MENENTUKAN MOMEN TENSOR GEMPA BUMI DI JEPANG PADA 4 OKTOBER 2004 MID NIIGATA PREF LILIS EKA RACHMAWATI 1110100041 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014
MENENTUKAN MOMEN TENSOR GEMPA BUMI DI JEPANG
PADA 4 OKTOBER 2004 MID NIIGATA PREF
LILIS EKA RACHMAWATI
1110100041
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di bumi 90% gempa yang terjadi berasal dari kegiatan tektonik. Seperti juga di
Jepang, aktivitas lempeng tektonik yang terjadi seringkali menjadi pemicu timbulnya
gempa atau jishin. Sekitar 1.500 kali gempa bumi menyerang negara kepulauan ini setiap
tahun. Gempa bumi atau dalam bahasa Jepang diistilahkan dengan jishin adalah suatu
peristiwa pelepasan energi gelombang seismic berupa getaran atau goncangan yang
sangat kuat baik getaran vertical maupun secara horizontal. Pelepasan energi yang
diiringi goncangan hebat ini disebabkan oleh deformasi dan pergerakan lempeng
tektonik, peristiwa vulkanisme atau bisa juga disebabkan oleh runtuhan masa tanah yang
besar (terban) atau longsor. Frekuensi gempa yang ada di Jepang menunjukkan angka
yang sangat tinggi, karena itu Jepang merupakan negara yang paling banyak mengalami
gempa. Jepang mengalami 20 persen gempa bumi terbesar di dunBO karena posisinya
yang terletak di antara empat lempeng besar bumi yang termasuk kawasan cincin api
pasifik (ring of fire).
Palung-palung di Jepang merupakan zona subduksi atau zona pertemuan
lempeng Palung-palung laut (trench) yang ada di sekitar laut kepulauan Jepang
kebanyakan tebentuk akibat pergerakan konvergen dari lempeng bumi dimana salah satu
dari lempeng yang bertubrukan menujam ke bagian dalam bumi. Pada peristiwa
tumbukan antara lempeng samudra dan lempeng benua, salah satu lempeng yang
densitasnya paling besar yaitu lempeng samudra akan tertekuk atau menghujam ke
bawah dengan sudut 30 hingga 45 derajat. Lempeng yang menghujam tersebut menyusup
di bawah lempeng benua dan masuk ke astenosfera. Daerah pertumbukan tersebut
dinamakan zona subduksi. Frekuensi gempa bumi di Jepang yang cukup sering dan
berefek sangat serius kebanyakan berasal dari kegiatan tektonik pada zona subduksi ini.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 INVERSI MOMENT TENSOR
Pengetahuan yang mendetail tentang proses sumber seismik dibutuhkan untuk
meningkatkan pemahaman tentang gempa bumi dan struktur bumi. Proses sumber seismik
menggambarkan proses dinamika bumi. Pengamatan seismograf adalah gabungan yang
kompleks dari tanda dan efek perambatan. Pengetahuan tentang efek perambatan
membolehkan kita untuk menghambat proses fisis sumber. Dengan menggunakan sampel
bentuk gelombang seismik yang terbatas dari broadband seismograf yang jarang dan terletak
di permukaan kita dapat menginterpretasikan fenomena alam yang rumit yang telah terjadi
jauh di dalam bumi.
Mengenai usaha ini, banyak prosedur yang telah dikembangkan, jadi kita dapat
memperhitungkan sintetik seismogram yang dapat diperbandingkan dengan seismogram hasil
pengamatan. Berbagai macam proses seperti proses sumber seismik dan proses perambatan
(respon struktur bumi dan pelambatan) mempengaruhi pergerakan pada titik pengamatan, dan
semuanya dikombinasikan dalam operator sintetik konvolusi. Karena efek-efek ini dapat
diperlakukan sebagai garis penghubung untuk orde pertama, maka ini menjadi mudah untuk
menguji perubahan signifikan dalam sintetik yang disebabkan oleh bermacam-macam
operator yang terpisah.
