1 POLITIK HUKUM PENGELOLAAN MIGAS DI INDONESIA; Studi Politik Hukum Pengelolaan Migas Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/ PUU /2012 Tentang Pengujian Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 Ratu Riftia Rizki Fakultas Ilmu hukum program peminatan hukum dan kehidupan kenegaraan, Universitas Indonesia, Salemba-jakarta Indonesia [email protected]Abstrak Penelitian ini didasarkan pada Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia, sesudah Putusan Mahkamah Kontitusi tentang pengujian Undang-ndang Migas Nomor 22 Tahun 2001. Penelitian ini membahas tiga permasalahan utama. Pertama, kaitan mengenai Politik Hukum Pengelolaan Migas dengan teori hak menguasai negara atas Migas dalam mewujudkan Negara Kesejahteraan. Kedua, Perkembangan Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia dari Massa Hindia sampai dengan Massa Reformasi. Ketiga, Politik Hukum Pengelolaan Migas sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Pengujian Undang-undang Migas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Hak menguasai Negara atas sumber daya Migas merupakan landasan kokoh sebelum menetapkan langkah kebijakan politik hukum pengelolaan Migas. Negara harus mampu mengelola kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Politik hukum pengelolaan Migas di Indonesia merupakan sikap dan atau perhatian Pemerintah terhadap pengelolaan Migas berupa kebijakan-kebijakan yang dituangkan ke dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, Pengelolaan dan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi. Politik hukum pengelolaan migas di Indonesia selalu mengalami gejolak dan perubahan, baik Setiap terjadinya perubahan Orde politik pemerintahan ataupun beberapa faktor yang mendasarinya, seperti halnya tuntutan masyarakat sampai dengan permohonan Judicial review Undang-undang Migas di Mahkamah Konstitusi. Atas dasar itulah perubahan politik Hukum pengelolaan Migas harus segera dilaksanakan sesuai dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945 , Politik keberpihakan Pemerintah, serta penguataan kelembagaan Negara dalam pengelolaan Universitas Indonesia
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
POLITIK HUKUM PENGELOLAAN MIGAS DI INDONESIA;
Studi Politik Hukum Pengelolaan Migas Setelah Putusan Mahkamah
Konstitusi
Nomor 36/ PUU /2012 Tentang Pengujian
Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001
Ratu Riftia Rizki
Fakultas Ilmu hukum program peminatan hukum dan kehidupan kenegaraan, Universitas
Penelitian ini didasarkan pada Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia, sesudah Putusan Mahkamah Kontitusi tentang pengujian Undang-ndang Migas Nomor 22 Tahun 2001. Penelitian ini membahas tiga permasalahan utama. Pertama, kaitan mengenai Politik Hukum Pengelolaan Migas dengan teori hak menguasai negara atas Migas dalam mewujudkan Negara Kesejahteraan. Kedua, Perkembangan Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia dari Massa Hindia sampai dengan Massa Reformasi. Ketiga, Politik Hukum Pengelolaan Migas sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Pengujian Undang-undang Migas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Hak menguasai Negara atas sumber daya Migas merupakan landasan kokoh sebelum menetapkan langkah kebijakan politik hukum pengelolaan Migas. Negara harus mampu mengelola kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Politik hukum pengelolaan Migas di Indonesia merupakan sikap dan atau perhatian Pemerintah terhadap pengelolaan Migas berupa kebijakan-kebijakan yang dituangkan ke dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, Pengelolaan dan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi. Politik hukum pengelolaan migas di Indonesia selalu mengalami gejolak dan perubahan, baik Setiap terjadinya perubahan Orde politik pemerintahan ataupun beberapa faktor yang mendasarinya, seperti halnya tuntutan masyarakat sampai dengan permohonan Judicial review Undang-undang Migas di Mahkamah Konstitusi. Atas dasar itulah perubahan politik Hukum pengelolaan Migas harus segera dilaksanakan sesuai dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945 , Politik keberpihakan Pemerintah, serta penguataan kelembagaan Negara dalam pengelolaan Hulu Migas. Disamping itu, penulis menyampaikan, bahwa Rancangan perubahan Undang-Undang Migas diharapkan dapat mengakomodir segala masalah yang selalu terjadi yang dikeluhkan oleh berbagai pihak, baik dalam hal hak menguasai negara dan maupun kebijakan teknis guna mendukung berkembangnya industri Migas Nasional sebagai wujud kemandirian dan ketahanan energi.
Abstrak
GAS MANAGEMENT LEGAL POLICY IN INDONESIA;
Legal Politics of Oil and Gas Management Legal Studies After the Constitutional Court Decision
The study was based on the Law of Political Management of Oil and Gas in Indonesia, after the Constitution Court's decision on judicial-ndang Gas Number 22 of 2001. This study addresses three main issues. First, the relation of the Political Law of Oil and Gas Management Oil and Gas sovereignty theory in realizing the Welfare State. Secondly, Political Developments in Indonesia Oil and Gas Management Law of the Indies to the mass Mass Reformation. Third, Political Law of Oil and Gas Management after the Constitutional Court Decision on Testing Oil and Gas Act. The method used in this study is a normative juridical using secondary data. The results showed that. State right to control over oil and gas resources are the bedrock before setting policy measures law of oil and gas management. Countries should be able to manage natural resources for the greatest welfare of the people. Political management of oil and gas law in Indonesia is the attitude or the attention of the government and the management of oil and gas in the form of policies that poured into the Law and Government Regulation, Management and Operation of Oil and Gas. Political management of oil and gas law in Indonesia has experienced turmoil and change, both political Any Order changes in government or some underlying factors, as well as the demands of the public to request a judicial review of Oil and Gas Law in the Constitutional Court. On this basis the management of oil and gas law for political change should be carried out in accordance with Article 33 paragraph (2) and (3) of the Act of 1945, the Government Political alignments, as well as institutional Strengthening the State in the management of upstream oil and gas. In addition, the authors convey, that the draft oil and gas law change is expected to accommodate any problems that always occur complained of by the various parties, both in terms of rights and state control of the technical and policy to support the development of the National Oil and Gas industry as a form of self-reliance and energy security.
