REFERAT
MARASMUS KWASHIOKORPENYUSUN :
Neysa Glenda Preciosa030.08.174PEMBIMBING :
dr. Lilly Zulkarnain,SpAKEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN
ANAK
RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 25 MEI 2015 31 JULI 2015KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya ucapkan puji syukur dan terima kasih kepada
Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerahNya, saya dapat
menyelesaikan referat ini dengan judul MARASMUS KWASHIOKOR,
selanjutnya saya juga berterima kasih kepada dr. Lilly Zulkarnain,
SpA selaku dokter pembimbing saya atas bimbingan dan arahan dalam
pembuatan referat ini, sehingga referat ini dapat tersusun dengan
baik dari segi bahasan maupun cara penyajiannya.
Selain itu, saya juga berterima kasih atas dukungan baik moril
maupun materil dari keluarga, rekan-rekan dokter muda lainnya dan
setiap orang yang ikut serta dalam proses pencarian bahan dan
pembuatan referat ini.
Akhir kata, saya mohon maaf bila ada kekurangan dalam penulisan
referat ini. Semoga referat ini berguna bagi ilmu pengetahuan
khususnya di bidang ilmu kesehatan anak.
Jakarta, Juni 2015
PenulisBAB IPENDAHULUANMasalah kurang gizi di Indonesia
merupakan suatu permasalahan dimana tubuh kekurangan unsur kimia
yang diperlukan untuk melakukan akitvitas, memelihara dan
meningkatkan kesehatan tubuh yang unsur atau zat tersebut terdapat
didalam makanan yang sekarang banyak terjadi di Indonesia. Karena
faktor ekonomi juga mengakibatkan masalah kurang gizi sehingga
menimbulkan berbagai gangguan kesehatan dan berbagai penyakit
berbahaya lainnya. Apalagi Indonesia saat ini telah menyandang
peringkat ke lima negara kurang gizi sedunia.1Sejauh ini
permasalahan gizi di Indonesia ada dua jenis. Pertama, masalah gizi
makro dimana disimpulkan dalam bentuk gizi kurang atau gizi lebih.
Masalah gizi makro lebih ditekankan pada kekurangan konsumsi
makanan yang mengandung karbohidrat dan protein yang mengakibatkan
komplikasi terhadap kesehatan dan yang kedua masalah gizi mikro
yang berupa kekurangan yang dikelompokkan dalam masalah gizi mikro
seperti kekurangan vitamin, mineral, air yang merupakan zat gizi
pembangun dan sumber aktivitas sel-sel tubuh.1Golongan yang rawan
terhadap masalah kurang gizi di Indonesia yaitu balita, anak-anak,
ibu hamil dan ibu menyusui. Anak-anak yang kekurangan gizi akan
mengalami berbagai gangguan seperti pertumbuhan fisik, mental, dan
intelektual yang mengkibatkan meningkatnya angka kematian dan
berkurangnya kemampuan belajar, serta daya imun tubuh terhadap
berbagai penyakit dan produktivitas bekerja. Kekurangan gizi pada
ibu hamil dan menyusui berdampak buruk seperti catat pada janin
karena pertumbuhan janin tidak sempurna bahkan kematian pada ibu
dan anak, serta anak yang dilahirkan rentan teradap
penyakit.1Masalah kurang gizi di Indonesia harus segera
ditanggulangi dengan pendekatan khusus seperti memberikan edukasi
tentang pengetahuan gizi kepada orang tua sehingga dapat
membudidayakan bahan pangan bergizi seta dapat mengolahnya dengan
baik tanpa merusak kandungan gizi pada pangan tersebut dan saat
memberi makan pangan itu pada anak sehinnga dapat memenuhi gizi
sehari-hari anak. Selain memberikan edukasi gizi pangan sehat perlu
juga kesadaran masyarakat itu sendiri dalam meningkatkan
kesejateraan dan generasi muda yang sehat.1
Sebagai contoh adalah apa yang terjadi di NTT, sebanyak 1918
anak di Nusa Tenggara Timur menderita gizi buruk selama Januari-Mei
2015. Tercatat 11 anak berusia di bawah lima tahun meninggal akibat
gizi buruk. Selain itu, masih ada 21.134 anak balita yang mengalami
kekurangan gizi.2
Kepala seksi Perbaikan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Nusa
Tenggara Timur mengatakan, penderita gizi buruk dialami keluarga
miskin yang meninggal di wilayah terpencil dan pedalaman. Mereka
sulit dijangkau kendaraan bermotor karena ketiadaan jalan.
Pemahaman ibu terhadap gizipun sangat rendah. Kondisi ini
diperparah dengan kemarau panjang tahun 2014 sehingga banyak petani
gagal panen. Akibatnya, terjadi krisis pangan sehingga menyebabkan
gizi kurang. Kondisi gizi kurang ini mengakibatkan penurunan
kecerdasan. 2BAB II
MARASMUS KWASHIOKOR
Definisi
Marasmus-Kwashiokor adalah salah satu kondisi dari kurang gizi
berat yang gejala klinisnya merupakan gabungan dari marasmus, yaitu
kondisi yang disebabkan oleh kurangnya asupan energi, dan
kwashiokor, yaitu kondisi yang disebabkan oleh kurangnya asupan
protein sehingga gejalanya disertai edema.3Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) mendefinisikan kekurangan gizi sebagai
ketidakseimbangan seluler antara asupan nutrisi, energi dan
kebutuhan tubuh untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan dan
fungsi-fungsi khusus. Malnutrisi protein-energi (KEP) berlaku untuk
gangguan yang berhubungan dengan marasmus, kwashiokor, dan
marasmus-kwashiokor. Istilah marasmus berasal dari kata Yunani
marasmos, yang berarti layu atau kurang tenaga. Marasmus
berhubungan dengan asupa yang tidak memadai dari kalori dan
ditandai dengan suatu kekurusan. Istilah kwashiokor ini diambil
dari bahasa Ga dari Ghana dan berarti penyakit dari penyapihan.
Williams pertama kali menggunakan istilah pada tahun 1933, dan
mengacu pada asupan protein yang tidak memadai dengan asupan energi
yang wajar. Edema adalah karakteristik dari kwashiokor namun tidak
ada dalam marasmus. Disebut penyakit penyapihan oleh karena anak
yang disapih mendapat kurang perhatian ketika mendapat adik
lagi.4
Studi menunjukkan bahwa marasmus merupakan respon adaptif/
penyesuaian terhadap kelaparan, sedangkan kwashiokor merupakan
respon maladaptive terhadap kelaparan. Anak-anak mungkin datang
dengan gambaran beragam antara marasmus dan kwashiokor. Ada juga
yang dapat datang dalam bentuk yang lebih ringan dari malnutrisi.
Untuk alasan ini Jelliffe menyarankan istilah malnutrisi
protein-kalori (energi) untuk menyatukan istilah dari
keduanya.4Etiologi
Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan. Oleh karena itu ada
beberapa faktor yang bersama-sama menjadi penyebab timbulnya
penyakit tersebut, antara lain faktor diet, faktor sosial,
kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan, dan lain-lain.51. Peranan
DietMenurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi
kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor,
sedangkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya
seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Tetapi
dalam penelitian yang dilakukan oleh Gopalan dan Narasnya (1971)
terlihat bahwa dengan diet yang kurang lebih sama, pada beberapa
anak timbul gejala-gejala kwashiokor, sedangkan pada beberapa anak
yang lain timbul gejala-gejala marasmus. Mereka membuat kesimpulan
bahwa diet bukan merupakan faktor yang terpenting, tetapi ada
faktor lain yang masih harus dicari untuk dapat menjelaskan
timbulnya gejala tersebut.52. Peranan Faktor Sosial
Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah
turun-temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP.
Adakalanya pantangan tersebut didasarkan pada keagamaan, tetapi ada
pula yang merupakan tradisi yang turun-temurun. Jika pantangan ini
didasarkan pada keagamaan, maka akan sulit diubah. Tetapi jika
pantangan tersebut berlangsung karena kebiasaan, maka dengan
pendidikan gizi yang baik dan dilakukan terus-menerus hal tersebut
masih dapat diatasi. Faktor-faktor sosial lain yang dapat
mempengaruhi terjadinya penyakit KEP adalah 5:
a) Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang sudah
mempunyai banyak anak dengan suaminya yang merupakan pencari nafkah
tunggal
b) Pada pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan
anak sehingga dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat memberi
cukup makan pada anggota keluarganya yang besar tersebut
c) Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu,
sehingga anak-anak terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga jatuh
sakit dan mereka tidak mendapat perhatian dan pengobatan
semestinya
d) Para ibu yang setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap
sehingga harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan
demikian, bayi tersebut tidak mendapat ASI. Sedangkan pemberian
pengganti ASI maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan
semestinya.