Fungsi Green secara umum adalah penggabungan dari fungsi respon, efek proses
perambatan, dengan unit impulsif dan/atau gaya (Gambar 1). Adalah penting untuk
menggunakan secara akurat fungsi Green dalam upaya memperoleh solusi-solusi yang sesuai,
karena fungsi Green sensitif terhadap mekanisme sumber dan kedalaman di dalam proses
menganalisis sumber pecahan.
Gambar 1. Konsep fungsi Green dalam proses sumber seismik.
Dengan menggunakan inversi momen tensor, proses sumber gempa secara detail
dapat didapatkan dari pengamatan data. Momen tensor untuk berbagai jenis gempa bumi
dapat di tentukan secara rutin. Juga mencoba dan melakukan modeling kesalahan dengan
memperlakukan secara hati-hati dan seksama dari data tersebut dapat menghasilkan
pengetahuan penting sekitar sumber gempa (Yoshida 1995).
Karena momen tensor seismik selalu simetris, maka momen tensor dapat
dideskripsikan sebagai pasangan ganda pada setiap saat. Juga kita dapat memperlakukan
sumber dan proses perambatan sebagai penghubung linear. Sehingga dimungkinkan untuk
membangun pengamatan bentuk gelombang dengan menjumlahkan perpindahan berat
momen tensor untuk tiap-tiap momen tensor (fungsi konvolusi dari fungsi Green dan fungsi
waktu sumber). Karena hanya untuk pasangan ganda, jumlah komponen-komponen bebas
dari momen tensor adalah lima. Kita dapat memilih pasangan ganda, m1, …, m5, sebagai
dasar momen tensor.
Umumnya, komponen vertical dari pengamatan bentuk gelombang seismik di stasiun untuk
gempa yang biasa dapat di tunjukkan sebagai berikut
u j( t )=∑q=1
5
∫ dτ∫∫∫VG jq ( t−τ , x , y , z )M q ( τ , x , y , z )dV +e0
(1)
dimana V mewakili sumber ruang, Gjq adalah fungsi Green lengkap, Mq adalah densitas dasar
momen tensor dan eo adalah kesalahan pengamatan. Kita menggambarkan proses sumber
seismik sebagai titik sumber model.
u j( t )=∑q=1
5
∫G jq ( t−τ , xc , yc , zc ) M q' ( τ , xc , yc , zc)dτ+eo+em
=∑q=1
5
M q} } } Int {G rSub { size 8{ ital jq } } \( t - τ,x rSub { size 8{c} } ,y rSub { size 8{c} } ,z rSub { size 8{c} } \) T \( t \) dτ+e rSub { size 8{o} } +e rSub { size 8{m} } } } { ¿¿¿¿
(2)
dimana M q'
dan M q} } } {¿ ¿¿ adalah momen tensor pada pusat sumber( xc , yc , zc ) , T(t) adalah fungsi
sumber waktu, dan em adalah kesalahan modeling. Untuk sederhananya, kita asumsikan
eo+em menjadi Gaussian dengan nilai tengah nol dan kovarian σ j2 I .
