Top Banner
FISIKA BANGUNAN 101 SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM MODUL AJAR 7 TEKNIK PENCAHAYAAN ALAMI dan BUATAN Tujuan Pembelajaran 1. Mampu memahami standar pencahayaan, metode dan kriteria pencahayaan 2. Mampu merekayasa optimalisasi kualitas pencahayaan buatan 3. Mampu merekayasa optimalisasi kualitas pencahayaan alami Substansi 1. Prinsip-prinsip tata pencahayaan 2. Teknik Perancangan Pencahayaan Buatan 3. Teknik Perancangan Pencahayaan Alami Waktu Pertemuan Minggu ke-7 3 sks (3 x 50 menit)
23

Modul 7-Pencahayaan Alami Dan Buatan

Nov 25, 2015

Download

Documents

davinangwyn

xcvxcvf
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • FISIKA BANGUNAN 101

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    MODUL AJAR 7 TEKNIK PENCAHAYAAN ALAMI dan BUATAN

    Tujuan Pembelajaran 1. Mampu memahami standar pencahayaan, metode dan kriteria pencahayaan

    2. Mampu merekayasa optimalisasi kualitas pencahayaan buatan

    3. Mampu merekayasa optimalisasi kualitas pencahayaan alami

    Substansi 1. Prinsip-prinsip tata pencahayaan

    2. Teknik Perancangan Pencahayaan Buatan

    3. Teknik Perancangan Pencahayaan Alami

    Waktu Pertemuan Minggu ke-7

    3 sks (3 x 50 menit)

  • 102 FISIKA BANGUNAN

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    7 TEKNIK PENCAHAYAAN ALAMI dan BUATAN

    7.1 Prinsip-prinsip tata pencahayaan

    Prinsip-prinsip tata pencahayaan dapat merujuk pada berbagai standar yang tersedia baik

    yang berlaku internasional maupun nasional. Dalam modul pembelajaran Fisika Bangunan ini,

    prinsip-prinsip akan mengacu pada Standard Nasional Indonesia (SNI).

    7.1.1 SNI untuk Menentukan Tingkat Penerangan Standar Nasional Indonesia (SNI) pada bidang pencahayaan dibuat sebagai petunjuk

    teknis dalam membuat sistem pencahayaan pada interior bangunan gedung, baik dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengelolaan bangunan gedung, sehingga sistem pencahayaan dan kenyamanan di dalam bangunan gedung dapat dilakukan seefektif mungkin [7]. SNI tersebut dibuat dengan tujuan untuk melengkapi peraturan-peraturan kenyamanan dan konservasi energi yang telah ada dan merupakan persyaratan minumum bagi bangunan gedung. Pembahasan pada SNI tersebut meliputi kriteria perancangan, cara perancangan pencahayaan alami siang hari, pengujian, dan pemeliharaan.

    7.1.2 Kriteria Pencahayaan Pencahayaan dalam ruang setidaknya harus memenuhi fungsi berikut [16]:

    a. Menjamin keamanan dari orang-orang yang berada di ruangan tersebut b. Memfasilitasi kinerja tugas visual c. Membantu penciptaan lingkungan visual yang tepat

    Sistem pencahayaan mempengaruhi keamanan, performansi kerja, dan juga lingkungan visual. Keamanan dipastikan dengan membuat berbagai hal bahaya menjadi terlihat. Performansi akan terfasilitasi dengan membuat detail yang relevan terhadap pekerjaan mudah untuk dilihat. Lingkungan visual yang berbeda dapat diciptakan dengan mengubah kondisi pencahayaan dan memberi penekanan relatif terhadap berbagai objek dan material interior ruangan.

    Dalam pencahayaan ruang, orang-orang cenderung lebih senang dengan pencahayaan alami (daylight) yaitu pencahayaan alami dari sinar matahari, entah melalui lubang cahaya atau jendela. Tetapi pada prakteknya, beberapa gedung tidak mendapati pencahayaan alami yang

  • FISIKA BANGUNAN 103

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    memadai sehingga membutuhkan pencahayaan buatan pada siang hari. Untuk membuat sistem pencahayaan yang efisien, pencahayaan buatan dan pencahayaan alami harus disusun secara komplementer agar tercipta sistem pencahayaan yang efisien baik secara energi maupun performansi. Hal ini berarti menambah satu kriteria lagi dalam sebuah perancangan sistem pencahayaan, yaitu memiliki efisiensi dari sisi konsumsi energi.

    7.2 Faktor-faktor Perancangan Cahaya Buatan

    Untuk penerangan buatan di dalam ruangan digunakan SNI 03-6574-2011: Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung [6].

