BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan gigi geligi di dalam rongga mulut memiliki banyak fungsi, mulai dari fungsi mastikasi sampai fungsi estetika seseorang. Di dalam rongga mulut, gigi geligi tidak dapat berdiri secara mandiri namun harus didukung oleh jaringan penyangga gigi atau yang biasa disebut dengan jaringan periodontal. Jaringan periodontal terdiri dari gingiva (gusi), sementum, ligamen periodontal, dan tulang alveolar. Oleh karena itulah, keberadaan jaringan periodontal sangat penting untuk mempertahankan gigi geligi. Jaringan periodontal yang tidak dipelihara akan mengalami kerusakan yang bila tidak ditangani dapat menyebabkan tanggalnya gigi. Gingivitis merupakan penyakit periodontal yang memiliki prevalensi tertinggi (Preto, 2004). Gingivitis pada hakekatnya adalah peradangan pada jaringan gingiva yang dikarenakan akumulasi plak baik plak supragingivia maupun plak subgingiva. Bakteri-bakteri yang berada di dalam plak akan mengeluarkan toksin-toksin tertentu yang pada akhirnya mengundang respon inflamasi dari jaringan gingiva tersebut. Secara klinis, gingivitis ditandai dengan adanya inflamasi pada tepi atau margin gingiva tanpa disertai kehilangan tulang dan perlekatan periodontal. Gingiva akan tampak berwarna merah (terjadi eritema), membengkak (edema), dan mudah berdarah. Seraca
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan gigi geligi di dalam rongga mulut memiliki banyak fungsi, mulai dari
fungsi mastikasi sampai fungsi estetika seseorang. Di dalam rongga mulut, gigi geligi tidak
dapat berdiri secara mandiri namun harus didukung oleh jaringan penyangga gigi atau yang
biasa disebut dengan jaringan periodontal. Jaringan periodontal terdiri dari gingiva (gusi),
sementum, ligamen periodontal, dan tulang alveolar. Oleh karena itulah, keberadaan jaringan
periodontal sangat penting untuk mempertahankan gigi geligi. Jaringan periodontal yang
tidak dipelihara akan mengalami kerusakan yang bila tidak ditangani dapat menyebabkan
tanggalnya gigi.
Gingivitis merupakan penyakit periodontal yang memiliki prevalensi tertinggi (Preto,
2004). Gingivitis pada hakekatnya adalah peradangan pada jaringan gingiva yang
dikarenakan akumulasi plak baik plak supragingivia maupun plak subgingiva. Bakteri-bakteri
yang berada di dalam plak akan mengeluarkan toksin-toksin tertentu yang pada akhirnya
mengundang respon inflamasi dari jaringan gingiva tersebut. Secara klinis, gingivitis ditandai
dengan adanya inflamasi pada tepi atau margin gingiva tanpa disertai kehilangan tulang dan
perlekatan periodontal. Gingiva akan tampak berwarna merah (terjadi eritema), membengkak
(edema), dan mudah berdarah. Seraca histologis gingiva yang mengalami gingivitis akan
menunjukkan peningkatan vaskularisasi dan adanya infiltrasi sel-sel imun.
Gingivitis merupakan penyakit yang bersifat reversibel. Pembersihan plak sehari-hari
mapuan pembersihan dan kalkulus dengan perawatan scaling dan root planing umumnya
akan menghentikan perjalanan penyakit gingivitis yang ada (Prahasanti, 2009). Kondisi
gingivitis dapat bertahan selama bertahun-tahun tanpa berkembang menjadi penyakit yang
lebih parah. Namun apabila komposisi bakteri berubah atau terjadi penurunan sistem
kekebalan tubuh penjamu, gingivitis dapat berkembang mejadi periodontitis (Carranza,
2011). Periodontitis merupakan kelanjutan dari gingivitis namun sudah disertai adanya
kehilangan tulang dan kehilangan perlekatan periodontal. Periodontitis merupakan penyakit
yang ireversibel dan memerukan penanganan yang lebih kompleks tentunya. Oleh sebab
itulah, keberadaan gingivitis tidak boleh dianggap sebelah mata. Pendidikan kesehatan gigi
dan mulut masyarakat harus lebih ditingkatkan lagi untuk menyadarkan masyarakat tentang
pentingnya menjaga kebersihan gigi dan mulut. Selain itu, adanya inovasi-inovasi bahan yang
dapat mengelimasi etiologi gingivitis juga dapat berkontribusi untuk menurunkan insidensi
terjadinya gingivitis dan meningkatkan penyembuhan gingivitis.
