Top Banner
Tugas mata kuliah Sosiologi Antropologi Kesehatan Gizi Dosen Pengampu : Abdidillah Mursyid,SKM,MS Makanan Dalam Budaya Suku Sasak di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Oleh : Lalu Muhammad Anwar NIM: 08/277880/PKU/10195
16

Makanan dalam konteks budaya sasak

Apr 25, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makanan dalam konteks budaya sasak

Tugas mata kuliah Sosiologi Antropologi KesehatanGizi

Dosen Pengampu : Abdidillah Mursyid,SKM,MS

Makanan Dalam Budaya Suku Sasak di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

Oleh :

Lalu Muhammad Anwar

NIM: 08/277880/PKU/10195

Page 2: Makanan dalam konteks budaya sasak

Magister Gizi KesehatanProgram Studi S2 Ilmu Kesehatan masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta2008/2009

Page 3: Makanan dalam konteks budaya sasak

I. Pendahuluan

Suku sasak adalah suku bangsa

yang mendiami pulau Lombok dengan

bahasa sehari-hari adalah bahasa

sasak. Sebagian besar suku sasak

adalah beragama islam, dan sebagian

kecil masih menganut islam watu telu. Jumlah suku sasak

yang mendiami pulau Lombok sekitar 3 juta orang.

Pada awal abad ke-17, Kerajaan Karangasem dari Bali

berhasil menanamkan pengaruhnya di wilayah barat Pulau

Lombok dan pada tahun 1750 seluruh wilayah PulauLombok

berhasil dikuasai kerajaan Hindu dari Bali itu. Dengan

dikuasainya Pulau Lombok oleh Bali, maka orang-orang Bali

berdatangan ke Lombok sekaligus membawa serta kebudayaan

mereka ke Lombok termasuk dalam kebudayaan makan.

Dengan adanya perpindahan tersebut maka sampai saat

ini sebagian kebudayaan Suku sasak merupakan akibat pengaruh

dari kebudayaan Bali dengan Islam, termasuk dalam memahami

dan melaksanakan kegiatan yang berhungan dengan makanan.

II. Konsep tentang Makanan

Menurut orang Sasak, makanan adalah segala sesuatu

yang dapat dimakan yang dapat mengenyangkan dan menyenangkan

Page 4: Makanan dalam konteks budaya sasak

hati. Dilihat dari pengertian itu, makanan orang Sasak

dapat dibedakan menjadi makanan sehari-hari atau makanan

pokok, makanan upacara, dan makanan panganan ( bahasa

Sasak : kakenan).

Makanan pokok pada umumnya adalah nasi dan lauk pauk

(” jangan dalam bahasa sasak”). Perbandingan antara kedua

jenis makanan itu selalu jumlah nasi lebih banyak dari lauk

pauknya. Ragam lauk pauk setiap kali makan pada umumnya

hanya satu macam ditambah dengan sayur hijau (jangan kelak)

dengan sambal dan garam sebagai perangsang.

Dalam konsep makanan orang Sasak, bahwa yang dapat

mengenyangkan dan menggemukkan hanyalah nasi. Lauk pauk dan

sayur mayur hanya berfungsi sebagai penyedap dan pelancar.

Karena itu susunan menu tidak pernah terpikirkan oleh

mereka. Bagi mereka nasi adalah makanan yang utama. Bila

sudah ada nasi, kesehatan dan pertumbuhan orang pasti

terjamin. Makan selain nasi dianggap belum makan, sekalipun

sampai kenyang.

Orang sasak juga mempercayai kehidupan setelah mati,

makhluk gaib dan arwah nenek moyang. Untuk menghormati hal-

hal tersebut agar dapat memberikan keselamatan baik bagi

yang sudah mati maupun yang masih hidup maka diadakan

upacara-upacara tertentu. Dalam setiap upacara-upacara

tersebut maka mereka akan menyajikan makanan yang lebih dari

pada kebiasaan sehari-hari, terutama kualitas dan

kuantitasnya.

Page 5: Makanan dalam konteks budaya sasak

Golongan makanan yang ketiga adalah yang disebut oleh

orang Sasak dengan kakenan. Kakenan artinya makanan selain

nasi. Termasuk ke dalam golongan ini adalah segala jenis

jajan, jagung, dan berbagai jenis umbi-umbian yang enak

dimakan sebagai nyamikan.

Sebagai masyarakat yang sebagian besar beragama

Islam, maka suku sasak tidak mengkonsumsi makanan makanan

tertentu seperti babi, darah, bangkai kecuali ikan dan

belalang. Begitu juga makanan yang dianggap hidup di dua

alam seperti katak serta makanan yang menjijikkan seperti

kelelawar dan ular.

