MERANTI PUTIH DAN UPAYA KONSERVASINYA DOSEN PENGAMPU Suheriah Mulia Devi, ST, M.Si DHARMA PUTRA 120309178592 LISA TRI HARYATI 120309179592 RESKI APRILIA 120309180092 POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN JURUSAN TEKNIK SIPIL BALIKPAPAN 2014
MERANTI PUTIH DAN UPAYA KONSERVASINYA
DOSEN PENGAMPU
Suheriah Mulia Devi, ST, M.Si
DHARMA PUTRA 120309178592
LISA TRI HARYATI 120309179592
RESKI APRILIA 120309180092
POLITEKNIK NEGERI BALIKPAPAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
BALIKPAPAN
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas
makalah Teknologi Beton sub materi Pelat Beton Bertulang ini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam penulisan makalah ini, baik secara material maupun
moril. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Karmila Achmad, S.T. sebagai dosen pengampu.
2. Kedua orang tua yang mendukung secara material dan moril.
3. Teman – teman kelas 2 Teknik Sipil 2.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, namun demikian telah memberikan manfaat. Akhir kata penulis
berharap makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat
membangun akan diterima dengan senang hati.
Balikpapan, Maret 2014
Penulis
Reski Aprilia
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................... 3
1.5 Metodologi Penelitian................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Beton................................................................... 3
2.2 Material Penyusun Beton....................................................... 4
2.3 Sifat Beton............................................................................. 4
2.4 Kelebihan Beton.................................................................... 5
2.5 Kekurangan Beton................................................................. 5
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengenalan Pelat........................................................................ 7
3.2 Sistem Penulangan Pelat............................................................ . 9
3.3 Pelat dengan Satu Tumpuan....................................................... . 11
3.4 Pelat dengan Dua Tumpuan Sejajar............................................ . 11
3.5 Pelat dengan Empat Tumpuan Saling Sejajar............................. 12
3.6 Pelat Tangga Beton Bertulang..................................................... 13
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan.......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Material penyusun beton 4
Gambar 3.1 Penumpu pelat 8
Gambar 3.2 Jenis perletakan pelat pada balok 9
Gambar 3.3 Contoh pelat dengan penulangan satu arah 9
Gambar 3.4 Contoh pelat dengan penulangan dua arah 10
Gambar 3.5 Contoh penulangan pelat dengan satu tumpuan 11
Gambar 3.6 Contoh penulangan pelat dengan dua tumpuan sejajar 12
Gambar 3.7 Contoh pelat dengan empat tumpuan saling sejajar 12
Gambar 3.8 Komponen-komponen tangga 14
Gambar 3.10 Bentuk tangga 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kayu sebagai hasil hutan sekaligus hasil sumber kekayaan alam, merupakan
bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai dengan kemajuan
teknologi. Kayu dapat didefinisikan sebagai suatu bahan, yang diperoleh dari hasil
pemungutan pohon-pohon di hutan, sebagai bagian dari suatu pohon. Shorea spp
merupakan salah satu marga dari suku Dipterocarpaceae yang memiliki
keanekaragaman jenis paling tinggi. Keanekaragaman jenis Shorea spp diseluruh
dunia diperkirakan mencapai hingga ratusan jenis dengan wilayah distribusi yang
cukup luas. Marga Shorea spp terdiri dari 194 jenis yang tersebar terutama di Asia
Tenggara ke barat hingga Sri Lanka, India, Burma, dan Thailand serta 163 jenis
tersebar di Malaysia, Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Philipina dan Maluku.
Jenis-jenis pohon dari suku Dipterocarpaceae telah menjadi cirri khas
kawasan hutan di Kalimantan. Jenis-jenis ini mendominasi hutan di Kalimantan,
bahkan telah menjadikan Kalimantan sebagai kawasan dengan jumlah jenis
Dipterocarpaceae terbanyak. Menurut Kessler dan Sidiyasa (1999) di Kalimantan
setidaknya dijumpai sekitar 135 jenis Shorea. Sedangkan Alrasyidetal (1991)
mengungkapkan bahwa di Kalimantan terdapat sekitar 127 jenis. Akan tetapi,
keberadaan jenis-jenis Shorea serta disribusinya di Kalimantan Timur sampai saat
ini belum terdokumentasikan secara baik dan 91 diantaranya bersifat endemik.
Shorea spp adalah marga kayu yang paling penting di kawasan basah Asia, kayu-
kayu jenis ini banyak dimanfaatkan untuk bahan konstruksi ringan sampai berat serta
bahan baku industri perkayuan yang penting di Indonesia disamping itu juga
memiliki nilai ekonomis untuk hasil hutan bukan kayunya.
Shorea spp lebih umum dikenal masyarakat dengan nama perdagangan kayu
meranti yang berdasarkan keadaan dan sifat kayunya dibedakan menjadi 4
kelompok, yaitu meranti balau/selangan batu, meranti merah, meranti putih, dan
meranti kuning. Mengingat nilai ekonomisnya yang cukup tinggi, kayu meranti
banyak dieksploitasi dari hutan alam di Kalimantan Timur baik secara resmi
atau illegal. Beberapa permasalahan yang dapat mengancam keberadaan dan
keanekaragaman jenis Shorea spp diantaranya adalah pembalakan liar, kebakaran
hutan, perambahan hutan untuk perkebunan, serta kegiatan penambangan liar di
kawasan konservasi.
Diperlukan upaya-upaya konservasi untuk melindungi keanekaragaman jenis
serta populasi Shorea spp khususnya kelompok meranti putih (Anthoshorea).
Langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan inventarisasi
keanekaragaman jenis meranti putih serta wilayah distribusinya di Kalimantan
Timur. Dengan demikian diharapkan dapat ditentukan metode atau langkah yang
tepat untuk melakukan upaya konservasi terhadap meranti putih baik secara in situ
maupun ex situ.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka permasalahan dapat
dirumuskan adalah:
1. Bagaimana tingkat keanekaragaman serta penyebaran jenis meranti di dunia?
2. Bagaimana tingkat populasi meranti yang ada di Kalimantan?
3. Bagaimana spesifikasi serta penyebaran jenis meranti putih yang ada di
Kalimantan Timur?
