MODIFIKASI DISOLUSI KETOPROFEN DALAM MATRIKS COMPOSITE PARTICLE POVIDON K-30/TiO 2 DISSOLUTION MODIFICATION OF KETOPROFEN IN PARTICLE MATRIX COMPOSITE POVIDON K-30/TiO 2 EKA TRI SAPUTRI N111 14 016 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MODIFIKASI DISOLUSI KETOPROFEN DALAM MATRIKS COMPOSITE PARTICLE POVIDON
K-30/TiO2
DISSOLUTION MODIFICATION OF KETOPROFEN IN PARTICLE MATRIX COMPOSITE POVIDON K-30/TiO2
EKA TRI SAPUTRI N111 14 016
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2018
MODIFIKASI DISOLUSI KETOPROFEN DALAM MATRIKS COMPOSITE PARTICLE POVIDON K-30/TiO2
DISSOLUTION MODIFICATION OF KETOPROFEN IN PARTICLE MATRIX COMPOSITE POVIDON K-30/TiO2
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
EKA TRI SAPUTRI N111 14 016
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas berkat, rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
studi strata satu di Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Salam dan
shalawat, penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammad saw yang
senantiasa istiqamah dalam sunnahnya hingga akhir zaman.
Begitu banyak masalah dan hambatan yang dialami penulis selama
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Akan tetapi dengan bantuan, motivasi
dan dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Aliyah, M.S., Apt. selaku pembimbing utama dan Bapak Andi
Arjuna, S.Si., M.Na.Sc.T., Apt. selaku pembimbing pertama atas waktu,
motivasi, tenaga, pikiran, kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing
penulis hingga terselesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Syaharuddin Kasim, M.Si., Apt., Ibu Dr. Latifah Rahman,
DESS., Apt., dan Bapak Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si., Apt. selaku tim
dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat
membantu dalam perbaikan dan sempurnanya skripsi ini.
vii
3. Dekan Fakultas Farmasi dan segenap Wakil Dekan Fakultas Farmasi,
atas ilmu dan bantuannya yang telah diberikan kepada penulis selama
menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
4. Bapak ibu Dosen Fakultas Farmasi khususnya Bapak Drs. Syaharuddin
dan Ismail, S.Si, M,Si., Apt. atas bantuan, nasehat dan masukannya.
5. Seluruh staf Fakultas Farmasi atas segala fasilitas yang diberikan selama
penulis menempuh studi hingga menyelesaikan penelitian ini.
Terkhusus lagi kepada sahabat seperjuangan penelitian Diana,
Najiyah, Muslim dan Rahmatullah atas segala bantuan, dukungan dan
semangat dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini. Sahabat seperjuangan
Ar-Research Group yang telah memberikan semangat dan sarannya kepada
penulis. Tak lupa Sahabat terdekat Arfina Wulandari, Fiska Marlin, Wahyuni
Fadliah dan saudaraku angkatan 2014 (Hios14min) Farmasi UNHAS
khususnya Sumi, Nur Rahmah, Khusnul, Hikmawati, Nursatriani, Atina, Nurin
dan Raya atas segala bantuan, dukungan dan tempat berbagi suka duka
selama ini. Korps. Asisten Laboratorium Farmasetika atas dukungan, motivasi,
keceriaan, pengalaman dan masukannya selama ini. Terakhir, semua pihak
yang terlibat yang tidak dapat disebutkan namanya oleh penulis, terima kasih
atas segala dukungan, bantuan dan do’anya.
Akhirnya, semua ini tiada artinya tanpa dukungan moril maupun
material, kasih sayang, perhatian, kepercayaan, doa dan pengorbanan yang
viii
tak tergantikan dari seluruh keluarga tercinta penulis, Mama Mariana, Kak
Bahtiar, Kak Marlina, kak Angga dan khususnya Almarhum Bapak Tamba
hingga penulis selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada. Skripsi ini
penulis persembahkan untuk mereka khususnya untuk Almarhum. Terima
kasih Tuhan telah menempatkanku di keluarga sederhana, diantara orang
yang ikhlas dalam membimbingku. Untuk Almarhum Bapak, semoga bangga
akan hasil skripsi ini. Maafkan anakmu ini karena tidak dapat menepati janji
dalam menyelesaikan skripsi lebih cepat dari semestinya. Meski fisik Bapak
sudah tak ada lagi namun akan selalu ada dalam hati, pikiran, kenangan dan
doa penulis. Terima kasih bapak dan ridho’i anakmu ini untuk melanjutkan
pesan dan cita – citamu untuk menjadi anak berbakti dan membanggakan
keluarga tercinta. Dalam doaku, Ya Allah tempatkan beliau di surga
terdekatmu, jaga beliau dan selalu bahagiakan beliau, Aamiin.
Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dalam segi pelaksanaan
penelitian maupun penyusunan skripsi sehingga penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi penelitian yang lebih baik. Namun, harapan
penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan. Aamiin.