    Petunjuk teknis sistem pencahayaan buatan digunakan sebagai pegangan dalam merancang sistem pencahayaan buatan dan sebagai pegangan pemilik/pengelola gedung didalam mengoperasikan dan memelihara sistem pencahayaan buatan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh sistem pencahayaan buatan yang sesuai dengan syarat kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan memenuhi sistem ketentuan yang berlaku untuk bangunan gedung. Standar tersebut mencakup persyaratan minimal sistem pencahayaan buatan dalam bangunan gedung. Acuan dari standar ini yaitu:

    a. National Electric Code (NEC) b. Illuminating Engineering Society (IES) c. Internasional Electrotechnical Comission (IEC) d. Australian Standard Pada SNI ini, diberikan standar tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna yang

    direkomendasikan untuk berbagai fungsi ruangan.

    1. Tingkat pencahayaan minimum Tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna yang direkomendasikan untuk berbagai fungsi ruangan:

    Tabel 7.1 Tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna menurut fungsi ruangan [6]

    Fungsi Ruangan Tingkat Pencahayaan (Lux)

    Kelompok Renderasi Warna

    Keterangan

    Rumah Tinggal Teras 60 1 atau 2 Ruang tamu 120 250 1 atau 2

  • 104 FISIKA BANGUNAN

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    Ruang makan 120 250 1 atau 2 Ruang kerja 120 250 1 Kamar tidur 120 250 1 atau 2 Kamar mandi 250 1 atau 2 Dapur 250 1 atau 2 Garasi 60 3 atau 4

    Perkantoran Ruang direktur 350 1 atau 2 Ruang kerja 350 1 atau 2 Ruang komputer 350 1 atau 2 Gunakan armatur

    berkisi untuk mencegah silau akibat pantulan layar monitor

    Ruang rapat 300 1 atau 2 Ruang gambar 750 1 atau 2 Gunakan pencahayaan

    setempat pada meja gambar

    Gudang arsip 150 3 atau 4 Ruang arsip aktif 300 1 atau 2 Lembaga Pendidikan Ruang kelas 250 1 atau 2 Perpustakaan 300 1 atau 2 Laboratorium 500 1 Ruang gambar 750 1 Gunakan pencahayaan

    setempat pada meja gambar

    Kantin 200 1 Hotel dan Restauran Lobby, koridor 100 1 Pencahayaan pada

    bidang vertikal sangat penting untuk menciptakan suasana / kesan ruang yang baik

    Ballroom/ruang sidang

    200 1 Sistem pencahayaan harus dirancang untuk menciptakan suasana yang sesuai. Sistem pengendalian switching dan dimming dapat digunakan untuk memperoleh berbagai

  • FISIKA BANGUNAN 105

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    sistem pencahayaan Ruang makan 250 1 Cafetaria 250 1 Kamar tidur 150 1 atau 2 Diperlukan lampu

    tambahan pada bagian kepala tempat tidur dan cermin

    Dapur 300 1 Rumah Sakit / Balai Pengobatan Ruang rawat inap 250 1 atau 2 Ruang operasi/bersalin

    300 1 Gunakan pencahayaan setempat pada tempat yang diperlukan

    Laboratorium 500 1 atau 2 Ruang rekreasi 250 1 Pertokoan / Ruang Pamer Ruang pamer dengan objek berukuran besar

    500 1 Tingkat pencahayaan ini harus dipenuhi pada lantai. Untuk beberapa produk tingkat pencahayaan pada bidang vertikal juga penting

    Toko kue dan makanan

    250 1

    Toko buku dan alat tulis/gambar

    300 1

    Toko perhiasan, arloji

    500 1

    Toko barang kulit, sepatu

    500 1

    Toko pakaian 500 1 Pasar swalayan 500 1 atau 2 Pencahayaan pada

    bidang vertikal pada rak barang

    Toko alat listrik 250 1 atau 2 Tempat Umum Ruang parkir 50 3 Gudang 100 3 Pekerjaan kasar 100 200 2 atau 3 Pekerjaan sedang 200 500 1 atau 2 Pekerjaan halus 500 1000 1 Pekerjaan amat halus

    1000 2000 1

  • 106 FISIKA BANGUNAN

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    Pemeriksaan warna 750 1

    Rumah Ibadah Masjid 200 1 atau 2 Untuk tempat-tempat

    yang membutuhkan tingkat pencahayaan yang lebih tinggi dapat digunakan pencahayaan setempat

    Gereja 200 1 atau 2 Idem vihara 200 1 atau 2 Idem

    Sumber cahaya putih dikelompokkan 3 kelompok menurut tampak warna yang dihasilkan dari temperatur warna. Hubungan dari tingkat pencahayaan dan temperatur warna akan mempengaruhi tingkat kenyamanan visual.