Salah satu bahan yang saat ini tengah dikembangkan untuk mencegah timbulnya
gingivitis adalah Triclosan. Triclosan adalah phenylether atau chlorinated bisphenol yang
merupakan broad spectrum antibacterial agent sintetik. Sebagai salah satu antibacterial
agent, triclosan mampu membunuh berbagai bakteri termasuk bakteri yang banyak terdapat
dalam plak mulut yaitu streptococci. Melihat fungsi ini, triklosan diduga memodulasi
jalannya penyakit gingivitis yang disebabkan oleh bakteri.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana efek penggunaan pasta gigi bertriclosan terhadap penyembuhan
gingivitis?
2. Bagaimana efek penggunaan pasta gigi bertriclosan terhadap pencegahan penyakit
gingivitis?
Submalasah:
1. Bagaimana efek penggunaan pasta gigi bertriclosan terhadap akumulasi plak gigi?
2. Bagaimana efek penggunaan pasta gigi bertriclosan terhadap akumulasi kalkulus?
3. Bagaimana efek penggunaan pasta gigi bertriclosan terhadap index bleeding on
probing?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui efek penggunaan triclosan terhadap penyembuhan gingivitis
2. Mengetahui efek penggunaan triclosan terhadap pencegahan gingivitis
1.4 Manfaat
Manfaat Metodologis:
1. Mengembangkan ilmu kedokteran gigi dalam bidang periodontologi
Manfaat Aplikatif:
1. Memberikan informasi mengenai keefektivan triclosan terhadap percepatan
penyembuhan gingivitis terhadap masyarakat.
2. Memberikan informasi mengenai keefektivan triclosan dalam mencegah gingivitis
terhadap masyarakat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gingiva
Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi
linggir (ridge alveolar), yang merupakan bagian dari aparatus pendukung gigi,
periodonsium, dan membentuk hubungan dengan gigi. Gingiva dapat beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan dan rongga mulut yang merupakan bagian pertama dari
saluran pencernaan dan daerah awal masuknya makanan dalam sistem pencernaan.
Jaringan rongga mulut terpapar terhadap sejumlah besar stimulus, temperatur dan
konsistensi makanan dan minuman, komposisi kimiawi, asam dan basa sangat bervariasi.
Gingiva yang sehat berwarna merah muda, tepinya seperti pisau seseuai dengan kontur
gigi geligi (Manson dan Eley, 1993).
2.2. Gingivitis
2.2.1. Pengertian gingivitis
Salah satu kelainan dalam rongga mulut yang prevalensinya paling tinggi adalah
penyakit periodontal yang paling sering dijumpai, yaitu gingivitis. Gingivitis atau
keradangan gingiva merupakan kelainan jaringan penyangga gigi yang hampir selalu
tampak pada segala bentuk kelainan jaringan penyangga gigi yang hampir selalu
tampak pada segala bentuk kelaianan gingiva (Musaikan, et al, 2003).
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang disebabkan bakteri dengan tanda-
tanda klinis perubahan warna lebih merah dari normal, gingiva bengkak dan berdarah
pada tekanan ringan. Penderita biasanya tidak merasa sakit pada gingiva. Gingivitis
bersifat reversible yaitu jaringan gingiva dapat kembali normal apabila dilakukan
pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur. Periodontitis menunjukkan
peradangan sudah sampai ke jaringan pendukung gigi yang lebih dalam. Penyakit ini
bersifat progresif dan irreversible dan biasanya dijumpai antara usia 30-40 tahun.
Apabila tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi, ini menunjukkan kegagalan
dalam mempertahankan keberadaan gigi di rongga mulut sampai seumur hidup yang
merupakan tujuan dari pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (Nield, 2003).
