1[Type the document title]
CINDY JULIA AMANDA1102013063I. MM Autoimuna. DefinisiPenyakit
autoimun: Sebuah penyakit yang terjadi saat jaringan tubuh diserang
oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri. Sistem kekebalan tubuh
adalah organisasi yang kompleks di dalam tubuh yang dirancang
biasanya untuk "mencari dan menghancurkan" penyerang dari tubuh,
termasuk agen infeksi. Pasien dengan penyakit autoimun sering
memiliki antibodi asing yang beredar di dalam darah mereka yang
menyerang jaringan tubuh mereka sendiri.
Contoh penyakit-penyakit autoimun termasuk lupus eritematosus
sistemik, Sjogren syndrome, Hashimoto thyroiditis, rematoid
artritis, Diabetes juvenile (tipe 1), polymyositis, dan
skleroderma, Addison disease, vitiligo, pernicious anemia,
glomerulonefritis, fibrosis paru.
Penyakit autoimun yang lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan pria. Ini terjadi karena estrogen perempuan dapat
mempengaruhi sistem kekebalan menjadi beberapa penyakit autoimun.
Selanjutnya, kehadiran dari salah satu penyakit autoimun
meningkatkan kesempatan untuk mengembangkan penyakit autoimun lain
secara simultan.
http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=2402
b. Etiologi
Pada pasien dengan gangguan autoimun, sistem kekebalan tubuh
tidak bisa membedakan antara jaringan tubuh yang sehat dan antigen.
Hasilnya adalah respon imun merusak jaringan tubuh normal.
Tanggapan ini adalah reaksi hipersensitivitas yang mirip dengan
respon saat kondisi alergi.
Apa yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh untuk tidak lagi
membedakan antara jaringan tubuh yang sehat dan antigen tidak
diketahui. Terdapat satu teori bahwa beberapa mikroorganisme (
seperti bakteri atau virus ) atau obat-obatan dapat memicu
perubahan-perubahan ini, terutama pada orang yang memiliki gen yang
membuat mereka lebih mungkin untuk mendapatkan gangguan autoimun
.
Penyebab pasti dari gangguan autoimun tidak diketahui. Faktor
risiko tampaknya meliputi: Genetika - kecenderungan untuk gangguan
autoimun tampaknya berjalan dalam keluarga. Namun, anggota keluarga
dapat dipengaruhi oleh gangguan yang berbeda; misalnya, satu orang
mungkin memiliki diabetes, sementara yang lain memiliki rheumatoid
arthritis. Tampaknya kerentanan genetik saja tidak cukup untuk
memicu reaksi autoimun, dan faktor lainnya harus berkontribusi.
Faktor lingkungan - kerentanan keluarga untuk gangguan autoimun
mungkin berhubungan dengan faktor lingkungan yang umum, mungkin
bekerja sama dengan faktor genetik. Jenis Kelamin - sekitar tiga
perempat dari orang dengan gangguan autoimun adalah perempuan.
Hormon seks - gangguan autoimun cenderung menyerang selama
tahun-tahun subur. Beberapa gangguan tampaknya akan terpengaruh,
untuk lebih baik atau lebih buruk, oleh perubahan hormon utama
seperti kehamilan, melahirkan dan menopause. Infeksi - beberapa
gangguan tampaknya dipicu atau diperburuk oleh infeksi
tertentu.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000816.htm
http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Autoimmune_disorders
Goronzy JJ, Weyand CM. The innate and adaptive immune systems.
In: Goldman L, Ausiello D, eds.Cecil Medicine. 23rd ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;2007: chap 42.Siegel RM, Lipsky
PE. Autoimmunity. In: Firestein GS, Budd RC, Harris Ed, et al,
eds.Kelley's Textbook of Rheumatology. 8th ed. Philadelphia, Pa:
Saunders Elsevier; 2009:chap 15.
c. Mekanisme
Gambar 1. Gambaran utama mekanisme autoimunitas (Kindt, et. al.,
2007)
Pelepasan Antigen Terasingkan (Sequestered Antigen)Sebetulnya
sel T mampu untuk mengenali antigen self, karena pada masa
pematangannya, sel T yang belum matang telah terpajan kepada banyak
antigen self. Sel T yang tidak bisa mengenali self (T-cell
self-reactive) akan dibuang, yaitu pada proses clonal deletion.