    Tabel 7.2 Kategori warna berdasarkan temperatur [6]

    Temperatur Warna K (Kelvin)

    Tampak Warna

    > 5300 Dingin 3300 5300 Sedang

    < 3300 Hangat

    Tabel 7.3 Hubungan tingkat pencahayaan dengan tingkat kenyamanan visual [6]

    Tingkat pencahayaan (Lux)

    Tampak warna lampu Hangat Sedang Dingin

    < 500 Nyaman Netral Dingin 500 1000 Nyaman Netral Dingin 1000 2000 Stimulasi Nyaman Netral 2000 3000 Stimulasi Nyaman Netral > 3000 Tidak Alami Stimulasi Nyaman

    Renderasi warna dikelompokkan menjadi 4 nilai berdasarkan nilai rentang indeks renderasi

    warna (Ra) yang dimiliki oleh suatu sumber cahaya.

    Tabel 7.4 Pengelompokkan renderasi warna [6]

    Kelompok Renderasi Warna

    Rentang Indeks Renderasi Warna (Ra)

    Tampak Warna

  • FISIKA BANGUNAN 107

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    1 Ra > 85 Dingin Sedang Hangat

    2 70 < Ra < 85 Dingin Sedang Hangat

    3 40 < Ra < 70 4 Ra < 40

    Nilai renderasi warna (Ra) ditentukan dari temperatur warna dan jenis lampu dari sumber

    cahaya. Tabel 2.9 adalah beberapa contoh nilai Ra dari beberapa jenis lampu.

    Tabel 7.5 Nilai Ra untuk beberapa jenis lampu [6]

    Lampu Temperatur Warna (K)

    Re

    Fluoresen standar White 4200 60 Cool daylight 6200 70 Flouresen super Warm white 3500 85 Cool white 4000 85 Cool daylight 6500 85 Merkuri tekanan tinggi 4100 50 Natrium tekanan tinggi 1950 25 Halida metal 4300 65

    Pemasangan lampu terhadap armatur (rumah lampu) mempengaruhi intensitas cahaya yang

    dipaparkan oleh lampu itu ke arah mana sebaran lampu tersebut dipaparkan.

    Tabel 7.6 Jumlah cahaya terpapar terhadap kelas armatur

    Kelas armatur

    Jumlah cahaya

    ke arah atas (%) ke arah bawah (%)

    langsung 0 ~ 10 90 ~ 100

  • 108 FISIKA BANGUNAN

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    semi langsung 10 ~ 40 60 ~ 90

    difus 40 ~ 60 40 ~ 60

    langsung-tidak langsung 40 ~ 60 40 ~ 60

    semi tidak langsung 60 ~ 90 10 ~ 40

    tidak langsung 90 ~ 100 0 ~ 10

    Pengkajian awal harus dibuat terhadap jenis pencahayaan yang dibutuhkan, seringkali

    keputusan dibuat sebagai fungsi dari estetika dan ekonomi.

  • FISIKA BANGUNAN 109

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    Gambar 7.1 Flowchart perancangan sistem pencahayaan pada SNI [7]

    Mulai

    Tentukan tingkat pencahayaan maksimum

    Tentukan sumber cahaya yang paling efisien sesuai dengan penggunaan

    Fungsi ruangan

    Tentukan armatur yang efisien

    Upayakan koefisien penggunaan (Kp) besar

    Upayakan koefisien depresiasi (Kd) besar

    Tentukan warna muda untuk langit-langit &

    dinding

    Tentukan tata letak armatur Hitung: E = (F/A) x Kp x Kd

    Lakukan pemeliharaan kebersihan terjadwal

    armatur & ruang

    Diperoleh jumlah armatur dan jumlah lampu

    Diperoleh konfigurasi sistem pencahayaan

    Diperoleh daya yang diperlukan Watt/m2

    Tentukan pencahayaan merata dan setempat

    Lakukan pengendalian, pengelompokkan, penyalaan,

    dan disesuaikan dengan cahaya alami siang hari

    STOP

    Periksa Watt/m2 < Target

  • 110 FISIKA BANGUNAN

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    7.2.1 Tingkat Pencahayaan Rata-rata (E) Tingkat pencahayaan (iluminansi) pada suatu ruangan secara umum didefinisikan

    sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja. Bidang kerja yang dimaksud pada perhitungan iluminansi rata-rata ialah bidang horizontal imajiner yang membentang di seluruh area yang dihitung. Ketika seseorang duduk terletak pada 0,75 0,9 m di atas lantai seluruh ruang, sedangkan bila berdiri, bidang kerja terletak pada 0,85 1,2 m di atas lantai. Pada perhitungan ini, nilai bidang kerja diletakkan pada asumsi yang sama, yaitu 0,75 m di atas lantai dengan asumsi tinggi tersebut merupakan tinggi optimal dari pencahayaan yang diterima oleh okupan pada bidang kerja. Maka dari itu, iluminansi rata-rata (Eav) dapat diketahui dengan:

    !" = !"!#$ Eav = Rata-rata iluminansi horizontal (lux) total = Total flux luminansi yang menerangi bidang kerja (lumen) A = Luas ruangan (m2) UF = Faktor utilitas MF = Faktor maintenance

    Gambar 7.2 Skema zona dalam ruangan [16]

    (1.6)

  • FISIKA BANGUNAN 111

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    7.2.2 Faktor Utilitas (UF) Faktor Utilitas (UF) adalah faktor cahaya yang hilang karena diserap oleh permukaan

    ruangan. Faktor utilitas bergantung pada 3 faktor [17]: 1. Tipe dari luminaire

    Luminaire dengan cahaya yang arahnya terkonsentrasi pada bidang kerja akan memiliki UF dibandingkan dengan luminaire dengan cahaya yang tersebar.

    2. Indeks Ruangan (RI)

    Nilai indeks ruangan bergantung kepada panjang (L) dan lebar (W) ruangan, dan juga tinggi dari peletakan luminaire dari bidang kerja (Hm).

    Gambar 7.3 Indeks ruangan [18]

    Pada bidang horisontal: ! = 2 Pada bidang vertikal: ! = 2( +)! Maka, untuk mendapatkan nilai indeks ruangan: = !! = ( +)!

    3. Reflektansi dari permukaan ruangan Warna permukaan yang cerah dengan tingkat reflektansi yang tinggi akan

    menimbulkan UF yang juga tinggi. Faktor utilitas yang tinggi berarti jumlah lampu yang dibutuhkan akan semakin sedikit, sehingga energi yang digunakan akan lebih efisien.

    (1.7)

    (1.8)

    (1.9)

  • 112 FISIKA BANGUNAN

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    Tabel 7.7 Tipikal Reflektansi [17]

    Warna Reflektansi Putih, Cream 0,7 atau 0,8

    Kuning 0,6 Hijau muda, Pink 0,5

    Biru langit, Abu-abu 0,4 Krem, Coklat 0,3

    Tabel 7.8 Nilai tipikal UF [17]

    Reflektansi Ruang

    Indeks Ruang (RI)

    C W F 0,75 1,00 1,25 1,50 2,00 2,50 3,00 4,00 5,00 0,7 0,5 0,2 N/A 0,61 0,65 0,67 0,70 0,71 0,73 0,74 0,75

    0,3 N/A 0,58 0,62 0,64 0,67 0,69 0,71 0,73 0,74 0,1 N/A 0,56 0,59 0,62 0,65 0,68 0,69 0,72 0,73

    0,5 0,5 0,2 N/A 0,60 0,63 0,65 0,68 0,69 0,70 0,72 0,73 0,3 N/A 0,58 0,61 0,63 0,66 0,68 0,69 0,71 0,72 0,1 N/A 0,56 0,59 0,61 0,64 0,66 0,68 0,69 0,71

    0,3 0,5 0,2 N/A 0,59 0,62 0,64 0,66 0,67 0,68 0,69 0,70 0,3 N/A 0,57 0,60 0,62 0,64 0,66 0,67 0,68 0,69 0,1 N/A 0,55 0,58 0,60 0,63 0,65 0,66 0,68 0,68

    0,0 0,0 0,0 N/A 0,54 0,57 0,58 0,61 0,62 0,63 0,65 0,65

    Nilai reflektansi biasanya dapat diperoleh di datasheet yang diberikan oleh manufaktur dari cat dan furniture yang dipakai.

    Dari ketiga faktor tersebut, untuk mendapatkan nilai UF, maka langkah yang harus dilakukan adalah:

    1. Ketahui nilai faktor reflektansi pada langit-langit (ceiling), dinding (wall), dan lantai (floor)

    2. Ketahui data manufaktur untuk lumanaire yang diteliti 3. Hitung nilai indeks ruang (RI) 4. Cari nilai UF berdasarkan pada Tabel 7.8

  • FISIKA BANGUNAN 113

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    7.2.3 Faktor Maintenance (MF) Faktor maintenance (biasa disebut koefisien depresiasi atau koefisien pemeliharaan)

    merupakan perbandingan antara tingkat pencahayaan setelah jangka waktu tertentu dari instalasi pencahayaan digunakan terhadap tingkat pencahayaan pada instalasi baru. Pada SNI, faktor maintenance memiliki nilai standar yaitu 0,8.

    7.2.4 Perhitungan Jumlah Luminaire (N) Untuk menghitung jumlah luminaire yang dibutuhkan, berikut adalah metode yang

    digunakan: = nMFUF N = Jumlah luminaire yang dibutuhkan E = Iluminansi rata-rata yang dibutuhkan (lux) A = Luas ruangan = Jumlah lumen pada lampu (lm) n = jumlah lampu per luminaire MF = Faktor maintenance UF = Faktor utilitas Jumlah luminaires yang dibutuhkan dapat didapatkan menggunakan Persamaan (1.11).

