Top Banner

of 31

Makanan Dan Hubungan Makan Hewan

Oct 15, 2015

Download

Documents

Nova Aldianova

ekwan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Makanan dan hubungan makan hewan TPU : Mahasiswa dapat menganalisis hal-hal yang berkenaan dengan makanan dan hubunganmakan hewan.

TPK :

1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang kebiasaan makan hewan.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa aspek penting tentang makanan hewan.

3. Mahasiswa dapat.menerapkan cara analisis diet hewan.

Pokok Bahasan : Makanan dan hubungan makan hewan (hewan organisme heterotrof, beberapa aspek makanan hewan, kebiasaan makan hewan ).

A. Hewan Organisme Heterotrof

Semua hewan adalah makhluk yang bersifat heterotrop (kebalikan dari autotrof), artinya untuk memperoleh nutrien organik untuk keperluan tubuhnya, hewan harus memakan organisme lain baik makhluk yang masih hidup atau makhluk yang sudah mati. Sebagian besar umur hewan digunakan untuk memperoleh makanan. Dengan demikian, ketersediaan sumber daya bagi hewan tergantung pada ruang dan waktu. Satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah sifat dari sumberdaya terssebut apakah mudah atau tidaknya diperoleh atau dicerena.Beberapa jenis hewan yang bersifat generalistis dalam memakan makanan (euryphagous); hewan-hewan jenis ini memakan makanan berbagai jenis hampir tidak terbatas. Anjing hutan, oposum (sejenis hewan berkantung), dan manusia adalah contoh kelompok jenis ini. Sedangkan hewan jenis lainnya memakan makanan hanya beberapa jenis hewan saja (stenophagous).Ahli ekologi hewan yang mempelajari startegi makanan sering memperhatikan model-model pencarian makanan yang optimal yang dilakukan oleh hewan. Hal ini sangat dipertimbangkan bahwa binatang harus memasukkan energi yang lebih banyak dibangdingkan yang dikeluarkannya. Selain dari energi, hewan juga harus memperoleh nutrien (zat-zat gizi) yang spesifik yang betul-betul dibutuhkan oleh tubuh. Dengan demikian pencarian makanan oleh hewan akan sangat memperhatikan pertimbangan pemilihan makanan, penggantian, mangsa yang harus dimakan, dan lain sebagainya.B. Aspek makanan hewan

Semua organisme membutuhkan sumber energi dan nutrisi untuk tumbuh, perawatan, aktifitas, reproduksi dan kelangsungan hidup. Organisme harus makan agar tetap bertahan. Makanan yang potensial dapat dijumpai dimana-mana, namun apa yang dieksploitasi oleh jenis tertentu tergantung dari jenis organisme tersebut. Struktur dan ukuran membatasi apa yang bisa digunakan sebagai makanan. Makanan dari hewan juga tergantung dari dan dimana tempat tinggalnya. Walaupun kelompok makanan yang potensial sangat banyak, tetapi kadang-kadang tidak dieksploitasi oleh hewan tersebut.

Hubungan organisme dengan mangsa hampir tidak bisa disamaratakan hewan satu dengan yang lain. Masing-masing hewan memiliki hubungan yang khas. Faktor utama dalam kebutuhan energi pada konsumen khususnya predator, adalah energi yang dikeluarkan untuk mendapatkan makanan. Banyak predator mengejar dan menerkam mangsanya terlebih dahulu sebelum mendapatkan makanan. Semua proses mencari makan membutuhkan energi. Hal inilah yang mungkin dapat menjelaskan bagaimana pemilihan makanan suatu hewan dalam memenuhi kebutuhan energinya. Ada yang memilih untuk mendapatkan banyak makanan dengan sedikit usaha, ada juga yang memilih makanan yang menghasilkan energi dan nutrisi yang lebih banyak.Beberapa aspek makanan hewanAspek jumlah (Kuantitatif) makanan hewan menyangkut masalah kelipatan tersedianya, sedangkan aspek mutu (Kualitatif) menyangkut masalah palatabilitasnya, nilai gizi daya cerna dan ukuranya. 1. Palatabilitas (Tingkat Kelezatan)Palabilitas makanan tergantung dari tidak adanya kandungan zat-zat kimia tertentu misalnya yang meransang diluar kisaran toleransi hewan ataupun yang bersifat toksik. Selain itu adanya struktur strukturyang mengganggu seperti bulu atau duri yng tajam atau lapisan yang keras mengurangi nilai palabilitas makanan bagi hewan. Karena itu banyak hewan karnivor menunjukkan prefernsi memakan tumbuhan muda daun atau pucuk muda.

2. Nilai GiziNilai Gizi makanan menyangkut masalah kandungan protein, karbohidrat, lemak mineral-mineral, vitamin dan air dalam makanan itu. Kandungan substansi organiknya memberikan nilai kandungan energi makanan itu. Kekurangan salah satu komponen dalam dlit dapat dideteksi oleh hewan melalui mekanisme neurofisiologi tubuhnya. Hewan kemudian akan berusaha mengatasinya dengan memakan dalam jumlah yang banyak makanan lain yang mengandung komponen yang kurang itu.Apabila kekurangan itu tidak dapat diatasi, hewan akan mengalami ketegangan yan mungkin menjurus ke terjadinya kanibalisme, meskipun hewan itu jenis herbivora. Nilai gizi makanan dalam arti pemanfaatan makanan itu hingga dapat digunakan dalam tubuhnya hewan yang mengkonsumsi makanan itu erat kaitannya dengan daya cerna makanan.3. Daya Cerna

Daya cerna makanan tergantung daari komposisi kimia dan struktural makanan itu serta adaptasi fisiologis yang didukung adaptasi struktural hewan pemaka. Hewan herbivor lebih memerlukan enzim-enzim proteasa dan hewan-hewan omnivor memerlukan komplek enzim yang lebih lengkap.

Daya cerna makanan lebih merupakan masalah bagi hewan herbivor dari pada hewan karnivor.Yang dihadapi hewan karnivor adalah masalah menemukan, menangkap dan menangani mangsa, bukan masalah pencernaan. Ditinjau dari segi nilai gizi, komposisi tubuh mngsaa berupa tikus, ikan atau cacing bagi hewan karnivor semuanya praktis tidak berbeda. Lain halnya dengan makanan hewan herbivor.

4. Ukuran Makanan

Bagi hewan-hewan herbivor, saprovor dan parasit ukuran tubuh hewan makanannya tidak merupakan masalah. Tidak demikian halnya pada hewan-hewan karnivor (predator) yang makanannya berupa hewan lain yang mungkin mobilitasnya tinggi. Ukuran tubuh hewan mangsa biasanya lebih kecil dari pemangsanya. Namun demikian ukuran itu tidak boleh terlalu kecil agar energi perolehan memangsa tidak lebih rendah daari pada energi yang telah dipakai untuk mencari dan mengejar hewan mangsanya itu.

Kita mengenal beberapa jenis hewan karnivor yang ukuran tubuhnya kecil sekali dibandingkan dengan ukuran tubuhnya sendiri. Hewan-hewan ini mempunyai adaptasi dan strategi khusus untuk mendapatkan mangsanya. Misalnya, Labah-labah menggunakan jaring untuk menjebak mangsanya. Bangsa buaya, ular, kadal dan ikan predator mempunyai strategi mengefesiensikan penggunaan energi dengan merayap mengsanya. Secara tiba-tiba apabila ukuran tubuh hewan mangsa lebih besar maka hewan pemangsa menyerangnya dengan secara bergerombol, seperti misalnya pada bangsa ajag atau pun hyena.

Klasifikasi makanan Sebagai Sumberdaya

Berdasarkan pada klasifikasi sumberdaya makanan hewan yang mempunyai nilai gizi maupun daya cerna yang berbeda itu dpat dibedakan atas yang bersifat esensial dan yang dapat diganti. Makanan yang bersifat esensial tidak dapat diganti oleh yang lain karena vital untuk pertumbuhan dan perkembangan jenis hewan pemakannya. Misalnya pada kupu-kupu heliconius, larvanya sangat tergantung pada suatu jenis tumbuhan passiflora sebagai makananya, sedang hewan dewasanya memerlukan butir sari dari jenis tumbuhan cucurbitaceae. Makanan sekaligus mikrohabitatnya dari hewan yang bersifat parasitik adlah hewan inangnya. Berbagai reduksi dampak dari tekanan pemangsaan dan spesies yang memangsa berovolusi menjadi makin mampu mendapatkan makananya serta makin evesien memanfaatkan makanannya itu.

Strategi Mencari Makan

Menurut teori mencari makan optimum, strategi hewan dalam mencari makan ialah mendapatkan perolehan semaksimal mungkin dengan resiko seminimal mungkin. Mencari makan secara berkelompok akan memberi keuntungan bila ketersediaan sumberdaya makanan di lingkungan berlimpah. Keuntunganmencari makan secara berkelompok adalahsumberdaya makanan dapat dengan mudahdancepat ditemukan, sertabahaya yang mengancam akan lebih cepat diketahui.

Hewan mangsa umumnya terdapat mengelompok pada suatu lokasi. Oleh karena itu, hewan predator tidak akan mementingkan lokasi dimana hewan mangsa yang paling melimpah tetapi akan lebih memilih area yang lebih menguntungkan dalam alokasi waktu dengan relatif energi bersih yang didapatkan sama. Smith (1990) menjelaskan bahwa di dalam aturan pemilihan makanan, konsumen harus (1) memilih mangsa yang lebih menguntungkan; (2) memakan secara lebih selektif jika mangsa yang menguntungkan atau jenis makanan tersedia melimpah; (3) akan memasukkan ke dalam diet jenis yang kurang menguntungkan jika jenis yang menguntungkan relatif jarang; (4) akan mengabaikan jenis yang tidak menguntungkan walaupun umum terdapat, jika mangsa yang menguntungkan tersedia melimpah.

