Top Banner
Kode/Nama Bidang Ilmu : 596/Ilmu Hukum USULAN HIBAH PENELITIAN UNGGULAN UDAYANA MEKANISME PENYELESAIAN UTANG-PIUTANG BERBASIS PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI BALI TIM PENGUSUL Dr MARWANTO .SH., M.Hum (Ketua) NIP. 19600101198602001 Dr. I WAYAN WIRYAWAN, SH; MH (Anggota) NIP.195503061984031003 I NYOMAN MUDANA SH., MH (Anggota) NIP. 19561231198601001 HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA FEBRUARI 2018
19

mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

Apr 28, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

Kode/Nama Bidang Ilmu : 596/Ilmu Hukum

USULAN

HIBAH PENELITIAN UNGGULAN UDAYANA

MEKANISME PENYELESAIAN UTANG-PIUTANG BERBASIS

PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI BALI

TIM PENGUSUL

Dr MARWANTO .SH., M.Hum (Ketua)

NIP. 19600101198602001

Dr. I WAYAN WIRYAWAN, SH; MH (Anggota)

NIP.195503061984031003

I NYOMAN MUDANA SH., MH (Anggota)

NIP. 19561231198601001

HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

FEBRUARI 2018

Page 2: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii

ABSTRAK ...................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 2

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................... 2

1.2. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4

1.2.1. Tujuan Umum ........................................................................... 4

1.2.2. Tujuan Khusus .......................................................................... 4

1.3. Manfaat Penelitian ....................................................................... 4

1.3.1.Manfaat Teoritis .................................................................. 5

1.3.2.Manfaat Praktis ................................................................... 5

1.4.Luaran Penelitian ......................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 6

2.1. Asal Mula Utang-Piutang .............................................................. 6

2.2. Konsep Utang ................................................................................ 6

2.3. Konsep Pariwisata ......................................................................... 10

2.4. Pariwisata Berkelanjutan ............................................................. 11

Page 3: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

vii

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 15

3.1. Jenis Penelitian ............................................................................. 15

3.2. Sifat Penelitian .............................................................................. 16

3.3. Jenis Data dan Sumber Data ........................................................ 16

3.4. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 18

3.5. Teknik Pengolahan dan Analis Data……………………………. 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 22

4.1. Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Proses Mediasi .................. 22

4.2. Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pengadilan Negeri .. ......... 22

4.3. Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Kepailitan ......................... 26

4.4. Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (PKPU)…………………………………. 27

Page 4: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

viii

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................

5.1. Kesimpulan ..................................................................................

5.2. Rekomendasi ................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 5: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

1

MEKANISME PENYELESAIAN UTANG-PIUTANG BERBASIS

PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI BALI

OLeh:

M A R W A N T O 1)

Bagian Hukum Perdata, Fak. Hukum, Universitas Udayana, Jalan P. Bali No.1, Denpasar, 80114

Telpon/Fax : (0361) 222666, E-mail : [email protected]

I Wayan Wiryawan 2)

Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Jalan Pulau Bali No.1, Denpasar, 80114

I Nyoman Mudana 3)

Bagian Hukum Perdata, Fak. Hukum, Universitas Udayana, Jalan Pulau Bali No.1, Denpasar, 80114

Telpon/Fax : (0361) 222666, E-mail : nyoman [email protected]

Abstrak

Penelitian yang berjudul “Mekanisme Penyelesaian Utang-Piutang Berbasis

Pariwisata yang Berkelanjutan di Bali”, ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena

tentang penyelesian utang-piutang oleh investor yang melakukan kegiatan

kepariwisataan di sektor perhotelan yang berindikasi penyalahgunakan pranata

hukum yang ada untuk menyelesaikan utang-piutangnya. Fenomena tersebut dapat

diketahui antara lain dari adanya beberapa kasus Putusan Pengadilan terhadap Hotel

“A”, Kasus Putusan Pengadilan terhadap PT “C” Hotel dan Kasus”BKR”.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut masalah yang diteliti adalah,

tentang mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata yang

berkelanjutan. Penelitian ini sangat penting, sebab pariwisata merupakan urat nadi

perekonomian masyarakat Bali. Oleh karena itu kelangsungan hidup perusahaan perlu

diselamatkan dari tindakan oknum yang berindikasi ingin membangkrutkan

perusahaan dengan menyalahgunakan pranata hukum tertentu. Metode yang

digunakan adalah metode penelitian hukum dengan pendekatan perundang-undangan,

pendekatan kasus dan pendekatan konseptual.