4. Bagaimana pemanfaatan kayu meranti putih khususnya dalam bidang
konstruksi?
5. Bagaimana upaya konservasi yang dapat dilakukan guna menjaga
keanekaragaman jenis meranti putih yang telah mengalami penurunan?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan permasalahan, maka makalah ini disusun dengan tujuan
berusaha untuk menjabarkan spesifikasi jenis serta wilayah distribusi meranti putih,
pemanfaatannya dan juga upaya konservasinya di provinsi Kalimantan Timur.
Mengingat provinsi ini adalah salah satu provinsi terluas di Indonesia yang
menjadi bagian dari sebuah pulau besar Borneo, salah satu pusat keanekaragaman
jenis tumbuhan di dunia.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam makalah ini adalah dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan bidang botani, bidang konstruksi kayu, serta menjadi salah satu
bahan acuan untuk melakukan upaya konservasi meranti putih di Kalimantan Timur
yang telah mengalami penurunan populasi dan terancam keanekaragamannya.
1.5 Metodologi Penelitian
Dalam penulisan makalah ini, untuk mendapatkan data dan informasi yang
diperlukan kami menggunakan metode studi pustaka. Metode studi pustaka atau
literature ini dilakukan dengan cara mendapatkan data atau informasi tertulis yang
bersumber dari buku-buku, dan berbagai artikel di internet yang menurut kami dapat
mendukung penelitian penyusunan makalaha ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat-sifat Umum Kayu
Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda-
beda. Bahkan kayu yang berasal dari satu pohon pun dapat memiliki sifat yang
berbeda jika dibandingkan bagian ujung dengan pangkalnya. Untuk itu, ada baiknya
jika sifat-sifat kayu tersebut diketahui lebih dahulu sebelum kayu dipergunakan
sebagai bahan bangunan, industri kayu maupun untuk pembuatan perabot. Sifat-sifat
umum tersebut antara lain sebagai berikut:
Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertikal dan sifat simetri radial.
Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki bermacam-macam tipe dan susunan
dinding selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa selulosa dan
hemiselulosa (unsur karbohidrat) serta berupa lignin (non-karbohidrat).
Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang
berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, tangensial dan
radial). Hal ini disebabkan oleh struktur dan orientasi selulosa dalam dinding
sel, bentuk memanjang sel-sel kayu, dan pengaturan sel terhadap sumbu
vertikal dan horisontal pada batang pohon.
Kayu dapat diserang makhluk hidup perusak kayu, dapat terbakar, terutama
jika kayu dalam keadaan kering.
Jika sebatang pohon dipotong-potong melintang dan permukaan potongan
melintang itu dihaluskan, maka akan tampak suatu gambaran unsur-unsur kayu yang
tersusun dalam pola melingkar dengan suatu pusat di tengah batang serta deretan sel
kayu dengan arah mirip jari-jari roda ke permukaan batang. Sebuah sumbu dapat
dibayangkan melewati pusat itu dan merupakan salah satu sumbu arah utama yang
disebut sumbu longitudinal. Sumbu-sumbu arah utama yang lain dapat dibuat tegak
lurus dan memotong sumbu longitudinal. Sumbu ini disebut sumbu arah radial.
Sedangkan sumbu yang tegak lurus dengan jari-jari kayu, tetapi tidak memotong
sumbu longitudinal disebut sumbu arah tangensial.
Gambar 2.1 Arah Sudut Orientasi Kayu
Ketiga sumbu arah utama ini sangat penting artinya untuk mengenal sifat-sifat
kayu yang khas. Sifat-sifat khas kayu tersebut antara lain sifat anisotropik yang telah
dipaparkan di atas. Perbedaannya dalam hal kekuatan kayu, kembang susut kayu,
dan aliran zat cair di dalam kayu. Di samping itu, tampak bahwa kekuatan kayu yang
menahan beban ternyata lebih besar pada arah sumbu longitudinal daripada arah-
arah yang lain. Demikian pula aliran zat cair lebih cepat dan lebih mudah pada arah
longitudinal daripada arah sumbu radial dan tangensial. Sebaliknya, kembang susut
kayu yang terbesar terdapat pada arah tangensial.
(J.F. Dumanauw, 1982)
2.2 Sifat Fisik Kayu
Beberapa hal yang tergolong dalam sifat fisik kayu adalah berat jenis, warna,
higroskopik, tekstur, serat, berat, kekerasan, kesan raba, bau dan rasa, nilai dekoratif,
dan beberapa sifat lain.
Berat Jenis
Kayu memiliki berat jenis (BJ) yang berbeda-beda, berkisar antara
minimum 0,20 sampai 1,28. Berat jenis merupakan petunjuk penting bagi
aneka sifat kayu. Makin berat jenis (BJ) nya, umumnya makin kuat pula
kayunya. Semakin ringan suatu jenis kayu, akan berkurang pula
kekuatannya.
Keawetan alami kayu
Ketahanan kayu terhadap serangan unsur-unsur perusak kayu dari luar
misalnya jamur, rayap, bubuk, cacing laut, dan makhluk lainnya yang
diukur dengan jangka waktu tahunan. Keawetan kayu tersebut disebabkan
oleh adanya suatu zat di dalam kayu (zat ekstraktif).
Warna kayu
Perbedaan warna disebabkan oleh zat-zat pengisi warna dalam kayu
yang berbeda-beda. Warna sesuatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain: tempat didalam batang, umur pohon dan
kelembapan udara. Kayu teras umumnya memiliki warna yang lebih jelas
atau lebih gelap dibandingkan kayu yang ada di luar kayu teras, yakni kayu
gubal.
Higroskopik
Kayu mempunyai sifat higroskopik, yaitu dapat menyerap atau
melepaskan air atau kelembapan. Kelembapan kayu sangat dipengaruhi oleh
kelembapan dan suhu udara pada suatu saat. Makin lembab udara
disekitarnya maka makin tinggi pula kelembapan kayu sampai tercapai
keseimbangan dengan lingkungannya.
Tekstur
Tekstur ialah ukuran relatif sel-sel kayu. Maksud sel kayu adalah
serat-serat kayu. Jadi dapat dikatakan bahwa tekstur ialah ukuran relatif
serat-serat kayu. Berdasarkan teksturnya, jenis kayu dapat dibedakan ke
dalam tiga golongan. Ketiga golongan tersebut adalah:
- Kayu bertekstur halus, misalnya: giam, lara, kulim dan lain-lain.
