapat
meningkatkan kesadaran bagi siwajib pajak juga dapat
meningkatkan pajak yang
diterima pemerintah.
Untuk sisi kebijakan dengan melakukan tiga langkah utama
yaitu:
a) Pembebasan PPN aftur penerbangan internasional. Dengan
pembebasan PPN
tersebut tersebut dirasa dapat memberikan kepuasan bagi konsumen
terutama dari
luar negeri;
b) Pembebasan PPN dan PPNBM untuk kawasan Bintan. Tujuannya
untuk
menekan biaya produksi sehingga meningkatkan daya saing kawasan
tersebut
dalam perekonomian Indonesia;
c) Penyempurnaan aturan pungutan ekspor, Kebijakan tersebut
bertujuan untuk
dapat meningkatkan PNBP ( Penerimaan Negara Bukan Pajak ). Hal
ini sesuai
realitas bahwa Indonesia adalah negara yang bergantung kepada
perdagangan
internasional.
.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
12
2. Kebijakan Belanja Negara
Kebijakan Belanja Negara diterapkan prinsip ekonomi yaitu
melakukan belanja
negara secara efektif dan efisien dengan memperhatikan empat
faktor yaitu:
1) Pengendalian. Dalam proses pengendalian belanja negara di
indonesia maka
diperlukan dua syarat yaitu anggaran yang transparan artinya
seluruh pos
pengeluaran harus tereksplisit secara jelas mulai dari besarnya
kegunaan dan
sumbernya. dan akuntabel. artinya harus terbukukan dengan baik
dan dapat
menekan pengeluaran seefektif mungkin.
2) Penajaman Alokasi. Untuk dapat memenuhi target efisiensi dan
efektifitas
yang tinggi dalam belanja negara maka prioritas penggunaan
anggaran adalah
untuk: a) Beban pembayaran bunga utang pemerintah, b) Subsidi
tepat
sasaran, c) Bantuan sosial, d) Koordinasi dan sinkronisasi, e)
Kebijakan
Desentralisasi Fiskal, f) Konsolidasi Belanja Negara
3) UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Kebijakan
merubah
format pembukuan APBN dari dual budgeting (dua sisi) menjadi
unifed
budgeting (satu sisi). Perubahan format tersebut dimaksudkan
untk lebih
memudahkan dalam mengkontrol posisi APBN Indonesia karena
terlihat lebih
sederhana dari atas ke bawah dan lebih lengkap.
4) Pengurangan Subsidi BBM dan realokasi Subsidi
a) Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM. pemerintah dapat
melakukan
kompensasi subsidi BBM ke arah yang lebih tepat.
b) Subsidi Langsung Tunai, Subsisdi ini bertujuan untuk lebih
meningkatkan
kecerdasan melalui program wajib belajar dan meningkatkan
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
13
kesejahteraan masyarakat desa antara lain dengan perbaikan
infrastruktur pedesaan.
Sumber Bacaan
1. Asfia Murni., Ekonomika Makro ., Rafika Aditama, Bandung
edisi tiga 2013 M.
2. Faisal Basri 1995 Perekonomian Indonesia menjelang abad ke
21, Erlangga,
Jakarta
3. Suparmoko, 2003, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik,
Edisi ke-5 cet-3,
BPFE, Yogyakarta.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
14
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
15
c) Pembiayaan Defisit
Sesuai realitas kondisi APBN Indonesia sejak dulu sudah defisit
maka upaya
pembiayaan defisit tersebut dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Keputusan Menteri Keuangan No. 447/KMK.06/2005 : Strategi
Pengelolaan Utang Negara 2005-2009
Dalam keputusan tersebut memiliki dua sasaran yaitu:
a. Pengelolaan Utang
Seperti telah disebutkan di atas pengelolaan utang harus
menerapkan prinsip efektif dan efisien yaitu sedapat mungkin
digunakan untuk sektor produktif. Bila pengelolaan utang ini
berhasil maka dalam jangka panjang penerimaan dari sektor
produktif akan mampu melampaui beban utang yang harus
dibayarkan.
b. Optimalisasi Biaya Anggaran
Sesuai dengan teori mikro upaya mencapai hasil optimal dapat
dilakukan dua pilihan yaitu meningkatkan penerimaan total
atau
menekan biaya produksi. Oleh karenanya dalam mengoptimalkan
biaya anggaran harus dilakukan dengan biaya yang serendah-
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
16
rendahnya. Disamping itu juga harus diikuti dengan risiko
yang
rendah.
2. Pengelolaan Utang Negara Jangka Menengah
Untuk dapat mengelola Utang Negara Jangka Menengah dengan baik
maka
dilakukan dua cara. Dimana untuk Pinjaman Luar Negeri stoknya
harus dikrangi
sehingga ketergantungan terhadap sumber dana luar negeri dapat
diturunkan.
Sedangkan untuk Pinjaman Dalam Negeri lebih diprioritaskan untuk
meningkatkan
peranan sektor swasta dalam perekonomian Indonesia
Beberapa yang menjadi pokok bahasan pada bab ini yaitu meliputi:
a)
hubungan antara tujuan pembangunan, pedoman pembangunan dan
sistem
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
17
pelaksanaan pembangunan di Indonesia; b) Proses penyusunan,
pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN, c) Indikator dalam penyusunan APBN di
Indonesia,
d) pos-pos yang terdapat dalam APBN, e) kebijakan APBN dan hasil
hasil APBN
di Indonesia masa Orba dan setelah reformasi.
a. Hubungan antara Tujuan Pembangunan, Pedoman Pembangunan
dan
Sistem Pelaksanaan Pembangunan di Indonesia.
Seperti kita ketahui bersama bahwa tujuan pembangunan di
Indonesia
adalah mewujudkan masyarakat yang adli dan makmur berdasarkan
Pancasila dan
UUD 1945. Dari kalimat tersebut terlihat bahwa kunci utama
pembangunan
adalah tercapainya kondisi idial yaitu keseimbangan yang
berwujud masyarkat
yang adil dan makmur.
Arti kata adil di sini sangatlah berbeda dengan arti adil
menurut sistem
kapitalis dan komunis. Dimana adil menurut kapitalis adalah bila
seseorang
menerima pembagian pendapatan sesuai dengan potensi yang
dimiliki. Misalkan
seorang pemuda dengan ilmu pengetahuan dan skill yang tinggi
berhak menerima
pembagian pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
seorang yang sudah
tua namun potensinya sangat rendah. Sedangkan adil menurut
sistem komunis
lebih terfokus pada kebutuhan atau jumlah anggota keluarga. Jadi
biarpun dalam
profesi mungkin sangat rendah sebagai buruh misalnya namun kalau
memiliki
jumlah anggota keluarga yang besar berhak mendapatkan pembagian
pendapatan
yang lebih tinggi. Sebaliknya seorang yang memiliki profesi
tinggi tapi jumlah
anggota keluarga lebih sedikit maka akan menerima pembagian
pendapatan yang
lebih rendah.
Berbeda dengan Sistem Ekonomi Pancasila atau sistem Ekonomi
Kerakyatan
yang lebih mengutamakan kesejahteraan rakyat maka hakikat adil
disini adalah
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
18
adanya keseimbangan dalam distribusi pendapatan baik oleh
golongan kaya
maupun miskin. Pemerintah berperan sebagai pengendali agar
pemerataan di
bidang pendapatan benar-benar terwujud. Dimana pajak dan subsidi
merupakan
senjata utama dalam meningkatkan keadilan. Sebagai contoh dalam
mengkonsumsi
migas kita sering melihat jenis premium ada yang disubsidi dan
tidak. Kondisi ini
untuk menyadarkan masyarakat yang tergolong makmur agar
mengkonsumsi
premium yang tidak disubsidi. Sebaliknya masyarakat yang
tergolong miskin
diberi keringanan dengan mengkonsumsi premium yang
disubsidi.
Sedangkan arti makmur dalam tujuan pembangunan di Indonesia
adalah
tersedianya alat pemuas kebutuhan manusia secara melimpah. Hal
ini sesuai
dengan ungkapan dari Sumitro Djojohadikusumo bahwa suatu negara
disebut
makmur bila tersedia jumlah barang dan jasa yang melimpah
sehingga
memudahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
(Sugiartiningsih,Skripsi,1992,19). Dengan demikian makmur adalah
keadaan yang
dapat memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan masyarakat baik
terhadap
barang maupun jasa.
Selanjutnya tujuan pembangunan tersebut berpedoman pada GBHN
(Garis
Garis Besar Haluan Negara) yang aplikasinya dapat dilihat dari
dasar-dasar bagi
pembangunan berkelanjutan melalui Pelita. Sedangkan Trilogi
Pembangunan
ditetapkan sebagai strategi untuk tinggal landas menuju
masyarakat Indonesia
yang adil dan sejahtera oleh Presiden Soeharto pada 1 April
1969. Dimana dalam
Trilogi Pembangunan tersebut mencakup tiga unsur yaitu
Pertumbuhan Ekonomi
yang Tinggi; Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya; dan
stabilitas nasional
yang dinamis. (Kabar Bappenas,Vol. 9- No.1/April-Mei 2011).