Di dalam hal pemilihan lokasi makan, konsumen harus melakukan hal berikut ini: (1) memusatkan aktifitas pencarian makan pada lokasi yang paling produktif; (2) akan tetap tinggal pada lokasi tersebut sampai ketersediaan sama dengan rata-rata area lain sekitarnya; (3) akan meninggalkan lokasi tersebut jika produktifitasnya berkurang menjadi rata-rata; (4) akan mengabaikan daerah yang produktifitas rendah.C. Kebiasaan Makan

Berdasarkan macam makanan yang dimakan:

1. Herbivora, yaitu hewan pemakan tumbuhan. Contoh herbivora adalah kambing, sapi, rusa, dll.

2. Karnivora, yaitu hewan pemakan daging. Contoh karnivora adalah kucing, harimau, serigala, beruang, dll.

3. Omnivora, yaitu hewan pemakan segala, baik tumbuhan maupun daging. Contoh omnivora adalah tikus, musang, bekantan, dll.

4. Saprovor(saprofag) termasuk bakteriovordanfungivor.

Berdasarkan cara makan:

1. Monofag:mangsa terdiri dari 1 spesies saja

2. Oligofag:mangsa terdiri dari 2-3 spesies

3. Polifag:mangsanya lebih dari 3 spesies

Rantai dan Jaring Makanan

Interaksi hubungan makan akan menghasilkan rantai makanan yang menggambarkan hubungan linier antara mangsa dengan predator pada tingkatan trofik berurutan.Adanya polifag & omnivor yang melibatkan mangsa dari tingkatan trofik yg berbeda-beda sehingga menyebabkan rantai makanan seperti beranastomosis membentukjaringmakanan.Corak jaring makanan ada bermacam-macam, ada yang memberikan peluang besar pada komunitas untuk stabil, ada pula komunitasnya menjadi rawan berubah.Rantai makanan sebagaisuatu sirkuit energi dalam suatu komunitas dapat dibagi atasdua, yaitu:

1. Sirkuit merumput (grazing circuit)yaitu konsumen primernya mendapat energi dari tumbuhan hijau.

2. Sirkuit detritus organikyaitu konsumen primernya mendapat energi dari detritus (detritivor).

D. Ekologi Makan Bekantan

Bekantan atau dalam nama ilmiahnyaNasalis larvatusmerupakan spesies primatasejenis kera berhidung panjang dengan rambut berwarna coklat kemerahan dan merupakan satu dari dua spesies dalam genus tunggal kera Nasalis. Primata diurnal ini endemik Borneo (Kalimantan, Sabah, Serawak, Brunei Darussalam). Tubuhnya berwarna coklat kekuningan atau coklat kemerahan, kadang-kadang orang menyebut warna tubuhnya jingga atau oranye. Jantan tidak hanya memiliki tubuh yang ukurannya lebih besar daripada betina tetapi memiliki hidung berbentuk khas yang berbeda dari hidung betina. Hidung si jantan berbentuk seperti umbi menggantung dan berukuran panjang, sedangkan hidung si betina mancung saja, seperti layaknya hidung manusia.Karena warna tubuh dan bentuk hidung demikian, masyarakat sering menyebut bekantan ini kera belanda. Tipe hutan yang merupakan habitat persebaran bekantan secara umum telah diketahui, yaitu hutan mangrove, hutan tepi-sungai dan hutan rawa gambut.

Subfamili Colobine termasuk bekantan adalah primata yang memiliki sistem pencernaan mirip ruminansia. Selain ukuran pencernaannya besar dan berkantong-kantong, juga dilengkap kelenjar ludah, parotid dan sub-mandibular yang besar untuk membantu memudahkan pencernaan dan proses fermentasi pakan yang sebagian besar terdiri dari daun-daunan. Bekantan termasukforegut-fermentingdari jenis non-ruminansia, yaitu berperilaku memuntahkan kembali makanannya (regurgitation) kemudian mengunyahnya lagi (remastication) sebelum makanan tersebut benar-benar ditelan. Hal tersebut merupakan salah satu strategi penyesuaian terhadap jenis pakannya berupa daun dan buah muda yang kaya serat dan sulit dicerna.

Sistem pencernaan bekantan mampu menetralisir tanin dengan bantuan bakteri. Menurut Davies dan Oates (1994), monyet kelompok Colobine ini bisa menetralisir toksin yang ada dalam pakan mereka. Hal ini bisa dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu detoksifikasi (mengeluarkan racun dari dalam tubuh) dan bantuan mikroba dalam pencernaan mereka. Detoksifikasi juga kadang dilakukan dengan memakan tanah.

Bekantan tidak dapat mengkonsumsi buah-buahan yang manis untuk menghindari makan gula yang banyak. Gula yang berlebihan akan terfermentasi dalam lambung bekantan dan akan menghasilkan banyak gas yang bisa menyebabkan perut kembung, yang apabila tidak segera diobati maka akan menyebabkan kematian. Proporsi sumber pakan bekantan dilaporkan berbeda-beda di beberapa lokasi dan tipe habitat. Bekantan digolongkan sebagaifolivore/frugivores,karena proporsi pakan antara daun-daunan dan buah hampir sama, yaitu sekitar 52% : 40% atau 38% : 35% sedangkan sisanya berasal dari daun tua, bunga, biji, tangkai buah, kulit kayu, binatang kecil dalam jumlah sedikit, dan serangga.

Dalam satu pohon sering terdapat 2-4 bekantan. Lamanya makan pada setiap pohon tergantung pada jenis pohon serta jumlah persediaan makanannya (Bismark, 1980). Dari penelitian yang dilakukan terhadap bekantan di Kebun Binatang Ragunan Jakarta, diperoleh data bahwa bekantan menghabiskan rata-rata 1572,5 gram ransum/ekor/hari. Jenis tumbuhan sumber pakan bekantan juga menunjukkan variasi yang cukup tinggi tergantung dengan kondisi habitatnya. Keragaman sumber pakan juga merupakan salah satu upaya yang dilakukan bekantan untuk menjaga keseimbangan dan kebutuhan nutrisi. Nutrisi yang tidak diperoleh dari jenis tumbuhan tertentu dapat dipenuhi dari jenis tumbuhan yang lain terutama kebutuhan mineral.

Bekantan biasanya makan di ujung-ujung pohon, duduk pada salah satu cabang atau ranting yang relatif besar. Salah satu tangan dipergunakan untuk berpegang pada cabang atau ranting di bagian atasnya sedangkan tangan yang lain untuk meraih makanan. Kalau berada pada posisi sulit, kedua tangan akan berfungsi untuk berpegangan sedangkan makanan langsung diambil dengan mulut. Selain digunakan dalam makan untuk memetik daundaunan, tangan juga berfungsi untuk memasukkan makanan ke dalam mulut. Cara mendapatkan makanan adalah dengan menggunakan tangan untuk memetik daun, lalu dimasukkan 1-3 lembar daun ke dalam mulut secara berurutan, lalu dikunyah. Daun yang dikonsumsi bekantan adalah daun muda dengan urutan 1 sampai 3 dari ujung ranting, bunga dan buah, yang diambil langsung dengan mulut atau dengan cara memetik. Daun dimakan dengan cara menggigit hingga 3 kali. Setiap gigitan dikunyah 15-30 kali.

Gambar 1. Bekantan memilih pucuk dan daun muda sebagai sumber pakan energi tinggi yang rendah tannin seperti daun muda rambai laut (Sonneratia caseolaris)

Sewaktu mencari makan, kelompok bekantan terbagi atas beberapa anak kelompok yang umumnya terdiri atas 1-7 ekor. Setiap anak kelompok makan pada beberapa pohon yang tidak begitu berjauhan satu sama lain. Dalam satu pohon biasa terdapat 2-4 ekor bekantan yang makan tanpa menunjukan persaingan diantara mereka. Lamanya makan pada setiap pohon bergantung pada jenis pohon serta jumlah persediaan makannya. Pada pohon Ganua motleyana, bekantan dapat bertahan selama 20-50 menit. Kegiatan makan bekantan rata-rata sebesar 27,9%, sedangkan kegiatan berjalan dan istirahat masing-masing sebesar 19,9% dan 52,2%. Dari 3,6 jam waktu makan bekantan, 41,2% dilakukan di pagi hari, yaitu antara pukul 07.00-10.00. Kegiatan makan yang tertinggi dicapai pukul 15.00-16.00. Selanjutnya dijelaskan bahwa lebih dari 50% kegiatan makan berada di ketinggian 10-15 meter.

Aktivitas makan bekantan dipengaruhi oleh cuaca. Pada kondisi terang, aktivitas makan bekantan pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan sore hari, dan pada kondisi cuaca mendung(terjadi hujan) aktivitas makan bekantan dilakukan setelah cuaca terang (tidak hujan) dimana banyak dilakukan pada siang atau sore hari.

Ketersediaan sumber pakan baik pakan utama maupun alternatifnya yang terbatas menyebabkan frekuensi penggunaan jenis tertentu sebagai pakan sangat tinggi. Seperti halnya yang terjadi pada jenis rambai laut yang memiliki preferensi yang tinggi sebagai sumber pakan bekantan. Terbatasnya jumlah pohon yang tersedia dan frekuensi kunjungnan kelompok bekantan yang tinggi menyebabkan produktifitas daun mudanya tidak sebanding dengan kebutuhan bekantan. Ini menyebabkan pohon rambai laut di beberapa lokasi menjadi gundul, kering bahkan tidak sedikit yang mati seperti yang ditunjukkan Gambar 2. Kematian pohon rambai laut terutama yang berada di bibir sungai juga disebabkan karena rebah ke sungai akibat adanya erosi.

Gambar 2. Daun muda rambai laut menjadi pilihan utama, sehingga banyak pohon yang gundul, kering dan mati

Ketersediaan sumber air tawar sangat penting dalam menunjang kehidupan bekantan di habitatnya. Kebutuhan air bagi bekantan diantaranya untuk keperluan minum dan berenang. Sungai termasuk komponen ekologis yang mempengaruhi pemilihan habitat oleh bekantan di hutan bakau. Sedangkan pada sungai-sungai kecil, pendek dan dekat dengan laut sangat dipengaruhi oleh air laut. Kondisi ini kurang mendukung terhadap aktifitas bekantan, terutama untuk minum.

Hewan primata satu ini tak luput dari bayang-bayang pemangsa, menunjukkan bahwa primata jenis bekantan tidak menempati titik puncak dari piramid rantai makanan. Jenis predator bagi bekantan diantaranya adalah biawak (Varanus salvator), anjing (Canis lupus familiaris), ular sanca (Python reticulata), buaya (Crocodylus siamensis) dan ular kobra (Ophiophagus hannah).

Biawak (Varanus salvator) sebagai salah satu potensial predator lainnya di Sungai Kuala Samboja terlihat tidak mengkhawatirkan bagi bekantan. Biawak dan bekantan menggunakan pohon yang sama untuk beristirahat dan tidur pada siang hari. Hal tersebut berbeda dengan hasil observasi Yeager (1991), di mana keberadaan biawak sepanjang 1,3 m pada pohon yang sama menyebabkan kelompok bekantan sangat tidak tenang dan menimbulkan perilaku agonistik dengan mengeluarkan suara dan ekspresi ancaman kepada biawak. Keberadaan ular kobra dijumpai saat ular tersebut berenang menyeberangi sungai Kula Samboja di komunitas riparian, namun belum diketahui pengaruh keberadaannya terhadap bekantan di lokasi ini. Ular kobra (Ophiophagus hannah) juga ditemukan di lantai hutan mangrove habitat bekantan.

Anjing (Canis lupus familiaris) sebagai pemangsa bekantan belum pernah dilaporkan sebelumnya. Anjing adalah pemangsa bagi bekantan, terutama pada habitat yang berdekatan dengan permukiman dan kebun masyarakat. Anjing menjadi salah satu ancaman sebagai pemangsa bekantan di Kuala Samboja dengan ditunjukkan oleh perilaku bekantan yang cenderung menghindar pada saat anjing masuk ke kebun buah masyarakat. Hal ini diperkuat dengan adanya bekantan yang mati diserang oleh anjing di Pantai Tanah Merah yang berjarak sekitar 5 km dari Sungai Kuala Samboja.

Kesimpulan

Bekantan termasukforegut-fermentingdari jenis non-ruminansia.Sistem pencernaan bekantan mampu menetralisir tanin dengan bantuan bakteri.Bekantan tidak dapat mengkonsumsi buah-buahan yang manis untuk menghindari makan gula yang banyak. Bekantan biasanya makan di ujung-ujung pohon, cara mendapatkan makanan adalah dengan menggunakan tangan untuk memetik daun, lalu dimasukkan 1-3 lembar daun ke dalam mulut secara berurutan, lalu dikunyah.Sewaktu mencari makan, kelompok bekantan terbagi atas beberapa anak kelompok yang umumnya terdiri atas 1-7 ekor.

Bekantan merupakan hewan omnivora. Hewan ini tidak menempati puncak tertinggi dari piramida rantai makanan. Bekantan memiliki predator diantaranya diantaranya adalah biawak (Varanus salvator), anjing (Canis lupus familiaris), ular sanca (Python reticulata), buaya (Crocodylus siamensis) dan ular kobra (Ophiophagus hannah).

DAFTAR PUSTAKA

Atmoko, Tri. 2012. Bekantan Kuala Samboja Bertahan dalam Keterbatasan Melestarikan Bekantan di Habitat Terisolasi dan Tidak Dilindungi. Balikpapan: Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam

Purba, Elisa Febri Bethesman. 2009. Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pakan Bekantan (Nasalis larvatus) di Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah (Studi Kasus di Areal Research Pondok Ambung).Skripsi. Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Yeager, C.P. 1991. Possible antipredator behavior associated with rivercrossings by proboscis monkeys (Nasalis larvatus).American Journal of Primatology, 24:61-66.Arief Soendjoto, Mochamad., Hadi Sukadi Alikodra., Muhammad Bismark., dan Heru Setijanto. 2006. Jenis dan Komposisi Pakan Bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di Hutan Karet Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Jurnal Biodiversitas, Vol 7 No 1 Hal: 34-38. Jenis pakan bekantan (Nasalis larvatus Wurmb) di hutan mangrove, hutan rawa gambut, atau hutan riparian (pesisir) telah didokumentasikan. Bennett dan Sebastian (1988) melaporkan bahwa bekantan termasuk folivora. Daun merupakan jenis pakan utama bagi bekantan. Menurut Bismark (1987a,b), proporsi daun mencapai 92% dari seluruh pakan. Tingginya tingkat konsumsi terhadap daun disebabkan keragaman jenis pohon yang rendah dan produksi buah yang tidak selalu ada (Soerianegara et al. 1994). Walaupun termasuk folivora, bekantan bukan folivora sejati. Primata ini mengkonsumsi hampir seluruh bagian tumbuhan yang mencakup akar, kulit batang, daun, buah, dan bunga (Supriatna dan Wahyono 2000). Bekantan biasanya berperan sebagai folivora antara Juni dan Desember serta berperan sebagai frugivora antara Januari dan Mei. Selama periode paceklik, bekantan memanfaatkan pakan dengan kualitas gizi rendah tetapi tersedia melimpah, seperti daun-daun tua (Yeager, 1989). Bahkan Bismark (1980), Yeager (1989), Soerianegara et al. (1994),

serta Supriatna dan Wahyono (2000) menyebutkan bahwa bekantan juga memakan rayap, kepiting, nyamuk, dan larva serangga. Bekantan tidak hanya memvariasikan makanan sesuai dengan ketersediaan pakan pada setiap musim, tetapi juga memanfaatkan tumbuhan di tipe habitat berbeda sebagai sumber pakan. Apabila tidak melakukannya, primata ini tidak dapat dijumpai di tipe habitat hutan karet, hutan rawa galam, dan hutan bukit kapur/karst. Adanya bekantan di tipe-tipe habitat ini dilaporkan Soendjoto et al. (2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tumbuhan atau organisme lain yang menjadi sumber pakan bekantan di hutan karet, memperkirakan jumlah pakan per hari, dan menentukan kandungan nutrisinya.

BAHAN DAN METODE

Data yang dikumpulkan adalah jenis pakan, jumlah pemakan, laju ambil pakan, berat pakan, serta kandungan nutrisi pakan. Pengumpulan data dilakukan antara April 2003 s.d. Juli 2004, di hutan karet Desa Simpung Layung, Kabupaten Tabalong. Jenis pakan mencakup nama spesies dan bagian tumbuhan yang dimakan. Jenis tumbuhan diidentifikasi di Wanariset Samboja, Kalimantan Timur. Bagian tumbuhan dikelompokkan ke dalam daun, bunga, buah, dan kulit batang. Catatan khusus ditambahkan untuk bagian tumbuhan yang tidak termasuk dalam empat kelompok ini

SOENDJOTO dkk. Pakan Nasalis larvatus di hutan karet Tabalong, Kalimantan Selatan 35

atau untuk pakan tertentu, misalnya dari hewan. Panduan untuk mendata bagian-bagian tumbuhan yang disukai menggunakan metode IARF (individual activity records of feeding) (Yeager, 1989). Pada metode ini, satu jenis pakan yang teramati dimakan oleh satu individu bekantan diberi nilai 1. Pengombinasian data ini dengan kerapatan spesies tumbuhan pakan tersebut dipergunakan untuk menentukan rasio seleksi pakan. Tiga spesies tumbuhan, yaitu karet (Hevea brasiliensis), kujamas (Syzygium stapfiana), dan tiwadak banyu (Artocarpus teysmanii) dipergunakan untuk menduga jumlah pakan dan mengukur kandungan nutrisi. Bagian tumbuhan yang diambil sebagai sampel disesuaikan dengan yang dimakan bekantan. Jenis tumbuh-tumbuhan di atas dipilih dengan pertimbangan bahwa karet merupakan pohon yang dominan, sedangkan kujamas dan tiwadak banyu adalah pohon yang hidup di perairan (baruh). Pertimbangan lainnya adalah ukuran daun atau ukuran petikan. Daun kujamas berukuran kecil atau dipetik dalam ukuran sedikit oleh bekantan. Sebaliknya, daun karet dan tiwadak banyu berukuran lebih besar dan dipetik dalam ukuran besar juga oleh bekantan. Jumlah pakan per hari diperkirakan dari perkalian antara laju ambil pakan, berat basah (atau berat kering) pakan yang diambil per satuan tertentu, dan proporsi waktu makan per hari. Laju ambil pakan dihitung menggunakan digital stopwatch. Berat (basah dan kering) tumbuhan pakan ditimbang dengan neraca hingga ketelitian 0,0001 g. Pengeringan dilakukan di oven pada suhu 110oC selama 24 jam. Proporsi waktu makan diperoleh dari penelitian aktivitas harian. Uji statistik (uji t) dipergunakan untuk menentukan signifikansi perbedaan. Kandungan nutrisi, tanin, gross energy (GE), dan mineral ketiga jenis tumbuhan tersebut dianalisis, setelah dikering- anginkan selama 15 hari. Kadar abu, protein, serat kasar, lemak, serta kandungan mineral makro (P, K, Ca, Na, Mg, S) dan mikro (Fe, Mn, Cu, Zn) dianalisis di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor sedangkan tanin dan GE berturut-turut dianalisis di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor serta Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB Bogor.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis pakan Di hutan karet Simpung Layung, ditemukan 18 spesies (>10 famili) tumbuhan yang menjadi pakan bekantan (Tabel 1). Tumbuhan yang sering dimakan oleh bekantan adalah karet dan kujamas. Karet dan kujamas merupakan tumbuhan dominan di hutan karet desa ini (Soendjoto et al. 2005). Karet diusahakan masyarakat sebagai penghasil getah/lateks dan sumber mata pencaharian pokok bagi sebagian masyarakat. Berbeda dengan karet, kujamas merupakan tumbuhan liar pada bagian hutan yang tidak dipelihara intensif. Tumbuhan ini sering dijumpai tumbuh di sekitar baruh. Adaptasinya terhadap baruh ditunjukkan oleh adanya akar jangkar yang mirip dengan perakaran bakau. Baruh adalah salah satu sumber air (selain sungai dan sungai kecil) di hutan karet dan merupakan tempat bagi bekantan untuk memulai, menetap sementara, atau mengakhiri perjalanan harian. Beberapa baruh lebih sering dikunjungi bekantan daripada baruh lainnya. Kondisi ini dipicu oleh keanekaragaman tumbuhan dan jauhnya letak baruh dari sumber gangguan atau aktivitas manusia (Soendjoto et al., 2005). Bekantan tidak hanya mengguna- kan ke-18 spesies tersebut sebagai tumbuhan pakan, tetapi juga memanfaatkan spesies lain (Tabel 2). Di hutan karet di luar lokasi penelitian (Desa Simpung Layung) yang masih termasuk wilayah administrasi Kabupaten Tabalong, ditemukan bahwa bekantan memakan buah terung, buah kumanjing, buah picung, dan daun rengas. Penduduk juga melaporkan bahwa bekantan memakan bunga pampakin. Temuan penelitian dan laporan masyarakat ini memperkaya daftar tumbuhan yang menjadi sumber pakan bekantan di hutan karet, termasuk dalam hal ini laporan Soendjoto et al. (2002) dan Soendjoto (2004a,b). Alikodra dan Mustari (1994) menyebutkan 12 spesies dan Soerianegara dkk. (1994) melaporkan 4 spesies tumbuhan mangrove menjadi sumber pakan bekantan, antara lain: bakau (Rhizophora apiculata), api-api (Avicennia alba), dan rambai (Sonneratia caseolaris). Yeager (1989) melaporkan bahwa di hutan rawa gambut terdapat sekitar 47 spesies tumbuhan dan jejambuan

Tabel 1. Jenis dan komposisi pakan bekantan di hutan karet Desa Simpung Layung, Kabupaten Tabalong.

Tumbuhan pakan Rasio seleksi

No

Famili Nama ilmiah Nama lokal

Daun BungaBuah

Kulit batang

Jumlah (IARF)

Kepadatan

T/K Rel 1. Dilleniaceae Dillenia excelsa Galigantan 5 4 - - 9 385 0,023 0,171 2. Elaeocarpaceae Elaeocarpus stipularis Bangkinang burung 22 - 7 - 29 49,38 0,587 4,374 3. Euphorbiaceae Hevea brasiliensis Karet 164 26 - - 190 13.270 0,014 0,104 4. Hypericaceae Cratoxylum cochinchinensis Mampat 16 - - - 16 245 0,065 0,484 5. Moraceae Artocarpus integer Tiwadak 15 - 6 - 21 10 2,1 15,65 6. Moraceae A. teysmanii Tiwadak banyu 24 - - - 24 2,5 9,6 71,54 7. Moraceae Ficus binnendykii Kariwaya 17 - - - 17 62,5 0,272 2,027 8. Myrtaceae Syzygium stapfiana Kujamas 171 21 - 6 198 14.476,88 0,014 0,104 9. Myrtaceae S. polyanthum Salam, duhat 2 - - - 2 332,5 0,006 0,045 10. Myrtaceae S. pyrifolium Serai merah 19 - 5 - 24 225 0,192 1,431 11. Myrtaceae Syzygium sp. 1 - 4 - - - 4 260 0,015 0,112 12. Myrtaceae Syzygium sp. 2 Salam laki 3 - 4 - 7 165,63 0,042 0,313 13. Symplocaceae Symplocos cochinchinensis Geminting 13 - - - 13 3.957,5 0,003 0,022 14. Verbenaceae Vitex pubescens Alaban 33 14 8 - 55 113,13 0,486 3,622 15. TT TT Lumut 6 - - - 6 TT - - 16. Palmae Arenga pinnata Aren, enau - 9 - - 9 L - - 17. Palmae Calamus scipionum Tuu - - 8 - 8 L - - 18. Rosaceae Rubus moluccana Bambab - 5 - 5 L - - J u m l a h 514 74 43 6 637 13,419 100 R e l a t i f (%) 80,9 11,3 6,77 0,95 100 Keterangan: T/K = total IARF dibagi kepadatan; Rel = relatif (%) ; TT = tidak teridentifikasi. Data kepadatan (individu/ha) dimodifikasi dari Soendjoto (2005). Tumbuhan pakan nomor 16, 17, 18 terdapat di luar tapak sampel (L). Tumbuhan pakan yang berupa lumut menempel pada kulit batang kujamas.

BIODIVERSITAS Vol. 7, No. 1, Januari 2006, hal. 34-38 36

(Eugenia spp.) yang menjadi sumber pakan bekantan. Salter et al. (1985) menyebutkan bahwa 3 dari 90 spesies tumbuhan pakan di hutan riparian dan mangrove adalah Bouea sp., Buchanania sp., dan Bruguiera gymnorrhiza. Soendjoto et al. (2001), melaporkan bahwa sumber pakan bekantan di hutan galam antara lain galam (Melaleuca cajuputi), piai (Acrostichum aureum), dan kelakai (Stenochlaena palustris). Dari laporan dan hasil penelitian tentang ekologi- makan bekantan, Soendjoto (2003) mendaftar lebih dari 200 spesies tumbuhan sumber pakan bekantan.

Bagian tumbuhan yang dimakan dan jumlah pakan Data IARF (Tabel 1) menunjukkan bahwa pakan yang berupa daun mencapai 80,9%, sedangkan bunga, buah, dan kulit batang berturut-turut adalah 11,3%, 6,77%, dan 0,95%. Besaran persentase ini bersifat sementara dan bisa berubah, apabila jenis pakan yang ditemukan di luar lokasi penelitian (Tabel 3) dan jenis pakan yang berasal dari hewan juga ikut diperhitungkan. Bekantan memakan rayap dan belalang, walaupun jumlah kejadian ditemukannya memakan kedua jenis hewan itu jarang; memakan rayap ditemukan 2 kejadian dan memakan belalang hanya 1 kejadian. Memakan rayap dan belalang adalah upaya bekantan untuk memperoleh protein hewani. Hal ini menguatkan pendapat Bismark (1987b) dan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan fungsi gigi taring bekantan. Pada primata, gigi taring berperan untuk menunjukkan pengancaman dan tingkat hirarki dalam sistem sosial, serta sebagai alat mekanik untuk menggigit dan mencabik-cabik sumber protein hewani (Swindler 1998). Walaupun demikian, frekuensi bekantan memakan serangga tergolong jarang. Hal ini merupakan konsekuensi dari adanya sistem pencernaan kompleks pada bekantan. Menurut Bennett dan Gombek (1993), sistem pencernaan yang kompleks tidak dapat mencerna (i) sumber pakan kaya protein hewani, seperti serangga, dan (ii) bebuahan kaya energi dan manis, karena bakteri-bakteri yang berperan dalam pencernaan memfermentasikan pakan dengan cepat sehingga terbentuk gas dan asam dalam

perut. Perut kembung ini selanjutnya justru dapat menyebabkan kematian bekantan. Berdasarkan jenis pakan yang ditemukan dalam penelitian ini dan juga yang dilaporkan oleh peneliti lain (Tabel 3), bekantan dapat digolongkan omnivora. Hal ini sesuai dengan pendapat Cowlishaw dan Dunbar (2000) bahwa primata pada umumnya adalah tipikal omnivora. Namun, karena kecenderungan pakannya lebih mengarah kepada tumbuhan dan komposisi pakan tersebut lebih besar pada daun, bekantan lebih sering digolongkan folivora. Berdasarkan sampel tiga spesies tumbuhan dan asumsi-asumsi seperti yang tertera pada keterangan Tabel 4, maka jumlah pakan individu bekantan per hari bervariasi. Jumlahnya berkisar 919,96-1.537,59 g berat basah (BB) atau 168,57-515,94 g berat kering (BK). Sebagai bahan pembanding, Bismark (1987b) tanpa menyebut spesies tumbuhan yang dimakan oleh bekantan menduga bahwa di hutan mangrove jumlah pakan individu bekantan per hari berkisar 1.500-1.750 g (BB) daun, sedangkan Soerianegara et al. (1994) menduga 900 g (BB) atau 231,6 g (BK). Laju bekantan memakan pakan bervariasi, yaitu 7,64 petik/menit terhadap karet, 14,77 petik/menit terhadap kujamas, dan 2,27 petik/menit terhadap tiwadak banyu (Tabel 4). Variasi laju makan disebabkan perbedaan kondisi jenis pakan pada penelitian ini jenis pakan yang digunakan sebagai sampel adalah daun dan kewaspadaan terhadap predator. Daun yang dimakan bekantan memiliki perbedaan ukuran dan tingkat kekerasan (Tabel 5). Perbedaan ukuran yang sangat signifikan secara statistik (Tabel 6) dan perbedaan tingkat kekerasan ini menyebabkan perbedaan frekuensi penyuapan dan pengunyahan. Pucuk kujamas berukuran kecil dan relatif lunak. Pucuk ini (i) dipetik tangan, disuapkan ke mulut 1-2 kali, dan dikunyah 2-8 kali/suap atau (ii) digigit langsung dan dikunyah 2-8 kali/suap. Daun muda tiwadak banyu berukuran besar dan agak keras. Setelah dipetik dengan tangan, daun ini (i) dirobek dengan tangan, disuapkan ke mulut (hingga 6 kali), dan dikunyah hingga 40 kali/suap, atau (ii) dicabik dengan gigi atau mulut dan langsung dikunyah. Pucuk tiwadak banyu dimakan seperti cara memakan pucuk kujamas.