Hasil penelitian menunjukkan bermacam-macam cara penyelesaian utang-

piutang, antara lain, dengan cara mediasi, melalui Pengadilan Negeri, melalui

Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Setelah analisis dapat disimpulkan,

bahwa mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata yang berkelanjutan

adalah mekanisme penyelesaian utang-piutang yang mengedepankan penyelamatan

perusahaan, sehingga dapat dihindari kebangkrutan perusahaan.Akhirnya dapat

diberikan rekomendasi agar para pihak yang terlibat masalah utang-piutang agar

mengedepankan penyelamatan perusahaan untuk mewujudkan kegiatan pariwisata

yang berkelanjutan.

Kata Kunci: utang-piutang, pariwisata berkelanjutan.

1 )Ketua Peneliti

2 )Anggota

3 )Anggota

Page 6: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

2

1. PENDAHULUAN

Penelitian ini dilatarbelakangi suatu keadaan dimana Pulau Bali merupakan

destinasi pariwisata dunia, oleh karena itu untuk menjamin program pariwisata

berkelanjutan sangat diperlukan berbagai aspek pranata hukum. Sejalan dengan

pesatnya perkembangan pariwisata di Bali, tidak mustahil berdampak pula terhadap

semakin kompleksnya suatu permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku usaha

dalam menjalankan kegiatan usahanya. Permasalahan-permasalahan tersebut

misalnya, pelaku usaha (investor) di bidang kepariwisataan terlibat masalah utang-

piutang diantara pelaku usaha lainnya.

Utang-piutang merupakan hal yang umum terjadi di dalam dunia bisnis.

Hanya saja, hal yang umum ini akan berpotensi menjadi masalah apabila si berhutang

sudah tidak lagi sanggup membayar ataupun tidak mau membayar utangnya.

Permasalahan ini bisa menjadi cukup serius jika akibat dari utang-piutang tersebut

berpengaruh pada bisnis pemberi utang. Utang-piutang tidak hanya terjadi akibat

hubungan debitor-kreditor dalam dunia perbankan saja. Utang-piutang juga dapat

terjadi karena suatu transaksi bisnis tertentu dengan modal dasar kepercayaan yang

terbangun di antara para pihak. Sehingga dalam beberapa peristiwa utang-piutang,

umumnya terjadi tanpa adanya saksi mata ataupun suatu perjanjian tertentu.

Dampaknya, ketika terjadi sengketa antara pemberi utang dan si berhutang maka

penyelesaian permasalahan utang piutang tersebut membutuhkan strategi yang tepat.

Dalam masalah utang-piutang ini perlu dipahami, utang tetap harus dibayar kecuali

disepakati lain oleh para pihak.

Apabila masalah utang-piutang tersebut tidak diselesaikan dengan cara-cara

yang dapat menjamin adanya kepastian hukum, niscaya berdampak buruk bagi

perkembangan dunia usaha. Upaya penyelesaian masalah utang-piutang antar para

pelaku usaha perlu segera diberi kerangka hukumnya, supaya ada kepastian hukum.

Cara terbaik yang dapat dipilih oleh pemberi utang tidaklah sama satu dengan

lainnya, tetapi berdasarkan situasi dan kondisi dari keadaan kedua belah pihak.

Page 7: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

3

Kebijakan penyelesaian masalah utang-piutang tersebut pada giliranya

diharapkan dapat memberikan kepercayaan dan rasa aman kepada para investor, baik

nasional maupun asing untuk menanamkan modal atau mengembangkan usaha di

Indonesia umumnya dan khususnya di Bali.

Fenomena mekanisme penyelesaian utang-piutang oleh para investor di Bali

berindikasi meresahkan badan usaha-badan usaha di sektor pariwisata, terutama

hotel-hotel. Pengusaha-pengusaha perhotelan telah dibangkrutkan oleh oknum yang

tidak bertanggungjawab dengan menyalahgunakan pranata hukum yang ada. Beranjak

dari fenomena tersebut dipandang perlu untuk segera melakukan penelitian tentang

mekaninsme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata yang berkenlajutan di

Bali. Hal ini merupakan kebutuhan yang mendesak, sebab kegiatan pariwisata

merupakan urat nadi bagi kehidupan masyarakat Bali. Dapat dibayangkan bagaimana

akibatnya apabila banyak Hotel di Bali yang tidak beroperasi karena dibangkrutkan

oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Berdasarkan latarbelakang masalah tersebut dapat dirumuskan masalah:

1) Bagaimana mekanisme penyelesaian utang-piutang secara yuridis?