Keywords: Legal Policy; judicial review; Management of Oil and Gas;
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak menguasai Negara atas sumber daya alam merupakan sebuah tolak ukur kemandirian sebuah negara yang berhasil dalam penanganan masalah pengelolaan sumber daya alam. Sebagai negara yang sangat kaya akan sumber daya alam baik renewable dan non renewable, Indonesia seharusnya mampu menjadi negara makmur, kaya dan sejahtera apabila sumber-sumber daya tersebut dialokasikan secara tepat, dengan mengacu kepada kebermanfaatan yang dijamin oleh Pemerintah bagi kemakmuran rakyat.
Hak menguasai negara terhadap Migas diwujudkan pemerintah dengan membuat beberapa
kebijakan1 yang mengatur tentang hak pengelolaan migas. Pengelolaan Migas ini seharusnya 1 Menurut Carl I. Friedrick kebijakkan adalah Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, dimana kebijakan yang
Universitas Indonesia
3
mengedepankan kepentingan nasional dengan tujuan mensejahterakan rakyat Indonesia sesuai
cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33
ayat (2) dan (3) 2. Dengan demikian pemerintah seharusnya membangun sepenuhnya politik
hukum pengelolaan Migas yang berdaulat dengan rencana arah kebijakan yang strategis dan
lebih tepat manfaat, untuk mewujudkan Negara Kesejahteraan.
Terkait dengan pengelolaan dan pengusahaan sumber daya alam sesuai dengan arahan
konstitusi. Kebijakkan mengenai Migas mengalami perjalanan yang sangat panjang guna
memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) yang menegaskan bahwa
cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup banyak
dikuasai oleh Negara dan Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.3 mulai dari masa kemerdekaan hingga saat ini.
Undang-Undang Nomor 37/Prp/1960 tentang pertambangan Umum dan Undang-Undang
Nomor 44/Prp/1960 tentang pertambangan Migas. Merupakan Undang-Undang pertama yang
mengatur kebijakkan pemerintah dalam pengelolaan Migas dalam Undang-Undang tersebut
mulai dijelaskan secara jelas menyatakan, Migas merupakan sumber daya yang strategis untuk
pembangunan masyarakat yang adil dan makmur, merupakan kekayaan nasional yang hanya
diusahakan oleh negara dan pengusahaanya hanya dilaksanakan oleh Perusahaan Negara4 yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971, dan diterbitkan Undang-Undang
Migas Nomor 22 Tahun 2001, dengan demikian politik hukum pengelolaan Migas mengalami
perubahan yang signifikan dibandingkan kedua Undang-Undang sebelumnya, karena dinilai
Undang-Undang itu dalam beberapa butir ketentuannya dalam Undang-undang Migas Nomor
diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Rianto Nugroho, Metode Penelitian Kebijakan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2013), hal. 4.
2 liat Bab XIV Undang-Undang Dasar 1945 tentang “ Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial”, khususnya Pasal 33 ayat (2) dan (3), Pasal lainnya Pasal adalah Pasal 23 ayat (1), Pasal 31 (5) dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
3 Undang-Undang Dasar 1945, mengamanatkan penguasaan sumber daya kekayaan alam oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) dan merupakan arahan strategis dalam pengaturan perekonomian nasional
4 Liat Penjelasan atas Undang-Undang Nomor44/Prp/1960 tentang pertambangan Migas.
Universitas Indonesia
4
22 Tahun 2001. Walaupun Undang-Undang tersebut mengandung asas ekonomi kerakyatan,
asas keterpaduan, asas manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas pemerataan, asas
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat banyak.5 Terlepas dari subtansi Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2001, dasar pembentuk Undang-Undang tersebut sangat diintervensi oleh pihak asing
yaitu International Monetary Fund (IMF). 6 Butir-butir ketentuan yang telah disebutkan diatas
menerapkan langkah liberalisasi dengan membuka dan memisahkan seluruh sektor Migas
kepada pihak ketiga (termasuk perusahaan asing) kegiatan eksplorasi juga tidak meningkat.
Oleh karena timbulah reaksi dari berbagai kalangan yang pada dasarnya menyatakan undang-
undang tersebut tidak sesuai dengan konstitusi terutama pada Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945.
Selama berlakunya Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001, telah diajukan judicial
review7, terhadap Undang-Undang tersebut sebanyak 3 (tiga) kali yaitu Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 002/Puui/2003, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/Puu/2007, dan
yang terbaru Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU/2012 pada tanggal 13 November
2012 Dalam amar putusan yang berbunyi mengabulkan permohonan pemohon sebagian,
sehingga Undang-Undang tersebut masih dianggap kontitusi kecuali pada Pasal 1 angka 23,
Pasal 4 Ayat (3), Pasal 41 Ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 Ayat (1), Pasal 59 huruf a,
Pasal 61, dan Pasal 63 Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4152) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
5 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 2.
6Syaiful Bakhri, Migas Untuk Rakyat, Pergulatan Pemikiran dalam Peradilan Mahkamah Konstitusi (Jakarta: Grafindo Khasanah Ilmu, 2013), hal. 13. Pada tahun 1998, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 14 persen. Krisis Indonesia menempatkan Indonesia sebagai pasien lembaga-lembaga kreditorInternassional seperti, IMF, Word Bank, Asian Development Bank (ADB), yang tergabung dalam Consultative Groups on Indonesia (CGI). Mereka datang dengan sejumlah agenda liberalisasi sebagai persyaratan, untuk pencairan dana, agar Indonesia segera menjalankan program-program liberalisasi dan deregulation sektor keuangan, privatisasi asset negara, dan pengetatan fiscal dengan mencabut subsidi publik di sektor pangan, pendidikan dan kesehatan. Lihat: M. Kholid Syeirazi, Di Bawah Bendera Asing Liberalisasi Indistri Migas di Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2009), hal.1-2.
7Judicial review merupakan fungsi dari Mahkamah Konstitusi dalam rangka menguji konstitusionalitas suatu Undang-Undang, baik dalam arti formil ataupun dalam arti pengujian materil.