    Tetapi, perhitungan ini tidak dapat memberikan variasi iluminansi dalam bidang kerja karena nilai yang dihitung berdasarkan nilai iluminansi rata-rata yang diberikan oleh standar.

    7.2.5 Menghindari Glare/Silau Setiap luminer akan memiliki ruang yang direkomendasikan terhadap perbandingan tinggi.

    Pada metodologi perancangan sebelumnya, perbandingan keseragaman, yakni perbandingan

    terang minimum terhadap terang rata-rata dijaga pada 0,8 dan ruang yang cocok untuk

    perbandingan tinggi ditentukan untuk mencapai keseragaman. Dalam perancangan modern

    memadukan efisiensi energi dengan tugas pencahayaan, konsep yang muncul adalah memberi

    keseragaman 1/3 hingga 1/10 tergantung pada tugasnya. Nilai luminer diatas yang

    direkomedasikan adalah 1,5. Jika perbandingan aktual lebih dari nilai yang direkomendasikan,

    keseragaman pencahayaan akan menjadi lebih kecil. Contoh untuk peralatan yang pantas,

    (1.11)

  • 114 FISIKA BANGUNAN

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    mengacu ke gambar 12. Luminer yang lebih dekat ke dinding besarnya harus setengah atau lebih

    kecil dari jarak spasi.

    Jarak spasi antara luminer = 10/3 = 3,33 meters

    Tinggi mounting = 2,0 m

    Perbandingan jarak spasi terhadap tinggi = 3,33/2,0 = 1,66

    Nilai ini mendekati batas yang ditentukan, jadi diterima.

    Akan lebih baik bila memilih luminer dengan SHR yang lebih besar. Hal ini akan mengurangi

    jumlah peralatan dan beban pencahayaan yang terhubung.

    7.3 Faktor-faktor Perancangan Cahaya Alami

    Tingkat pencahayaan alami dalam ruang ditentukan oleh intensitas cahaya matahari pada bidang datar di ruang terbuka pada saat yang sama. Perbandingan tingkat pencahayaan alami di dalam ruangan dengan di ruang terbuka ditentukan oleh:

    a. Hubungan geometris antara titik ukur dan lubang cahaya b. Ukuran dan posisi lubang cahaya c. Distribusi terang langit d. Bagian langit yang dapat dilihat dari titik ukur

    Komponen dari faktor pencahayaan ada tiga, yaitu:

    a. Faktor langit (fl), yaitu komponen pencahayaan langsung dari cahaya langit. b. Faktor refleksi luar (flr), yaitu komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi benda di

    sekitar bangunan. c. Faktor refleksi dalam (fld), yaitu komponen pencahayaan yang berasal dari refleksi

    permukaan benda di dalam ruangan. Faktor langit (fl) adalah faktor pada suatu titik pada suatu bidang di dalam suatu ruangan dimana merupakan perbandingan tingkat pencahayaan langsung dari langit di titik tersebut dengan intensitas cahaya alami di ruang terbuka. Pengukuran ini dilakukan pada saat yang sama, dengan tidak memperhitungkan hambatan pada jendela (jendela dianggap tidak ada). Dalam perhitungan faktor langit, tingkat intensitas matahari di ruang terbuka pada keadaan puncak (cerah) dianggap sama dan merata (uniform luminance distribution), yaitu 10.000 lux. Jika langit berawan atau

  • FISIKA BANGUNAN 115

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    mendung, maka diambil rasio dari Tabel 3.5 diatas. Untuk mendapatkan faktor langit, dipakai perbandingan nilai lebar lubang cahaya dan tinggi cahaya dengan titik ukur (3.12), lalu hasil dari perhitungan dicocokan dengan tabel yang ada pada SNI Pencahayaan Alami yang telah dipaparkan pada Bab II (lihat Tabel 2.4): &

    L = lebar lubang cahaya efektif H = tinggi lubang cahaya efektif D = jarak titik ukur ke lubang cahaya

    Faktor langit menjadi dasar sebagai perhitungan faktor pencahayaan alami, meskipun pada suatu ruang tidak hanya memperhitungkan faktor langit, tetapi juga faktor refleksi. Faktor refleksi, baik refleksi luar atau refleksi dalam, menurut SNI pencahayaan alami diabaikan untuk mempermudah perhitungan.

    Faktor pencahayaan alami adalah perbandingan tingkat pencahayaan pada suatu titik dari suatu bidang tertentu di dalam suatu ruangan terhadap tingkat pencahayaan bidang datar di ruang terbuka yang merupakan ukuran kinerja lubang cahaya tersebut. Dengan mengetahui nilai iluminansi di luar ruangan, dapat dilakukan verifikasi dalam pengukuran faktor pencahayaan alami dengan menggunakan Persamaan (3.13).