σ j adalah standar
deviasi gelombang P, yang proporsional dengan amplitudo bentuk gelombang. Kita
asumsikan σ j proporsional terhadap amplitudo maksimum gelombang masing-masing dari
bentuk gelombang hasil pengamatan. Rumus pengamatan (21) dapat ditulis ulang dalam
bentuk vektor:
d j=G (T ( t ) , xc , y c , zc )j m+e j (3)
Juga dapat ditulis ulang dalam bentuk vector sederhana seperti berikut :
d=¿ [uud( t1) ¿ ] [uud( t2 )¿ ] [⋮¿ ] [uns( t1 ) ¿ ] ¿¿
¿¿,
G=¿[Gud
m1( t 1) Gud
m2( t1 ) ⋯ Gud
m5( t1 )¿ ][Gud
m1( t 2) Gud
m2( t 2) ⋯ Gud
m5( t 2)¿ ] [ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮¿ ] [Gns
m1( t 1) ⋮ ⋮ G ns
m5( t1) ¿]¿¿
¿¿,
m=¿ [ m1 ¿ ] [m2 ¿ ] [m3 ¿ ] [m4 ¿ ] ¿¿
¿¿, (4)
dan dimana secara berturut-turue d dan e adalah N-dimensi data dan vector kesalahan, a
adalah vector parameter model 5-dimensi, G adalah N x 5 koefisien matriks. Penyelesaian
persamaan matriks di atas diperoleh dengan menggunakan pendekatan least square, jika
bentuk gelombang pengamatan (d) dan konvolusi fungsi Green dengan fungsi waktu dari
sumber (G) telah diketahui. Kita menentukan kedalaman hiposentral dan durasi dan bentuk
fungsi waktu sumber dengan metode grid karena ini diperlukan untuk inversi momen tensor.
Jika kita asumsikan velocity gelombang P dan S dekat dengan area sumber gempa,
kita dapat menentukan kedalaman hiposentral menggunakan pick pP dan sP. Informasi
mekanisme patahan terkandung dalam bentuk radiasi. Jika kita sederhanakan penjelasan
tentang inversi momen tensor, kita dapat memperkirakan komponen momen tensor (atau
mekanisme fokal) untuk menyesuaikan amplitudo dari pengamatn bentuk gelombang dan
amplitudo bentuk pola radiasi. Untuk memperoleh solusi momen tensor, kita asumsikan
segitiga sederhana fungsi waktu sumber, dan memvariasikan durasi waktu sumber dan
kedalaman pusat gempa. Penyelesaian persamaan matriks di atas diperoleh dengan
menggunakan pendekatan least square, jika bentuk gelombang pengamatan (d) dan konvolusi
fungsi Green dengan fungsi waktu dari sumber (G) telah diketahui. Kita menentukan
kedalaman hiposentral dan durasi dan bentuk fungsi waktu sumber dengan metode grid
karena ini diperlukan untuk inversi momen tensor.
Kita konversikan proses sumber dari bidang patahan ke momen tensor dengan
menggunakan persamaan sederhana berikut :
M xx=−M o (sin δ cos λ sin 2φ+sin 2 δ sin λ sin2 φ)
M xy=M yx=M o(sin δ cos λ sin 2 φ+ 12
sin 2 δ sin λ sin 2 φ )
M xz=M zx=−M o(cos δ cos λ cosφ+cos2δ sin λ sin φ ) (5)
M yy=M o(sin δ cos λ sin 2 φ−sin 2 δ sin λ cos2 φ )
M yz=M zy=−M o (cos δ cos λ sin φ−cos 2 δ sin λ cosφ )
M zz=M o sin 2 δ sin λ
dimana adalah φ strike, δ dip, λ slip ( x: utara, y: timur, z: arah kebawah).
Untuk memperoleh momen seismik dan mekanisme fokal gempa bumi dari komponen
momen tensor, kita menggunakan metode transformasi untuk mengkonversi momen tensor
pada dua bidang patahan. Jika memiliki vektor eigen (t, b, p) dari momen tensor,
(M xx M xy M xz ¿) (M yx M yy M yz ¿)¿¿
¿¿(6)
Kita dapat memperoleh vector patahan (n : unit normal vector pada bidang patahan, d : unit
vector slip) dari persamaan
Model bidang patahan satu : n= 1
√2( t+ p ) , d= 1
√2( t−p )
(7)
Model bidang patahan lainnya : n= 1
√2( t−p ) , d= 1
√2( t +p )
(8)
Persamaan-persamaan ini menunjukkan bahwa kita tidak dapat mendeteksi bidang patahan
dari momen tensor. Kita dapat menentukan parameter patahan dari vector patahan dengan
menggunakan persamaan di bawah ini :
φ=arctan (− n1
n 2)
(9)
δ=arccos (−n3) (10)
λ=arcsin (− d3
sin δ )(11)
Untuk memperoleh penyelesaian momen tensor dari bentuk gelombang tubuh (P wave), kita
asumsikan segitiga sederhana fungsi waktu sumber dan lima komponen-komponen dasar
momen tensor (Kikuchi dan Kanamori, 1991), dan memvariasikan durasi waktu sumber
gempa dan kedalaman pusat gempa. Fungsi Green dihitung dengan metode Kikuchi dan
Kanamori (1991). Kita menggunakan prem-modify-model untuk menghitung teleseismik
tubuh gelombang (Gambar 2).