Tabel 2. Tumbuhan pada hutan karet di luar lokasi penelitian yang ditemukan oleh peneliti atau dilaporkan oleh masyarakat, menjadi sumber pakan bekantan Spesies tumbuhan Nama ilmiah Nama lokal Bagian yang dimakan Sumber dan lokasi Durio kutejensis Pampakin Bunga LM: Kampung Ulan, Desa Binjai, Kecamatan Muara Uya Garcinia parviflora Kumanjing Buah TP: Hutan Salihin, Desa Bilas, Kecamatan Upau Gluta renghas Rengas Daun pucuk TP: Rawa Panepeh, Desa Kaong, Kecamatan Upau Musa spp. Pisang Buah LM: Desa Pasar Baru, Kecamatan Muara Uya Pangium edule Picung, kluwak Buah TP: Hutan karet milik Hasbullah, Desa Batupulut, Kecamatan Haruai Solanum sp. Terung Buah TP: Hutan karet Desa Jabang, Kecamatan Haruai Pithecelobium lobatum Jaring Daun, buah LM: Hutan Manunggul, Desa Jaing Hilir, Kecamatan Murung Pudak Keterangan: TP = temuan peneliti; LM = laporan masyarakat.

Tabel 3. Komposisi bagian pakan yang dimakan oleh bekantan. Komposisi pakan (%) Daun Buah Jenis pakan lainnya

Sumber 96,2 3,5 0,3 (serangga) Bismark (1980). Diukur dari berat kering kotoran. Daun di sini mencakup pucuk daun, daun muda, daun tua dan tangkai daun, sedangkan buah mencakup buah, biji, kuncup bunga, dan kulit kayu 92 3,5 4,5 (ranting dan ujung akar bakau) Bismark (1987b) 81,00 8,50 7,70 (bunga) ; 1,80 (serangga) ; 1,00 (pakan lainnya) Soerianegara et al. (1994) 51,9 40,3 Kurang dari 1% adalah bahan-bahan dari hewan. Dari semua daun 79,3% berupa daun muda, sedangkan dari buah 91,7% berupa biji atau biji dan daging buah Yeager (1989) 50 40 Bunga, biji, serangga: sisanya Supriatna dan Wahyono (2000)

SOENDJOTO dkk. Pakan Nasalis larvatus di hutan karet Tabalong, Kalimantan Selatan 37

Tabel 4. Dugaan jumlah pakan individu bekantan per hari.

Jumlah pakan per hari (g) Spesies tumbuhan Bagian yang dimakan Berat basah (g) Berat kering (g) Kadar air (%) Laju makan (petik/menit) Berat basah Berat kering Pucuk 0,64 (52) 0,07 (52) 88,59 (52) 7,64 (26) 1.443,31 168,57 Karet Daun muda 0,68 (30) 0,23 (30) 67,12 (30) 7,64 (26) 1.537,59 515,94 Kujamas Pucuk 0,30 (67) 0,08 (67) 72,90 (67) 14,77 (25) 1.313,18 350,78 Tiwadak banyu Pucuk 0,34 (22) 0,04 (22) 87,35 (22) 14,77 (25) 1.504,66 173,92 Daun muda 1,36 (18) 0,28 (18) 77,97 (18) 2,27 (29) 919,96 192,08 Keterangan: Nilai dalam kurung adalah jumlah sampel. Jenis pakan yang diperhitungkan adalah daun dan tangkainya. Asumsi dalam perhitungan adalah sebagai berikut: (a) Waktu makan per hari adalah 297,36 menit (Soendjoto 2005). (b) Pakan yang dimakan per hari hanya satu spesies tumbuhan. (c) Bagian yang dijadikan sampel adalah yang dipetik dan dimakan bekantan. (i) Pucuk karet adalah daun majemuk (terdiri atas 3 helai daun, tangkai daun, beserta tangkai pokok) yang berwarna merah tua atau keunguan dan tumbuh di ujung ranting, sedangkan daun muda adalah daun majemuk yang sudah berwarna hijau. (ii) Pucuk kujamas adalah sederet daun tunggal berhadapan (terdiri atas 2-8 helai dan tangkai daun beserta tangkai pokok) yang masih berwarna merah. (iii) Pucuk tiwadak banyu adalah daun yang masih terbungkus seludang dan terletak pada ujung ranting, sedangkan daun muda adalah helaian daun (termasuk tangkainya) yang () seludangnya sudah terlepas, tetapi kedua sisi helaian daunnya masih mengatup. Yang terlihat langsung adalah bagian belakang daun dengan tulang-tulang daun yang masih menonjol atau () sudah terbuka sama sekali dan berwarna hijau muda. (d) Laju makan diukur dalam satuan petik/menit. Setiap bagian yang dipetik akan dimakan oleh bekantan. (e) Laju makan terhadap pucuk tiwadak banyu diidentikkan dengan laju makan terhadap kujamas. (i) Ukuran pucuk tiwadak banyu mirip dengan ukuran kujamas (Tabel 5). (ii) Ketika memakan pucuk tiwadak banyu, bekantan melakukannya dengan sekali petik dan sekali suap.

Tabel 5. Ukuran dan tingkat kekerasan helaian daun karet, kujamas, dan tiwadak banyu

Spesies

Susunan daun

Yang dijadikan sampel

Helai daun pada Tp

PD (mm) LD (mm) PTp (mm) Tingkat kekerasan Pucuk 3 65,56 (25; 28-120) 20,72 (25; 9-36) 66,89 (52; 12-161) Lunak Karet Daun majemuk menjari Daun muda 2-3 87,04 (84; 41-142) 31,42 (84; 14-53) 52,03 (30; 29-80) Lebih keras daripada daun muda tiwadak banyu Kujamas Daun tunggal berhadapan Pucuk 2-8 44,07 (30; 19-71) 13,44 (32; 4-26) 31,82 (67; 4-71) Lunak Pucuk (kuncup) 1 44,77 (22; 17-69) Daun masih tertutup seludang Tiwadak - Lunak banyu Daun tunggal Daun muda 1 124,72 (18; 79-206) 57,22 (18; 33-95) - Agak keras Keterangan: Panjang daun (PD) diukur dari pangkal tangkai hingga ujung daun. Lebar daun (LD) diukur pada bagian helai yang memiliki ukuran terlebar. Panjang tangkai pokok (PTp) adalah panjang tangkai pada daun majemuk (misalnya pada karet) atau tangkai yang dilekati oleh 2-8 daun tunggal (pada kujamas). Tingkat kekerasan dinilai secara subyektif oleh peneliti. Angka dalam kurung adalah jumlah sampel dan nilai kisaran minimum-maksimum.

Tabel 6. Perbedaan lebar daun tiga spesies sampel secara statistik.

Parameter

KuP x TM

KuP x KaP

KuP x KaM

TM x KaP

TM x KaM t hitung 11.2305 9,5350 3,8761 8,0839 8,2311 Derajad bebas 48 114 55 100 41 P < 0,01 < 0,01 < 0,01 < 0,01 < 0,01 Keterangan: KuP = daun pucuk kujamas, TM = daun muda tiwadak banyu, KaP/KaM = daun pucuk/muda karet.

Kewaspadaan atas datangnya gangguan atau ancaman predator dapat membuat bekantan menghentikan kegiatan makan (termasuk mencari, memetik, atau menyuap pakan) untuk sementara waktu. Bersamaan dengan penghentian makan, bekantan mengarahkan pandangan ke tapak datangnya gangguan. Apabila gangguan dianggap membahayakan, bekantan bersembunyi atau melarikan diri menjauh. Sebaliknya, apabila gangguan dianggap tidak membahayakan, bekantan melanjutkan makan. Boonratana (2000) menghubungkan kewaspadaan bekantan dengan jenis pakan. Bekantan menghabiskan banyak waktu untuk berwaspada, ketika jenis pakan jarang (yaitu bunga), dan sedikit waktu untuk berwaspada ketika pakan banyak (yaitu buah). Dengan mempertimbangkan kemungkinan hadirnya predator, kewaspadaan menambah kemungkinan untuk memperhatikan letak jenis pakan. Kewaspadaan tidak memerlukan banyak energi dan

merupakan bentuk istirahat bekantan untuk menyegarkan otot-ototnya dan mencerna pakan.

Kandungan nutrisi dalam pakan Dalam kaitan dengan pakan bekantan, terdapat empat hal yang perlu dicatat. Pertama, bekantan memakan jenis pakan (daun, bunga, buah) dari berbagai spesies tumbuhan. Memvariasikan pakan merupakan upaya bekantan atau hewan lain pada umumnya untuk menjaga kebutuhan nutrisi. Nutrisi yang tidak diperoleh dari spesies tumbuhan atau dari jenis pakan tertentu, diupayakan untuk diperoleh dari jenis pakan atau spesies tumbuhan lainnya. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa protein lebih banyak dimiliki daun karet daripada daun tiwadak banyu dan kujamas, tetapi Ca lebih banyak dimiliki daun tiwadak banyu daripada daun karet dan kujamas serta serat kasar lebih rendah pada daun kujamas dibandingkan pada daun karet dan tiwadak banyu. Kedua, bekantan ditemukan lebih sering memakan pucuk atau daun muda daripada daun tua. Hal ini sesuai dengan pendapat Bennett dan Sebastian (1988) bahwa (i) bekantan mengutamakan daun muda, walaupun daun tua melimpah dan (ii) primata ini akan memakan daun tua, apabila daun muda tidak tersedia lagi. Walaupun data masih belum memadai (karena yang dianalisis hanya tiga spesies daun), faktor penyebab pemilihan daun muda ini disebabkan kadar airnya lebih banyak. Pada Tabel 16

BIODIVERSITAS Vol. 7, No. 1, Januari 2006, hal. 34-38 38

diketahui bahwa kadar air pada pucuk mencapai 87,35- 88,59% dan pada daun muda 67,12-77,97%. Bismark (1987b) melaporkan bahwa di hutan mangrove bekantan memakan daun dengan kandungan air 68,4%. Faktor penyebab lainnya adalah tingkat kecernaan yang tinggi pada daun muda daripada daun tua. Tingginya tingkat kecernaan ini dapat diukur dengan rendahnya kadar serat kasar yang dikandung oleh pucuk atau daun muda (Tabel 7). Menurut Perry et al. (2003), pakan yang kecernaannya tinggi pada umumnya memiliki kandungan serat rendah.

Tabel 7. Kandungan kimia daun tiga spesies tumbuhan pakan.

