BAB I PENDAHULUAN Mielitis transversalis (MT) merupakan proses inflamasi akut yang mengenai suatu area di medulla spinalis. Penyakit ini secara klinis mempunyai karakteristik tanda dan gejala disfungsi neurologis pada sistem motorik, sensorik, otonom, dan traktus saraf di medulla spinalis yang berkembang secara akut atau subakut. Gejala dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit sampai beberapa jam pada beberapa pasien, atau dapat berkembang dalam beberapa hari sampai minggu. Ketika level maksimal dari defisit neurologis telah tercapai, sekitar 50% pasien kehilangan pergerakan pada kedua tungkai, disfungsi kandung kemih, dan 80-94% pasien mengalami kebas-kebas, parestesia atau band-like disestesia. Gejala otonom terdiri dari inkontinensia urin, inkontinensia alvi, kesulitan untuk miksi, dan konstipasi. 1 MT merupakan penyakit yang jarang dengan insidensi 1-4 kasus baru per 1 juta penduduk per tahun. MT dapat mengenai individu pada semua umur (6 bulan-88 tahun) dengan insidensi tertinggi antara umur 10-19 tahun dan 30-39 tahun. Tidak ada faktor jenis kelamin atau keluarga sebagai faktor predisposisi MT. 1 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Mielitis transversalis (MT) merupakan proses inflamasi akut yang
mengenai suatu area di medulla spinalis. Penyakit ini secara klinis mempunyai
karakteristik tanda dan gejala disfungsi neurologis pada sistem motorik, sensorik,
otonom, dan traktus saraf di medulla spinalis yang berkembang secara akut atau
subakut. Gejala dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit sampai
beberapa jam pada beberapa pasien, atau dapat berkembang dalam beberapa hari
sampai minggu. Ketika level maksimal dari defisit neurologis telah tercapai,
sekitar 50% pasien kehilangan pergerakan pada kedua tungkai, disfungsi kandung
kemih, dan 80-94% pasien mengalami kebas-kebas, parestesia atau band-like
disestesia. Gejala otonom terdiri dari inkontinensia urin, inkontinensia alvi,
kesulitan untuk miksi, dan konstipasi.1
MT merupakan penyakit yang jarang dengan insidensi 1-4 kasus baru per
1 juta penduduk per tahun. MT dapat mengenai individu pada semua umur
(6 bulan-88 tahun) dengan insidensi tertinggi antara umur 10-19 tahun dan 30-39
tahun. Tidak ada faktor jenis kelamin atau keluarga sebagai faktor predisposisi
MT.1
Sekitar 1/3 pasien MT sembuh dengan sedikit sampai tidak ada sekuele
setelah serangan pertama, 1/3 pasien sembuh dengan disabilitas permanen derajat
sedang, dan 1/3 lainnya tidak mengalami penyembuhan dan mengalami disabilitas
berat.1
Beberapa tampilan klinis seperti progresi cepat dari gejala klinis, adanya
nyeri punggung bawah, dan adanya syok spinal menjadi indikator prognosis yang
buruk untuk kesembuhan. Hilangnya konduksi sentral pada evoked potential
testing dan terdapatnya protein 14-3-3 di dalam CCS selama fase akut juga
diprediksikan memiliki prognosis yang buruk.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Mielitis Transversalis (MT) adalah suatu proses inflamasi akut yang
mengenai suatu area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya
perkembangan akut ataupun sub akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis
pada saraf motorik, sensorik dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis.