2) Bagaimana mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata

berkelanjutan?

2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum. Penelitian ini

bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat

suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan

penyebaran suatu gejala, untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala

dengan gejala lain yang terdapat di dalam suatu masyarakat.4 Penelitian ini dilakukan

dengan mengkaji dan menelaah fakta yang tejadi di lapangan, yang bertujuan untuk

mendapatkan gambaran nyata dari fakta yang terkait dengan permasalahan yang

4Amiruddin & Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Penerbit: PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta, h.25.

Page 8: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

4

diteliti, yaitu mekanisme penyelesaian utang-piutang yang dilakukan oleh para

pengusaha kepariwisataan di sektor perhotelan di Bali.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Proses Mediasi

Sebuah solusi dalam penyelesaian permasalahan utang-piutang yang dapat

ditempuh saat ini ialah dengan jalur mediasi (non-litigasi), yang merupakan sebuah

bentuk metode penyelesaian permasalahan hukum dengan mengedepankan prinsip

kesamaan visi dan misi yang berujung pada penyelesaian yang saling menguntungkan

(win win sollution). Penyelesaian permasalahan dengan jalur mediasi sesungguhnya

tidak hanya mengandalkan kemampuan teknis hukum yang memadai, melainkan juga

harus mengusai aspek-aspek penting lainnya misalnya aspek negosiasi dan

musyawarah. Di samping itu juga harus mampu menguasai psikologis masing-masing

pihak dan tentunya tidak menggunakan pola premanisme atau kekerasan (debt

collector premanisme) yang dapat berujung pada timbulnya permasalahan baru

khususnya bagi pihak yang dirugikan (berpiutang). Oleh karena itu, tim mediator

hadir dengan berbekal kemampuan teknis hukum dan aplikasi hukum di “lapangan”

serta ditunjang dengan pengalaman-pengalaman seorang mediator yang telah banyak

menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum dengan dinamika yang cukup

kompleks. Solusi yang diberikan-pun diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi

tidak hanya pihak yang memohon bantuan (klien) melainkan juga tidak menutup

kemungkinan terjalinnya hubungan yang baik antara kedua pihak (klien dan lawan),

sehingga kemungkinan terjadinya permasalahan dikemudian hari (tuntutan hukum

pihak lawan) dapat diminimalisir. Pengadilan Negeri setempat. Syarat utama untuk

melakukan Mediasi yaitu harus ada kesepakatan antara debitor dan kreditor itu

sendiri.

B. Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pengadilan Negeri

Prinsip-prinsip penyelesaian utang menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Prinsip pertama tercantum dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang

menentukan bahwa: “semua kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak atau

Page 9: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

5

barang tidak bergerak baik yang sekarang sudah ada maupun yang akan ada

dikemudian hari menjadi jaminan seluruh perikatanya”. Berarti harta tersebut terikat

kepada penyelesaian kewajiban debitor. Lebih lanjut apabila ditelaah ketentuan

tersebut mengandung makna bahwa sekalipun tidak diperjanjikan secara tegas-tegas,

seorang debitor bertanggungjawab terhadap utang-utangnya dengan segala harta dan

barang-barang yang dimilikinya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak,

baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. Dari ketentuan tersebut

yang mungkin tidak disadari oleh masyarakat adalah bahwa yang tidak dikatakan oleh

pasal ini adalah seorang debitor tidak dapat dituntut pertanggungjawabannya, jika

mereka tidak memiliki barang apa-pun ( asset apa-pun). Peraturan pokok tentang

tanggung jawab debitor yang terdapat dalam pasal 1131 KUH Perdata itu bermuara

pada lembaga kepailitan. Sebab dalam lembaga kepailitan, yang sebenarnya diatur

adalah bagaimana halnya jika seorang debitor tidak lagi dapat membayar utang-

utangnya, serta bagaimana pertanggunganjawab debitor itu dengan segala sisa harta

kekayaan baik yang berupa barang bergerak, maupun barang tidak bergerak yang

masih ada padanya. Beranjak dari pemahaman terhadap makna pasal 1131 KUH

Perdata ini, maka dapat diketahui mengapa masalah kepailitan selalu dihubungkan

dengan kepentingan para kreditor, khususnya tentang tata cara dan hak kreditor untuk

memperoleh kembali pembayaran piutangnya dari seorang debitor yang dinyatakan

pailit tersebut. Di samping itu juga berhubungan dengan perbedaan kedudukan yang

menimbulkan perbedaan hak diantara para kreditor.