- Kayu bertekstur sedang, misalnya: jati, sonokeling dan lain-lain.
- Kayu bertekstur kasar, misalnya: meranti, kempas dan lain-lain.
Serat
Serat berkaitan dengan sifat kayu, yang menunjukkan arah umum sel-
sel kayu di dalam kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah serat dapat
ditentukan oleh arah alur-alur yang terdapat pada permukaan kayu. Kayu
dikatakan berserat halus, jika arah sel-sel kayunya sejajar dengan sumbu
batang. Jika arah sel-sel itu menyimpang atau membentuk sudut terhadap
sumbu panjang batang, maka kayu itu dikatakan berserat mencong. Serat
mencong dapat dibagi menjadi empat macam. Keempat macam serat
mencong itu adalah serat berpadu, serat berombak, serat terpilin dan serat
diagonal.
- Serat berpadu
Jika batang kayu terdiri dari lapisan-lapisan yang berselang-seling,
menyimpang ke kiri kemudian ke kanan terhadap sumbu batang
dikatakan berserat berpadu. Contohnya adalah kayu kulim, renghas, dan
kapur.
- Serat berombak
Serat berombak adalah serat-serat kayu yang membentuk gamabaran
berombak, contohnya adalah kayu renghas dan merbau.
- Serat terpilin
Serat terpilin adalah serat-serat kayu yang membentuk gambaran terpilin
(puntiran), seolah-olah batang kayu dipilin mengelilingi sumbu.
Contohnya adalah kayu bintangur, kapur, dan damar.
- Serat diagonal
Serat diagonal adalah serat yang terdapat pada potongan kayu atau
papan, yang digergaji sedemikian rupa sehingga tepinya tidak sejajar
arah sumbu, tetapi membentuk sudut dengan sumbu.
Bobot kayu
Bobot suatu jenis kayu tergantung pada jumlah zat kayu yang
tersusun, rongga-rongga sel atau jumlah pori-pori, kadar air yang
dikandung, dan zat-zat ekstraktif di dalamnya.Ditunjukkan dengan besarnya
berat jenis kayu yang bersangkutan dan dipakai sebagai patokan kelas kayu.
Berdasarkan berat jenisnya, jenis-jenis kayu digolongkan ke dalam kelas-
kelas sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kelas Kayu Berdasarkan Berat Jenisnya
Kelas Bobot Kayu Berat Jenis
a. Sangat berat Lebih besar dari 0,90
b. Berat 0,75 – 0,90
c. Agak Berat 0,60 – 0,75
d. Ringan Lebih kecil dari 0,60
Kekerasan
Pada umumnya terdapat hubungan langsung antara kekerasan kayu
dan bobot kayu. Kayu-kayu yang keras juga termasuk kayu-kayu yang berat.
Sebaliknya kayu ringan adalah juga kayu yang lunak. Berdasarkan
kekerasannya, jenis-jenis kayu dapat digolongkan sebagai berikut:
- Kayu sangat keras, contohnya: balau dan giam.
- Kayu keras, contohnya: kulim dan pilang.
- Kayu sedang kekerasannya, contohnya: mahoni dan meranti.
- Kayu lunak, contohnya: pinus dan balsa.
Kesan raba
Kesan raba sesuatu jenis kayu adalah kesan yang diperoleh pada saat
kita meraba permukaan kayu tersebut. Jika kayu diraba akan memberi kesan
kasar, halus, licin, dingin, dan sebagainya. Kesan raba yang berbeda-beda
untuk tiap-tiap jenis kayu tergantung pada tesktur kayu, besar kecilnya air
yang dikandung, dan kadar zat ekstraktif di dalam kayu. Kesan raba licin,
apabila tesktur kayunya halus dipermukaannya mengandung lilin. Kesan
raba kasar, apabila keadaan tesktur kayunya kasar. Kesan raba dingin ada
pada kayu yang bertesktur halus dan berat jenisnya tinggi, sebaliknya terasa
panas jika teskturnya kasar dan berat jenisnya rendah.
Bau dan rasa
Bau dan rasa kayu mudah hilang jika kayu itu lama tersimpan di udara
luar. Sifat bau dari kayu dapat digambarkan sesuai dengan bau yang umum
dikenal. Untuk menyatakan bau suatu kayu, seringkali kita gunakan bau
sesuatu benda yang umum dikenal. Kesan bau dan rasa disebabkan oleh
adanya hubungan erat yang terdapat pada indra pembau dan indra perasa
kita.
Nilai dekoratif
Nilai dekoratif umumnya menyangkut jenis-jenis kayu yang akan
dibuat untuk tujuan tertentu yang hanya mementingkan keindahan pada kayu
tersebut. Nilai dekoratif sesuatu jenis kayu tergantung pada penyebaran
warna, arah serat kayu, tesktur, dan pemunculan riap-riap tumbuh yang
bersama-sama muncul dalam pola atau bentuk tertentu.
(J.F. Dumanauw, 1982)
Daur dan Kecepatan Tumbuh
Kecepatan tumbuh suatu spesies tanaman pokok/pohon merupakan
kriteria penting dalam dasar pemilihan jenis karena berhubungan dengan
kecepatan masa panen atau dalam dasar pemilihan jenis karena berhubgan
dengan kecepatan masa panen atau kelestarian produksi.
- Tumbuh cepat:daur tebang atau panen dalam waktu kurang dari 10
tahun.
- Tumbuh sedang: daur tebang atau panen dalam waktu 10-30 tahun.
- Tumbuh lambat: daur tebang atau panen lebih dari 30 tahun.
(http://khulfi.wordpress.com/2012/10/11/kriteria-pemilihan-jenis-pohon-
pembangunan-hutan-tanaman-industri-di-indonesia/, 2012)
2.3 Sifat Mekanik Kayu
Sifat-sifat mekanik atau kekuatan kayu ialah kemampuan kayu untuk
menahan muatan dari luar. Kekuatan kayu memegang peranan penting dalam
penggunaannya sebagai bahan bangunan, perkakas dan pengunaan-pengunaan lain.