Gangguan pada medulla spinalis ini biasanya melibatkan traktus spinotalamikus,
traktus piramidalis, kolumna posterior, dan funikulus anterior.2,3
Pada tahun 1948, dr.Suchett-Kaye seorang neurologis dari Inggris
mengenalkan terminologi acute transverse mielitis dalam laporannya terhadap
suatu kasus komplikasi mielitis transversalis setelah pneumonia. Transverse
menggambarkan secara klinis adanya band-like area horizontal perubahan sensasi
di daerah leher atau toraks. Sejak saat itu, sindrom paralisis progresif karena
inflamasi di medula spinalis dikenal sebagai mielitis transversalis. Inflamasi
berarti adanya pengaktifan sistem imun yang ada pada daerah lesi dan potensial
menimbulkan kerusakan.2
2.2. Anatomi Medulla Spinalis
Medulla spinalis merupakan massa jaringan saraf yang berbentuk silindris
memanjang dan menempati ⅔ atas canalis vertebra yaitu dari batas superior atlas
(C1) sampai batas atas vertebra lumbalis kedua (L2), kemudian medulla spinalis
akan berlanjut menjadi medulla oblongata. Pada waktu bayi lahir, panjang
medulla spinalis setinggi ± Lumbal ketiga (L3). Medulla spinalis dibungkus oleh
duramater, arachnoid, dan piamater. Fungsi sumsum tulang belakang adalah
mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh dan bergerak
refleks.4
Untuk terjadinya gerakan refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut :
1. Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit
2. Serabut saraf sensorik : mengantarkan impuls-impuls tersebut menuju sel-
sel dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya menuju substansi
kelabu pada karnu pasterior mendula spinalis
2
3. Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung
menghantarkan impuls-impuls menuju kornu anterior medula spinalis
4. sel saraf motorik ; dalam kornu anterior medula spinalis yang menerima
dan mengalihkan impuls tersebut melalui serabut saraf motorik
5. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls
saraf motorik
6. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada
daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis
beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen dan otot-otot pada
kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rectum
Gambar 1. medulla spinalis
3
Gambar 2. anatomi medulla spinalis
2.3. Epidemiologi
Mielitis transversalis adalah suatu sindrom yang jarang dengan insiden
antara satu sampai delapan kasus baru setiap satu juta penduduk pertahun.
Meskipun gangguan ini dapat terjadi pada umur berapapun, kasus terbanyak
terjadi pada umur 10-19 tahun dan 30-39 tahun. Insidensi meningkat sebanyak
24,6 juta kasus per tahunnya jika penyebabnya merupakan proses demielinisasi
yang didapat, khususnya sklerosis multiple. Tidak ada pola yang khusus dari
myelitis transversalis berdasarkan seks, distribusi geografis, atau riwayat penyakit
dalam keluarga.2,5
4
2.4. Etiologi
Etiologi MT merupakan gabungan dari beberapa faktor. Namun, pada
beberapa kasus, sindroma klinis MT merupakan hasil dari rusaknya jaringan saraf
yang disebabkan oleh agen infeksius atau oleh sistem imun, ataupun keduanya.
Pada beberapa kasus lainnya, MT disebabkan oleh infeksi mikroba langsung pada
SSP. 30-60% pasien MT dilaporkan menderita infeksi dalam 3-8 minggu
sebelumnya dan bukti serologis infeksi akut oleh rubella, campak, infeksi
mononucleosis, influenza, enterovirus, mikoplasma atau hepatitis A, B, dan C.
Patogen lainnya yaitu virus herpes (CMV, VZV, HSV1, HSV2, HHV6, EBV),
HTLV-1, HIV-1 yang langsung menginfeksi medulla spinalis dan menimbulkan
gejala klinis MT. Borrelia burgdorferi (Lyme neuroborreliosis) dan Treponema
pallidum (sifilis) juga dikaitkan dengan infeksi langsung SSP dan MT.1
MT telah dihubungkan dengan penyakit autoimmune sistemik seperti LES.
