KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan makalahiniyang tepat pada waktunya. Makalah
ini berisikan tentang pengertian, anatomi fisiologi, etiologi,
klasifikasi, patofisiologi, manifestasiklinik, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan, dan prognosis dari `Hipersensitivitas
(Anafilaksis). Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir. Semoga Tuhan senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.
Medan, April 2013
Penyusun
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...............................................................................................................
1DAFTAR
ISI..............................................................................................................................
2BAB I
PENDAHULUAN...............................................................................................
3BAB II
ISI.........................................................................................................................
42.1
Pengertian........................................................................................................
42.2 Anatomi
Fisiologi............................................................................................
42.3
Etiologi............................................................................................................
92.4
Klasifikasi........................................................................................................
92.5
Patofisiologi...................................................................................................
112.6 Manifestasi
Klinik..........................................................................................
132.7 Pemeriksaan
Penunjang.................................................................................
142.8
Penatalaksanaan.............................................................................................
142.9Prognosis........................................................................................................
15BAB III
PENUTUPAN....................................................................................................
16DAFTAR PUSTAKA
.............................................................................................................
17
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangTubuh manusia terancam oleh sejumlah unsur
penginvasi yang potensial baik alergen maupun mikroorganisme yang
secara terus-menerus mengancam pertahanan permukaan tubuh.
Sesudahsistempertahanan tertembus, mikroorganisme akan bersaing
dengan tubuh untuk mendapatkan nutrien dan jika hal ini dibiarkan
berkembang tanpa dihalangi, mikroorganisme tersebut akan mengganggu
sistem enzim serta menghancurkan jaringan tubuh yang penting. Untuk
memberikan perlindungan terhadap unsur penginvasi ini, tubuh
dilengkapi oleh sistem pertahanan yang rumit. Garis pertama
pertahanan tersebut terdiri atas sel- sel epitel yang membungkus
kulit dan membentuk dinding pelapis saluran napas, cerna dan kemih.
Struktur serta kesinambungan permukaan ini dan resistensinya
terhadap penetrasi merupakan penangkalan awal untuk menghalangi
para penyerang.Salah satu mekanisme pertahanan tubuh yang paling
efektif adalah kemampuannya untuk melengkapi diri sendiri dengan
pelbagai senjata (antibodi) yang secara individual didesain agar
sesuai dengan setiap penyerang yang baru, yaituproteinspesifik yang
disebutantigen.Antibodi bereaksi dengan antigen lewat sejumlah cara
: (1) dengan menyalut permukaannya jika antigen tersebut berupa
substansi tertentu, (2) dengan menetralkannya jika antigen tersebut
toksik, dan (3) dengan mengendapkannya dari larutan jika antigen
tersebut terlarutkan. Antibodi akan mempersiapkan antigen untuk
mengalami proses yang dilakukan oleh sel-sel fagosit dari darah dan
jaringan tubuh.Bila antigen merupakan zat asing yang sejati, tubuh
akan dilindungi terhadap atigen tersebut ; jika tidak , dapat
terjadiimunopatologi.Kalau keadaan ini terjadi, respons imun yang
dalam keadaan normal bersifat protektif akan mengakibatkan gangguan
fungsi dalam sistem kekebalan tersebut.
Kelainanhipersensitivitas(alergi) merupakan keadaan dimana tubuh
menghasilkan respons yang tidak tepat atau yang berlebihan terhadap
antigen spesifik
BAB IIISI
2.1 PENGERTIANHipersensitivitas merupakan suatu reaksi
hipersensitivitas biasanya tidak akan terjadi sesudah kontak
pertama kali dengan sebuah antigen. Reaksi terjadi pada
kontak-ulang sesudah seseorang yang memiliki predisposisi mengalami
sensitisasi. Sensititasi memulai respon humoral atau pembentukan
antibodi. Untuk menambah pemahaman mengenai imunopatogenesis
penyakit, reaksi hipersensitivitas telah diklasifikasikan oleh Gell
dan Comombs menjadi empat tipe reaksi yang spesifik. Sebagian besar
alergi dikenali sebagai reaksi hipersensitifitas tipe I atau tipe
IV.
Pengertian anafilaksisAnafilaksis merupakan respon klinis
terhadap suatu reaksi imunologi cepat (hipersensitivitas tipe 1).
Anafilaksis adalah repon berlebihan system imun yang melibatkan
seluruh tubuh. Pelepasan histamine menyebabkan penurunan tekanan
darah (syok) dan penyempitan saluran udara. Anafilaksis mematikan
jika tidak ditangani segera. Gejala yang mungkin timbul adalah ruam
merah, gatal, benjol, yang disebut urtikaria, pembengkakan pada
wajah (angioedema) , serta kehilangan kesadaran.
2.2 ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi Sistem imunitasSystem pertahanan tubuh yang mampu
beradaptasi ini terpusaat pada sel darah putih khusus, yaitu
limfosit. Sel ini bereaksi terhadap serangan berbagai macam
mikroorganisme. Rumitnya system ini bertujuan untuk menciptakan
kekebalan , yaitu setelah serangan pertama, tubuh menjadi
terlindung atau resisten terhadap serangan dari jenis
mikroorganismeyang sama.
Nodus limfaNodus(kelenjar) limfa sangat penting bagi system
pertahanan tubuh. Mereka menghasilkan dan menyimpan sel imun
(limfosit) yang melindungi tubuh dari penyakit. Nadus limfa
tersebar diseluh tubuh dan juga terpusat dalam kumpulan. Stiap
nodus merupakan massa jaringan limfatik yang terbagi menjadi
beberapa bagian oleh sekta jaringan ikat yang disebut tuberkula.
Cairan limfa dari sebagian besar jaringan atau organ mengalir ke
dalam satu nodus limfa atau lebih, untuk disaring dan dibersihkan,
sebelum dialirkan ke aliran vena. Beberapa limfatik (pembuluh)
kecil membawa limfa ke nodus, dan sebuah pembuluh limfa yang lebih
besar mengedarkannya. Pembuluh limfa memiliki katub untuk
memastikan arah aliran cairan limfa tetap ke satu arah.
Di dalam NodusNodus limfa memiliki besar diameter yag berbeda
dari 1 sampai 25 mm, walaupun mereka dapat membengka di masa
infeksi atau sakit. Dilapisi oleh kapsul jaringan ikat, mereka
mengandung sinus, tempat sel draah putih pengembara , yaitu
makrofag, memakan bakteri, juga benda asing lain dan kotoran.
Produksi antibodiSel B dan Imunoglobulin Sel B atau lemposit B
di program untuk memproduksi satu antibodi yang spesifik, kalau
sebuah sel B menemukan sebuah antigen spesifik, sel tersebut akan
menstimulasi produksi sel-sel plasma. Sel-sel plasma merupakan
tempat produksi antibodi. Respons mekanisme ini terhadap sebuah
antigen berupa pelimpahan ke luar antibodi dengan tujuan untuk
menghancurkan dan menghilangkan antigen. Antibodi yang dibentuk
oleh limfosit dan sel plasma sebagai respos terhadap situasi
sitimulus imonugenik merupakan sekelompok protein yang dinamakan
imunoglobulin.
Kelas Kelas Imunoglobulin Ada lima kelas imunoglobulin yang
diberi simbol sebagai berikut: IgE dan IgD, IgM dan IgA. Antibodi
kelas IgM, IgG dan IgA dengan baik. Fungsi ini mencakup netralisasi
toksin serta virus, dan presipitasi , aglutinasi serta liris
bakteri dan bahan seluler lainnya. Kadar IgE meninggi pada gangguan
alergik dan sebagian infeksi parasit, sel sel yang memproduksi IgE
terletak dalam mukosa respiratorius dan instestinal. Dua atau lebih
molekul IgE akan meningkatkan dirinya dengan alergi dan memicu sel
sel mast atau basofil untuk melepaskan histamin, serotonin, kinin,
SRS-A (slow-reacing substance of anaphilaxis) dan faktor neutrofil
semua mediator ini menimbulkan raksi alergi kulit, asma dan hay
fever. Penggabungan antibodi/antigen. Antibodi bergabung dengan
antigen melalui suatu cara yang sangat istimewa dan digambarkan
seperti anak kunci yang pas dengan lubang kuncinya.Sel Sel T Sel
sel T atau limfosit T, yaitu sekunder limfosit yang memiliki
peranan utama dalam sistem imun, membantu sel B atau limfosit untuk
memproduksi antibodi, Sel T bekerja dengan mensekresikan substansi
yang dikenal sebagai limfokin; limfokin membantu respon imun dengan
mendorong pertumbuhan sel, meningkatkan aktifitas sel, mengarahkan
pengaliran aktivitas sel, menghancurkan sel target dan menstimulasi
sel-sel makrofag. Makrofag akan mencerna antigen dan menyerahkan
antigen tersebut kepada sel-sel T; sel sel ini memulai respon imun
dan membantu pengeluaran sel serta debris lainnya. Antigen Protein
lengkap . Antigen protein lengkap, seperti bulu binatang, tepung
sari (pollen) dan serum (istilah imunitas humoral mengacu pada
substansi, termasuk antibodi. Yang terutama beredar dalam serum dan
