PERJANJIAN UTANG PIUTANG DALAM TRADISI SUMBANGAN PERNIKAHAN (PARLO) MASYARAKAT DESA MANGARAN KABUPATEN SITUBONDO (STUDI PERSPEKTIF ANTROPOLOGI HUKUM) DISUSUN DAN DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM Oleh: ZUKHRUF ATHOILLAH 14340010 DOSEN PEMBIMBING Dr. H. RIYANTA, M.Hum. ILMU HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2018
54
Embed
PERJANJIAN UTANG PIUTANG DALAM TRADISI …digilib.uin-suka.ac.id/31716/2/14340010_BAB-1_IV-atau-V_DAFTAR...perjanjian utang piutang dalam tradisi sumbangan pernikahan (parlo) masyarakat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERJANJIAN UTANG PIUTANG DALAM TRADISI SUMBANGAN
PERNIKAHAN (PARLO) MASYARAKAT DESA MANGARAN KABUPATEN
SITUBONDO (STUDI PERSPEKTIF ANTROPOLOGI HUKUM)
DISUSUN DAN DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT MEMPEROLEH GELAR
SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM
Oleh:
ZUKHRUF ATHOILLAH
14340010
DOSEN PEMBIMBING
Dr. H. RIYANTA, M.Hum.
ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
Mail
Typewriter
SKRIPSI
Mail
Typewriter
SKRIPSI
Mail
Typewriter
Mail
Typewriter
Mail
Typewriter
ii
ABSTRAK
Pesta pernikahan atau biasa disebut parlo oleh masyarakat Desa Mangaran,
dimana dalam pelaksanaannya para tamu undangan yang datang memberikan
sumbangan dalam bentuk uang atau bahan-bahan pokok seperti gula dan beras. Tidak
hanya uang atau bahan pokok saja yang disumbangkan oleh tamu undangan tapi
barang lain seperti perabotan rumah tangga yang nanti akan digunakan oleh pasangan
pengantin. Bahkan barang yang menunjang pesta pernikahan seperti jajanan atau kue
yang biasa disajikan pada pesta pernikahan. Semua sumbangan yang diberikan
terlebih dahulu dicatat dan disiarkan saat pelaksanaan parlo. Sumbangan yang
diberikan tidak hanya sebagai bentuk solidaritas melainkan adalah utang piutang yang
harus dilunasi atau dikembalikan kelak dimasa yang akan datang. Melihat
permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih mendalam tentang
bagaimana praktik utang piutang dalam tradisi sumbangan pernikahan (parlo)
masyarakat Desa Mangaran.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), data
diperoleh langsung dari lapangan dengan teknik pengumpulan data menggunakan
wawancara, dokumentasi, observasi dan studi kepustakaan. Sifat penelitian ini
deskriptif analitik yaitu menggambarkan secara jelas faktual, cermat dan tepat
mengenai sumbangan sebagai utang piutang dalam tradisi sumbangan pernikahan
(parlo) masyarakat Desa Mangaran. Adapun pendekatan dalam penelitian secara
empiris antropologi hukum, dengan teori living law maka peneliti dapat mengetahui
seberapa jauh masyarakat Desa Mangaran melihat suatu sumbangan dalam
pelaksanaan parlo sebagai perjanjian utang piutang. Analisis data dilakukan secara
kualitatif dengan cara berfikir deduktif yaitu menganalisa data yang umum kemudian
ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa : adanya akibat hukum dari
penerimaan sumbangan. Akibat hukum disini adalah sumbangan yang diberikan
sebagai utang bagi pihak yang menerima, sehingga timbul kewajiban pengembalian
sumbangan oleh penerima sumbangan kepada seseorang yang memberikan
sumbangan. Pengembalian sumbangan hanya bisa dilakukan saat pelaksanaan parlo
dengan mekanisme sumbangan diberikan kepada pemilik hajatan melalui panitia
khusus. Panitia khusus melakukan pencatatan terhadap sumbangan, dan kemudian
sumbangan tersebut disiarkan melalui pengeras suara. Proses menyiarkan sebagai
bukti bahwa sumbangan telah diterima. Sumbangan sebagai utang piutang adalah
norma sosial dalam kehidupan masyarakat yang telah dikehendaki dan dipahami oleh
masyarakat Desa Mangaran secara umum.
iii
iv
v
vi
MOTTO
Untuk mencapai titik tujuan kita tetap harus fokus
Mau arahnya kemana titik tujuannya tetap disitu
Bidik tujuan dengan cermat dan tepat
Tanamkan hati kita tiba terlebih dahulu dari raga kita
Tembak lalu kejar sampai dapat
Jangan menyerah, jangan salah arah
(Fiersa Besari)
vii
Skripsi ini
Kupersembahkan untuk :
Bapak terhebat Fathorrahman
Ibu tercinta Anjar Fitriyah
Yang tak henti berdoa
Yang tak lelah mencinta
Yang merawat tanpa keluhan
Sejak dalam kandung badan
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perjanjian Utang
Piutang Dalam Tradisi Sumbangan Pernikahan (Parlo) Masyarakat Desa Mangaran
Kabupaten Situbondo (Studi Perspektif Antropologi Hukum)
. Tak lupa pula shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW, yang telah diutus untuk membawa rahmat dan kasih sayang bagi
semesta alam.
Dalam menyusun skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin
untuk melakukan yang terbaik, namun masih jauh dari kata sempurna. Penulis dengan
senang hati akan menerima segala bentuk masukan dan kritik akan skripsi ini.
Adapun terselesaikannya penulisan skripsi ini tentu tidak akan berhasil dengan baik
tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penyusun
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang dengan ikhlas membantu penyusunan skripsi ini terutama kepada:
Gambar 3.4 :Petugas Penerima Sumbangan Sembako ........................................... 69
Gambar 3.5 :Catatan Sumbangan Baru ................................................................... 70
Gambar 3.6 :Catatan Sumbangan Kembalian ......................................................... 70
Gambar 3.7 :Tokang Siar ........................................................................................ 71
Gambar 3.8 :Bentuk Undangan Rokok dan Sabun ................................................ 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan membentuk kebudayaan yang luas dan terarah, diantaranya
melahirkan hak dan kewajiban seperti kekerabatan sedarah, menimbulkan hak waris
mewarisi, hak wali, hal harta kekayaan, dan lainnya. Dalam hal ini pula perkawinan
adalah bagian dari hukum perikatan yang tidak lepas dari hubungan antar individu
dan antar masyarakat.
Istilah perikatan dalam bahasa Belanda disebut istilah verbintenis. Perikatan
atau perutangan adalah terjemahan dari verbintenis atau verbiden yang artinya
mengikat.1 Verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya mengikat. Jadi
istilah verbintenis menunjuk pada adanya ikatan atau hubungan. Dengan demikian,
verbintenis diartikan sebagai hubungan hukum. Oleh karena itu, istilah verbintenis
lebih tepat diartikan sebagai istilah perikatan, sedangkan untuk istilah overeenkomst
berasal dari kata kerja overeenkomen yang artinya setuju atau sepakat. Oleh karena
itu overeenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang
dianut oleh BW. Dengan demikian, maknanya selalu ada kesepakatan atau dalam arti
lain istilah overeenkomst lebih tepat digunakan untuk mengartikan istilah persetujuan.
Menurut Pitlo sebagaimana dikutip oleh Beni Ahmad Saebani dan H. Encup
Supriatna, perikatan yaitu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua
1 Beni Ahmad Saebani dan H. Encup Supriatna, Antropologi Hukum , (Bandung: Pustaka
Setia, 2012), hlm. 196
2
orang atau lebih, atas dasar pihak yang satu sebagai penerima hak atau pemilik hak
(kreditur) dan pihak lain sebagai pemikul tanggung jawab yang berkewajiban
(debitur) atas suatu prestasi.2
Pengertian perikatan masih bersifat abstrak, karena itu diperlukan perjanjian
yang isinya memuat perikatan diantara beberapa pihak. Setiap perjanjian memuat
perikatan, tetapi tidak semua perikatan senantiasa dibuat perjanjiannya. Dengan
demikian, perikatan bersifat umum melingkupi berbagai bentuk perjanjian, misalnya
perjanjian utang-piutang yang terdapat ikatan dua belah pihak, yaitu pihak yang
berutang dan pihak yang mengutangkan. Kedua belah pihak telah melakukan ikatan
yang mengakibatkan adanya hak dan kewajiban. Pihak yang berutang berkewajiban
membayar utang seperti yang telah dijanjikan, artinya diikat oleh waktu yang telah
ditetapkan.
Dalam pelaksanaannya di Desa Mangaran, Kabupaten Situbondo perjanjian
utang-piutang dilaksanakan juga saat pesta pernikahan atau biasa disebut parlo.
Utang piutang disini berupa sumbangan yang diberikan oleh tamu undangan kepada
pemilik hajatan saat pelaksanaan parlo, dimana di daerah lain sumbangan yang
diberikan tamu undangan saat pelaksanaan pernikahan dianggap sebatas bentuk
solidaritas semata, namun berbeda di Desa Mangaran yang menganggap sumbangan
tidak hanya sebagai bentuk solidaritas melainkan adalah utang piutang yang harus
dilunasi atau dikembalikan kelak dimasa yang akan datang.
2 Ibid., hlm. 197
3
Perbedaan sumbangan pada pesta pernikahan di Desa Mangaran dengan
daerah lainnya juga terletak pada proses penyiaran besaran sumbangan yang
diberikan.
Di dalam kegiatan parlo terdapat proses menyiarkan barang bawaan para
tamu undangan. Proses menyiarkan barang bawaan para tamu undangan dilakukan
pada saat pesta pernikahan berlangsung dengan alat pengeras suara di hadapan para
tamu undangan lainnya. Tradisi tersebut berbeda dengan tradisi pernikahan yang
biasa dilakukan pada umumnya. Di pesta pernikahan pada umumnya tamu undangan
cukup memberikan barang atau hadiahnya kepada penyelenggara pernikahan tanpa
perlu disiarkan di hadapan orang banyak. Perbedaan prosesi itu membuat parlo
menjadi lebih menarik.
Proses menyiarkan barang bawaan hanya terjadi ketika seseorang
menyelenggarakan parlo. Parlo merupakan pesta pernikahan yang diiringi oleh
alunan musik. Hiburan berupa alunan musik itu seperti grup musik yang mengiringi
penyanyi membawakan sebuah lagu. Tanpa adanya acara musik yang ditampilkan
pada acara pernikahan, maka belum dapat dikatakan parlo dan acara tersebut
merupakan acara pernikahan biasa. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa hanya
masyarakat menengah ke atas yang memiliki uang atau modal untuk dapat
melaksanakan parlo. Keberadaan parlo sendiri menjadi hiburan tersendiri bagi
masyarakat sekitar karena juga menampilkan hiburan seperti musik dan bahkan
pementasan grup lawak. Jadi, sebuah acara dikatakan parlo ketika acaranya diringi
alunan musik dengan menggunakan alat pengeras suara atau sound system.
4
Pesta pernikahan atau biasa disebut parlo oleh masyarakat setempat, para
tamu undangan yang datang akan memberikan sumbangan dalam bentuk uang atau
bahan-bahan pokok seperti gula dan beras. Tidak hanya uang atau bahan pokok saja
yang disumbangkan oleh tamu undangan tapi barang lain seperti perabotan rumah
tangga yang nanti akan digunakan oleh pasangan pengantin. Bahkan barang yang
menunjang pesta pernikahan seperti jajanan atau kue yang biasa disajikan pada pesta
pernikahan. 3
Ketika tamu undangan membawa barang bawaanya, selanjutnya menyerahkan
barang bawaannya kepada bagian pencatatan yang dilakukan oleh pihak yang
mengadakan pernikahan. Bagian pencataan ini biasanya berada di pintu masuk ketika
memasuki area pernikahan. Pencatatan dilakukan untuk mengetahui dan mendata
tamu yang memberikan sumbangan itu masuk kategori kembalian atau baru.
Kembalian artinya tamu undangan telah mengembalikan barang yang sebelumnya
diberikan oleh pihak yang mengadakan pesta pernikahan, sedangkan baru artinya
barang yang diberikan itu baru dan harus dikembalikan pada saat sang tamu
mengadakan acara pesta pernikahan. Pada saat pencataan berlangsung, juga ada
seseorang yang menyiarkan berapa besar sumbangan yang diberikan oleh tamu
undangan melalui alat pengeras suara atau sound system.4 Seorang penyiar atau
disebut tokang siar akan membacakan semua bentuk barang bawaan yang dibawa
oleh para tamu dengan rinci.
3 Observasi pelaksanaan parlo di Desa Mangaran, Situbondo, 14 Maret 2018
4 Ibid.
5
Selain proses menyiarkan yang menjadikan tradisi tersebut menarik, ada
proses lainnya yang dapat menarik perhatian yaitu pada proses pengembalian
sumbangan. Proses pengembalian yang dilakukan harus sama dengan jumlah dan
barang yang dibawa sebelumnya.5 Artinya, ketika individu membawa dan
memberikan barang berupa beras dengan jumlah 2Kg kepada individu lainnya. Maka
barang yang harus dikembalikan harus sesuai dengan besaran atau jumlahnya yaitu
beras 2Kg. Jadi, kembalian barang harus sesuai dengan besaran barang yang
diberikan sebelumnya tanpa kurang sedikitpun.
Realita di atas menunjukan bahwa seseorang yang diundang, wajib datang ke
pesta pernikahan dan memberikan sumbangan sesuai dengan jumlahnya. Kondisi
tersebut memang terjadi di lapangan. Namun, tidak semua kondisi tersebut terjadi
pada saat pesta penikahan. Ada juga kasus lain yaitu ketika seseorang yang diundang
tidak hadir dalam pesta pernikahan. Selain tidak hadir dalam pesta pernikahan, orang
tersebut juga tidak mengembalikan sumbangan pada saat acara berlangsung. Kondisi
seperti itu membuat adanya ketidakseimbangan dalam hubungan kedua belah pihak.
Karena salah satu pihak khususnya pemilik hajatan merasa apa yang diharapkan tidak
terpenuhi.
Pemilik hajatan tidak mendapatkan sumbangan yang harusnya diterima.
Padahal individu tersebut memiliki kewajiban untuk mengembalikan apa yang telah
ia terima sebelumnya. Kewajiban itu harus terpenuhi jika ingin tetap menjalin
5 Wawancara dengan Asnawi, Tokoh masyarakat, Mangaran, Situbondo,Jawa Timur,
Tanggal 6 Maret 2018
6
hubungan dengan individu lain. Ketika individu tidak mengembalikan sumbangan
maka, hal itu dapat mempengaruhi hubungan kedua belah pihak terutama kepada
individu yang tidak mengembalikan sumbangan. Karena apabila dalam proses tradisi
siaran tersebut seseorang tidak mengembalikan suatu barang, maka ada sanksi yang
akan diterimanya. Sanksi tersebut berupa sanksi sosial seperti menjadi bahan
pembicaraan di masyarakat. Pelaksanaan parlo yang dalam prosesnya terdapat
pengembalian dan penerimaan sumbangan dianggap sebagai perjanjian utang piutang.
Namun, dalam mekanisme tersebut tidak ada akad atau kesepakatan diawal bahwa
pihak yang menerima sumbangan akan mengembalikan sumbangan sesuai dengan
wujud dan jumlah yang sama kepada pemberi sumbangan. Jika dalam proses
pengembalian tidak sesuai, maka mengakibatkan hubungan antar individu menjadi
tidak harmonis dan disamping memunculkan sanksi sosial menjadi pembicaraan
masyarakat yang dapat memicu konflik dalam masyarakat, karena masyarakat akan
menganggap individu atau perorangan yang tidak melaksanakan proses pengembalian
sumbangan dengan sebagai mana mestinya dianggap tidak mengikuti kebiasaan dan
adat istiadat setempat.
Di tengah perkembangan arus gloalisasi dan perubahan dinamika masyarakat,
kebiasaan, adat istadat terkait dengan sumbang menyumbang pada parlo masih tetap
dipertahankan, padahal kebiasaan tersebut sudah mulai tidak relevan dengan keadaan
perkembangan zaman. Di sisi lain dengan mayoritas masyarakat penduduk Desa
Mangaran beragama islam yang dalam ajaran islam pun tidak ada anjuran atau ajaran
untuk mengembalikan sumbangan yang telah diberikan kepada orang yang memberi.
7
Namun, masyarakat Desa Mangaran masih menganggap hal tersebut sebagai suatu
aturan yang telah disepakati dan dipertahankan secara turun temurun.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian hukum yang berjudul “Perjanjian Utang Piutang
Dalam Tradisi Sumbangan Pernikahan (Parlo) Masyarakat Desa Mangaran
Kabupaten Situbondo (Studi Perspektif Antropologi Hukum)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis mencoba untuk
mengangkat rumusan masalah dalam penelitian penulis yang dapat dipaparkan
sebagai berikut :
1. Apa akibat hukum yang ditimbulkan dari penerimaan sumbangan dalam
pelaksanaan parlo di Desa Mangaran?
2. Bagaimana mekanisme pengembalian sumbangan dalam pelaksanaan
parlo di Desa Mangaran?
3. Mengapa sumbangan dalam pelaksanaan parlo di Desa Mangaran
berakibat perjanjian utang-piutang?
C. Tujuan dan Kegunaan
Hal yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui mekanisme penerimaan dan pengembalian sumbangan
dalam pelaksanaan parlo di Desa Mangaran
8
2. Untuk mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan dari penerimaan
sumbangan dalam pelaksanaan parlo di Desa Mangaran.
3. Untuk mengetahui mengapa sumbangan dalam pelaksanaan parlo di Desa
Mangaran berakibat perjanjian utang piutang
Adapun kegunaan penulisan skripsi ini adalah:
1. Kegunaan Teoritis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Perdata, khususnya
Antropologi Hukum, mengenai tradisi sumbangan pernikahan (parlo)
masyarakat desa Mangaran
2. Kegunaan Praktis.
a. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi dan masukan pada
penelitian berikutnya.
b. Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai
bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.
D. Telaah Pustaka
Sebagai suatu dasar tinjauan dan untuk membedakan dengan penelitian lain
sebelumnya berkaitan dengan tradisi sumbangan dalam pernikahan, maka penulis
mengambil beberapa penelitian yang berkaitan dengan tradisi sumbangan dalam
pernikahan, sebagai berikut:
9
Skripsi yang disusun oleh Suradi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Sistem Buwuhan dalam Pelaksanaan Hajatan (Studi di Desa Kendayakan
Kecamatan Terisi Kabupaten Indramayu)”. Dalam penelitiannya penyusun
menyimpulkan adanya keharusan mengembalikan buwuhan atau adanya kewajiban
untuk menunaikan buwuhan dalam pelaksanaan hajatan tersebut tidak bertentangan
dengan ketentuan hukum Islam yaitu al-Qur‟an dan hadis,karena perubahan tersebut
dikehendaki dan dipahami oleh masyarakat Desa Kendayakan secara umum,
serta praktik buwuhan tersebut telah menjadi kontrak sosial dalam masyarakat
sebagai utang-piutang bukan lagi sebagai akad tabarru‟.6
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penyusun ialah
terkait dengan tinjauan hukum islam ,dimana penelitian yang dilakukan oleh
penyusun mengenai pandangan hukum islam terhadap tradisi buwuhan di Desa
Kendayakan , Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu.
Skripsi yang disusun oleh Rizka Mubarokati dengan judul “Sumbangan pada
Walimatul „Urs di Padukuhan Nepi Desa Kranggan Kecamatan Galur Kabupaten
Kulon Progo (Studi Komparasi Antara Hukum Adat dan Hukum Islam)”. Dalam
penelitiannya penyusun menyimpulkan adanya perbedaan pada dua sistem hukum,
yakni hukum Adat dan hukum Islam. Dimana dalam hukum adat yang beranggapan
bahwa tradisi ini telah eksis diamalkan secara turun temurun sehingga
masyarakat harus mengikutinya, kemudian bagi mereka yang tidak mau
6 Suradi, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem Buwuhan dalam Pelaksanaan Hajatan
(Studi) Di Desa Kendayakan Kecamatan Terisi Kabupaten Indramayu” , Skripsi, Fakultas Syari‟ah dan
Hukum , Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015
10
menjalankan, maka akan mendapat sanksi moral dengan menjadi bahan
perbincangan masyarakat setempat serta akan diacuhkan oleh yang lain.
Masyarakat yang kontra terhadap praktik ini beranggapan bahwa tradisi ini
bukan suatu yang mutlak harus dilaksanakan oleh semua masyarakat bahkan
bersifat individu dan pilihan. Dalam hukum Islam sendiri tidak ada penegasan
mengenai “tidak melakukan sesuatu”, artinya hukum Islam memberikan
kebebasan memilih mana yang dirasa baik untuk kehidupan masyarakat
sehingga tidak akan ada yang merasa terbebani oleh suatu tradisi.7
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penyusun ialah
terkait perbandingan kedua sistem hukum, yakni sistem hukum adat dan hukum Islam
dalam melihat tradisi tersebut, sedangkan penelitian ini lebih memfokuskan pada
sosiologi hukumnya.
Skripsi yang disusun oleh Mariatul Qibtiyah Zainy dengan judul “Pandangan
Masyarakat terhadap Tradisi Pesta Perkawinan (Kasus di Pesisir Desa Kilensari, Kec.
Panarukan, Kab. Situbondo)”.8 Dalam peneltiannya penyusun menyimpulkan adanya
2 pandangan yang berbeda terhadap tradisi pesta perkawinan. Pandangan pertama
setuju dengan sistematika dan mekanisme pelaksanaan tradisi perkawinan, pandangan
kedua tidak setuju dengan sistematika dan mekanisme pelaksanaan tradisi
perkawinan.
7 Rizka Mubarokati, “Sumbangan Pada Walimatul „Urs di Padukuhan Nepi Desa Kranggan
Kecamatan Galur Kabupaten Kulon Progo (Studi Komparasi Antara Hukum Adat dan Hukum Islam)”,
Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013 8 Mariatul Qibtiyah Zainy “Pandangan Masyarakat terhadap Tradisi Pesta Perkawinan (Kasus
di Pesisir Desa Kilensari, Kec. Panarukan, Kab. Situbondo)”, Skripsi, Fakultas Syariah, Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2008
11
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penyusun
ialah obyek yang diteliti, dimana penelitian ini memfokuskan pada sumbangan yang
diberikan saat acara pernikahan (parlo) dimana , sedangkan penelitian yang dilakukan
penyusun memfokuskan pada pandangan masyarakat terhadap tradisi pesta
perkawinan.
E. Kerangka Teori
Dalam sebuah penelitian penting untuk menggunakan atau melandaskan diri
pada teori-teori yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Hal tersebut
dikarenakan teori-teori tersebut adalah acuan yang akan digunakan sebagai pisau
analisis dalam membedah problematika atau masalah yang diangkat dalam penelitian
tersebut. Teori-teori tersebut akan menguraikan jalan pikiran menurut kerangka logis
yang mendudukan masalah penelitian yang relevan dan mampu menerangkan
masalah tersebut.9 Dalam penelitian yang diberi judul “Perjanjian Utang Piutang
Dalam Tradisi Sumbangan Pernikahan (Parlo) Masyarakat Desa Mangaran
Kabupaten Situbondo (Studi Perspektif Antropologi Hukum)” , akan digunakan
beberapa asas, teori sebagai kerangka teori yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Teori Hukum Living Law
Ehrlich menekankan bahwa “hukum yang hidup” (living law), yaitu
hukum yang nyata hidup dalam masyarakat, terus berevolusi, selalu
9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Pers,
1986), hlm 122.
12
melebihi hukum Negara yang kaku dan tidak bergerak.10
Hukum lahir
sebagai hasil dari proses sosial. Hukum dalam masyarakat berfungsi
sebagai kontrol sosial(social control) atau alat pengendalian sosial. Lebih
jauh menurut Roscoe Pound, hukum berfungsi sebagai “as tool of social
engineering” sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat.11
Dalam
masyarakat ada semacam kenyataan bahwa setiap anggota baik secara
individu maupun kelompok terikat kepada suatu norma. Norma-norma itu
ditaati baik secara sadar maupun tidak sadar.12
Selama para anggota
masyarakat baik secara individu maupun kelompok mengikuti norma-
norma yang telah disepakati bersama, maka masing-masing akan
membenarkan pengakuan kolektif.
2. Hukum Kebiasaan
Kebiasaan merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang
tetap, ajeg, lazim, normal atau adat dalam masyarakat atau pergaulan
hidup tertentu. Selain itu Kebiasaan adalah perbuatan yang tetap
dilakukan berulang-ulang dalam masyarakat mengenai suatu hal tertentu.
Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan
itu selalu dilakukan berulang-ulang karena dirasakan sebagai sesuatu
yang memang seharusnya, dan penyimpangan dari kebiasaan tersebut
10
Diakses dari https://id.scribd.com/document/121548309/Eugen-Ehrlich pada 7 november