Prinsip yang kedua, tercantum dalam Pasal 1132 KUH Perdata yang

menentukan, bahwa “kekayaan yang tersebut dalam Pasal 1131, merupakan jaminan

bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara

mereka, kecuali jika antara para Kreditor itu ada yang menurut undang-undang harus

didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya.

Untuk memperoleh hak-haknya tersebut sebagaimana sudah diatur secara

rinci dalam KUH Perdata, pihak yang merasa dirugikan dalam kasus utang-

piutang dapat mengajukan gugatan perdata kepada pengadilan negeri setempat.

Page 10: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

6

C.Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Kepailitan

Penyelesaian Utang-Piutang melalui proses Kepailitan sudah diatur secara

limitatif dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepaailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang. Proses Kepailitan sedapat mungkin dihindari, sebab

berdampak buruk terhadap perusahaan yang dipailitkan maupun terhadap ekonomi

baik secara mikro maupun secara makro.

Jika suatu permohonan pernyataan pailit diajukan kepada seorang Debitor,

biasanya upaya-upaya di luar pengadilan sudah dilakukan. Hal tersebut didasarkan

pada argumentasi di bawah ini.

(1) Kreditor tidak akan tergesa-gesa mengajukan permohonan pernyataan

pailit, karena hal ini akan mengganggu hubungan baik dengan Debitor,

apapun hubungannya. (2) Tentunya musyawarah telah dilakukan, gunanya

antara lain untuk mendapatkan pengunduran waktu pembayaran angsuran

pokok dan atau bunganya. (3) Tentunya para penjamin telah dihubungi,

namun tanpa hasil yang dapat diterima dengan baik oleh Kreditor.5

Di samping musyawarah dan kemungkinan mufakat, juga dikenal “Dading”.

“Dading adalah suatu perjanjian tertulis antara pihak-pihak yang dibuat dengan

maksud menghentikan perkara yang sedang berjalan atau untuk menghindari

diajukannya perkara, dengan cara suatu pemindahan hak, pemberian janji-janji atau

ditahanya suatu benda.”6 Kekuatan hukum Dading sama seperti putusan Badan

Peradilan dalam tingkat akhir atau putusan yang telah mendapat kekuatan pasti

(inkracht).

Dading, diatur dalam Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata.

Jadi apabila telah terjadi kesepakatan antara Debitor dan Kreditor mengenai cara

penyelesaian utang-piutangnya dapat dibuat perjanjian perdamain dalam bentuk

“Dading” sebagai mana diatur dalam KUH Perdata tersebut. Upaya Kepailitan

5Kartini Muljadi,“Kepailitan dan Penyelesaian Utang-Piutang”, dalam Rudy Lontoh

(ed),2001, Op.Cit., 171 6 Yahya Harahap, 2005,Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar

Grafika, Jakarta,h,179

Page 11: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

7

digunakan sebagai cara yang terakhir (ultimum remidium).7 Proses kepailitan tidak

dapat dihindari apabila permohonan kepailitan sudah didaftarkan di Pengadilan

Niaga, dan semua persyaratan permohoan kepailitan telah terpenuhi.” Kepailitan

dapat dihindari dengan cara-cara: pelunasan utang, adanya restrukturisasi utang yang

disetujui Debitor dan para Kreditornya,serta cara Dading.”8 Permohonan pernyataan

pailit harus dikabulkan, apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara

sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam

pasal 2 ayat (1) UUK dan PKUU telah terpenuhi.

D.Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang (PKPU).