2.2.2. Macam-macam gingivitis
2.2.2.1. Gingivitis marginalis
Gingivitis yang paling sering kronis dan tanpa sakit, tapi episode akut, dan sakit
dapat menutupi keadaan kronis tersebut. Keparahannya seringkali dinilai
berdasarkan perubahan-perubahan dalam warna, kontur, konsistensi, adanya
perdarahan. Gingivitis kronis menunjukkan tepi gingiva membengkak merah dengan
interdental menggelembung mempunyai sedikit warna merah ungu. Stippling hilang
ketika jaringan-jaringan tepi membesar. Keadaan tersebut mempersulit pasien untuk
mengontrolnya, karena perdarahan dan rasa sakit akan timbul oleh tindakan yang
paling ringan sekalipun (Langlais dan Miller, 1998).
2.2.2.2. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis
ANUG ditandai oleh demam, limfadenopati, malaise, gusi merah padam, sakit
mulut yang hebat, hipersalivasi, dan bau mulut yang khas. Papilla-papilla interdental
terdorong ke luar, berulcerasi dan tertutup dengan pseudomembran yang keabu-
abuan.
2.2.2.3. Pregnancy Gingivitis
Biasa terjadi pada trimester dua dan tiga masa kehamilan, meningkat pada bulan
kedelapan dan menurun setelah bulan kesembilan. Keadaan ini ditandai dengan
gingiva yang membengkak, merah dan mudah berdarah. Keadaan ini sering terjadi
pada regio molar, terbanyak pada regio anterior dan interproximal (Susanti, 2003).
2.2.2.4. Gingivitis scorbutic
Terjadi karena defisiensi vitamin c, oral hygiene jelek, peradangan terjadi
menyeluruh dari interdental papill sampai dengan attached gingival, warna merah
terang atau merah menyala atau hiperplasi dan mudah berdarah (Sea, 2000).
2.2.3. Tanda-tanda gingivitis
Menurut Be Kien Nio (1987), gingivitis merupakan tahap awal dari penyakit
periodontal, gingivitis biasanya disertai dengan tanda-tanda sebagai berikut :
1. Gingiva biasanya berwarna merah muda menjadi merah tua sampai ungu karena
adanya vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi suplay darah berlebihan
pada jaringan yang meradang.
2. Bila menggosok gigi biasanya pada bulu sikat ada noda darah oleh karena adanya
perdarahan pada gingiva di sekitar gigi.
3. Terjadinya perubahan bentuk gingiva karena adanya pembengkakan.
4. Timbulnya bau nafas yang tidak enak.
5. Pada peradangan gingiva yang lebih parah tampak adanya nanah di sekitar gigi
dan gingival.
2.2.4. Penyebab gingivitis
Kelainan yang terjadi dalam rongga mulut disebabkan oleh ketidakseimbangan
faktor-faktor yaitu : host, agent, environment, psikoneuroimunologi. Penyebab
gingivitis sangat bervariasi, mikroorganisme dan produknya berperan sebagai
pencetus awal gingivitis. Gingivitis sering dijumpai karena akumulasi plak supra
gingiva dan tepi gingiva, terdapat hubungan bermakna skor plak dan skor gingivitis
(Musaikan, 2003, Nurmala, 2010).
Lapisan plak pada gingiva menyebabkan gingivitis atau radang gingiva, umur plak
menentukan macam kuman dalam plak, sedangkan macam kuman dalam plak
menentukan penyakit yang ditimbulkan oleh plak. Plak tua adalah plak yang umurnya
tujuh hari mengandung kuman coccus, filament, spiril dan spirochaeta. Plak tua ini
menyebabkan gingivitis (Be, 1987, anonim, 2010).
Plak gigi terbukti dapat memicu dan memperparah inflamasi gingiva. Secara
histologis, beberapa tahapan gingivitis menjadi karakteristik sebelum lesi berkembang
menjadi periodontitis. Secara klinis, gingivitis dapat dikenali (anonim, 2009).
Menurut Sriyono et al, (2005) , faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
gingivitis adalah sebagai berikut :
2.2.4.1. Faktor internal
1. Lapisan karang gigi dan noda atau zat-zat pada gigi
2. Bahan makanan yang terkumpul pada pinggiran gingiva tidak dibersihkan oleh air
liur dan tidak dikeluarkan oleh sikat.
3. Gigi berjejal secara abnormal sehingga makanan yang tertinggal tidak
teridentifikasi, kadang-kadang terbentuk ruangan dikarenakan pembuangan gigi.
4. Kebiasaan seperti menempatkan peniti, kancing, buah pinang dan kawat dalam
mulut. Bahan ini melukai gusi dan menyebabkan infeksi.
2.2.4.2. Faktor external
Makanan yang salah dan malnutrisi. Pada umumnya seseorang yang kurang gizi
memiliki kelemahan, gejala yang tidak diharap tersebut dikarenakan faktor sosial
ekonomi yang berperan sangat penting.Faktor-faktor yang berperan adalah latar
belakang pendidikan, pendapatan dan budaya. Golongan masyarakat berpendapatan
rendah tidak biasa melakukan pemeriksaan kesehatan yang bersifat umum. Diet
dengan hanya makan sayuran tanpa unsur serat di dalamnya juga biasa menjadi faktor
penambah.
2.2.5. Proses terjadinya gingivitis
Plak berakumulasi dalam jumlah sangat besar di regio interdental yang terlindung,
inflamasi gingiva cenderung dimulai pada daerah papilla interdental dan menyebar
dari daerah ini ke sekitar leher gigi. Pada lesi awal perubahan terlihat pertama kali di
sekitar pembuluh darah gingiva yang kecil, di sebelah apikal dari epithelium
fungsional khusus yang merupakan perantara hubungan antara gingiva dan gigi yang
terletak pada dasar leher gingiva), tidak terlihat adanya tanda-tanda klinis dari
perubahan jaringan pada tahap ini. Bila deposit plak masih ada perubahan inflamasi
tahap awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva.
Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin jelas terlihat. Papilla
interdental menjadi sedikit lebih merah dan bengkak serta mudah berdarah pada
sondase, dalam waktu dua sampai seminggu akan terbentuk gingivitis yang lebih
parah. Gingiva sekarang berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah (Manson dan
Eley, 1993).
2.2.6. Akibat gingivitis
Menurut Be Kien Nio (1987), Anonim (2010), apabila gingivitis tidak segera
ditangani maka akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut : Sulcus gingiva akan
tampak lebih dalam dari keadaan normal, akibat pembengkakan gingival ,gingiva
mudah berdarah, gingiva berwarna merah, nafas bau busuk, dan gigi goyang
2.2.7. Pencegahan gingivitis
Menurut Depkes RI. (2002), untuk mencegah terjadinya gingivitis, kita harus
berusaha agar bakteri dan plak pada permukaan gigi tidak diberi kesempatan untuk
bertambah dan harus dihilangkan, sebenarnya setiap orang mampu, tetapi untuk
melakukannya secara teratur dan berkesinambungan diperlukan kedisiplinan pribadi
masing-masing. Caranya :
1. Menjaga kebersihan mulut, yaitu : sikatlah gigi secara teratur setiap sesudah
makan dan sebelum tidur.
2. Mengatur pola makan dan menghindari makan yang merusak gigi, yaitu
makanan yang banyak gula.
3. Periksalah gigi secara teratur ke dokter gigi, Puskesmas setiap enam bulan
sekali.
2.2.8. Perawatan gingivitis
Menurut J.D. Manson dan B.M. Eley (1998), Mediresource clinical team (2010),
perawatan gingivitis terdiri dari tiga komponen yang dapat dilakukan bersamaan
yaitu :
1. Interaksi kebersihan mulut
2. Menghilangkan plak dan calculus dengan scaling
3. Memperbaiki faktor-faktor retensi plak.
Ketiga macam perawatan ini saling berhubungan. Pembersihan plak dan calculus
tidak dapat dilakukan sebelum faktor-faktor retensi plak diperbaiki. Membuat mulut
bebas plak ternyata tidak memberikan manfaat bila tidak dilakukan upaya untuk
mencegah rekurensi deposit plak atau tidak diupayakan untuk memastikan
pembersihan segera setelah deposit ulang.
2.2.9. Indeks untuk mengukur gingivitis
Gingivitis diukur dengan gingival indeks. Indeks adalah metoda untuk mengukur
kondisi dan keparahan suatu penyakit atau keadaan pada individu atau populasi.
Indeks digunakan pada praktek di klinik untuk menilai status gingiva pasien dan
mengikuti perubahan status gingiva seseorang dari waktu ke waktu, pada penelitian
epidemiologis, gingiva indeks digunakan untuk membandingkan prevalensi gingivitis
pada kelompok populasi, dan untuk menilai efektivitas suatu pengobatan atau alat.
Gingiva indeks pertama kali diusulkan pada tahun 1963 untuk menilai tingkat
keparahan dan banyaknya inflamasi gingiva pada seseorang atau pada subjek
dikelompok besar populasi. Menurut metoda ini keempat area gingiva pada masing-
masing gigi (fasial,mesial, distal dan lingual), dinilai tingkat inflamasinya dan diberi
skor dari 0 sampai 4.
Penilaiannya adalah ;
0 = Gingiva normal, tidak ada keradangan, tidak ada perubahan warna dan tidak
ada perdarahan.
1 = Peradangan ringan : terlihat ada sedikit perubahan warna dan sedikit edema,
tetapi tidak ada perdarahan saat probing.
2 = Peradangan sedang : warna kemerahan, adanya edema, dan terjadi perdarahan
saat probing
3 = Peradangan berat : warna merah terang, atau merah menyala, adanya edema,
ulserasi, kecenderungan adanya perdarahan spontan (Wilkins dan Ester, 2005).
2.3 Triklosan
Agen antimikroba (zat yang membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme seperti bakteri, fungi, atau protozoa) merupakan bahan yang banyak
terdapat di dalam produk rumah tangga, perawatan diri, dan consumer. Telah timbuh
kekhawatiran mengenai dampak zat kimiawi ini terhadap lingkungan dan potensi efek
negative terhadap kesehatan manusia dan hewan. Triclosan adalah agen antimikroba
sintesis dengan spectrum yang besar yang akhir-akhir ini banyak terdapat di pasaran
dalam bentuk sabun anti bakteri, deodorant, pasta gigi, kosmetik, kain, plastic, dan
produk-produk lainnya.
Terdapat perdebatan mengenai keamanan, efektifitasm dan regulasi penggunaan
triclosan. Dibawah ini, akan dibahas beberapa aspek yang berkaitan dengan masalah ini
yaitu: (i) mode of action triclosan; (ii) penggunaan triclosan; (iii) potensi dampak
triclosan pada kesehatan manusia dan binatang; (iv) kemungkinan asosiasi penggunaan
triclosan dengan resistensi antibiotic; (v) ptensi dampak triclosan terhadap lingkungan;
(vi) regulasi pengawasan triclosan; dan (vii) alternative potensial dan tahap-tahap
selanjutnya.
2.3.1 Introduksi
Triclosan utamanya memiliki sifat antibakteri (membunug atau memperlambat
pertumbuhan bakteri), namun triclosan juga memiliki beberapa sifat anti jamur dan anti
virus. Triclosan paling umumnya digunakan untuk membunuh bakteri di kulit dan
permukaan lain, walaupun terkadang ia juga digunakan untuk mengawetkan suatu
produk agar tidak membusuk karena mikroba. Penggunaan triclosan pertama kali
dimulai di Amerika Serika sekitar tahun 1970 pada sabun, dan penggunaannya
meningkat drastis pada beberapa tahun kebelakang ini. Triclosan, seperti agen
antibakteri lainnya, sekarang ditemukan di lingkungan, termasuk permukaan air,
tanahm jaringan ikan, dan ASI. American Medical Association (AMA) memiliki
beberapa kekhawatiran mengenai penggunaan bahan kimiawi ini dan telah:
Mendorong U.S Food and Drug Administration untuk mempelajari masalah ini lebih
lanjut,
menyatakan bahwa AMA akan mengawasi progress dari evaluasi FDA saat ini tentang
keamanan dan efektifitas antimikroba untuk penggunaan konsumen,
mendukung penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan antimikroba sebagai bahan
dalam produk-produk konsumen dan dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan, dan
masalah besar kesehatan masyarakat mengenai kekebalan antimikroba.