Gambar 2. Struktur velocity model dari Vp dan Vs (prem-modify-model).
.
Teleseismik gelombang tubuh terbuka selama 60 detik, mulai 10 detik sebelum waktu
datangnya P, dan kemudian dikonversi ke perpindahan dengan waktu sampling 0.25 detik.
Untuk menghilangkan pengaruh dari detail proses sumber dan detail struktur 3D, kita
terapkan penyaringan yang rendah dalam inversi momen tensor. Batas frekuensi dipilih oleh
try and error.
2.2 MAGNITUDO
Konsep dari "Magnitudo gempa bumi" ketika skala hasil relatif energi dari tahap
pengukuran amplitudo diperkenalkan pertama kali oleh C.Richter pada 1930 (Richter 1935).
Energi dari gempa bumi yang dinyatakan dengan unit magnitudo pada skala logaritma basis
10. Skala logaritma itu digunakan karena variasi amplitudo-amplitudo gelombang seismik.
Besaran itu diperoleh sebagai hasil analisa amplitudo peak-to-peak di seismogram dengan
koreksi jarak dari pusat gempa pada stasiun. Ada banyak jenis dari magnitudo yang umum
digunakan saat ini, tapi bentuk dasar dari semua magnitudo diberikan oleh persamaan empiris
(Letakkan dan Wallace 1995)
M=log( A /T )+f ( Δ,h )+C s+C r (12)
di mana A adalah displacement tanah dari fase, T adalah periode isyarat, f adalah suatu
koreksi ketika fungsi jarak epicentral (∆) dan kedalaman focal (h), c adalah koreksi lokasi
stasiun, dan Cr adalah suatu koreksi sumber region, . Beberapa kalkulasi didasarkan pada
koreksi-koreksi dasar dari focal depth atau untuk perbedaan regional pada setiap struktur dan
attenuasi. Yang lainnya didasarkan pada kepekaan seismometer pada frekuensi yang berbeda.
Frekuensi dari seismometer mempunyai cakupan yang berbeda, sebagai contoh, untuk
periode singkat seismometer Tinstrument~1 kedua, periode lama Tinstrument~30 detik. Untuk
periode-periode singkat, tahap-tahap yang paling besar kebanyakan P atau S, dan karena
periode lama adalah gelombang muka (untuk gempabumi dangkal).
2.1 Magnitudo Lokal (ML)
Diperkenalkan oleh C.Richter pada 1930 dengan menggunakan katalog peristiwa
gempa bumi dari gempa gempa CalifornBO yang direkam oleh suatu seismometer Wood
Anderson. Richter mengamati bahwa logaritmis dari gerakan tanah yang maksimum melunak
dengan jarak sepanjang kurva-kurva paralel untuk banyak gempa bumi. Energi dari gempa
bumi dapat diperoleh kira-kira dengan mengukur epicentral jarak dan amplitudo maksimum
dari phase. Persamaan empiris magnitudo local adalah sebagai berikut (Lay dan Wallace
1995):
M L=log A−2. 48+2. 76 log Δ (13)
di mana A adalah displacement tanah (µm), dan ∆ adalah jarak epicentral (km) dengan ¿
600 km.