Beberapa pasien dilaporkan mempunyai vaskulitis spinal fokal yang berhubungan
dengan gejala LES yang aktif.1
2.5. Patogenesis
Mielitis transversalis akut post-vaksinasi
Evaluasi otopsi dari medulla spinalis menunjukkan hilangnya akson yang berat
dengan demielinisasi ringan dan infiltrasi sel mononuclear, terutama limfosit T
pada nerve roots dan ganglion spinalis. Pada medulla spinalis terdapat infiltrasi
sel limfosit di perivaskular dan parenkim di grey matter terutama pada anterior
horns. Beberapa studi menyimpulkan vaksinasi dapat menginduksi proses
autoimun yang berkembang menjadi MT.6
MTA Parainfeksi
Sebanyak 30-60% kasus idiopatik myelitis transversalis, terdapat adanya keluhan
respirasi, gastrointestinal, atau penyakit sistemik sebelumnya. Kata “parainfeksi”
telah digunakan untuk injuri neurologis yang diakibatkan oleh infeksi mikroba
langsung dan injuri yang diakibatkan oleh infeksi, infeksi mikroba langsung
dengan kerusakan yang dimediasi oleh imun, atau infeksi yang asimptomatik dan
diikuti respon sistemik yang menginduksi kerusakan saraf. Beberapa virus herpes
telah dikaitkan dengan myelitis, dan mungkin menjadi penyebab infeksi langsung
terhadap sel saraf di medulla spinalis. Agen lainnya, seperti Listeria
5
monocytogenes dibawa ke dalam akson ke saraf di medulla spinalis. Dengan
menggunakan beberapa cara, suatu agen dapat mencapai akses ke lokasi yang
kaya system imun, menghindari system imun yang berada pada organ lainnya.
Mekanisme tersebut dapat menjelaskan inflamasi yang terbatas pada suatu focus
area di medulla spinalis yang dapat dilihat pada pasien MT.6
Mimikri molekuler
Mimikri molekuler sebagai mekanisme untuk menjelaskan inflamasi sistem saraf
sengat bagus diimplementasikan pada kasus GBS. Infeksi Campilobakter jejuni
dibuktikan menjadi penyebab yang penting yang mendahului terjadinya GBS.
Jaringan saraf manusia mengandung beberapa subtipe ganglioside moieties seperti
GM1, GM2, dan GQ1b di dalam dinding selnya. Komponen khas gangliosid
manusia, asam sialik, juga ditemukan pada permukaan antigen C. jejuni dalam
selubung luar lipopolisakarida. Antibody yang bereaksi dengan gangliosid C.
jejuni ditemukan dalam serum pasien GBS, dan telah dibuktikan berikatan dengan
saraf perifer, mengikat komplemen, dan merusak transmisi saraf. Mimikri
molekuler pada MTA juga dapat terjadi akibat pembentukan autoantibody sebagai
respon terhadap infeksi yang terjadi sebelumnya.6
Microbial superantigen-mediated inflammation
Hubungan lain antara riwayat infeksi sebelumnya dengan terjadinya MTA yaitu
dengan aktivasi limfosit fulminan oleh superantigen mikroba. Superantigen
merupakan peptide mikroba yang mempunyai kapasitas unik untuk menstimulasi
sistem imun, dan berkontribusi terhadap penyakit autoimun yang bervariasi.
Superantigen yang telah diteliti yaitu enterotoksin Stafilokokus A sampai I,
toksin-1 sindrom syok toksik, dan eksotoksin piogen Streptokokus. Superantigen
mengaktivasi limfosit T dengan jalur yang unik dibandingkan dengan antigen
konvensional. Terlebih lagi, tidak seperti antigen konvensional, superantigen
dapat mengaktivasi limfosit T tanpa adanya molekul ko-stimulan. Dengan adanya
ssperbedaan ini, superantigen dapat mengaktivasi antara 2-20% limfosit yang
bersirkulasi dibandingkan dengan antigen konvensional. Selain itu, superantigen
sering menyebabkan ekspansi yang diikuti dengan delesi klon limfosit T yang
menyebabkan terbentuknya “lubang” pada limfosit T selama beberapa saat setelah
aktivasi.6
6
Stimulasi sejumlah besar limfosit dapat mencetuskan penyakit autoimun
dengan mengaktivasi klon sel T autoreaktif. Pada manusia, banyak laporan
ekspansi golongan selected Vb pada pasien dengan penyakit autoimun, yang
menunjukkan adanya paparan superantigen sebelumnya. Sel T autoreaktif yang
diaktivasi oleh superantigen memasuki jaringan dan tertahan di dalam jaringan
dengan paparan berulang dengan autoantigen. Di sistem saraf pusat, superantigen
yang diisolasi dari Stafilokokus menginduksi paralisis pada tikus eksperimen.
Pada manusia, pasien dengan ensefalomyelitis diseminata akut dan mielopati
nekrotikan ditemukan memiliki superantigen piogen Streptokokus yang
menginduksi aktivasi sel T yang melawan protein dasar myelin.6
Abnormalitas Humoral
Salah satu proses di atas dapat menyebabkan abnormalitas fungsi sistem humoral,
dengan berkurangnya kemampuan untuk membedakan “self” dan “non-sel”.
Pembentukan antibodi yang abnormal dapat mengaktivasi komponen lainnya dari
sistem imun atau menarik elemen-elemen seluler tambahan ke medulla spinalis.
Antibody yang bersirkulasi dapat membentuk kompleks imun dan terdeposit di
suatu area di medulla spinalis.6
2.6. Manifestasi Klinis
Mielitis transversalis dapat timbul berdiri sendiri atau bersama-sama
dengan penyakit lain. Mielitis transversalis dikatakan akut bila tanda dan gejala
berkembang dalam hitungan jam sampai beberapa hari, sedangkan sub akut gejala
klinis berkembang lebih dari 1–2 minggu. Simptom myelitis transversalis
berkembang cepat dari beberapa jam sampai beberapa minggu. Sekitar 45%
pasien mengalami perburukan secara maksimal dalam 24 jam.2
Diagnostik pada penderita ini ditandai dengan karakteristik secara klinis
berkembangnya tanda dan gejala dari disfungsi neurologi pada saraf motorik,
sensoris dan otonom dan traktus saraf di medula spinalis baik akut maupun
subakut. Inflamasi di dalam medula spinalis memutus jaras-jaras ini dan
menyebabkan hadirnya simptom umum dari myelitis transversalis.2
Kelemahan digambarkan sebagai paraparesis yang berlangsung progresif
cepat, dimulai dari kaki dan sebagai tambahan dapat juga diikuti keterlibatan
tangan. Kelemahan mungkin yang pertama dicatat dengan adanya tanda gambaran
7
keterlibatan traktus piramidal yang berlangsung perlahan-lahan pada minggu
kedua setelah OS sakit.2
Keterlibatan level sensoris dapat ditemukan hampir pada semua kasus.
Nyeri dapat timbul pada punggung, ekstremitas atau perut. Parastesia merupakan
tanda awal yang paling umum myelitis transversalis pada orang dewasa dan tidak
pada anak-anak. Sensasi berkurang di bawah level keterlibatan medula spinalis
pada sebagian besar pasien, begitu pula nyeri dan suhu.2
Simptom otonom bervariasi terdiri dari peningkatan urinary urgency,
inkontinesia urin dan alvi (kesulitan atau tak dapat buang air), pengosongan yang
tidak sempurna atau konstipasi perut. Juga sering didapatkan sebagai akibat
keterlibatan sistem saraf sensoris dan otonom adanya disfungsi seksual. Lebih dari
80% pasien mendapatkan tanda klinis pada tingkat yang paling parah dalam 10
hari sesudah onset dari simptom, walaupun perburukan fungsi neurologis
bervariasi dan berlangsung progresif, biasanya berlangsung dalam 4-21 hari.2
2.7. Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk Mielitis Transversalis Akut Idiopatik dapat
dilihat pada tabel 2.1. Diagnosis MTA harus memenuhi semua kriteria inklusi dan
tidak ada satupun kriteria eksklusi yang terpenuhi. Diagnosis MTA yang
berhubungan dengan penyakit lain harus memenuhi semua kriteria inklusi dan
pasien juga memiliki manifestasi klinis dari penyakit yang dicantumkan di kriteria