Universitas Indonesia
5
Indonesia Tahun 1945. Semua pasal tersebut dan semua frasa merupakan penjabaran mengenai
Badan Pelaksanaan Migas 8.
Kekuatan hukum mengikat dan final Judicial review Mahkamah Konstitusi dalam
Putusannya tersebut mempunyai dampak besar bagi kebijakan Migas di Indonesia. Sehingga
berdampak dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2012 dengan mengalihkan
seluruh proses pengelolalaan kegiatan yang sedang ditangani Badan Pelaksana Migas kepada
Kementerian ESDM sebagai situasi darurat. hal ini menjadi puncak bagaimana kedaulatan
terhadap migas yang selalu dipertanyakan dan dituntut oleh masyarakat untuk bisa memenuhi
amanah pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945. Desakkan kepada
Pemerintah untuk segera merubah Undang-Undang Migas 2001 mulai menjadi wacana hangat
sejak dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU/2012 karena dianggap
kedaulatan migas dianggap tidak mempunyai kepastian hukum hingga saat ini.
Berdasarkan hal tersebut yang paling penting untuk dikaji adalah apakah politik hukum
pengelolaan Migas yang selama ini di Indonesia sudah berdasarkan semangat dan jiwa Pasal
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan (3), secara konsisten dan konsekuen, karena
hanya dengan ini pengelolaan sumber daya alam Migas diharapkan memberikan kemakmuran
bagi seluruh rakyat Indonesia9. Pentingnya pembahasan politik hukum 10pengelolaan minyak
dan gas bumi karena akan berimbas pada kesiapan Indonesia dalam menghadapi pasar bebas
pengelolaan minyak dan gas bumi, terutama dalam factor aturan hukum. Absurditas politik
pengelolaan Migas Indonesia dapat dilihat dalam beberapa putusan Mahkamah Konstitusi
prihal pengujian Undang-undang Migas dimana putusan-putusan tersebut saling berkaitan
8Liat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/Puu/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001, hal.115.
9Suyitno Patmosukismo, Migas Politik, Hukum, dan Industri, (Jakarta: Fikahati Aneska, 2011), hal. 19.
10Menurut Dahnil Azhar Simanjuntak, peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan bagian dari hukum yang dibuat secara sengaja oleh institusi negara. Ia muncul tidak tiba-tiba. Namun, dibuat dengan tujuan dan alasan tertentu. Keanekaragamaan tujuan dan alasan dibuatnya peraturan perundang-undangan disebut sebagai politik hukum (legal policy). Lihat Dahnil Azhar Simanjuntak, Meneropong Politik Hukum Ekonomi Indonesia,diakses 27 november 2013.www.one.indoskripsi.com.
Universitas Indonesia
6
laksana mata rantai saling sambung menyambung dengan perkembangan pengelolaan Sumber
daya migas sehingga harus segera ditemukan solusinya.11
B. Metode Penelitian
Dalam membahas “Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia”. Metode pendekatan
yang digunakan adalah yuridis normatif melalui pendekatan Undang-Undang, pendekatan
historis, dan pendekatan analisis. Ketiga pendekatan ini digunakan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan pada pokok masalah. Pada pokok permasalahan pertama mengunakan pendekatan
teori-teori hukum yang terkait pengelolaan hukum migas, Pada pokok permasalahan kedua
menggunakan pendekatan historis Metode yuridis hisoris12 digunakan sebagai upaya untuk
melihat perkembangan politik hukum pengelolaan Migas dari Masa Hindia Belanda, setelah
Kemerdekaan samapai Orde Lama (1945-1966), Masa Orde Baru (1966-1998), dan Era
Reformasi (1998-2013), dan menggunakan pendekatan Undang-Undang serta pendekatan
analisis sesuai dengan teori-teori hukum yang terkait. Pada pokok permasalahan ketiga
mengunakan pendekatan Undang-Undang, Putusan Makhamah Konstitusi, serta Rancangan
Undang-Undang yang dianalisis dengan teori-teori yang terkait Politik Hukum Pengelolaan
Migas, hak menguasai negara dan Negara Kesejahteraan sesuai dengan Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 33 ayat (2) dan (3) serta Teori hukum Responsif. Dengan Tipologi Penelitian
berbentuk secara sederhana penelitian descriptive explanatory.
Dengan mengunakan Bahan hukum primer : Terdiri dari Undang-undang Dasar 1945,
Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta Undang-Undang Yang terkait
lainnya. Peraturan Presiden, Surat Keputusan Menteri, Rancangan Undang-Undang dan Naskah
Akademik. Bahan hukum sekunder: Terdiri dari buku-buku mengenai politik hukum
11 Liat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU/2003, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-v/2005, dan Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 26/PUU/2012. Tentang Pengujian Undang -Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001.
12Peter Mahmud Marzuki menggunakan istilah Pendekatan historis (historical Approach) dilakukan dengan menelaah Latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi, sebagaimana dikutif dalam Abdul Ghofar, Perbandingan Kekuasaan Presiden op. cit, hal.25
Universitas Indonesia
7
pengelolaan migas dari aspek konstitusi, jurnal-jurnal yang telah ditulis oleh Para Ahli,
dokumen publik meliputi Koran, website yang telah menulis pemberitaan mengenai kedaulatan
migas dari narasumber-narasumber yang ahli. Bahan hukum tersier: Terdiri dari bahan hukum
penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, seperti
kamus umum, kamus hukum, majalah dan/atau jurnal-jurnal ilmiah, pembicaraan serta diskusi
informal.