Makassar, 3 Mei 2018
Eka Tri Saputri
ix
ABSTRAK
EKA TRI SAPUTRI. Modifikasi Disolusi Ketoprofen Dalam Matriks Composite Particle Povidon K-30/TiO2 (dibimbing oleh Aliyah dan Andi Arjuna). Ketoprofen merupakan obat anti inflamasi non steroid yang tergolong dalam sistem klasifikasi biofarmasetika kelas II dengan kelarutan rendah (0.13 mg/ml pada suhu 25o C) dan memiliki efek samping pada gastrointestinal sehingga dilakukan modifikasi ketoprofen dengan teknik composite particle. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki disolusi dari ketoprofen dan mengontrol pelepasan obatnya dengan teknik composite particle. Ketoprofen dipersiapkan dengan metode pelarutan menggunakan polimer povidon K-30 dengan perbandingan F1 1:1, F2 1:2, F3 1:4 dan dilanjutkan penyiapan composite particle dengan penyalut titanium dioksida FT1 30%, FT2 40% dan FT3 50%. Composite particle yang dihasilkan dievaluasi melalui uji intervensi dan uji disolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi intervensi antara ketoprofen dan povidon K-30. Hasil disolusi F1, F2 dan F3 pada media dapar fosfat pH 7.5 selama 60 menit menunjukkan laju disolusi ketiga formula meningkat dibandingkan ketoprofen baku dan F3 merupakan formula terbaik sebesar 92.74% sehingga dipilih untuk dilanjutkan ke composite particle dengan penyalut titanium dioksida. Hasil disolusi FT1, FT2 dan FT3 pada media HCL 0.1 N selama 120 menit menurun dibandingkan ketoprofen baku. Berbeda pada saat menggunakan media dapar fosfat pH 6.8 selama 8 jam, laju disolusi meningkat dibandingkan ketoprofen baku yakni FT1 40.14% dan 85.66%, FT2 26.46% dan 86.69% serta FT3 16.64% dan 87.77%. Profil pelepasan obatnya menunjukkan pelepasan sustained release dengan formula FT3 sebagai formula optimum. Sehingga, disimpulkan bahwa ketoprofen dapat dibuat dalam composite particle menggunakan povidon K-30 dan titanium dioksida untuk meningkatkan disolusi ketoprofen namun dengan sistem pelepasan sustained release.
EKA TRI SAPUTRI. Dissolution Modification of Ketoprofen In Particle Matrix Composite Povidon K-30/TiO2 (supervised by Aliyah and Andi Arjuna).
Ketoprofen is a non-steroidal anti-inflammatory drug classified as biopharmaceutical classification system class II with low solubility (0.13 mg/ml at 25°C) and have side effects on the gastrointestinal, which had been modified through composite particle. This study aimed to improve dissolution and control the release of ketoprofen by composite particle technique. Ketoprofen was prepared by solvent method using povidone K-30 polymer with varied combination F1 1:1, F2 1:2, F3 1:4 and continued to preparation of composite particle with titanium dioxide coating FT1 30%, FT2 40% and FT3 50%. The resultings composite particle were evaluated through intervention and dissolution test. As results, intervention was absence between ketoprofen and povidone K-30. According to dissolution data, F1, F2 and F3 in phosphate buffer pH 7.5 for 60 minutes showing increase dissolution rate compared to standard ketoprofen and F3 recognised as the optimum formula with 92.74%, thus had been subsequently proceed to composite particle with titanium dioxide coating. As the results FT1, FT2 and FT3 in HCL 0.1 N for 120 minutes had a decrease trend compared to standard ketoprofen. In contrast using media phosphate buffer pH 6.8 for 8 hours, the trend has an increase compared to standard ketoprofen FT1 40.14% and 85.66%, FT2 26.46% and 86.69%, FT3 16.64% and 87.77%. The drug release test suits to sustained release dosage profile with the optimum formula of FT3. Therefore, ketoprofen could be modified to composite particle using povidone K-30 and titanium dioxide for increasing dissolution of ketoprofen but with sustained release system. Keywords: Composite particle, controlled release, ketoprofen, povidon K-30,
titanium dioksida.
xi
DAFTAR ISI
halaman
UCAPAN TERIMA KASIH vi
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
II.1 Ketoprofen 4
II.2 Composite Particle 5
II.2.1 Definisi composite particle 5
II.2.2 Klasifikasi composite particle 6
II.2.3 Polymer matrix composite (PMC) 6
II.3 Sistem Pelepasan Terkontrol (Controlled release drug) 7
II.4 Teori Disolusi 8
II.5 Uraian Bahan Tambahan 16
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 20
III.1 Alat dan Bahan 20
xii
halaman
III.2 Cara Kerja 20
III.2.1 Rancangan composite particle ketoprofen/povidon K-30 20
3. Penetapan kadar ketoprofen dalam composite particle ketoprofen/ abcpovidon K-30 media dapar fosfat pH 7.5 46
4. Hasil uji disolusi composite particle ketoprofen/povidon K-30 dalam abcmedia dapar fosfat pH 7.5 47
5. Penetapan kadar ketoprofen dalam composite particle ketoprofen/ abcpovidon K-30 media HCl 0.1 N dan dapar fosfat pH 6.8 52
6. Hasil uji disolusi composite particle ketoprofen/povidon K-30/TiO2 abcdalam media HCl 0.1 N 56
7. Hasil uji disolusi composite particle ketoprofen/povidon K-30/TiO2 abcdalam media dapar fosfat pH 6.8 59
8. Grafik kinetika pelepasan obat 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ketoprofen merupakan obat anti inflamasi non steroid (AINS) turunan
asam propionat yang digunakan sebagai analgetik, antipiretik dan anti
inflamasi (Grimling dkk, 2014). Zat aktif ini dikategorikan dalam
Biopharmaceutics Classification System (BCS) kelas II yang mempunyai
kelarutan rendah (0.13 mg/ml pada suhu 250 C) dan permeabilitas tinggi,
sehingga ketoprofen memiliki laju disolusi yang rendah, berdampak pada
absorbsi yang kurang sempurna serta bioavailabilitas yang tidak optimum
(Grimling dkk, 2014 & Widjaja, 2014). Selain itu, zat ini memiliki efek samping
pada gastrointestinal, menyebabkan iritasi lambung (gastric ulcer) dan
perdarahan (Prasetyo dan Astari, 2013). Untuk mengatasi hal tersebut, maka
diperlukan suatu sistem yang dapat meningkatkan kelarutan dan mengurangi
efek samping dari penggunaan obat ini (Prasetyo dan Astari, 2013).