Antigen dari jaringan yang berada diluar dari sirkulasi darah dan
tidak diperkenalkan kepada sel T, tidak dapat menimbulkan
self-tolerance. Pajanan antigen tersebut kepada sel T yang sudah
matang, nantinya, dapat mengaktivasi respon imun.
Salah satu contohnya adalah pada Myelin Basic Protein (MBP),
yaitu antigen yang terletak di luar sistem imun; MBP tidak
terjangkau oleh sistem imun karena dihalang oleh blood-brain
barrier. Pada percobaan, seekor hewan diinjeksi dengan MBP +
adjuvant, yaitu untuk memaksimalisasi respon imun. Pada kasus
tersebut, sistem imun hewan percobaan terpajan oleh antigen self
yang asing, namun dalam keadaan nonfisiologis (dalam keadaan
percobaan). Pada eksperimen yang sama, ternyata kasus tersebut
dapat dicegah apabila MBP diinjeksi langsung ke timus, sehingga sel
T dapat terpajan oleh antigen terkait pada saat pematangannya.
(Kindt, et. al., 2007)
Mimikri MolekulerOleh karena berbagai hal, mikroba dan virus
dapat menyebabkan terjadinya autoimunitas. Perlu disadari bahwa
manusia terserang penyakit di mana penyakit tersebut endemik di
wilayah tertentu. Namun seiring dengan perkembangan zaman,
mobilitas manusia meningkat, dan menariknya, tingkat kejadian
autoimunitas juga meningkat. Hal ini diduga karena beberapa mikroba
atau virus tertentu memiliki determinan antigen yang mirip dengan
antigen sel yang dimiliki host. Hal ini dinamakan mimikri. Pada
satu studi, sebanyak 600 antibodi monoklonal yang spesifik terhadap
11 virus dites reaktivitasnya terhadap sel tubuh host. Sebanyak 3%
dari antibodi spesifik virus tersebut ternyata juga berikatan
dengan sel tubuh normal, sehingga disimpulkan bahwa mimikri
molekuler bisa menjadi fenomena yang sering terjadi. (Kindt, et.
al., 2007)
Tabel 2. Beberapa antigen yang struktur molekulernya mirip
antigen sel normal manusia (Kindt, et. al., 2007)
Ekspresi MHC kelas II yang Tidak SesuaiPada penderita
insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM), sel beta pankreasnya
mengekspresi molekul MHC kelas I dan II dalam kadar yang tinggi.
Sel beta yang normal seharusnya memproduksi MHC kelas I yang
rendah, dan sama sekali tidak mengekspresi MHC kelas II. Ekspresi
yang tidak tepat ini, yang seharusnya hanya diekspresi oleh Antigen
Presenting Cell (APC), menyebabkan sensitasi sel T-Helper kepada
peptida sel beta, yang kemudian dapat mengaktivasi sel B atau sel
Tc dan menyerang antigen self. (Kindt, et. al., 2007)
d. Jenis penyakit Addison disease: gangguan yang terjadi ketika
kelenjar adrenal tidak dapat menghasilkan cukup hormon. Celiac
disease: penyakit yang mengganggu saluran pencernaan sehingga tak
bisa menyerap nutrisi secara baik. Penderita celiac disease tak
bisa mengkonsumsi segala bentuk protein yang berasal dari gluten,
yang banyak di temukan dalam gandum, roti, dan tepung.
Dermatomyositis: suatu penyakit multisistem, yang terutama ditandai
oleh radang non-supuratif pada otot rangka. Graves disease: suatu
gangguan autoimun di mana terdapat suatu defek genatik dalam
limfosit Ts dan sel Th merangsang sel B untuk sintesis antibody
terhadap antigen tiroid. Tiroiditis Hashimoto: peradangan kelenjar
tiroid yang sering menyebabkan hipotiroidisme. Tiroiditis Hashimoto
merupakan jenis tiroiditis yang paling sering ditemukan. Paling
sering terjadi pada wanita usia lanjut dan cenderung diturunkan.
Multiple sclerosis: salah satu penyakit sistem syaraf pusat (otak
dan jaringan syaraf sum-sum tulang belakang) akibat kerusakan
myelin. Myelin adalah materi yang melindungi syaraf, berfungsi
seperti lapisan pelindung pada kabel listrik dan memudahkan syaraf
untuk mengirim impulsnya dengan cepat. Kecepatan dan efisiensi
pengiriman impuls inilah yang memungkinkan sebuah gerakan tubuh
yang halus, cepat,dan terkoordinasi dilakukan hanya dengan sedikit
upaya. Myasthenia Gravi: penyakit autoimun kronis dari transmisi
neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. IstilahMyasthenia
adalah bahasa Latin untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat
atau serius. Pernicious Anemia: pengurangan sel daral merah akibat
dari gangguan penyerapan vitamin b12 pada saluran cerna. Reactive
arthritis: suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya
sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan
bagian dalam sendi. Sindrom Sjogren: Sindrom Sjogren adalah
penyakit autoimun yang ditandai dengan gejala mata kering, mulut
kering, dan penyakit jaringan ikat lainnya seperti rheumatoid
artritis(paling umum), lupus, skleroderma atau polimiositis.
Sistemic lupus erythematosus: penyakit otoimun kronis yang di
tandai dengan berbagai antibodi yang membentuk kompleks imun dan
menimbulkan inflamasi padaa berbagai organ. Diabetes tipe 1: yakni
diabetes mellitus yang disebabkan oleh kurangnya produksi insulin
oleh pankreas.
e. Klasifikasi
http://thyroid.about.com/od/endocrineautoimmune1/l/blcauses.htm
Penyakit Autoimun Organ-SpecificPenyakit autoimun yang
melibatkan kerusakan seluler terjadi ketia sel limfosit atau
antibodi berikatan dengan antigen membran sel, sehingga menyebabkan
lisis ataupun respon inflamasi pada organ terkait. Lama kelamaan,
struktur sel yang rusak itu diganti oleh jaringan penyambung (scar
tissue), dan fungsi organ nya menurun.
Penyakit Autoimun Sistemik (non organ-specific)Pada penyakit
autoimun sistemik, respon imunnya diarahkan kepada banyak antigen
target, sehingga melibatkan banyak jaringan dan organ. Penyakit ini
disebabkan oleh kerusakan pada regulasi imun, sehingga menyebabkan
munculnya sel T dan sel B yang hiperaktif. Kerusakan jaringan
terjadi di banyak bagian tubuh. Kerusakan tersebut dapat disebabkan
oleh cell-mediated immune respone maupun direct cellular damage
(seperti yang sudah disebutkan pada penyakit autoimun
organ-specific).
f. Pemeriksaan Autoimun Antinuclear antibody test: jenis tes
autoantibody yang mencari antibodi antinuclear, yang menyerang inti
sel dalam tubuh. Autoantibody test: salah satu dari beberapa tes
yang mencari antibodi spesifik untuk jaringan tubuh. Complete blood
count (CBC)-mengukur jumlah sel darah merah dan putih dalam darah.
Ketika sistem kekebalan tubuh secara aktif melawan sesuatu,
angka-angka ini akan bervariasi dari biasanya. C-reactive protein
(CRP): tinggi CRP merupakan indikasi peradangan di seluruh tubuh .