    = 100% DF = Faktor pencahayaan alami

    Ei = Iluminansi indoor (di dalam ruangan)

    Eo = Iluminansi outdoor (di luar ruangan)

    (1.12)

    (3.13)

  • 116 FISIKA BANGUNAN

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    Gambar 7.4 Komponen faktor pencahayaan alami [5]

    7.3.1 Standard tata cara perancangan sistem pencahayaan alami SNI 03-2396-2001: Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung [5]

    Standar tata cara penerangan sistem pencahayaan alami pada bangunan dimaksudkan

    sebagai pedoman bagi perancang dan pelaksana pembangunan gedung di dalam merancang

    sistem pencahayaan alami siang hari dan bertujuan agar diperoleh sistem pencahayaan alami

    siang hari yang sesuai dengan syarat kesehatan, kenyamanan, dan sesuai dengan ketentuan-

  • FISIKA BANGUNAN 117

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    ketentuan lain yang berlaku. Standar ini mencakup persyaratan minimal sistem pencahayaan

    alami siang hari dalam bangunan gedung.

    Acuan dari standar ini yaitu:

    1. SNI no. 03-2396-1991: Tata cara perancangan penerangan alami siang hari untuk

    rumah dan gedung

    2. Natuurkundige Grondslagen Voor Bouurvorrschriften, 1951, Deel 11,

    Dagverlivhting Van Woingen, (N BG 11195 1)

    3. Hopkinson (et.al), 1966, Daylighting, London

    4. Adhiwiyogo. M.U, 1969, Selection of the Design Sky for Indonesia based on the

    Illumination Climate of Bandung, Symposium of Enviromental Physics as Applied

    to Building in the Tropics

    Persyaratan teknis tentang pencahayaan alami siang hari diatur berdasarkan klasifikasi pada

    kualitas pencahayaan. Klasifikasi ini dibagi menjadi:

    1. Kualitas A: kerja halus sekali, pekerjaan secara cermat terus menerus, seperti

    menggambar detail, menggravir, menjahir kain warna gelap, dan sebagainya.

    2. Kualitas B: kerja halus, pekerjaan cermat tidak secara intensif terus menerus,

    seperti menulis, membaca, membuat alat atau merakit komponen-komponen kecil,

    dan sebagainya.

    3. Kualitas C: kerja sedang, pekerjaan tanpa konsentrasi yang besar dari si pelaku,

    seperti pekerjaan kayu, merakit suku cadang yang agak besar, dan sebagainya.

    4. Kualitas D: kerja kasar, pekerjaan dimana hanya detil-detil yang besar harus

    dikenal, seperti pada gudang, lorong lalu lintas orang, dan sebagainya.

    Setelah diketahui kualitas ruangan, maka selanjutnya ditentukan nilai faktor langit (fl)

    dalam ruangan tersebut. Nilai fl dari suatu titik ukur dalam ruangan harus memenuhi syarat:

    1. Sekurang-kurangnya memenuhi nilai-nilai faktor langit minimum (flmin) yang

    tertera pada Tabel 2.1, Tabel 2.2, dan Tabel 2.3, dan dipilih menurut klasifikasi

    kualitas pencahayaan yang dikehendaki dan dirancang untuk bangunan tersbut.

    2. Nilai flmin dalam prosen untuk ruangan-ruangan dalam bangunan umum untuk

    TUU, adalah seperti tertera pada Tabel 2.1; dimana d adalah jarak antara bidang

  • 118 FISIKA BANGUNAN

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    lubang cahaya efektif ke dinding seberangnya, dinyatakan dalam meter.

    Faktor langit minimum untuk TUS nilainya diambil 40% dan flmin untuk TUU dan

    tidak boleh kurang dari 0,10 d.

    Tabel 7.9 Nilai faktor langit untuk bangunan gedung [5] Klasifikasi Pencahayaan Flmin TUU

    A 0,45.d B 0,35.d C 0,25.d D 0,15.d

    Tabel 7.10 Nilai faktor langit untuk bangunan sekolah [5] Jenis Ruangan flmin TUU flmin TUS Ruang kelas biasa 0,35.d 0,20.d Ruang kelas khusus 0,45.d 0,20.d Laboratorium 0,35.d 0,20.d Bengkel kayu/besi 0,25.d 0,20.d Ruang olahraga 0,25.d 0,20.d Kantor 0,35.d 0,15.d Dapur 0,20.d 0,20.d

    Tabel 7.11 Nilai faktor langit untuk bangunan tempat tinggal [5] Jenis Ruangan flmin TUU flmin TUS Ruang tinggal 0,35.d 0,16.d Ruang kerja 0,35.d 0,16.d Kamar tidur 0,18.d 0,05.d Dapur 0,20.d 0,20.d

    Petunjuk teknis dalam penetapan faktor langit diatur dengan didasarkan atas keadaan langit yang

    terangnya merata atau kriteria langit perancangan untuk Indonesia yang memberikan kekuatan

    pencahayaan titik dibidang datar di lapangan terbuka sebesar 10.000 lux. Besar faktor langit

    untuk titik ukur pada bidang kerja di dalam ruangan dilakukan dengan menggunakan metode

    analisis dimana nilai fl dinyatakan sebagai fungsi dari H/D dan L/D seperti tercantum pada Tabel

    2.4.