Yang dikumpulkan melalui Kegiatan pengumpulan data melalui kegiatan studi dokumen
ataupun studi kepustakaan terhadap data skunder. Studi kepustakaan dilakukan dibeberapa
tempat seperti perpustakaan, maupun mengakses data melalui internet melalui situs website
pemberitaan resmi yang didukung oleh sumber data dan narasumber yang ahli dan valid,
pengumpulan data dari Dewan Perwakilan Rakyat, serta pengumpulan putusan-putusan
Mahkamah Konstitusi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terkait dengan judicial
review Undang-Undang Migas. Mengunakan Metode Analisis Data kualitatif. Dengan
mengunakan beberapa teori yaitu
1. Teori Politik Hukum.
Rumusan sederhana atas politik hukum adalah arahan atau garis resmi yang dijadikan
dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka mencapai
tujuan bangsa dan negara.13 Politik hukum untuk mewujudkan fungsi-fungsi hukum, tidak
hanya terdapat pada asas dan kaidah hukum, tetapi meliputi sistem pembentukkannya,
sistem penegakkan dan usaha pembaharuan tatanan sosial yang menjunjung tinggi hukum.
Dengan perkataan lain, politik hukum harus bersifat integral tidak parsial, baik dari aspek-
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Politik hukum menganut prinsip double movement, yaitu selain sebagai kerangka pikir
merumuskan kebijakan dalam bidang hukum oleh lembaga-lembaga yang berwenang ia
juga dipakai untuk mengkritisi produk-produk hukum yang telah di undangkan berdasarkan
legal policy di atas. berdasarkan legal policy diatas. Ruang lingkup kajian politik hukum
sebagai berikut:14
13Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: LP3Es, 2006), hal. 30-31..14 Syaukani, imam, Dasar-Dasar Politik Hukum ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 51-52
Universitas Indonesia
8
1. Proses pengalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh
penyelenggara Negara yang berwenang merumuskan politik hukum
2. Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut kedalam bentuk
sebuah rancangan peraturan Perundang-undangan oleh penyelenggara Negara yang
berwenang merumuskan politik hukum
3. Penyelanggara negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum
4. Peraturan Perundang-undangan yang yang memuat politik hukum
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum, baik yang
akan, sedang, dan telah ditetapkan.
6. Pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari
politik hukum suatu negara.
Pada ruang lingkup pertama merupakan tahapan awal dari kajian politik hukum. Pada
tahapan ini kita mengetahui apakah nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam
masyarakat telah di akomodasi oleh penyelenggara negara yang merumuskan politik hukum
atau bahkan mungki sebaliknya. Kajian terhadap bidang ini penting untuk dilakukan karena
secara substansial, hukum tidak pernah lepas dari struktur rohaniah masyarakat yang
bersangkutan, atau masyarakat yang mendukung hukum tersebut.15 Itu artinya, bila hukum
itu dibangun di atas landasan yang tidak sesuai dengan struktur rohaniah masyarakat, biasa
dipastikan resistensi masyarakat terhadap hukum itu akan sangat kuat, bila dikaitkan
dengan teori keberlakuan hukum, hukum yang baik harus memenuhi syarat sosiologis,
filosofis dan yuridis.16
2. Teori Hak Menguasai Negara
Hak menguasai negara Indonesia yang mengacu pada Pancasila, yang dimana
kedaulatan negara atas Sumber Daya Alam adalah kata lain dari “dikuasai oleh negara”
bagi Negara Republik Indonesia. Pancasila merupakan landasan filosofi kekuasaan oleh
15 Artidjo alkostar. Menelusuri Akar dan Merancang Hukum Nasional” dalam identitas Hukum, (Yogyakarta: Fakultas Hukum UI, 1997), hal.ix.
16Syaukani imam, Loc.cit., hal 53.
Universitas Indonesia
9
Negara atas sumber daya alam yang diselenggarakan Pemerintah. kekuasaan ini merupakan
nilai-nilai keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana dalam sila kelima falsafah
Pancasila, harus dipahami bahwa antara sila tersebut terdapat hubungan yang saling
bertautan dan komplementer sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh bagaikan
piramida.17 Sehingga merupakan sumber dari segala sumber hukum yang menjadi landasan
konsep dalam penguasaan sumber daya alam Indonesia.
Selain itu merupakan landasan kebijakan bagi politik pengaturan hukum bidang-bidang
sumber daya alam dan sekaligus merupakan landasan politik ekonomi Indonesia, yang
dinyatakan secara normatif dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.18 Ayat (2) dan (3)
yakni “cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai Negara” dan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat” adalah menyentuh ikhwal penguasaan yang luas terhadap cabang produksi yang
penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi, air dan kekayaan
didalamnya, dalam Penjelasan UUD 1945 diamanatkan :
“Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu, cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada ditangan orang seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Dari penjelasan diatas, posisi Negara adalah sentral, karena Negara menguasai (1)
cabang produksi yang penting, (2) produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan
(3) bumi, air dan kekayaan didalamnya. Penguasaan Negara tersebut diletakkan diatas
penguasaan pribadi yang dipersepsi sebagai salah satu sumber penindasan rakyat. Dalam
tafsir awal “penguasaan Negara” lebih bernuansa kehadiran peran Negara sebagai Aktor
17 Sunarjo W Reksosuhardjo, Filsafat Pancasila secara Ilmiah dan Aplikatif, (Yogyakarta: ANDI 2004), hal.43.
18 Sunoto, Filsafat Pancasila: Pendekatan melalui Metafisika, Logika, dan Etika, (Yogyakarta: Hinindita, 1989), hal.116-117.
Universitas Indonesia
10
Utama di bidang perekonomian Indonesia. Dari situ kemudian lahir beberapa badan usaha
milik Negara (BUMN) dan dalam perkembangan berikutnya penguasaan Negara itu bisa
pula diartikan sebagai Regulator, sehingga makna dan pengertian “penguasaan Negara”
semakin melebar dan potensial bias atau rancu. Rujukan formal penguasaan sumber daya
alam di Indonesia dapat ditemukan dasar normatif pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945 yaitu: “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” inti
dari pasal ini adalah menyatakan konsep penguasaan oleh Negara terhadap sumber daya
alam.