Pengembangan teknik sederhana yaitu composite particle
menggunakan polimer yang dilapisi dengan penyalut sebagai pengontrol
pelepasan obat dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut (Saffon dkk,
2011 & Widya, 2010). Sistem pelepasan obat secara terkontrol merupakan
upaya pengontrolan pelepasan obat di dalam tubuh sesuai laju yang
diinginkan sehingga dapat mengurangi efek samping dari obat (Widya, 2010).
2
Composite particle merupakan suatu matriks/sistem penghantaran obat
yang menggabungkan dua atau lebih komponen yang memiliki karakteristik
berbeda menjadi suatu bahan baru dengan karakteristik yang spesifik (Kamari
dan Ghiac, 2016). Zat aktif yang sukar larut dapat ditingkatkan kelarutannya
melalui sistem ini (Daulay, 2014). Secara umum, composite particle terdiri atas
tiga jenis yaitu ceramic matrix composite (CMC), metal matrix composite
(MMC) dan polymer matrix composite (PMC). Dari ketiga jenis komposit ini,
PMC merupakan jenis yang paling umum digunakan karena pengerjaan
sederhana dan tidak memerlukan biaya besar (Teti, 2010). PMC dibentuk dari
bahan penguat dan matriksnya (Daulay, 2014). Matriks terdiri dari bahan
polimer, yang akan menyebabkan terdispersinya komponen lainnya dalam
polimer yang digunakan. Berbagai penelitian telah diaplikasikan dalam matriks
polimer untuk memperbaiki laju disolusi dan pelepasan obat (Bazzo, 2009).
Povidon atau polivinil pirolidon merupakan polimer inert yang terbuat
dari monomer N-vinylpyrrolidone. Polimer ini memiliki karakteristik larut dalam
air maupun pelarut organik lainnya dan mampu meningkatkan pelepasan obat
dengan pembentukan pori sehingga penggunaannya sangat baik sebagai
matriks komposit obat (Kazarian dan Martirosyan, 2002). Povidon telah
dikategorikan aman oleh FDA dan banyak digunakan sebagai pembawa obat
untuk meningkatkan kelarutan obat dan pengontrol kristalisasi obat (Frizon
dkk, 2013). Sehingga, diharapkan penggunaan bahan ini, dapat memperbaiki
kelarutan dari ketoprofen dalam matriks komposit.
3
Selain itu, penggunaan penyalut pada penelitian ini memegang peranan
penting untuk modifikasi permukaan partikel. Penyalut yang dapat digunakan
seperti titanium dioksida (TiO2). Penyalut ini digunakan untuk mencapai
dispersi yang tepat dari matriks polimer dan menghasilkan kompatibilitas yang
lebih baik. Selain itu, dapat menyebabkan pembentukan interaksi kimia dan
fisika dengan matriks polimer serta dapat menjamin ketahanan secara kimia
seperti degradasi obat (Sabzi, 2009). Penggunaan titanium dioksida pun telah
dikenal sebagai penyalut yang biokompatibel dalam penghantaran obat
(Widya, 2010).
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana disolusi ketoprofen jika dimodifikasi dalam matriks composite
particle menggunakan polimer povidon K-30 sebagai peningkat kelarutan
2. Apakah titanium dioksida dapat digunakan sebagai agent controlled
release drug dalam formulasi composite particle ketoprofen/povidon
K-30/TiO2.
I.3 Tujuan
1. Untuk memperoleh matriks composite particle yang optimum dalam
meningkatkan disolusi dari ketoprofen.
2. Untuk mengetahui kemampuan titanium dioksida sebagai agent controlled
release drug dalam formulasi composite particle ketoprofen/povidon
K-30/TiO2.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Ketoprofen
Gambar 1. Struktur kimia ketoprofen (Sweetman, 2009)
Ketoprofen atau asam 2-(3-benzofenil) propionat merupakan obat anti
inflamasi nonsteroid (AINS) yang secara luas digunakan dengan efek anti
inflamasi, analgetik dan antipiretik (Rencher, 2009). Ketoprofen memiliki
rumus molekul C16H14O3 dengan bobot molekul 254.3 g/mol. Zat ini memiliki
karakteristik seperti serbuk kristal putih atau hampir putih, tidak berbau, titik
leleh sekitar 94o – 97o C dan bersifat asam lemah. Kelarutannya praktis tidak
larut dalam air, sangat mudah larut dalam alkohol, aseton maupun
diklorometan (Sweetman, 2009). Mekanisme kerja dari zat ini terkait dengan
penghambatan sintesis prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan
menghambat siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2)
(McEvoy, 2004).
Farmakokinetik ketoprofen yaitu mudah diserap dari saluran
gastrointestinal, dengan konsentrasi plasma puncak terjadi sekitar 0.5 sampai
5
2 jam setelah dosis oral. Bila ketoprofen diberikan dengan makanan,
bioavailabilitas tidak berubah namun tingkat penyerapannya melambat
(Sweetman, 2009). Ketoprofen 99% terikat pada protein plasma, terutama
pada albumin. Volume distribusinya bervariasi antara 7 sampai 14 L (sekitar
0.1-0.2 L/kg) dan waktu paruh eliminasi dalam plasma sekitar 1.5 sampai 4
jam. Zat ini dimetabolisme oleh asam glukuronat dan diekskresikan terutama
dalam urin (Shohin, 2012).
Ketoprofen merupakan obat kategori Biopharmaceutical Classification
System II (BCS II), yaitu senyawa obat dengan permeabilitas membran tinggi
dan kelarutan rendah, sehingga laju disolusi ketoprofen merupakan faktor
penentu dari jumlah obat yang diabsorbsi (Shohin, 2012).