Dewasa ini ML jarang digunakan karena suatu seismometer Wood Anderson tidak digunakan
lagi dan rumusan yang dihitung didasarkan pada area California, sehingga telah ditetapkan
pada area itu.
2.2 Magnitudo Body-Wave (mb)
ML hanyalah untuk gempa bumi lokal di California. Untuk menggambarkan keseismikan
global, jenis lain dari besaran sedang diusulkan. Suatu skala besaran didasarkan pada body
wave amplitudo, yang disebut mb (body wave magnitudo). Digambarkan oleh rumusan :
mb=log( A /T )+Q( Δ, h ) (14)
di mana A adalah actual ground motion amplitudo (µm) dan T adalah periode (detik), Q
adalah suatu fungsi jarak epicentral dan kedalaman focal (h), dengan persamaan yang
ditentukan oleh Gutenberg dan Richter (1956) karena menghapuskan pengaruh alur dari
pengamatan amplitudo.
Penentuan Mb adalah pada kenyataannya berdasar pada P Atau S dengan menggunakan
seismometer periode-pendek dengan periode hampir sekitar 1 detik, dengan demikian hal
tersebut tidak sesuai dengan gempa bumi besar.
2.3 Magnitudo Surface Wave (MS)
Skala magnitudo yang lain di samping body wave magnitudo dikembangkan Gutenberg
(1945), surface wave magnitudo (MS). Jenis besaran ini diperoleh dengan mengukur surface
waves. Untuk jarak epicentral (∆) lebih dari 2,000 kilometer, seismogram-seismogram
periode panjang dari gempa bumi yang dangkal didominasi oleh gelombang muka.
Gelombang ini biasanya mempunyai periode sekitar 20 detik. Amplitudo dari surface wave
sangat tergantung pada jarak epicentral (∆) dan kedalaman sumber gempabumi (h). Gempa
bumi yang dalam tidak menghasilkan banyak surface wave, oleh karena itu penyamaan M s
tidak memerlukan koreksi kedalaman. Itu digambarkan oleh rumusan (Vanek et al. 1962)
M S=log( A /T )+1 .66 log Δ+3 .3 (15)
di mana A adalah amplitudo dari gelombang periode panjang dari 20 sec period (µm). T
adalah periode (detik), dan ∆ adalah jarak epicentral (km).
Ms adalah sangat mudah untuk ditentukan karena didasarkan pada pengukuran amplitudo
maksimum dari surface wave tanpa koreksi kedalaman, tetapi merupakan estimasi yang
buruk untuk gempa bumi yang besar. Ms tidak memenuhi sampai kira-kira Ms = 725 tetapi
secara maksimal dipenuhi oleh Ms = 80.
Gutenberg dan Richter (1959) memperkenalkan persmaan hubungan antara Mb dan Ms
sebagai berikut
mb=0 . 63 M S+2. 50 (16A)
M S=1 .59mb−3 . 97 (16B)
Mereka menggabungkan hubungan ini untuk memudahkan konstruksi suatu skala kesatuan
magnitudo (Geller 1976)
2.4 Struktur Geologi SesarKekar atau rekahan yang tergeserkan membentuk sesar/patahan, sehingga terjadi
perpindahan antar bagian-bagian yang saling berhadapan dengan arah yang sejajar bidang
patahan. Zona-zona di sekitar pergeseran (zona sesar) merupakan zona lemah, zona lemah ini
merupakan kawasan rawan bencana geologi, apalagi jika sesar yang terbentuk masih
merupakan sesar aktif atau berada pada zona tektonik aktif (misal zona subduksi) seperti
sesar-sesar di daerah Papua (Zona Sesar Hannekam, Sesar Zaagkam, Zona Sesar Wanagon,
Sesar Meren Valley) yang dapat menimbulkan bencana gempa bumi (Scholz, 1990)
Gambar 3. Hubungan Focal Spheres dan Fault Geometries (Shearer, 2009)
Keterangan:
1. Sesar Strike – Slip
Terjadi pergerakan sesar secara horizontal/mendatar. Sesar strike – slip ditentukan
berdasarkan pada gerakan yang menghadap bidang sesar, bila bidang didepan bergerak kekiri
disebut sinistal, sedangkan bila ke kanan disebut dekstral.