cairan limfe / getah bening) Substansi dengan Berat Molekul Rendah,
substansi dengan berat molekul rendah, seperti obat obatan,
berfungsi sebagai hapten ( antigen yang tidak lengkap) yang terikat
dengan jaringan atau protein serum untuk memproduksi sebuaj
kompleks pembawa yang memulai respons antibodi. Produksi antibodi
IgE yang spesifik antigen memerlukan komunikasi aktif antara sel
sel makrofag, sel sel T dan B . sensitisasi alergen dimulai ketika
trointestinal atau kulit. Makrofag memproses antigen dan ruhi oleh
sel T untuk mencapai maturitas menjadi sel palsma yang mensintesis
seta mensekresikan antibodi imunoglobulin IgE yang spesifik
Antigen
Mediator Kimia Ketika terjadi stimulasi sel-sel mast oleh
antigen, suatu mediator kimia yang kuat akan dilepaskan dan
mediator ini menimbulkan rangkaian kejadian fisiologik yang
mengakibatkan berbagai gejala hipersensitivitas-cepat ada dau tipe
mediator kimia: mediator primer yang sebelumnya dibentuk dan
ditemukan dalam sel-sel mast atau basofil, dan mediator sekunder
yang merupakan prekursor inaktir yang terbentuk atau yang dilepas
sebagai reaksi terhadap mediator primer. Meditor primer dan
sekunder yang paling prevalen.Mediator PrimerHistamin:Histamin
memainkan peranan yang penting dalam mengatur respons imun, Efek
fisiologik histamin terhadap oragan oragan penting mencakup (1)
kontraksi otot polos bronkus yang menimbulkan gejala mengi serta
bronkospasme,(2) dilatasi venula kecil dan kontriksi pembuluh darah
yang besar sehingga terjadi eritema, edema serta urtikaria, Faktor
kemotaktik Eosinofil pada reaksi Anafilaksis ( ECF-A;Eosinophil
Chemotactic Factor Of Anaphylasis) . Faktor kemo taktil ini
dibentuk sebelumnya dalam sel-sel dan kemudian dilepaskan melalui
proses degrenalisasi untuk menghambat kerja leukotrien serta
histamin.Leukotrien: Leukotrien merupakan mediator kimia yang
memulai respon inflamasi, yang menimbulkan spasme bronkiolus yang
terus menerus.Bradikinin: Bradikinin menyebabkan kontarksi otot
polos bronkus dan pembuluh darah. Substansi ini meningkatkan
permeabilitas kapiler yang mengakibatkan edema bradikinin
menstimulasi serabut sel saraf dan menimbulkan rasa
nyeri.Serotonin: Serotonin dilepas pada terjadi agregasi trombosit
dan menyebabkan kontraksi otot polos bronkus .Prostaglandin:
Prostaglandin menimbulkan kontaraksi otot polos di samping
vasodilatasi dan peningkatan permabilitas poembuluh darah. Demam
dan nyeri yang terjadi pada inflamasi disebabkan sebagian oleh
prostagalandin.Alergi Alergi merupakan reseptor sistem imun yang
tidak tepat dan kerapkali membahayakan terhadap substansi yang
biasanya tidak berbahaya. Reaksi alergi marupakan manifestasi
cedera jaringan yang terjadi akibat interaksi antara antigen dan
antibodi. Kalau tubuh diinvasi oleh antigen yang biasanya berupa
protein yang dikenali tubuh sebagai benda asing. Maka akan terjadi
serangkaian peristiwa dengan tujuan untuk membuat penginvasi
tersebut tidak berbahaya, menghancurkanya dan kemudian membebaskan
tubuh darinya, kalau limfosit tereaksi terhadap antigen, kerapkali
antibodi dihasilkan, reaksi alergi umum akan terjadi ketika sistem
imun pada seseorang yang rentan bereaksi secara agresif terhadap
suatu substansi yang normalanya tidak berbahaya (misal : debu,
tepung sari gulma) produksi mediator kimia pada reaksi alergi dapat
menimbulkan gejala yang dapat membawa kematian.Sistem imun tersusun
dari banyak sel serta orang dan substansi yang disekresikan oleh
sel -sel serta oragan-organ ini. Berbagai bagaian sistem imun ini
harus bekerja bersama untuk memastikan pertahanan yang memadai
terhadap para penginvasi (yaitu : virus, bakteri, substansi asing
lainya) tanpa menghancurkan jaringan-jaringan tubuh sendiri lewat
reaksi yang terlampau agresif.Reaksi Alergi Tinjauan Fisiologik
Alergen memicu sel B untuk membuat antibodi IgE yang akan
terikat dengan sel mast. Kalau alergen yang sama muncul kembali,
alergen ini akan terikat dengan IgE dan memicu sel mast untuk
melepaskan zat-zat kimianya.
2.3 ETIOLOGIPemicu terjadinya Hipersensitivits Anafilaksis
adalah :Gigitan seranggaMakanan yang memicu alergiObat-obatan
2.4 KLASIFIKASI HIPERSENSITIVITASTipe- tipe reaksi anafilaksis
:Local.Reaksi anafilaksis local biasanya meliputi urikaria serta
angioedema pada tempaat kontak dengan antigen dan dapat merupakan
reaksi yang berat tetapi jarang fatal.Sistemik .Reaksi sistemik
terjadi dalam tempo kurang lebih 30 menit sesudah kotak dalam
system organ berikut ini : kardiovaskuler, respiratorius,
gastrointestinal dan integument.
Tipe I : Hipersensitivitas AnafilaktikKeadaan ini merupakan
hipersentivitas anafilaktif seketika dengan reaksi yang dimulai
dalam tempo beberapa menit sesudah terjadi kontak dengan antigen.
Kalau mediator kimia terus dilepaskan, reaksi lambat dapat
berlanjut sampai 24 jam. Reaksi ini diantari oleh antigen IgE
(reagin) dan bukan oleh antibodi IgG atau IgM. Hipersensitifitas
tipe I memerlukan kontak sebelumnya dengan antigen yang spesifik
sehingga terjadi produksi antibodi IgE oleh sel-sel plasma. Proses
ini berlangsung dalam kelenjar limfe tempat sel-sel T helper
membantu menggalakkan reaksi ini. Antibodi IgE akan terikat dengan
reseptor membran pada sel-sel mast yang di jumpai dalam jaringan
ikat basofil. Pada saat terjadi kontak ulang, antigen akan terikat
dengan antibodi IgE didekat dan pengikatan ini mengaktifkan reaksi
seluler yang memicu proses degranulasi serta pelepasan mediator
kimia (histamin, leukotrien dan ECF-A(eosinophil chemotaric factor
of anaphylaxis). Mediator kimia primer bertanggung jawab atas
pelbagai gejala hipersentivitas tipe I karena efeknya pada kulit,
paru-paru dan traktus gastointestinal.
Penyakit atopikRespons hipersensifitas tipe I mengakibatkan
penyakit atopik ( alergi ) yang mengenai 10% hingga 20% dari
populasi penduduk di A.S. Faktor genetik memainkan peranan dalam
kerentanan terhadap penyakit ini. Gangguan yang di tandai oleh
sifat atopik adalah anifilaksis, rinokonjungtivitas alergik,
dermatitis atopik, Urtikaria serta angioedema, alergi
gastroinstestinal dan asma.
Tipe II : Hipersensitivitas SitotoksikHipersensitifitas tipe II
meliputi pengikatan antibody IgG atau IgM dengan antigen yang
terikat sel. Akibat pengikatan antigen-antibodi berupa pengaktifan
rantai komplemen dan destruksi sel yang men jadi tempat antigen
terikat.
Reaksi hipersensitifitas tipe II terlibat dalam penyakit
miastenia gravis di mana tubuh secara keliru menghasilkan antibody
terhadap reseptor normal ujung saraf. Anemia hemolitik imun karena
obat, kelainan hemolitik Rh pada bayi baru lahir dan reaksi
tranfusi darah yang tidak kompatibel merupakan contoh
hipersensitivitas tipe II yang menimbulkan destrusi sel darah
merah.
Tipe III : Hipersensitivitas Kompleks Imun Kompleks imun
terbentuk ketika antigen terikat denagan antibodi dan dibersihkan
dari dalam sirkulasi darah lewat kerja fagosistik. Kalau kompleks
ini bertumpuk dalam jaringan atau endotelium vaskuler, terdapat dua
buah faktor yang turut menimbulkan ciderah, yaituh: peningkatan
jumlah kompleks imun yang beredar dan adanya amina vasosktif .
sebagai akibatnya terjadi peningkatan pemeabilitas vaskuler dan
cederah jaringan. Persendihan dan ginjal merupakan organ yang
terutama rentan terhadap tipe cederah ini. Hipersensivitas III
berkaitan dengan sistematik lupus eritematotus, artritis rematoit,
serum sickness, tipe tertentu nefritis dan beberapa tipe
endokarditis bakterialis.
Tipe IV : Hipersensitivitas Tipe-LambatReaksi ini, yang juga
dikenal sebagai hipersensitifitas seluler, terjadi 24 hingga 72 jam
sesudah kontak dengan allergen. Hipersensitivitas tipe IV diantarai
oleh makrofag dan sel-sel T yang sudah tersensitisasi. Contoh
reaksi ini adalah efek penyuntikan intradermal antigen tuberculin
atau PPD (purified protein derivative).Sel-sel T yang
tersensitisasi akan bereaksi dengan antigen pada atau didekat
penyuntikan. Pelepasan limfokin akan menarik, mengaktifkan, dan
mempertahankan sel-sel makrofag pada tempat tersebut . Lisozim yang
dilepas oleh sel makrofag akan menimbulkan kerusakan jaringan.
Edema dan fibrin merupakan penyebab timbulnya reaksi tuberculin
yang positif. Dermatitis kontak merupakan hipersensitifitas tipe IV
yang terjadi akibat kontak dengan allergen seperti kosmetika,
plester, obat-obat topical, bahan aditif obat dan racun tanaman.
Kontak primer akan menimbulkan sensititasi; kontak ulang
menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang tersusun dari molekul
dengan berat molekul rendah atau hapten yang terikat dengan protein
atau pembawa dan kemudian diproses oleh sel-sel langerhans dalam
kulit. Gejala yang terjadi mencakup keluhan gatal-gatal, eritema,
dan lesi yang menonjol.
2.5 PATOFISIOLOGITipe I :
ReaksiPatofisiologiTanda dan GejalaContoh klinis
Anafilaktik (immediate, atopik, IgE ,mediated, reaginik)Antibodi
IgE terikat dengan sel-sel tertentu; pengikatan antigen menyebabkan
pelepasan amina vasoaktif dan mediator lainya yang mengakibatkan
permeabilitas, kontraksi otot polos serta eosinafil.Sistemik :
angiodema; hipotensi; spasme bronkus,GL atau uterus stridorLokal :
urtikariaAsma ekstrinsik, rinitis alergika musimen,anafilaksis
sistemik,reaksi terhadap beberapa makananan dan obat, beberapa
kasus urtikaria ekzem infantilis.