Beberapa macam kekuatan sebagai berikut:
Keteguhan lengkung (Lentur)
Keteguhan lengkung atau lentur ialah kekuatan untuk menahan gaya-
gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban-beban
mati maupun hidup selain beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu
tersebut. Keteguhan lengkung statik menunjukkan kekuatan kayu menahan
gaya yang mengenai secara perlahan. Keteguhan pukul adalah kekuatan
kayu menahan gaya yang mengenainya secara mendadak, seperti pukulan.
Keteguhan Geser
Keteguhan geser ialah ukuran kekuatan kayu dalam hal kemampuanya
menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian kayu tersebut bergeser atau
bergelingsir ke bagian lain di dekatnya. Dalam hubungan ini dibedakan 3
macam keteguhan geser sejajar arah serat, keteguhan geser tegak lurus arah
serat, dan keteguhan geser miring. Keteguhan geser tegak lurus arah serat
jauh lebih besar daripada keteguhan geser sejajar arah serat.
Keteguhan Tarik
Kekuatan atau keteguhan tarik suatu jenis kayu ialah kekuatan kayu
untuk menahan gaya-gaya yang berusaha menarik kayu itu. Kekuatan tarik
terbesar pada kayu sejajar dengan arah serat. Kekuatan tarik tarik tegak
lurus arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar arah serat.
Keteguhan tarik ini mempunyai hubungan dengan ketahanan kayu terhadap
pembelahan.
Keteguhan tekan/kompresi
Keteguhan tekan suatu jenis kayu ialah kekuatan kayu untuk menahan
jika kayu itu dipergunakan untuk tujuan tertentu.
Kekakuan
Kekakuan kayu, baik yang dipergunakan sebagai blandar ataupun
tiang, ialah suatu ukuran kekuatan dalam kemampuannya menahan
perubahan bentuk atau lengkungan. Kekakuan tersebut dinyatakan dengan
istilah modulus elastisitas yang berasal dari pengujian-pengujian keteguhan
lengkung statik.
Kekerasan
Kekerasan kayu ialah suatu ukuran kekuatan kayu dalam menahan
gaya yang membuat takik atau lekukan padanya. Kemampuan kayu untuk
menahan kikisan (abrasi).
Keteguhan belah
Sifat ini digunakan untuk menyatakan kekuatan kayu dalam menahan
gaya-gaya yang berusaha membelah kayu. Sifat keteguhan belah yang
rendah sangat baik untuk untuuk pembuatan sirap ataupun pembuatan kayu
bakar. Sebaliknya, keteguhan belah yang tinggi sangat baik untuk
pembuatan jenis ukir-ukiran.
(J.F. Dumanauw, 1982)
Tabel 2.2 Kekuatan Kayu Menurut Jenisnya
Kelas Kuat Berat Jenis
Kering Udara
Keteguhan Lentur
Mutlak (Kg/Cm²)
Keteguhan Tekan
mutlak (Kg/Cm²)
I >0,90 >1100 <650
II 0,90 - 0,60 1100 - 725 650 - 425
III 0,60 – 0,40 725 – 500 425 - 300
IV 0,40 – 0,30 500 - 360 300 - 215
V <0,30 <360 <215
(sumber: LPHH – Bogor)
2.4 Sifat Kimia Kayu
Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal ketahanan kayu terhadap
serangan makhluk perusak kayu, selain itu dapat pula menentukan pengerjaan dan
pengolahan kayu, sehingga didapat hasil yang maksimal.
Tabel 2.3 Komposisi unsur-unsur kimia dalam kayu
Unsur kimia Komposisi
Karbon 50%
Hidrogen 6%
Nitrogen 0,04 - 0,10%
Abu 0,20 – 0,50%
Oksigen sisanya
Tabel 2.4 Komponen kimia menurut golongan kayu
Komponen Kimia Kayu daun lebar (%)
Selulosa 40 – 45
Lignin 18 – 33
Pentosan 21 – 24
Zat ekstaktif 1 – 12
Abu 0,22 – 6
Selulosa
Bahan kristalin untuk membangun dinding-dinding sel. Bahan dasar
selulosa ialah glukosa, gula bermartabat enam, dengan rumus C6H12O6.
Molekul-molekul glukosa disambung menjadi molekul-molekul besar,
panjang dan berbentuk rantai dalam susunan menjadi selulosa. Selulosa
merupakan bahan dasar yang penting bagi industri-industri yang memakai
selulosa sebagai bahan baku misalnya, pabrik kertas dan pabrik sutera
tiruan.
Lignin
Merupakan bagian yang bukan karbohidrat, persenyawaan kimia yang
jauh dari sederhana, tidak berstruktur, bentuknya amorf. Dinding sel
tersusun oleh suatu rangka molekul selulosa, antara lain terdapat pula lignin.
Kedua bagian ini merupakan suatu kesatuan yang erat, yang menyebabkan
dinding sel menjadi kuat menyerupai beton bertulang besi. Selulosa laksana
batang-batang besi dan lignin sebagai semen betonnya. Lignin terletak
terutama dalam lamela tengah dan dinding primer. Kadar lignin dalam kayu
gubal lebih tinggi daripada kayu teras. (Kadar selulosa sebaliknya).
Hemiselulosa
Kayu mengandung sejumlah zat lain sampai 15- 25% antara lain
hemiselulosa, semacam selulosa berupa persenyawaan dengan molekul-
molekul besar yang bersifat karbohidrat. Hemiselulosa dapat tersusun oleh
gula yang bermartabat lima dengan rumus C5H10O5 disebut pentosan atau
gula bermanfaat enam C6H12O6 disebut hexosan. Zat-zat ini terdapat sebagai
bahan bangunan dinding-dinding sel juga sebagai bahan zat cadangan.
Zat ekstraktif
Umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut misalnya, eter,
alcohol, bensin dan air. Banyaknya rata-rata 3 – 8% dari berat kayu kering
tanur. Termasuk didalamnya minyak-minyakan, resin, lilin, lemak, tannin,
gula, pati dan zat wsarna. Zat ekstraktif tidak merupakan bagian struktur
dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Zat ekstraktif memiliki arti
yang penting dalam kayu karena:
- Dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis
kayu.
