Volume 2 Nomor 1 Januari 2021 E-ISSN: 2729-9164 Al-Tafaqquh: Journal of Islamic Law, Fakultas Agama Islam UMI | 29 MENYOAL GERAKAN SALAFI DI INDONESIA (Pro-Kontra Metode Dakwah Salafi) Wahyudin Universitas Muslim Indonesia, Makassar, [email protected]Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk memotret gerakan dakwah yang diusung sebuah kelompok yang dilabeli gerakan salafi, sebuah gerakan atau manhaj dakwah yang saat ini sedang banyak diganrdrungi oleh banyak kalangan terutama kalangan menengah ke atas yang berbasis di perkotaan bahkan masuk menerobos dinding kampus perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kata salafi dinisbahkan kepada kelompok yang mengusung tema dakwah yang ingin mengajak umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang murni sebagaimana pemahaman salaf al-shalih dari Nabi saw dan kalangan sahabat dan generasi tab’in dan dipengaruhi oleh pemikiran Muhamamd bin Abdul Wahhab. Gerakan dakwah salafi ditenggarai masuk ke Indonesia di awal tahun 80-an, umumnya dibawa dan dikembangkan oleh alumni perguruan tinggi lulusan Timur Tengah terutama dari Saudi Arabia, Pakistan dan Yaman. Untuk melebarkan sayap dan mengembangkan dakwah mereka, kelompok salafi disamping melalui jalur dakwah bi lisan dan bi al-kitabah, mereka juga membentuk lembaga yang bergerak dibidang pendidikan dan sosial bahkan masuk ke ranah politik melalui parlemen. Metode dakwah yang dibawa oleh kelompok ini yang cenderung menyalahkan amalan-amalan umat Islam yang berbeda dengan pemahamannya yang akhirnya menuai pro-kontra di tengah masyarakat Islam. Kata Kunci: Salaf, Salafi, Dakwah, Ideologi, Radikal. A. Pendahuluan Salah satu di antara ciri para pengikut manhaj salafi adalah mereka memiliki semangat yang besar dan militansi yang hebat dalam menyebarkan dan mengajarkan dakwah Islam, mereka tidak mudah patah semangat dalam memberikan nasehat dan pengajaran kepada umat manusia secara umum dan kaum muslimin secara khusus. Di antara jargon dan materi dakwah yang sering diusung oleh gerakan salafi adalah kembali kepada al-Qur’an dan sunnah nabi sesuai pemahaman sahabat dan kalangan tabi’in yang kemudian dikenal dengan gelar “ salaful al-shalih”. Disamping itu, juga senantiasa menginga tkan dan mengajak umat Islam agar membebaskan diri dari segala bentuk Takhayul, Bid’ah, dan Khurafat. Dalam rangka pengajaran akan pentingnya tauhid dalam Islam dan bahaya segala hal yang dianggap bertentangan dengan apa yang telah dicontohkan dan digariskan oleh Nabi saw. 1400 tahun yang lalu terutama dalam soal pelaksanaan ibadah mahdhah dan ajaran pokok dari ajaran Islam, maka gerakan dakwah menjadi sebuah keniscayaan dan para dai atau muballiq menjadi ujung tombak dalam menyuarakan dan menyebarkan ajaran agama kepada umat manusia.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Volume 2 Nomor 1 Januari 2021 E-ISSN: 2729-9164
Al-Tafaqquh: Journal of Islamic Law, Fakultas Agama Islam UMI | 29
5 Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji, al-Wajiiz fii 'Aqiidah Salaf as-Shalih, h. 25
Volume 2 Nomor 1 Januari 2021 E-ISSN: 2729-9164
Al-Tafaqquh: Journal of Islamic Law, Fakultas Agama Islam UMI | 36
Dalam sebuah hadis, Nabi saw pernah mengisyaratkan tentang hal tersebut agar umat
Islam senantiasa berpegang teguh kepada al-Qur’an dan sunnah Nabi saw dengan jalan
mencontoh pola hidup sebagaimana telah dicontohkan oleh beliau, senantiasa berpegang teguh
kepada al-Sunnah meski berada pada zaman dimana banyak terjadi perselisihan dan perbedaan
pendapat. Nabi saw bersabda, sebagaimana dijelaskan oleh Abu Najih ‘Irbadh bin
Saariyah , “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan sebuah nasihat
kepada kami dengan nasihat yang membuat hati bergetar dan air mata bercucuran. Maka
kamipun mengatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah. Seolah-olah ini merupakan nasihat
dari orang yang hendak berpisah. Maka sudilah kiranya anda memberikan wasiat kepada
kami”. Beliau pun bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian supaya senantiasa bertakwa
kepada Allah. Dan tetaplah mendengar dan taat (kepada pemimpin). Meskipun yang
memimpin kalian adalah seorang budak. Karena sesungguhnya barangsiapa yang hidup
sesudahku niscaya akan menyaksikan banyak perselisihan. Maka berpeganglah dengan
Sunnahku, dan Sunnah para khalifah yang lurus dan berpetunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan
gigi-gigi geraham. Serta jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan (di dalam agama).