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diatur dalam pasal 222

sampai dengan pasal 294 UUK dan PKPU. Adapun PKPU ini sangat berkaitan erat

dengan ketidakmampuan membayar (insolvensi) debitur terhadap hutang-hutangnya

kepada pihak kreditor.Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul “Hukum Pailit

Dalam Teori dan Praktek” menjelaskan bahwa “yang dimaksud dengan penundaan

pembayaran hutang (suspension of payment atau Surseance van Betaling) adalah

suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim Pengadilan

Niaga, dimana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan

kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran hutangnya dengan

memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian dari hutangnya, termasuk

apabila perlu untuk merestrukturisasi hutangnya tersebut.”9

Dapat disimpulkan bahwa maksud dan tujuan PKPU adalah untuk

mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaraan seluruh atau

sebagian utang kepada kreditor konkuren, sedangkan tujuannya adalah agar seorang

Debitor dapat meneruskan usahanya meskipun sedang berada dalam keadaan

7Sutan Remy Sjahdeini (I) Op.Cit. h.161

8Kartini Muljadi, Log.Cit .

9Munir Fuad, 1999, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, h. 136

Page 12: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

8

kesulitan pembayaran utang-utangnya. Di samping itu juga untuk menghindari

kepailitan, sehingga perusahaanya dapat diselamatkan.

E.Penyelesaian Utang-Piutang Berbasis Pariwisata Berkelanjutan

Dari hasil penelitian dapat menjukkan adanya konsep penyelesaian utang-

piutang berbasis pariwisata berkelanjutan. Model ini diperoleh dari penyelesaian

utang-piutang dalam kasus kepailitan PT.Citra Jimbaran Indah Hotel di Desa

Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Propinsi Bali. Adapun dalam

kasus tersebut dapat dijelaskan di bawah ini.

Para pihak dalam kasus kepailitan PT. Citra Jimbaran Indah Hotel, intinya

diuraikan di bawah ini.

a. PT. Citra Jimbaran Indah Hotel (Pemohon Peninjauan Kembali/Termohon

Pailit/Debitor).

b. Ssang Young Engeneering & Construktion Co. Ltd. (Termohon Peninjauan

Kembali/Termohon Kasasi/Pemohon Pailit/Kreditor).

Duduk perkara, pada pokoknya didiskripsikan di bawah ini.

1) Tentang adanya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, tetapi

tidak dibayar oleh termohon (PT. Citra Jimbaran Indah Hotel), kepada

pemohon (Ssang Young Engeneering & Construction Co. Ltd.), sejumlah

US $ 5.979.863.06 (lima juta sembilan ratus tujuh puluh Sembilan ribu

delapan ratus enam puluh tiga dolar Amerika Serikat dan enam sen) yang

terdiri dari uang pokok beserta bunganya.

2) Utang kepada kreditor lainnya;

3) dan seterusnya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, pemohon mengajukan permohonan

pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, terhadap PT. Citra Jimbaran

Indah Hotel. Permohonan tersebut, ditolak oleh Pengadillan Niaga pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 26 Juli Tahun 1999, dengan Keputusan No.:

41/Pailit/1999.PN Niaga/Jkt. Pst., dan menghukum Pemohon membayar biaya

perkara.

Page 13: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

9

Dasar pertimbangan penolakan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat, antara lain, karena hubungan hukum yang menjadi dasar permohonan

pernyataan pailit adalah bukan suatu hubungan hukum pinjam-meminjam uang, maka

permohonan pernyataan palit dari pemohon harus ditolak. Selanjutnya yang perlu

dipertimbangkan dalam putusan tersebut adalah adanya kreditor lain selain pemohon.

Pihak yang dikalahkan, yaitu Ssang Young Engeneering & Construction Co.

Ltd., mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung RI, dengan

alasan/keberatan yang ditulis dalam memori kasasi yang pada pokoknya diuraikan di

bawah ini.

1). Pengadilan Niaga telah salah menerapkan hukum tentang hubungan

hukum dan utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-

Undang No.: 4 Tahun 1998.

2). Pengadilan Niaga telah salah menerapkan hukum tentang “bunga”.