- Dapat digunakan untuk mengenal sesuatu jenis kayu.
- Dapat digunakan sebagai bahan industri dapat menyulitkan dalam
pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan.
Abu
Di dalam kayu masih ada beberapa zat organik, yang disebut bagian-
bagian abu (mineral pembentuk abu yang tertinggal setelah lignin dan
selulosa habis terbakar). Kadar zat ini bervariasi antara 0,2 – 1% dari berat
kayu.
(J.F. Dumanauw, 1982)
2.5 Penggolongan Produk Kayu
2.5.1 Penggolongan Produk Kayu di Pasaran
Saat ini produk kayu sangat beragam. Produk kayu solid/asli
umumnya berupa kayu gergajian baik berupa balok maupun papan.
Sedangkan produk kayu buatan dapat merupa vinir (veneer), papan lapis,
triplek/plywood/multiplek dan bahkan kayu laminasi (glue laminated
timber).
(http://www.scribd.com/doc/201653460/Tugas-Kayu-Scribd, 2014)
Gambar 2.2 Penggolongan produk kayu di pasaran
Sesuai dengan Lampiran Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
163/Kpts-II/2003 tanggal 26 Mei 2003 tentang Pengelompokan Jenis Kayu
Sebagai Dasar Pengenaan Iuran Kehutanan maka jenis-jenis kayu
perdagangan di Indonesia dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
Kelompok Jenis Meranti/Kelompok Komersial Satu
Kelompok Jenis Kayu Rimba Campuran/Komersial Dua
Kelompok Jenis Kayu Eboni/Kelompok Indah Satu
Kelompok Jenis Kayu Indah/Kelompok Indah Dua
2.5.2 Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia
Peraturan Konstruksi Kayu di Indonesia tertera dalam buku “Peraturan
Konstruksi Kayu Indonesia: NI-5 PKKI 1961” yang dipublikasikan oleh
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Ciptakarya, Direktorat
Penyelidikan Masalah Bangunan. Secara singkat peraturan ini dimaksudkan
untuk memberikan acuan baku terkait dengan aturan umum, aturan
pemeriksaan dan mutu, aturan perhitungan, sambungan dan alat sambung
konstruksi kayu hingga tahap pendirian bangunan dan persyaratannya. Pada
buku tersebut juga telah dicantumkan jenis dan nama kayu Indonesia, indeks
sifat kayu dan klasifikasinya, kekuatan dan keawetannya.
2.5.3 Klasifikasi Produk Kayu
Penggolongan kayu dapat ditinjau dari aspek fisik, mekanik dan
keawetan. Secara fisik terdapat klasifikasi kayu lunak dan kayu keras. Kayu
keras biasanya memiliki berat satuan (berat jenis) lebih tinggi dari kayu
lunak. Klasifikasi fisik lain adalah terkait dengan kelurusan dan mutu muka
kayu. Terdapat mutu kayu di perdagangan A, B dan C yang merupakan
penggolongan kayu secara visual terkait dengan kualitas muka (cacat atau
tidak) arah-pola serat dan kelurusan batang berdasarkan PKKI-1961.
Tabel 2.5 Kelas Keawetan
Tabel 2.6 Kelas Pemakaian
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan spesimen hasil eksplorasi di Herbarium Wanariset,
sampai saat ini telah terkoleksi Shorea spp dari Kalimantan Timur sebanyak 48 jenis
dan 2 sub spesies. Jenis-jenis tersebut meliputi kelompok meranti balau/selangan
batu, meranti damar hitam/meranti kuning, meranti pa’ang/meranti putih, dan
meranti merah.
Tipe habitat ditemukannya Shorea spp di Kalimantan Timur bervariasi,
umumnya Shorea spp dijumpai pada tipe hutan Dipterocarpaceae dengan kondisi
hutan bekas tebangan, hutan primer, hutan skunder, maupun hutan bekas
tebakar. Akan tetapi, habitat Shorea spp lebih banyak ditemukan pada kondisi hutan
bekas tebangan karena kegiatan eksplorasi herbarium banyak dilakukan pada areal
HPH yang mengeksploitasi jenis-jenis kayu Shorea spp.
3.1 Meranti Putih
Klasifikasi Meranti Putih (Shorea bracteolata Deyr)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Sub Kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Clasis : Magnoliopsida (Dikotil)
Ordo : Malvales
Familia : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : Shorea bracteolata Deyr
Tabel 3.1 Meranti Putih yang terdapat di Kalimantan Timur
3.1.1 Ciri-Ciri Kayu
Daerah penyebarannya di Indonesia meliputi seluruh Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
Tumbuh di ketinggian 0-700 m dpl dengan tipe curah hujan A dan B.
Tumbuh pada tanah kering, tanah yang kadang-kadang atau selamanya
tergenang air dalam hutan rawa, tanah liat, tanah berpasir maupun
berbatu-batu, pada tanah datar sampai miring.
Gambar 3.1 Pohon Meranti Putih
Memiliki tinggi pohon sekitar 12-55 m, dan panjang bebas cabang
sekitar 8-37 m.
Batang berwarna coklat tua atau kelabu.
Diameter batangnya dapat mencapai 210 cm.
Bentuk batang lurus dan silindris dengan banir yang dapat mencapai
tinggi 3,5 m dari permukaan tanah.
Kulit luar menebal, kulit dalam juga tebal berlapis – lapis.
Daun jorong atau bulat telur, panjang 9,5 cm dan lebar 3,7-6,8 cm.
Pangkal membulat, ujungnya meruncing, merupakan daun tunggal. Pada
permukaan atas bila mengering berwarna coklat, berlilin mengelupas,
permukaan bawah bila mengering coklat dengan bulu-bulu pendek yang
merenggang, dan bila diraba pada saat belum kering atau daun masih
segar kesannya licin, dan pada permukaan bawahnya kasap atau kasar.
Gambar 3.2 Bentuk Daun Meranti Putih
Kecepatan daur atau tumbuhnya termasuk tumbuh sedang yaitu 10-30
tahun.
Pembungaan biasanya terjadi setelah melewati dekade iklim yang kering
dan panas, buah masak pada bulan Okltober-April.