Ketiga trilogi
tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
19
1) Pertumbuhan Ekonomi yang tinggi
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan dari pendaptan nasional
yang
dihasilkan oleh suatu negara. Dalam ilmu Ekonomi Makro
pendapatana nasional
adalah nilai dari seluruh barang-barang dan jasa yang dihasilkan
dalam kurun
waktu tertentu (biasanya 1 tahun). Berarti pertumbuhan ekonomi
tinggi adalah
proses atau usaha keras dari bangsa Indonesia untuk dapat
meningkatkan
produksi barang-barang dan jasa sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan
ekonominya.
Kemampuan mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi tersebut hanya
dapat
terwujud bila tersedia modal yang besar. Sedangkan prtambahan
modal hanya
terjadi jika tersedia sumber dana yang mencukupi. Selanjutnya
pertumbuhan
ekonomi yang diraih harus lebih tinggi kenaikannya dibandingkan
dengan laju
penduduk. Apabila kenaikan pendapatan nasional yang terjadi
lebih tinggi dari
laju penduduk maka tingkat kesejahteraan masyarakat atau
pendapatan per
kapita dikatakan meningkat. Sebaliknya bila laju pertumbuhan
ekonomi lebih
rendah dari laju pertumbuhan penduduknya maka tingkat
kesejahteraan
masyarakat menurun atau terjadi stagnasi.
2) Pemerataan Pembangunan dan Hasil-hasilnya
Berbicara tentang pemerataan maka dalam GBHN kita mengenal
adanya
Delapan Jalur Pemerataan yaitu Pemerataan pemenuhan kebutuhan
pokok rakyat
khususnya sandang,pangan dan perumahan;Pemerataan kesempatan
memperoleh
pendidikan dan pelayanan kesehatan; pemerataan pembagian
pendapatan;
Pemerataan kesempatan kerja; Pemerataan kesempatan berusaha;
Pemerataan
kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi
generasi muda
dan kaum perempuan; Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh
wilayah
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
20
tanah air dan Pemerataan memperoleh keadilan (Kabar Bappenas
Vol. 9- No.
1/April-Mei 2011,18).
Dalam membahas pemeratan pembangunan dan hasil-hasilnya di sini
akan
dibatasi pada dua jenis pemerataan yang saling berkaitan yaitu
:
a. Pemerataan Pembangunan dalam arti kata wilayah
Sesuai tujuan pembangunan di Indonesia adalah mewujudkan
masyarakat
yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan ekonomi
haruslah merata
di seluruh Indonesia. Pengertian merata di sini dapat mencakup
antar wilayah
seperti pembangunan di Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa serta
pembangunan di
kota dan di desa. Dimana untuk mewujudkannya proyek-proyek
pemerintah harus
dilakukan secara merata baik antar pulau maupun kota dan desa.
Dengan harapan
tidak terjadi perbedaan yang mecolok pada masing-masing daerah
bahkan terjadi
kerjasama antar daerah di seluruh wilayah Indonesia.
b. Pemerataan Pendapatan
Pola pembagian pendapatan yang merata adalah harapan dari
pelaksanaan
pembangunan di Indonesia. Dengan demikian upaya pemerataan dalam
menikmati
hasil pembangunan harus dapat mencakup sebagian terbesar rakyat
Indonesia.
Salah satu upaya yang mungkin dapat dilakukan pemerintah adalah
meningkatkan
kesempatan kerja yang lebih luas. Dengan alasan jumlah penduduk
dan angkatan
kerja bertambah terus, jika kesempatan kerja yang tercipta
kurang memadai
pengangguran akan semakin meningkat. Dimana ketimpangan
pembagian
pendapatan mempunyai hubungan positif dengan meningkatnya
pengangguran.
3) Stabilitas Nasional yang Dinamis
Makna dari Stabilitas Nasional adalah kesadaran bahwa
pembangunan
merupakan proses perubahan yang berlaku terus menerus, sehingga
berpeluang
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
21
menimbulkan terjadinya instabilitas. Prinsip dari stabilitas
dinamis adalah proses
perubahan dalam pembangunan harus tetap terkendali dan teratur.
Keberaturan
proses perubahan dalam pembangunan merupakan harapan seluruh
bangsa
Indonesia. Bahkan stabilitas adalah syarat mutlak bagi
terlaksananya proses
pembangunan agar dapat mengatasi berbagi hambatan yang
terjadi.
Pengertian stabilitas secara keseluruhan mencakup lima unsur
yaitu politik,
ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Dari kelima
unsur tersebut
akan dibahas dua saja yaitu stabilitas ekonomi dan stabilitas
politik. Stabilitas
ekonomi yang lazim menjadi tolok ukur bagi negara adalah
besarnya inflasi yang
terkendali. Seperti diketahui inflasi merupakan hal yang wajar
terjadi akibat
proses peningkatan investasi yang berlangsung secara terus
menerus. Secara
makro perekonomian negara akan selalu terjadi gap antara
pertambahan
pendapatan dalam masyarakat dalam bentuk uang dengan tingkat
output yang
dapat dihasilkan. Dengan demikan inflasi harus dapat ditekan
sampai pada
tingkat tertentu.
Sedangkan stabilitas politik dapat diartikan menjaga agar dalam
kehidupan
politik tidak terjadi goncangan politik yang besar. Dalam
aplikasinya stabilitas
politik ini sangat diperlukan bangsa Indonesia untuk dapat
mensukseskan
pembangunan ekonomi. Sebagai realisasi dari pernyataan tersebut
pada Pelita I
unsur stabilitas menjadi prioritas pembangunan. Mengingat dari
Orde Lama ke
Orde Baru kita dihadapkan dengan instabilitas politik yang cukup
besar. Setelah
stabiliats politik membaik maka unsur-unsur Trilogi Pembangunan
yang lain
mengikuti yaitu pertumbuhan ekonomi pada Pelita II dan
pemerataan pada Pelita
III.
Berdasarkan tujuan pembangunan akhir dan unsur Trilogi
Pembangunan di
atas maka terlihat ada dua hubungan yaitu unsur pertama,
pertumbuhan ekonomi
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
22
yang tinggi dalam rangka mewujudkan makmur. Unsur kedua,
pemerataan
merupakan perwujudan dari adil. Sedangkan stabilitas adalah
merupakan syarat
utama bagi dapat dilaksanakannya proses pembangunan.
Selanjutnya untuk dapat mewujudkan tujuan akhir pembangunan
dilakukan
dengan sistem pentahapan, yaitu:
1. Rencana/Strategi Jangka Panjang ( 25 tahun)
2. Rencana/Strategi Jangka Menengah yang sering disebut Repelita
( 5
tahun )
3. Rencana/Strategi Pembangunan Jangka Pendek ( 1 tahun )
Walaupun pelaksanaan pembangunan dibagi-bagi menurut sistem
pentahapan, akan tetapi satu sama lain saling terkait dan
merupakan satu
kesatuan yang utuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari
Widjojo Nitisastro
(Kabar Bappenas vol. 9.No. 1/.April-Mei 2011,18) bahwa
pelaksanaan
pembangunan nasional dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan dalam
setiap Pelita. Selama enam Repelita proses perencanaan selalu
didasarkan kepada
GBHN. Dimana pada Pelita I (1 April 1969-31 Maret 1974)
bertujuan
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan
dasar-dasar bagi
pembangunan dalam tahap berikutnya. Sasaran Pelita I adalah
pangan, sandang,
perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja
dan
kesejahtearaan rohani. Pelita II dimulai 1 April 1974- 31 Maret
1979. Sasaran
utamanya adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana
dan prasarana,
mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.
Pembangunan
selanjutnya (Pelita III) yang dilaksanakan dari 1 April 1979
hingga 31 Maret
1984 lebih menekankan pada pemerataan yang secara lengkap
termuat dalam
Delapan Jalur Pemerataan. Pelita IV yang dilaksanakan dari
1April 1984 hingga
31 Maret 1989 sasaran utamanya adalah sektor pertanian menuju
swasembada
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
23
pangan dan peningkatan industri agar dapat menghasilkan mesin
industri sendiri.
Pelita V dari 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994 titik berat
pembangunan adalah
pertanian dan industri. Akhirnya pada Pelita VI dari 1 April
1994 hingga 31
Maret 1999 titik berat pembangunan adalah pada pembangunan
sektor ekonomi
yang berkaitan denga industri dan pertanian serta pembangunan
dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa selama proses
pembangunan
telah terjadi hubungan antara satu Repelita dengan Repelita
lainnya. Oleh
karenanya kita perlu mengetahui hakekat dari Repelita (
Ketetapan MPR no.
IV/MPR/1978 ) adalah :
Suatu rencana indikator yang memberikan petunjuk indikasi kearah
mana
seyogyanya sumber-sumber ( resources ) yang terbatas harus
dipusatkan, ia juga
memberikan petunjuk tentang faktor-faktor apa yang membatasi
ruang gerak
dan laju kecepatan proses pembangunan, ia juga memberikan
petunjuk tentang
gaya dan sistem ekonomi yang di anut dalam proses pembangunan
ini.
Mengingat Repelita masih rencana yang bersifat indikatif atau
rencana
yang bersifat umum untuk masa lima tahun mendatang, maka
repelita merupakan
sebuah rencana yang belum bersifat operasional. Untuk memberikan
bentuk
operasionalnya Repelita tersebut dituangkan kedalam rencana
pembangunan
jangka pendek yang realisasinya tampak jelas pada kebijaksanaan
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di setiap tahunnya. Hal ini
sesuai
dengan pernyataan Faisal Basri (1995,103) bahwa dalam upaya
mencapai
masyarakat adil dan makmur, maka disusunlah strategi pembangunan
jangka
panjang 25 tahunan dan selanjutnya dijabarkan dalam Repelita dan
rencana
tahunan yang tercantum di dalam RAPBN.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
24
Sedangkan penterjemahan rencana pembangunan jangka panjang
kedalam
rencana pembangunan tahunan ( jangka pendek ) yang lebih
realistis tercermin
dalam bentuk proyek-proyek sektoral yang terkandung dalam APBN
tahunan,
sehingga Repelita dapat dijelmakan dalam wujud program nyata dan
dapat
dilaksanakan. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa
pencapaian tujuan
akhir pembangunan yaitu masyarakat adil dan makmur dilaksanakan
melalui
rangkaian Repelita-Repelita yang sambung menyambung seperti yang
tercermin
dalam kebijaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Pemerintah.
b. Proses Penyusunan, Plaksanaan dan Pertanggung-jawaban
APBN.
Beberapa tahap dalam penyusunan APBN di Indonesia dapat
dikemukakan
sebagai berikut:
5. Pemerintah mengajukan rancangan APBN dalam bentuk RUU
tentang
APBN kepada DPR.
6. Kemudian ditetapkan UU tentang APBN selambat-lambatnya 2
bulan
sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
7. Pelaksanaan APBN dilakukan setelah ditetapkan dengan UU
dan
dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
8. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dilakukan
selambat-lambatnya 6
bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
Pertang-gungjawaban
Presiden menyampaikan RUU tentang pelaksanaan APBN kepada
DPR.
c. Indikator dalam Penyusunan APBN di Indonesia
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
25
Secara umum dalam penyusunan APBN didasarkan pada beberapa
indikator,
yaitu: 1) Produk Domestik Bruto, 2) pertumbuhan ekonomi tahunan,
3) inflasi, 4)
nilai tukar Rupiah per Dollar Amerika, 5) suku bunga SBI 3
bulan, 6) harga
minyak Indonesia dan 7) produksi minyak Indonesia. Meskipun
demikian asumsi
dasar ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan APBN
Indonesia tahun
2007-2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 7. 1
Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2007-2013 (data pokok)
*) Sebelum tahun 2011 menggunakan suku bunga SBI 3 bulan
Dari Tabel 7.1 terlihat bahwa:
Indikator pertama adalah pertumbuhan ekonomi. Secara umum negara
akan
disebut berhasil bila memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi.
Demikian pula dengan
Indonesia upaya untuk mewujudkan kesejahteraan dilakukan dengan
memberikan target
pada indikator pertumbuhan ekonomi yang tinggi yaitu diatas 5%.
Angka yang berbeda
adalah tahun 2009 yaitu hanya 4,6%.
Indikator kedua adalah inflasi di Indonesia yang terlihat
berkisar di atas 6% pada
tahun 2007, 2008, 2010 dan 2012. Bila dilihat dari tingkatannya
besarnya inflasi yang
ditargetkan pemerintah tergolong sedang kecuali tahun 2008
sebesar 11,1% Tingginya
inflasi tersebut menunjukkan bahwa inflasi masih menjadi
permasalahan utama bangsa
Indikator 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBN-P APBN
Pertumbuhan Ekonomi (% yoy) 6,3 6,0 4,6 6,2 6,5 6,5 6,8
Inflasi (% yoy) 6,6 11,1 2,8 6,96 3,79 6,8 4,9
Nilai tukar rupiah (Rp/USD) 9.140 9.691 10.408 9.087 8.779 9.000
9.300
Suku bunga SPN 3 Bulan rata-rata
(%) *) 8,0 9,3 7,6 6,6 4,8 5,0 5,0
Harga Minyak Mentah Indonesia
(USD/barel) 72,3 97,0 61,6 79,4 111,5 105,0 100,0
Lifting Minyak (ribu barel per hari) 899 931 944 954 900 930
900
Lifting Gas (ribu barel per hari
setara minyak) - - - - - - 1.360
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
26
Indonesia. Walaupun demikian pemerintah pernah berhasil
mentarget tingkat inflasi
yang rendah yaitu tahun 2009 sebesar 2,8%, 2011 sebesar 3,79%
dan 2013 sebesar
4,9%
Indikator ketiga adalah nilai tukar rupiah terhadap US$. Setelah
krisis moneter
nilai tukar rupiah terjadi depresiasi yang cukup besar bahkan
pernah melebihi Rp
10.000. Selama periode 2007-2013 besarnya nilai tukar yang
ditetapkan sebagai asumsi
dasar ekonomi makro relatif stabil yaitu berkisar Rp 9.000,
kecuali tahun 2008 sebesar
Rp 9.691 dan 2009 sebesar Rp 10.408. Dengan penetapan angka yang
cukup stabil
diharapkan dapat meningkatkan ekspor dan memperbaiki kondisi
Neraca Perdagangan
Indonesia terutama setelah memasuki era globalisasi.
Indikator keempat adalah suku bunga SPN 3 Bulan rata-rata, mulai
digunakan
tahun 2011 dengan angka sebesar 4,8%. Sedangka tahun 2012 dan
2013 memiliki angka
yang sama yaitu 5,0%. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya nilai suku bunga
tersebut relatif kecil. Sesuai dengan teori ekonomi makro
rendahnya suku bunga di
Indonesia akan mendorong naiknya Investasi di Indonesia. Semakin
tinggi investasi yang
terjadi akan berdampak pada naiknya produksi barang-barang dan
jasa yang dihasilkan.
Selanjutnya kondisi ini akan berpeluang meningkatkan nilai
perdagangan Indonesia.
Indikator kelima adalah harga minyak mentah Indonesia. Dalam
perkembangnnya
harga minyak terlihat tinggi terutama tahun 2011, 2012 dan 2013
masing-masing
sebesar 111,5 USD/barel; 105,0 USD/barel dan 100,0 USD/barel.
Tingginya harga
minyak tersebut selain mendorong nilai ekspor migas akan naik,
diperkirakan juga
berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia sendiri. Dengan
alasan produksi
minyak mentah Indonesia disinyalir semakin turun sementara
kebutuhan domestik
cenderung meningkat. Kondisi ini kemungkinan dapat berdampak
tingginya nilai impor
minyak yang melebihi perolehan ekspor minyak di pasar
internasional.
Indikator keenam adalah lifting minyak. Selama periode 2007-2013
lifting minyak
di Indonesia rata-rata sebesar 900 ribu barel per hari. Dilihat
dari angka tersebut
memberikan arti bahwa potensi minyak Indonesia masih dapat
dihandalkan dalam
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
27
perekonomian Indonesia. Berarti pula ini mencerminkan bahwa
Indonesia masih layak
disebut Negara Berkembang karena bergantung pada minyak. Potensi
ini akan lebih baik
bila disertai oleh tehnologi tinggi yang dapat dimilki bangsa
Indonesia. Hal ini penting,
karena sesuai realitas eksplorasi minyak di Indonesia masih
bergantung tenaga ahli dari
negara lain. Bahkan akan lebih baik lagi bila diupayakan untuk
melakukan riset untuk
dapat mencukupi kebutuhan minyak kemungkinan dengan memikirkan
alternatif yang
dapat dilakukan.
Indikator ketujuh adalah lifting gas yang tercatat sebesar 1.360
ribu barel per
hari setara minyak. Besarnya lifting gas tersebut menunjukkan
bahwa kebutuhan gas di
Indonesia dinilai cukup besar. Terutama untuk keperluan memasak
sudah dapat
dipastikan Indonesia sudah beralih menggunakan gas yang sering
disebut dengan elpiji.
Hanya saja gas elpiji yang diperdagangkan di dalam negeri
tersebut sesungguhnya
produk impor karena kelemahan Indonesia dalam
infrastruktur.Dengan demikian lifting
gas ini dapat berdampak positif pada produksi gas yang relatif
besar namun disisi lain
juga berpengaruh pada tingginya biaya produksi di Indonesia.
d. Pos-pos yang terdapat dalam APBN dan Format APBN
Berbicara tentang pos-pos APBN tidak dapat dilepaskan dari
definisi
anggaran. Sebagaimana dikemukakan oleh Suparmoko(2003,47)
anggaran adalah
suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan
dan
pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu;
yang biasanya
adalah satu tahun.
Dari definisi tersebut jelaslah bahwa APBN didalamnya ada sisi
penerimaan dan
pengeluaran. Sebelum reformasi sisi penerimaan APBN terdiri dari
penerimaan dalam
negeri dan penerimaan pembangunan. Sedangkan sisi pengeluaran
terdiri dari
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
28
A. Pos Pos APBN sebelum dan sesudah reformasi
5. Sebelum reformasi pos-pos APBN Indonesia sejak Pelita I III
terdiri dari
penerimaan dan pengeluaran.
Sisi Penerimaan. Untuk penerimaan rutin dilihat berdasarkan
sektornya dan
dapat dibagi menjadi dua yaitu migas dan non migas. Penerimaan
dalam
negeri terlihat sangat bergantung kepada migas. Faisal Basri
(1995,114)
Untuk non migas dapat dipilah menjadi tiga yaitu pajak langsung,
pajak tidak
langsung. dan penerimaan lainnya. Sedangkan penerimaan
pembangunan
terdiri dari bantuan program dan bantuan proyek
Sisi pengeluaran, untuk pengeluaran rutin terdiri dari belanja
pegawai,
belanja barang, subsidi daearh otonom, bunga/cicilan utang dan
lain-lain.
Untuk pengeluaran pembangunan memilki pos yang sama seperti
penerimaan
pembangunan yaitu program pembangunan dan bantuan proyek.
6. Setelah reformasi, struktur APBN terdiri dari tiga jenis
yaitu pendapatan
negara, belanja negara dan hibah. Sisi pendapatan dibedakan
menjadi dua
yaitu pendapatan negara dan hibah. Belanja Negara terbagi
menjadi dua yaitu
belanja pemerintah pusat dan belanja daerah. Pembiayaan
meliputi
pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri.
Sisi penerimaan dalam negeri secara garis besar terbagi dua
yaitu
penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan pajak
terjadi
perubahan dalam komponen pajak yaitu adanya pajak dalam negeri
dan pajak
perdagangan internasional. Kemudian untuk penerimaan bukan pajak
terdiri
empat komponen yaitu penerimaan SDA, bagian laba BUMN, PNBP
lainnya dan
pendapatan BLU. Disamping penerimaan dalam negeri terdapat
pula
penerimaan dalam wujud hibah.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
29
Sisi pengeluaran merupakan belanja negara dan dibagi menjadi
tiga yaitu belanja
pemerintah pusat, transfer ke daerah dan suspen. Belanja
pemerintah pusat
meliputi delapan komponen yaitu belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal,
pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah bantuan sosial
dan belanja lain-
lain. Transfer ke daerah terdiri dari dana perimbangan dan dana
otonomi khusus
dan penyesuaian. Dana perimbangan meliputi dana bagi hasil, dana
alokasi umu dan
dana alokasi khusus.
Pembiayaan terbagi menjadi dua yaitu pembiayaan dalam negeri dan
pembiayaan
luar negeri. Pembiayaan dalam negeri bersumber dari perbankan
dalam negeri
dan non perbankan dalam negeri. Sedangkan pembiayaan luar negeri
terdiri dari
penarikan pinjaman luar negeri, penerusan pinjaman dan
pembayaran cicilan
pokok utang LN.
B. Format APBN sebelum dan sesudah Reformasi
Dengan mengetahui perbedaan pos-pos APBN sebelum dan sesudah
reformasi
maka kita perlu juga mengetahui perbedaan format APBN tersebut.
Pada masa
Orde Baru format laporan APBN Indonesia adalah berbentuk dua
sisi (t account)
dimana sebelah kiri adalah sisi debet dan sebelah kanan sisi
kredit. Sedangkan
setelah reformasi format laporan APBN Indonesia adalah satu sisi
dimana bagian
atas pendapatan negara dan hibah kemudian diikuti oleh belanja
negara dan
pembiayaan.
Untuk dapat memperjelas gambaran pos-pos dan format APBN di
Indonesia,
berikut ini akan diberikan contoh format APBN saat Orde Baru dan
setelah
reformasi.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
30
Contoh Format APBN sebelum reformai (APBN 1996/1997) seperti
terlihat
pada Tabel 7.2 berikut: (Soeparmoko; )
Tabel 7.2
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1996/1997
Penerimaan APBN
1996/1997
Pengeluaran APBN
1996/1997
A. Penerimaan Dalam Negeri 78.202,8 A. Pengeluaran Rutin
56.113,7
1. Penerimaan Migas 14.120,1 1. Belanja pegawai 18.280,6
a. Minyak Bumi
b. Gas Alam
10.315,6
3.804,5
a. Gaji dan pensiun
b. Tunjangan beras
c. Uang makan/laukpauk
d. Lain-lain belanja pegawai
DN
e. Belanja pegawai LN
14.763,0
1.193,7
1.121,5
710,3
492,1
2. Penerimaan di luar Migas 64.082,7 2. Belanja barang
6.589,0
a. Pajak peningkatan
b. Pajak pertambahan
nilai
23.708,0
21.788,4
a. Belanja barang DN
b. Belanja barang LN
6.257,5
331,5
c. Bea masuk 3.450,5 3. Subsidi daerah otonom 10.012,3
d. Cukai
e. Pajak ekspor
4.033,0
160,1
a. Belanja pegawai
b. Belanja non pegawai
9.495,9
516,4
f. Pajak bumi dan
bangunan
2.277,3 4. Bunga dan cicilan utang 20.226,8
g. Pajak lainnya
h. Penerimaan bukan
pajak
569,8
7.267,8
a. Utang dalam negeri
b. Utang luar negeri
290,6
19.936,2
i. Laba bersih minyak 827,8 5. Pengeluaran rutin lainnya
1.005,5
a. Subsidi BBM
b. Lain-lain
-
1.005,5
B. Penerimaan Pembangunan 12.413,6 B. Pengeluaran Pembangunan
32.502,7
1. Bantuan Program - 1. Pembiayaan rupiah 22.089,1
2. Bantuan Program 12.413,6 2. Bantuan proyek 12.413,6
Jumlah 90.616,4 Jumlah 90.616,4
Penjelasan Tabel 7.2
a) APBN adalah untuk tahun 1996/1997. Hal ini menunjukkan
bahwa
penyusunan APBN dimulai dari 1 April 1996 dan berakhir 31 Maret
1997.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
31
b) Sebelah kanan merupakan Pos penerimaan terutama Penerimaan
Dalam
Negeri dibedakan menurut sektornya yaitu penerimaan migas
dan
penerimaan di luar migas. Sesuai dengan uraian dalam pembahasan
PJPT I
setelah Pelita IV peranan sektor non migas lebih tinggi
terhadap
Penerimaan Dalam Negeri. Hal ini terbukti dari penerimaan migas
pada
tahun 1996/1997 sebesar Rp 14.120,1 miliar jauh lebih rendah
dibandingkan dengan penerimaan di luar migas yang mampu
mencapai
sebesar Rp 64.082,7 miliar. Hasil lain yang cukup menggembirakan
adalah
berhasilnya meningkatkan penerimaan pajak penghasilan menjadi
sebesar
Rp 23.708,0 miliar. Angka ini terbukti melampaui penerimaan
pajak
pertambahan nilai yang tercatat sebesar Rp 21.788,4 miliar.
Kondisi ini
menunjukkan keberhasilan bangsa Indonesia untuk lebih
mengoptimalkan
penerimaan pajak terutama pajak langsung.
c) Disisi kanan atau kredit dari Tabel 7.2 adalah Pengeluaran
Rutin dimana
pada tahun 1996/1997 mencapai sebesar Rp 56.113,7 miliar.
Bila
dibandingkan dengan Penerimaan Dalam Negeri di atas ternyata
lebih
rendah sehingga terjadi adanya selisih positif yang disebut
dengan
Tabungan Pemerintah. Dari data di atas diperoleh hasil
Tabungan
pemerintah sebesar Rp 12.099,1 miliar. Sementara jumlah
Pengeluaran
Pembangunan yang harus dilakukan sebesar Rp 32.502,7 miliar.
Ternyata
jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
Tabungan
Pmereintah, berarti tidak mampu mencukupi anggaran pembangunan
di
Indonesia. Kondisi ini sekaligus menggambarkan bahwa secara
ekonomi
terjadi defisit anggaran dan untuk menutupinya dilengkapi
dengan
penerimaan pembangunan atau hutang luar negeri.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
32
Dari penjelasan di atas mungkin timbul pertanyaan mengapakah
Pengeluaran Pembangunan di Indonesia senantiasa lebih tinggi
dibandingkan
dengan Tabungan Pemerintah? Pertanyaan tersebut dengan mudah
dapat dijawab
bahwa sektor pemerintah berperan penting dalam pelaksanaan
pembangunan di
Indonesia. Dimana selain aktif di bidang ekonomi pemerintah juga
berperan
penting di bidang non ekonomi seperti sosial politik. Hal ini
seperti konsep yang
dikemukakan oleh Faisal Basri (1995,113) bahwa peran pemrintah
diperlukan
dengan alasan lemahnya peranan sektor swasta dan juga pemerintah
harus turun
tangan membangun fasilitas-fasilitas infrastruktur fisik dan
sosial serta sektor
riil. Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa tingginya
Pengeluaran Pemerintah
digunakan untuk membiayai sektor publik.
Contoh format APBN setelah reformasi (APBN tahun 2013) seperti
terlihat pada
tabel 7.3 sebagai berikut:
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
33
Tabel 7.3
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013
APBN Milyard rupiah
A. Pendapatan Negara dan Hibah 1.529.673,1
I. Penerimaan Dalam Negeri 1.525.189,5
1. Penerimaan Perpajakan 1.192.994,1
a. Pajak Dalam Negeri 1.134.289,2
b. Pajak Perdagangan Internasional 58.704,9
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 332.195,4
II. Hibah 4.483,6
B. Belanja Negara 1.683.011,1
I. Belanja Pemerintah Pusat 1.154.380,9
II. Transfer Ke Daerah 528.630,2
1. Dana Perimbangan 444.798,8
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 83.831,5
III. Suspen 0,0
C. Keseimbangan Primer (40.094,2)
D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) (153.338,0)
E. Pembiayaan 153.338,0
I. Pembiayaan Dalam Negeri 172.792,1
II. Pembiayaan Luar negeri (neto) (19.454,2)
Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 0,0
Penjelasan Tabel 7.3
a) APBN yang disusun untuk tahun 2013 dimulai dari 1 Januari dan
berakhir
31 Desember 2013.
b) Penerimaan Dalam Negeri Indonesia dibedakan penerimaan
perpajakan dan
penerimaan negara bukan pajak. Hal ini sama seperti sebelum
reformasi,
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
34
namun demikian dalam penerimaan perpajakan terdapat pula pos
Pajak
Perdagangan Internasional. Sedangkan penerimaan Negara Bukan
Pajak
didalam sub Penerimaan SDA terbagi menjadi sektor migas dan non
migas.
Dari hasil data terjadi kondisi yang berkebalikan dimana
penerimaan
sektor migas mencapai sebesar Rp 174.868,5 miliar. Angka ini
jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan penerimaan SDA dari sektor non migas
yang
hanya mencapai sebesar Rp 22.336,5 miliar. Namun demikan,
dilihat dari
sisi pajak tetap didominasi pajak penghasilan yang mampu
mencapai Rp
584.890,4 miliar. Berarti ada suatu perubahan dalam APBN tahun
2013.
Secara ringkas Pendapatan Negara dan Hibah pada tahun 2013
secara total
mencapai sebesar Rp 1.529.678,1 miliar lebih rendah dari belanja
negara
yang mencapai sebesar Rp 1.683.011,1. Hal ini sama seperti
gambaran APBN
sebelum reformasi yaitu terjadi defisit. Dimana upaya untuk
menutupinya
dengan menggunakan pembiayaan sebesar Rp 153.338,0 miliar,
sebagian
besar dari pembiayaan dalam negeri. Ini mungkin suatu
progresivitas yang
terjadi pada pemerintahan SBY II.
a. Kebijakan-kebijakan dan hasil-hasil APBN
A. Kebijakan Kebijakan APBN
Secara teoritis kita mengenal budget merupakan sarana dalam
kebijakan fiskal
suatu negara. Hal ini sesuai realitas bahwa kondisi keseimbangan
dalam
perekonomian tidak mudah tercapai. Sebaliknya justru
ketidakseimbanganlah yang selalu terjadi. Untuk memudahkan
penjelasan
tersebut dapat dilihat dari gambar 7.2 berikut:(Skripsi halaman
35)
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
35
C, I, G
YX1 Y2 YX2 Y
Deflationary Gap
Inflationary Gap
D
A
C B
O
C + I + G
C + I
Penjelasan Grafik 7.1
1. Posisi keseimbangan perekonomian terjadi di titik A dengan
Pendapatan
Nasional keseimbangan sebesar Y2. Hanya saja kondisi tersebut
adalah
suatu harapan. Oleh karena terjadi kegagalan mekanisme pasar
maka
kemungkinan perekonomian suatu negara dapat terjadi inflasi atau
deflasi,
sehingga diperlukan campur tangan pemerintah. Dengan
kekuasannya
pemerintah dapat mempergunakan Kebijakan Fiskal untuk
mengatasi
tekanan inflasi maupun deflasi tersebut.
2. Misalkan bila suatu negara berada di titik C maka dianggap
terjadi tekanan
deflasi dimana permintaan agregat yang terjadi lebih kecil
daripada
penawaran agregat sehingga akan timbul celah deflasi
(deflationary gap).
Celah deflasi jika dibiarkan terus akan berdampak perekonomian
akan
semakin jauh dari tingkat kesempatan kerja penuh atau
mengalami
pengangguran. Bahkan dengan terjadinya penurunan harga, sektor
swasta
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
36
tidak berminat meningkatkan investasi sehingga permintaan
agregat lebih
rendah dari penawaran agregat dan harga cenderung turun. Untuk
dapat
mengatasinya pemerintah harus melakukan campur tangan dalam
upaya
mencapai kesempatan kerja penuh dengan melakukan pengeluran
negara
sebesar celah deflasi tersebut.
3. Bila posisi negara ada di titik D maka dianggap terjadi
tekanan inflasi,
karena permintaan agregat lebih besar dari penawaran agregat,
sehingga
akan timbul celah inflasi (inflationary gap). Celah inflasi jika
dibiarkan
berdampak terhadap ketidak stabilan harga, harga-harga akan
terus naik.
Untuk dapat mengatasinya pemerintah harus menaikankan
penerimaanya
sebesar celah inflasi tersebut.
Berdasarkan uraian dari Gambar 7.1 maka setiap negara akan
melakukan
kebijakan anggaran yang tepat. Bila keadaan negara sedang
mengalami deflasi
maka dipergunakan anggaran yang defisit. Demikian pula
sebaliknya bila keadaan
negara terjadi inflasi maka dipergunakan anggaran yang surplus.
Bila ternyata
keadaan negara normal dipergunakan anggaran yang seimbang
(Suparmoko,
2003,53). Sebagai realisasi dari pernyataan tersebut akan
diberikan contoh
perhitungan APBN sebagai berikut:
Misalkan perekonomian Indonesia pada tahun 2012 memiliki data
sebagai
berikut: Pola konsumsi masyarakat C = 200 + 0,5 Yd; Perkembangan
investasi I =
100 + 0.1 Y; Pengeluaran Pemerintah G = 150 dan Penerimaan
pemerintah berupa
pajak T = 0,2 Y. Dari data di atas bagaimana posisi APBN
Indonesia dan upaya
apa yang harus dilakukan pemerintah?
Untuk langkah pertama kita harus mengetahui besarnya
Pendapatan
Nasional Keseimbangan dalam perekonomian tiga sektor tersebut
yaitu
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
37
Y = CYd + I + G C Yd = Y - T
Y = 200 + 0,5 (YT) + 100 + 0,1 Y + 150
Y = 200 + 0,5 (Y 0,2Y) + 100 + 0,1 Y + 150
Y = 200 + 0,5 (0,8Y) + 100 + 0,1 Y + 150
Y = 450 + 0,4Y + 0,1 Y
Y = 450 + 0,5Y 0,5 Y = 450 y = 900
Pendapatan nasional keseimbangan adalah Y = 900
Dengan Pendapatan Nasional keseimbangan sebesar 900 maka nilai
pajak
yang diterima pemerintah sebesar T = 0,2 Y = 180. Berarti
terjadi anggaran
surplus karena penerimaan lebih besar dari pengeluaran
pemerintah sebesar 150.
Dengan surplus sebesar 30 maka pemerintah harus menaikkan
pengeluaran
pemerintah sebesar 50 supaya terjadi anggaran seimbang. Hasil
akhir
pengeluaran pemerintah akan meningkat menjadi 200. Besarnya
pajak sekarang
180 + 20 = 200. Sedangkan Pendapatan Nasional keseimbangan yang
baru adalah
1000.
Pengalaman Kebijakan APBN Indonesia Sebelum dan Sesudah
Reformasi
Sebelum reformasi Kebijakan APBN Indonesia khususnya pada masa
Orde
Lama adalah kebijaksanaan pembelanjaan defisit. Dampak dari
pelaksanaan
kebijakan tersebut telah membawa perekonomian indonesia semakin
terpuruk
yang ditandai dengan inflasi yang tinggi dan diikuti oleh
kekacauan sosial politik.
Dapat dipastikan proses pembangunan mengalami kemacetan terutama
yang
berkaitan dengan barang puiblik. Setelah Orde Baru Indonesia
merubah
kebijakannya menjadi Anggaran Berimbang Dinamis.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
38
Secara rinci Faisal Basri (1995,112) mengemukakan ada tiga ciri
utama dari
APBN Indonesia pada masa Orde Baru yaitu: 1. Anggaran Berimbang
Dinamis;
2. Kendali Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah dan 3.
Satus Quo dan
Off Budget. Ketiga ciri tersebut dapat dijelaskan sebgai
berikut:
4. Anggaran Berimbang Dinamis
Ciri pertama APBN Indonesia ditandai oleh kondisi anggaran
berimbang yang
artinya diseimbangkan. Secara konseptual telah diketahui bahwa
kondisi total
pengeluaran pembangunan di Indonesia senantiasa lebih besar dari
penerimaan
rutin. Berarti terjadi ketimpangan dimana pengeluaran lebih
besar dari
penerimaan dan disebut defisit. Namun sebagai bangsa yang
memiliki sifat
nasionalisme yang tinggi tidak mau dikatakan defisit dan secara
halus disebut
berimbang artinya sengaja diseimbangkan. Adapun solusinya dengan
menggunakan
hutang luar negeri yang diistilahkan dengan Penerimaan
Pembangunan. Pernyataan
tersebut sesuai dengan pendapat Faisal Basri (1995,112)bahwa
pengertian
berimbang tersebut lebih berkonotasi politik.
5. Kendali Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah
Hal ini sesuai dengan sistem perekonomian yang bersifat
sentralistis maka segala
keputusan tergantung pada Pemerintah Pusat. Dampaknya
pembangunan
perekonomian terjadi kesenjangan karena adanya kekuasaan
Pemerintah Pusat
dalam mengendalikan dana pembangunan. Bahkan pemerintah Pusat
dapat
menggunakan penerimaan pajak dalam jumlah yang lebih besar dari
Pemerintah
Daerah. Dengan lain perkataan Pemerintah Daerah memiliki andil
yang rendah
dalam pengelolaan pajak.
6. Status Quo dan Off Budget
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
39
Peranan penguasa dalam mengendalikan anggaran tampak mencolok
terutama dari
sisi politik. Umumnya penguasa akan berusaha memperkuat satus
quo dalam
kekuasaannya sehingga pos-pos pengeluaran akan cenderung
meningkat dan lebih
ke arah off budget. Menurut Faisal Basri (1995,113)
praktek-prraktek off
budget merupakan salah satu cerminan dari tersendat-sendatnya
proses
demokratisasi. Dengan alasan tidak seluruh penerimaan dan
pengeluaran APBN
dapat ditentukan, diawasi dan dikendalikan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat.
Setelah reformasi APBN Indonesia memiliki perubahan dalam
kebijakannya. Kemungkinan dengan mengingat perjalanan bangsa
yang dimulai
dari Orde Lama sumber pembiayaan pembangunan ditempuh dengan
mencetak
uang. Seperti diketahui cara tersebut dalam jangka pendek akan
berhasil namum
jangka panjang dapat terjadi inlasi. Kemudian memasuki orde Baru
pemerintah
beralih dengan menggunakan Hutang Luar Negeri. Dimana solusi ini
terbukti
banyak dilakukan oleh negara-negara lain dalam proses
pembangunan. Namun
dampak negatifnya Hutang Luar Negeri Indonesia semakin meningkat
dan
bertentangan dengan prinsip berimbang dinamis. Berdasarkan
pengalaman
tersebut maka Kebijakan Fiskal dalam APBN tahun 2005 lebih
terfokus pada
tiga arah yaitu pendapatan, belanja dan biaya (Laporan APBN
tahun 2005),
Ketiga arah yang menjadi fokus kebijakan APBN dapat dijelaskan
sebagai
berikut:
d) Pendapatan Negara dan Hibah
Dalam masa pemerintahan SBY I terlihat upaya keras untuk
meningkatkan
penerimaan negara dari sisi pajak. Dimana peningkatan pendapatan
negara tersebut
dilakukan dari dua sisi yaitu administratif dan kebijakan.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
40
Untuk sisi administratif melalui delapan langkah yang dapt
dijelaskan sebagai
berikut:
a. E registration. Hal ini dimaksudkan bahwa untuk dapat
menigkatkan jumlah
penerimaan pajak pemerintah harus mendata kembali obyek dan
subjek pajak di
Indonesia. Dengan registrasi ini pemerintah dapat memperluas
pemungutan pajak
yang dapat meningkatkan penerimaan negara.
b. Efilling Sebagai kelanjutan dari proses registrasi pemerintah
melalui filling dapat
pula meningkatkan objek pajak. Sebagai contoh menambah jenis
barang yang dapat
dikenakan pajak. Usaha tersebut dinilai lebih berhasil dalam
peningkatan
penerimaan pajak di Indonesia sekaligus dapat mendorong pada
tindakan efisiensi
bagi pelaku ekonomi di Indonesia.
c. Pengembangan Kantor Pajak Modern. Penyediaan fasilitas
baikyang baik
adalah syarat dari keberhasilan peningkatan pendapatan negara
terutama
dari pajak. Untuk dapat mencapainya pemerintah berupaya
dengan
pengembangan kantor pajak modern. Pengembangan tersebut
mencakup
kemajuan tehnologi yang memudahkan dalam pelayan pada wajib
pajak
sehingga secara administrasi bisa menjangkau seluruh masyarakat
secara
tertib dan benar.
d. Pembangunan pusat data Untuk lebih meningkatkan keakuratan
data
tentang perpajakan di Indonesia maka pembangunan pusat data
sangat
diperlukan. Setidaknya ini dapat dijadikan kontrol bagi
pemerintah untuk
mengetahui antara target dan realitas yang terjadi. Bahkan
dengan adanya
pusat data akan memberikan sifat transparansi yang ke depan
dapat
meningkatkan jumlah pajak di indonesia.
e. Pembentukan Single Identification Number. Guna lebih
menertibkan
jumlah wajib pajak di Indonesia maka pemerintah mewajibkan
setiap warga
negara Indonesia harus memiliki NPWP . Kepemilikan tersebut
sangat
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
41
memudahkan bagi pemerintah dalam pemungutan pajak dan
kemungkinan
dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar
pajak.
f. Penyisiran wilayah Untuk menjaga agar pungutan pajak
memberikan rasa
keadilan maka pemerintah harus melakukan penyisiran wilayah.
Sejak
Otonomi daerah terjadi di Indonesia tampak sekali kota-kota di
Indonesia
ada yang tergolong miskin dan kaya. Untuk itu bagi kota-kota
kaya
pemerintah dapat mengenakan pungutan pajak yang tinggi sesuai
dengan
potensi yang dimiliki seperti industri, wisata atau perdagangan.
Sementara
untukkota miskin pemerintah harus membebaskan pungutan pajak
bahkan
justru dengan memberikan subsidi.
g. Perbaikan Manajemen Pemeriksaan dan Penyidikan
Keberhasilan
peningkatan penerimaan negara dari pajak akan terwujud bila
aparat
perpajakan memiliki etos kerja yang baik. Untuk dapat
mewujudkannya
harus dilakukan perbaikan manajemen pemeriksaan & penyidikan
di bidang
perpajakan. Dengan harapan dana masyarakat dapat teralokasi
secara jelas
dan terhindar dari adanya penyimpangan seperti korupsi.
h. Peningkatan Program Penyuluhan Pajak. Sebagai proses
penyempurnaan
dalam upaya peningkatan pendapatan negara dari pajak maka
kontribusi
masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung program pemerintah.
Agar
sasaran tersebut tercapai maka harus dilakukan program
penyuluhan pajak.
Upaya ini selain dapat meningkatkan kesadaran bagi siwajib pajak
juga
dapat memberikan kejelasan tentang hak dan kewajiban masyarakat
akan
kegunaan pajak di Indonesia.
Untuk sisi kebijakan dengan melakukan tiga langkah utama
yaitu:
a. Pembebasan PPN aftur penerbangan internasional
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
42
Kebijakan tersebut bertujuan jangka panjang yaitu meningkatkan
day a saing
di pasar internasional. Mengingat Indonesia negara yang berperan
sebagai
price taker dalam skala internasional maka peningkatkan
kualitas
transportasi udara harus diperhatikan. Dengan pembebasan PPN
tersebut
tersebut dirasa dapat memberikan kepuasan bagi konsumen terutama
dari
luar negeri.
b. Pembebasan PPN dan PPNBM untuk kawasan Bintan
Kebijakan ini bertujuan memberikan keadilan pada kawasan khusus
Indonesia
yang dinilai masih rendah. Dengan pembebasan PPN dan PPNBM
kemungkinan
akan mendorong rendahnya biaya produksi sehingga meningkatkan
daya saing
kawasan tersebut dalam perekonomian Indonesia.
c. Penyempurnaan aturan pungutan ekspor
Kebijakan tersebut bertujuan untuk dapat meningkatkan PNBP (
Penerimaan
Negara Bukan Pajak ). Hal ini sesuai realitas bahwa Indonesia
adalah negara
yang bergantung kepada perdagangan internasional. Potensi ini
dapat
dimanfaatkan oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan
negara antara
lain dari PNBP tersebut.
e) Belanja Negara
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pemerintah
harus
melakukan pengeluaran sesuai dengan kebutuhan rakyat terutama
terhadap
barang publik. Untuk dapat memenuhinya maka harus diterapkan
prinsip ekonomi
yaitu melakukan belanja negara secara efektif dan efisien
dengan
memperhatikan empat faktor yaitu:
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
43
1. Pengendalian. Dalam proses pengendalian belanja negara di
indonesia maka
diperlukan dua syarat yaitu anggaran yang transparan dan
akuntabel. Untuk
anggaran yang transparan berarti
seluruh pos pengeluaran harus tereksplisit secara jelas mulai
dari besarnya
kegunaan dan sumbernya. Sedangkan secara akuntabel artinya
harus
terbukukan dengan baik dan dapat menekan pengeluaran seefektif
mungkin.
2. Penajaman Alokasi. Untuk dapat memenuhi target efisiensi dan
efektifitas
yang tinggi dalam belanja negara maka prioritas penggunaan
anggaran adalah
untuk:
a) Beban pembayaran bunga utang pemerintah
Prioritas tersebut dengan mengingat Indonesia tergolong
Negara
Penghutang sejak Orde Baru. Tingginya hutang luar negeri
akan
berdampak beban pembayaran cicilan utang plus bunga semakin
meningkat terlebih dengan semakin turunnya nilai rupiah terhadap
mata
uang asing. Oleh karenanya pengalokasian anggaran pada
pembayaran
bunga utang pemerintah harus diutamakan supaya beban hutang
luar
negeri akan semakin turun.
b) Subsidi tepat sasaran
Campur tangan pemerintah melalui subsidi sangat diperlukan
terutama
untuk masyarakat menengah ke bawah. Baik subsidi di bidang
pendidikan,
migas atau kesehatan harus terus ditingkatkan agar kelompok
masyarakat tersebut benar-benar menikmati. Bahkan harus dijaga
agar
tidak terjadi ketimpangan hasli subsidi yang kemungkinan
justru
dinikmati oleh para pejabat atau perusahaan besar.
c) Bantuan sosial
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
44
Alokasi ini meliputi kelompok masyarakat miskin dan bencana
nasional.
Seperti diketahui kemiskinan merupakan permasalahan utama
bangsa
Indonesia dari dulu hingga sekarang. Untuk dapat menguranginya
maka
bantuan sosial dari pemerintah sangat diperlukan sehingga
dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Demikan pula dengan
bencana
nasional yang sering terjadi di Indonesia mendorong pemerintah
untuk
lebih meningkatkan bantuan sosial.
d) Koordinasi dan sinkronisasi Kebijakan Desentralisasi
Fiskal
Pelaksanaan Kebijakan Fiskal akan berhasil bila dapat
dilakukan
koordinasi dan sinkronisasi antara pusat dengan daerah. Cara
ini
dipercaya akan dapat menghilangkan gap pembangunan di Indonesia
dan
akan mendorong terjadinya pemerataan.
e) Konsolidasi Belanja Negara
Dengan mengingat awal pemerintahan SBY I telah terjadi
bencana
tsunami dan kenaikan harga minyak di pasar internasional maka
belanja
negara harus disesuaikan. Dimana pengeluaran untuk kedua
kasus
tersebut harus dilakukan secara tepat sehingga campur tangan
pemerintah dapat mencapai sasaran.
3. UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Untuk lebih memantabkan belanja negara supaya efisien dan
efektif maka
dalam pemerintahan SBY I telah dilakukan dengan merubah
format
pembukuan APBN dari dual budgeting (dua sisi) menjadi unifed
budgeting
(satu sisi). Perubahan format tersebut dimaksudkan untk lebih
memudahkan
dalam mengkontrol posisi APBN Indonesia karena terlihat lebih
sederhana
dari atas ke bawah dan lebih lengkap.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
45
4. Pengurangan Subsidi BBM dan realokasi Subsidi
f) Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM
Tujuan pemerintah dalam pengurangan subsidi BBM adalah
meningkatkan
daya saing terutama bagi perusahaan besar yang sejak Orde
Baru
senantiasa berlindung di balik dinding proteksi. Dengan demikan
iklim
persaingan akan semakin kondusif dan pemerintah dapat
melakukan
kompensasi subsidi BBM ke arah yang lebih tepat.
g) Subsidi Langsung Tunai
Subsisdi ini bertujuan untuk lebih meningkatkan kecerdasan
bangsa
Indonesia. Dimana pemerintah menerapkan program wajib
belajar
sembilan tahun dan memperbaiki infrastruktur pendidikan di
Indonesia.
Disamping itu pemerintah juga berusaha meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat desa antara lain dengan perbaikan infrastruktur
pedesaan.
h) . Pembiayaan Defisit
Sesuai realitas kondisi APBN Indonesia sejak dulu sudah defisit
maka
upaya pembiayaan defisit tersebut dilakukan dengan dua cara
yaitu:
3. Keputusan Menteri Keuangan No. 447/KMK.06/2005 : Strategi
Pengelolaan Utang Negara 2005-2009
Dalam keputusan tersebut memiliki dua sasaran yaitu:
c. Pengelolaan Utang
Seperti telah disebutkan di atas pengelolaan utang harus
menerapkan prinsip efektif dan efisien yaitu sedapat mungkin
digunakan untuk sektor produktif. Bila pengelolaan utang ini
berhasil maka dalam jangka panjang penerimaan dari sektor
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
46
produktif akan mampu melampaui beban utang yang harus
dibayarkan.
d. Optimalisasi Biaya Anggaran
Sesuai dengan teori mikro upaya mencapai hasil optimal dapat
dilakukan dua pilihan yaitu meningkatkan penerimaan total
atau
menekan biaya produksi. Oleh karenanya dalam mengoptimalkan
biaya anggaran harus dilakukan dengan biaya yang serendah-
rendahnya. Disamping itu juga harus diikuti dengan risiko
yang
rendah.
4. Pengelolaan Utang Negara Jangka Menengah
Untuk dapat mengelola Utang Negara Jangka Menengah dengan
baik
maka dilakukan dua cara. Dimana untuk Pinjaman Luar Negeri
stoknya
harus dikrangi sehingga ketergantungan terhadap sumber dana
luar
negeri dapat diturunkan. Sedangkan untuk Pinjaman Dalam Negeri
lebih
diprioritaskan untuk meningkatkan peranan sektor swasta
dalam
perekonomian Indonesia.
B. Hasil Hasil APBN
Hasil-hasil APBN dapat kita amati dalam dua periode yaitu pada
masa
Orde Baru dan Masa Revormasi, kedua hasil hasil APBN tersebut
dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. Hasil Hasil APBN Pada Masa Orde Baru
Secara umum hasil APBN masa Orde Baru lebih baik dibandingkan
Orde Lama.
Hal ini sesuai dengan pendapat Faisal Basri (1995,113) bahwa
tingginya peranan
pemerintah dalam perekonomian Indonesia telah berdampak positif
pada
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
47
terhadap hasil pembangunan di indonesia. Pertama, dibangunnya
fasilitas-
fasilitas yang berwujud infrastruktur fisik dan sosial. Kedua,
pemerintah turun
tangan disektor produksi (riil). Dampaknya terjadi peningkatan
dana anggaran
pengeluaran pembangunan pemerintah yang berlipat ganda sejak
Pelita I samapai
dengan Pelita III.
Menurut Faisal Basri (1995,113) peningkatan tersebut dimulai
dari
peningkatan pengeluaran pembangunan pada akhir Pelita I yang
menyebabkan
pinjaman luar negeri melampaui tabungan pemerintah. Kedua,
turunnya harga
minyak mencapai tingkatan terendah yaitu sebesar US$ 9,8 per
barel pada bulan
Agustus 1986. Kondisi ini berdamapak turunya kontribusi tabungan
pemerintah
terhadap dana pembangunan mencapai 31% pada tahun anggaran
1986/1987.
Penurunan tersebut terus berlanjut hingga tahun 1988/1989 yang
mencapai
18,5%.
Secara lebih jauh hasil APBN pada masa Orde Baru dapat dilihat
dari sisi
penerimaan dan pengeluarannya. Dimana untuk sisi penerimaan
terlihat dari tiga
indikator sebagai berikut:
a) Peningkatan penerimaan migas
Sejak Pelita I sampai dengan Pelita III penerimaan migas jauh
lebih besar
dubandingkan dengan non migas. Kondisi ini dipicu oleh faktor
eksternal
yaitu adanya krisis minyak di pasar internasional dan rendahnya
tehnologi
negara maju yang bergantung kepada migas. Dampaknya penerimaan
migas
terjadi peningkatan dan belum ada upaya untuk meningkatkan
potensi pajak.
b) Peningkatan penerimaan pajak non migas
Walaupun sampai dengan tahun anggaran 1973/1974 prosentase
penerimaan
pajak non migas terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) telah
terjadi
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
48
peningkatan, naumun setelah tahun tersebut nisbah tersebut
mengalami
penurunan. Selanjutnya dengan adanya fenomena harga minyak
terus
menurun maka pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan pajak
non
migas dengan melakukan reformasi perpajakan. Menurut Faisal
Basri
(1995,114) upaya tersebut belum berhasil karena pemerintah belum
banyak
memanfaatkan penerimaan pajak dari sektor pertanian dan
perdagangan
luar negeri.
c) Peningkatan penerimaan pajak langsung melampaui pajak tidak
langsung.
Pentingnya penerimaan pajak langsung di Indonesia telah
dibuktikan dari
perbaikan struktur penerimaan pemerintah. Sebagai realisasi
dari
pernyataan tersbut dapat dilihat dari Tabel 7.4 berikut:
Tabel 7.4
Komposisi Penerimaan Pemerintah di Luar Sektor Migas
(Dalam Satuan Miliar Rupiah)
Periode/waktu Pajak
langsung
1
Pjak tak
langsung
2
Penerimaan
lainya
3
Penerimaan
Total
4
(1:2)
(1:4)
Pelita III 7.435 9.161 1.794 11.390 0,81 0.40
Pelita IV 14.612 25.127 7.882 47.621 0,58 0.31
1992/1993 11.921 16.930 3.711 32.562 0,70 0.37
1993/1994* 16.169 17.680 3.793 37.641 0,91 0.43
1994/1995** 20.472 19603 6.812 46.886 1.04 0.44
Catatan * APBN
** RAPBN
Penjelasan Tabel 7.4
1. Terlihat dari Pelita III usaha pemerintah meningkatkan
penerimaan pajak
langsung telah berhasil. Selain dari jumlahnya yang terus
meningkat mulai
tahun 1993/1994 penerimaan pajak langsung sudah melampaui pajak
tidak
langsung. Bahkan sejak tahun 1994/1995 diperkirakan penerimaan
pajak
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
49
langsung akan jauh lebih besar dari pajak tidak langsung.
Menurut Faisal
Basri (1995,115) keberhasilan ini menunjukkan rasa keadilan
dalam
pembayaran pajak di Indonesia.
2. Dari sisi pengeluaran cenderung terjadi adanya peningkatan.
Dimana untuk
pengeluaran rutin, peningkatatan tersebut disebabkan dua faktor
yaitu
untuk memenuhi belanja pegawai dan pembayaran cicilan hutang
plus
bunga. Seperti telah disebutkan di muka Indonesia telah menjadi
negara
penghutang sejak Orde Baru. Bahkan dengan jumlah hutang luar
negeri
yang terus meningkat aka beban pembayaran hutang plus bunga
juga
semakin meningkat. Kondisi ini menjadi salah satu tugas berat
pemerintah
yang harus dikeluarkan melalui pos pengeluaran rutin. Disamping
itu harus
diakui pemerintah memiliki kewajiban lain yaitu pengeluaran
untuk belanja
pegawai yang jumlahnya terus meningkat.
Dampak dari kedua hal tersebut sangatlah jelas beban pemerintah
akan
terasa lebih berat. Pertama, hampir separuh dari anggaran rutin
dipergunakan
untuk pembayaran ciiclan hutang plus bunga. Kedua, kenaikan
belanja pegawai
ternyata jauh lebih rendah dari kenaikan harga. Sebagai contoh
gaji Pegawai
Negeri Sipil (PNS) naik 20% maka harga di pasar sudah naik 30%.
Kondisi ini
dilihat dari sisi ekonomi makro menunjukkan bahwa pendaptan riil
masyarakat
terjadi penurunan. Berarti kesejahteraan masyarakat juga ikut
menurun.
Demikian pula dengan pengeluaran pembangunan walaupun fluktuatif
namun
terlihat cenderung meningkat. Menurut Faisal Basri(1995,115)
pola yang
fluktuatif disebabkan oleh doktrin anggaran berimbang sehingga
pengeluaran
pembangunan realitasnya melebihi rencananya. Hal ini
sepertiterjadi pada tahun
anggaran 1988/1989, 1990/1991 dan 1991/1992. Gambaran buruk
lainnya adalah
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
50
belum kuatnya tabungan pemerintah dalam menutup pengeluaran
pembangunan di
Indonesia selama Orde Baru. Sebagai relitas hingga tahun
1992/1993 tabungan
pemerintah diluar migas masih negatif yaitu sebesar Rp 636
miliar. Sebagai
realisassi dari pernyataan tersebut dapat dilihat dari Tabel 7.5
berikut:
Tabel 7.5
Tabungan Pemerintah Tanpa Migas dan Peranan Pinjaman Luar
Negeri
Tahun/Periode Pinjaman luar negeri/
Dana Pembangunan
(persen)
Tabungan Pemerintah
tanpa Migas
(Rp milyar)
Pelita I 56 -349
Pelita II 36 -2.266
Pelita III 30 -13.858
Pelita IV 57 -25.540
Pelita V
1989/1990 68 -6.843
1990/1991 51 -8.163
1991/1992 48 -3.682
1992/1993 42 -636
1993/1994* 38 546
1994/1995** 36 4.535
Catatan * APBN
** RAPBN
Penjelasan Tabel 7.5
1. Terlihat sejak Pelita I sampai dengan V penggunaan hutang
luar negeri yang
semula 56% turun menjadi 36% dan 30% pada Pelita II dan III dan
meningkat
kembali menjadi 57% pada IV. Demikian pula saat memamsuki Pelita
V
penggunaan hutang luar negeri mencapai 68% dan terjadi penurunan
hingga
mencapai angaka terendah 36% pada tahun anggaran 1994/1995.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
51
2. Sebaliknya tabungan pemerintah tanpa migas memberikan angka
negatif yang
sangat besar dari Pelita I sampai dengan Pelita V. Sedikit
keberhasilan hanyalah
terjadi pada dua tahun anggaran terakhir yaitu APBN 1993/1994
dan RAPBN
1994/1995 nila tabungan pemerintah tanpa migas memiliki angka
positif sebesar
Rp 546 miliar dan Rp 4.535 miliar.
Berdasarkan semua penjelasan di atas harus diakui Kebijakan
Fiskal tetap
berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Hasil evaluasi
menunjukkan ada
sisi positif dan negatif pelaksanaan Kebijakan Fiskal selama
Orde Baru. Untuk
sisi positif adalah adanya upaya peningkatan penerimaan
pemerintah baik melaui
migas dan pajak. Sedangkan sisi negatifnya masih terbatas pada
pos-pos besar
dan relatif sensitif (Faisal Basri,1995,116). Sebagai contoh
adalah penerimaan
migas yang sangat bergantung pada harga minyak; penerimaan
pajak; utang luar
negeri; pembayaran cicilan plus bunga pinjaman dan belnja
pegawai.
Tantangan ke depan adalah perlunya menjadikan Kebijakan Fiskal
sebagi
perangkat yang menopang mekanisme insentif dan disinsentif
dalam
perekonomian(Faisal Basri, 1995,117). Hal ini dapat ditempuh
dengan tiga langkah
yaitu:
1. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Tehnologi
Kebijakan Fiskal berperan penting dalam meningkatkan kualitas
SDM dan
tehnologi yang dapat diwujudkan melalui pengeluaran pemerintah.
Sebagai
contoh pada pos belanja pemerintah pusat menurut fungsi
khususnya untuk
pendidikan perhatian pemerintah sangatlah tinggi dalam
meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia. Hal ini dimulai dari respon
pemerintah
terhadap pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidian
menengah,
pendidikan non formal dan informal, pendidikankedinasan,
pendidikan tinggi,
pelayanan bantuan terhadap pendidikan, pendidikan keagamaan,
litbang
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
52
pendidikan, pembinaan kepemudaan dan olah raga, pengembangan
budaya
serta pendidikan dan kebudayaan lainnya (Data Pokok APBN
2007-
2013).Diharapkan dengan kontribusi pemerintah yang tinggi maka
Indonesia
akan memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan
dapat
menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Penelitian dan Pengembangan
Kemajuan tehnologi terutama untuk perusahaan-perusahaan yang
melakukan alih tehnologi harus tergambarkan dalam nuansa
kebijakan
fiskal. Adapun caranya pemerintah menawarkan insentif perpajakan
bagi
perusahaan-perusahaan yang melakukan alih tehnologi dan
memacu
kegiatan penelitian dan pengembangan (R & D)(Faisal
Basri,1995,117).Bahkan dalam perkembangan menuju globalisasi
kegiatan
penelitian dan pengembangan juga diprioritaskan pada perguruan
tinggi
yang dapat meningkatkan kualitas tehnologi di Indonesia. Dengan
demikian
peran dosen dan mahasiswa sangatlah penting sebagai pihak
terkait yang
dapat memajukan perkembangan tehnologi di Indonesia.
3. Keringanan pajak bagi dunia usaha
Upaya pemerintah dalam memacu kegiatan usaha nasional dilakukan
dengan
menurunkan tarif pajak ekspor dan bea masuk. Langkah tersebut
terbukti
menurunkan penerimaan dari kedua pos tersebut. Namun demikian,
dapat
meningkatkan penerimaan dari jenis-jenis pajak yang lebih besar
(Faisal
Basri,1995,117). Diharapkan upaya peningkatan pajak telah
berhasil
seperti yang kita lihat sekarang ini.
-
Modul 8
Perekonomian Indonesia
Asfia murni
53