-
FISIKA BANGUNAN 101
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
MODUL AJAR 7 TEKNIK PENCAHAYAAN ALAMI dan BUATAN
Tujuan Pembelajaran 1. Mampu memahami standar pencahayaan,
metode dan kriteria pencahayaan
2. Mampu merekayasa optimalisasi kualitas pencahayaan buatan
3. Mampu merekayasa optimalisasi kualitas pencahayaan alami
Substansi 1. Prinsip-prinsip tata pencahayaan
2. Teknik Perancangan Pencahayaan Buatan
3. Teknik Perancangan Pencahayaan Alami
Waktu Pertemuan Minggu ke-7
3 sks (3 x 50 menit)
-
102 FISIKA BANGUNAN
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
7 TEKNIK PENCAHAYAAN ALAMI dan BUATAN
7.1 Prinsip-prinsip tata pencahayaan
Prinsip-prinsip tata pencahayaan dapat merujuk pada berbagai
standar yang tersedia baik
yang berlaku internasional maupun nasional. Dalam modul
pembelajaran Fisika Bangunan ini,
prinsip-prinsip akan mengacu pada Standard Nasional Indonesia
(SNI).
7.1.1 SNI untuk Menentukan Tingkat Penerangan Standar Nasional
Indonesia (SNI) pada bidang pencahayaan dibuat sebagai petunjuk
teknis dalam membuat sistem pencahayaan pada interior bangunan
gedung, baik dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pengelolaan bangunan gedung, sehingga sistem pencahayaan dan
kenyamanan di dalam bangunan gedung dapat dilakukan seefektif
mungkin [7]. SNI tersebut dibuat dengan tujuan untuk melengkapi
peraturan-peraturan kenyamanan dan konservasi energi yang telah ada
dan merupakan persyaratan minumum bagi bangunan gedung. Pembahasan
pada SNI tersebut meliputi kriteria perancangan, cara perancangan
pencahayaan alami siang hari, pengujian, dan pemeliharaan.
7.1.2 Kriteria Pencahayaan Pencahayaan dalam ruang setidaknya
harus memenuhi fungsi berikut [16]:
a. Menjamin keamanan dari orang-orang yang berada di ruangan
tersebut b. Memfasilitasi kinerja tugas visual c. Membantu
penciptaan lingkungan visual yang tepat
Sistem pencahayaan mempengaruhi keamanan, performansi kerja, dan
juga lingkungan visual. Keamanan dipastikan dengan membuat berbagai
hal bahaya menjadi terlihat. Performansi akan terfasilitasi dengan
membuat detail yang relevan terhadap pekerjaan mudah untuk dilihat.
Lingkungan visual yang berbeda dapat diciptakan dengan mengubah
kondisi pencahayaan dan memberi penekanan relatif terhadap berbagai
objek dan material interior ruangan.
Dalam pencahayaan ruang, orang-orang cenderung lebih senang
dengan pencahayaan alami (daylight) yaitu pencahayaan alami dari
sinar matahari, entah melalui lubang cahaya atau jendela. Tetapi
pada prakteknya, beberapa gedung tidak mendapati pencahayaan alami
yang
-
FISIKA BANGUNAN 103
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
memadai sehingga membutuhkan pencahayaan buatan pada siang hari.
Untuk membuat sistem pencahayaan yang efisien, pencahayaan buatan
dan pencahayaan alami harus disusun secara komplementer agar
tercipta sistem pencahayaan yang efisien baik secara energi maupun
performansi. Hal ini berarti menambah satu kriteria lagi dalam
sebuah perancangan sistem pencahayaan, yaitu memiliki efisiensi
dari sisi konsumsi energi.
7.2 Faktor-faktor Perancangan Cahaya Buatan
Untuk penerangan buatan di dalam ruangan digunakan SNI
03-6574-2011: Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada
bangunan gedung [6].
Petunjuk teknis sistem pencahayaan buatan digunakan sebagai
pegangan dalam merancang sistem pencahayaan buatan dan sebagai
pegangan pemilik/pengelola gedung didalam mengoperasikan dan
memelihara sistem pencahayaan buatan. Hal ini dimaksudkan agar
diperoleh sistem pencahayaan buatan yang sesuai dengan syarat
kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan memenuhi sistem ketentuan yang
berlaku untuk bangunan gedung. Standar tersebut mencakup
persyaratan minimal sistem pencahayaan buatan dalam bangunan
gedung. Acuan dari standar ini yaitu:
a. National Electric Code (NEC) b. Illuminating Engineering
Society (IES) c. Internasional Electrotechnical Comission (IEC) d.