II.2 Composite Particle
II.2.1 Definisi composite particle
Composite particle merupakan gabungan dari dua atau lebih
material/bahan yang memiliki karakteristik berbeda menjadi suatu karakteristik
yang lebih spesifik berupa unit mikroskopik maupun makroskopik, yang
terbuat dari bermacam-macam kombinasi sifat atau gabungan antara serat
dan matriks (Daulay, 2014). Composite particle terbentuk atas bahan
penyusun yang berfungsi sebagai matriks dan bahan penyusun lainnya
sebagai penguat dalam komposit. Masing – masing bahan memiliki peranan
tertentu yaitu bahan matriks berperan untuk melindungi bahan penguat,
mendistribusikan tegangan ke bahan penguat dan menyediakan bentuk akhir
dari bagian komposit. Sedangkan bahan penguat berperan untuk
6
menyediakan sifat mekanik komposit yang tinggi dan memperkuat matriks
dalam arah preferensial. Sifat composite particle yang dihasilkan bergantung
pada sifat penguat dan matriks, bentuk penguatan (partikel, serat) dan
kandungan relatif dari penguat dan matriks (Teti, 2010).
II.2.2 Klasifikasi composite particle
Composite particle diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu polymer
matrix composite (PMC), metal matrix composite (MMC) dan ceramic matrix
composite (CMC) (Teti, 2010). MMC salah satu jenis komposit yang memiliki
matriks logam seperti aluminium dan magnesium. Biasanya digunakan untuk
pengaplikasian yang memerlukan suhu yang lebih tinggi. CMC merupakan
material 2 fase yaitu reinforcement dan matriks, dimana matriksnya terbuat
dari keramik. Reinforcement yang umum digunakan pada CMC adalah oksida,
carbide, dan nitrit (Teti, 2010). Sedangkan PMC adalah material yang terdiri
atas penguat dan matriks. Dimana matriksnya terbentuk dari polimer organik
(Wang, 2009).
II.2.3 Polymer matrix composite (PMC)
PMC (polymer matrix composite) merupakan bahan kombinasi dari dua
atau lebih komponen dengan sifat dan bentuk yang berbeda melalui proses
penggabungan, tidak hanya mempertahankan karakteristik utama dari
komponen asli, namun juga menunjukkan karakter baru yang tidak dimiliki oleh
komponen asli. Struktur PMC terdiri dari fase matriks yang kontinyu dan fase
penguat yang berada disekeliling matriks (Wang, 2009). Matriks menentukan
7
ketahanan PMC terhadap proses kerusakan, penyerapan airnya maupun
delaminasi. Sedangkan penguat sebagai pertahanan terhadap degradasi
fisika maupun kimia (Tong, 2009).
II.3 Sistem Pelepasan Terkontrol (Controlled release drug)
Sistem pelepasan terkontrol merupakan sistem pelepasan obat dalam
tubuh sesuai kisaran yang diinginkan yakni menghasilkan tingkat obat dalam
darah tinggi dalam jangka waktu yang lama (Bhowmik, 2012). Sistem
pelepasan terkontrol juga menawarkan profil pelepasan yang berkelanjutan
namun, berbeda dengan sustained release sistem pelepasan terkontrol
dirancang untuk menghasilkan konsentrasi plasma yang diperkirakan konstan,
terlepas dari lingkungan biologis (Perrie dan Rade, 2010). Dengan sistem ini,
penggunaan obat lebih optimal, lebih sedikit pengulangan obat sehingga
kepatuhan pasien lebih meningkat (Bhowmik, 2012).
Adapun keuntungan dari sistem ini yaitu pengurangan frekuensi
pemberian obat, peningkatan kepatuhan pasien, penurunan fluktuasi kadar
obat dalam darah, pengurangan penggunaan obat total bila dibandingkan
dengan terapi konvensional, mengurangi akumulasi obat dengan terapi kronis,
pengurangan toksisitas obat (lokal/sistemik), stabilisasi kondisi medis (karena
tingkat obatnya lebih seragam), perbaikan bioavailabilitas beberapa obat
karena pengendalian spesial dan ekonomis bagi penyedia layanan kesehatan
dan pasien (Bhowmik, 2012).
Sistem pelepasan terkontrol terdiri dari molekul obat (yaitu, agen aktif)
dan polimer bioinert atau bahan biokompatibel yang memungkinkan untuk
8
menyesuaikan kinetika pelepasan sistem atau penargetannya. Sistem ini
dapat diterapkan pada sediaan oral, okular, sublingual maupun parenteral
(Holowka dan Bhatia, 2014).
Sistem pelepasan terkontrol menunjukkan pelepasan obat orde nol,
dimana pelepasan obatnya dari waktu ke waktu yang sama atau konsisten
yang dikontrol secara kinetika menurut persamaan:
𝛿𝑚
𝛿𝑡=
𝐷𝑆
𝑉ℎ (𝐶𝑠 − 𝐶𝑡) (Holowka dan Bhatia, 2014)
Dimana δm adalah laju disolusi, D adalah koefisien difusi senyawa, S
adalah luas permukaan produk obat, Cs adalah konsentrasi padatan dalam
lapisan difusi yang mengelilingi padatan, Ct adalah konsentrasi padatan dalam
media pelarutan massal, V adalah volume media pelarutan, dan h adalah
ketebalan film yang berdifusi berdekatan dengan permukaan yang dilarutkan
(Holowka dan Bhatia, 2014).