Masyarakat juga masih ada yang pantang terhadap

makanan tertentu dengan alasan kesehatan seperti ibu hamil

tidak boleh makan nenas, durian karena panas dan berdampak

pada bayi yang dikandungnya. Orang patah tulang tidak boleh

makan daun paku karena bisa membuat ngilu.

Masih ada juga kepercayaan terhadap makanan tertentu

seperti belut dapat menambah darah, daging dapat

meningkatkan keperkasaan pada lelaki dan makan garam sebelum

makan dapat menghindari dari gangguan makhluk halus atau

orang yang berniat jahat kepada kita.

Menyisakan makanan merupakan hal yang tabu, berarti

tidak menghargai karunia Allah yang telah memberikan

makanan, oleh karena itu untuk menanamkan hal itu maka anak-

anak diajarkan untuk makan sesuai kebutuhannya dan tidak

Page 6: Makanan dalam konteks budaya sasak

boleh ada sisa. Pada acara-acara keagamaan dan adat maka

jika ada sisa maka akan dibawa pulang sebagai berkat.

2. Prilaku Makan Suku Sasak

Suku sasak sangat menghargai makanan, karena mereka

beranggapan bahwa makanan itulah yang membuat mereka tumbuh.

Makanan akan menjadi darah dan daging mereka, sehingga mereka

akan sangat berhati-hati dalam mencari dan memperlakukan

makanan. Nasi tidak boleh diduduki atau dilangkahi sehingga

penempatannya sangat diperhatikan.

Makanan yang baik dapat menjernihkan pikiran sedangkan

makanan yang haram dapat mendorong manusia pada kesesatan dan

kekotoran pikiran. Karena itu mulai dari pembibitannya sampai

penyajiannya berupa makanan diusahakan sebaik mungkin agar

membawa berkah bagi kehidupan manusia.

Alat untuk memasak nasi disebut periuk. Setelah matang,

nasi disendok dari periuk dimasukkan ke dalam rombong atau

ponjol atau gadang kemudian disimpan dengan carta menaruh

pada suatu gantungan yang disebut lanjaq. Perlakuan ini

bertujuan untuk menghindari nasi dari tikus serta menempatkan

nasi lebih atas/tinggi agar tidak dilangkahi.

Pada umumnya para wanita atau ibu Sasak mengatur kerja

di dapur berakhir bertepatan dengan waktu makan tiba. Pada

waktu makan tiba mereka telah siap menyajikan makan siang

untuk keluarganya.

Page 7: Makanan dalam konteks budaya sasak

Orang Sasak yang pada umumnya petani mengenal 2 kali

makan dalam sehari. Makan pagi (ngelemaq) dan makan sore

(ngebian). Meskipun demikian mereka juga mengenal istilah

makan pagi (Nyenyampah). Tetapi ini bukan kebiasaan umum.

Nyenyampah dilakukan pada waktu-waktu tertentu, misalnya

kalau hendak bepergian jauh, sedangkan waktu makan pagi

(ngelemaq) belum tiba.

Pada akhir-akhir ini nyenyampah (sarapan pagi) menjadi

populer di kalangan anak-anak sekolah di kota dan orang-

orang Sasak yang bekerja sebagai buruh pedagang dan Pegawai

negeri. Demikian pula di kalangan kusir cikar (cidomo) dan

sopir. Di kalangan petani saraapan juga sudah mulai populer.

Hanya di antara mereka terdapat 2 golongan besar dilihat dari

bahan sarapan. Petani-petani di desa kebanyakan sarapan

dengan ubi, ketela, jagung kadang-kadang ketan sesuai

kemampuan masing-masing atu bahkan dengan secangkir kopi

saja.

Bahan-bahan sarapan biasanya telah siap sebelum matahari

terbit. Selesai sholat subuh bapak-bapak dan anak laki-laki

yang telah dewasa mulai sarapan dengan minum kopi. Sarapan

disuguhkan dalam piring ysnjg ditempatkan di talam. Ayah dan

anak lelakinya yang telah dewasa duduk menghadapi sarapan

untuk makan bersama-sama. Menyantap ubi dan lain-lain berbeda

tata caranya dengan makan nasi. Ketika makan sesuatu selain

nasi, dapat lebih santai, tidak terikat tradisi.

Page 8: Makanan dalam konteks budaya sasak

Orang-orang Sasak yang mampu baik di kota maupun di desa

pada umumnya menyediakan nasi dengan lauknya sebagai bahan

sarapan pagi. Pagi-pagi sesaat sebelum berangkat ke tempat

kerja masing-masing sarapan sudah terhidang di atas meja

makan.

Anak-anak yang akan berangkat ke sekolah dapat serapan

lebih dahulu dari pada ayahnya yang akan ke kantor. Ibu dan

anak-anak yang tidak sekolah sarapan paling kemudian. Pada

hari Minggu atau pada hari libur juga sarapan menurut

keperluan yang penting sarapan telah tersedia di atas meja.

Makan siang biasanya dilakukan antara jam 11.00 sampai

14.00, tergantung pekerjaan anggota keluarga. Yang diberi

makan pertama adalah anak-anak kecil yang belum bersekolah

atau yang masuk siang atau sore. Namun makanan untuk ayah

sudah disiapkan dan disisihkan tersendiri. Bila anak-anak

sudah selesai baru ayah menyusul. Paling akhir yang makan

adalah ibu.

Bagi anak-anak biasanya diberi makan di dapur dengan

duduk bersila. Nasi dan lauk pauk mereka masing-masing

sebelum makan sudah ditaruh di piring. Waktu makan mereka

duduk bersaf berhadap-hadapan. Dapat juga duduk melingkar

mengelilingi makanan. Kecuali nasi, lauk pauk dan sayuran

sama-sama mengambil dari mangkok yang sama. Di dekat mereka

ibu mereka duduk melayani. Ibu menambah nasi atau sayuran

mereka jika isi mankok sudah mulai berkurang. Kalau ada ikan

Page 9: Makanan dalam konteks budaya sasak

atau telur di samping sayuran maka ikan atau telur telah

dibagi sama atau tidak sama sekali.

Menyuap nasi juga tidak boleh terlalu banyak. Sedang-

sedang saja, supaya nasi dapat dikunyak dengan baik. Temponya

juga harus sedang. Tidak boleh terlalu cepat tetapi juga

tidak boleh terlalu lambat sehingga menghambat yang lain.

Anak yang telah lebih dahulu selesai tidak boleh meninggalkan

tempat makan sebelumselesai seluruhnya. Waktu minum mereka

juga minum dari kendi yang sama. Ketika mengunya dan menelan

tidak boleh sampai kedengaran suaranya. Mengunyah harus

dengan mulut tetap terkatup. Suara decapan yang keras dapat

menhilangkan berkat. Sari makanan akan lari karena mendengar

suara decapan yang keras.

Akibat badan akan menjadi kurus karena memakan nasi yand

sudah kehilangan sarimya. Demikian pula selama makan tidak

boleh ribut bercakap-cakap, apalagi bermain-main.

Semua anak harus duduk dengan tertib dan khidmat. Mata

dan pikiran harus dipusatkan kepada nasi. Nasi yang jatuh

harus dipungut dan dimakan. Karena itu dilarang sekali anak-

anak membiarkan remah-remah nasi berhamburan di tanah atau di

kakinya. Remah-remah yang berceceran harus dipungut dibasuh

dan dimakan. Bila tidsak ibu bercerita kepada anak-anaknya

bahwa remah-remah yang tidak dipungut akan menangis berbaris

pergi mengajak nasi yang masih di dalam tempat nasi.

Orang-orang yang menyia-nyiakan nasipun akan jatuh

miskin, jauh rezkinya. Selamanya tidak pernah sejahtra dan

Page 10: Makanan dalam konteks budaya sasak

berkecukupan makanannya. Ketika semua sudah selesai makan

maka meninggalkan tempat makan, alat-alat makan disusun rapi.

Tiap-tiap anak mencuci tangannya dalam mangkuk pembasuh

tangan yang sama secara bergilir.

Alat-alat makan yang kotor dicuci oleh anak-anak wanita

yang sudah remaja atau dewasa. Bila-anak-anak masih kecil

semua atau laki-laki semua maka alat-alat bekas makan dicuci

oleh ibu. Tata kelakuan makan di atas terus dibina dan

ditingkatkan setiap waktu makan sehingga lama-lama menjadi

kebiasaan. Kebiasaan makan juga dipraktekan bila makan di

tempat lain atau tempat –tempat pesta.

Seseorang laki-laki Sasak yang dewasa bila makan selali

manghadapi nasinya dengan duduk bersila. Kecuali kalau di

tempat darurat seperti di sawah atau ladang yang becek boleh

makan sambil jongkok. Kalau di rumah harus duduk dengan

tertib. Di samping karena kebiasaan juga untuk memberi contoh

yang baik kepada anak-anaknya yang masih kecil. Mula-mula

tudung saji dibukanya dan diletakan pada tempat yang baik.

Dengan mengucap “Bismillah” garam itu disentuhkan pada

ujung lidah maka mulailah dia makan dengan tertib. Setiap

suapan nasi diikuti dengan lauk atau sayur. Bergante-ganti

dengans ambal atau cabai sabagai perangsang.

Bila menyendok nasi untuk mengimbuh dengan mempergunakan

tangan kanan. Sebelum memegang sendok tangan harus dicuci

lebih dahulu. Menurut adat tabu menyendok nasi dengan tangan

kiri walaupun dengan alasan kepraktisan. Bagi orang Sasak

Page 11: Makanan dalam konteks budaya sasak

untuk beberapa kegiatan tidak boleh mempergunakan tangan

kiri.

Sebabnya karena tangan kiri sering dipergunakan memegang

yang kotor terutama untuk bersuci setelah buang air. Demikian

pula tangan kiri tidak boleh dipakai untuk menunjuk. Menunjuk

dengan tangan kiri dianggap tidak sopan, merupakan suatu

penghinaan bagi yang ditunjuki.

Tata kelakuan makan yang diajarkan kepada anak-anak juga

selalu dipraktekkan dengan baik oleh seorang ayah. Maksudnya

sebagai tauladan yang praktis. Jika pada waktu memulai makan

diawali dengan mencicipi garam, maka setelah selesai makan

ditutupi pula dengan mencicipi garam.

Ketika makan biasanya secara bersila di atas selembar

tikar seperti cara orang kampong. Secara kebetulan juga semua

pegawai yang terdiri dari orang-orang Sasak sekarang adalah

orang-orang desa yang karena keberhasilannya dalam

pendidikannya mereka menjadi pegawai. Adapt kebiasaannya

masih sesuai dengan adapt kebiasaan orang tua di kampung.

3. Makanan dan Upacara-Upacara

Masyarakat sasak sebagaimana kebudayaan beberapa daerah

di Nusantara, juga mengenal berbagai acara selamatan, baik

yang dihubungkan dengan agama islam maupun dari sisi budaya

semata, antara lain : Upacara kehamilan atau bisok tian (cuci

perut) pada 7 bulanan, ngurisan (akikah), sunatan,

perkawinan, kematian 1 hari, 3 hari (nelung), 7 hari (mituk),

Page 12: Makanan dalam konteks budaya sasak

9 hari (nyangang), 40 hari, 100 hari, tahunan (haul), maulid

Nabi Muhammad SAW, Idul Fitri, Idul Adha dan lebaran topat.

Pada setiap upacara-upacara tersebut tidak terlepas dari

makanan sebagai pelengkap atau bahkan bagian yang utama dari

makanan tersebut. Variasinya mulai dari yang paling sederhana

berupa nasi dan telur saja sampai dengan variasi yang

lengkap, sangat tergantung dari kemapuan ekonomi dan status

sosial budaya masyarakat yang menyelenggarakan upacara

tersebut.

Pada acara khitanan anak sasak, maka sebelum acara

dilakukan maka keluarga akan membawa anak-anak ke makam-makam

nenek moyang untuk minta restu agar berhasil. Pada acara ini

mereka akan membawa makanan untuk di makan bersama di sana,

dan biasanya membawa ayam yang akan disembelih di sana dengan

warna dan jenis kelamin tertentu, biasanya jantan.

Hidangan pada upacara mangan merangkat, yaitu upacara

makan pada malam selarian di rumah tempat persembunyian cukup

dengan hanya menyajikan. Nasi dengan sebutir telur rebus,

ayam panggang dan sayur sondaq. Pada upacara ini kedua calon

mempelai makan bersama dalam satu dulang atau talam dengan

didampingi oleh anggota kerabat calon mempelai laki-laki.

Minumannya cukup dengan air putih yang telah direbus.

Ada sajian yang lebih sederhana dari itu ialah sajian

yang berhubungan dengan upacara bait masa. Bait masa berasal

dari bahasa Sasak, bait artinya ambil, masa artinya waktu.

Page 13: Makanan dalam konteks budaya sasak

Bait masa artinya ambil waktu. Maksudnya menetapkan waktu

untuk memulai panen. Sajian disebut tontong taus. Secara

harfiah artinya sendok langsung. Sajiannya berupa nasi dalam

periuk dengan sebutir telur ayam yang direbus di dalamnya.

Suguhan yang paling lengkap dan banyak volumenya pada

umumnya ketika upacara-upacara yang berhubungan dengan agama

atau kematian. Seperti namatang ketika Mauludan dan upacara

peringatan hari ke 7 atau ke 9 dari suatu kematian seseorang.

Walaupun dalam setiap acara akan menyajikan makanan yang

berbeda dari segi kualitas dan kuantitasnya tetapi tata cara

penyajian dan makannya hampir semuanya sama yaitu dengan cara

makan bersama yang disebut sebagai begibung.

4. Begibung

Tradisi megibung dimulai dari tahun 1614 Caka (atau 1692

Masehi), ketika salah satu Raja Karangasem, I Gusti Anglurah

Ktut Karangasem, berperang menaklukkan kerajaan-kerajaan di

Sasak (Lombok). Di kala para prajurit istirahat makan, beliau

membuat aturan makan bersama yang disebut megibung. Hingga

saat ini tradisi megibung masih dilaksanakan di Karangasem

dan Lombok.

Begibung merupakan cara makan sebagian besar suku sasak

terutama di bagian Lombok Timur pedesaan, baik pada saat

makan bersama keluarga maupun dalam acara-acara tertentu.

Hanya begibung dalam sehari-hari dan pada acara tertentu

memiliki aturan yang berbeda, dimana begibung pada makan

Page 14: Makanan dalam konteks budaya sasak

sehari-hari nasi ditaruh dalam dulang dan dibagikan sesuai

porsi masing-masing, sedangkan pada saat acara tertentu maka

nasinya sudah di tempatkan pada piring masing-masing.

Gambar. Suasana orang begibung pada suatu acara

Pada jaman dulu, begibung dilakukan di atas nampan yang

terbuat dari kayu atau tanah liat, di mana semua bahan

makanan di taruh di atasnya dan dimakan secara bersama-sama.

Tapi pada jaman sekarang acara begibung jarang menggunakan

dulang, diganti dengan nampan atau wadah lain dan bahan

makanannya di taruh dalam piring masing-masing. Orang-orang

yang makan duduk bersila secara teratur dan membentuk

lingkaran.

Pada acara-acara tertentu baik upacara adat maupun

upacara keagamaan, penyajian makanan memiliki tata cara

tertentu. Pada acara tersebut yang boleh memulai makan adalah

para Tuan Guru atau Kyai, lalu tokoh masyarakat seperti

kepala desa, kepala dusun dan tokoh-tokoh yang lain baru

diikuti oleh yang lain. Begitu juga setelah selesai makan,

Page 15: Makanan dalam konteks budaya sasak

yang boleh mencuci tangan duluan adalah tuan guru baru

diikuti yang lain.

Pembagian porsi juga mengikuti aturan di atas, di mana

satu sele (satu porsi besar) setiap kelompok dalam masyarakat

akan berbeda satu dengan yang lain. Porsi terbesar pada tuan

guru atau kyai dan paling kecil adalah masyarakat

biasanya.Satu porsi nasi gibungan (nasi dan lauk pauk) yang

dinikmati oleh satu kelompok disebut satu sela. Pada jaman

dulu satu sela harus dinikmati oleh delapan orang. Kini satu

sela bisa dinikmati oleh kurang dari delapan orang, seperti

2-4 orang. Ketika makan, masing-masing orang dalam satu sela

harus mengikuti aturan-aturan tidak tertulis yang telah

disepakati bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Muzaham,Fauzi.(1995) Memperkenalkan sosiologi kesehatan. Jakarta.

Universitas Indonesia Press

Foster, G M.& Anderson, BG.(1986) Antropologi Kesehatan. Jakarta.

Universitas Indonesia Press.

Soekanto, Soerjono. (1991) Sosiologi suatu pengantar; Edisi ke IV;

Jakarta; Rajawali Press;

Umar, Rika; (1986) Makanan wujud, variasi dan fungsi serta cara

penyajiannya daerah Nusa Tenggara Barat, Mataram. Depdikbud.

Page 16: Makanan dalam konteks budaya sasak

Megibung, Tradisi Makan Bersama Penuh Aturan Ketat,

[Internet]. Bali. Tersedia dalam <www. Bale

Bengong.Blog> [diakses tanggal 5 maret 2009].

Suku Sasak [Internet]. Tersedia dalam :<www. Wikipedia>

[Diacces tanggal 5 maret 2009].

Sejarah Nusa Tenggara Barat [Internet]. Tersedia dalam :<www.

Wikipedia> [Diacces tanggal 5 maret 2009].

Wetu Telu [Internet]. Tersedia dalam :<www. Wikipedia>

[Diacces tanggal 5 maret 2009].

Sejarah Pulau Lombok [Internet]. Tersedia dalam :<www.

AsiaBlog> [Diacces tanggal 5 maret 2009].