Karena semua bid’ah (perkara yang diada-adakan dalam agama) adalah sesat.”
Hadis di atas, Rasulullah saw telah memberikan sebuah tuntunan bagi umat Islam
dimana saja berada ketika mereka telah menyaksikan banyak perselisihan dan pertentangan
terutama dalam soal agama, agar umat ini senantiasa berpegang teguh kepada al-Qur’an dan
Sunnah Nabi saw dan apa-apa yang telah dicontohkan oleh sahabat dari kalangan Khulafa’ur
Rasyidin, senantiasa mentaati pemimpin atas dasar taqwa kepada Allah swt.
Imam Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud Khulafa’ur Rasyidin adalah para
sahabat yang menjadi khalifah sesudah wafatnya Nabi saw yaiyu khalifah yang empat yaitu;
Abu Bakar al-Shiddiq, ‘Umar bin l-Khattab, ‘Utsman bin Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib, hal
ini senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Imam Ibnu Daqiq al-Ied bahwa khulafa
al-rasyidun adalah keempat sahabat Nabi saw yang menjadi khalifah, dan hal ini berdasarkan
atas ijma’ (kesepakatan) ulama. (Ad Durrah As Salafiyah, hal. 201-202).
Sementara Syekh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dalam secara panjang lebar
menguraikan makna dan menjelaskan hadis di atas mengatakan bahwa, “ketika
Rasul saw memerintahkan kita ketika melihat perselisihan dan banyak pertentangan dalam soal
agama, supaya berpegang teguh dengan sunnah beliau. Arti dari ungkapan ‘alaikum bi
sunnatii ialah berpegang teguhlah dengan sunnah Nabi saw...”. lebih jauh, beliau menjelaskan
bahwa, “makna kata “Sunnah” yang dimaksud dalam hadis Nabi di atas adalah jalan yang
beliau telah tempuh dan telah contohkan, yang mencakup akidah, akhlak, amal, ibadah dan lain
Volume 2 Nomor 1 Januari 2021 E-ISSN: 2729-9164
Al-Tafaqquh: Journal of Islamic Law, Fakultas Agama Islam UMI | 37
sebagainya semasa hidup beliau. Karena itu, kiita harus berpegang teguh dengan sunnah ajaran
beliau, dan kita pun harus bertahkim kepadanya dalam artian hanya mengikuti hukum-hukum
yang telah Nabi saw telah tetapkan dalam berbagai persoalan kehidupan, sembari beliau
mengutip firman Allah swt pada QS. Al-Nisa/: 4: 65, yang terjemahnya, “Maka demi
Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam
hati mereka terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” Dengan demikian, mengikuti sunnah Nabi saw adalah satu-satunya jalan
keselamatan bagi orang yang dikehendaki Allah untuk selamat dari berbagai perselisihan dan
berbagai macam kebid’ahan…” (Syarh Riyadhush Shalihin, I/603).