II.4 Teori Disolusi
Disolusi merupakan salah satu tes kontrol kualitas terpenting yang
dilakukan pada bentuk sediaan farmasi untuk memprediksi bioavailabilitas dan
bioekivalensi (Bagade, 2014). Secara keseluruhan kecepatan disolusi dapat
digambarkan oleh persamaan Noyes-Whitney yang memberikan persamaan
tentang disolusi sebagai berikut :
𝑑𝐶
𝑑𝑡= 𝑘. 𝐶 (𝐶𝑠 − 𝐶𝑡) (Bagade, 2014)
Dimana :
𝑑𝐶
𝑑𝑡 = jumlah obat yang terlarut tiap satuan waktu
9
k = tetapan kecepatan pelarutan
s = luas permukaan spesifik
Cs = kadar obat dalam keadaan jenuh
Ct = kadar obat dalam medium pada waktu t
Faktor yang mempengaruhi laju disolusi di antaranya (Naveen, 2013):
a. Sifat fisikokimia obat
Sifat-sifat fisikokimia dari obat yang mempengaruhi laju disolusi seperti
kelarutan dalam air merupakan faktor yang menetukan laju disolusi
menurut persamaan Noyes-Whitney, bentuk kristal atau amorf dimana
amorf menunjukkan kelarutan yang lebih besar dan laju disolusi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk kristal, bentuk hidrat solvasi
dan kompleksasi, ukuran partikel serta kekentalan.
b. Formulasi sediaan
Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan pembantu
dan cara pengolahan (processing). Pengaruh bentuk sediaan pada laju
disolusi tergantung pada kecepatan pelepasan bahan aktif yang
terkandung di dalamnya. Faktor formulasi yang dapat mempengaruhi
laju disolusi diantaranya kecepatan disintegrasi, interaksi obat dengan
eksipien, kekerasan dan porositas.
c. Faktor alat uji disolusi dan parameter uji
Faktor ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan yang
meliputi kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan
metode uji yang dipakai.
10
Untuk uji disolusi, terdapat 7 aparatus yang dapat digunakan, antara
lain (USP, 2016 & Troy, 2005):
1. Aparatus 1 (Keranjang)
Gambar 2. Aparatus 1 (keranjang) (USP, 2016)
Aparatus 1 terdiri atas vessel, batang logam, dan keranjang silinder.
Keranjang yang berisi produk yang diujikan dimasukkan ke dalam vessel berisi
media yang memungkinkan suhu di dalam bejana pada suhu 37 ± 0,5 °C
selama pengujian dan menjaga agar cairan tetap konstan. Bejana yang
digunakan memiliki kapasitas 1 L, tinggi 160 – 210 mm, diameter bagian dalam
98 – 106 mm. Terdapat sebuah penutup yang digunakan untuk memperlambat
penguapan dan jarak antara bagian dalam bawah vessel dan bawah
keranjang dipertahankan 25 ± 2 mm selama pengujian (USP, 2016).
11
2. Aparatus 2 (Dayung)
Gambar 3. Aparatus 2 (dayung) (USP, 2016)
Aparatus 2 terdiri atas dayung logam, inert dan bagian bawah dayung
rata (USP, 2016). Jarak antara dayung dan bagian vessel dijaga pada
25 ± 2 mm selama pengujian. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah
sebelum putaran dayung dimulai (Troy,2005).
12
3. Aparatus 3 (Reciprocating cylinder)
Gambar 4. Aparatus 3 (reciprocating cylinder) (USP, 2016)
Peralatan terdiri dari satu set silinder datar, satu set silinder
reciprocating kaca dan alat kelengkapan stainless steel (tipe 316 atau yang
setara). Suhu dalam silinder dipertahankan 37 ± 0,5°C selama pengujian
(USP, 2016). Salah satu keuntungan dari aparatus ini adalah kondisi saluran
pencernaan dapat dengan mudah dikondisikan, karena mudah untuk
13
membuat perubahan pH tergantung waktu. Alat ini paling sesuai untuk bentuk
sediaan yang pelepasan diperpanjang (extended release) atau pelepasan
tertunda (enteric coated) (Troy, 2005).
4. Aparatus 4 (Flow Through Cell)
Gambar 5. Aparatus 4 (flow through cell) (A) Sel besar untuk tablet dan kapsul (B) Dudukan tablet Untuk sel besar (C) Sel kecil untuk tablet dan kapsul (D) Pemegang tablet untuk sel kecil. Semua pengukuran dinyatakan dalam mm kecuali jika dinyatakan lain (Troy, 2005).
Peralatan terdiri dari reservoir, pompa untuk media disolusi dan bak air
untuk mempertahankan media pada 37 ± 0,5°C. Pompa akan mengalirkan
media disolusi melalui kolom kecil. Pompa memiliki jangkauan pengiriman
antara 240 dan 960 ml/jam, dengan laju alir standar 4, 8 dan 16 ml/menit (USP,
2016). Kelebihan aparatus ini adalah kemampuan untuk menguji obat dengan
14
kelarutan air yang sangat rendah dalam mode loop terbuka dan kemampuan
untuk mengubah pH dengan mudah selama pengujian. Sedangkan
kekuranganmya adalah sulit dalam operasional untuk mempersiapkan volume
medium yang besar untuk operasi dalam mode loop terbuka dan waktu
tambahan penyiapan dan pembersihan (Troy, 2005).
5. Aparatus 5 (Paddle Over Disc)
Gambar 6. Aparatus 5 (paddle over disc) (USP, 2016)
Gabungan antara dayung dan penambahan unit disk stainless steel
yang dirancang untuk menahan sistem transdermal di bagian bawah vessel.
Suhu dipertahankan pada suhu 32 ± 0,5°C. Jarak 25 ± 2 mm antara dayung
dan disk dipertahankan selama pengujian. Vessel dapat ditutup selama
15
pengujian untuk meminimalkan penguapan. Biasanya digunakan untuk
sediaan transdermal (USP, 2016 & Troy,2005).
6. Aparatus 6 (Rotating Cylinder)
Gambar 7. Aparatus 6 (rotating cylinder) (USP, 2016)
Peralatannya sama dengan aparatus 1 namun keranjang diganti
dengan silinder stainless steel dan suhu dijaga pada 32 ± 0,5°C selama
pengujian. Sediaan ditempatkan pada silinder setiap pengujian. Jarak antara
bagian dalam vessel dan silinder dijaga pada 25 ± 2 mm selama pengujian
(USP, 2016 & Troy, 2005).
