Masalah Gizi Buruk pada KIA dan Imunisasi Balita tidak
LengkapMichael102010280B4Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510Email:
[email protected]. Latar BelakangKesehatan
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD
1945 melalui Pembangunan Nasional yang berkesinambungan berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat
dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya manusia yang sehat,
terampil dan ahli, serta disusun dalam satu program kesehatan
dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan informasi
epidemiologi yang valid. Salah satu strategi pembangunan kesehatan
nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah menerapkan
pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap
upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif
terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat.
Sebagai acuanpembangunan kesehatan mengacu kepada konsep Paradigma
Sehat yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama
pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan
pencegahan penyakit (preventif) dibandingkan upaya
pelayananpenyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan
berkesinambungan.Gizi Buruk merupakan suatu kondisi di mana
seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain
status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia,
kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi
utama yang banyak dijumpai pada balita.Upaya penanggulangan masalah
gizi terutama difokuskan pada ibu hamil, bayi, dan anak balita,
karena mereka ini adalah golongan rawan yang paling rentan terhadap
kekurangan gizi serta besarnya dampak yang dapat ditimbulkan.
Masalah gizi bukan hanya masalah kesehatan, tetapi menyangkut
masalah sosial ekonomi, dan perilaku masyarakat. Dengan demikian,
upaya penanggulangan masalah gizi harus dilakukan secara sinergis
meliputi berbagai bidang seperti pertanian, pendidikan dan ekonomi
dengan fokus pada kelompok miskin.
PEMBAHASANMASALAH GIZI DI INDONESIAMasalah gizi adalah gangguan
kesehatan seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak
seimbangnya pemenuhan kebutuhannya akan zat gizi yang diperoleh
dari makanan. Masalah gizi atau malnutrition, dibagi dalam dua
kelompok yaitu masalah gizi-kurang (under nutrition) dan masalah
gizi-lebih (over nutrition), baik berupa masalah gizi-makro ataupun
gizi-mikro.1Masalah gizi makro, terutama Masalah kurang energi dan
protein (KEP), telah mendominasi perhatian para pakar masalah gizi
selama puluhan tahun. Pada tahun 1980-an data dari lapangan di
banyak negara menunjukkan bahwa Masalah gizi utama bukan kurang
protein, tetapi lebih banyak karena kurang energi atau kombinasi
kurang energi dan protein. Bayi sampai anak berusia lima tahun,
yang lazim disebut balita, dalam ilmu gizi dikelompokkan sebagai
golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi termasuk
KEP.1Masalah gizi dihubungkan dengan:1. Faktor dan penyebab masalah
gizi (agent): kekurangan atau kelebihan zat gizi, asupan makanan
dan penyakit yang dapat mempengaruhi status gizi serta
faktor-faktor yang berkaitan2. Faktor yang ada pada pejamu (host):
karakteristik individu yang ada kaitannya dengan masalah gizi
(umur, jenis kelamin, suku bangsa, dll)3. Faktor yang ada di
lingkungan pejamu (environment): lingkungan (rumah, pekerjaan,
pergaulan) yang ada kaitannya dengan masalah gizi.2,3
EpidemiologiEpidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi
dan determinan dari frekuensi penyakit pada manusia. Epidemiologi
mempelajari tentang distribusi penyakit berdasarkan umur, jenis
kelamin, geografi, dan faktor-faktor penyebab.2,3Epidemiologi gizi
adalah ilmu yang mempelajari determinan dari suatu masalah atau
kelainan gizi. Mempelajari distribusi dan besarnya masalah gizi
pada populasi manusia Menguraikan penyakit atau penyebab dari
masalah gizi dan menentukan hubungan sebab akibat. Memberikan
informasi yang dibutuhkan untuk merencanakan dan melaksanakan
program pencegahan, kontrol dan penanggulangan masalah gizi di
masyarakat.
EtiologiPenyebab Masalah Gizi di IndonesiaBeberapa hal yang
dapat diperhatikan dalam menyebabkan masalah gizi, seperti:4
Tingkat pendidikan rendah Paritas tinggi Tidak terlaksananya
program KB jarak per anak 3 thn Tingkat sosial ekonomi yang rendah
ayah bekerja sebagai tukang es buah keliling Kepercayaan adat,
banyak anak banyak rejeki Rendahnya pelayanan kesehatan disuatu
daerah Tidak tersedianya sumber daya yang cukupFaktor yang
mempengaruhi timbulnya gizi buruk1 Secara langsung anak kurang
mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama, anak
menderita penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak
dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan
penyerapan akibat penyakit infeksi. Secara tidak langsung tidak
cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang
memadai dan sanitasi/kesehatan lingkungan kurang baik serta akses
pelayanan kesehatan terbatas.Akar masalah tersebut berkaitan erat
dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan
kemiskinan keluarga.
II. POSYANDUPosyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan
dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan
bayi.5Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan kesehatan yang
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, yang
sekurang-kurangnya mencakup 5 (lima) kegiatan, yakni KIA, KB,
imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare.Tujuan UmumMenunjang
percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan
masyarakat.10Tujuan Khusus Meningkatkan peran masyarakat dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan
penurunan AKI dan AKB. Meningkatkan peran lintas sektor dalam
penyelenggaraan Posyandu, terutama berkaitan dengan penurunan AKI
dan AKB. Meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan
dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan
AKBSasaranSasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya:
Bayi Anak balita Ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu
menyusui Pasangan Usia Subur (PUS)Pembentukan Posyandu sebaiknya
tidak terlalu dekat dengan Puskesmas agar pendekatan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat lebih tercapai sedangkan satu
Posyandu melayani 100 balita. Fungsi Sebagai wadah pemberdayaan
masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari petugas
kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka
mempercepat penurunan AKI dan AKB. Sebagai wadah untuk mendekatkan
pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI
dan AKB.Manfaat1. Bagi Masyarakat Memperoleh kemudahan untuk
mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar, terutama
berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB. Memperoleh bantuan secara
profesional dalam pemecahan masalah kesehatan terutama terkait
kesehatan ibu dan anak. Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan
terpadu kesehatan dan sektor lain terkait.2. Bagi Kader, pengurus
Posyandu dan tokoh masyarakat Mendapatkan informasi terdahulu
tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan AKI dan AKB.
Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat
menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan
AKB.3. Bagi Puskesmas Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Dapat lebih
spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan
sesuai kondisi setempat. Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan
dana melalui pemberian pelayanan secara terpadu4. Bagi sektor lain
Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah
sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI
dan AKB sesuai kondisi setempat. Meningkatkan efisiensi melalui
pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan tupoksi
masing-masing sektor.
Kegiatan PosyanduKegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama
dan kegiatan pengembangan/pilihan. Secara rinci kegiatan Posyandu
adalah sebagai berikut:Kegiatan Utama1. Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA)a. Ibu HamilPelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil
mencakup: Penimbangan berat badan dan pemberian tablet besi yang
dilakukan oleh kader kesehatan. Jika ada petugas Puskesmas ditambah
dengan pengukuran tekanan darah dan pemberian imunisasi Tetanus
Toksoid. Bila tersedia ruang pemeriksaan, ditambah dengan
pemeriksaan tinggi fundus/usia kehamilan. Apabila ditemukan
kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas. Untuk lebih meningkatkan
kesehatan ibu hamil, perlu diselenggarakan Kelompok Ibu Hamil pada
setiap hari buka Posyandu atau pada hari lain sesuai dengan
kesepakatan. Kegiatan Kelompok Ibu Hamil antara lain: Penyuluhan:
tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan persalinan, persiapan
menyusui, KB dan gizi Perawatan payudara dan pemberian ASI Peragaan
pola makan ibu hamil Peragaan perawatan bayi baru lahir Senam ibu
hamilb. Ibu Nifas dan MenyusuiPelayanan yang diselenggarakan untuk
ibu nifas dan menyusui mencakup: Penyuluhan kesehatan, KB, ASI dan
gizi, ibu nifas, perawatan kebersihan jalan lahir (vagina)
Pemberian vitamin A dan tablet besi. Perawatan payudara. Senam ibu
nifas. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dan tersedia ruangan,
dilakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara,
pemeriksaan tinggi fundus dan pemeriksaan lochia. Apabila ditemukan
kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.c. Bayi dan Anak
balitaPelayanan Posyandu untuk balita harus dilaksanakan secara
menyenangkan dan memacu kreativitas tumbuh kembang anak. Jika ruang
pelayanan memadai, pada waktu menunggu giliran pelayanan, anak
balita sebaiknya tidak digendong melainkan dilepas bermain sesama
balita dengan pengawasan orang tua di bawah bimbingan kader. Untuk
itu perlu disediakan sarana permainan yang sesuai dengan umur
balita. Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk
balita mencakup: Penimbangan berat badan Penentuan status
pertumbuhan Penyuluhan Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas
dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh
kembang. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.2.
Keluarga Berencana (KB)Pelayanan KB di Posyandu yang dapat
diselenggarakan oleh kader adalah pemberian kondom dan pemberian
pil ulangan. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan suntikan
KB, dan konseling KB. Apabila tersedia ruangan dan peralatan yang
menunjang dilakukan pemasangan IUD.3. ImunisasiPelayanan imunisasi
di Posyandu hanya dilaksanakan apabila ada petugas Puskesmas. Jenis
imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan program, baik terhadap
bayi, balita, dan ibu hamil.4. Gizi/UPGKPelayanan gizi di Posyandu
dilakukan oleh kader. Sasarannya adalah bayi, balita, ibu hamil dan
WUS. Jenis pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat
badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan gizi,
pemberian PMT, pemberian vitamin A dan pemberian sirup Fe. Khusus
untuk ibu hamil dan ibu nifas ditambah dengan pemberian tablet besi
serta kapsul Yodium untuk yang bertempat tinggal di daerah gondok
endemik. Apabila setelah 2 kali penimbangan tidak ada kenaikan
berat badan, segera dirujuk ke Puskesmas.5. Pencegahan dan
Penanggulangan DiarePencegahan diare di Posyandu dilakukan antara
lain dengan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Penganggulangan diare di Posyandu dilakukan antara lain penyuluhan,
pemberian larutan gula garam yang dapat dibuat sendiri oleh
masyarakat atau pemberian Oralit yang disediakan.
Pelaksanaan Kegiatan PosyanduPosyandu dilaksanakan sebulan
sekali yang ditentukan oleh LKMD, Kader, Tim Penggerak PKK
Desa/Kelurahan serta petugas kesehatan dari KB. Pada hari buka
Posyandu dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 (lima) meja
yaitu : Meja I : Pendaftaran. Meja II: Penimbangan Meja III :
Pengisian KMS Meja IV : Penyuluhan perorangan berdasarkan KMS. Meja
V : Pelayanan KB Kes : Imunisasi Pemberian vitamin A Dosis Tinggi
berupa obat tetes ke mulut tiap Februari dan Agustus. Pembagian pil
atau kondom Pengobatan ringan. Kosultasi KB-Kes. Petugas pada Meja
I s/d IV dilaksanakan oleh kader PKK sedangkan Meja V merupakan
meja pelayanan paramedis (Jurim, Bindes, perawat dan petugas
KB).