Penafsiran konsep penguasaan negara dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
juga terdapat dalam putusan Mahkamah Kontitusi mengenai pengujian Undang-Undang
Migas 19. Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya menafsirkan mengenai
“hak menguasai negara” bukan dalam makna memiliki, tetapi dalam pengertian bahwa
Negara hanya merumuskan kebijakan (beleid), melakukan pengaturan (regelendaad),
melakukan pengurusan (bertuursdaad), melakukan pengelolaan (beheersdaad), dan
melakukan pengawasan (toezichthoudendaad). Putusan Mahkamah Konstitusi
mengkonstruksi 5 fungsi Negara dalam menguasai cabang-cabang produksi penting yag
menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Pengertian Hak menguasai Negara Menurut Mohammad Hatta20:"Dikuasai oleh
negara dalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang Undang Dasar 1945 tidak berarti negara
sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ondenemer. Lebih tepat dikatakan bahwa
kekuasaa negara terhadap pada membuat peraturan guna melancarkan jalan ekonomi ...
3. Teori Negara Kesejahteraan.
Merujuk pada Spicer pengertian Negara kesejahteraan sebagai berikut:21 “The Welfare State is an attempt to break away from the stigma of the poor law. it was not designed for the poor…The best way to help the poor within the welfare state is not to target programmes more carefully on the poor, ut the converse to ensure that there is a general
19Liat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/ PUU/2012 mengenai pengujian Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001.
20Mohammad Hatta, Cita-Cita Koperasi Dalam Pasal 33 UUD 1945, Pidato pada hari Koperasi 12 juli 1977 dalam Sri Edi Swarsono (Ed.), Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, (Jakarta : UI Pres, 1987), hal. 15.
21Spicer Paul, Poverty and the Welfare State (utha: Dispelling the Myths 2002), hal, 6 dan 37.
Universitas Indonesia
11
framework of resources, services and opprotunities which are adequate for people’s needs and can be used by everyone. That is what welfare state was meant to do. that is what we have forfotten. “
Konsep negara kesejahteraan seringkali dipersepsikan berbeda-beda, tergantung dari
sudut pandang dari sesorang yang tengah memperbincangkannya. Ada yang
mempersepsikan dari spectrum ekonomi,22 politik,23 Ideolgi. Terhadap pandangan-
pandangan itu, terdapat elemen-elemen dasar yang dapat mempertautkan gagasan yang
multi persepsi tersebut, hingga membentuk pemahaman awal atas pengenalan konsep
negara kesejahteraan. Elemen-elemen itu adalah negara, pasar dan masyarakat. Jika
elemen-elemen dasar itu dielaborasi dan dikonstruksi, maka membentuk wujud dasar untuk
mengenal konsep negara kesejahteraan, yaitu suatu konsep yang mendudukan peran
pemerintah secara terukur dan berkomitmen terhadap persamaan sosial dan keadilan
dengan mengacu pada tiga prinsip berikut ini:
1. Perbaikan dan pencegahan terhadap efek-efek yang merugikan fungsi ekonomi
pasar, khususnya yang merugikan bagi kesejahteraan pihak yang secara ekonomi
dan sosial dianggap kurang mampu;
2. Distribusi kekayaan dan kesempatan bagi semuanya secara adil dan merata; dan
3. Promosi terhadap kesejahteraan sosial dan sistem jaminan bagi yang kurang agar
mampu memperoleh manfaat yang lebih besar.
Dengan beroperasi didasarkan pada prinsip-prinsip tersebut di atas, konsep negara
kesejahteraan memiliki enam tujuan dasar, yakni: pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja
yang cukup, stabilitas harga, pembangunan dan ekspansi sistem jaminan sosial serta
peningkatan kondisi kerja, distribusi modal dan kesejahteraan yang seluas mungkin, dan
promosi terhadap kepentingan dan kelompok sosial dan ekonomi yang berbeda-beda24.
Untuk kepentingan analisis, teori negara kesejahteraan lebih ditekankan pada aspek
sistem jaminan sosial. Sistem jaminan sosial pada suatu negara sering kali dituangkan
dalam wujud legislasi dan kebijakan sosial. Tak dapat disangkal bahwa bahwa teori negara
22Bar, The Economics of the Welfare State, (Uk: Oxford 1998). Hal. 6.
23 A Briggs, The welfare State in Historical Perspective, European Journal of Sociology, 1961.24Memahami bahwa konsep negara kesejahteraan seperti itu, maka karakter hukum pada negara kesejahteraan seharusnya adalah responsif (Demokratis). Konsep hukum responsive dikemukakan oleh Nonet dan Zelsnick.
Universitas Indonesia
12
kesejahteraan tidak identik dengan kebijakan sosial, tetapi sebuah negara yang disebut
mengusung konsep negara kesejahteraan tidak akan bermakna jika tidak terdapat sistem
jaminan sosial di dalam legislasi dan kebijakan sosialnya.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Politik hukum pengelolaan Migas di Indonesia merupakan sikap dan atau perhatian
Pemerintah terhadap pengelolaan Migas berupa kebijakan-kebijakan yang dituangkan ke
dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, Pengelolaan dan Pengusahaan Minyak dan
Gas Bumi, merupakan kegiatan pengelolaan bahan strategis baik untuk perekonomian Negara
maupun untuk kepentingan rakyat dalam mewujudkan tujuan Negara kesejateraan. Hak
menguasai Negara atas sumber daya alam migas sebagai landasan kokoh sebelum menetapkan
langkah kebijakan Negara harus mampu mengelola kekayaan alam yang terkandung dalam
bumi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini sejalan dengan asas hak menguasai
oleh Negara, tujuan penguasaan oleh Negara adalah agar kekayaan dapat dimanfaatkan
seoptimal mungkin untuk kemakmuran rakyat. Oleh karena itu Hak menguasai Negara
menjadi Komponen penting yang menjadi fondasi landasan hukum dan politik pengelolaan
sumber daya alam Migas terdiri dari: a) Kepemilikan kekayaan alam, b) Penguasaan oleh
Negara, c) Kewenangan Perusahaan Negara dalam pengusahaan Migas sampai kepada
Perusahaan Negara dalam Pengusahaan migas sampai kepada prinsip kerja sama dengan pihak
ketiga termasuk batas kewenangan yang diberikkan kepada pihak asing. Kepemilikan
kekayaan alam termasuk kekayaan alam yang berupa Migas tunduk pada pengaturan hukum
pertambangan yang dikenal dengan hak atas Kuasa Mineral, hak atas Kuasa Pertambangan
dan hak atas Kuasa Usaha Penguasaan atas kekayan alam yang terkandung dalam suatu
wilayah Negara sebagai bagian dari integral dari kedaulatan. Sedangkan kuasa pertambangan
merupakan wewenang dalam pengaturan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan
pertambangan, dan kuasa usaha pertambangan merupakan wewenang untuk melakukan
pengendalian dan pengelolaan.25
Hak menguasai oleh Negara atas sumber daya alam sebagai fondasi landasan hukum dan