16
7. Aparatus 7 (Reciprocating Holder)
Gambar 8. Aparatus 7(reciprocating holder) (USP, 2016)
Peralatan terdiri dari satu set wadah larutan yang dikalibrasi atau dilipat
secara volumetrik yang terbuat dari kaca atau bahan inert lain yang sesuai dan
satu set pemegang untuk sampel. Biasanya digunakan untuk sediaan
transdermal tetapi juga untuk sediaan pelepasan lambat. Suhu dipertahankan
dalam wadah pada 32 ± 0,5°C (USP, 2016 & Troy, 2005).
II.5 Uraian Bahan Tambahan
II.5.1 Povidon
Nama Lain : Polyvidone; polyvinylpyrrolidone; povidonum
Gambar 9. Struktur povidon (Rowe, 2009)
17
Povidon merupakan bubuk putih, tidak berbau atau hampir tidak
berbau, higroskopik dengan bobot molekul 2500 - 3.000.000. Povidon dengan
nilai K ≤ 30 dibuat dengan spray-drying dan K ≥ 90 diproduksi dengan drum
drying. Povidon biasa digunakan sebagai penghancur, peningkat kelarutan,
bahan pensuspensi, maupun pengisi tablet. Penambahan povidon biasanya
diikuti dengan penambahan pelarut seperti alkohol, air atau hidroalkohol.
Povidon juga dapat digunakan sebagai pelarut dalam formulasi oral dan
parenteral, serta telah terbukti meningkatkan kelarutan obat yang tidak baik
dalam sediaan padat. Peningkatan kelarutan sejumlah obat aktif dapat dengan
mencampurkannya dengan povidon. Povidon sebagai pembawa obat
biasanya digunakan dalam konsentrasi 10 - 25 %. Povidon memiliki titik leleh
150o C dan akan menggelap saat dipanaskan (Rowe, 2009).
II.5.2 Titanium dioksida
Titanum dioksida atau TiO2 merupakan salah satu bahan farmasi yang
digunakan sebagai agen penyalut. Titanium dioksida memiliki bobot molekul
79,88, serbuk putih, amorf, tidak berbau, tidak higroskopik, sangat stabil pada
temperatur tinggi dan hambar. Ukuran partikel rata-rata bubuk titanium
dioksida kurang dari 1 µm dan umumnya terjadi agregat partikel sekitar
100 µm. Bahan ini memiliki titik leleh 185,5o C, densitas 4,23 g/cm3, titik didih
297,2o C dan indeks refraksi 2,488. Kelarutan praktis tidak larut dalam asam
sulfat encer, asam klorida dan asam nitrat. Titanium dioksida biasanya
digunakan sebagai penyalut dalam konsentrasi 10 – 60% dan memiliki
inkompatibilitas terhadap zat aktif tertentu seperti famotidin (McEvoy, 2004).
18
II.5.3 Alkohol
Nama lain : Ethanolum atau ethyl alcohol
Gambar 10. Struktur alkohol (Rowe, 2009)
Alkohol atau etanol (C2H6O) dengan bobot molekul 46,07 merupakan
cairan jelas, tidak berwarna, menguap, berbau khas dan rasa terbakar.
Biasanya digunakan sebagai pengawet antimikroba, desinfektan, penetran
kulit dan pelarut. Larutan ini dapat disterilisasi dengan autoklaf atau oleh
penyaringan dan harus disimpan dalam wadah kedap udara, di tempat yang
sejuk. Dalam kondisi asam, larutan etanol dapat bereaksi kuat dengan bahan
pengoksidasi. Campuran dengan alkali bisa berwarna gelap dan tidak sesuai
dengan wadah aluminium (Rowe, 2009).
II.5.4 Heksana
Gambar 11. Struktur heksana (Rowe, 2009)
Heksana atau N-heksan dengan rumus molekul C6H12 bobot molekul
86,18. Pelarut ini merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air,
larut dalam etanol mutlak, dapat dicampur dengan eter, kloroform, benzen
19
mudah menguap, bau khas dan dapat dibakar. Biasanya digunakan sebagai
pelarut organik. Penyimpanan cairan pada wadah kedap udara (Rowe, 2009).
20
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah ayakan, homogenizer (Ultra Turrax®
Gambar 16. Grafik uji disolusi ketoprofen dan composite particle ketoprofen/povidon K-30 dalam media HCl 0.1 N
Gambar 17. Grafik uji disolusi ketoprofen dan composite particle ketoprofen/povidon K-30 dalam media dapar fosfat pH 6.8
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 2 4 6 8 10
KA
DA
R K
ETO
RP
OFE
N T
ERD
ISO
LUSI
(%
)
WAKTU(JAM)
FT1 6,8
FT2 6,8
FT3 6,8
Ketoprofen
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 20 40 60 80 100 120 140
KA
DA
R K
ETO
PR
OFE
N T
ERD
ISO
LUSI
(%
)
WAKTU (MENIT)
FT1
FT2
FT3
Ketoprofen
34
Berdasarkan hasil uji disolusi composite particle ketoprofen/povidon
K-30/TiO2 dari FT1 hingga FT3 dalam media HCl 0.1 N menunjukkan
penurunan laju disolusi dibandingkan ketoprofen baku. Penurunan laju disolusi
ini dikarenakan adanya titanium dioksida sebagai penyalut yang akan
mengurangi pelepasan obatnya. Pada 15 menit pertama, semua formula
melepaskan kurang dari 10% ketoprofen. Namun pada menit ke-120, FT1
melepaskan 38.06%, FT2 melepaskan 26.46% dan FT3 melepaskan 16.64%
dibandingkan dengan ketoprofen baku yang melepaskan 45.88%.