Memiliki saluran-saluran resin yang terdapat pada bagian empulur, kayu
dan kulit kayunya, bila kulit kayu dilukai atau ditoreh akan
menghasilkan resin yang bewarna kuning pucat. Berdasarkan bentuknya
ada dua macam resin:
- Resin cair yang mengandung material resin dan minyak esensial
(oleoresin), yang secara alami tetap berwujud cair dan memiliki
aroma yang jelas. Produksi sering dilakukan dengan cara membuat
luka atau ditoreh.
- Resin keras yang disebut “damar” jika diambil dari pohon meranti
penghasil damar itu sendiri. Resin ini berbentuk padatan atau resin
yang mudah pecah.
Gambar 3.3 Resin cair Gambar 3.4 Resin keras
3.1.2 Struktur Kayu
Pori kayu semuanya soliter, sebagian bergabung 2-3 dalam arah radial,
kadang-kadang berkelompok miring atau hampir tangensial. Diameter
umumnya 200-400 mikron, frekuensi 2-8, umumnya 2-5 per mm2.
Kadang-kadang berisi tilosis, gom berwarna coklat sampai kuning pucat
(damar).
Parenkimnya termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung tidak
lengkap, aliform sampai konfluen. Terdapat pula parenkim apotrakeal
yang berupa pita-pita pendek.
Jari-jari kayu seluruhnya multiserat dan heteroselular, lebar 5-100
mikron, tinggi sampai 400 mikron dan frekuensi 4-8 per mm. Jari-jari
pada Shorea brateolata dan Shorea ochracea terdapat dalam susunan
bertingkat, berisi banyak silika. Saluran interselular aksialnya
membentuk deretan pendek dalam arah tangensial, berisi damar.
Kayu berserat pendek, memiliki panjang serat 1.252 mikron, dengan
diameter 22.8 mikron, tebal dinding 4.2 mikron dan diameter lumen
14.4 mikron.
Gambar 3.5 Struktur jaringan Meranti Putih
Gambar 3.6 Struktur jaringan Meranti Putih (zoom)
3.1.3 Sifat Fisik
Tabel 3.2 Berat jenis dan kelas kuat kelompok Meranti Putih
Kayu teras berwarna hampir putih jika masih segar, lambat laun menjadi
coklat-kuning atau kuning-muda, permukaan kayu menjadi berwarna
lebih gelap semu-semu coklat jika lama berhubungan dengan udara atau
cahaya. Kayu gubal berwarna putih, lambat laun menjadi coklat-kuning
muda.
Gambar 3.7 Bagian-bagian kayu
Tekstur kayu agak kasar merata, lebih halus dari kebanyakan meranti
merah.
Arah serat kayunya terpilin, jarang lurus, kadang-kadang bergelombang.
Permukaan kayu sedikit licin, agak mengkilap sampai mengkilap.
Gambar 3.8 Permukaan Kayu Meranti Putih
Kayu agak keras dan sukar dikerjakan serta cepat menumpulkan alat,
karena mengandung silica.
Penyusutan ke arah radial 1,7 – 2,5% dan penyusutan ke arah tangensial
berkisar 2,2 – 5,7%.
Pengeringan alami untuk papan tebal 2,5 cm sampai kadar air 16%
memerlukan waktu sekitar 90 hari, sedangkan papan tebal 4 cm sekitar
130 hari. Sedangkan dalam dapur pengering memerlukan waktu sekitar
5 hari. Bagian pengeringan yang disarankan 57oC - 77
oC dengan
kelembaban nisbi 70% - 30%.
3.1.4 Sifat Mekanik
Ditinjau dari kuat lenturnya, meranti putih mempunyai indikasi masuk
pada kayu kelas V berdasarkan PKKI 1961, lampiran 2 halaman 64
yaitu kayu termasuk kelas V mempunyai kuat lentur ≤ 360.
Dilihat dari kuat tarik kayu, kayu meranti putih masuk dalam kelas I
yaitu lebih dari 150 kg/cm² dalam PKKI 1961 pasal 5, daftar II halaman
6.
Dilihat dari kuat tekannya, kayu meranti putih masuk dalam kelas IV
berdasarkan PKKI 1961, lampiran 2, halaman 64 yaitu kayu termasuk
kelas IV mempunyai kuat tekan 300-215.
Ditinjau dari kuat gesernya, kayu meranti putih masuk dalam kelas I
dalam PKKI 1961 pasal 5, daftar II halaman 6.
3.1.5 Sifat Kimia
Kadar
1) Selulosa : 53,9%
2) Lignin : 24%
3) Pentosan : 16,5%
4) Abu : 1,4%
5) Silica : 1,1%
Kelarutan
1) Alcohol-benzena : 6%
2) Air dingin : 0,9%
3) Air panas : 4,5%
4) NaOH 1% : 11,4%
Nilai kalor : 4,806 cal/g
3.1.6 Mutu Kayu
Dilihat dari kadar air meranti putih termasuk persyaratan kualitas kayu
B karena ≤ 30 %.
Dilihat dari mata kayu meranti putih termasuk persyaratan kualitas
kayu A dan kualitas kayu B karena tidak melebihi 1/6 dan 1/4 lebar
balok.
Kayu meranti putih tidak termasuk persyaratan kualitas kayu A dan
kualitas kayu B karena tidak mengandung wanflak.
Kayu meranti putih tidak termasuk persyaratan kualitas kayu A dan
kualitas kayu B karena kemiringan arah serat kayu melebihi dan 1/10
dan 1/7 tebal balok.
Kayu meranti putih tidak termasuk persyaratan kualitas kayu A dan
kualitas kayu B karena tidak ada retak-retak arah radial.
Kayu meranti putih secara umum sukar diawetkan, termasuk kelas
awet II-III, umur pakainya mencapai 10-15 tahun.
Untuk kelas pemakaian meranti putih termasuk kelas IV yaitu untuk
konstruksi ringan yang terlindung berada dibawah atap, tidak
berhubungan dengan tanah lembab, dilindungi terhadap kelengasan
dan hanya terbuka terhadap angin dan iklim, tetapi air tidak masuk di
dalamnya.
3.2 Pemanfaatan Meranti Putih
Berdasarkan jenis-jenis kayu perdagangan yang ditinjau dari segi
pemanfaatan, kayu meranti putih termasuk kelompok komersial satu.