Prinsip Pengelolaan Program KIAPengelolaan program KIA bertujuan
memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA
secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini
diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut : Peningkatan
pelayanan anternatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu
sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran. Peningkatan
pertolongan persalinan ditunjukan kepada peningkatan pertolongan
oleh tenaga kesehatan kebidanan secara berangsur. Peningkatan
deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan, baik oleh tenaga
kesehatan maupun dimasyarakat oleh kader dan dukun bayi, serta
penanganan dan pengamatannya secara terus-menerus. Peningkatan
penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan
secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan. Peningkatan pelayanan
neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan menjangkau
seluruh sasaran.5
A. Pelayanan AntenatalPedoman pelayanan kebidanan dasar adalah
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa
kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal seperti yang
ditetapkan dalam buku Pedoman Pelayanan Antenatal bagi Petugas
Puskesmas. Walaupun pelayanan antenatal selengkapnya mencakup
banyak hal yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan
kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta
intervensi dasar dan khusus (sesuai resiko yang ada termasuk
penyuluhan dan konseling), namun dalam penerapan operasionalnya
dikenal standar minimal 5 T untuk pelayanan antenatal, yang terdiri
atas: Timbang berat badan ukur tinggi badan. (Ukur) Tekanan darah
(Ukur) Tinggi fundus uteri (Pemberian imunisasi) Tetanus toksoid
(TT) lengkap. (Pemberian) Tablet tambah darah minimal 90 tablet
selama kehamilanDengan demikian maka secara operasional pelayanan
antenatal yang tidak memenuhi standar minimal 5 T tersebut belum
dianggap suatu pelayanan antenatal. Selain itu, pelayanan antenatal
ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan, dan tidak dapat
dilakukan oelh dukun bayi.Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan
antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan
waktu sebagai berikut : Minimal 1 kali pada trimester pertama.
Minimal 1 kali pada trimester kedua. Minimal 2 kali pada trimester
ketiga.Standar waktu pelayanan antenatal tersebut ditentukan untuk
menjamin mutu pelayanan, khususnya dalam memberi kesempatan yang
cukup dalam menangani kasus risiko tinggi yang ditemukan.
B. Pertolongan PersalinanDalam program KIA dikenal beberapa
jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada
masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah: dokter spesialis
kebidanan, dokter umum, bidan, perawat bidan. Pada prinsipnya,
penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Sterilitas/pencegahan infeksi. Metode pertolongan persalinan yang
sesuai dengan standar pelayanan. Merujuk kasus yang memerlukan
tingkat pelayanan yang lebih tinggi.Dengan penempatan bidan di
desa, diharapkan secara bertahap jangkauan persalinan oleh tenaga
kesehatan terus meningkat dan masyarakat semakin menyadari
pentingnya persalinan yang bersih dan aman.
C. Deteksi Dini Ibu Hamil BerisikoUntuk menurunkan angka
kematian ibu secara bermakna. Kegiatan deteksi dini dan penganan
ibu hamil berisiko/komplikasi kebidanan perlu lebih ditingkatkan
baik di fasilitas pelayanan KIA maupun di masyarakat. Dalam rangka
itulah deteksi ibu hamil beresiko/komplikasi kebidanan perlu
difokuskan kepada keadaan yang menyebabkan kematian ibu bersalin di
rumah dengan pertolongan oleh dukun bayi.Kehamilan merupakan proses
reproduksi yang normal, tetapi perlu perawatan diri yang khusus
agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Kerena itu kehamilan yang
normalpun mempunyai resiko kehamilan, namun tidak secara langsung
meningkatkan risiko kematian ibu. Keadaan-keadaan tersebut
dinamakan faktor risiko.Faktor risiko pada ibu hamil di antaranya
adalah : Primgravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
Anak lebih dari 4 Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang
kurang dari 2 tahun. Tinggi badan kurang dari 145 cm. Berat badan
kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm
Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan
riwayat cacat kongenital. Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan
tulang belakang atau panggul.Semakin banyak ditemukan faktor risiko
pada seorang ibu hamil maka semakin tinggi risiko
kehamilannya.Risiko tinggi/komplikasi kebidanan pada kehamilan
merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung
menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. D.Penanganan
Komplikasi KebidananKejadian komplikasi kebidanan dan risiko tinggi
diperkirakan terdapat pada sekitar antara 15-20% ibu hamil.
Komplikasi dalan kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga
atau diramalkan sebelumnya, sehingga ibu hamil harus berada sedekat
mungkin pada sarana pelayanan yang mampu memberi pelayanan obstetri
dan nenonatal emergensi dasar (PONED). Agar puskesmas mampu PONED
maka harus didukung pula oleh tenaga medis terampil yang telah
dilatih dan adanya sarana baik medis dan non medis yang
memadai.Kebijaksanaan Depkeds dalam penyediaan puskesmas mampu
PONED dalah bahwa setiap kebupaten/kota harus mempunyai minimal 4
(empat) puskesmas mampu PONED. Untuk keperluan tersebut, Depkes RI
telah menerbitkan pedoman khusus yang dapat menjadi acuan
pengembangan puskesmas mampu PONED.E.Pelayanan Kesehatan Neonatal
dan Ibu NifasDewasa ini 2/3 kematian bayi ( 60%) terjadi pada usia
kurang dari satu bulan. Menurut SKRT tahun 2001, penyebab utama
kematian neonatal adalah berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar
29%, asfiksia 27% dan tetanus neonatum 10%. Upaya yang dilakukan
untuk mencegah kematian neonatal diutamakan pada pemeliharaan
kehamilan sebaik mungkin, pertolongan persalinan sesuai dengan
standar pelayanan dan perawatan bayi baru lahir yang adekuat
termasuk perawatan tali pusat yang higienis.
Keberhasilan Posyandu tergambar melalui cakupan SKDN S : Semua
balita di wilayah kerja Posyandu. K : Semua balita yang memiliki
KMS. D : Balita yang ditimbang. N : Balita yang naik berat
badannya. Keberhasilan Posyandu berdasarkan: 1) Baik/kurangnya
peran serta masyarakat. 2) Berhasil tidaknya program posyandu.