3. Peranan kepadatan penduduk
Dalam World Food Conference di Roma (1974) telah dikemukakan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi
dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai
merupakan sebab utama krisis pangan. Sedangkan kemiskinan penduduk
merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan
makanan yang bergizi baik, di samping kuantitasnya.5McLaren (1982)
memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak,
jika di suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan
hygiene yang buruk, misalnya di kota-kota dengan kemungkinan
pertambahan penduduk yang sangat cepat, sedangkan kwashiokor akan
terdapat dalam jumlah yang banyak di desa-desa dengan penduduk yang
mempunyai kebiasaan untuk memberi makanan tambahan berupa tepung,
terutama pada anak-anak yang tidak atau tidak cukup mendapat
ASI.54. Peranan infeksi
Ada interaksi antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi derajat
apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi ringan sekalipun
mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Hubungan ini sinergis, sebab malnutrisi disertai infeksi pada
umumnya mempunyai konsekuensi yang lebih besar.55. Peranan
kemiskinan
Penyakit KEP merupakan masalah negara-negara miskin. Pentingnya
kemiskinan ditekankan dalam laporan Oda Advisory Committee on
Protein pada tahun 1974. Dianggap bahwa kemiskinan merupakan dasar
penyakit KEP.5Patofisiologi
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak
faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor
penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab),
environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang
peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah
compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi tubuh
terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan
kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha mempertahankan hidup
dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat
(glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat
sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah menjadi
karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama kurangnya intake makanan,
jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton
bodies. Setelah lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka
otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber
energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak
dapat memenuhi kebutuhan akan energi lain, protein akan dipecah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini
berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap
ketidakcukupan asupan energi dan protein.3Epidemiologi
Pada 2010-2012, FAO memperkirakan sekitar 870 juta orang dari
7,1 miliar penduduk dunia atau 1 dari delapan orang penduduk dunia
menderita gizi buruk. Sebagian besar (sebanyak 852 juta)
diantaranya tinggal di negara-negara berkembang.6
Anak-anak merupakan penderita gizi buruk terbesar di seluruh
dunia. Dilihat dari segi wilayah, lebih dari 70 persen kasus gizi
buruk pada anak didominasi Asia, sedangkan 26 persen di Amerika
Latian serta Karibia.6
Di Indonesia, perkembangan gizi buruk menurut Riskesdas pada
2013, terdapat 19,6 persen kasus balita kekurangan gizi dan jumlah
tersebut terdiri dari 5,7 persen balita dengan gizi buruk.6Gejala
klinikPada marasmus, penderita tampak sangat kurus, wajah seperti
orangtua, cengeng, rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutis
sangat sedikit sampai tidak ada, perut cekung, iga gambang dan
sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) serta
diare kronik atau konstipasi.6
Gambar 1. Manifestasi klinis marasmusPada kwashiokor lebih
banyak terdapat pada usia dua hingga tiga tahun yang sering terjadi
pada anak yang terlambat menyapih sehingga komposisi gizi makanan
tidak seimbang terutama dalam hal protein. Biasanya tampak edema
umumnya di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum
pedis) yang jika ditekan melekuk, tidak sakit dan lunak, wajah yang
membulat dan sembab, pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan
seperti warna rambut jagung,mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok,
perubahan status mental, apatis dan rewel, pembesaran hati, otot
mengecil (hipotropi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi
berdiri atau duduk, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang
meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
(crazy pavement dermatosis), flag sign yaitu perubahan warna terang
dan gelap pada rambut dan sering disertai penyakit infeksi akut
serta anemia dan diare.7
Gambar 2. Manifestasi klinis anak dengan kwashiorkorPada
marasmus-kwashiokor, gejala klinisnya merupakan gabungan antara
marasmus dan kwashiokor yang disertai oleh edema, dengan BB/U
90%
1 = ringan89-75%
2 = sedang74-60%
3 = berat< 60 %
*Baku = CDC
Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust
Cara Wellcome Trust dapat dipraktekan dengan mudah, tidak
ditemukan penentuan gejala klinis maupun laboratorium, dan dapat
dilakukan oleh tenaga para medis setelah diberi latihan seperlunya.
Cara ini dapat digunakan untuk survei lapangan, namun apabila
dilakukan pada penderita yang sudah mengalami perawatan dan
pengobatan selama beberapa hari dapat membuat diagnosa menjadi
salah. Misalnya pada penderita kwashiorkor dengan berat badan >
60%, jika dirawat selama 1 minggu maka edema akan hilang dan berat
badan menjadi 60%Gizi kurangKwashiorkor