3). Pengadilan Niaga telah salah menerapkan hukum tentang adanya dua

kreditor dimana dalam perkara ini selain pemohon yang menjadi kreditor

dari termohon, juga PT.Bank Negara Indonesia (PT. BNI), dan PT. Bank

Bumi daya (PT. BBD),

4).dan seterusnya.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI dalam tingkat kasasi pada tanggal

14 September 1999, No.: 027 K/N/1999, maka permohonan pailit dikabulkan, dan

membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada PengadilanNegeri Jakarta Pusat, serta

menetapkan bahwa semua biaya perkara kepailitan pada Pengadilan Niaga dan pada

tingkat Kasasi dibebankan pada “Boedel Pailit”. Akhirnya, PT. Citra Jimbaran Indah

Hotel dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya. Atas Putusan Pailit, yang

dijatuhkan oleh Majelis hakim pada Tingkat Kasasi di Mahkamah Agung tersebut,

selanjutnya PT. Citra Jimbaran Indah Hotel mengajukan upaya hukum yang terakhir,

yaitu Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung RI. Pada Tingkat Peninjauan

Kembali Mahkamah Agung RI, mengadili: mengabulkan permohonan Peninjauan

Kembali (PK) dari pemohon Peninjauan Kembali (PK): PT. Citra Jimbaran Indah

Page 14: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

10

Hotel, dan membatalkan Putusan Mahkamah Agung RI tanggal14 September Tahun

1999 No.:027/K/N/1999, dan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 26 Juli

Tahun 1999 No.: 41/Pailit/1999/PN Niaga Jkt.Pst., serta mengadili kembali: menolak

Permohonan pernyataan Pailit dari pemohon pernyataan pailit Ssang young

Engeneering & Contsruction Co. Ltd., dan menghukum termohon Peninjauan

Kembali membayar semua biaya perkara pada Pengadilan Niaga, pada tingkat Kasasi,

dan dalam Peninjauan Kembali.

Dari putusan Majelis Hakim pada Tingkat Peninjauan Kembali (PK), yang

perlu diperhatikan adalah pertimbangan hukum yang menyatakan bahwa, Majelis

Hakim pada Tingkat Kasasi telah mengabaikan penjelasan umum dari makna yang

terkandung dalam PERPU No. 1 Tahun 1998 yang telah ditetapkan sebagai undang-

undang dengan undang-undang No. 4 Tahun 1998. Penjelasan umum undang-undang

tersebut pada pokoknya menentukan bahwa, kepailitan penerapannya harus dilakukan

secara adil dalam arti harus memperhatikan kepentingan perusahaan sebagai debitor,

dan kepentingan kreditor secara seimbang.

Potensi dan prospek dari usaha debitor harus pula menjadi pertimbangan

secara baik. Jika debitor masih mempunyai potensi untuk berkembang dan prospek

yang baik, sehingga usahanya dapat berkembang, seharusnya masih diberi

kesempatan untuk “hidup”, dan tetap dapat menjalankan usahanya supaya dapat

berkembang. Penjatuhan putusan pernyataan pailit seyogyanya hanya dilakukan

untuk pilihan yang terakhir, dengan lebih mengutamakan penyelamatan perusahaan.

Menimbang bahwa, dalam Kasus PT. Citra Jimbaran Indah Hotel,

Debitor/Termohon pailit, memiliki usaha Hotel berbintang lima bernama “Hotel Bali

Intercontinental Resort, berlokasi di kawasan Wisata Pulau Bali. Kawasan tersebut

selama terjadi krisis ekonomi dan keuangan relatif tidak terpengaruh, tetapi justru

sebaliknya telah memperoleh keuntungan-keuntungan/advanted dan benefits dari

selisih kurs nilai tukar antara rupiah dan dollar Amerika serikat.

Menimbang bahwa, potensi dan prospek tersebut telah ada pada

Debitor/Termohon Pailit, hal ini terbukti dengan adanya keberatan dari para kreditor

Page 15: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

11

lainnya, yaitu PT. Bank Negara Indonesia (PT. BNI), dan PT. Bank Bumi Daya (PT.

BBD), yang merasa kepentingannya dirugikan jika Debitor/Termohon pailit

dijatuhkan Vonis Pailit oleh Pengadilan Niaga.