Perhitungan SKDNPemantauan status gizi dilakukan dengan
memanfaatkan data hasil penimbangan bulanan posyandu yang
didasarkan pada indikator SKDN tersebut. Indikator yang dipakai
adalah N/D (jumlah anak yang berat badannya naik dibandingkan
dengan jumlah anak yang ditimbang dalam %). Peramalan dilakukan
dengan mengamati kecenderungan N/D dan D/S setiap bulan pada
wilayah masing-masing wilayah kecamatan. Pematauan status gizi
dilaporkan setiap bulan dengan mempergunakan format laporan yang
telah ada.RumusPresentase D/SJumlah balita yang datang ditimbang
(D)= x 100%Jumlah sasaran balita yang ada di wilayah kerja
Presentase K/SJumlah balita yang terdaftardan mempunyai KMS (K)=
x 100%Jumlah sasaran balita yang ada di wilayah kerja
Presentase N/DJumlah balita yang yangnaik berat badannya (N)= x
100%Jumlah balita yang ditimbang
A.Pengertian ImunisasiImunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh
terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh
agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya bagi seseorang.Imunisasi berasal dari kata imun yang
berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit
hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu
saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan
imunisasi lainnya (Umar,2006).Imunisasi adalah suatu cara untuk
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut
tidak akan menderita penyakit tersebut. Tujuan Umum program
imunisasi adalah turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian
bayi akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
sedangkan tujuan khususnya adalah tercapainya target Universal
Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80%
secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010,
tercapainya eliminasi tetanus maternal dan neonatal (insiden
dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun), tercapainya
pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2004-2005,
serta sertifikasi bebas polio pada tahun 2008, tercapainya reduksi
campak (RECAM) pada tahun 2005.6B.Jenis-jenis Imunisasi1. IMUNISASI
BCG Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan
keberadaan virus tubercle bacili yang hidup di dalam darah. Itulah
mengapa, agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkanlah jenis basil
tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG (Bacillus
Calmette-Guerin).Seperti diketahui, Indonesia termasuk negara
endemis TB (penyakit TB terus-menerus ada sepanjang tahun) dan
merupakan salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia.
TB disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali
menular melalui droplet, yaitu butiran air di udara yang terbawa
keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin. Gejalanya
antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulit makan, mudah
sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di malam hari, juga
diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12
minggu.Jika anak positif terkena TB, dokter akan memberikan obat
antibiotik khusus TB yang harus diminum dalam jangka panjang,
minimal 6 bulan. Lama pengobatan tak bisa diperpendek karena
bakteri TB tergolong sulit mati dan sebagian ada yang tidur.
Karenanya, mencegah lebih baik daripada mengobati. Selain
menghindari anak berkontak dengan penderita TB, juga meningkatkan
daya tahan tubuhnya yang salah satunya melalui pemberian imunisasi
BCG.* Jumlah Pemberian: Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang
(booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi
yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman
mati, hingga memerlukan pengulangan.* Usia Pemberian: Di bawah 2
bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes
Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah
kemasukan kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi
dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang
tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah
lahir si kecil diimunisasi BCG* Lokasi Penyuntikan: Lengan kanan
atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis yang
melakukan penyuntikan di paha.* Efek Samping: Umumnya tidak ada.
Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening
di ketiak atau leher bagian bawah (atau di selangkangan bila
penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh sendiri.*
Tanda Keberhasilan: Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas
suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tak
diiringi panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka
parut.Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja
dikarenakan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara
menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke
dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di paha, proses menyuntikkannya
lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit paha umumnya lebih
tebal.Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya
saja dalam kadar rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di
daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata
lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah.* Indikasi Kontra: Tak
dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukkan
Mantoux positif.2. Imunisasi Hepatitis B: Lebih dari 100 negara
memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Apalagi
Indonesia yang termasuk negara endemis tinggi penyakit hepatitis.
Jika menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit
disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus hepatitis B
(VHB), dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus
hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati
(kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa
mengakibatkan kanker hati.Banyak jalan masuknya VHB ke tubuh si
kecil. Yang potensial melalui jalan lahir. Bisa sejak dalam
kandungan sudah tertular dari ibu yang mengidap hepatitis B atau
saat proses kelahiran. Cara lain melalui kontak dengan darah
penderita, misal transfusi darah.Bisa juga melalui alat-alat medis
yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis
B, seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada
di klinik gigi. Bahkan juga lewat sikat gigi atau sisir rambut yang
digunakan antaranggota keluarga.Upaya pencegahan adalah langkah
terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena VHB,
biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui
apakah membawa virus atau tidak. Pemeriksaan harus dilakukan
kendati anak tak menunjukkan gejala sakit apa pun. Selain itu,
imunisasi merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya VHB.*
Jumlah Pemberian: Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara
suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua
dan ketiga.* Usia Pemberian: Sekurang-kurangnya 12 jam setelah
lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada
paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia
antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB,
selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir,
juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobulin
antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.* Lokasi
Penyuntikan: Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler.
Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral (antero = otot-otot
di bagian depan; lateral = otot bagian luar). Penyuntikan di bokong
tak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.* Efek
Samping: Umumnya tak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang),
berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan
dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua
hari.* Tanda Keberhasilan: Tak ada tanda klinis yang dapat
dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan
melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya
setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti
daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5 tahun; di atas 200,
tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun
akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti si bayi harus
disuntik ulang 3 kali lagi.* Tingkat Kekebalan: Cukup tinggi,
antara 94-96%. Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95%
bayi mengalami respons imun yang cukup.* Indikasi Kontra: Tak dapat
diberikan pada anak yang menderita sakit berat.