politik pengelolaan sumber daya alam Migas landasan utama dan paling mendasar,
25 Suyitno Patmosukismo, Loc.cit., 46.
Universitas Indonesia
13
penyelenggaraanya oleh Negara untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Terkait dengan penguasaan oleh Negara, secara yuridis jelas disebutkan dalam Pasal 33 ayat
(2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan Pasal yang dikenal sebagai pasal
ideologi dan politik ekonomi Indonesia, karena di dalamnya memuat ketentuan tentang hak
penguasaan negara atas:26
1. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak; dan
2. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang harus dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Terkait dengan pengertian kepemilikan atas kekayaan alam, Pasal 33 ayat (2) dan (3)
Undang-Undang Dasar 1945 yang menjelaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai Negara. Ketentuan konstitusi ini dimaksudkan pemilikan
kekayaan alam selama masih dalam perut bumi harus tetap dikuasai oleh Negara dan
diusahakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini dapat dijabarkan lebih luas
mengenai hak menguasai negara yang pada prinsipnya mengacu kepada hak menguasai atas
Sumber daya Migas dalam pengusahaan dan pengelolaannya. Pengelolaan sumber daya alam
migas harus bermanfaat bagi kelangsungan hidup bangsa. Dalam hal ini yang dipertaruhkan
adalah kepentingan nasional yang tujuannnya adalah mewujudkan Negara Kesejahteraan.
Secara konstitusional Negara Republik Indonesia adalah penganut paradigma negara
kesejahteraan yaitu negara yang secara proaktif dan imperaktif ikut mengusahakan keadilan
dan kesejahteraan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam praktiknya Negara yang
menganut welfare state berarti bahwa tujuan Negara adalah untuk melayani masyarakat.
Konstitusi Negara Republik Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pembukaan
terkait cita-cita nasional, bahwa Negara hendak mewujudkan kondisi adil dan makmur bagi
seluruh rakyat Indonesia, dalam tujuan Negara kesejahteraan.27 Secara teori Indonesia menurut
Negara hukum modern Indonesia merupakan Negara yang mempunyai tujuan Negara
kesejahteraan yang dimana dalam Negara Hukum Modern dijabarkan ciri-negara Negara
kesejahteraan sebagai berikut:
26 Republik Indonesia, Pasal 33 (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 194527Ibid., hal 59.
Universitas Indonesia
14
1. Corak Negara adalah welfare state, suatu Negara yang mengutamakan kepentingan
rakyat.
2. Staatsonhouding diganti dengan staatsbemoeienis artinya Negara ikut campur dalam
semua lapangan kehidupan masyarakat.
3. Ekonomi liberal telah diganti dengan sistem ekonomi yang lebih dipimpin oleh
pemerintah pusat
4. Tugas dari suatu walfare state adalah Bestuurszorg, yaitu menyelenggarakan
kesejahteraan umum
5. Tugas Negara adalah menjaga keamanan dalam arti luas, yaitu keamanan sosial di
segala lapangan kehidupan masyarakat.
Secara yuridis Corak negara Indonesia sebagai Negara kesejahteraan dapat diliat pada.
Penjelasan Pasal 33 UUD 1945” Kemakmuran masyarakat yang di utamakan bukan
kemakmuran dari orang seorang” dan Ketetapan MPR RI Nomor. IV/ MPR/ 1978 isinya
sebagai berikut:28 “tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan nasional yang
bertujuan mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik itu materil
maupun spiritual dan setertusnya” karena mengutamakan kepentingan seluruh rakyat.
Terkait Politik Hukum Pengelolaan Migas, Indonesia merupakan Negara yang sering
mengalami degradasi politik hukum pengelolaan Migas, Dari seluruh rangkaian fakta terkait
pembentukkan kebijakkan perundang-undangan Migas di Indonesia yang telah diuraikan jelas
bahwa politik hukum pengelolaan migas di Indonesia selama ini telah mengalami berubahan
setiap terjadinya perubahan orde politik pemerintahan. Seperti pada jaman penajajahan
pemerintahan belanda, dalam penjajahan Belanda pengaturan kebijakan Migas telah beberapa
kali mengalami amandemen dengan tujuan penjajah menguasai hasil Migas Indonesia dengan
sebesar-besarnya untuk kepentingan negaranya melalui kebijakan kontrak 5a dalam Indische
Mijnwet menyatakan dengan tegas bahwa segala kekayaan yang ada di dalam bumi adalah
milik negara29.
28Republik Indonesia, Ketetapan MPR RI Nomor. IV/ MPR/78 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara hal. 10 dan 37.