  • FISIKA BANGUNAN 119

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    Gambar 7.5 Penjelasan dari tabel tentang nilai faktor langit [5] Posisi titik ukur U, yang jauhnya D dari lubang cahaya efektif berbentuk persegi panjang OPQR

    (tinggi H lebar L). Ukuran H dihitung dari 0 ke atas dan ukuran L dihitung dari 0 ke kanan, atau

    dari P ke kiri. H adalah tinggi lubang cahaya efektif, L adalah lebar lubang cahaya efektif, dan D

    adalah jarak titik ukur ke bidang lubang cahaya efektif.

    Tabel 7.12 Faktor langit sebagai fungsi H/D dan L/D [5]

    L/D H/D

    0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0

    0,1 0,02 0,03 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,09 0,10 0,10 0,2 0,06 0,12 0,17 0,22 0,27 0,30 0,33 0,36 0,38 0,40 0,3 0,13 0,26 0,37 0,48 0,57 0,65 0,72 0,77 0,82 0,86 0,4 0,22 0,43 0,62 0,80 0,96 1,09 1,20 1,30 1,38 1,44 0,5 0,32 0,62 0,91 1,17 1,39 1,59 1,76 1,90 2,02 2,11 0,6 0,42 0,82 1,20 1,55 1,85 2,12 2,34 2,53 2,69 2,83 0,7 0,52 1,02 1,50 1,93 2,31 2,64 2,93 3,18 3,38 3,55 0,8 0,62 1,22 1,78 2,29 2,75 3,26 3,50 3,80 4,05 4,26 0,9 0,71 1,40 2,04 2,64 3,17 3,63 4,04 4,39 4,69 4,94 1,0 0,79 1,56 2,29 2,95 3,56 4,09 4,55 4,95 4,29 5,57 1,5 1,10 2,17 4,13 4,13 4,99 5,77 6,45 7,05 7,58 8,03 2,0 1,27 2,51 4,80 4,80 5,81 6,74 7,56 8,29 8,94 9,51 2,5 1,37 2,70 3,98 3,98 6,29 7,31 8,22 9,03 9,76 10,40 3,0 1,43 2,82 4,16 4,16 6,59 7,66 8,62 9,49 10,27 10,96 3,5 1,47 2,90 4,28 4,28 6,78 7,89 8,89 9,79 10,60 11,33 4,0 1,49 2,96 4,36 4,36 6,91 8,04 9,07 10,00 10,83 11,58 4,5 1,51 2,99 4,41 4,41 7,01 8,15 9,20 10,15 11,00 11,76 5,0 1,53 3,02 4,46 4,46 7,07 8,24 9,29 10,25 12,12 11,90 6,0 1,54 3,06 4,51 4,51 7,17 8,34 9,49 10,45 12,28 11,07

  • 120 FISIKA BANGUNAN

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    L/D H/D

    1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 6,0

    0,1 0,11 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,2 0,45 0,47 0,48 0,48 0,48 0,48 0,48 0,48 0,49 0,3 0,97 1,01 1,03 10,04 1,04 1,05 1,05 1,05 1,05 0,4 1,63 1,71 1,74 1,76 1,77 1,78 1,78 1,78 1,78 0,5 2,40 2,52 2,57 2,60 2,61 2,63 2,63 2,63 2,63 0,6 3,22 3,39 3,46 3,50 3,52 3,54 3,54 3,54 3,55 0,7 4,07 4,29 4,39 4,40 4,47 4,48 4,50 4,50 4,51 0,8 4,90 5,18 5,31 5,37 5,41 5,43 5,45 5,45 5,46 0,9 5,71 6,04 6,04 6,20 6,28 6,33 6,36 6,39 6,40 1,0 6,47 6,87 7,06 7,16 7,22 7,25 7,28 7,28 7,30 1,5 9,52 10,23 10,59 10,79 10,90 10,97 11,05 11,05 11,08 2,0 11,44 12,43 12,96 13,26 13,44 13,55 13,62 13,67 13,73 2,5 12,64 13,85 14,52 14,92 15,16 15,32 15,42 15,49 15,58 3,0 13,41 14,78 15,58 16,06 16,36 16,56 16,70 16,79 16,91 3,5 13,93 15,42 16,31 16,87 17,22 17,46 17,64 17,74 17,89 4,0 14,30 15,88 16,84 17,45 17,85 18,13 18,32 18,46 18,63 4,5 14,56 16,21 17,23 17,89 18,30 18,63 18,85 19,01 19,21 5,0 15,75 16,45 17,52 18,22 18,69 19,03 19,26 19,44 19,67 6,0 15,01 16,79 17,92 18,68 19,20 19,58 19,85 20,06 20,33