2. Sesar Normal
Hanging wall relatif turun terhadap foot wall, bidang sesarnya mempunyai kemiringan yang
besar biasanya disebut sesar turun.
3. Sesar reverse
Hanging wall relatif naik terhadap foot wall, bidang sesarnya mempunyai kemiringan yang
besar biasanya disebut sesar naik.
4. Sesar Oblique
Pergerakan sesar ini gabungan antara vertikal dan horizontal. Gaya-gaya yang bekerja
menyebabkan sesar strike – slip dan sesar normal
2.5 Moment Magnitudo (MJ)
Untuk mengurangi sebagian kesulitan dari magnitudo saturation, Kanamori (1977)
memperkenalkan konsep dari moment magnitudo pada ilmu kegempaan. Rumusan dari
Moment Magnitudo adalah sebagai berikut:
MW=( log M o−9 .1)/1. 5 (18)
di mana Mo adalah moment seismik.
Di dalam rumusan tersebut, moment seismik, Mo, digambarkan oleh
M o=μ D̄ S (19)
di mana μ adalah rigiditas, D̄ adalah offset rerata pada fault, dan S adalah area fault.
Momen seismik adalah salah satu yang paling akurat menentukan parameter-parameter
sumber seismik. Bagi banyak gempa-gempa besar, Mo telah ditentukan dengan menggunakan
gelombang tubuh periode panjang, gelombang permukaan, osilasi bebas, dan data geodesi.
Dalam pendekatan ini, dicoba untuk memperpanjang Ms diluar titik dari saturasi total dan
juga menyediakan kesinambungan dengan gempa-gempa besar. Bagaimanapun juga,
penentuan Mo adlah lebih sulit daripada mengukur magnitudo, meskipun analisis seismik
modern telah secara rutin menyediakan Mo bagi seluruh even-even global yang lebih besar
dari Mj=5.0 (Lay dan Walace, 1995)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Persiapan Data
Data yang digunakan adalah hiposenter dari beberapa event gempa pulau
Jepang pada daerah Mid NiigataPref. Dipilih 1 event yang terekam pada 3 stasiun
terdekat, dengan rekaman yang meliputi tiga komponen dan dengan signal-to-noise
ratio (SNR) yang bagus.
Gambar 4. Topologi lokasi gempa
Request data bisai jepang adalah dalam format seed, selanjutnya dirubah
dalam bentuk SAC melalui sistem operator Linux. Setelah itu file biner SAC dan GCF
(Guralp Compressed Format) tersebut dirubah dalam format ASCII (4 kolom
data ASCII per stasiun, yaitu Waktu, NS, EW dan Z komponen), yang disediakan
pilihan impor SAC oleh software ISOLA. Stasiun yang dipakai adalah sebagai berikut:
Stasiun Latitude Longitude
KSK 38.2585 140.5833
ONS 36.15570068 138.982193
SGN 35.50960159 138.944397
Pengolahan data mengikuti setiap tahapan yang disajikan oleh software
ISOLA. Mulai dari konversi dan preprocessing data, input data, menghitung
fungsi Green, melakukan inversi dan plot hasil inversi. Form utama dari ISOLA
Matlab GUI diperlihatkan pada Gambar dibawah ini
Pengolahan data mengikuti setiap tahapan yang disajikan oleh software ISOLA. Mulai
dari konversi dan preprocessing data, input data, menghitung fungsi Green, melakukan
inversi dan plot hasil inversi. Form utama dari ISOLA dengan inputan model kecepatan di
Jepang adalah sebagai berikut:
Kemudian memberikan inputan Event Info seperti pada gambar dibawah ini
Setelah itu memilih stasiun pada Sation Selection