Tipe II :
Reaksi
Sitotoksik (sitolitik, sitotoksisitas yang tergantung komplemen,
reaksi yang menstimulasi sel)Patofisiologi
Antibody IgG atau IgM terikat dgn antigen eksogenus. Keadaan ini
dapat menyebabkan pengaktifan komplemen lewat C3 dengan fagositosis
atau opsonisasi sel atau pengaktifan system komplemen yang penuh
dgn sitolisis/kerusakan jaringan.Tanda dan Gejala
Bervariasi menurut jenis penyakit: dapat mencakup dispnea,
hemoptisis, panas.Contoh klinis
Sindrom Goodpasture, anemia hemolitik autoimun, trombositopenia,
pemfigus, pemfigoit, anemia peniposa, reaksi cangkokan hiperakut
pada transplantasi ginjal, reaksi tranfusi, kelainan hemolitik pada
bayi baru lahir, bbrp reaksi obat.
Tipe III :
ReaksiPatofisiologiTanda dan GejalaContoh klinis
Kompleks imun ( kompleks solubel, kompleks toksik)Kompleks
antigen-antibodi IgE atau IgM Bertumpuk dalam jaringan tempat
kompleks tersebut mengaktifkan komplemen, Reaksi ini di tandai oleh
infilitrasi leukosit polimorfonuklear dan pelepasan enzim-enzim
proteolik lisosom serta faktor permeabilitas dalam jaringan yang
menimbulkan reaksi inflamasi yang akut.Urtikaria; ruam
multiformis,skarlatiniformis atau mobiliformis;adenopati ; nyeri
sendi ; panas ; sindrom yang menyerupai serum sickness.Sistemik:
serum sickness akibat serum, aobat atau antigen virus hepatitis ;
glomerulonefritis akut; sistemik lupus eritematosus:
krioglobulinemialokal : reaksi arthus.
Tipe IV :
Reaksi
Lambat/delayed(seluler, cell mediated,
tipe-tuberkulin)Patofisiologi
Sel penyampai - antigen akn msampaikan antigen kpd sel-sel T
dengan adanya MHC. Sel-sel T yg sdh tersensititasimlepaskan
limfokin yang dilepaskan; dan jaringan disekitarnya dirusak.Tanda
dan gejala
Bervariasi menurut jenis penyakit; dapt mencakup panas, eritema,
dan gatal-gatalContoh klinis
Dermatitis kontak, penyakit cangkokan versus resipien (graff
versus host disease) rejeksi allograft, granuloma akibat
mikroorganisme intraseluler, beberapa sensitivitas obat, tiroiditis
hashimoto, tuberculosis, sarkadosis.
2.6 MANIFESTASI KLINIKTanda dan gejala utama pada reaksi
anafilaksis dapat digolongkan menjadi reaksi sistemik yang ringan,
sedang dan berat.Ringan.Reaksi sistemik yang ringan terdiri atas
rasa kesemutan serta hangat pada bagian perifer dan dapat disertai
dengan perasaan penuh dalam mulut serta tenggorokan. Kongessti
nasal , pembengkakan periobital, pruritus, bersin-bersin dan mata
yang berair.Sedang.Reaksi sistemik yang sedang dapat mencakup salah
satu gejala di atas di samping flushing, rasa hangat, cemas dan
gatal-gatal. Reaksi yang lebih serius berupa bronkospasme dan edema
saluran nafas atau laaring dengan dispnea , batuk serta
mengi.Berat.Reaksi sistemik yang berat memiliki onset mendadak
dengan tanda- tanda serta gejala yang sama seperti diuraikan di
atas dan berjalan dengan cepat hingga terjadi bronkospasme, edema
laring, dipsnea berat serta sianosis. Disfagia (kesulitan
bernafas), kram abdomen , vomitus, diare dan serangan kejang kejang
dapat terjadi. Kadang-kadang timbul henti jantung.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pengkajian pasien gangguan alergik umumnya mencakup pemerikasaan
darah, sedian apus sekresi tubuh,tes kulit dan RAST ( Radio Allergo
Sorbent Test).Hasil pemeriksaan darah laboratorium akan memberikan
data-data suportif untuk pelbagai kemungkinan diagnosis; kendati
demikian, hasil laboratorium bukan kriteria utama bagi penegakan
diagnosis gangguan alergik.
2.8 PENATALAKSANAAN
a. Pemberian obat Epineprin
Indikasi :Pengobatan anafilaksis berupa bronkospasme akut atau
eksaserbasi asthma yang berat.Kontraindikasi :Epinefrin jangan
disuntikkan ke dalam jari tangan, ibu jari, hidung, dan genitalia,
dapat menyebabkan nekrosis jaringan karena terjadi vasokonstriksi
pembuluh kapiler. Epinefrin, terutama bila diberikan IV,
kontraindikasi mutlak pada syok selain syok anafilaksi.Gangguan
kardiovaskuler yang kontraindikasi epinefrin misalnya syok
hemoragi, insufisiensi pembuluh koroner jantung, penyakit arteri
koroner (mis., angina, infark miokard akut) dilatasi jantung dan
aritmia jantung (takikardi). Efek epinefrin pada kardiovaskuler
(mis., peningkatan kebutuhan oksigen miokard, kronotropik,
potensial proaritmia, dan vasoaktivitas) dapat memperparah kondisi
ini.Efek Samping :Kardiovaskuler : Angina, aritmia jantung, nyeri
dada, flushing, hipertensi, peningkatan kebutuhan oksigen, pallor,
palpitasi, kematian mendadak, takikardi (parenteral),
vasokonstriksi, ektopi ventrikuler.
Mekanisme Kerja :Menstimulasi reseptor alfa-, beta1-, dan
beta2-adrenergik yang berefek relaksasi otot polos bronki,
stimulasi jantung, dan dilatasi vaskulatur otot skelet; dosis kecil
berefek vasodilatasi melalui reseptor beta2-vaskuler; dosis besar
menyebabkan konstriksi otot polos vaskuler dan skelet.b.
KortikosteroidMekanisme Kerja :menghambat kerja sel inflamasi,
menghambat kebocoran pembuluh darah kapiler, menurunkan produksi
mukus.Contoh obat :Hydrocortisone,Dexametason.Cara Pakai
:Inhalasi.Efek Samping :atrofi (kerusakan kulit), dermatitis
perioral (kuama sekitar bibir yang gatal dan panas), infeksi.Kontra
Indikasi :Infeksi jamur sistemik, TB, kortikosteroid
hipersensitivitas.
2.9 PROGNOSIS Prognosis respon anafilaksis secara umum tergolong
baik, dengan rasio mortalitas kurang dari 1 %. Akan tetapi, resiko
kematian akibat respon anafilaksis tetap tinggi dan akan meningkat
pada penderita asma atau jika penanganan tidak dilakukan secara
tepat.
BAB IIIPENUTUP
3.1. KesimpulanHipersensitivitas merupakan suatu reaksi
hipersensitivitas biasanya tidak akan terjadi sesudah kontak
pertama kali dengan sebuah antigen. Reaksi terjadi pada kotak-ulang
sesudah seseorang yang memiliki predisposisi mengalami sensitisasi
.Anafilaksis merupakan respon klinis terhadap suatu reaksi
imunologi cepat (hipersensitivitas tipe 1). Anafilaksis adalah
repon berlebihan system imun yang melibatkan seluruh tubuh. Tipe
anfilaksia ada beberapa yaitu :Local,reaksi anafilaksis local
biasanya meliputi urtikaria serta angioedema pada tempat kontak
dengan antigen dan dapat merupakan reaksi yang berat tetapi jarang
fatal.Sistemik,reaksi sistemik terjadi dalam tempo kurang lebih 30
menit sesudah kontak dalam system organ berikut ini :
kardiovaskuler, respiratorius, gastrointestinal dan integument
.
DAFTAR PUSTAKA
Parker Steve, 2009.Ensiklopedia Tubuh Manusia: Jakarta :
Erlangga, hal. 158
Smeltzer C Suzanne dkk,Buku Ajaran Keperawatan Medikal
BedahEdisi 8, vol. 3 : Jakarta EGC, hal. 1754-1766
Syarif Amir dr. SKM , SpFK, dkk, 2007.Farmakologi Dan
TerapiEdisi 5 : Jakarta : Gaya Baru, hal. 66, 817
BAB IPENDAHULUANA.Latar BelakangPada dasarnya tubuh kita
memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik dan imunitas
spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang
secara aktif diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5
macam imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem
imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit T, yang bila
mana ketemu dengan antigen lalu mengadakan differensiasi dan
menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk
menghancurkan antigen tersebut.Bilamana suatu alergen masuk ke
tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon. Bilamana alergen tersebut
hancur, maka ini merupakan hal yang menguntungkan, sehingga yang
terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana merugikan, jaringan
tubuh menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas atau
alergi.Mekanisme reaksi alergi adalah berdasar pada reaksi
hipersensitivitas, yaitu timbulnya respon IgE yang berlebihan
terhadap bahan yang dianggap sebagai alergen, sehingga terjadi
pelepasan berbagai mediator penyebab reaksi alergi, walaupun pada
orang normal reaksi ini tidak terjadi. Apabila reaksi alergi ini
berlangsung sangat berlebihan, dapat timbul syok
anafilaktik.Histamin yang dilepaskan menimbulkan berbagai efek.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang terjadi
menyebabkan pindahnya plasma dan sel-sel leukosit ke jaringan,
sehingga menimbulkan bintul-bintul berwarna merah di permukaan
kulit. Sementara rasa gatal timbul akibat penekanan ujung-ujung
serabut saraf bebas oleh histamin. Kemudian kerusakan jaringan yang
terjadi akibat proses inflamasi menyebabkan sekresi protease,
sehingga menimbulkan rasa nyeri akibat perubahan fungsi. Efek lain
histamin, yaitu kontraksi otot polos dan perangsangan sekresi asam
lambung, menyebabkan timbulnya kolik abdomen dan diare.Selain itu,
sekresi enzim untuk mencerna zat gizi, terutama protein, belum
dapat bekerja maksimal, sehingga terjadi alergi pada makanan
tertentu, terutama makanan berprotein. Ada alergi yang dapat
membaik, karena maturitas enzim dan barier yang berjalan seiring
dengan bertambahnya umur. Hal ini juga dapat terjadi akibat faktor
polimorfisme genetik antibodi yang aktif pada waktu tertentu,
sehingga menentukan kepekaan terhadap alergen tertentu.Secara umum,
hasil pemeriksaan laboratorium normal. Terjadi eosinofilia relatif,
karena disertai dengan penurunan basofil akibat banyaknya terjadi
degranulasi. Eosinofil sendiri menghasilkan histaminase dan aril
sulfatase. Histaminase yang dihasilkan ini berperan dalam mekanisme
pembatasan atau regulasi histamin, sehingga pada pasien dengan
kasus alergi yang berat, jumlah eosinofil akan sangat meningkat
melebihi normal.B.Rumusan MasalahApa defenisi penyakit
hipersensitivitas?Etiologi penyakit hipersensitivitas?Patofisiologi
penyakit hipersensitivitas?Berapa klasifikasi penyakit
hipersensitivitas?Apa tanda dan gejala penyakit
hipersensitivitas?Bagaimana cara pemeriksaan fisik
hipersensitivitas?Bagaimana cara pemeriksaan penunjang
hipersensitivitas?Bagaimana diagnostik hipersensitivitas?Bagaimana
penanganan atau terapi penyakit hipersensitivitas?Bagaimana
prognosis penyakit hipersensitivitas?C.TujuanPembuatan makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan lebih dalam
mengenai malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi khususnya
penyakit hipersensitifitas serta untuk memenuhi tugas mata kuliah
Imunologi dan Zat Gizi.