Pemanfaatan meranti putih secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2
macam:
3.2.1 Hasil hutan berupa kayu
Kayu meranti putih berfungsi untuk konstruksi ringan yang terlindung
berada dibawah atap, tidak berhubungan dengan tanah lembab, hanya terbuka
terhadap angin dan iklim, tetapi air tidak masuk di dalamnya yakni reng atau usuk
sebuah bangunan; kayu lapis (plywood); veneer dan bahan-bahan mebel,
dikarenakan kayu jenis ini secara umum termasuk sukar diawetkan dan lebih
mudah dikupas.
Gambar 3.9 Kayu Meranti Putih di Pasaran untuk Keperluan Konstruksi
Gambar 3.10 Veneer yang Dihasilkan dari Kayu Meranti Putih
Gambar 3.11 Plywood yang Dihasilkan dari Kayu Meranti Putih
3.2.2 Hasil hutan bukan kayu (HHBK)
Meranti putih memiliki potensi yang bernilai ekonomis seperti
dammar dan lemak tengkawang. Appanah dan Turnbull (1998) menyatakan
secara tradisional damar digunakan untuk membuat obor, dempul perahu,
serta barang kerajinan. Resin aromatic yang dihasilkan berupa styrax
benzaoin (styracaceae) digunakan untuk bahan pengobatan. Selain itu
dammar juga dimanfaatkan dalam industri sepatu, kertas karbon, pita mesin
tik, bahan cat dan vernis. Selanjutnya Poehland et at, (1987) menyatakan
bahwa titerpenes yang diisolasi dari damar dapat digunakan untuk
menghambat secara invitro dalam pengobatan virus herpes simplex tipe I
dan II.
Gambar 3.12 Resin Aromatik Hasil Olahan styrax benzaoin (styracaceae)
Lemak tengkawang (green butter) yang berasal dari biji tengkawang
atau illipe nut dapat diolah menjadi minyak goreng, pengganti coklat, bahan
farmasi, kosmetik, sabun, serta margarine. Sedangkan tanin dapat
dimanfaatkan sebagai bahan penyamak kulit serta pembuatan tinta. Selain
itu, Robinson (1995) menyatakan bahwa tanin merupakan salah satu
senyawa aktif dalam tumbuhan obat dan disebutkan memiliki aktivitas
antioksidan serta menghambat pertumbuhan tumor.
Gambar 3.13 Biji Tengkawang
3.3 Ancaman
Faktor utama yang dapat mengancam kelestarian jenis-jenis meranti putih
(Anthoshorea) di Kalimantan Timur adalah laju degradasi hutan karena berbagai
faktor diantaranya adalah pembalakan liar, kebakaran hutan, perambahan kawasan
hutan, serta kegiatan penambangan liar yang cukup tinggi serta eksploitasi Shorea
spp yang dilakukan secara berlebihan. Hal tersebut berpotensi menyebabkan
penurunan populasi dan keanekaragaman kelompok meranti putih yang dapat
berujung pada punahnya jenis-jenis tertentu khususnya jenis-jenis yang masih
belum banyak dikenal untuk dibudidayakan. Bahkan beberapa jenis Meranti Putih
saat ini keberadaannya masuk dalam kategori tumbuhan yang dilindungi berdasarkan
Daftar Merah IUCN (IUCN Red List).
Potensi ancaman menjadi semakin besar sebab beberapa jenis meranti putih
juga menghasilkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang banyak dicari karna
kegunaannya, seperti jenis-jenis penghasil lemak tengkawang, damar dan tanin.
Upaya-upaya konservasi perlu dilakukan untuk mempertahankan keanekaragaman
jenis Anthoshorea melalui konservasi in situ maupun ex situ.
3.4 Upaya Konservasi
Upaya konservasi in situ terhadap meranti putih dapat dilakukan dengan cara
mempertahankan, melindungi dan mengelola secara bijaksana habitat asli meranti
putih terutama di Kalimantan Timur. Habitat meranti putih tersebar pada berbagai
kawasan hutan seperti hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi dan kawasan
lainnya. Dengan perlindungan dan pengelolaan habitat yang dilakukan secara
optimal dan profesional, secara tidak langsung telah melindungi kelestarian meranti
putih yang tumbuh dan berkembang di dalamnya.
Dalam PP. RI. No. 7 Tahun 1999 Pasal 8 dijelaskan bahwa kegiatan
konservasi in situ dapat dilakukan dengan cara melakukan identifikasi, inventarisasi,
pemantauan (monitoring), pembinaan habitat dan populasinya, penyelamatan jenis,
pengkajian serta penelitian dan pengembangan.
Saat ini di Kalimantan Timur memiliki beberapa kawasan konservasi dengan
luasan mencapai 2.165.198 atau 14,78% dari luas provinsi Kalimantan Timur
(Departemen Kehutanan, 2008). Kawasan-kawasan konservasi tersebut memiliki
pengelola sendiri yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelolanya. Diharapkan
dengan keberadaan instansi yang bertugas khusus untuk mengelola kawasan
konservasi dapat menunjang upaya konservasi secara in situ. Disamping itu, peran
serta seluruh elemen masyarakat sangat menunjang keberhasilan kegiatan
konservasi ini.
Konservasi ex situ meranti putih dilakukan di luar habitat aslinya. Kegiatan
konservasi ini merupakan tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan atau
memulihkan populasi serta mempertahankan keragaman genetis jenis-jenis
tumbuhan yang ingin di konservasi. Dalam pelaksanaannya membutuhkan syarat-
syarat tersendiri yang wajib dipenuhi sehingga proses konservasi dapat berjalan
secara optimal. Dalam PP.No 7. Tahun 1999 pasal 16, syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk melakukan upaya pengembangbiakan tumbuhan dan satwa secara ex
situ (di luar habitat aslinya) yakni: menjaga kemurnian jenis, menjaga
keanekaragaman genetik, melakukan penandaan dan sertifikasi, serta membuat
daftar buku silsilah.