Australian Standard Pada SNI ini, diberikan standar tingkat
pencahayaan minimum dan renderasi warna yang
direkomendasikan untuk berbagai fungsi ruangan.
1. Tingkat pencahayaan minimum Tingkat pencahayaan minimum dan
renderasi warna yang direkomendasikan untuk berbagai fungsi
ruangan:
Tabel 7.1 Tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna
menurut fungsi ruangan [6]
Fungsi Ruangan Tingkat Pencahayaan (Lux)
Kelompok Renderasi Warna
Keterangan
Rumah Tinggal Teras 60 1 atau 2 Ruang tamu 120 250 1 atau 2
-
104 FISIKA BANGUNAN
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
Ruang makan 120 250 1 atau 2 Ruang kerja 120 250 1 Kamar tidur
120 250 1 atau 2 Kamar mandi 250 1 atau 2 Dapur 250 1 atau 2 Garasi
60 3 atau 4
Perkantoran Ruang direktur 350 1 atau 2 Ruang kerja 350 1 atau 2
Ruang komputer 350 1 atau 2 Gunakan armatur
berkisi untuk mencegah silau akibat pantulan layar monitor
Ruang rapat 300 1 atau 2 Ruang gambar 750 1 atau 2 Gunakan
pencahayaan
setempat pada meja gambar
Gudang arsip 150 3 atau 4 Ruang arsip aktif 300 1 atau 2 Lembaga
Pendidikan Ruang kelas 250 1 atau 2 Perpustakaan 300 1 atau 2
Laboratorium 500 1 Ruang gambar 750 1 Gunakan pencahayaan
setempat pada meja gambar
Kantin 200 1 Hotel dan Restauran Lobby, koridor 100 1
Pencahayaan pada
bidang vertikal sangat penting untuk menciptakan suasana / kesan
ruang yang baik
Ballroom/ruang sidang
200 1 Sistem pencahayaan harus dirancang untuk menciptakan
suasana yang sesuai. Sistem pengendalian switching dan dimming
dapat digunakan untuk memperoleh berbagai
-
FISIKA BANGUNAN 105
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
sistem pencahayaan Ruang makan 250 1 Cafetaria 250 1 Kamar tidur
150 1 atau 2 Diperlukan lampu
tambahan pada bagian kepala tempat tidur dan cermin
Dapur 300 1 Rumah Sakit / Balai Pengobatan Ruang rawat inap 250
1 atau 2 Ruang operasi/bersalin
300 1 Gunakan pencahayaan setempat pada tempat yang
diperlukan
Laboratorium 500 1 atau 2 Ruang rekreasi 250 1 Pertokoan / Ruang
Pamer Ruang pamer dengan objek berukuran besar
500 1 Tingkat pencahayaan ini harus dipenuhi pada lantai. Untuk
beberapa produk tingkat pencahayaan pada bidang vertikal juga
penting
Toko kue dan makanan
250 1
Toko buku dan alat tulis/gambar
300 1
Toko perhiasan, arloji
500 1
Toko barang kulit, sepatu
500 1
Toko pakaian 500 1 Pasar swalayan 500 1 atau 2 Pencahayaan
pada
bidang vertikal pada rak barang
Toko alat listrik 250 1 atau 2 Tempat Umum Ruang parkir 50 3
Gudang 100 3 Pekerjaan kasar 100 200 2 atau 3 Pekerjaan sedang 200
500 1 atau 2 Pekerjaan halus 500 1000 1 Pekerjaan amat halus
1000 2000 1
-
106 FISIKA BANGUNAN
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
Pemeriksaan warna 750 1
Rumah Ibadah Masjid 200 1 atau 2 Untuk tempat-tempat
yang membutuhkan tingkat pencahayaan yang lebih tinggi dapat
digunakan pencahayaan setempat
Gereja 200 1 atau 2 Idem vihara 200 1 atau 2 Idem
Sumber cahaya putih dikelompokkan 3 kelompok menurut tampak
warna yang dihasilkan dari temperatur warna. Hubungan dari tingkat
pencahayaan dan temperatur warna akan mempengaruhi tingkat
kenyamanan visual.
Tabel 7.2 Kategori warna berdasarkan temperatur [6]
Temperatur Warna K (Kelvin)
Tampak Warna
> 5300 Dingin 3300 5300 Sedang
< 3300 Hangat
Tabel 7.3 Hubungan tingkat pencahayaan dengan tingkat kenyamanan
visual [6]
Tingkat pencahayaan (Lux)
Tampak warna lampu Hangat Sedang Dingin
< 500 Nyaman Netral Dingin 500 1000 Nyaman Netral Dingin 1000
2000 Stimulasi Nyaman Netral 2000 3000 Stimulasi Nyaman Netral >
3000 Tidak Alami Stimulasi Nyaman
Renderasi warna dikelompokkan menjadi 4 nilai berdasarkan nilai
rentang indeks renderasi
warna (Ra) yang dimiliki oleh suatu sumber cahaya.