Lalu memasukkan SAC Import, misalnya pada stasiun ASI dengan Auto Input
Setelah memilih Save, maka beralih pada Raw Data Preparation dan plot Respon yang lalu di
save
Beralih pada langkah selanjutnya yaitu Seismic Source Definition dan click pada source
below epicenter
Setelah itu melakukan run pada Green Function
Setelah itu barulah kita melakukan plot sesuai dengan gambai berikut dan hasilnya pada
pembahasan
BAB IV
PEMBAHASAN
Data yang digunakan adalah data seismik lokal yang diunduh dari data gempa BO dan
Geofon . Yaitu gempa bumi yang terjadi di pulau Jepang pada Mid Niigata Pref pada tahun
2004. Besar magnitudo, posisi latitudo dan longitudo serta kedalamannya sebagaimana
disajikan pada Tabel 1. Stasiun yang dipilih adalah 3 stasiun terdekat, diantaranya yaitu KSK
,ONS,,SGN . Pada analisis data ini, digunakan waveform lokal tiga komponen (BHN, BHE
dan BHZ). Parameter-parameter sumber gempa bumi ini diestimasi dengan menggunakan
model inversi untuk mencapai fitting waveform tiga komponen dengan baik. Proses inversi
yang baik didasarkan hasil pencocokkan data observasi dan data sintetik hasil inversi. Hasil
yang baik terjadi saat data observasi dan data sintetik saling tumpang tindih. Inversi
waveform local tiga komponen ini dikondisikan pada frekuensi filter antara 0.005-0.055 Hz.
Dari hasil inversi diperoleh hubungan antara waveform yang teramati 3 stasiun terdekat
dengan seismogram sintetik dari masing-masing event. Kesemuanya diperlihatkan pada
Gambar dibawah ini
Adapun parameter gempa bumi yang meliputi skala, kedalaman dan energi gempa bumi
untuk gempa bumi yang terjadi pada tanggal 24 Oktober 2004 ditunjukkan Gambar 7.
Sedangkan parameter gempa bumi yang terjadi sebelumnya diperlihatkan pada Tabel 2 untuk
seismik (Mo), Tabel dibawah ini menyatakan Strike, Dip dan Rake,
Dengan hasil hc plot dibawah ini
BAB V
KESIMPULAN
Analisa data gempa melalui inversi waveform tiga komponen dilakukan
dengan menggunakan software ISOLA yang bertujuan untuk mengestimasi CMT,
Fault Plane dan paramater sumber gempa. Analisa dilakukan pada 1 data gempa
Jepang pada 3 Januari 2014 yang diperoleh dari website http://www.fnet.bosai.go.jp.
Hasil analisis ini diketahui bahwa pola bidang patahan yang berkembang di pulau
Jawa adalah pola sesar normal (normal fault) dan sesar naik (reverse fault). Sebagian
besar arah patahannya cenderung arah Timur.
Daftar Pustaka
Irsyam, M., Sengara, W., Aldiamar, F., Widiyantoro, S., Triyoso, W., Natawijaya,
D.H., Kertapati, E., Meilano, I., Suhardjono, Asrurifak, M. Ridwan, M. (2010),
Ringkasan hasil studi peta gempa IndonesBO 2010. Tim Revisi Peta Gempa
Indonesia
Kayal J.R. (2008), Microearthquake seismology and seismotectonics of South
Asia, Springer. India.
Lasitha, S., Radhakrishna, M., Ande Sanu, T.D. (2006), “Seismically Active
Deformation in the Sumatra-Java Trench-arc Region: Geodynamic
Implications”, Current Science, Vol. 90, No. 5.
Lay, T. dan Wallace, T.C, (1995), Modern Global Seismology. Academic Press, New
York, USA.
McCafferey, R. (2009), “The Tectonic Framework of the Sumatran Subduction
Zone”, Annu. Rev. Earth Planet. Sci, Vol. 37, hal. 345-366.
Sengara, I.W., Toha, F.X., Suarjana, M., Ridolva, Kusumastuti, D., Sadisun, I.,
Afnimar, Abuhuroyroh (2009), Laporan kajian dan survey awal pasca
gempabumi Tasik Jawa Barat 2 September 2009, LPPM ITB.
Shearer, PM, (2009), Introduction to Seismology, second edition, Cambridge
University Press.
Sokos, E. dan Zahradník, J. (2008), ISOLA a Fortran Code and a Matlab GUI to
Perform Multiple-point Source Inversion of Seismic Data. Computers &
Geosciences.
Perhitungan hasil Isola
Mj = 3,5 SR
μ = 3x1010 N/m2
Ditanya : a. Panjang fault (L) . . . . ?
b. Lebar fault (W) . . . . . ?
c. Luas fault (A) . . . . . . ?
d. Slip (D) . . . . . . . . . . . ?
Jawab :
a. Panjang fault (L)
Log L = -2.42 + (0,58*Mj)
= -2.42 + (0.58*3,5)
= -2.42 + 2,03
= -0,39
L = 0,4 km
L = 400 m
b. Lebar fault (W)
log W = -1,61 + (0,41*Mj)
= -1,61 + (0,41*3,5)
= -1.61 + (1,435)
= -0,175
W = 0,67 km
= 670 m
c. Luas fault (A)
A = L*W
= 0,4 km * 0,67 km
= 0,268 km2
= 268 m2
d. Slip (D)
M w=23
log M 0−6 . 07
3,5 =
23 log Mo – 6.07
3,5 + 6.07 =
23 log Mo
9,57 =
23 log Mo
9 ,572
3 = log Mo
14,28 = log Mo
Mo = 1,92 x 1014 Nm
1.92 x 1014 Nm = 3 x 1010 N/m * (268 m2) * S
1.92 x 1014 Nm = 8,04 x 1012 * S
S =
1. 92 x1014 Nm8 , 04 x1012m
S = 23,88 m
Perhitungan hasil obs.
Mj = 3,6 SR
μ= 3x1010 N/m2
Ditanya : a. Panjang fault (L) . . . . ?
b. Lebar fault (W) . . . . . ?
c. Luas fault (A) . . . . . . ?
d. Slip (D) . . . . . . . . . . . ?
Jawab :
e. Panjang fault (L)
Log L = -2.42 + (0,58*Mj)
= -2.42 + (0.58*3,6)
= -2.42 + 2,088
= -0,332
L = 0,46 km
L = 460 m
f. Lebar fault (W)
log W = -1,61 + (0,41*Mj)
M o=μ∗A∗S
= -1,61 + (0,41*3,6)
= -1.61 + (1,476)
= -0,134
W = 0,73 km
= 730 m
g. Luas fault (A)
A = L*W
= 0,46 km * 0,73 km
= 0,3358 km2
= 335,8 m2
h. Slip (D)
M w=23
log M 0−6 . 07
3,6 =
23 log Mo – 6.07
3,6 + 6.07 =
23 log Mo
9,67 =
23 log Mo
9 ,672
3 = log Mo
14,43 = log Mo
Mo = 2,7 x 1014 Nm
2,7 x 1014 Nm = 3 x 1010 N/m * (335,8 m2) * S
2,7 x 1014 Nm = 1,0074 x 1013 * S
S =
2,7 x1014 Nm1, 0074 x 1013 m
S = 26,8 m
Jadi dengan demikian nilai Slip yang dihitung adalah sebesar 23,88 m dan perhitungan hasil
observasi adalah sebesar 26,8
M o=μ∗A∗S
kemudian diolah menggunakan software u ntuk menentukan vertical Displacement ,
maka dihasilkan hasil seperti dibawah ini