Pada tahun 2009, American Public Health Association (APHA) mengusulkan
pelarangan penggunaan triclosan untuk penggunaan rumah tangga dan non-medis.
Pada saat penulisan tulisan ini, usulan APHA ini belum ditindak lanjutkan.
Dibalik usaha-usaha untuk melihat ulang dan meregulasi penggunaan yang tepat
untuk triclosan, debat ilmiah terus berlanjut menyangkut adanya potensi dampak
negative triclosan terhadap kesehatan manusia, lingkungan, dan resistensi terhadap
antibiotic.
2.3.2 Apa Itu Triclosan dan Bagaimana Cara Kerjanya?
Triclosan merupakan phenlether, atau chlorinated bisphenol, dengan spectrum luas
aksi antimikroba yang diklasifikasikan oleh FDA sebagai obat Kelas III (kompon
dengan solubilitas tinggi dan permeabilitas rendah).
Triclosan dimanufacture oleh Ciba Specialty Chemical Products dibawah nama
dagang Irgasan® dan Irgacare®. Triclosan (generic) juga diproduksi beberapa pabrik
diluar Amerika Serikat yaitu di Switzerland, Belanda, Cina, India, Korea Selatan, dan
sebagainya. Triclosan biasanya tampak sebagai bubuk berwarna putih. Triclosan
memiliki sedikit aroma phenol. Triclosan dapat hadir dalam bentuk ether atau fenol,
dimana fenol lebih pipler digunakan karena memiliki sifat antibakteri. Sebagai
tambahan, dibawah merk dagang Microban®, triclosan digunakan sebagai antimikroba
pada produk-produk yang built-in.
Sebagai hasil potensi terjadinya formasi produk sampingan lain yang tidak diinginkan
yang dapat mempengaruhi keamanan dan efisiensi triclosan, United States
Pharmacopeia (USP) telah menbuat monograf untuk pengujian spesifik triklosan.
Selain menetapkan spesifikasi standar produk dan prosedur untuk menguji kemurnian
dan identitas fisik triclosan, monograf ini juga menetapkan batas dan metode pengujian
produk sampingan yang tidak diinginkan ini yang dapat muncul.
2.3.2.1 Organisme Target
Triclosan memiliki aktivitas yang luas yang dapat membunuh kebanyakan, tapi
tidak semua, bakteri gram positif dan bakteri gram-negatif non-sporulasi, serta
beberapa jamur, Plasmodium falciparum, dan Toxoplasma gondii. Ia bersifat
bakteriostatis (menghentikan pertumbuhan bakteri) pada konsentrasi rendah, tetapi pada
konsentrasi tinggi ia bersifat bakterisidal (membunuh mikroorganisme) organisme yang
paling sensitive terhadap triclosan adalah staphylococci, beberapa streptococci,
beberapa mycobacteria, Escherichia coli dan Proteus spp. (triclosan efektif pada range
0,01 – 0,1 mg/L). Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) juga sensitive
terhadap triclosan, dan dapat atau tidak memiliki peningkatan resistensi terhadap
triclosan (sensitive terhadap triclosan 0,1-2 mg/L). mandi dengan2% triclosan telah
dibuktikan efektif untuk dekolonisasi pada pasien yang mengandung MRSA pada
kulitnya. Enterococci tidak serentan staphylococci, dan Pseudomonas aeruginosa
sangat resisten.
Clostridium difficile menghadirkan situasi yang sulit diatasi di rumah sakit.
Bentuknya yang non-infeksius, yaitu spora, dapat bertahan di rumah sakit, nursing
homes, fasilitas perawatan-lanjutan, dan ruang khusus bayi yang baru lahor. Spora ini
tidak dapat menimbulkan infeksi, namun jika tertelan, mereka berubah menjadi bentuk
virulen aktif. Dalam kasus-kasus parah, C. difficile dapat menyebabkan sakit parah dan
kematian pada pasien lanjut usia dan pasien immune-compromised. Penelitian
menunjukan bahwa terapat spora pada beberapa benda di rumah sakit seperti over-bed