Tabel 7.4 Pengelompokkan renderasi warna [6]
Kelompok Renderasi Warna
Rentang Indeks Renderasi Warna (Ra)
Tampak Warna
-
FISIKA BANGUNAN 107
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
1 Ra > 85 Dingin Sedang Hangat
2 70 < Ra < 85 Dingin Sedang Hangat
3 40 < Ra < 70 4 Ra < 40
Nilai renderasi warna (Ra) ditentukan dari temperatur warna dan
jenis lampu dari sumber
cahaya. Tabel 2.9 adalah beberapa contoh nilai Ra dari beberapa
jenis lampu.
Tabel 7.5 Nilai Ra untuk beberapa jenis lampu [6]
Lampu Temperatur Warna (K)
Re
Fluoresen standar White 4200 60 Cool daylight 6200 70 Flouresen
super Warm white 3500 85 Cool white 4000 85 Cool daylight 6500 85
Merkuri tekanan tinggi 4100 50 Natrium tekanan tinggi 1950 25
Halida metal 4300 65
Pemasangan lampu terhadap armatur (rumah lampu) mempengaruhi
intensitas cahaya yang
dipaparkan oleh lampu itu ke arah mana sebaran lampu tersebut
dipaparkan.
Tabel 7.6 Jumlah cahaya terpapar terhadap kelas armatur
Kelas armatur
Jumlah cahaya
ke arah atas (%) ke arah bawah (%)
langsung 0 ~ 10 90 ~ 100
-
108 FISIKA BANGUNAN
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
semi langsung 10 ~ 40 60 ~ 90
difus 40 ~ 60 40 ~ 60
langsung-tidak langsung 40 ~ 60 40 ~ 60
semi tidak langsung 60 ~ 90 10 ~ 40
tidak langsung 90 ~ 100 0 ~ 10
Pengkajian awal harus dibuat terhadap jenis pencahayaan yang
dibutuhkan, seringkali
keputusan dibuat sebagai fungsi dari estetika dan ekonomi.
-
FISIKA BANGUNAN 109
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
Gambar 7.1 Flowchart perancangan sistem pencahayaan pada SNI
[7]
Mulai
Tentukan tingkat pencahayaan maksimum
Tentukan sumber cahaya yang paling efisien sesuai dengan
penggunaan
Fungsi ruangan
Tentukan armatur yang efisien
Upayakan koefisien penggunaan (Kp) besar
Upayakan koefisien depresiasi (Kd) besar
Tentukan warna muda untuk langit-langit &
dinding
Tentukan tata letak armatur Hitung: E = (F/A) x Kp x Kd
Lakukan pemeliharaan kebersihan terjadwal
armatur & ruang
Diperoleh jumlah armatur dan jumlah lampu
Diperoleh konfigurasi sistem pencahayaan
Diperoleh daya yang diperlukan Watt/m2
Tentukan pencahayaan merata dan setempat
Lakukan pengendalian, pengelompokkan, penyalaan,
dan disesuaikan dengan cahaya alami siang hari
STOP
Periksa Watt/m2 < Target
-
110 FISIKA BANGUNAN
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
7.2.1 Tingkat Pencahayaan Rata-rata (E) Tingkat pencahayaan
(iluminansi) pada suatu ruangan secara umum didefinisikan
sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja. Bidang
kerja yang dimaksud pada perhitungan iluminansi rata-rata ialah
bidang horizontal imajiner yang membentang di seluruh area yang
dihitung. Ketika seseorang duduk terletak pada 0,75 0,9 m di atas
lantai seluruh ruang, sedangkan bila berdiri, bidang kerja terletak
pada 0,85 1,2 m di atas lantai. Pada perhitungan ini, nilai bidang
kerja diletakkan pada asumsi yang sama, yaitu 0,75 m di atas lantai
dengan asumsi tinggi tersebut merupakan tinggi optimal dari
pencahayaan yang diterima oleh okupan pada bidang kerja. Maka dari
itu, iluminansi rata-rata (Eav) dapat diketahui dengan:
!" = !"!#$ Eav = Rata-rata iluminansi horizontal (lux) total =
Total flux luminansi yang menerangi bidang kerja (lumen) A = Luas
ruangan (m2) UF = Faktor utilitas MF = Faktor maintenance
Gambar 7.2 Skema zona dalam ruangan [16]
(1.6)
-
FISIKA BANGUNAN 111
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
7.2.2 Faktor Utilitas (UF) Faktor Utilitas (UF) adalah faktor
cahaya yang hilang karena diserap oleh permukaan
ruangan. Faktor utilitas bergantung pada 3 faktor [17]: 1. Tipe
dari luminaire
Luminaire dengan cahaya yang arahnya terkonsentrasi pada bidang
kerja akan memiliki UF dibandingkan dengan luminaire dengan cahaya
yang tersebar.