29 Suhardi, Sejarah Perkembangan Industri Migas Indonesia, diunduh 25 November. 2013.http://www.perhimakbandung.org/index.php?option=com_content&view=article&id=82:sejarah-perkembangan-industri-migas&catid=artikel&Itemid=66,
45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63. 32 amar Putusan
Mahkamah Konstitusi dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang. Dengan
dibatalkannya beberapa pasal di atas, maka diperlukan perumusan yang baru terhadap
substansi pengaturan yang ada, yang dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum dan
langkah-langkah pembaharuan dan penataan kembali atas penyelenggaraan pengelolaan
sumber daya alam minyak dan gas bumi. Karena sejak diberlakukannya putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 36/PUU/2012 satuan kerja SKK migas yang dibentuk berdasarkan Perpres
Nomor 95 Tahun 2012 dengan ditindaklanjut oleh Keputusan Menteri ESDM No. 3135 K/08/
MEM/2012, Keputusan Menteri ESDM No. 3136 K/73/MEM/2012 yang juga terbit pada
tanggal 13 November 2012 dan Perpres Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraaan
Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, akan tetapi Kepres dan Permen
hanya bersifat sementara untuk mengisi kekosongan hukum karena tidak adanya lagi Badan
Pelaksana Migas, fungsi dan tugas Badan Pelaksana Migas yang harus dilaksanakan oleh
Pemerintah selaku pemegang kuasa pertambangan c.q. Kementerian yang memiliki
kewenangan dan tanggung jawab dalam bidang Migas sampai di terbitkannya undang-undang
yang sudah direvisi.33
32 Liat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU/ 2012 tentang pengujian Undang-undang Migas33 Liat Konsideran amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU/2012 Tentang Pengujian Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001.
Universitas Indonesia
18
Rancangan Undang-undang Revisi sudah diajukan berdasarkan usul Dewan Perwakilan
Rakyat, Rancangan Undang-undang berdasarkan usul pemerintah hingga saat ini masih dalam
perumusan. Rancangan Undang-undang Revisi Migas usul Dewan Perwakilan Rakyat yang
sedang dibahas oleh Badan Legislatif rencana masuk dalam agenda Proglenas34.
Beberapa poin Perubahan–perubahan yang berlaku dalam Rancangan Undang-Undang atas
usul Dewan Perwakilan Rakyat antara lain, penambahan penggolongan gas bumi yaitu
termasuk semua turunan dari hidrokarbon yang berasal dari dalam bumi; Penegasan wujud
pemerintah dalam bentuk pengertian BUMN di bidang minyak dan gas bumi dan DPR;
Perubahan bentuk dari pengertian Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah dalam pengelolaan
Migas; Perubahan dan penambahan Pasal mengenai pengaturan mengenai wilayah kerja dan
wilayah kerja baru; Pengaturan terkait batasan waktu dalam kontrak kerja sama yang mulai
diterapkan dalam RUU, menjadikan system batas waktu dalam kontrak kerja sama dan
permohonan perpanjangan kontrak menjadi lebih jelas dan rinci serta transparan; Penguatan
fungsi Badan usaha milik daerah dan hak dan kewajiban daerah. Serta memberian hak dan
kewajiban bagi BUMD dan Daerah dalam pengelolaan migas di wilayahnya; Penambahan
kebijakkan baru yaitu Dana minyak dan gas bumi; Mengganti Badan pelaksana yang sudah
dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 oleh Mahkamah Konstitusi,
dengan Badan Pengelola dalam bentuk status hukum sebagai badan hukum publik.35
Dari beberapa poin berubahan tersebut, berdasarkan teori hukum responsive belum
maksimal mengakomodir segala partisipasi masyarakat dan berbagai kepentingan melalui
salah satu Organisasi IPA36 beberapa masalah tersebut seperti kepastian fiskal, cost Recovery,
memperlakukan fasilitas migas sebagai objek vital nasional. Tidak menjadi dasar untuk
dilakukan perubahan yang diusulkan oleh DPR. Sehingga dikhawatirkan Undang-Undang
Perubahan ini kelak jika telah disahkan, belum memenuhi upaya maksimal dalam
peningkatan pengelolaan Migas di Indonesia untuk mewujudkan kemakmuran rakyat dalam
mencapai Negara kesejahteraan di sektor sumber daya alam minyak dan gas bumi.
Selanjutnya berdasarkan hak menguasai Negara yang bersumber jiwa dari Pasal 33 ayat (2)
dan (3) Rancangan Undang-undang sudah berhasil menampung makna dari penguasaan
34 Wawancara dengan staf sekretaris komisi VII35 Liat Rancangan Undang-Undang atas Perubahan Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001. 36 Suyitno Patmosukismo, Op, cit., hal. 345.
Universitas Indonesia
19
Negara dalam pengelolaan Migas37, telah mengkoordir permasalahan yang dihadapi oleh
pemerintah yaitu kepastian hukum akan kontrak kerja sama apabila terjadi berubahan dalam
perUndang -undangan Minyak dan Gas Bumi, kejelasan dan transparasi terkait perpanjangan
kontrak Kerja Sama (KKS) yang dibahas lebih rinci dan jelas waktu, pihak dan tata cara
perpanjangan kontrak kerja sama, perbaikan sistem tata kelola industri migas di Indonesia
dalam bentuk penguatan kelembagaan dan memperjelas posisi serta peran masing-masing
stakeholder, Meningkatkan partisipasi dan penerimaan daerah serta BUMD, Pengaturan
petroleum found. 38Penguatan peran Negara dalam pengelolaan Negara dilaksanakan sesuai
dengan Pasal 33 ayat (2) yang menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi
Negara dan yang menguasai hajat hidup banyak dikuasai oleh Negara dan ayat (3) yang
menegaskan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Terlihat jelas dalam
Pasal-pasal perumusan Rancangan perubahan Undang-Undang Migas yang ditopang oleh pilar
penyangga:. Pancasila selain sebagai falsafah berbangsa dan bernegara juga sebagai sumber
hukum yang wajib dijadikan acuan, Undang-Undang Dasar 1945, khususnya melaksanakan
Pasal 33 ayat (2) dan (3) dengan konsisten dan konsekuen, kesejahteraan diatur dalam
semagat geonasionalisme (asas kekeluargaan, penguasaan oleh Negara dengan tujuan
kemakmuran bersama, politik berkepihakan pemerintah. Akan tetapi dalam tujuan untuk
membentuk Negara kesejahteraan dirasa belum maksimal, pemerintah kurang memperhatikan
permasalahan lain terkait hal teknis pengelolaan Migas, peran investor, serta membangun
kemandirian dan ketahanan energi dengan kebijakan pengelolaan Migas dan sistem
pengelolaan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.