3. Imunisasi PolioBelum ada pengobatan efektif untuk membasmi
polio. Penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan
virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bisa lewat
makanan/minuman yang tercemar virus polio.Bisa juga lewat percikan
ludah/air liur penderita polio yang masuk ke mulut orang
sehat.Virus polio berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran
pencernaan atau usus, lalu masuk ke aliran darah dan akhirnya ke
sumsum tulang belakang hingga bisa menyebabkan kelumpuhan otot
tangan dan kaki. Bila mengenai otot pernapasan, penderita akan
kesulitan bernapas dan bisa meninggal.Masa inkubasi virus antara
6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami
kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun tak semua
orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan,
tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan
tubuh si anak. Nah, imunisasi polio akan memberikan kekebalan
terhadap serangan virus polio.* Jumlah Pemberian: Bisa lebih dari
jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio
massal. Namun jumlah yang berlebihan ini tak akan berdampak buruk.
Ingat, tak ada istilah overdosis dalam imunisasi!* Usia Pemberian:
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan.
Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir,
pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DTP.* Cara
Pemberian: Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis
Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di
tanah air, yang digunakan adalah OPV.* Efek Samping: Hampir tak
ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan,
dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.* Tingkat Kekebalan:
Dapat mencekal hingga 90%.* Indikasi Kontra: Tak dapat diberikan
pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di atas
380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS;
sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum;
serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
4. Imunisasi DTPDengan pemberian imunisasi DTP, diharapkan
penyakit difteri, tetanus, dan pertusis, menyingkir jauh dari tubuh
si kecil. Kekebalan segera muncul seusai diimunisasi.* Usia &
Jumlah Pemberian: Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2, 4, 6
bulan), 1 kali di usia 18 bulan, dan 1 kali di usia 5 tahun.
Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT* Efek Samping:
Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun panas.
Jika demamnya tinggi dan tak kunjung reda setelah 2 hari, segera
bawa si kecil ke dokter. Namun jika demam tak muncul, bukan berarti
imunisasinya gagal, bisa saja karena kualitas vaksinnya jelek,
misal.Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DTP
tetap aman. Kejang demam tak membahayakan, karena si kecil
mengalami kejang hanya ketika demam dan tak akan mengalami kejang
lagi setelah demamnya hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si
kecil dapat diberikan vaksin DTP asesular yang tak menimbulkan
demam. Kalaupun terjadi demam, umumnya sangat ringan, hanya sekadar
sumeng.* Indikasi Kontra: Tak dapat diberikan kepada mereka yang
kejangnya disebabkan suatu penyakit seperti epilepsi, menderita
kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena
infeksi otak, dan yang alergi terhadap DTP. Mereka hanya boleh
menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan
panas.Penyakit DTP yang BERBAHAYA
1. DifteriPenyakit yang disebabkan kuman Corynebacterium
diphtheriae ini, gejalanya mirip radang tenggorokan, yaitu batuk,
suara serak, dan tenggorokan sakit. Namun, difteri tak disertai
panas sebagaimana yang terjadi pada radang tenggorokan. Gejala lain
difteri adalah kesulitan bernapas (leher seperti tercekik dan napas
berbunyi), sehingga wajah dan tubuh membiru, serta adanya lapisan
putih pada lidah dan bibir.Bakteri penyebab difteri ditularkan saat
batuk, bersin, atau kala berbicara. Masa inkubasinya 1-6 hari.
Penderita harus mendapatkan perawatan di rumah sakit dalam waktu
cukup lama, sekitar 2-3 minggu, dan baru boleh pulang setelah
penyakitnya benar-benar hilang 100%. Soalnya, difteri bisa kambuh
lagi kalau belum betul-betul sembuh.2. TetanusDisebabkan oleh
bakteri Clostridium Tetani, penyakit ini berisiko menyebabkan
kematian. Infeksi tetanus bisa terjadi karena luka, sekecil apa pun
luka itu. Tetanus rawan menyerang bayi baru lahir, biasanya karena
tindakan atau perawatan yang tidak steril.Gejala-gejala yang tampak
antara lain kejang otot rahang, rasa sakit dan kaku di leher, bahu
atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut,
lengan atas dan paha. Pengobatan dilakukan dengan pemberian
antibiotik untuk mematikan kuman, antikejang untuk merilekskan
otot-otot, dan antitetanus untuk menetralisir toksinnya.3.
PertusisDisebut juga kinghoest, batuk rejan, atau batuk 100 hari
lantaran batuknya memang berlangsung lama, bisa sampai 3 bulan.
Penyakit ini mudah sekali menular melalui udara yang mengandung
bakteri Bordetella pertussis. Masa inkubasinya 6-20 hari.Gejala
awalnya seperti flu biasa, yaitu demam ringan, batuk, dan pilek,
yang berlangsung selama 1-2 minggu. Kemudian, gejala batuknya mulai
nyata dan kuat, batuk panjang secara terus-menerus yang berbeda
dengan batuk biasa. Tak jarang, karena kuatnya batuk ini, anak bisa
sampai menungging-nungging, muntah-muntah, mata merah, berair, dan
napasnya susah. Gejalanya sangat berat. Bahkan beberapa penderita
bisa mengalami perdarahan. Setelah 2-4 minggu berlalu, batuk mulai
berkurang dan kondisi anak mulai pulih.Penderita akan diberi obat
antibiotik untuk mematikan kuman, dan obat untuk
mengurangi/menghentikan batuknya. Istirahat yang cukup, banyak
minum, dan konsumsi makanan bergizi akan membantu mempercepat
kesembuhan.4. Imunisasi CampakSebenarnya, bayi sudah mendapat
kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia,
antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi
tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak
mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang
sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini.
Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali
terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena
lagi.Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air
ludah (droplet) penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut.
Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya
sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk,
pilek, demam), mata kemerah-merahan dan berair, si kecil pun merasa
silau saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul
bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga
mengalami diare.Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang
turun naik, berkisar 38-40,5C. Seiring dengan itu, barulah keluar
bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit ini.
Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tak terlalu kecil. Awalnya
hanya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher,
dada, muka, tangan dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak
merah ini akan memenuhi seluruh tubuh. Namun bila daya tahan
tubuhnya baik, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian
tubuh saja dan tidak banyak.Jika bercak merah sudah keluar, umumnya
demam akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun akan berubah
jadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya
bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya.
Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar
dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini, tetaplah meminum obat
yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan
bergizi. Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati
berdasarkan gejala yang muncul. Hingga saat ini, belum ditemukan
obat yang efektif mengatasi virus campak. Jika tak ditangani dengan
baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi komplikasi,
terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain
bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati
1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru
(broncho pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi
inilah yang umumnya paling sering menimbulkan kematian pada
anak.Usia & Jumlah Pemberian: Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9
bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1
sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di
usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita.
Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada
usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).Efek
Samping: Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan
demam dan diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam
berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip
campak selama 3 hari. 7Gambar 1. Tabel pemberian imunisasi 7
Gambar 2. Tabel pemberian imunisasi7Menjaga Kualitas Vaksin dari
Hulu ke Hilir8
Terlepas dari benar atau tidak, kualitas vaksin tentu menjadi
hal pertama yang dipertanyakan oleh peternak ketika ayamnya
terserang penyakitterutama penyakit viralpascavaksinasi. Hal ini
dinilai cukup beralasan, karena salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan vaksinasi ialah kualitas vaksin.
Vaksin BerkualitasVaksin dikatakan memiliki kualitas baik jika
segel vaksin masih utuh atau etiket produknya masih terpasang
dengan baik. Selain itu,expired date(tanggal kadaluarsa) belum
habis/terlewatkan dan bentuk fisiknya tidak berubah.Sebagai produk
biologis, vaksin memiliki karakteristik tertentu dan memerlukan
penanganan khusus sejak diproduksi di pabrik hingga dipakai di
peternakan. Beberapa hal yang dapat menurunkan atau merusak
kualitas vaksin diantaraya kemasan rusak, tercemar bahan kimia
seperti detergen dan logam-logam berat (Ca, Mg, Mn, dll), suhu
penyimpanan dan pH tidak sesuai maupun terkena sinar matahari
lansung.
Suhu Menjadi Titik KritisHandlingVaksinSelama ini masih ada
beberapa peternak yang beranggapan bahwa semakin dingin suhu ruang
penyimpanan vaksin, maka kondisi vaksin akan semakin baik. Pendapat
itu tentu tidak benar dan perlu diluruskan.Umumnya memang semua
vaksin akan rusak bila terpapar panas atau terkena sinar matahari
langsung. Misalnya jika vaksin disimpan pada suhu ruang (30C).
Namun sebaliknya, beberapa vaksin ternyata juga tidak tahan
terhadap pembekuan, bahkan dapat rusak. Contohnya adalah vaksin
inaktif yang dalam penyimpanannya tidak boleh < 2C apalagi
sampai membeku.Vaksin inaktif bentuk suspensi yang disimpan pada
suhu 2-8C, secara normal akan membentuk 2 lapis cairan. Bila vaksin
tersebut dikocok, maka vaksin akan homogen. Kemudian vaksin akan
membentuk 2 lapis cairan kembali jika didiamkan dalam waktu yang
cukup lama. Berbeda halnya jika vaksin pernah disimpan
difreezeratau pernah beku, vaksin akan membentuk 2 lapis cairan
hanya dalam waktu < 5 menit. Untuk vaksin inaktif bentuk emulsi
yang pernah beku, tidak akan menunjukkan perubahan sejelas vaksin
suspensi. Namun dapat dipastikan bahwa potensi dari vaksin itu
telah menurun.
Gambar 3. Vaksin rusak
Dari beberapa bahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa suhu
menjadi salah satu titik kritis yang menentukan kualitas vaksin
dari awal produksi hingga dipakai peternak. Yang menjadi pertanyaan
disini, bagaimana metode penyimpanan vaksin sejak masih di pabrik?
Bagaimana dengan proses distibusinya? Bisa saja kualitas vaksin
sudah rusak selama perjalanan.Ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan dalamhandlingvaksin secara umum, yaitu: Vaksin harus
disimpan pada tempat khusus dengan suhu 2-8C. Pengeluaran vaksin
dari ruang penyimpanan harus memperhatikan tanggal kadaluarsa
(FEFO,First Expired First Out) dan urutan masuk vaksin (FIFO,First
In First Out). Jadi, vaksin yang memiliki tanggal kadaluarsa
terdekat dikeluarkan lebih dulu. Waktu pengiriman vaksin harus
mampu dikelola dengan baik. Perhatikan pula jarak tempuh
pengiriman. Hal ini untuk menjamin ketepatan waktu pengiriman dan
memperkecil kemungkinan terjadi kerusakan vaksin selama perjalanan.
Dengan kondisi tersebut, diharapkan pula vaksin selalu dalam
kondisi fresh saat akan digunakan oleh peternak.
Cold Chain Systemdari Hulu ke HilirDalam segala kondisi, suhu
vaksin baik aktif maupun inaktif harus dijaga antara 2-8C. Mengacu
pada standar suhu tersebut, maka produsen vaksin harus mampu
menerapkancold chain systemdalam setiap lini penyimpanan dan
distribusi vaksinnya
Gambar 4. Skema kondisi penyimpana vaksin
Sistem rantai dingin ataucold chain systemadalah sistem
pengelolaan vaksin sesuai prosedur untuk menjaga vaksin tersimpan
pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan. Sistem tersebut mulai
diterapkan dari pabrik hingga vaksin diberikan kepada sasaran
(peternak,red).Cold chain systemdisini bermanfaat untuk memperkecil
kesalahan penanganan vaksin sehingga potensi vaksin tetap terjaga
hingga akan digunakan.