2. Indeks Ruangan (RI)
Nilai indeks ruangan bergantung kepada panjang (L) dan lebar (W)
ruangan, dan juga tinggi dari peletakan luminaire dari bidang kerja
(Hm).
Gambar 7.3 Indeks ruangan [18]
Pada bidang horisontal: ! = 2 Pada bidang vertikal: ! = 2( +)!
Maka, untuk mendapatkan nilai indeks ruangan: = !! = ( +)!
3. Reflektansi dari permukaan ruangan Warna permukaan yang cerah
dengan tingkat reflektansi yang tinggi akan
menimbulkan UF yang juga tinggi. Faktor utilitas yang tinggi
berarti jumlah lampu yang dibutuhkan akan semakin sedikit, sehingga
energi yang digunakan akan lebih efisien.
(1.7)
(1.8)
(1.9)
-
112 FISIKA BANGUNAN
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
Tabel 7.7 Tipikal Reflektansi [17]
Warna Reflektansi Putih, Cream 0,7 atau 0,8
Kuning 0,6 Hijau muda, Pink 0,5
Biru langit, Abu-abu 0,4 Krem, Coklat 0,3
Tabel 7.8 Nilai tipikal UF [17]
Reflektansi Ruang
Indeks Ruang (RI)
C W F 0,75 1,00 1,25 1,50 2,00 2,50 3,00 4,00 5,00 0,7 0,5 0,2
N/A 0,61 0,65 0,67 0,70 0,71 0,73 0,74 0,75
0,3 N/A 0,58 0,62 0,64 0,67 0,69 0,71 0,73 0,74 0,1 N/A 0,56
0,59 0,62 0,65 0,68 0,69 0,72 0,73
0,5 0,5 0,2 N/A 0,60 0,63 0,65 0,68 0,69 0,70 0,72 0,73 0,3 N/A
0,58 0,61 0,63 0,66 0,68 0,69 0,71 0,72 0,1 N/A 0,56 0,59 0,61 0,64
0,66 0,68 0,69 0,71
0,3 0,5 0,2 N/A 0,59 0,62 0,64 0,66 0,67 0,68 0,69 0,70 0,3 N/A
0,57 0,60 0,62 0,64 0,66 0,67 0,68 0,69 0,1 N/A 0,55 0,58 0,60 0,63
0,65 0,66 0,68 0,68
0,0 0,0 0,0 N/A 0,54 0,57 0,58 0,61 0,62 0,63 0,65 0,65
Nilai reflektansi biasanya dapat diperoleh di datasheet yang
diberikan oleh manufaktur dari cat dan furniture yang dipakai.
Dari ketiga faktor tersebut, untuk mendapatkan nilai UF, maka
langkah yang harus dilakukan adalah:
1. Ketahui nilai faktor reflektansi pada langit-langit
(ceiling), dinding (wall), dan lantai (floor)
2. Ketahui data manufaktur untuk lumanaire yang diteliti 3.
Hitung nilai indeks ruang (RI) 4. Cari nilai UF berdasarkan pada
Tabel 7.8
-
FISIKA BANGUNAN 113
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
7.2.3 Faktor Maintenance (MF) Faktor maintenance (biasa disebut
koefisien depresiasi atau koefisien pemeliharaan)
merupakan perbandingan antara tingkat pencahayaan setelah jangka
waktu tertentu dari instalasi pencahayaan digunakan terhadap
tingkat pencahayaan pada instalasi baru. Pada SNI, faktor
maintenance memiliki nilai standar yaitu 0,8.
7.2.4 Perhitungan Jumlah Luminaire (N) Untuk menghitung jumlah
luminaire yang dibutuhkan, berikut adalah metode yang
digunakan: = nMFUF N = Jumlah luminaire yang dibutuhkan E =
Iluminansi rata-rata yang dibutuhkan (lux) A = Luas ruangan =
Jumlah lumen pada lampu (lm) n = jumlah lampu per luminaire MF =
Faktor maintenance UF = Faktor utilitas Jumlah luminaires yang
dibutuhkan dapat didapatkan menggunakan Persamaan (1.11).
Tetapi, perhitungan ini tidak dapat memberikan variasi
iluminansi dalam bidang kerja karena nilai yang dihitung
berdasarkan nilai iluminansi rata-rata yang diberikan oleh
standar.