Penjelasan dan uraian Syaikh ‘Utsaimin di atas berbeda dengan keterangan Imam Al
Mubarakfuri, penulis buku “Sirah al-Nabawiyah”, beliau mengatakan, “Sesungguhnya hadits
itu umum berlaku bagi setiap khalifah yang lurus dan tidak dikhususkan bagi dua orang saja
dari kalangan sahabat Abu Bakar dan ‘Umar saja. Dan telah dimaklumi berdasarkan kaidah-
kaidah syari’at bahwa seorang khalifah atau pemmpin umat tidak diperkenankan untuk
menetapkan suatu jalan atau hukum selain jalan dan hukum yang ditempuh oleh Nabi saw.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan dalam Majmu’ Fatawa, bahwa; “Adapun
yang dimaksud dengan Sunnah (ajaran) Khulafa’ al-Rasyidun maka sebenarnya mereka para
khalifah tersebut tidaklah menggariskan sebuah ajaran kecuali ajaran tersebut berdasarkan
perintah atau petunjuk beliau (Nabi saw), maka dengan begitu, apa yang menjadi ketetapan
atau pemahaman yang dibuat oleh para sahabat Nabi tersebut, maka hal tersebut termasuk
bagian dari sunnah Nabi saw…” (dinukil dari Limadza, hal. 73-75).
Dari penjelasan para ulama di atas ialah dapat ditarik satu kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan “sunnah khulafa’ al-Rasyidin” adalah pemahaman dan pengamalan para
sahabat Nabi saw terhadap berbagai persolan agama patutlah dicontoh dan diikuti karena para
khalifah tersebut tentulah senantiasa meniti jalan sebagaimana jalan pemahaman dan
penerapan Islam yang diajarkan oleh Nabi saw kepada mereka. Dengan demikian, dapat juga
dikatakan bahwasanya jalan keluar dan solusi tepat bagi umat Islam dari sekian banyak
perselisihan dan pertentangan terutama dalam soal agama sebagaimana yang disaksikan
dengan mata kepala kita pada hari ini berupa munculnya berbagai macam firqah (kelompok
keagamaan), sekte dan aliran-aliran adalah dengan senantiasa berpegang teguh terhadap sunnah
(ajaran) Rasulullah saw. dengan mengikuti pemahaman para sahabat radhiyallahu’anhum, dan
Volume 2 Nomor 1 Januari 2021 E-ISSN: 2729-9164
Al-Tafaqquh: Journal of Islamic Law, Fakultas Agama Islam UMI | 38
dengan bahasa yang sederhana adalah mengikuti manhaj salaf dan inilah hakekat dari
pemahaman aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.6
2. Sejarah Perkembangan Salafi di Indonesia
Kemunculan dan berkembangnya kelompok Salafi di Indonesia tidak dapat dilepaskan
dari pengaruh ide-ide dan gerakan pembaruan yang dilancarkan oleh Muhammad ibn ‘Abd al-
Wahhab di kawasan Jazirah Arabia yang pada akhirnya masuk ke Indonesia.7
Menurut Abu Abdirrahman al-Thalibi, salah seorang tokoh salafi Indonesia
mengatakan bahwa ide pembaruan Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhab diduga pertama kali
dibawa masuk ke kawasan nusantara oleh beberapa ulama asal Sumatera Barat pada awal abad
ke-19. Inilah gerakan Salafiyah pertama di tanah air yang kemudian lebih dikenal dengan
gerakan kaum Padri, yang salah satu tokoh utamanya adalah Tuanku Imam Bonjol yang
pergerakannya berlangsung dalam kurun waktu antara tahun1803-1832. Tentu hal ini berbeda
dengan keterangan yang dikemukakan oleh Ja’far Umar Thalib dalam salah satu tulisannya8
mensinyali bahwa gerakan salafi ini sebenarnya telah mulai muncul bibitnya pada masa Sultan
Aceh Iskandar Muda yang muncul pada tahun 1603 sampai tahun1637.