BAB IIPEMBAHASANA.DefenisiAlergi atau hipersensitivitas adalah
kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi
hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan
yang umumnya non imunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia
bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh
tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan
hipersensitivitas tersebut disebut allergen.B.EtiologiFaktor yang
berperan dalam alergi makanan yaitu :Faktor Internala.Imaturitas
usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam
lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi
imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen
makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi
makanan tertentu.b.Genetik berperan dalam alergi makanan.
Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi dan
sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan
setempat.c.Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang
menyebabkan penyerapan alergen bertambah.Fakor Eksternala.Faktor
pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis
(sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga).b.Contoh
makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya:
ikan 15,4%; telur 12,7%; susu 12,2%; kacang 5,3% dll.c.Hampir semua
jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan
reaksi alergi.C.PatofisiologiSaat pertama kali masuknya alergen
(ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang mengkonsumsi makanan
tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua
kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah
tampak gejala-gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut.
Setelah tanda-tanda itu muncul maka antigen akan mengenali alergen
yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T, dimana sel T tersebut
yang akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi (Ig E).
Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang
dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk
kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal
yaitu,:Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin
memberikan efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel
sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan
reaksi peradangan yang menyebabkan panas.Alergen tersebut akan
langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel mast
kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak, kemudian
histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah.
Saat mereka mencapai kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya
gatal, prutitus, angioderma, urtikaria, kemerahan pada kulit dan
dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat
mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan
dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan
tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak
ditangani segera dapat menyebabkan
kematianD.KlasifikasiHipersensitifitas tipe IHipersensitifitas tipe
I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik.
Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan
bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat
mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil
hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah
terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami
keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I
diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama
pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat
dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil.Uji
diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas
tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk
mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen
(antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan
kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi akibat
hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh
alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa
penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll.
Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas
tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor
histamin, penggunaan Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization
(imunoterapi atau desensitization) untuk beberapa alergi
tertentu.Hipersensitifitas tipe IIHipersensitivitas tipe II
diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG) dan
imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan
matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada
sel atau jaringan yang langsung berhubungan dengan antigen
tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan
antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan
kerusakan pada target sel.Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi
komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan dengan antibodi sel
sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe
dari hipersensitivitas tipe II adalah:a.Pemfigus (IgG bereaksi
dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal),b.Anemia
hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat
menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten
untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel
darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah), danc.Sindrom
Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus
sehingga menyebabkan kerusakan ginjal).Hipersensitifitas tipe
IIIHipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks
imun. Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks
antigen-antibodi yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini
ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi
normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah
besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit. Namun,
kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen
(spora fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan
membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa
asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks
antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada
penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi
tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam
saluran kecil sehingga dapat memengaruhi beberapa organ, seperti
kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus
otak.Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu
kompleks imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena
kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit
serum (serum sickness) yang dapat memicu terjadinya artritis atau
glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut
juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh paparan antigen dalam
dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi
timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit
yang diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus
dan A. fumigatus yang menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja
lahan gandum (malt) dan spora Penicillium casei pada paru-paru
pembuat keju.Hipersensitifitas tipe IVHipersensitivitas tipe IV
dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe
lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas
perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama
dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T,
sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit
lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari
hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis,
hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type
hipersensitivity, DTH).Hipersensitivitas tipe IV dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu awal
timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga
kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.TipeWaktu
reaksiPenampakan klinisHistologiAntigen dan situs
Kontak48-72 jamEksim(ekzema)Limfosit, diikuti makrofag; edema
epidermidisEpidermal (senyawa organik,jelatangataupoison ivy, logam
berat , dll.)
Tuberkulin48-72 jamPengerasan (indurasi) lokalLimfosit, monosit,
makrofagIntraderma (tuberkulin, lepromin, dll.)
Granuloma21-28 hariPengerasanMakrofag,epitheloiddan sel
raksaksa, fibrosisAntigen persisten atau senyawa asing dalam tubuh
(tuberkulosis,kusta, etc.)
Mekanisme Berbagai Gangguan Yang Diperantarai Secara
ImunologisTipeMekanisme ImunGangguan Prototipe
1Tipe AnafilaksisAlergen mengikat silang antibody IgEpelepasan
amino vasoaktif dan mediatorlain dari basofil dan sel mast rektumen
sel radang lainAnafilaksis, beberapa bentuk asma bronchial
2Antibodi terhadap antigen jaringan tertentuIgG atau IgM
berikatan dengan antigen pada permukaan sel fagositosis sel target
atau lisis sel target oleh komplemen atau sitotosisitas yang
diperantarai oleh sel yang bergantung antibodiAnemia hemolitik
autoimun, eritroblastosis fetalis, penyakit Goodpasture, pemfigus
vulgaris
3Penyakit Kompleks ImunKompleks antigen-antibodi
mengaktifkankomplemen menarik perhatian nenutrofil menjadikan
pelepasan enzim lisosom, radikal bebas oksigen, dllReahsi Arthua,
serum sickness, lupus eritematosus sistemik, bentuk tertentu
glumerulonefritis akut
4Hipersensivitas Selular (Lambat)Limfisit T tersensitisasi
pelepasan sitokin dan sitotoksisitas yang diperantarai oleh sel
TTuberkulosis, dermatitis kontak, penolakan transplant
E.Tanda dan GejalaReaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu
gangguan sistemik atau reaksi lokal. Pemberian antigen protein atau
obat (misalnya, penisilin) secara sistemik (parental) menimbulkan
anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada
pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria
(bintik merah dan bengkak), dan eritems kulit,diikuti oleh
kesulitan bernafas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru
dan diperkuat dengan hipersekresi mukus. Edema laring dapat
memperberat persoalan dengan menyebabkan obstruksi saluran
pernafasan bagian atas. Selain itu, otot semua saluran pencernaan
dapat terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku perut, dan diare.
Tanpa intervensi segera,dapatterjadi vasodilatasi sistemik (syok
anafilaktik ), dan penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi
dan kematian dalam beberapa menit.Reaksi lokal biasanya terjadi
bila antigen hanya terbatas pada tempat tertentu sesuai jalur
pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan urtikaria),
traktus gastrointestinal (ingesti,menyebabkan diare), atau paru
(inhalasi, menyebabkan bronkokonstriksi).Reaksi tipe II umumnya
berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik, trombositopenia,
eosinofilia dan granulositopenia.Manifestasi klinik hipersensivitas
tipe III dapat berupa:1.Urtikaria, angioedema, eritema,
makulopapula, eritema multiforme dan lain-lain. gejala sering
disertai pruritis2.Demam3.Kelainan sendi, artralgia dan efusi
sendi4.Limfadenopatia.kejang perut, mualb.neuritis
opticc.glomerulonefritisd.sindrom lupus eritematosus
sistemike.gejala vaskulitis lainManifestasi klinis
hipersensitivitas tipe IV, dapat berupa reaksi paru akut seperti
demam, sesak, batuk dan efusi pleura. Obat yang tersering
menyebabkan reaksi ini yaitu nitrofuratonin, nefritis intestisial,
ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan manifestasi reaksi
obat.Adapun Gejala klinis umumnya :Pada saluran pernafasan :
asmaPada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perutPada kulit:
urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatalPada
mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibirF.Pemeriksaan
FisikInspeksi: apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan terdapat
gejala adanya urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada
bibirPalpasi: ada nyeri tekan pada kemerahanPerkusi: mengetahui
apakah diperut terdapat udara atau cairanAuskultasi: mendengarkan
suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena pada oarng yang
menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih
meningkat)G.Pemeriksaan PenunjangUji kulit: sebagai pemerikasaan
penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk,
debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan
seperti susu, telur, kacang, ikan).Darah tepi: bila eosinofilia 5%
atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai
neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.IgE total dan
spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20
tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa
penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan
depresi imun seluler.Tes intradermal nilainya terbatas,
berbahaya.Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak
sensitif.Biopsi usus: sekunder dan sesudah dirangsang dengan
makanan food chalenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus,
peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop
imunofluoresen ).Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan
biopsi usus.Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge )
untuk diagnosa pastiH.DiagnostikGangguan saluran cerna dengan diare
dan atau mual muntah, misalnya : stenosis pilorik, Hirschsprung,
defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic
fibrosis, peptic disease dan sebagainya.Reaksi karena kontaminan
dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan pengawet,
sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine,
toksin, fungi (aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera),
bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella), virus (rotavirus,
enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat,
pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada
ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju)
dan sebagainya.Reaksi psikologiI.TerapiPenanganan gangguan alergi
berlandaskan pada empat dasar:Menghindari allergenTerapi
farmakologisa.AdrenergikYang termasuk obat-obat adrenergik adalah
katelokamin ( epinefrin, isoetarin, isoproterenol, bitolterol ) dan
nonkatelomin ( efedrin, albuterol, metaproterenol, salmeterol,
terbutalin, pributerol, prokaterol dan fenoterol ). Inhalasi dosis
tunggal salmeterol dapat menimbulkan bronkodilatasi sedikitnya
selam 12 jam, menghambat reaksi fase cepat maupun lambat terhadap
alergen inhalen, dan menghambat hiperesponsivitas bronkial akibat
alergen selama 34 jam.b.AntihistaminObat dari berbagai struktur
kimia yang bersaing dengan histamin pada reseptor di berbagai
jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai antagonis kompetitif
mereka lebih efektif dalam mencegah daripada melawan kerja
histamine.
c.Kromolin SodiumKromolin sodium adalah garam disodium
1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat ini merupakan analog kimia obat
khellin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot polos. Obat ini
tidak mempunyai sifat bronkodilator karenanya obat ini tidak
efektif unutk pengobatan asma akut. Kromolin paling bermanfaat pada
asma alergika atau ekstrinsik.d.KortikosteroidKortikosteroid adalah
obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan alergi. Beberapa
pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian peroral atau
intravena yaitu penurunan eosinofil serta limfosit prrimer. Steroid
topikal mempunyai pengaruh lokal langsung yang meliputi pengurangan
radang, edema, produksi mukus, permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig
E mukosa.ImunoterapiImunoterapi diindikasikan pada penderita
rhinitis alergika, asma yang diperantarai Ig E atau alergi terhadap
serangga. Imunoterapi dapat menghambat pelepasan histamin dari
basofil pada tantangan dengan antigen E ragweed in vitro. Leukosit
individu yang diobati memerlukan pemaparan terhadap jumlah antigen
E yang lebih banyak dalam upaya melepaskan histamin dalam jumlah
yang sama seperti yang mereka lepaskan sebelum terapi. Preparat
leukosit dari beberapa penderita yang diobati bereaksi seolah-olah
mereka telah terdesensitisasisecara sempurna dan tidak melepaskan
histamin pada tantangan dengan antigen E ragweed pada kadar
berapapunProfilaksisProfilaksis dengan steroid anabolik atau
plasmin inhibitor seperti traneksamat, sering kali sangat efektif
untuk urtikaria atau angioedema.
J.PrognosisAlergi makanan biasanya akan membaik pada usia
tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya imaturitas saluran cerna
akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna
karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan
saluran cerna akan membaik maka biasanya gangguan perilaku yang
terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7
tahun alergi makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan
gejala alergi makanan dengan bertambahnya usia inilah yang
menggambarkan bahwa gejala Autismepun biasanya akan tampak mulai
membaik sejak periode usia tersebut. Meskipun alergi makanan
tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti udang,
kepiting atau kacang tanah.
Daftar
Pustakahttp://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/10/hipersensitivitas/http://id.wikipedia.org/wiki/Hipersensitivitashttp://akperkc.blogspot.com/2012/03/makalah-hipersensitivitas.htmlhttp://ennypsik.blogspot.com/2012/08/askep-hipersensitivitas.html
ASKEP HIPERSENSITIVITAS
BAB IPENDAHULUAN
A.latar belakangImunitas atau kekebalan adalah sistem pada
organisme yang bekerjamelindungi tubuh terhadap pengaruh
biologisluardengan mengidentifikasi danmembunuh patogen serta sel
tumor, sehingga tubuh bebas patogen dan aktivitas dapatberlangsung
dengan baik.Selain dapat menghindarkan tubuh diserang patogen,
imunitas juga dapatmenyebabkan penyakit, diantaranya
hipersensitivitas dan autoimun. Hipersensitivitasadalah respon imun
yang merusak jaringan tubuh sendiri. Reaksi
hipersensitivitasterbagi menjadi empat tipe berdasarkan mekanisme
danlamawaktu reaksihipersensitif, yaitu reaksi hipersensitivitas
tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV.Autoimunitas adalah
kegagalan dari suatu organisme untuk mengenali bagian-bagian
penyusunnya sendiri sebagai diri, yang memungkinkan respon imun
terhadap sel sendiri dan jaringan tubuh. Setiap penyakitdari
hasilrespon imun yang menyimpang diistilahkan sebagai suatu
penyakit autoimun . Autoimunitas sering disebabkan oleh kurangnya
perkembangan kuman dari tubuh target dan dengan demikian tindakan
respon kekebalan tubuh terhadap sel sendiri dan jaringan. Contoh
penyakit auto imun yang palingseringadalah menonjol termasuk
penyakit seliak,diabetesmelitus tipe 1 (IDDM), lupus eritematosus
sistemik (SLE), sindrom Sjgren , Churg-Strauss Syndrome ,
tiroiditis Hashimoto , penyakit Graves , idiopatikthrombocytopenic
purpura,rheumatoid arthritis(RA) dan alergi.Kesalahpahaman bahwa
sistem kekebalan tubuh seseorang sama sekali tidak mampu
mengenaliantigendiri bukanlah hal baru.Paul Ehrlich, pada awal abad
kedua puluh, mengajukan konsep autotoxicus horor, dimana normal
tubuh tidak mount respon kekebalan terhadap yang sendiri jaringan.
Dengan demikian, setiap respon autoimun dianggap menjadi abnormal
dan dipostulasikan untuk dihubungkan dengan penyakit manusia.
Sekarang, sudah diakui bahwa respon autoimun merupakan bagian
integral dari sistem kekebalan tubuh vertebrata (kadang disebut
autoimunitas alami), biasanya dicegah dari penyebab penyakit oleh
fenomena toleransi imunologi diri antigen. Autoimunitas tidak harus
bingung dengan alloimmunity .Sistem imun tubuh telah berkembang
sedemikian rupa sehingga mampu mengenal setiap antigen asing dan
membedakannya dengan struktur antigen diri (self antigen), tetapi
dapat saja timbul gangguan terhadap kemampuan pengenalan tersebut
sehingga terjadi respons imun terhadap antigen diri yang dianggap
asing.B.TUJUAN1.memahami definisi dari hipersensitivitas2.
mengetahaui pembagian hipersensitivitas itu srndiri3.supaya bisa
memahami perbedaan tipe hipersensitivitas4. memahami asuhan
keperawatan pada hipersensitivitas
BAB IIPEMBAHASAN
A.Pengertian hipersensitivitasHipersensitivitas yaitu reaksi
imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan
sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi
hipersensitivitas menurut Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe
reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu
tipe I, II, III, dan IV. Kemudian Janeway dan Travers merivisi tipe
IV Gell dan Coombs menjadi tipe IVa dan IVb.
a.hipersensitivitas tipe I
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas
langsung atau anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit,
mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran
gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang
beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu
reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun
terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam.
Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE).
Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau
basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah,
neutrofil, dan eosinofil.Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk
mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (tusukan dan
intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE
spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi)
yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda
terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak
terpapar langsung oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat
dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi cacing,
mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi
hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk
memblokir reseptor histamin, penggunaan Imunoglobulin G (IgG),
hyposensitization (imunoterapi atau desensitization) untuk beberapa
alergi tertentu
b.Hipersensitivitas Tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa
imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan
antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan
akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang langsung
berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang
langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat
patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target
selHipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi
silang) yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula
menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari
hipersensitivitas tipe II adalah:Pemfigus (IgG bereaksi dengan
senyawa intraseluler di antara sel epidermal),Anemia hemolitik
autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat menempel
pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk
produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah
merah dan menyebabkan lisis sel darah merah), danSindrom
Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus
sehingga menyebabkan kerusakan ginjal.
c.Hipersensitivitas Tipe III
Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks
imun. Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks
antigen-antibodi yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini
ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi
normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah
besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit. Namun,
kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen
(spora fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan
membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa
asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks
antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada
penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigen-antibodi
tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam
saluran kecil sehingga dapat memengaruhi beberapa organ, seperti
kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus
otakPatogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu
kompleks imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena
kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit
serum (serum sickness) yang dapat memicu terjadinya artritis atau
glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut
juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh paparan antigen dalam
dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi
timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit
yang diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus
dan A. fumigatus yang menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja
lahan gandum (malt) dan spora Penicillium casei pada paru-paru
pembuat keju.
d.Hipersensitivitas Tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang
diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini
terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan
makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk
aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta
akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena
paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah
hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak
dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis
(delayed type hipersensitivity, DTH).[5]Hipersensitivitas tipe IV
dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu awal
timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga
kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah iniTipe Waktu
reaksi Penampakan klinis Histologi Antigen dan situsKontak 48-72
jam Eksim (ekzema) Limfosit, diikuti makrofag; edema epidermidis
Epidermal (senyawa organik, jelatang atau poison ivy, logam berat ,
dll.)Tuberkulin 48-72 jam Pengerasan (indurasi) lokal Limfosit,
monosit, makrofag Intraderma (tuberkulin, lepromin, dll.)Granuloma
21-28 hari Pengerasan Makrofag, epitheloid dan sel raksaksa,
fibrosis Antigen persisten atau senyawa asing dalam tubuh
(tuberkulosis, kusta, etc.)Jenis HipersensitivitasMekanisme Imun
PatologikMekanisme Kerusakan Jaringan dan Penyakit
Tipe IHipersensitivitas cepatIgESel mast dan mediatornya (amin
vasoaktif, mediator lipid, dan sitokin)
Tipe IIReaksi melalui antibodiIgM, IgG terhadap permukaan sel
atau matriks antigen ekstraselulerOpsonisasi & fagositosis
selPengerahan leukosit (neutrofil, makrofag) atas pengaruh
komplemen dan FcRKelainan fungsi seluler (misal dalam sinyal
reseptor hormone)
Tipe IIIKompleks imunKompleks imun (antigen dalam sirkulasi dan
IgM atau IgG)Pengerahan dan aktivasi leukosit atas pengaruh
komplemen dan Fc-R
Tipe IV(melalui sel T)Tipe IVaTipe IvbCD4+ : DTHCD8+ :
CTLAktivasi makrofag, inflamasi atas pengaruh sitokinMembunuh sel
sasaran direk, inflamasi atas pengaruh sitokin
B. Mekanisme Alergi HipersensitivitasHipersensitivitas terjadi
dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah antigen
bergabung dengan antibodi yang sesuai. Ini dapat terjadi sebagai
anafilaksis sistemik (misalnya setelah pemberian protein heterolog)
atau sebagai reaksi lokal (misalnya alergi atopik seperti demamhay)
(Brooks et.al, 2005). Urutan kejadian reaksi adalah sebagai
berikut:Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk
pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik (Fc-R) pada
permukaan sel mast dan basofil.Fase Aktivasi, yaitu waktu yang
diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan
sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan
reaksi.Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks
(anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast
dengan aktivitas farmakologik (Baratawidjaja, 2006).Mekanisme
alergi, misalnya terhadap makanan, dapat dijelaskan sebagai
berikut. Secara imunologis, antigen protein utuh masuk ke sirkulasi
dan disebarkan ke seluruh tubuh. Untuk mencegah respon imun
terhadap semua makanan yang dicerna, diperlukan respon yang ditekan
secara selektif yang disebut toleransi atau hiposensitisasi.
Kegagalan untuk melakukann toleransi oral ini memicu produksi
antibodi IgE berlebihan yang spesifik terhadap epitop yang terdapat
pada alergen. Antibodi tersebut berikatan kuat dengan reseptor IgE
pada basofil dan sel mast, juga berikatan dengan kekuatan lebih
rendah pada makrofag, monosit, limfosit, eosinofil, dan
trombosit.
C. Nutrisi dan Alergi
Makanan merupakan salah satu penyebab reaksi alergi yang
berbahaya. Seperti alergen lain, alergi terhadap makanan dapat
bermanifestasi pada salah satu atau berbagai organ target: kulit
(urtikaria, angiodema, dermatitis atopik), saluran nafas (rinitis,
asma), saluran cerna (nyeri abdomen, muntah, diare), dan sistem
kardiovaskular (syok anafilaktik) (Rengganis dan Yunihastuti,
2007). Urtikaria akibat alergi makanan biasanya timbul setelah
30-90 menit setelah makan dan biasa disertai gejala lain seperti
diare, mual, kejang perut, hidung buntu, bronkospasme, hingga
gangguan vaskular. Semua gejala ini diperantarai oleh IgE (Baskoro
et.al, 2007).Hampir setiap jenis makanan memiliki potensi untuk
menimbulkan reaksi alergi. Alergen dalam makanan terutama berupa
protein yang terdapat di dalamnya. Namun, tidak semua protein dalam
makanan mampu menginduksi produksi IgE. Penyebab tersering alergi
pada orang dewasa adalah kacang-kacangan, ikan, dan kerang.
Sedangkan penyebab alergi tersering pada anak adalah susu, telur,
kacang-kacangan, ikan, dan gandum. Sebagian besar alergi hilang
setelah pasien menghindari makanan tersebut, dan melakukan
eliminasi makanan, kecuali terhadap kacang-kacangan, ikan, dan
kerang cenderung menetap atau menghilang setelah jangka waktu yang
sangat lama.Ikan dapat menimbulkan sejumlah reaksi. Alergen utama
dalamcodfishadalah Gad c1 telah diisolasi dari fraksi miogen. Udang
mengandung beberapa alergen. Antigen II dianggap sebagai alergen
utama. Otot udang mengandung glikoprotein otot yang mengandung Pen
a1 (tropomiosin).Gambaran klinis reaksi alergi terhadap makanan
terjadi melalui IgE dan menunjukkan manifestasi terbatas:
gastrointestinal, kulit dan saluran nafas. Tanda dan gejalanya
disebabkan oleh pelepasan histamine, leukotrien, prostaglandin, dan
sitokin. Alergen yang dimakan dapat menimbulkan efek luas, berupa
respon urtikaria di seluruh tubuh, karena distribusi random IgE
pada sel mast yang tersebar di seluruh tubuh (Rengganis dan
Yunihastuti, 2007). .
D. Penegakan Diagnosis Penyakit Alergi
Bila seorang pasien datang dengan kecurigaan menderita penyakit
alergi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memastikan
terlebih dahulu apakah pasien benar-benar menderita penyakit
alergi. Selanjutnya baru dilakukan pemeriksaan untuk mencari
alergen penyebab, selain juga faktor-faktor non alergik yang
mempengaruhi timbulnya gejala.Prosedur penegakan diagnosis pada
penyakit alergi meliputi beberapa tahapan berikut.1)Riwayat
Penyakit.Didapat melalui anamnesis, sebagai dugaan awal adanya
keterkaitan penyakit dengan alergi.2)Pemeriksaan Fisik.Pemeriksaan
fisik yang lengkap harus dibuat, dengan perhatian ditujukan
terhadap penyakit alergi bermanifestasi kulit, konjungtiva,
nasofaring, dan paru. Pemeriksaan difokuskan pada manifestasi yang
timbul.3)Pemeriksaan Laboratorium.Dapat memperkuat dugaan adanya
penyakit alergi, namun tidak untuk menetapkan diagnosis.
Pemeriksaan laboaratorium dapat berupa hitung jumlah leukosit dan
hitung jenis sel, serta penghitungan serum IgE total dan IgE
spesifik.4)Tes Kulit.Tes kulit berupaskin prick test(tes tusuk)
danpatch test(tes tempel) hanya dilakukan terhadap alergen atau
alergen lain yang dicurigai menjadi penyebab keluhan pasien.5)Tes
Provokasi.Adalah tes alergi dengan cara memberikan alergen secara
langsung kepada pasien sehingga timbul gejala. Tes ini hanya
dilakukan jika terdapat kesulitan diagnosis dan ketidakcocokan
antara gambaran klinis dengan tes lainnya. Tes provokasi dapat
berupa tes provokasi nasal dan tes provokasi bronkial (Tanjung dan
Yunihastuti, 2007).E. Penatalaksanaan Penyakit
AlergiPenatalaksanaan medikamentosa terdiri atas pengobatan lini
pertama, kedua, dan ketiga. Pengobatan lini pertama adalah
penggunaan antihistamin berupa AH1klasik yang bekerja dengan
menghambat kerja histamin. Pengobatan lini kedua adalah dengan
penggunaan kortikosteroid, sementara pengobatan lini ketiga adalah
penggunaan imunosupresan (Baskoro et.al, 2007)
BAB IIIASKEP HIPERSENSITIVITAS(dermatitis)
A. PengkajianA. BiodataBiodara terdiri dari nama, jenis kelamin.
Umur, agama, suku bangsa, pendidkan pendapatan pekerjaan,nomor
akses, alamat dan lain- lain Dermatitis kontak dapat terjadi pada
semua orang di semua umur sering terjadi pada remaja dan dewasa
muda dapat terjadi pada pria dan wanita. Bila dibandingkan dengan
dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak
alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya
sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul pada
80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis
kontak alergik kira-kira hanya 20%. Sedangkan insiden dermatitis
kontak alergik terjadi pada 3-4% dari populasi penduduk. Usia tidak
mempengaruhi timbulnya sensitisasi namun dermatitis kontak alergik
lebih jarang dijumpai pada anak-anak. Lebih sering timbul pada usia
dewasa tapi dapat mengenai segala usia. Prevalensi pada wanita dua
kali lipat dari pada laki-laki. Bangsa kaukasian lebih sering
terkena dari pada ras bangsa lain. Nampaknya banyak juga timbul
pada bangsa Afrika-Amerika namun lebih sulit dideteksi. Jenis
pekerjaan merupakan hal penting terhadap tingginya insiden
dermatitis kontak.B. Riwayat Kesehatana) Riwayat Kesehatan
Sekarang1. Keluhan Utama Pada kasus dermatitis kontak biasanya
klien mengeluhkulitnya terasa gatal serta nyeri.Gejala yang sering
menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah
nyeri pada lesi yang timbul.2. Riwayat keluhan utama Provoking
Inciden, yang menjadi faktor presipitasi dari keluhan utama. Pada
beberapa kasus dematitis kontak timbulLesi kulit ( vesikel ),terasa
panas pada kulit dan kulit akan berwarna merah, edema yang diikuti
oleh pengeluaran secret. Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan
klien
b) Riwayat Kesehatan masa Lalu Sepertiapakah klien pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya, apakah pernah menderita alergi
serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya selain itu perlu
juga dikaji kebiasaan klien.c) Riwayat Kesehatan keluarga Apakah
ada salah seorang anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang
sama, tapi tidak pernah ditanggulangi dengan tim medis. Dermatitis
pada sanak saudara khususnya pada masa kanak-kanak dapat berarti
penderita tersebut juga mudah menderita dermatitis atopik
B. Diagnosa keperawatan1. Kerusakan integritas kulit yang
berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit2. Nyeri dan gatal
yang berhubungan dengan lesi kulit3. perubahan pola tidur yang
berhubungan dengan pruritus4. Perubahan citra tubuh yang
berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.5. Kurang
pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara cara menangani
kelainan kulit.6. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak
bercak merah pada kulitC. RasionalDX IIntervensiRasional
Mandiri:1. pantau keadaan kulit pasien2. Jaga dengan cermat
terhadap resiko terjadinya cedera termal akibat penggunaan kompres
hangat dengan suhu yang terlalu tinggi dan akibat cidera panas yang
tidak terasa ( bantalan pemanasan, radiator )3. Anjurkan pasien
untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.Kolaborasi4.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti histamine dan
salep kulitMandiriMengetahui kondisi kulit untuk dilakukan pilihan
intervensi yang tepatPenderita dermatosis dapat mengalami penurunan
sensitivitas terhadap panas.
Banyak masalah kosmetika pada hakekatnya semua kelainan
malignitas kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit
kronik.Penggunaan anti histamine dapat mengurangi respon gatal
serta mempercepat proses pemulihan
DX 2IntervensiRasional
Mandiri:1. Periksa daerah yang terlibat
2. Upaya untuk menemukan penyebab gangguan rasa nyaman
3. Mencatat hasil hasil observasi secara rinci dengan memakai
terminology deskriptif
4. Mengantisipasi reaksi alergi yang mungkin terjadi ;
mendapatkan riwayat pemakaian obat.
5. Kendalikan factor factor iritan
6. Pertahankan kelembaban kira kira 60 % ; gunakan alat
pelembab.7. Pertahankan lingkungan dingin8. Gunakan sabun ringan (
Dove ) atau sabun yang dibuat untuk kulit sensitive ( Neutrogena,
Avveno ).9. Lepaskan kelebihan pakaian atau peralatan di tempat
tidur.10. Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun
ringan11. Hentikan pemajanan berulang terhadap detergen, pembersih,
dan pelarut.12. Gunakan tindakan perawatan kulit untuk
mempertahankan integritas kulit dan meningkatkan kenyamanan
pasien.13. lakukan kompres penyejuk dengan air suam suam kuku
ataukompres dingin guna meredakan rasa gatal.14. Atasi kekeringan (
serosis ) sebagaimana dipreskripsikan.
Kolaborasi:15.Oleskan lotion dan krim kulit segera setelah
mandi
16.Gunakan terapi topical seperti yang
dipreskripsikan.17.Anjurkan pasien untuk menghindari pemakaian
salep ayau lotion yang dibeli tanpa resep dokter.18.Jaga agar kuku
selalu terpangkas.MandiriPemahaman tentang luas dan karakteristik
kulit meliputi bantuan dalam menyusun rencana intervensi.Membantu
mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan
kenyamanan.Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan
untuk diagnosisi dan pengobatan. Banyak kondisi kulit tampak serupa
tetapi mempunyai etiologi yang berbeda. Respons inflamasi kutan
mungkin mati pada pasien lansia.Ruam menyeluruh terutama dengan
aeitan yang mendadak dapat mennjukkan reaksi alergi terhadap
obat.Rasa gatal diperburuk oleh panas, kimia, dan fisik.Dengan
kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan airKesejukan
mengurangi gatalUpaya ini mencakup tidak adanya larutan detegen,
zat pewarna atau bahan pengeras.Meningkatkan lingkungan yang
sejukSabun yang keras dapat menimbulkan iritasi kulit.Setiap
substansi yang mneghilangkan air, lipid atau protein dari epidermis
akan mengubah fungsi barier kulit.Kulit merupakan barier yang
penting yang harus dipertahankan keutuhannya agar dapat berfungsi
dengan benar.Penghisapan air yang bertahap dari kasa kompres akan
menyejukkan kulit dan meredakan pruritus.Kulit yang kering dapat
menimbulkan daerah dermatitis dengan kemerahan, gatal, deskuamasi
dan pada bentuk yang lebih berat, pembengkakan, pembentukan lepuh,
keretakan dan eksudat.KolaborasiHidrasi yang efektif pada stratum
korneum mencegah gangguan lapisan barier pada kulit.Tindakan ini
membantu meredakan gejalaMasalah pasien dapat disebabkan oleh
iritasi atau sensitisasi karena pengobatan sendiri.Memotongan kuku
akan mengurangi kerusakan kulit karena garukan.
DX 3IntervensiRasional
Mandiri:1. Bantu pasien melakukan gerak badan secara teratur
2. jaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban
yang baik.
Kolaborasi:
Cegah dan obati kulit yang kering
Anjurkan kepada klien menjaga kulit selalu lembab
Anjurkan klien Menghindari minuman yang mengandung kafein
menjelang tidur di malam hari.Anjurkan klien Mengerjakan hal hal
yang ritual dan rutin menjelang tidur.Mandiri:Gerak badan
memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan
pada sore hari.Udara yang kering membuat kulit terasa gatal.
Lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
3. Pruritus noeturnal mengganggu tidur yang normal.
4. Tindakan ini mencegah kehilangan air. Kulit yang kering dan
gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.5.
Kafein memiliki efek puncak 2 4 jam sesudah dikonsumsi.
6. Tindakan ini memudahkan peralihan dari keadaan terjaga
menjadi keadaan tertidur.
DX 4IntervensiRasional
Mandiri:1.Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien (
menghindari kontak mata, ucapan yang merendahkan diri sendiri,
ekpresi keadaan muak terhadap kondisi kulitnya ).2.Identifikasi
stadium psikososial tahap perkembangan.
3.Berikan kesempatan untuk pengungkapan. Dengarkan ( dengan cara
yang terbuka, tidak menghakimi ) untuk mengekspresikan berduka /
ansietas tentang perubahan citra tubuh.4.Nilai rasa keprihatinan
dan ketakutan pasien. Bantu pasien yang cemas dalam mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri dan mengenali serta mengatasi
masalah.
5.dorong sosialisasi dengan orang lainMandiri:1. Gangguan citra
diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan yang tampak nyata
bagi pasien. Kesan sesorang terhadap dirinya sendiri akan
berpengaruh pada konsep diri2. Terhadap hubungan antara stadium
perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman pasien terhadap
kondisi kulitnya
3. Pasien membutuhkan pengalaman yang harus didengarkan dan
dipahami.
4. Tindakan ini memberikan kesempatan pada petugas kesehatan
untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan
realitas situasi. Ketakutan merupakan unsure yang merusak adaptasi
pasien.5. Meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
DX 5IntervensiRasional
1. Tentukan apakah pasien mnegetahui ( memahami dan salah
mengerti ) tentang kondisi dirinya.
2. Jaga agar pasien mendapatkan informasi yang benar ;
memperbaiki kesalahan konsepsi / informasi
3. Peragakan penerapan terapi yang diprogramkan ( kompres basah
; obat topical )4. Berikan nasihat kepada pasien untuk menjaga agar
kulit tetap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi dan
pengolesan krim serta lotion kulit.
5. Dorong pasien untuk mendapatkan status nutrisi yang sehat1.
Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2. Pasien harus memiliki perasaan bahwa ada sesuatu yang dapat
mereka perbuat. Kebanyakan pasien merasakan manfaatnya.
3. Memungkinkan pasien memperoleh kesempatan untuk menunjukkan
cara yang tepat unutk melakukan terapi.4. Stratum korneum
memerlukan air agar fleksibilitas kulit tetap terjaga. Pengolesan
krim atau lotion untuk melembabkan kulit akan memcegah agar kulit
tidak menjadi kering, kasar, retak, dan bersisik.5. Penampakan
kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang. Perubahan pada kulit
dapat menandakan status nutrisi yang abnormal.
DX 6IntervensiRasional
1. Miliki indeksi kecurigaan yang tinggi terhadap suatu infeksi
pada pasien yang system kekebalannya teganggu.2. Berikan petunjuk
yagn jelas dan rinci kepada pasien mengenai program terapi
3. Laksanakan pemakaian kompres basah seperti yang diprogramkan
untuk mengurangi intensitas inflamasi1. Setiap keadaan yang
mneggangu status imun akan memperbesar resiko terjadinya infeksi
kulit.
2. Pendidikan pasien yang efektif bergantung pada ketrampilan
ketrampilan interpersonal professional kesehatan dan pada pemberian
instruksi yang jelas yang diperkuat dengan instruksi tertulis.3.
Kompres basah akan menghasilkan pendinginan lewat pengisatan yang
menimbulkan vasokontriksi pembuluh drah kulit dan dengan demikian
mengurangi eritema serta produksi serum.
D. EvaluasiDiagnosa I1.Tidak adanya maserasi.2. Tidak ada tanda
tanda cedara termal.3. Tidak ada infeksi.4. Memberikan obat topikal
yang diprogramkanDiangnosa II1. Mencapai peredaran gangguan rasa.2.
Mengutarakan dengan kata kata bahwa gatal telah reda.3.
Memeperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena
garukan.4. Mematuhi terapi yang diprogramkan.5. Pertahankan
keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.6.Menunjukan kulit utuh;
kulit menunjukan kemajuan dalam penampilan yang sehat.
Diagnosa III1.Mencapai tidur yang nyenyak.2. Melaporkan
peredaran rasa gatal.3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang
tepat.4. Menghindari konsumsi kafein pada sore hari dan menjelang
tidur malam hari.5. Mengenali tindakan untuk meningkatkan
tidur.Diagnosa IV1. Mengalami Mengembangkan peningkatan kemampuan
untuk menerima diri sendiri.2. Mengikuti dan turut berpartisipasi
dalam tindakan perawatan mandiri.3. Melaporkan perasaan dalam
mengendalikan situasi.4. Menguatkan kembali dukungan positif dari
diri sendiri5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang
sehat.6. Tampak tidak begitu memperhatikan kondisi.7.Menggunakan
tekhnik menyembunyikan kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan.Diagnosa V1. pola tidur / istirahat yang
memuaskan2. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan
penampakan kulit yang tidak baik.3.Kurang pengetahuan tentang
perawatan kulit dan cara cara menangani kelainan kulit.Memiliki
pemahaman terhadap perawatan kulit.4.Mengikuti terapi seperti yang
diprogramkan dan dapat mengungkapkan rasional tindakan yang
dilakukan.5.Menjalankan mandi, pencucian, barutan basah sesuai yang
diprogramkan.6. Gunakan obat tropikal dengan tepat.7.Memahami
pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.Diagnosa VI1. Tetap bebas
dari infeksi.2. Mengungkapkan tindakan perawatan kulit yang
meningkatkan kebersihan dan mencegah kerusakan.3.
Mengidentifikasikan tanda dan gejala infeksi untuk dilaporkan.4.
Mengidentifikasi efek merugikan dari obat yang harus dilaporkan ke
petugas perawatan kesehatan.5.Berpartisipasi dalam tindakan
perawatan kulit ( misalnya mandi, dan penggantian balut ).
BAB IVPENUTUP
a. kesimpulanImunitas atau kekebalan adalah sistem pada
organisme yang bekerjamelindungi tubuh terhadap pengaruh biologis
luar dengan mengidentifikasi danmembunuh patogen serta sel tumor,
sehingga tubuh bebas patogen dan aktivitas dapatberlangsung dengan
baik.Selain dapat menghindarkan tubuh diserang patogen, imunitas
juga dapatmenyebabkan penyakit, diantaranya hipersensitivitas dan
autoimun. Hipersensitivitasadalah respon imun yang merusak jaringan
tubuh sendiri.Autoimunitas adalah kegagalan dari suatu organisme
untuk mengenali bagian-bagian penyusunnya sendiri sebagai diri,
yang memungkinkan respon imun terhadap sel sendiri dan jaringan
tubuh. Setiap penyakitdari hasilrespon imun yang menyimpang
diistilahkan sebagai suatu penyakit autoimun . Autoimunitas sering
disebabkan oleh kurangnya perkembangan kuman dari tubuh target dan
dengan demikian tindakan respon kekebalan tubuh terhadap sel
sendiri dan jaringan.
b.saran
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth.2001.Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGCHarahap, Marwali, dkk. 2000.Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit.
Bandung: AlumniFritz H. Kayser (2004). Medical Microbiology.