Tiwadak banyu Karet Kujamas

Zat

Satu an Pucuk Muda Tua Muda Tua Muda Kadar air* % 15,79 20,59 16,57 15,94 14,06 17,13 Abu % 9,29 5,14 6,29 4,18 4,99 2,49 Protein % 14,90 15,22 16,30 42,84 30,87 9,80 Serat kasar % 15,26 22,68 31,92 10,01 25,37 9,24 Lemak % 3,60 2,85 3,44 7,00 4,96 3,44 Energi kal/g 3.964 3.565 3.894 3.906 4.036 3.940 Tanin % 0,0030 0,0046 0,0026 0,0040 0,0017 0,0122 P % 0,19 0,15 0,14 0,32 0,32 0,13 K % 1,25 0,83 0,67 2,01 1,55 0,75 Ca % 3,14 1,18 1,98 0,12 0,34 0,44 Na % 0,03 0,01 0,01 0,03 0,02 0,06 Mg % 0,44 0,26 0,32 0,23 0,27 0,14 S % 0,12 0,11 0,13 0,26 0,25 0,10 Fe ppm 121,0 151,3 122,5 137,8 125,6 86,2 Mn ppm 51,8 24,8 32,7 100,8 191,8 24,5 Cu ppm 15,6 10,6 11,6 35,7 31,7 15,9 Zn ppm 58,6 72,0 21,5 84,6 75,7 37,1 Keterangan: * = kadar air setelah sampel dikeringanginkan selama 15 hari.

Ketiga, setelah memetik pakan, bekantan tidak selalu memakan seluruh bagian tumbuhan yang dipetik. Pucuk kujamas yang dipetik biasanya dimakan seluruhnya, tetapi petikan daun karet atau tiwadak banyu kadang-kadang hanya dimakan sebagian saja, sisanya dibuang begitu saja. Tidak diketahui dengan pasti alasan bekantan berperilaku demikian. Di hutan mangrove, bekantan juga memakan sebagian daun pakan dan membuang sisanya. Menurut Bismark (1986) cara ini merupakan upaya bekantan untuk mengefisiensikan energi dalam pencernaan pakan, men- dapatkan gizi lebih baik, dan menghindari pengaruh racun. Keempat, bekantan memakan dan menyukai sumber pakan yang justru memiliki kadar tanin tinggi. Hal ini menunjukkan toleransi yang besar terhadap kadar tanin pakan. Leinmller et al. (1991) melaporkan beberapa publikasi tentang dampak toksik tanin, yaitu pengurangan nafsu makan dan kehilangan berat tubuh domba dan kambing serta adanya racun pada ginjal dan hati hewan yang memiliki sistem pencernaan sederhana (monogastrik).

KESIMPULAN DAN SARAN

Delapan belas spesies (>10 famili) tumbuhan ditemukan sebagai sumber pakan bekantan di hutan karet. Karet dan kujamas merupakan sumber pakan utama. Jumlah spesies tumbuhan pakan ini dapat bertambah, karena di lokasi lain yang bukan lokasi penelitian ini bekantan ditemukan juga memakan beberapa spesies tumbuhan lain. Sebagian besar pakan bekantan adalah daun, sedangkan lainnyaBerbagai cara dan metoda analisis makanan hewanTPU : Mahasiswa dapat menganalisis makanan hewan dengan cara dan metode yang tepat.

TPK :

1. Mahasiswa dapat melakukan cara analisis diet hewan secara relatif.

2. Mahasiswa dapat melakukan cara analisis diet hewan secara bsolut.

Pokok Bahasan : Beberapa cara dan metode analisis makanan hewan ( Diet relatif dan Diet absolut)

Pendahuluan

Pada dasarnya makhluk hidup memerlukan energi untuk melakukan berbagai aktivitasnya. Energi tersebut diperoleh dari hasil metabolisme makanan yang dimakannya. Dari semua sumber makanan yang ada di alam, tidak semuanya dikonsumsi oleh suatu organisme. Hal ini dikarenakan setiap organisme memerlukan energi dengan jumlah berbeda berdasarkan tingkat aktivitasnya. Karena itu hanya makanan tertentu yang dapat dikonsumsi oleh organisme. Perbedaan makanan ini merupakan salah satu upaya organisme untuk menyeimbangkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang maupun untuk perlindungan diri. Karena itu, struktur morfologi setiap orgnanisme disesuaikan dengan makanan yang dikonsumsinya. Sebagai contoh bebek memiliki kaki berselaput untuk mencari makanan di tanah yang berlumpur, harimau memiliki tubuh yang kuat dan cakar yang tajam untuk berburu mangsanya. Upaya organisme ini yang kemudian dikenal dengan istilah diet organisme.

Pengertian Pola Makan

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pola diartikan sebagai suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu (Depdiknas, 2001). Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat. Sedangkan yang dimaksud pola makan sehat adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya. Pengertian pola makan seperti dijelaskan di atas pada dasarnya mendekati definisi / pengertian diet dalam ilmu gizi/nutrisi.

DIET

Diet diartikan sebagai pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan agar seseorang tetap sehat. Untuk mencapai tujuan diet / pola makan sehat tersebut tidak terlepas dari masukan gizi yang merupakan proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ, serta menghasilkan energi. Dalam nutrisi, diet adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seseorang atau organisme tertentu. Jenis diet sangat dipengaruhi oleh latar belakang asal individu atau keyakinan yang dianut masyarakat tertentu. Walaupun manusia pada dasarnya adalah omnivora, suatu kelompok masyarakat biasanya memiliki preferensi atau pantangan terhadap beberapa jenis makanan. Berbeda dalam penyebutan di beberapa negara, dalam bahasa Indonesia, kata diet lebih sering ditujukan untuk menyebut suatu upaya menurunkan berat badan atau mengatur asupan nutrisi tertentu. Dalam pekembangannya, diet dalam konteks upaya mengatur asupan nutrisi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Menurunkan Berat (Massa) Badan misalnya bagi model atau aktris yang ingin menjaga penampilannya2. Meningkatkan Berat (Massa) Badan misalnya bagi olahragawan atau atlet binaraga yang ingin meningkatkan massa otot3. Asupan nutrisi seseorang sangat berpengaruh terhadap massa tubuhnya.

Makanan Diet World Health Organization (WHO) menganjurkan setiap individu untuk memiliki energi dan berat badan yang sehat dan seimbang. Cara menurunkan berat badan yang dianjurkan adalah dengan memperbanyak aktivitas (berolah raga), mengurangi asupan kalori (mengurangi porsi makan tetapi tetap menjaga nilai gizi).

Faktor Yang Mempengaruhi Massa Tubuh

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi massa tubuh. Faktor-faktor itu dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup faktor-faktor hereditas seperti gen, regulasi termis, dan metabolisme. Faktor eksternal mencakup aktivitas fisik, dan asupan makanan.

Faktor Internal

Faktor Internal yang bertanggung jawab terhadap massa tubuh adalah suatu faktor yang tidak dapat dikendalikan secara sadar oleh orang-orang yang melakukan diet

1. Faktor Genetik INSIG2

Penelitian yang dilakukan oleh Sekolah Medis Universitas Boston menemukan bahwa gen bernama INSIG2 bertanggung jawab terhadap obesitas. Gen INSIG2 bertanggung jawab dalam menginhibisi sintesis asam lemak dan kolesterol. Beberapa produk protein dari Varian gen INSIG2 memiliki daya inhibisi yang rendah sehingga orang-orang dengan varian gen ini akan cenderung lebih banyak menumpuk lemak di dalam tubuhnya. Sekitar 1 dari sepuluh orang (10%) diduga membawa varian gen ini.

FTO Gen lain yang bertanggung jawab terhadap obesitas adalah gen FTO. FTO adalah nama gen yang terletak pada kromosom 16 manusia. Berdasarkan hasil penelitian orang-orang yang memiliki varian tertentu dari FTO dan memiliki pasangan alel homozigot varian tersebut di dalam genomnya (16,4% dari subyek penelitian) memiliki berat badan 3 kg lebih berat dari orang biasa dan memiliki risiko terserang obesitas 1,5 kali lebih besar dari orang biasa.

2. Regulasi Termis

Manusia pada dasarnya adalah makhluk berdarah panas yang menghabiskan energi untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Selain membutuhkan energi untuk mempertahankan suhu tubuhnya (rata-rata 37oC), sejumlah energi juga diperlukan untuk mempertahankan aktivitas organ-organ vital seperti jantung dan paru-paru. Energi yang diperlukan ini berasal dari makanan yang dikonsumsi oleh seseorang.

Umumnya, dalam keadaan tidur, manusia membutuhkan daya sebesar 1 Watt untuk setiap kg berat tubuhnya (manusia dengan tubuh seberat 65 kg akan mengonsumsi daya sekitar 65 Watt, atau kira-kira setara dengan daya yang dibutuhkan untuk menghidupkan dua buah lampu bohlam). Dengan berat tubuh 65 kg, maka konsumsi energi yang dibutuhkan oleh orang itu setiap harinya adalah sekitar 5.500 kilojoule atau 1.400 kilokalori (kkal). Energi yang dibutuhkan manusia untuk sekedar hidup (di dalam kondisi istirahat), tanpa melakukan aktivitas apapun tadi disebut dengan istilah

3. Laju Metabolisme Basal (Basic Metabolite Rate/BMR)

Mekanisme regulasi termis setiap orang berbeda-beda dan konsumsi energi tersebut yang menentukan seberapa banyak nutrisi yang harus dibakar oleh tubuh untuk menghasilkan energi tersebut. Dengan demikian, semakin tinggi BMR seseorang, maka semakin tinggi konsumsi energinya dan orang tersebut membutuhkan lebih banyak makanan untuk mempertahankan aktivitas tubuhnya. Perbedaan jenis kelamin, ras, dan juga tinggi badan mempengaruhi nilai BMR. Kondisi psikologis dan suhu udara juga ikut berpengaruh. Karena kebutuhan total kalori untuk setiap individu berbeda-beda dan tergantung pada jenis kelamin, usia, bahkan etnis. Para ahli gizi umumnya menggunakan Formula Harris Benedict untuk menghasilkan perkiraan yang lebih akurat terhadap nilai BMR seseorang. Alih-alih menghitung sendiri, saat ada banyak situs internet yang telah menyediakan program sederhana untuk menghitung BMR misalnya program bernama BMR Calculator. 4. Metabolisme Metabolisme

adalah proses pengolahan (pembentukan dan penguraian) zat-zat yang diperlukan oleh tubuh untuk menjalankan fungsinya. Metabolisme lemak merupakan salah satu faktor penentu dalam diet. Seseorang dapat meningkatkan pembakaran lemak dengan meningkatkan massa otot di dalam tubuh. Ketika massa otot meningkat, metabolisme makanan akan meningkat. Proses ini akan meningkatkan nilai BMR dan kebutuhan kalori. Faktor Eksternal

Berdasarkan riset yang dilakukan terhadap populasi penduduk Amerika Serikat, terdapat 60,5% penduduk berusia dewasa mengalami kondisi berat badan berlebih (data tahun 2005). Berdasarkan data tersebut, beberapa ahli yakin bahwa kebiasaan hidup dan pola makan memegang faktor yang lebih dominan dalam mempengaruhi berat badan seseorang bila dibandingkan faktor internal. Dua faktor eksternal yang sangat dominan adalah aktivitas fisik dan asupan nutrisi.