Gambar 5. Skema cold chain
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam menunjangcold chain
systemdiantaranya: Cool room(ruang pendingin)Vaksin yang telah
lulus proses QC (quality control), wajib disimpan dalamcool
roomkhusus vaksin bersuhu 2-8C. Hendaknyacool roomini selain
tersedia di pabrik pusat, juga terdapat di wilayah
pemasaran/distributor vaksin. Penyusunan vaksin dalamcool roomjuga
harus memperhatikan kepadatan tumpukan agar sirkulasi udara dingin
tersebar secara merata.
Alat pembawa vaksin
Gambar 6.cold box vaksin
Salah satu contohnya ialahcold boxberisi es batu. Alat ini umum
digunakan untuk menyimpan sementara vaksin yang akan dikirim ke
konsumen.Lalu bagaimana jika jarak pengiriman cukup jauh? Apakah
vaksin tetap akan dibawa menggunakancold box? Tentu hal ini akan
menimbulkan resiko besar terhadap kerusakan. Akan jauh lebih aman
apabilacold boxhanyadigunakan untuk mengirim vaksin antar wilayah
dalam kota. Sedangkan untuk wilayah yang cukup jauh, gunakan mobil
khusus pengirim vaksin yang dilengkapi dengan mesin pendingin agar
suhu tetap terjaga 2-8C. Lemari esPenyimpanan vaksin di tingkat
konsumen dapat menggunakan lemari es yang diset suhu 2-8C. Adapun
prosedur penyimpanan vaksin yang baik di lemari es antara lain:1.
Vaksin harus disimpan pada lemari es bagianrefrigerator. Jangan
menyimpan vaksin pada bagianfreezer2. Vaksin aktif tidak boleh
disimpan pada rak di depan pintufreezer3. Vaksin inaktif tidak
boleh disimpan pada rak yang berada tepat di depan pintu dan di
bawahfreezer4. Lemari es sebaiknya dikhususkan hanya untuk
menyimpan vaksin5. Lakukanmonitoringsuhu lemari es secara rutin
agar kerusakan lemari es sejak awal terdeteksi
KMS (Kartu Menuju Sehat) 1.Definisi
KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana
dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan
pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita
di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu
atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasukbidandan dokter.KMS
(Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan
murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan
pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita
di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu
atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasukbidandan dokter.KMS
berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak,
imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A,
kondisi kesehatan anak, pemberianASI eksklusifdan Makanan
Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/
Rumah Sakit.KMS juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan
gizi bagi orang tua balita tenta ng kesehatan anaknya (Depkes RI,
2000).
2.Manfaat KMS (Kartu Menuju Sehat)a)Sebagai media untuk mencatat
dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, meliputi :
pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan
diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan pemberianASI
eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.b)Sebagai media edukasi bagi
orang tua balita tentang kesehatan anakc)Sebagai sarana komunikasi
yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan penyuluhan dan
tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.(Depkes RI, 2000)
3.Cara Memantau Pertumbuhan BalitaPertumbuhan balita dapat
diketahui apabila setiap bulan ditimbang, hasil penimbangan dicatat
di KMS, dan antara titik berat badan KMS dari hasil penimbangan
bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini dihubungkan dengan
sebuah garis. Rangkaian garis-garis pertumbuhan anak tersebut
membentuk grafik pertumbuhan anak. Pada balita yang sehat, berat
badannya akan selalu naik, mengikuti pita pertumbuhan sesuai dengan
umurnya (Depkes RI, 2000).a.Balita naik berat badannya bila
:1)Garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna,
atau2)Garis pertumbuhannya naik dan pindah ke pita warna
diatasnya.
Gambar 7. Indikator KMS bila balita naik berat badannya
b.Balita tidak naik berat badannya bila :1)Garis pertumbuhannya
turun, atau2)Garis pertumbuhannya mendatar, atau3)Garis
pertumbuhannya naik, tetapi pindah ke pita warna dibawahnya.
Gambar 8. Indikator KMS bila balita tidak naik berat
badannya
c.Berat badan balita dibawah garis merah artinya pertumbuhan
balita mengalami gangguan pertumbuhan dan perlu perhatian khusus,
sehingga harus langsung dirujuk ke Puskesmas/ Rumah Sakit.
Gambar 9. Indikator KMS bilapertumbuhan balitamengalami gangguan
pertumbuhan dan perlu perhatian khusus
d.Berat badan balita tiga bulan berturut-turut tidak naik (3T),
artinya balita mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga harus
langsung dirujuk ke Puskesmas/ Rumah Sakit.
Gambar 10. Indikator KMS bila berat badan balita tidak
stabil
e.Balita tumbuh baik bila: Garis berat badan anak naik setiap
bulannya.f.Balita sehat, jika : Berat badannya selalu naik
mengikuti salah satu pita warnaatau pindah ke pita warna
diatasnya.gambar 11. Kartu Menuju Sehat
Program GiziPemberian Makanan TambahanKebijakan pemerintah dalam
pembenahan gizi masyarakat, antara lain melalui program Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) bagi bayi dan balita di posyandu serta
Program Pemberian Makanan Tambahan Bagi Anak Sekolah (PMTAS) di
sekolah dasar. Program ini diprioritaskan pada sekolah dasar yang
berada di daerah tertinggal. Kedua program ini dilakukan untuk
menanggulangi masalah kekurangan energi dan protein terutama pada
kelompok rawan gizi. Sedangkan untuk penanggulangan Anemia,
pemerintah memberikan bantuan pil untuk penambah darah terutama
bagi ibu hamil dan menyusui yang diberikan secara cuma-cuma melalui
pelayanan di posyandu. Guna menanggulangi kekurangan vitamin A
pemerintah memberikan bantuan berupa pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi pada bayi dan balita dua kali dalam setahun.