7.2.5 Menghindari Glare/Silau Setiap luminer akan memiliki ruang
yang direkomendasikan terhadap perbandingan tinggi.
Pada metodologi perancangan sebelumnya, perbandingan
keseragaman, yakni perbandingan
terang minimum terhadap terang rata-rata dijaga pada 0,8 dan
ruang yang cocok untuk
perbandingan tinggi ditentukan untuk mencapai keseragaman. Dalam
perancangan modern
memadukan efisiensi energi dengan tugas pencahayaan, konsep yang
muncul adalah memberi
keseragaman 1/3 hingga 1/10 tergantung pada tugasnya. Nilai
luminer diatas yang
direkomedasikan adalah 1,5. Jika perbandingan aktual lebih dari
nilai yang direkomendasikan,
keseragaman pencahayaan akan menjadi lebih kecil. Contoh untuk
peralatan yang pantas,
(1.11)
-
114 FISIKA BANGUNAN
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
mengacu ke gambar 12. Luminer yang lebih dekat ke dinding
besarnya harus setengah atau lebih
kecil dari jarak spasi.
Jarak spasi antara luminer = 10/3 = 3,33 meters
Tinggi mounting = 2,0 m
Perbandingan jarak spasi terhadap tinggi = 3,33/2,0 = 1,66
Nilai ini mendekati batas yang ditentukan, jadi diterima.
Akan lebih baik bila memilih luminer dengan SHR yang lebih
besar. Hal ini akan mengurangi
jumlah peralatan dan beban pencahayaan yang terhubung.
7.3 Faktor-faktor Perancangan Cahaya Alami
Tingkat pencahayaan alami dalam ruang ditentukan oleh intensitas
cahaya matahari pada bidang datar di ruang terbuka pada saat yang
sama. Perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan
dengan di ruang terbuka ditentukan oleh:
a. Hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya b.
Ukuran dan posisi lubang cahaya c. Distribusi terang langit d.
Bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur
Komponen dari faktor pencahayaan ada tiga, yaitu:
a. Faktor langit (fl), yaitu komponen pencahayaan langsung dari
cahaya langit. b. Faktor refleksi luar (flr), yaitu komponen
pencahayaan yang berasal dari refleksi benda di
sekitar bangunan. c. Faktor refleksi dalam (fld), yaitu komponen
pencahayaan yang berasal dari refleksi
permukaan benda di dalam ruangan. Faktor langit (fl) adalah
faktor pada suatu titik pada suatu bidang di dalam suatu ruangan
dimana merupakan perbandingan tingkat pencahayaan langsung dari
langit di titik tersebut dengan intensitas cahaya alami di ruang
terbuka. Pengukuran ini dilakukan pada saat yang sama, dengan tidak
memperhitungkan hambatan pada jendela (jendela dianggap tidak ada).
Dalam perhitungan faktor langit, tingkat intensitas matahari di
ruang terbuka pada keadaan puncak (cerah) dianggap sama dan merata
(uniform luminance distribution), yaitu 10.000 lux. Jika langit
berawan atau
-
FISIKA BANGUNAN 115
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
mendung, maka diambil rasio dari Tabel 3.5 diatas. Untuk
mendapatkan faktor langit, dipakai perbandingan nilai lebar lubang
cahaya dan tinggi cahaya dengan titik ukur (3.12), lalu hasil dari
perhitungan dicocokan dengan tabel yang ada pada SNI Pencahayaan
Alami yang telah dipaparkan pada Bab II (lihat Tabel 2.4):
&
L = lebar lubang cahaya efektif H = tinggi lubang cahaya efektif
D = jarak titik ukur ke lubang cahaya
Faktor langit menjadi dasar sebagai perhitungan faktor
pencahayaan alami, meskipun pada suatu ruang tidak hanya
memperhitungkan faktor langit, tetapi juga faktor refleksi. Faktor
refleksi, baik refleksi luar atau refleksi dalam, menurut SNI
pencahayaan alami diabaikan untuk mempermudah perhitungan.
Faktor pencahayaan alami adalah perbandingan tingkat pencahayaan
pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan
terhadap tingkat pencahayaan bidang datar di ruang terbuka yang
merupakan ukuran kinerja lubang cahaya tersebut. Dengan mengetahui
nilai iluminansi di luar ruangan, dapat dilakukan verifikasi dalam
pengukuran faktor pencahayaan alami dengan menggunakan Persamaan
(3.13).
= 100% DF = Faktor pencahayaan alami
Ei = Iluminansi indoor (di dalam ruangan)
Eo = Iluminansi outdoor (di luar ruangan)
(1.12)
(3.13)
-
116 FISIKA BANGUNAN
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
Gambar 7.4 Komponen faktor pencahayaan alami [5]
7.3.1 Standard tata cara perancangan sistem pencahayaan alami
SNI 03-2396-2001: Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami
pada bangunan gedung [5]
Standar tata cara penerangan sistem pencahayaan alami pada
bangunan dimaksudkan
sebagai pedoman bagi perancang dan pelaksana pembangunan gedung
di dalam merancang
sistem pencahayaan alami siang hari dan bertujuan agar diperoleh
sistem pencahayaan alami
siang hari yang sesuai dengan syarat kesehatan, kenyamanan, dan
sesuai dengan ketentuan-
-
FISIKA BANGUNAN 117
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
ketentuan lain yang berlaku. Standar ini mencakup persyaratan
minimal sistem pencahayaan
alami siang hari dalam bangunan gedung.
Acuan dari standar ini yaitu:
1. SNI no. 03-2396-1991: Tata cara perancangan penerangan alami
siang hari untuk
rumah dan gedung
2. Natuurkundige Grondslagen Voor Bouurvorrschriften, 1951, Deel
11,
Dagverlivhting Van Woingen, (N BG 11195 1)
3. Hopkinson (et.al), 1966, Daylighting, London
4. Adhiwiyogo. M.U, 1969, Selection of the Design Sky for
Indonesia based on the
Illumination Climate of Bandung, Symposium of Enviromental
Physics as Applied
to Building in the Tropics
Persyaratan teknis tentang pencahayaan alami siang hari diatur
berdasarkan klasifikasi pada
kualitas pencahayaan. Klasifikasi ini dibagi menjadi:
1. Kualitas A: kerja halus sekali, pekerjaan secara cermat terus
menerus, seperti
menggambar detail, menggravir, menjahir kain warna gelap, dan
sebagainya.
2. Kualitas B: kerja halus, pekerjaan cermat tidak secara
intensif terus menerus,
seperti menulis, membaca, membuat alat atau merakit
komponen-komponen kecil,
dan sebagainya.
3. Kualitas C: kerja sedang, pekerjaan tanpa konsentrasi yang
besar dari si pelaku,
seperti pekerjaan kayu, merakit suku cadang yang agak besar, dan
sebagainya.
4. Kualitas D: kerja kasar, pekerjaan dimana hanya detil-detil
yang besar harus
dikenal, seperti pada gudang, lorong lalu lintas orang, dan
sebagainya.
Setelah diketahui kualitas ruangan, maka selanjutnya ditentukan
nilai faktor langit (fl)
dalam ruangan tersebut. Nilai fl dari suatu titik ukur dalam
ruangan harus memenuhi syarat:
1. Sekurang-kurangnya memenuhi nilai-nilai faktor langit minimum
(flmin) yang
tertera pada Tabel 2.1, Tabel 2.2, dan Tabel 2.3, dan dipilih
menurut klasifikasi
kualitas pencahayaan yang dikehendaki dan dirancang untuk
bangunan tersbut.
2. Nilai flmin dalam prosen untuk ruangan-ruangan dalam bangunan
umum untuk
TUU, adalah seperti tertera pada Tabel 2.1; dimana d adalah
jarak antara bidang
-
118 FISIKA BANGUNAN
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
lubang cahaya efektif ke dinding seberangnya, dinyatakan dalam
meter.
Faktor langit minimum untuk TUS nilainya diambil 40% dan flmin
untuk TUU dan
tidak boleh kurang dari 0,10 d.
Tabel 7.9 Nilai faktor langit untuk bangunan gedung [5]
Klasifikasi Pencahayaan Flmin TUU
A 0,45.d B 0,35.d C 0,25.d D 0,15.d
Tabel 7.10 Nilai faktor langit untuk bangunan sekolah [5] Jenis
Ruangan flmin TUU flmin TUS Ruang kelas biasa 0,35.d 0,20.d Ruang
kelas khusus 0,45.d 0,20.d Laboratorium 0,35.d 0,20.d Bengkel
kayu/besi 0,25.d 0,20.d Ruang olahraga 0,25.d 0,20.d Kantor 0,35.d
0,15.d Dapur 0,20.d 0,20.d
Tabel 7.11 Nilai faktor langit untuk bangunan tempat tinggal [5]
Jenis Ruangan flmin TUU flmin TUS Ruang tinggal 0,35.d 0,16.d Ruang
kerja 0,35.d 0,16.d Kamar tidur 0,18.d 0,05.d Dapur 0,20.d
0,20.d
Petunjuk teknis dalam penetapan faktor langit diatur dengan
didasarkan atas keadaan langit yang
terangnya merata atau kriteria langit perancangan untuk
Indonesia yang memberikan kekuatan
pencahayaan titik dibidang datar di lapangan terbuka sebesar
10.000 lux. Besar faktor langit
untuk titik ukur pada bidang kerja di dalam ruangan dilakukan
dengan menggunakan metode
analisis dimana nilai fl dinyatakan sebagai fungsi dari H/D dan
L/D seperti tercantum pada Tabel
2.4.