Salah satu hambatan dalam usaha konservasi ex situ meranti putih adalah
produksi buah yang akan dijadikan bibit tidak teratur tiap tahunnya. Mackinnon et
al, (2000) menyebutkan bahwa pembungaan dan pembentukan buah secara missal
pada Dipterocarpaceae terjadi dalam daur 5-7 tahun sekali. Hal tersebut
menyebabkan pasokan benih menjadi berkurang. Namun kendala ini dapat di
atasi dengan melakukan upaya alternatif melalui perbanyakan vegetatif (stek pucuk,
kultur jaringan, dan lain-lain).
Kegiatan konservasi ex situ juga dapat dikatakan sebagai tindakan domestikasi
tumbuhan sehingga pada akhirnya dapat dibudidayakan secara luas. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa upaya budidaya meranti putih dapat dikatakan
sebagai salah satu upaya konservasi ex situ. Kegiatan budidaya dapat dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang Hutan Tanaman Industri (HTI)
maupun oleh masyarakat secara individu atau kelompok.Kegiatan konservasi ex situ
juga dapat dilakukan melalui tindakan rehabilitasi dan penghijauan, khususnya pada
lahan-lahan kritis. Sebagai jenis yang tumbuh di Kalimantan, diharapkan kegiatan
rehabilitasi meranti putih tidak menemui kendala yang besar karena secara ekologis
mudah beradaptasi dengan kondisi habitat dan ekologi Kalimantan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Keanekaragaman jenis meranti cukup tinggi, mencapai hingga ratusan jenis di
seluruh dunia. Ada sekitar 194 jenis yang tersebar di Asia Tenggara, 135 diantaranya
mendominasi hutan di Kalimantan dan 48 jenis dengan 2 sub spesiesnya ada di
Kalimantan Timur dan dapat dijumpai dalam tipe hutan bekas terbakar, bekas
tebangan, maupun hutan primer dan sekunder pada ketinggian 0-700 meter dpl
dengan curah hujan tipe A dan B, masa tumbuh/panennya termasuk dalam tipe
sedang sekitar 10-30 tahun.
Kayu Meranti Putih memiliki struktur dengan pori kayu soliter diameternya
antara 200-400 mikron, parenkimnya paratrakeal berbentuk selubung tidak lengkap,
aliform sampai konfluen dan parenkim apotrakeal yang berupa pita-pita pendek. Jari-
jari kayu seluruhnya multiserat dan heteroselular.
Ditinjau dari sifat fisiknya, kayu Meranti Putih memiliki berat jenis berkisar
antara 0,42 sampai 0,91; jika masih segar kayu teras berwarna hampir putih kemudian
menjadi coklat-kuning lalu lebih gelap semu-semu coklat. Tekstur kayu agak kasar
merata; arah serat kayunya terpilin; permukaan kayu agak licin; agak keras dan sukar
dikerjakan; dan mempunyai penyusutan ke arah radial 1,7 – 2,5% dan ke arah
tangensial berkisar 2,2 – 5,7%.
Ditinjau dari sifat mekaniknya, kayu Meranti Putih termasuk kelas V dalam
kuat lentur; kelas I dalam kuat tarik kayu; kelas IV dalam kuat tekan; dan kelas I
dalam kuat geser.
Ditinjau dari sifat kimianya, kayu Meranti Putih mengandung 53,9% selulosa;
24% lignin; 16,5% pentosan; 1,4% abu; 1,1% silica. Kelarutan dalam alcohol-
benzena sebesar 6%; dalam air dingin sebesar 0,9%; dalam air panas 4,5%; dalam
NaOH1%; dan mempunyai nilai kalor sebesar 11,4%.
Mutu kayu Meranti Putih dilihat dari kadar airnya termasuk mutu kayu B;
dilihat dari mata kayu termasuk mutu kayu A dan B; dilihat dari kandungan wanflak
tidak termasuk mutu kayu A dan B; dilihat dari kemiringan arah serat tidak termasuk
mutu kayu A dan B; dilihat dari retak arah radial tidak termasuk mutu kayu A dan B;
dilhat dari keawetan termasuk kelas awet II-III; dilihat dari guna pemakaian termasuk
kelas IV.
Potensi keanekaragaman jenis meranti putih (Anthoshorea) dapat
dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kepentingan secara ekonomis dan ekologis.
Terdapat beberapa permasalahan yang dapat menganggu dan mengancam
keanekaragaman jenis meranti putih di Kalimantan Timur, seperti laju degradasi dan
deforestasi yang tinggi serta ekslopitasi kayu meranti putih yang dilakukan secara
berlebihan.
4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kayu meranti putih, seperti
pengaruh steam dan kekuatan konstruksinya sehingga diharapkan kayu meranti putih
bisa menjadi kayu konstruksi yang sesuai dengan PKKI 1961.
Kegiatan identifikasi dan eksplorasi keanekaragaman jenis kelompok meranti
putih (Anthoshorea) masih perlu dilakukan untuk menginventarisir keanekaragaman
jenis serta wilayah distribusinya di Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki
kawasan hutan alam cukup luas.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum. (1961). Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia
(PKKI). Bandung: Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan.
Dumanauw, J.F. (1982). Mengenal Kayu. Yogyakarta: KANISIUS (Anggota IKAPI).
Kessler. P.J.A., Sidiyasa, K. (1999). Pohon-pohon hutan kalimantan timur. pedoman
mengenal 280 jenis pohon pilihan di daerah balikpapan-samarinda. Indonesia.
Vol. 280.
Kustini, I., Rizki, Ardho. (2013). Perbandingan antara kayu meranti merah dan
meranti putih ditinjau dari kualitas kayu berdasakan PKKI 1961. Jurnal Kajian
Pendidikan Teknik Bangunan, Vol .2, No 02/JKPTB/8.
Ramadhan, Fandwin. (2014). Tugas tentang kayu sebagai material bahan bangunan.
Diambil pada 23 Februari 2014 dari
http://www.scribd.com/doc/201653460/Tugas-Kayu-Scribd.
Sugiyanti, S. (2011). Jenis dan kerapatan tumbuhan meranti penghasil damar. Jurnal
Wahana-Bio Volume VI Desember 2011.
Yusliansyah. (2007). Hasil hutan ikutan dari dipterocarpaceae, jenis, status
penelitian dan strategi pengembangan. InfoTeknis Dipterokarpa. Vol.1 No.1,
November 2007. Samarinda.