Thieme. ISBN 978-1-58890-245-0.Tak W. Mak, Mary E. Saunders, Maya
R. Chaddah (2008). Primer to the immune response. Academic Press.
ISBN 978-0-12-374163
ASKEP HIPERSENSITIVITAS
MAKALAHASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN HIPERSENSITIVITAS
Diajukan guna memenuhi tugas kelompokMata Kuliah KMB II
Dosen Pengampu:Kharis Yusman, S.Kep.Ns
Disusun oleh:1.Eka Hidayati (012.005)2.Eriga Damayanti O.
(012.007)3.Ika Rifikoh (012.012)4.Rifatun Milatin (012.024)
AKADEMI KEPERAWATAN ALHIKMAH 2 BREBESBENDA SIRAMPOG BREBES
2014KATA PENGANTAR
Puji syukurkamipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa
selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehinggakamidapat
menyelesaikanmakalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
GANGGUAN HIPERSENSITIVITASyang dapat selesai tepat pada
waktunya.Makalahini disusun guna memenuhi tugaskelompokmata
kuliahKMB II. Dalam penyusunanmakalahini tak lupa pula kami
berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik berupa
bimbingan, dorongan doa, serta kerja sama yang baik dari semua
pihak.Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, untuk itu kami meminta kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Benda, Februari 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL..............................................................................
iKATA
PENGANTAR............................................................................
iiDAFTAR
ISI..........................................................................................
iiiBAB I PENDAHULUANA.Latar
Belakang.............................................................................
1B.Tujuan
Penulisan...........................................................................
2BAB II
PEMBAHASANA.Pengertian.....................................................................................
3B.Etiologi.........................................................................................
3C.Tanda dan
Gejala..........................................................................
4D.Patofisiologi..................................................................................
5E.Pathway........................................................................................
6F.Klasifikasi.....................................................................................
7G.Terapi............................................................................................
11H.Diagnostik....................................................................................
11I.Pemeriksaan
Penunjang................................................................
12BAB III ASUHAN
KEPERAWATANA.Pengkajian....................................................................................
14B.Diagnosa
Keperawatan.................................................................
14C.Intervensi......................................................................................
15BAB IV
PENUTUPA.Kesimpulan..................................................................................
20B.Saran............................................................................................
20
BAB IPENDAHULUAN
A.Latar BelakangPada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas
alamiah yang bersifat non-spesifik dan imunitas spesifik. Imunitas
spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif diperankan
oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin (IgG,
IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang dihantarkan
oleh sel limfosit T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu
mengadakan differensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang
mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan antigen tersebut.Bilamana
suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon.
Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang
menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi,
bilamana merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah
reaksi hipersensitivitas atau alergi.Mekanisme reaksi alergi adalah
berdasar pada reaksi hipersensitivitas, yaitu timbulnya respon IgE
yang berlebihan terhadap bahan yang dianggap sebagai alergen,
sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator penyebab reaksi
alergi, walaupun pada orang normal reaksi ini tidak terjadi.
Apabila reaksi alergi ini berlangsung sangat berlebihan, dapat
timbul syok anafilaktik.Histamin yang dilepaskan menimbulkan
berbagai efek. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler
yang terjadi menyebabkan pindahnya plasma dan sel-sel leukosit ke
jaringan, sehingga menimbulkan bintul-bintul berwarna merah di
permukaan kulit. Sementara rasa gatal timbul akibat penekanan
ujung-ujung serabut saraf bebas oleh histamin. Kemudian kerusakan
jaringan yang terjadi akibat proses inflamasi menyebabkan sekresi
protease, sehingga menimbulkan rasa nyeri akibat perubahan fungsi.
Efek lain histamin, yaitu kontraksi otot polos dan perangsangan
sekresi asam lambung, menyebabkan timbulnya kolik abdomen dan
diare.Selain itu, sekresi enzim untuk mencerna zat gizi, terutama
protein, belum dapat bekerja maksimal, sehingga terjadi alergi pada
makanan tertentu, terutama makanan berprotein. Ada alergi yang
dapat membaik, karena maturitas enzim dan barier yang berjalan
seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini juga dapat terjadi akibat
faktor polimorfisme genetik antibodi yang aktif pada waktu
tertentu, sehingga menentukan kepekaan terhadap alergen
tertentu.Secara umum, hasil pemeriksaan laboratorium normal.
Terjadi eosinofilia relatif, karena disertai dengan penurunan
basofil akibat banyaknya terjadi degranulasi. Eosinofil sendiri
menghasilkan histaminase dan aril sulfatase. Histaminase yang
dihasilkan ini berperan dalam mekanisme pembatasan atau regulasi
histamin, sehingga pada pasien dengan kasus alergi yang berat,
jumlah eosinofil akan sangat meningkat melebihi normal.
B.Tujuan Penulisan1.Tujuan UmumAgar mahasiswa diharapkan dapat
mengetahui dan mengerti tentang asuhan keperawatan dengan gangguan
hipersensitivitas.2.Tujuan KhususMakalah disusun bertujuan agar
:a.Mahasiswa mengetahui pengertian hipersensitivitasb.Mahasiswa
mengetahui Etiologi hipersensitivitasc.Mahasiswa mengetahui tanda
dan gejala hipersensitivitasd.Mahasiswa mengetahui Patofisiologi
hipersensitivitase.Mahasiswa mengetahui pathway
hipersensitivitasf.Mahasiswa mengetahui klasifikasi
hipersensitivitasg.Mahasiswa mengetahui cara pemeriksaan,
penatalaksanaan hipersensitivitash.Mahasiswa mengetahui asuhan
keperawatan pada hipersensitivitas
BAB IIPEMBAHASAN
A.DefenisiAlergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan
kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam
bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya non
imunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan
terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing
atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas
tersebut disebut alergen.
B.EtiologiFaktor yang berperan dalam alergi makanan yaitu :1.
Faktor Internala.Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam
fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun
fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan
penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan
usus mentoleransi makanan tertentu.b.Genetik berperan dalam alergi
makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi dan
sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan
setempat.c.Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang
menyebabkan penyerapan alergen bertambah.2. Fakor Eksternala.Faktor
pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis
(sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga).b.Contoh
makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya:
ikan 15,4%; telur 12,7%; susu 12,2%; kacang 5,3% dll.c.Hampir semua
jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan
reaksi alergi.
C.Tanda dan GejalaReaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu
gangguan sistemik atau reaksi lokal. Pemberian antigen protein atau
obat (misalnya, penisilin) secara sistemik (parental) menimbulkan
anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada
pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria
(bintik merah dan bengkak), dan eritems kulit,diikuti oleh
kesulitan bernafas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru
dan diperkuat dengan hipersekresi mukus. Edema laring dapat
memperberat persoalan dengan menyebabkan obstruksi saluran
pernafasan bagian atas. Selain itu, otot semua saluran pencernaan
dapat terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku perut, dan diare.
Tanpa intervensi segera,dapatterjadi vasodilatasi sistemik (syok
anafilaktik ), dan penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi
dan kematian dalam beberapa menit.Reaksi lokal biasanya terjadi
bila antigen hanya terbatas pada tempat tertentu sesuai jalur
pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan urtikaria),
traktus gastrointestinal (ingesti,menyebabkan diare), atau paru
(inhalasi, menyebabkan bronkokonstriksi).Reaksi tipe II umumnya
berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik, trombositopenia,
eosinofilia dan granulositopenia.Manifestasi klinik hipersensivitas
tipe III dapat berupa:1.Urtikaria, angioedema, eritema,
makulopapula, eritema multiforme dan lain-lain. gejala sering
disertai pruritis2.Demam3.Kelainan sendi, artralgia dan efusi
sendi4.Limfadenopati5.kejang perut, mual6.neuritis
optic7.glomerulonefritis8.sindrom lupus eritematosus
sistemik9.gejala vaskulitis lainManifestasi klinis
hipersensitivitas tipe IV, dapat berupa reaksi paru akut seperti
demam, sesak, batuk dan efusi pleura. Obat yang tersering
menyebabkan reaksi ini yaitu nitrofuratonin, nefritis intestisial,
ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan manifestasi reaksi
obat.Adapun Gejala klinis umumnya :1.Pada saluran pernafasan :
asma2.Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut3.Pada
kulit: urtikaria. angioderma, dermatitis, pruritus, gatal, demam,
gatal4.Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir
D.PatofisiologiSaat pertama kali masuknya alergen (ex. telur )
ke dalam tubuh seseorang yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum
pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang
tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak
gejala-gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah
tanda-tanda itu muncul maka antigen akan mengenali alergen yang
masuk yang akan memicu aktifnya sel T, dimana sel T tersebut yang
akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi (Ig E). Proses
ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang
dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk
kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal
yaitu,:1.Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T.
Sitokin memberikan efek terhadap berbagai sel terutama dalam
menarik sel sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga
menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.2.Alergen
tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang
merangsang sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang
banyak, kemudian histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui
pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit, alergen akan
menyebabkan terjadinya gatal, prutitus, angioderma, urtikaria,
kemerahan pada kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru
paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang
paling ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini
ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan
bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian
E.PathwayAllergen Sel-sel radang ReaksiSel aktif sitoksin
natrofil dan eosinofil radang Demam
Merangsal sel B
Mengaktifkan Antibodi (Ig E)
Selekat pada sel mast
Histamin bertambah
Pembuluh darah kulit : prutitus, angioderma, urtikaria,
kemerahan pada kulit, dan dermatitis.Seluruh tubuhParu-paru :
asma
Anafilatik syok : TD , kesadaran , kematian
F.Klasifikasi1. Hipersensitifitas tipe IHipersensitifitas tipe I
disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik.
Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan
bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat
mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil
hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah
terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami
keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I
diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama
pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat
dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil.Uji
diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas
tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk
mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen
(antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan
kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi akibat
hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh
alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa
penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll.
Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas
tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor
histamin, penggunaan Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization
(imunoterapi atau desensitization) untuk beberapa alergi
tertentu.2. Hipersensitifitas tipe IIHipersensitivitas tipe II
diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG) dan
imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan
matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada
sel atau jaringan yang langsung berhubungan dengan antigen
tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan
antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan
kerusakan pada target sel.Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi
komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan dengan antibodi sel
sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe
dari hipersensitivitas tipe II adalah:a.Pemfigus (IgG bereaksi
dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal),b.Anemia
hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat
menemp