Erythrocyte sedimentation rate (ESR): tes ini secara tidak langsung
mengukur berapa banyak peradangan dalam tubuh Anda
http://www.healthline.com/health/autoimmune-disorders#Diagnosis
II. MM lupusa. DefinisiLupus eritematosus sistemik (systemic
lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun di mana sistem
kekebalan tubuh menyerang sel tubuh sendiri, mengakibatkan
peradangan dan kerusakan jaringan. Lupus dapat mempengaruhi setiap
bagian tubuh, tetapi paling umum mempengaruhi kulit, sendi, ginjal,
jantung dan pembuluh darah. Perjalanan penyakit ini tidak dapat
diprediksi, dengan periode suar (flare) dan remisi. Lupus dapat
terjadi pada semua usia dan lebih umum pada perempuan. Manifestasi
kulit cukup bervariasi dan dapat hadir dengan lesi terlokalisasi,
rambut rontok menyebar dan kepekaan terhadap matahari. Nama kondisi
ini berasal dari fakta bahwa ruam fotosensitif yang terjadi pada
wajah menyerupai serigala.
http://kamuskesehatan.com/arti/lupus-eritematosus-sistemik/
b. EtiologiSystemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit
autoimun di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang
jaringan sehat. Hal ini dapat mempengaruhi kulit, sendi, ginjal,
otak, dan organ lainnya.
Penyebab yang mendasari penyakit autoimun tidak sepenuhnya
diketahui.
SLE jauh lebih umum pada wanita dibandingkan pria. Ini dapat
terjadi pada semua usia, tetapi paling sering muncul pada orang
antara usia 10 dan 50. Afrika Amerika dan Asia lebih sering terkena
daripada orang-orang dari ras lain.
SLE juga dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu seperti:
Isoniazid Hydralazine Procainamide
c. PatogenesisPenderita SLE memproduksi autoantibodi yang
targetnya meliputi banyak antigen jaringan, misalnya DNA, histon,
sel darah merah, trombosit, leukosit, dan faktor pembekuan;
interaksi antara auto-antibodi dengan antigen-antigen tersebut
dapat menimbulkan gejala klinik yang berbeda. Misalnya saja,
autoantibodi yang spesifik dengan sel darah merah dan trombosit,
dapat menyebabkan lysis yang dimediasi oleh komplemen, sehingga
menyebabkan hemolytic anemia dan thrombocytopenia. Ketika terjadi
komplek imun antara autoantibodi dengan antigen nukleus yang ada di
sepanjang dinding pembuluh darah, maka dapat terjadi
hipersensitivitas tipe III. Komplek tersebut dapat mengaktivasi
sistem komplemen, sehingga komplek imun dirusak dan juga
menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Hal inilah yang
menyebabkan vasculitis dan glomerulonephritis.
Aktivasi komplemen yang berlebihan pada penderita SLE berat
menyebabkan peningkatan kadar produk sampingan komplemen (C3a dan
C5a) di dalam serum. C5a dapat memicu peningkatan ekspresi
complemen receptor tipe 3 (CR3) pada netrofil, yang mampu
memfasilitasi agregasi netrofil dan penempelan netrofil ke dinding
pembuluh darah. Ketika netrofil menempel ke pembuluh darah kecil,
jumlah netrofil yang bersirkulasi dapat berkurang, dan menyebabkan
vasculitis. (Kindt, et. al., 2007)
d. Manifestasi klinis Penglihatan kabur Demam Malaise Nyeri
sendi Sendi bengkak Kehilangan nafsu makan Nyeri dada pleuritik
Ruam kulit Semakin buruk dengan sinar matahari Ruam "Kupu-kupu" di
jembatan dari hidung dan pipi Penurunan berat badan
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000446.htm
Gejala lain tergantung pada bagian mana dari tubuh
dipengaruhi:
Otak dan sistem saraf: sakit kepala, mati rasa, kesemutan,
kejang, masalah penglihatan, perubahan kepribadian Pencernaan
saluran: nyeri perut, mual, dan muntah Jantung: irama jantung yang
abnormal (aritmia) Paru-paru: batuk darah dan kesulitan bernapas
Kulit: warna kulit merata, jari-jari yang berubah warna saat
(fenomena Raynaud) dingin Beberapa orang memiliki gejala kulit
saja. Ini disebut lupus diskoid.
e. Faktor penyebabFaktor GenetikFenomena autoimun sering terjadi
dalam lingkup keluarga. Dalam artian, hubungan darah terdekat
(misalnya antara orangtua dengan anak), memiliki insidens subklinik
yang tinggi. Pada kasus Systemic Lupus Erythematosus (SLE), dua
pasien bersaudara memiliki kemungkinan 20 kali lebih tinggi untuk
mengidap penyakit tersebut, jika dibandingkan dengan peluang
keseluruhan populasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
autoimunitas dipengaruhi oleh faktor genetik.
Kelainan MHC, Terkait dengan Faktor GenetikPada beberapa
penyakit autoimun, ditemukan kelainan Major Histocompatibility
Complex (MHC), yang ternyata terkait dengan genetik. Misalnya saja
pada pasien yang memiliki alel HLA-B27, maka kemungkinannya untuk
terserang penyakit autoimun ankylosing spondylitis adalah 20 kali
lebih tinggi daripada yang tidak memiliki alel tersebut. Hal yang
menarik adalah, pada kasus penyakit tersebut, 90% penderitanya
adalah laki-laki (tidak seperti penyakit autoimun lainnya).
Faktor HormonalGenotip XX dan XY tidak hanya menentukan kelamin,
namun juga berbagai macam efek dalam kehidupan. Salah satunya
adalah kemungkinan untuk menyebabkan penyakit autoimun, karena
berdasarkan statistik, wanita lebih banyak terserang daripada pria.
Pada penyakit SLE, wanita memiliki kemungkinan terserang 10 kali
lebih tinggi daripada pria. Namun, angka tersebut turun menjadi 2,5
kalinya ketika wanita telah menopause. Hal ini menunjukkan bahwa
penyakit autoimun SLE terkait dengan kadar estrogen.
Tabel 1. Beberapa penyakit autoimun yang insidence rate nya
lebih tinggi pada wanita (Roitt & Delves, 2011)
Diet (Makanan)Diet dikatakan dapat memengaruhi terjadinya
penyakit autoimun, meskipun bukti nyatanya (evidence) belum jelas.
Minyak ikan yang mengandung omega-3 polyunsaturated fatty acid
(PUFA) memiliki aktivitas antiinflamasi, dan menurut studi
tertentu, sangat bermanfaat pada pasien penderita Rheumatoid
Arthritis. Namun studi meta-analisis lain mengatakan bahwa diet
tersebut dapat meningkatkan terjadinya penyakit.
Obat-obatanBanyak penyakit autoimun yang dilaporkan terkait
dengan obat-obat tertentu, dan salah satu yang paling jelas
diketahui adalah drug-induced lupus. Procainamide dan quinidine
(untuk mengatasi arrhytmia) dan hydralazine (obat antihipertensi)
dikatakan dapat menyebabkan terjadinya SLE.
f. Klasifikasig. PemeriksaanPemeriksaan FisikPada pemeriksaan
fisik didapatkan:a. Sakit pada persendian (arthralgia)b. Demam di
atas 38Cc. Bengkak pada sendi (arthritis)d. Penderita lemah,
malaise, dan kelelahane. Ruam pada kulitf. Gejala anemiag. Sakit di
dada jika menghirup nafas dalamh. Ruam berbentuk kupu-kupu
melintang pada pipi dan hidungi. Photophobiaj. Jari terlihat
putih/biru pucat saat dingin (Raynauds Phenomenon)k. Sariawan pada
rongga mulut dan tenggorokan
Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang pada SLE yang paling
utama adalah tes autoantibodi. Tes antibodi antinukleus dilakukan
dengan melakukan immunofluorescence. Tes tersebut cukup sensitif
namun tidak spesifik terhadap SLE; tes ini dapat menghasilkan nilai
positif tidak hanya pada penderita lupus, tapi juga pada penderita
rheumatoid arthritis, autoimmune thyroid disease, scleroderma, dan
Sjgren syndrome. Hasil negatif yang tidak benar (false-negative)
dapat terjadi pada pemeriksaan dengan ELISA. Pemeriksaan antibodi
terhadap DNA untai ganda dan terhadap Sm teruji spesifik SLE, namun
tidak sensitif, karena positif pada 60% (spesivisitas) dan 30%
(sensitivitas) penderita. (Papadakis, 2013)
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan antara lain:a.