Asupan Nutrisi

Berat badan dapat diturunkan dengan mudah dengan cara membatasi asupan nutrisi. Faktor pengali untuk energi yang umum diterima oleh banyak orang adalah sebagai berikut: 1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kkal, 1 gram protein 4 kkal, dan 1 gram lemak 9 kkal. Dengan menjumlahkan nilai BMR dengan kebutuhan kalori peraktivitas, seseorang dapat dengan mudah memprediksi hasil dietnya. Jika kalori masuk > kalori keluar, maka sisa kalori akan disimpan dalam tubuh.

Jika kalori masuk < kalori keluar, maka simpanan kalori (lemak) akan digunakan untuk menutupi defisit energi. Kalori masuk adalah kalori yang diperoleh dari makanan sedangkan kalori keluar adalah kebutuhan kalori untuk BMR ditambah dengan kalori peraktivitas. Kalori masuk >> Kalori keluar

Energi yang tersisa (165 kkal, dari 2730 kkal - 2565 kkal) akan disimpan dalam tubuh dan salah satu bentuk penumpukan energi tersebut adalah lemak.

Analisis Makanan Hewan Aspek kualitatif dan aspek kuantitatif makanan (mangsa) yang dimakan hewan dapat diselidiki dengan berbagai macam cara. Secara garis besar dapat dikenal dua cara, yaitu: Pengamatan Langsung

Pengamatan langsung merupakan pengamatan yang tidak memerlukan dimatikannya hewan yang diselidiki. Analisis mudah dilakukan terhadap jenis-jenis hewan yang berukuran tubuh besar, diurnal serta aktivitasnya dalam habitat yang ditempatinya mudah diikuti pengamat. Cara pengamatan seperti itu sangat banyak memakan waktu dan tenaga, adakalanya merupakan satu-satunya cara yang paling mungkin dilakukan untuk menyelidiki kebiasaan makan jenis hewan langka, seperti orang utan misalnya Pengamatan Tak Langsung : Merupakan pengamatan yang tidak memerlukan dimatikannya hewan yang diselidiki 1. Analisis isi lambung

Cara ini dilakukan dengan jalan menganalisis isi kandungan yang relatif belum tercerna dari bagian anrterior saluran pencernannya (tembolok, lambung). Makanan nabati terutama sekali yang berupa biji-bijian, relatif sukar tercernanya. Sekitar 24 jam sesudah dikonsumsi, biji-bijian itu masih dapat dikenali. Isi lambung diidentifikasi macamnya dan aspek kuantitatifnya dapat dinyatakan secara numerikal (jumlah), gravimetrik (berat), ataupun volumetrik (isi). 2. Cara penelusuran radioisotop

Cara ini dilakukan dengan jalan menelusuri jalur perpindahan melalui rantai dan jaring makanan, dari jenis-jenis makanan yang sudah ditandai. Penandaan dilakukan dengan menggunakan radioisotop yang usia- paruhnya relatif panjang, misalnya Ca45, C14, Co60, Cu64, I131, dan H3. Radioisotop yang sudah diketahui besarannya dimasukkan ke dalam lingkungan yang ditempati hewan itu. Jalur perpindahan serta laju kecepatan perpindahannya di sepanjang rantai makanan kemudian dideteksi dan diukur dengan menggunakna alat-alat khusus (pencacah Geiger dan sebagainya).

Kebiasaan Makan Harimau 1. Metode Makan

Harimau adalah pemburu soliter, dan secara aktif mencari mangsa dengan menggunakan penglihatan dan pendengaran.

- Ketika harimau terletak di lokasi mangsa, ia mendekati mangsa dari sisi atau belakang, dengan membungkuk. Ia bersembunyi dengan tenang dan hati-hati, untuk mendapatkan jarak terdekat dengan mangsa, yaitu sekitar 20 m dari mangsa. - Setelah harimau cukup dekat, tiba-tiba mangsanya mengetahui keberadaannya dan langsung lari. Ia menggunakan tenaga sepenuhnya, dan dengan cakarnya yang kuat tajam, harimau menerkam mangsa pada bagian bahu, punggung, atau leher. Jika mangsanya cukup besar, harimau biasanya menerkam kaki belakang mangsanya. - Selama penyerangan, harimau menggigit tengkuk belakang atau leher mangsanya dan tidak akan dilepaskan sebelum mangsanya tewas. - Sebelum makan, mangsanya sering dibawa atau diseret ke area tertutup untuk menghindari serangan dari harimau lain. 2. Karena ukuran tubuhnya besar, harimau dapat membunuh mangsa yang cukup besar untuk kebutuhan makannya selama beberapa hari. - Harimau dapat mengkonsumsi 20 - 35 kg daging, tetapi mereka biasanya memakan sekitar 15 sampai 18 kg makanan per hari, selama beberapa hari. Merekapun tidak keberatan makan daging busuk. - Setelah makan, harimau menutupi sisa-sisa tubuh mangsanya agar tidak diketahui oleh hewan lain seperti burung nasar dan serigala. - Di antara waktu makan, harimau sering beristirahat atau minum, namun akan tetap menerkam mangsa jika ada kesempatan. - Harimau biasanya rakus pada makanan hasil buruannya, dan tidak perlu makan lagi selama beberapa hari. Jika mereka makan, kebutuhan panganya rata-rata per hari selama setahun, harimau betina membutuhkan sekitar 5 - 6 kg daging makanan per hari dan harimau jantan membutuhkan sekitar 6 - 7 kg daging.

3. Variasi frekuensi pembunuhan harimau - Para peneliti di Nepal menemukan bahwa harimau betina muda mampu membunuh mangsa setiap 8 - 8,5 hari sekali (42-45 pembunuhan per tahun). Para peneliti di India juga menemukan hal serupa. - Harimau betina dengan dua ekor anaknya yang berusia enam sampai sepuluh bulan telah mampu membunuh setiap lima sampai enam hari sekali (61-73 membunuh per tahun). 4. Tidak selalu serangan harimau mendapatkan kesuksesan. - Kemungkinan besar harimau hanya memiliki satu serangan yang sukses/berhasil setelah mencoba sekitar 1-20 kali serangan. - Mangsa berpotensi dapat melihat harimau dan melarikan diri sebelum diserang, atau jika mangsanya cukup besar, berhasil melarikan diri setelah diserang. Harimau tidak akan mengejar mangsa jika dari jarak jauh. - Jika mangsanya cukup kuat, seperti kerbau dan guar, mangsa tersebut dapat melukai atau membunuh harimau selama serangan. 5. Harimau tidak selalu membunuh mangsanya sendiri. Mereka bekerja sama dengan predator lainnya, seperti macan tutul.

Diet Harimau Mangsa favorit harimau adalah rusa dan babi liar. Spesies rusa tersebut termasuk chital, rusa sika, rusa rawa, dan babi rusa. Namun tidak selamanya harimau makan jenis hewan tersebut karena habitat harimau tidak selalu sama. Karena makanan harimau tergantung pada habitat, harimau juga dapat makan kijang, kerbau, guar, ternak, merak jantan, monyet, musang, landak, ikan, katak, kepiting, kadal monitor besar, ular, dan gajah muda atau badak. Rumput, buah-buahan, dan biji-bijian juga dimakan. Semua itu bertujuan untuk menyeimbangkan energi yang diperlukan dengan aktivitasnya. Mangsa sering tinggal di daerah yang padat populasinya, di kawasan hutan (tempat harimau ditemukan) distribusinya cenderung lebih tersebar. Karena itu, harimau akan menyerang hampir semua hewan yang menempatkan dirinya dalam posisi yang rentan. Harimau membunuh binatang dari segala usia dan kondisi fisik, termasuk hewan di utama mereka.

Kesimpulan

Harimau hidup soliter, makan dengan cara mengejar, menerkam, dan menggigit mangsanya. Kemampuan ini di dukung oleh ketajaman penglihatan dan pendengaran. Untuk menjaga keseimbangan energi dan aktivitasnya, harimau memakan makanan yang sesuai dengan habitat dan kondisi mangsanya. Jadi harimau tidak selalu memakan satu jenis makanan.

Daftar Pustaka . 2002. Diet and Eating Habits. http://www.seaworld.org/animal-info/info books /tiger /index. htm

. 2010. Diet. http://id.wikipedia.org/wiki/Diet. Diakses pada tanggal 15 Mei 2010.

. 2010. Harimau Sumatera. http://id.wikipedia.org/wiki/Harimau Sumatera. Diakses pada tanggal 15 Mei 2010.

Tujuan Umum: Mahasiswa dapat melakukan berbagai cara untuk menganalisis nisbah pemangsaan hewan.

Tujuan Khusus : 1. Mahasiswa dapat mempraktikan cara-cara analisis diet hewan.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan kepentingan dari diketahuinya diet hewan.

3. Mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan tentang diet hewan pada realitas hidup sehari hari.

Pokok Bahasan : Nisbah pemangsaan, kepentingan dan cara cara analisisnya.

Nisbah Pemangsaan, Kepentingan dan Cara Analisisnya

Suatu organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hewan adalah makhluk hidup yang tidak dapat hidup sendiri. Hal ini disebabkan hewan membutuhkan organisme lain untuk mampu melanjutkan kehidupannya, terutama dalam mendapatkan makanan. Oleh karena itu, hewan disebut organisme heterotrof. Sehubungan dengan itu, masalah makan hewan merupakan masalah interaksi antar- spesies. Makanan hewan dibagi atas dua aspek yakni aspek kualitatif dan aspek kuantitatif. Aspek kualitatif terdiri atas palatabilitas, nilai gizi, daya cerna dan ukuran makanan. Sedangkan aspek kantitatif terdiri atas kelimpahan dan kebutuhan makanan. Sumber makanan yang berlimpah dan tidak adanya predator merupakan lingkungan yang sangat disukai oleh suatu hewan. Namun, lingkungan yang

mengalami perubahan atau dalam keadaan yang ekstrim dapat menyebabkan kelimpahan makanan menjadi berkurang dan predator yang banyak akan membuat hewan tersebut harus mengurangi makanan yang dikonsumsinya. Peristiwa tersebut dikenal dengan diet hewan. Diet hewan juga dapat didefinisikan sebagai pengaturan jumlah makanan pada hewan dalam upaya pemenuhan gizi bagi hewan agar hewan merasa nyaman berada di lingkungan. Diet hewan dibagi menjadi dua, yaitu diet absolut dan diet relatif. Kelimpahan makanan ini juga sangat berpengaruh terhadap populasi dari suatu hewan (organisme).

Diet Relatif dan Diet Absolut Hewan memiliki dua tipe diet yaitu diet relatif dan diet absolut. Kedua diet ini sangat berkaitan dengan makanan hewan. Makanan hewan dapat dilihat melalui dua aspek yaitu kuantitatif dan kualitatif. Kuantitatif meliputi kelimpahan makanan dilingkungan dan kebutuhan makanan yang diperlukan oleh hewan tertentu sedangkan kualititatif meliputi palatabilitas (kesukaan jenis makanan), nilai gizi, daya cerna dan ukuran makanan. Diet absolut yang dilakukan oleh hewan meninjau dari arah kuantitatif artinya jumlah makanan tertentu yang dikonsumsi oleh hewan tertentu. Diet relatif yang dilakukan oleh hewan meninjau dari arah kualitatif artinya jumlah jenis makanan yang dimakan oleh hewan tertentu. Setiap jenis makanan yang dimakanan mengandung nilai gizi yang berbeda-beda sehingga diet relatif ini dapat dilihat dari nilai gizi yang ada pada makanan. Diet relatif ini sangat dipengaruhi oleh palatabilitas makanan suatu hewan. Diet absolute harus dipenuhi oleh hewan sedangkan diet relatif boleh tidak dipenuhi oleh hewan. Hal ini disebabkan diet relatif hanya merupakan diet untuk peningkatan kinerja hewan.

Nisbah Pemangsaan Dari segi ekologi perlu diketahui lebih lanjut mengenai hubungan antara jenis- jenis makanan yang dimakan hewan dengan ketersediaan sumber daya makanan itu di

lingkungan tempat hidup hewan yang dapat bervariasi dari waktu ke waktu dan dari musim ke musim. Salah satu cara sederhana ialah dengan menghitung nisbah pemangsaan (Np) :

Keterangan : Np = 1, menunjukkan bahwa jenis makanan yang dimakan itu dimanfaatkan oleh hewan secara proporsional dengan ketersediaan di lingkungan. Np > 1, menunjukkan bahwa jenis makanan yang dimakan tidak proporsional dengan ketersediannya, melainkan lebih sering. Mungkin disebabkan karena jenis makanan lebih disukai, lebih diperlukan atau mudah didapatkan dibandingkan dengan yang lainnya. Np < 1, menunjukkan bahwa jenis makanan yang dimakan kurang sering diambil dari lingkungannya, mungkin karena kurang disukai, kurang diperlukan, atau sukar didapatkan, ukuran tidak sesuai. Hubungan nisbah pemangsaan ada kalanya disebut juga sebagai nisbah atau indeks preferensi.

Gambar 1. Skema pendeteksian preferensi dari proporsi suatu jenis makanan yang terdapat dalam diet sebagai fungsi dari proporsinya yang terdapat dalam lingkungan

Preferensi hewan terhadap suatu jenis makanan sifatnya ada yang pasti, tidak dipengaruhi oleh variasi ketersedian di lingkungan. Preferensi dapat berarti jenis makanan itu lebih diperlukan dibandingkan dengan jenis lain. Ada jenis hewan yang beralih preferensi. Misal, apabila ketersedian suatu jenis makanan rendah, maka kurang dimafaatkan sebagaimana makanan, tetapi bila ketersedian tinggi, dikonsumsi lebih sering. Preferensi makanan dapat diamati melalui percobaan di laboratorium. Namun, informasi yang diperoleh di laboratorium tidak dapat begitu saja diterapkan bagi hewan di lingkungan alaminya, karena harus berhadapan dengan perubahan kondisi lingkungan dan persaingan antara hewan lain. Faktor abiotik dan biotik di lingkungan alami dapat mengubah aspek kualitatif dan kuantitatif makanan yang dikonsumsi hewan.

Palatabilitas dan kebutuhan makanan hewan terhadap beberapa macam makanan dapat dihitung dengan menggunakan rumus nisbah pemangsaan. Palatabilitas menurut Kramadibrata (1996) dapat diartikan sebagai kelezatan, yaitu kelezatan makan sangat ditentukan oleh banyak sedikitnya kandungan senyawa- senyawa kimia tertentu (alkaloida dan fenol). Di antara senyawa tersebut mungkin ada yang bersifat toksik yang akan merangsang respon hewan di luar kisaran toleransinya. Selain itu adanya struktur-struktur yang mengganggu seperti buku-buku dan duri-duri tajam atau lapisan kulit yang keras, semuanya itu akan mengurangi nilai palatabilitas makanan. Ukuran makanan juga sangat berpengaruh bagi hewan karnivora (predator, pemangsa) yang makanannya berupa hewan lain yang tidak sesil, yang mobilitasnya tinggi harus mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dari pada ukuran tubuh hewan dan masih dalam batas kemampuan predator untuk menguasai dan melumpuhkan sebelum dapat dijadikan makanannya. Tetapi ukuran tubuh mangsanya juga tidak boleh terlalu kecil agar energi perolehan dari mangsa tidak lebih rendah dari pada energi yang telah dikeluarkan untuk mencari, mengejar, menangkap dan menangani mangsanya.

Bekantan (Nasalis larvatus) merupakan primata asli Indonesia dan endemik di Kalimantan. Habitat alami bekantan yaitu hutan rawa, mangrove dan muara-muara sungai. Bekantan termasuk ke dalam ordo Primata, sub ordo Anthropoidea, super famili Cercopithecoidea, famili Cercopithecidae, sub famili Colobinae, dan genus Nasalis (Napier & Napier 1985). Primata bertubuh besar ini hidup di atas pohon dan mengonsumsi daun-daunan (Napier & Napier 1985). Bekantan memiliki lambung khusus di bagian depan dan belakang yang dapat bersimbiosis dengan mikroorganisme untuk mencerna daun ber-serat tinggi. Fungsi organ ini mirip dengan lambung pada ruminansia (Bauchop & Martucci 1968). Aktivitas harian bekantan di alam me-liputi makan, minum, istirahat, selisik, agonistik, seksual, lokomosi, urinasi serta defekasi (Yeager 1992). Aktivitas makan ber-hubungan dengan pemenuhan kebutuhan energi tubuh. Energi yang diperoleh dibutuh-kan untuk menjaga kelangsungan hidup suatu spesies. Aktivitas makan bekantan meliputi mengamati, mengambil, memeriksa, me-ngolah, menggigit, mengunyah, menelan, me-lepeh dan membuang pakan (Alikodra 1990). Bekantan di alam memulai aktivitas makan pagi hari pukul 05.30 di sekitar pohon tempat tidur dan berakhir sore hari ketika akan tidur pada pukul 19.00 (Bismark 1994). Bekantan mengonsumsi pakan berupa daun atau sayuran antara 50-90% dan buah-buahan 3-13% (Bismark 1984). Pakan sebelum dikonsumsi akan diseleksi oleh bekantan. Seleksi yang dilakukan oleh bekantan dapat menunjukkan palatabilitas, yaitu respon hewan dengan memilih sendiri pakan yang disediakan untuk dikonsumsi (Patrick & Schaible 1980). Palatabilitas yang tinggi akan mencerminkan tingkat konsumsi yang tinggi. Populasi bekantan di habitat asli saat ini mengalami penurunan yang sangat cepat. Pengalihfungsian hutan yang bersifat ko-mersil (pertanian, pertambangan dan pe-mukiman penduduk) menyebabkan bekantan kehilangan habitat asli dan sumber pakan. Hi-langnya sumber pakan di alam menyebabkan kualitas dan kuantitas pakan tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi bekantan. Menurut Meijaard & Nijman (2000) konservasi be-kantan secara eks-situ penting dilakukan se-bagai upaya untuk mempertahankan populasi satwa liar yang terancam punah. Taman Safari Indonesia adalah salah satu lembaga kon-servasi eks-situ yang terletak di Cisarua-Bogor. Manajemen pemberian pakan yang sesuai kebutuhan gizi diharapkan dapat me-ningkatkan pertumbuhan, kesehatan dan reproduksi bekantan. Penelitian mengenai bekantan di Taman Safari Indonesia penting dilakukan untuk mengetahui aktivitas makan, kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Informasi ak-tivitas makan dan manajemen pemberian pakan yang sesuai kebutuhan gizi diharapkan dapat menunjang keberlangsungan hidup bekantan.