Piutang PT. Bank Bumi daya, dan PT. Bank BNI adalah kurang lebih

Rp.610.000.000.000,- (enam ratus sepuluh milliar rupiah). Piutang para kreditor

lainnya tersebut di atas, merupakan jumlah yang jauh lebih besar daripada piutang

pemohon pailit yang berjumlah US $ 5.979.863.06 (lima juta sembilan ratus tujuh

puluh sembilan ribu delapan ratus enam puluh tiga dollar Amerika Serikat dan enam

puluh sen). Para kreditor lainnya, yaitu PT. Bank BNI, dan PT. Bank Bumi daya,

keberatan jika termohon pailit dinyatakan pailit oleh pengadilan, dan oleh karenan itu,

hakim memberikan kesempatan kepada para pihak untuk melakukan restrukturisasi

utang perusahaan. Kesempatan tersebut diberikan karena perusahaan debitor masih

mempunyai potensi, dan prospek untuk berkembang, dengan harapan nantimya

debitor dapat memenuhi kewjibannya. Debitor/termohon pailit bukan merupakan

debitor yang tidak mempunyai harapan untuk dapat membayar utang-utangnya.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, keputusan Mejelis

Hakim Peninjauan Kembali memberikan kesempatan kepada debitor untuk

melakukan restrukturisasi terhadap utang-piutang tersebut, sehingga perusahaan

debitor tetap dapat melangsungkan usahanya. Putusan tersebut ditinjau dari perspektif

UU No. 37 Tahun 2004, tentang Kepailitan dan PKPU pada dasarnya merupakan

putusan Majelis Hakim yang tergolong dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang (PKPU). Putusan Majelis Hakim Peninjauan Kembali tersebut, pada dasarnya

merupakan terobosan dalam rangka pemberdayaan kelangsungan usaha yang

merupakan inti dari Teori Penyelamatan Perusahaan (Corporate Rescue Theory) yang

patut diberikan apresiasi sebagai pemberdayaan kelangsungan usaha perusahaan.

Penyelamatan PT.Jimbaran Indah Hotel dari ancaman kepailitan pada

hakikatnya juga merupakan penyelamatan terhadap para “stakehouder” perusahaan

tersebut, sehingga PT.Jimbaran Indah Hotel terus dapat tetap beroperasi dan tidak

sampai mengganngu bidang kegiatan pariwisata di Bali, khususnya disektor

Page 16: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

12

perhotelan. Pemberdayaan kelangsungan usaha perusahaan merupakan hal yang

sangat penting, karena kepailitan suatu perusahaan bukan hanya berdampak terhadap

perusahaan yang dipailitkan itu saja, melainkan juga berdampak pada kehidupan

sosial, misalnya terjadinya pengangguran karena karyawan yang bekerja pada

perusahaan yang dipailitkan kehilangan pekerjaannya, bahkan berpotensi

mengganggu stabilitas ekonomi makro. Untuk menghindari dampak sosial terhadap

kepailitan perusahaan, sangat diperlukan pemberdayaan kelangsungan usaha

perusahaan. Hal ini sejalan dengan Teori Penyelamatan Perusahaan (Corporate

Rescue Theory) yang pada prinsipnya bertujuan untuk menyelamatkan perusahaan,

dan dipandang lebih bermanfaat bagi kehidupan sosial daripada melakukan likuidasi.

Mekanisme penyelesaian utang-piutang dalam kasus PT.Jimbaran Indah Hotel

ini pada hematnya merupakan mekanisme penyelesaian utang-piutang yang dalam

penelitian ini dikatakan berbasis pariwisata berkalanjutan.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Dari semua materi hasil penelitian yang telah dipaparkan dari Bab I sampai

dengan Bab IV, akhirnya dalam Bab V ini merupakan beberapa kesimpulan dan

sekaligus merupakan jawaban terhadap permasalahan yang dibahas. Adapun

kesimpulannya meliputi hal-hal pokok di bawah ini.

1).Secara yuridis penyelesaian utang-piutang dapat dilakukan dengan beberapa cara,

yaitu: melalui proses mediasi, melalui proses Pengadilan Negeri, melalui proses

kepailitan dan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

2).Penyelesaian utang piutang berbasis pariwisata yang berkelanjutan, dimaksudkan

sebagai proses penyelesaian utang-piutang yang dilakukan pelaku usaha

berdasarkan prinsip penyelamatan perusahaan (Teori Corporate Recue).

3). Mekanisme penyelesaian utang-piutang pada kasus PT.Jimbaran Indah Hotel

pada hakikatnya merupakan mekanisme penyelesaian utang-piutang yang dalam

penelitian ini dikatakan berbasis pariwisata berkalanjutan.

Page 17: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

13

B.Saran

1).Dalam penyelesaian masalah utang-piutang, kepada para pelaku usaha bidang

pariwisata, khususnya di sektor perhotelan beserta mitra kerjanya diharapkan terus

mengutamakan prinsip penyelamatan perusahaan, agar kegiatan pariwisata dapat

terus berkelanjutan.