-
FISIKA BANGUNAN 119
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
Gambar 7.5 Penjelasan dari tabel tentang nilai faktor langit [5]
Posisi titik ukur U, yang jauhnya D dari lubang cahaya efektif
berbentuk persegi panjang OPQR
(tinggi H lebar L). Ukuran H dihitung dari 0 ke atas dan ukuran
L dihitung dari 0 ke kanan, atau
dari P ke kiri. H adalah tinggi lubang cahaya efektif, L adalah
lebar lubang cahaya efektif, dan D
adalah jarak titik ukur ke bidang lubang cahaya efektif.
Tabel 7.12 Faktor langit sebagai fungsi H/D dan L/D [5]
L/D H/D
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0
0,1 0,02 0,03 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,09 0,10 0,10 0,2 0,06
0,12 0,17 0,22 0,27 0,30 0,33 0,36 0,38 0,40 0,3 0,13 0,26 0,37
0,48 0,57 0,65 0,72 0,77 0,82 0,86 0,4 0,22 0,43 0,62 0,80 0,96
1,09 1,20 1,30 1,38 1,44 0,5 0,32 0,62 0,91 1,17 1,39 1,59 1,76
1,90 2,02 2,11 0,6 0,42 0,82 1,20 1,55 1,85 2,12 2,34 2,53 2,69
2,83 0,7 0,52 1,02 1,50 1,93 2,31 2,64 2,93 3,18 3,38 3,55 0,8 0,62
1,22 1,78 2,29 2,75 3,26 3,50 3,80 4,05 4,26 0,9 0,71 1,40 2,04
2,64 3,17 3,63 4,04 4,39 4,69 4,94 1,0 0,79 1,56 2,29 2,95 3,56
4,09 4,55 4,95 4,29 5,57 1,5 1,10 2,17 4,13 4,13 4,99 5,77 6,45
7,05 7,58 8,03 2,0 1,27 2,51 4,80 4,80 5,81 6,74 7,56 8,29 8,94
9,51 2,5 1,37 2,70 3,98 3,98 6,29 7,31 8,22 9,03 9,76 10,40 3,0
1,43 2,82 4,16 4,16 6,59 7,66 8,62 9,49 10,27 10,96 3,5 1,47 2,90
4,28 4,28 6,78 7,89 8,89 9,79 10,60 11,33 4,0 1,49 2,96 4,36 4,36
6,91 8,04 9,07 10,00 10,83 11,58 4,5 1,51 2,99 4,41 4,41 7,01 8,15
9,20 10,15 11,00 11,76 5,0 1,53 3,02 4,46 4,46 7,07 8,24 9,29 10,25
12,12 11,90 6,0 1,54 3,06 4,51 4,51 7,17 8,34 9,49 10,45 12,28
11,07
-
120 FISIKA BANGUNAN
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
L/D H/D
1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 6,0
0,1 0,11 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,2 0,45 0,47
0,48 0,48 0,48 0,48 0,48 0,48 0,49 0,3 0,97 1,01 1,03 10,04 1,04
1,05 1,05 1,05 1,05 0,4 1,63 1,71 1,74 1,76 1,77 1,78 1,78 1,78
1,78 0,5 2,40 2,52 2,57 2,60 2,61 2,63 2,63 2,63 2,63 0,6 3,22 3,39
3,46 3,50 3,52 3,54 3,54 3,54 3,55 0,7 4,07 4,29 4,39 4,40 4,47
4,48 4,50 4,50 4,51 0,8 4,90 5,18 5,31 5,37 5,41 5,43 5,45 5,45
5,46 0,9 5,71 6,04 6,04 6,20 6,28 6,33 6,36 6,39 6,40 1,0 6,47 6,87
7,06 7,16 7,22 7,25 7,28 7,28 7,30 1,5 9,52 10,23 10,59 10,79 10,90
10,97 11,05 11,05 11,08 2,0 11,44 12,43 12,96 13,26 13,44 13,55
13,62 13,67 13,73 2,5 12,64 13,85 14,52 14,92 15,16 15,32 15,42
15,49 15,58 3,0 13,41 14,78 15,58 16,06 16,36 16,56 16,70 16,79
16,91 3,5 13,93 15,42 16,31 16,87 17,22 17,46 17,64 17,74 17,89 4,0
14,30 15,88 16,84 17,45 17,85 18,13 18,32 18,46 18,63 4,5 14,56
16,21 17,23 17,89 18,30 18,63 18,85 19,01 19,21 5,0 15,75 16,45
17,52 18,22 18,69 19,03 19,26 19,44 19,67 6,0 15,01 16,79 17,92
18,68 19,20 19,58 19,85 20,06 20,33
7.4 Simulasi Pencahayaan
Untuk memberi model sistem pencahayaan, digunakan metode
simulasi dari komputer dengan software, yaitu DiaLux 4.11. DiaLux
adalah software open source yang dikembangkan oleh DIAL untuk
perencanaan sistem pencahayaan profesional dengan database dari
seluruh perusahaan manufaktur luminaire. Software ini dibuat oleh
planner untuk dapat digunakan oleh planner lain. [21]
Dalam melakukan komputasi distribusi persebaran cahaya, DiaLux
menggunakan metode radiosity. Versi terakhir dari DiaLux
menggunakan metode raytracing untuk memvisualisasi hasil rendering
permodelan 3D pada DiaLux.