Pemeriksaan darah lengkap untuk melihat jumlah leukosit, trombosit,
limfosit, dan kadar Hb serta LED.b. Tes ANA (Antinuclear Antibody),
yaitu tes deteksi antibodi anti-nukleus yang memiliki sensitivitas
yang tinggi namun spesivisitas yang rendahc. Tes Anti dsDNA (double
stranded DNA), spesifik untuk SLE dan umumnya titer meningkat
sebelum SLE kambuhd. Tes antibodi anti-S (smith)e. Tes Anti-RNP
(Ribonukleoprotein), anti-ri/anti-SS-a, anti La (antikoagulan lupus
anti SSB, dan antibodi antikardiolipin). Titernya tidak terkait
dengan kambuhnya SLEf. Komplemen C3, C4, dan CH50g. Tes anti ssDNA
(single stranded). Pasien dengan anti ssDNA positif cenderung
menderita nefritis.
Tabel 4. Frekuensi autoantibodi yang ditemukan pada beberapa
penyakit autoimun tertentu
2.1 Diagnosis & Diagnosis BandingDiagnosis ditegakkan
apabila supsek penderita SLE menunjukkan 4 dari 11 gejala
sebagaimana dijabarkan pada tabel 4:
Tabel 5. Sebelas gejala (baik pada pemeriksaan fisik maupun
penunjang) penderita SLE (Papadakis, 2013)
Diagnosis BandingDengan adanya gejala di berbagai organ, maka
penyakit-penyakit yang didiagnosis banding banyak sekali. Beberapa
penyakit yang berasosiasi dengan SLE mempunyai gejala-gejala yang
menyerupai SLE, yaitu arthritis reumatika, sklerosis sistemik,
dermatomiositis, dan purpura trombositopenik
h. Diagnosis dan Diagnosis bandingi. PenangananTatalaksana pada
SLE dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana untuk SLE yang tidak
mengancam jiwa, dan tatalaksana untuk SLE yang dapat mengancam
jiwa. Setelah penderita didiagnosis SLE, terdapat algoritma dalam
penentuan terapi yang tepat.
Gambar 2. Algoritma dalam penentuan treatment SLE (Fauci,
2008)
Terapi KonservatifTerapi ini dilakukan pada penderita SLE yang
tidak mengancam jiwa. Penderita pada umumnya merasakan lemah,
sakit/nyeri badan, adanya autoantibodi SLE, namun tidak menunjukkan
kerusakan organ. Managemen terapi dilakukan dengan cara mengurangi
gejala. Obat analgesik dan antimalaria merupakan obat andalan.
NSAID sangat berguna sebagai analgesik/antiinflamasi, terutama pada
arthritis. Beberapa obat pilihan dijelaskan pada tabel 6
Hidroksiklorokuin 400mg/hari (bila hingga 6 bulan tidak
memberikan respon baik, maka pemberian dihentikan).
Hidroksiklorokuin di atas penggunaan selama 6 bulan perlu diberikan
lebih hati-hati karena berisiko toksik pada mata (perlu diperiksa
oftalmologik).
Apabila pemberian obat anti malaria tidak berespon baik,
pertimbangkan pemberian kortikosteroid dosis rendah (