2).Kepada Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

mengedepankan kebijakan-kebijakannya berdasarkan prinsip penyelamatan

perusahaan (Teori Corporate Rescue), dalam rangka kebijakan pariwisata yang

berkelanjutan.

************

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Amiruddin & Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Penerbit:

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Anom, Putu dkk, 2010, Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Kritis Global,

Udayana University Press, Denpasar,

Bambang Sunggono,1997, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Bambang Waluyo, 2008, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta.

Burhan Ashshofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Penerbit: PT. Rhineka Cipta,

Jakarta.

Fuady, Munir, 1999, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung.

Gelgel,Putu 2009, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globalisasi Perdagangan

Jasa,(GATS- WTO) Implikasi Hukum dan Antisipasinya, Penerbit: Refika

Aditama, Bandung.

Gareth Shaw and Allan M Williams, 1994, Critical issues in Torism: A

Geographical Perspektive, Blackwell.

Page 18: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

14

Hadinoto Kusdianto, 1996, Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata,

Penerbit: Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Hanitijo Soemitro, Rony, 2010, Metodologi Penelitian, Penerbit: PT.Ghalia

Indonesia, Jakarta.

_____, 1988, Metodologi penulisan Hukum, dan Jurimetri, Cet III, Ghalia Indonesia,

Jakarta.

Harahap,Yahya, 2005,Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar

Grafika, Jakarta.

Joko Subagyo,1991, Metode Penelitian Dalam Teori dan Pratek, Penerbit PT. Rineka

Cipta, Jakarta.

Lontoh, Rudy dkk, 2001, Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit atau

Penundaan Kewajiban Pembyaran Utang, Alumni, Bandung.

Mardalis, 2009, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara,

Jakarta.

Masjoen Sofwan, Sri Soedewi, 1980, Hukum Perdata, Hukum Perutangan, Bagian A,

Seksi Hukum Perdata, UGM Yogyakarta

Mochtar,1998, Pengantar Metodologi Penelitian, Sinar Karya Dharma, Jakarta.

Noeng Maharjid,1990, Metodelogi Penelitian Kwantitas, Penerbit: Rake Sodasih,

Yogyakarta.

Simatupang, Violleta, 2009, Pengaturan Hukum Kepariwisataan

IndonesianBerdasarkan General Agreement On Trade Services/WTO

Dikaitkan dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2009

tentang Kepariwisataan, Penerbit: Alumni , Bandung.

Sinaga, Syamsudin Anan 2001, Penyelesaian Perkara Kepailitan dan

Problemantikanya, Makalah dipresentasikan pada Seminar Hukum

Perbankan yang dilaksanakan oleh PT Bank Rakyat Indonesia, Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2005, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, Penerbit: CV Rajawali, Jakarta, h

Page 19: mekanisme penyelesaian utang-piutang berbasis pariwisata ...

15

Sutan Remy Sjahdheini, 2010, Hukkum Kepailitan : Memahami Undang-Undang No.

37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, cetakan ke empat, PT Pustaka Utama

Grafiti, Jakarta.

____,2016, Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan, Memahami Undang-Undang

No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran, Prenadamedia Group, Jakarta.

Sutarman Yudo, 2007, “Kerjasama Antar-Daerah Dalam Pelayanan Perizinan dan

Penegakan Hukum Penangkapan Ikan di Wilayah Laut”, Disertasi,

Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, h. 14. Dikutip

dari buku E. Cambell, 1996, Legal Research Materials and Method, The Law

Book Company Limited, Sydney.

Winardi, 1980, Kamus Ekonomi Inggris Indonesia, Alumni, Bandung.

Wyasa Putra, Ida Bagus, 1997, Aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi

Bisnis Internasional, Penerbit: Refika Aditama, Bandung

_______, 2009, Hukum Perdagangan Jasa Pariwisata Internasional, Universitas

Udayana Program Pascasarjana Program Studi Kajian Pariwisata, Denpasar.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( Burgelijk Wetboek), tt. diterjemahkan oleh

R .Subekti dan R Tjitro Sudibio, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta.

Indonesia, UU No. 37 Tahun 2004, Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang, LN Indonesia Tahun 2004 Nomor 131.

Indonesia, Undang-Undang No.10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, Lembaran

Negara Republik Indonesia Iahun 2009 Nomor 11.