Persyaratan untuk pelepasan obat terkontrol dalam media HCl 0.1 N yaitu
kurang dari 10% ketoprofen yang terdisolusi dalam waktu 120 menit. Pada
ketiga formula composite particle ketoprofen/povidon K-30/TiO2 tidak ada
yang memenuhi syarat. Namun, semakin bertambahnya jumlah titanium
dioksida, pelepasan obatnya juga semakin menurun. Hal ini mungkin
dikarenakan adanya ikatan hidrogen yang kuat antara titanium dioksida dan
povidon K-30 serta kelarutan titanium dioksida yang kurang larut dalam media
HCl 0.1 N (Kamari dan Ghiac,2016). Dari ketiga formula, FT3 yang memiliki %
pelepasan obat terkecil dan mendekati syarat 10%.
Sedangkan data hasil disolusi pada media dapar fosfat 6.8, composite
particle ketoprofen/povidon K-30/TiO2 dari FT1 hingga FT3 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan ketoprofen baku. Pada jam pertama,
semua formula sudah melepaskan lebih dari 50%, namun untuk jam
berikutnya pelepasan obatnya sedikit demi sedikit. Persyaratan dalam
monografi menyatakan bahwa tidak kurang dari 80% obat yang terdisolusi
35
dalam waktu 8 jam. Hasil disolusi menunjukkan semua formula masuk dalam
syarat tersebut yaitu FT1 melepaskan 85.66%, FT2 melepaskan 86.69% dan
FT3 melepaskan 87.77% dibandingkan dengan ketoprofen baku hanya
42.70%.
Berdasarkan hasil disolusi dari ketiga formula composite particle
ketoprofen/povidon K-30/TiO2 dalam media HCl 0.1 N maupun dapar fosfat pH
6.8, FT3 adalah formula terbaik. Dimana berdasarkan persyaratan pelepasan
obat dalam monografi yaitu kurang dari 10% terdisolusi di media HCl 0.1 N
dan tidak kurang dari 80% di media dapar fosfat pH 6.8, FT3 yang mendekati
persayaratan tersebut.
Berdasarkan hasil disolusi formula terbaik yaitu FT3, dapat diketahui
mekanisme pelepasan obatnya dari sediaan. Data pelepasan obatnya
selanjutnya diplot berdasarkan persamaan orde nol, orde satu dan Higuchi.
Orde nol diperoleh dari plot persen obat terdisolusi terhadap waktu. Kinetika
ini menggambarkan suatu sistem dimana kecepatan pelepasan zat aktif yang
konstan dari waktu ke waktu tanpa dipengaruhi oleh konsentrasi zat aktif
(Pertiwi, 2015). Pelepasan obat yang mengikuti orde nol terjadi melalui
mekanisme erosi (Holowka, 2014). Orde satu diperoleh dari plot log persen
sisa obat terhadap waktu. Kinetika ini menggambarkan sistem dimana
pelepasan zat aktif bergatung pada konsentrasi di dalamnya (Pertiwi, 2015).
Sedangkan Higuchi diperoleh dari plot jumlah kumulatif obat terdisolusi
terhadap waktu menghasilkan garis lurus dan kemiringannya (KH) 1 atau lebih
dari 1 (Pertiwi, 2015). Kinetika ini mengikuti pelepasan obat mengikuti
36
mekanisme difusi yang berarti pelepasan zat aktif dipengaruhi oleh waktu,
sehingga semakin lama zat aktif akan dilepaskan dengan kecepatan rendah
disebabkan oleh jarak difusi zat aktif semakin panjang (Pertiwi, 2015). Adapun
hasil plot formula composite particle ketoprofen/povidon K-30/TiO2 dalam tiga
model kinetika reaksi adalah:
Tabel 8. Nilai koefisien korelasi kinetika reaksi dari formula composite particle ketoprofen/povidon K-30/TiO2
Formula Koefisien korelasi (r)
Orde Nol Orde Satu Higuchi
FT3 0.8122 0.9101 0.8810
Penetuan model kinetika reaksi pelepasan obat dilakukan dengan
membandingkan nilai koefisien korelasi dan nilai yang paling mendekati satu
adalah model kinetika dari obat tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa FT3 cenderung mengikuti kinetika orde satu yang memiliki kinetika
pelepasan sustained release. Kinetika orde satu menggambarkan pelepasan
obat bergantung konsentrasi di dalamnya atau sebanding dengan jumlah obat
mula – mula dalam sediaan (Pertiwi, 2015).
37
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Composite particle ketoprofen/povidon K-30 dapat meningkatkan disolusi
dari ketoprofen tanpa terjadinya interaksi dengan hasil formula terbaik
yaitu F3 (1:4) dengan persentase disolusi sebesar 92.74% .
2. Titanium dioksida dalam composite particle ketoprofen/povidon K-30/TiO2
dapat menurunkan pelepasan obat di dalam media HCl 0.1 N. Dengan
formula terbaik adalah FT3 (titanium dioksida 50%) dengan persentase
disolusi di media asam 16.64% dan media dapar 87.77% yang cenderung
mengikuti kinetika orde satu dengan pelepasan sustained release.
V.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan penelitian persentase titanium dioksida yang dapat
mengurangi pelepasan obat dalam HCl 0.1 N yang kurang dari 10%.
2. Sebaiknya dilakukan evaluasi fisiko kimia lanjutan dari hasil formula yang
didapatkan seperti evaluasi sifat kristal amorf menggunakan XRD dan
morfologi menggunakan SEM.
38
DAFTAR PUSTAKA
Bagade, O., Dhole, S., Nemlekar, N., Pujari, R., Shete, A., Kharat, P. 2014. Assessment On Disolution Testing And Contrasting Models For Drugs. World Journal Of Pharmacy and Pharmaceutical Scieces. 3. (9): 865 – 895.