Dalam perkembangannya, ide pembaruan dan purifikasi yang digagas oleh Muhammad
bin Abd. Wahhab di jazirah Arab ini secara signifikan juga kemudian memberikan pengaruh
pada gerakan-gerakan Islam modern yang lahir di Indonesia pada awal sebelum kemerdekaan,
seperti Muhammadiyah, PERSIS, dan Al-Irsyad. Semboyan “kembali kepada al-Quran dan al-
Sunnah” serta pemberantasan Takhayul, Bid’ah dan Churafat (TBC), menjadi isu mendasar
yang diusung dan dakwahkan oleh gerakan-gerakan ini, meskipun ide dan slogan ini tidaklah
sepenuhnya dianut dan dijalankan oleh ormas dan gerakan modern ini, ditambah lagi dengan
munculnya ide dan gagasan ide liberalisasi Islam yang nyaris dapat dikatakan telah menempati
posisinya di setiap gerakan tersebut.
Di tahun 80-an, -seiring dengan maraknya gerakan kembali kepada Islam di berbagai
kampus di Tanah air- mungkin dapat dikatakan sebagai tonggak awal kemunculan gerakan
Salafiyah modern di Indonesia.9 Di awal tahun inilah bermunculan tokoh-tokoh salafi yang
dengan semangat dan gencar menyebarkan ide dan paham salafi.
6 Artikel www.muslim.or.id
7 Muhammad Ikhsan, Gerakan Salafi Modern di Indonesia, Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak,
Meluruskan Sikap Keras Dai Salafi , Jakarta: Hujjah Press, 2013
8 Ja’far Umar Thalib: Sang Ustadz yang Penuh Warna. www.tempointeraktive.com.
9 Muhammad Ikhsan, Sejarah Gerakana Salafi Modern di Indonesia
Volume 2 Nomor 1 Januari 2021 E-ISSN: 2729-9164
Al-Tafaqquh: Journal of Islamic Law, Fakultas Agama Islam UMI | 39
Di samping Ja’far Umar Thalib, alumni salah satu perguruan tinggi di Pakistan dan pernah
terlibat dalam kegiatan jihad di Afghanistan sebagai tokoh sentral dari gerakan ini yang banyak
bersentuhan dengan pemikiran Syekh Muqbil bin al-Hadi dan banyak terobsesi oleh ide-ide
dari Sayyid Qutub, terdapat beberapa tokoh lain yang dapat dikatakan sebagai penggerak awal
Gerakan Salafi Modern di Indonesia, seperti: Yazid Abdul Qadir Jawwaz (Bogor), Abdul
Hakim Abdat (Jakarta), Muhammad Umar As-Sewed (Solo), Ahmad Fais Asifuddin (Solo),
dan Abu Nida’ (Yogyakarta).
Perkembangan dakwah salafi di Indonesia dewasa ini secara historis tidak dapat juga
dipisahkan dengan kehadiran dua pesantren yaitu Pesantren Al-Irsyad Tengaran-Salatiga dan
Pesantren Al-Furqon Gresik, kedua pesantren ini menjadi tempat menuntut ilmu pada da’i
salafiyah, sebelum menuntut ilmu ke timur tengah. Perkembangan dakwah salaf dewasa ini
sudah sampai ke pelosok pelosok negeri, dengan tersebarnya para da’i yang bermanhaj salaf
dan pondok pesantren serta yayasan pendidikan di berbagai tempat. Kecenderungan yang kami
amati bahwa alumni yang pendidikan dari Madinah (Universitas Islam Madinah) dan dari
Yaman setelah kembali ke tanah air mereka menempuh jalan dakwah dan menjadi da’i di
daerah asal mereka masing-masing, ada yang menjadi pengajar di pesantren sekaligus menjadi
da’i di masyarakat.