    7.4 Simulasi Pencahayaan

    Untuk memberi model sistem pencahayaan, digunakan metode simulasi dari komputer dengan software, yaitu DiaLux 4.11. DiaLux adalah software open source yang dikembangkan oleh DIAL untuk perencanaan sistem pencahayaan profesional dengan database dari seluruh perusahaan manufaktur luminaire. Software ini dibuat oleh planner untuk dapat digunakan oleh planner lain. [21]

    Dalam melakukan komputasi distribusi persebaran cahaya, DiaLux menggunakan metode radiosity. Versi terakhir dari DiaLux menggunakan metode raytracing untuk memvisualisasi hasil rendering permodelan 3D pada DiaLux.

  • FISIKA BANGUNAN 121

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    Gambar 7.6 Metode komputasi pada DiaLux [21]

    Radiosity adalah algoritma iluminansi global yang digunakan dalam grafis komputer 3D rendering untuk menyelesaikan intensitas pada titik diskrit dalam sebuah scene. Metode ini dipakai untuk memvisualisasikan iluminansi dengan cara mendifusi cahaya dari path iluminansi agar didapat hasil visualisasi yang realistis.

    Keuntungan menggunakan DiaLux diantaranya adalah:

    a. Sederhana dan efektif untuk perancangan dan simulasi pencahayaan profesional. b. Mendapatkan update terakhir dari database luminaire dari perusahaan manufaktur

    luminaire dari seluruh dunia. c. Gratis. d. Memiliki fungsi yang lengkap untuk kalkulasi sistem pencahayaan hingga energy

    evaluation. e. Memiliki mode lightscenes (skenario pencahayaan) yang dapat dikondisikan

    sesuai dengan keinginan planner.

    7.4.1 Standar Kalkulasi DiaLux

    DiaLux memakai standar EN-1264, yaitu European Standards for Lighting of Works Places and

    Outdoor Work Places, dalam kalkulasi pencahayaan yang dilakukan. Standar ini mengatur

  • 122 FISIKA BANGUNAN

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    tentang penggunaan sistem pencahayaan pada berbagai fungsi ruang, dan termasuk juga

    modelling untuk simulasi pencahayaan.

    Perhitungan pencahayaan yang diatur pada standar tersebut memakai sistem grid pada

    permukaan bidang kerja ruangan. Grid tersebut akan mengindikasi nilai iluminansi yang

    dikalkulasi dan terverifikasi. Preferensi bentuk dari grid biasanya adalah kotak, dengan rasio

    panjang dan lebar grid antara 0,5 m sampai 2 m.

    Pengukuran nilai iluminansi diatur dengan persamaaan yang sama dengan Persamaan (3.6)

    dengan mengambil zonasi-zonasi bidang kerja pada gird yang telah ditentukan. Nilai faktor

    utilitas dan faktor maintenance didapatkan dengan metode yang sedikit berbeda. Nilai faktor

    utilitas diantur pada standar EN-1264 berdasarkan fungsi ruangan. Nilai faktor maintenance

    diatur berdasarkan dokumen dari luminaire yang akan dipasang. Nilai faktor utilitas dan faktor

    maintenance memerlukan perhitungan numeris yang lebih kompleks, tetapi akan didapatkan data

    yang lebih akurat. [25]

  • FISIKA BANGUNAN 123

    SENTAGI SESOTYA UTAMI, ST., M.Sc., Ph.D Program Studi Teknik Fisika UGM

    Latihan Soal 7 Topik : Perancangan sistem pencahayaan

    Tugas perorangan adalah membuat perhitungan terhadap aplikasi desain sistem pencahayaan di

    ruang kerja pada sebuah kantor dengan data:

    Luas area 120 m2

    Panjang 15 m

    Lebar 10 m

    Tinggi langit-langit 2,8m

    Tinggi bidang kerja 0,8 m

    Kemudian, ditentukan iluminansi rata-rata yang diinginkan sesuai dengan standar

    kenyamanan pada ruang kerja, dengan sumber pencahayaan luminaire terbenam dengan

    louvre lampu flourscent (TL) 2x36W. Lampu TL tersebut memiliki Flux 2250 lumen.

    Kondisi reflektansi langit-langit 0,8, reflektansi dinding 0,5, dan reflektansi lantai 0,3.

    Tentukan desain sistem pencahayaan yang baik sesuai dengan standar kenyamanan yang

    diminta, dan juga hitung daya yang dibutuhkan.