Pelaksanaan pemberian kapsul vitamin A dilakukan melalui posyandu.
Hal ini juga dilakukan untuk upaya pencegahan terhadap munculnya
kekurangan zat gizi pada masyarakat di masa yang akan datang.
Selain itu program pencegahan yang dilakukan pemerintah adalah
dengan melakukan fortifikasi zat gizi. Fortifikasi adalah
penambahan zat gizi tertentu dalam bahan makanan. Bahan makanan
yang difortifikasi adalah bahan makanan yang banyak dikonsumsi, dan
dikonsumsi oleh semua masyarakat. Program fortifikasi yang
dilakukan oleh pemerintah adalah penambahan iodium pada garam. Ini
bertujuan untuk menanggulangan GAKI khususnya di beberapa daerah
dan untuk pencegahan di masa yang akan datang. Selain itu
fortifikasi juga dilakukan dengan penambahan Fe (zat besi) pada
tepung terigu yang bertujuan untuk penanggulangan dan pencegahan
anemia pada masyarakat. Terigu dipilih sebgai bahan yang
difortifikasi, karena sebagian besar makanan, baik yang diolah
sendiri maupun yang di beli, menggunakan terigu sebagai bahan
pokok.9
Keluarga BerencanaTujuan Program KB Tujuan umum adalah membentuk
keluarga kecil sesuai dengan kekutan sosial ekonomi suatu keluarga
dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar diperoleh suatu
keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Tujuan lain meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan
usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Kesimpulan dari tujuan program KB adalah: Memperbaiki kesehatan dan
kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa; Mengurangi angka
kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa; Memenuhi
permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan KR yang berkualitas,
termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak
serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.2
Sasaran Program KBSasaran program KB tertuang dalam RPJMN
2004-2009 yang meliputi:1. Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan
penduduk menjadi sekitar 1,14 persen per tahun.1. Menurunnya angka
kelahiran total (TFR) menjadi sekitar 2,2 per perempuan.1.
Menurunnya PUS yang tidak ingin punya anak lagi dan ingin
menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara
kontrasepsi (unmet need) menjadi 6%.1. Meningkatnya pesertaKB
laki-laki menjadi 4,5persen.1. Meningkatnya penggunaan metode
kontrasepsi yang rasional, efektif, dan efisien.1. Meningkatnya
rata-rata usia perkawinan pertama perempuan menjadi 21 tahun.1.
Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang
anak.Jenis-Jenis Kontrasepsi1.Kondom, bekerja dengan mencegah
sperma bertemu dengan sel telur sehingga tidak terjadi pembuahan.
Penggunaan kondom akan lebih efektif bila digunakan bersama dengan
spermatisida (senyawa kimia terdapat dalam bentuk jeli, tablet
vagina, kream, busa vaginal yang berfungsi membunuh sperma).
Penggunaan kondom cukup efektif selama digunakan secara tepat dan
benar. Kegagalan kondom dapat diperkecil dengan menggunakan kondom
dengan cara benar, gunakanlah saat ereksi dan lepaskan pada saat
ejakulasi. Kegagalan biasanya terjadi bila kondom robek karena
kurang hati-hati atau karena tekanan pada saat ejakulasi sehingga
terjadi perembesan.Efek samping dari kondom adalah bila terdapat
alergi terhadap karet kondom.Keuntungan dari kondom dapat dibeli
secara bebas di apotek-apotek, mudah digunakan dan kondom juga
memperkecil penularan penyakit kelamin.2. Spermatisida, bahan kimia
aktif untuk membunuh sperma, berbentuk cairan, krim atau tisu
vagina yang harus dimasukkan ke dalam vagina 5 menit sebelum
senggama. Efektivitasnya 70%. Sayangnya bisa menyebabkan reaksi
alergi. Kegagalan sering terjadi karena waktu larut yang belum
cukup, jumlah spermatisida yang digunakan terlalu sedikit atau
vagina sudah dibilas dalam waktu < 6 jam setelah senggama..
3. Vaginal diafragma, lingkaran cincin dilapisi karet fleksibel
ini akan menutup mulut rahim bila dipasang dalam liang vagina 6 jam
sebelum senggama. Efektivitasnya sangat kecil, karena itu harus
digunakan bersama spermatisida untuk mencapai efektivitas 80%. Cara
ini bisa gagal bila ukuran diafragma tidak pas, tergeser saat
senggama, atau terlalu cepat dilepas (< 8 jam) setelah
senggama.10
DAFTAR PUSTAKA1. Widyastuti P, Hardiyanti E.A. Gizi kesehatan
masyarakat. EGC, 2005; Jakarta: h.120-150.2. Budiarto. Pengantar
epidemiologi. EGC, 2002; Jakarta: h.20-25 .3. Nasry Noor, Nur M.PH.
Epidemiologi. Rineka Cipta, 2008; Jakarta: h.125-30.4. Chandra B.
Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. EGC, 2009; Jakarta:
h.267-70, 284-5.5. Suparmanto SAS. Petunjuk teknis pengembangan dan
penyelenggaraan posyandu. Departemen Kesehatan RI, 2009; Jakarta:
h.30-2, 44-5, 61-2.6. Departemen Kesehatan RI. Kesehatan Ibu dan
Anak dalam Pedoman Kerja Puskesmas Jilid II. 1990-1991; hal C2-4.7.
Schwartz, M.William. 2004.Clinical Handbook of Pediatrics. Jakarta
: EGC8. Cold chain . diunduh dari
http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/pengobatan-a-vaksinasi/menjaga-kualitas-vaksin,
1 july 20139. Promosi Kesehatan. Diunduh dari
http://www.promkes.depkes.go.id/, 1 July 201310. Keleher, H.,
MacDougall, C., & Murphy, B. 2007. Understanding Health
Promotion. Victoria, Australia : Oxford University Press.
1