Dalam konsep hukum responsif ditekankan pentingnya makna sasaran kebijakan dan
penjabaran yuridis dan reaksi kebijakan serta pentingnya partisipasi kelompok-kelompok dan
pribadi-pribadi yang terlibat dalam penentuan kebijakan. Nonet dan Selznick tidak bermaksud
bahwa penggunaan hukum merupakan alat untuk mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan
secara sewenang-wenang, tetapi hukum yang mengarahkan pada perwujudan nilai-nilai yang
terkandung dalam cita-cita dan kehendak yuridis dari seluruh masyarakat. Nilai-nilai ini bukan
37 Diskusi Revisi UU Migas untuk kesejahteraan Rakyat yang digelar Energi and Mining Editor society Jakarta rabu tanggal 31 Oktober 2013.38 Ibid.,
Universitas Indonesia
20
hal yang telah menjadi kebijakan pemerintah, tetapi nilai-nilai ini harus tercemin secara jelas
di dalam praktik penggunaan dan pelaksanaan hukum, sehingga dalam penghayatannya nilai-
nilai ini mampu untuk memberikan arah pada kehidupan politik dan hukum.
D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Indonesia merupakan negara dengan tujuan negara kesejahteraan, untuk membangun tujuan
tersebut diperlukan fondasi politik hukum pengelolaan Migas Yang kuat, salah satu nya adalah
hak menguasai negara. Hak menguasai negara diartikan sebagai kedaulatan Migas yang
sepenuhnya dijalankan oleh pemerintah. Oleh karena itu kedaulatan digunakan sebagai
landasan kokoh dalam sebelum menetapkan langkah kebijakan negara untuk tujuan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Perkembangan politik hukum indonesia dipengaruhi oleh
perubahan orde politik atau situasi politik, rezim kontrak, intervensi asing terkait globalisasi.
Penolakan masyarakat terhadap Undang-Undang Migas, dibuktikan dengan permohonan
judicial review Undang-Undang Migas yang mempunyai implikasi terhadap perubahan politik
hukum pengelolaan Migas diindonesia, dengan di rumuskannya RUU usul DPR. Berdasarkan
teori hukum responsif , RUU masih kurang menggali nilai-nilai dan aspirasi serta
permasalahan yang masih terjadi dalam pengelolaan migas. Perubahan banyak terjadi dalam
tataran hukum dalam penguasaan negara, namun Permasalahan lain terkait pengelolaan kurang
dipertimbangkan akan tetapi berdasarkan hak menguasai Negara atas sumber daya alam Migas
Pasal 33 Ayat(2) dan ayat (3) Rancangan perubahan politik hukum Migas telah memenuhi
asas hak menguasai Negara.
2. Saran
Mempercepat Proses Penyusunan perubahan Undang-undang, untuk memenuhi kepastian
hukum, terkait judicial review Undang-Undang Migas oleh Mahkamah Konstitusi, Melakukan
penyusunan Rancangan Undang-Undang harus konsisten dan kosekuen menjalankan Amanat
Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dengan berdasarkan arahan politik
yang selalu mengedepankan hak mengausai Negara akan kepentingan nasional dengan tujuan
sebesar-besarnya kemakmukran rakyat. Mengkaji lebih dalam rumusan pertimbangan
pembentukkan RUU, dan subtansi RUU dengan menggali nilai-nilai, aspirasi, dan
Universitas Indonesia
21
permasalahan dari berbagai intansi pemerintah, pihak yang berkepentingan, dan masyarakat
guna perwujudan nilai-nilai yang terkandung dalam cita-cita negara kesejahteraan dan
kehendak yuridis dari seluruh masyarakat. Serta mengkaji bentuk status Hukum Badan
Pengelolaan, badan pengelolaan yang berbentuk badan hukum publik, seharusnya dapat
berupa Badan Usaha Milik Negara khusus. Sehingga dapat leluasa melakukan tindakkan
keperdataan .
E. Daftar Pustaka.
Buku
Alkostar, Artidjo. Menelusuri Akar dan Merancang Hukum Nasional” dalam identitas Hukum, Yogyakarta, Fakultas Hukum UI, 1997
Bakhri, Syaiful. Migas Untuk Rakyat, Pergulatan Pemikiran dalam Peradilan Mahkamah Konstitusii Jakarta, Grafindo Khasanah Ilmu, 2013.
Bar, The Economics of the Welfare State, Uk, Oxford 1998.
CST,Kansil. Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008.
Imam, Syaukani. Dasar-Dasar Politik Hukum, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta: LP3Es, 2006.
Nugroho, Rianto. Metode Penelitian Kebijakan, Yogyakarta , Pustaka Belajar, 2013.
Patmosukismo, Suyitno. Migas Politik, Hukum, dan Industri, Jakarta, Fikahati Aneska, 2011.
Paul, Spicer. Poverty and the Welfare State , Utha: Dispelling the Myths 2002.Punch, Keith. devoloving effective research proposals, second edition, Us, Sage publication.
2006
Reksosuhardjo, Sunarjo W. Filsafat Pancasila secara Ilmiah dan Aplikatif, Yogyakarta: ANDI 2004.
Sondang,Siagian P. Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi dan Strateginya, Bumi Aksara, Jakarta, Bumi Aksara, 2005.
Sunoto, Filsafat Pancasila: Pendekatan melalui Metafisika, Logika, dan Etika, Yogyakarta, Hinindita, 1989
Swarsono, Edi. Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Jakarta, UI Pres, 1987.
Universitas Indonesia
22
Undang-Undang, TAP, Putusan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.
Rancangan Undang-undang Atas Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
Ketetapan MPR RI Nomor. IV/ MPR/78 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU/2012
Makalah dan websites
A Briggs, The welfare State in Historical Perspective, European Journal of Sociology, 1961.
Suhardi, Sejarah Perkembangan Industri Migas Indonesia, diunduh 25 November. 2013.http://www.perhimakbandung.org/index.php?option=com_content&view=article&id=82:sejarah-perkembangan-industri-migas&catid=artikel&Itemid=66,