Di media televisi dan radio juga marak dakwah yang dilakukan oleh para da’i salafi, di
antara televisi yang bermanhaj salaf antara lain Rodja TV, Insan TV, Ummat TV, Wesal TV,
Hang TV, Surau TV, dll. Di berbagai wilayah juga sering diadakan tabliq akbar oleh da’i salafi
yang dihadiri oleh ribuan ummat Islam.
Untuk perkembangan dakwah salafi di wilayah Sulawesi Selatan tidak terlepas dari
peranan ormas Wahdah Islamiyah yang berpusat di Makassar dan sudah memiliki cabang
hampir di seluruh pelosok Indonesia. Ormas ini secara serius dan intens melakukan
pengkaderan dai dan muballiq yang kemudian para da’i tersebut disebar ke berbagai cabang
untuk berdakwah. Dakwah salafi di Sulawasi juga tidak lepas dari munculnya Pesantren as-
Sunnah” yang beralamat di Baji Rupa Kota Makasaar dengan tokoh sentral dan paling
menonjol adalah Ustadz Zulqarnain Bin Sunusi yang sering berdakwah ke berbagai tempat di
Sulawesi Selatan, bahkan ke pulau Jawa dan Kalimantan dan bahkan ke luar negeri seperti
Malaysia.
3. Pro-kontra gerakan salafi di Indonesia
Di tengah berkembang dan merebaknya dakwah yang bercorak salafi diberbagai
kalangan dan kawasan, ternyata dakwah salafi tidak lepas dari berbagai dari tudingan berbagai
kalangan, ada yang menuduh dakwah salafi sebagai dakwah radikal, intoleran dan tertutup
Volume 2 Nomor 1 Januari 2021 E-ISSN: 2729-9164
Al-Tafaqquh: Journal of Islamic Law, Fakultas Agama Islam UMI | 40
untuk menerima perbedaan pendapat bahkan ada yang mengarang buku dengan judul ‘Sejarah
Berdarah Salafi Wahabi. Di dalam buku tersebut penulis mengaitkan antara ajaran salafi
dengan Wahabi, dan menganggap perjuangan untuk mendirikan kerajaan Saudi Arabia sebagai
perjuangan berdarah.
Ada juga yang menganggap bahwa aliran salafi dekat dan terobsesi dengan gerakan
Ikhwanul Muslimin yang muncul dan berkembang di Mesir, meski dalam kenyataannya
gerakan salafi sama sekali tidak berkaitan dengan Ikhwanul Muslimin, bahkan sangat bertolak
belakang dalam berbagai persoalan diantaranya adalah masalah demokrasi dimana Ikhwanul
Muslimin menerima demokrasi sebagai model perpolitikan, sementara salafi menganggap
demokrasi bukan merupakan cara yang Islami dalam berpolitik, termasuk masalah demontrasi
Ikhwanul Muslimin membolehkan sedangkan bagi salafi demonstrasi sesuatu yang
diharamkan, meski ada juga sebagian kelompok salafi yang membenarkan demontrasi sebagai
wadah penyampaian aspirasi. Simpulnya, gerakan salafi tidaklah identik secara utuh dan
bahkan banyak berbeda dengan gerakan dan pemahaman gerakan Ikhwanul Muslimin.
Gerakan salafi adalah pewaris dakwah teologi puritan dari gerakan Wahabi yang
muncul pada abad ke-18 di Jazirah Arab. Sebagai gerakan dakwah pewaris tradisi
wahhabiyah, gerakan dakwah salafi dikenal sebagai sebuah gerakan dakwah dengan
ideologi teologi puritan radikal. Ajakan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
merupakan agenda utama dari dakwah puritan ini. Selain dikenal sebagai kumpulan
muslim puritan radikal, gerakan salafi juga dikenal sebagai gerakan dakwah anti
hizbiyyah, gerakan yang tidak melibatkan diri dalam wilayah politik praktis.