-
FISIKA BANGUNAN 121
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
Gambar 7.6 Metode komputasi pada DiaLux [21]
Radiosity adalah algoritma iluminansi global yang digunakan
dalam grafis komputer 3D rendering untuk menyelesaikan intensitas
pada titik diskrit dalam sebuah scene. Metode ini dipakai untuk
memvisualisasikan iluminansi dengan cara mendifusi cahaya dari path
iluminansi agar didapat hasil visualisasi yang realistis.
Keuntungan menggunakan DiaLux diantaranya adalah:
a. Sederhana dan efektif untuk perancangan dan simulasi
pencahayaan profesional. b. Mendapatkan update terakhir dari
database luminaire dari perusahaan manufaktur
luminaire dari seluruh dunia. c. Gratis. d. Memiliki fungsi yang
lengkap untuk kalkulasi sistem pencahayaan hingga energy
evaluation. e. Memiliki mode lightscenes (skenario pencahayaan)
yang dapat dikondisikan
sesuai dengan keinginan planner.
7.4.1 Standar Kalkulasi DiaLux
DiaLux memakai standar EN-1264, yaitu European Standards for
Lighting of Works Places and
Outdoor Work Places, dalam kalkulasi pencahayaan yang dilakukan.
Standar ini mengatur
-
122 FISIKA BANGUNAN
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
tentang penggunaan sistem pencahayaan pada berbagai fungsi
ruang, dan termasuk juga
modelling untuk simulasi pencahayaan.
Perhitungan pencahayaan yang diatur pada standar tersebut
memakai sistem grid pada
permukaan bidang kerja ruangan. Grid tersebut akan mengindikasi
nilai iluminansi yang
dikalkulasi dan terverifikasi. Preferensi bentuk dari grid
biasanya adalah kotak, dengan rasio
panjang dan lebar grid antara 0,5 m sampai 2 m.
Pengukuran nilai iluminansi diatur dengan persamaaan yang sama
dengan Persamaan (3.6)
dengan mengambil zonasi-zonasi bidang kerja pada gird yang telah
ditentukan. Nilai faktor
utilitas dan faktor maintenance didapatkan dengan metode yang
sedikit berbeda. Nilai faktor
utilitas diantur pada standar EN-1264 berdasarkan fungsi
ruangan. Nilai faktor maintenance
diatur berdasarkan dokumen dari luminaire yang akan dipasang.
Nilai faktor utilitas dan faktor
maintenance memerlukan perhitungan numeris yang lebih kompleks,
tetapi akan didapatkan data
yang lebih akurat. [25]
-
FISIKA BANGUNAN 123
SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik
Fisika UGM
Latihan Soal 7 Topik : Perancangan sistem pencahayaan
Tugas perorangan adalah membuat perhitungan terhadap aplikasi
desain sistem pencahayaan di
ruang kerja pada sebuah kantor dengan data:
Luas area 120 m2
Panjang 15 m
Lebar 10 m
Tinggi langit-langit 2,8m
Tinggi bidang kerja 0,8 m
Kemudian, ditentukan iluminansi rata-rata yang diinginkan sesuai
dengan standar
kenyamanan pada ruang kerja, dengan sumber pencahayaan luminaire
terbenam dengan
louvre lampu flourscent (TL) 2x36W. Lampu TL tersebut memiliki
Flux 2250 lumen.
Kondisi reflektansi langit-langit 0,8, reflektansi dinding 0,5,
dan reflektansi lantai 0,3.
Tentukan desain sistem pencahayaan yang baik sesuai dengan
standar kenyamanan yang
diminta, dan juga hitung daya yang dibutuhkan.