Bazzo, G.C., Lemos-Senna. E and Pires, A.T. 2009. Poly(3-hydroxybutyrate) /Chitosan/Ketoprofen or Piroxicam Composite Microparticles: Preparation and Controlled Drug Release Evaluation. Journal of Carbohydrate Polymers. 3. (77): 839 – 844.
Bhowmik, D., Gopinath, H., Kumar, B.P., Duraivel, S., Kumar, P.S., Kumar, K.P. 2012. Controlled release Drug Deivery System. The Pharma Innovation. 1. (10): 24 – 32.
Daulay, S.A., Wirathama, F dan Halimatuhdahliah. 2014. Pengaruh Ukuran Partikel dan Komposit Terhadap Sifat Kekuatan Bentur Komposit Epoksi Berpengisi Serat Daun Nanas. Jurnal Teknik Kimia USU. 3. (3): 13 – 17.
Frizon, F., Eloy, J.O., Donaduzzi, C.M., Mitsui, M.L., Marchetti, J.M. 2013. Dissolution Rate Enhancement of Loratadine in Polyvinylpyrrolidone K-30 Solid Dispersions By Solvent Methods. Journal of Powder Technology. (235): 532 – 539.
Grimling, B., Gorniak, A., Meler, J., Maria., Pluta, J. 2014. Characterisation and Dissolution Properties of Ketoprofen in Binary Solid Dispersion with Chitosan. Journal of Pharmaceutical Technology. XIX. (4): 23 – 25.
Holowka, E.P and Bhatia, S.K. 2014. Drug Delivery: Materials Design and Clinical Perspective. Science Media. New York. (17): 7 – 15.
Kamari, Y and Ghiac, M. 2016. Preparation and Characterization of Ibuprofen/Modified Chitosan/TiO2 Hybrid Composite as a Controlled Drug-Delivery System. Journal of Microporous and Mesoporous Materials. Vol Xxx. (43): 3 – 7.
Kazarian, S.G and Martirosyan, G.G. 2002. Spectroscopy of Polymer/Drug
Formulations Processed with Supercritical Fluids: In situ ATR-IR and
Raman Study of Impregnation of Ibuprofen Into PVP. International
Journal Of Pharmaceutics. (232): 81 – 90.
39
Marchaban. 2004. Evaluasi Pelepasan Obat dari Supositoria Basis Lemak: Perbedaan Antara Metode Disolusi Intrinsik dan Non-Intrinsik. Majalah Farmasi Indonesia. 15 (4): 163 – 168.
McEvoy, G.K. 2004. AHFS Drug Information. American Society of Health System Pharmacist. USA: 11188 – 11210.
Nurhadijah, G., Darusman, F., Priani, S.E. 2015. Peningkatan Kelarutan dan laju Disolusi Glimepirid dengan Teknik Dispersi padat Menggunakn PVP K-30. Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba. (3): 316 – 323.
Perrie and Rade. 2010. Pharmaceutics-Drug Delivering and Targetting Second Edition. Pharmaceutical Press. Washington: 1 – 20.
Pertiwi, H. 2015. Evaluasi Profil Disolusi tablet lepas Lambat Teofilin yang Beredar di Masyarakat. Skripsi tidak diterbitkan. Ciputat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 21 – 25.
Prasetyo, D dan Astari, F.M. 2013. Pengaruh Penambahan Poly Lactic Acid (PLA) Pada Komposit Ketoprofen-Polyethlene Glycol (PEG) 6000 dengan Metode Particle From Gas Saturated Solutions (PGSS). Jurnal Teknik Kimia FTI-ITS. (1): 1 – 7.
Rencber,S., Karavana, Y.S and Ozyazici, M. 2009. Bioavailability File : Ketoprofen. Journal Pharm Sci. (34): 203 – 216.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Marian and Quinn, E. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed. Pharmaceutical Press. Washington: 17, 304, 581, 741.
Sabzi, M., Mirabedini, S.M., Zohuriaan-Mehr, J., Atai, M. 2009. Surface Modifcation of TiO2 Nano-Particle With Silane Coupling Agent and Investigation of Its Effect On The Properties Of Polyurethane Composite particle . Journal of Progress in Organic Coatings. (65): 222 – 228.
Saffon N., Uddin R., Huda N.H and Sutradhar K.B. 2011. Enhancement of Oral
Bioavailability and Solid Dispersion: a review. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 1. (7): 13 – 20.
Troy, D. 2005. Remington: The Science and Practice of Pharmachy. 21th ed. Lippincot Williams & Wilkins. Philadelpia: 682 – 687.
Wang, R.M., Zheng, S.R and Zheng, Y.P. 2009. Polymer Matrix Composite and Technology. Sciences Press: 3 – 25.
Widya, M., Khairina A., Warlinda E.T., dan Sumarno. 2010. Pembuatan Komposit Ketoprofen-Polietilen Glikol Menggunakan Metode Particle From Gas Saturated Solution. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. (5): 1 – 6.
Widjaja, B., Radjaram, A dan Utami, H.W. 2014. Studi Kelarutan dan Disolusi Kompleks Inklusi Ketoprofen-Hidroksipropil β-Siklodekstrin (Dibuat dengan Metode Kopresipitasi). Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia. 1. (1): 31 – 33.
Yu, D.G., Williams, G.R., Wang, X., Yang, J.H., Qian, W. 2011. Polymer-based nanoparticulate solid dispersions prepared by a modified electrospraying process. Journal Biomedical Science and Engineering. (4): 741 – 749.
41
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema kerja penelitian
Dilarutkan dengan etanol 96%
Dituang dalam cawan petri dan dikeringkan dalam lemari granul
- Uji intervensi
- Uji disolusi
Didispersikan dalam N-heksan dengan bantuan homogenizer