Orang-orang salafi dikenal sebagai kelompok yang sangat keras dan tidak mau
berkompromi
dalam memegang prinsip doktrin salafi. Mereka tidak segan untuk mengkritik dan memandang
sesat kumpulan lain yang dipandang tidak mengamalkan ajaran agama sesuai dengan kaedah
dasar mereka. Sebutan ahli bid‘ah adalah salah satu tuduhan yang sering dikeluarkan mereka
untuk menyerang kelompok lain. Tuduhan ini tidak hanya ditujukan bagi kumpulan yang
dipandang sebagai kumpulan Islam moderat atau bahkan Islam liberal, tetapi juga kepada
beberapa kelompok Islam fundamentalis muslimin lain seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut
Tahrir, al-Qaeda dan Jama‘ah Islam (JI) (al-Husaini, t.t.; Baabduh, 2005; Zulfidar Akaha, 2006; As-
Sewed, 2006).
Tuduhan-tuduhan yang sering dialamatkan kepada beberapa gerakan tersebut di atas,
mempunyai hubungan erat dengan sikap eksklusif dan tertutup dari kelompok salafi dalam
memegang dan memandang doktrin Islam. Kaum salafi mengklaim diri mereka sebagai satu-
Volume 2 Nomor 1 Januari 2021 E-ISSN: 2729-9164
Al-Tafaqquh: Journal of Islamic Law, Fakultas Agama Islam UMI | 41
satunya kelompok ahlussunnah, pengamal Islam sejati berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul
dengan sesuai dengan praktik yang dilaksanakan oleh Rasulullah dan para Sahabat, serta
generasi awal umat Islam (al-salaf al-shalih)..
Salah satu tuduhan yang sering dialamatkan kepada dakwah salafi adalah bahwa salafi
cenderung sebagai gerakan radikal dan intoleran. Maka sebelum kita mengidentifikasi apakah
aliran salafi adalalah aliran radikal, maka yang perlu dipahami terlebih dahulu adalah apakah
yang dimaksud dengan aliran radikal atau fundamental?.
Secara harfiah, kata fundamental dimaknai sebagai; (1) ciri-ciri alami permukaan tanah
yang tidak dapat diubah oleh manusia, (2) azas/pondasi, (3) dasar teori atau prinsip dasar.
Berasal dari bahasa latin Fundamentum dari funder yang berarti meletakkan dasar.10
Kaum fundamentalis yang berbahasa Arab menggunakan beberapa istilah untuk
menyebut diri mereka. Antara lain, “Usuliyyah al-Islamiyah” (dasar-dasar Islam), “Sahwah al-
Islamiyah” (kebangkitan Islam). Tetapi, golongan-golongan yang kurang simpati, malah
menyebutnya dengan istilah “muta’assibiy” (orang-orang fanatik) atau “mutatarrifin” (orang-
orang radikal). Pemerintah secara khusus menggunakan istilah ekstrim kanan untuk menyebut
kaum fundamentalis. Kelompok ini dituduh ingin mengganti Negara Pancasila dengan Negara
Islam. Di Malasyia, istilah puak pelampau (orang-orang ekstrim) atau puak pengganas (orang-
orang kejam) telah lazim digunakan oleh media massa untuk mengganti istilah kaum
fundamentalis.11
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, fundamentalisme diartikan sebagai
fun·da·men·tal·is·me/ /fundaméntalisme/ n paham yang cenderung untuk memperjuangkan
sesuatu secara radikal.12 Sementara kata radikalisme dalam bahasa arab diartikan dengan :
mutaharrif (hal yang melebihi batas, ekstrimisme)13. Namun pada kamus lain disebutkan
bahwa radikalisme dalam bahasa Arab adalah kata jadian yaitu radikaliyyah14.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia radikalisme diartikan sebagai paham atau aliran
yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau
10The Lottery, The Heritage Illustrated Dictionary of The English Language, Vol. I (t.t:
Houghton Mifflin Company Publish, 1979.
11Yusril Ihza, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam (Perbandingan Partai Masyumi Indonesia dan Partai Jama’at-i-Islami Pakistan), Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1999..
12 https://kbbi.web.id/fundamentalisme
13Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic (Arabic-Inglish) (Cet. III; London: