Gangguan Tidur yang Terjadi pada Usia LanjutVanesha Cicilia
Kwentano102013229Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida WacanaJalan Arjuna Utara No.06 Jakarta 11510Email:
[email protected]
PendahuluanGangguan kesehatan pada orang usia lanjut terkait
erat dengan proses degenerasi yang tidak dapat dihindari. Seluruh
sistem, cepat atau lambat akan mengalami degenerasi. Perubahan yang
normal dalam bentuk dan fungsi otak yang sudah tua harus dibedakan
dari perubahan yang disebabkan oleh gangguan psikis yang secara
abnormal mengintensifkan sejumlah proses penuaan. Salah satu
manifestasi klinik yang khas adalah timbulnya insomnia.Insomnia
adalah salah satu bentuk dari gangguan tidur. Gangguan tidur
seringkali menjadi keluhan pasien baik oleh karena gangguan fisik
maupun oleh karena masalah emosional. Insomnia adalah kesulitan
untuk mulai masuk tidur, atau mempertahankan tetap tidur atau sulit
tidur kembali apabila terbangun. Hal ini dianggap sebagai masalah
yang bermakna dan kronis oleh 10% pasien rawat jalan. Gangguan
tidur akan sangat berkaitan dengan angka kesakitan seseorang
(fisik), kegiatannya sehari-hari, kecelakaan yang menyebabkan
kematian. Umumnya diketahui kebutuhan tidur normal adalah antara
6-9 jam sehari. Tetapi kenyataannya ada orang yang tidurnya singkat
misalnya kurang dari 6 jam sehari (short sleepers), dan ada juga
orang tidurnya lebih lama yaitu lebih dari 9 jam (long sleepers).
Kita bisa menilai kecukupan masa tidur itu dari kebugaran pada
waktu bangun pagi, segar secara fisik. Bila benar-benar kurang
tidur maka pada siang hari akan kelihatan mengantuk, lelah,
gangguan konsentrasi dan juga mudah tersinggung
(moody).AnamnesisAnamnesis dilakukan kepada pasien dan keluarganya
terutama teman tidurnya; meliputi kebiasaan tidur, kebiasaan
mengorok pada waktu tidur, penyaksian henti napas saat tidur,
kepuasan tidur, mengantuk pada siang hari, perubahan perilaku,
perubahan emosi, perubahan sikap saat berhubungan dengan orang
lain, kemampuan seksual (impotensi), penyakit-penyakit lain yang
diderita terutama penyakit kardiovaskuler, kebiasaan kencing di
malam hari (nokturia), obat-obatan yang sedang dan sering diminum
baik dengan resep dokter atau beli sendiri, pemakaian alcohol dan
rokok kretek.1Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan
menentukan beberapa hal mengenai hal- hal berikut:1. Penyakit atau
kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)1. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan
lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding)1.
Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya keluhan
tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko)1. Kemungkinan
penyebab penyakit (kausa/etiologi)1. Faktor-faktor yang dapat
memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor prognostik,
termasuk upaya pengobatan)1. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnya.2
Pemeriksaan fisik dan penunjang
Studi Laboratorium 1. Pasien dengan riwayat sugestif apnea tidur
atau sindrom kaki gelisah (RLS) / periodik gerakan anggota tubuh
gangguan (PLMD) harus dirujuk ke pusat tidur polysomnography. 1.
Pasien dengan riwayat sugestif dari PPOK dan insomnia harus
memiliki penelitian gas darah arteri yang dilakukan untuk
menentukan apakah mereka hypoxemic. 1. Insomnia pada penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) sering dimulai dengan pengembangan
hypoxemia malam (walaupun malam hari, hypoxemia tidak diperlukan
untuk insomnia terjadi). 1. Pengobatan dengan oksigen dapat
memperbaiki tapi jarang menghilangkan insomnia. 1. Hypoxemia malam
hari hadir jika pasien memiliki hypoxemia atau siang hari, sering,
latihan-hypoxemia terkait. 1. Jika hasilnya negatif ABG untuk
hypoxemia, latihan studi atau semalam desaturation oksimetri dapat
membantu untuk menentukan apakah pasien membutuhkan oksigen. 1. Uji
neurologis dapat diindikasikan pada pasien dengan tanda-tanda dan
gejala penyakit neurologis. 2,3ActigraphyActigraphy menggunakan
perangkat portabel dikalungkan di pergelangan tangan seperti jam
untuk merekam gerakan selama waktu yang lama, sehingga sangat
berguna untuk mempelajari pola tidur dan ritme sirkadian.
Membedakan insomnia primer dari gangguan ritme sirkadian dan
mengidentifikasi paradoks insomnia adalah sangat berguna, terutama
pada pasien yang refrakter terhadap pengobatan. Studi ini
memberikan ukuran objektif tidak langsung waktu tidur dan
bangun.3Diari tidurPasien akan diminta untuk mengisi buku harian
setiap hari selama 2 minggu, dengan perkiraan waktu yang diberikan
(1) bahwa mereka pergi ke tempat tidur, (2) jatuh tertidur, (3)
terbangun di malam hari, (4) habiskan di tempat tidur terjaga, dan
(5) bahwa mereka beranjak dari tempat tidur di pagi hari. Mereka
juga mencatat waktu yang dihabiskan untuk berolahraga, minum obat,
dan mengkonsumsi kafein dan minuman beralkohol. Sementara tidur
harian memberikan informasi rinci tentang pola tidur, pasien bisa
bingung oleh penilaian subjektif ketika mereka jatuh tertidur dan
terbangun di malam hari.3Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik
dilakukan bertujuan untuk menyingkirkan masalah-masalah medis
lainnya yang mungkin menyebabkan insomnia. Anda juga mungkin perlu
melakukan tes darah untuk memeriksa jika adanya masalah tiroid atau
kondisi lain yang dapat menyebabkan masalah tidur.4 1. Status
mentalDeskripsi umum tentang: PenampilanDeskripsikan apa yang
nampak: sikap, cara berpakaian, dandanan, postur tubuh, rambut,
jenggot, kumis, kebersihan diri, tampak lebih tua atau muda atau
sesuai umurnya. KesadaranAdakah terlihat terganggu, atau tidak
tampak terganggu. Perilaku dan aktivitas psikomotorDinilai selama
sebelum,semasa dan sesudah wawancara. Sikap terhadap
pemeriksaMenilai sikapnya adakah: kooperatif, indeferen, apatis,
curiga, antisosial, bermusuhan, pasif, aktif, ambivalen, tegang,
seduktif, dan lain-lain. Kualitas bicaraMenilai cara berbicara dan
adakah terdapat gangguan bicara.3Studi tidur Studi mengenai tidur
yang umum dilakukan adalah: Polysomnogram: Pada tes ini, beberapa
fungsi badan semasa tidur direkam, termasuk aktivitas otak,
pergerakan bola mata, tingkat oksigen dan karbon dioksida darah,
denyut dan ritma jantung, kadar pernafasan, perjalanan udara
melalui mulut dan hidung, dengkuran, pergerakan otot-otot tubuh.
Multiple sleep latency test (MSLT): Mengukur seberapa lama masa
yang diperlukan bagi seseorang itu tidur. Tes ini menggunakan
kamera untuk merakam pergerakan saat tidur. Multiple wake test
(MWT): Tes ini mengukur samada seseorang bisa bertahan untuk tidak
tidur pada masa yang normalnya mereka tidur.2
Diagnosis KerjaInsomnia adalah gangguan tidur dimana seseorang
secara terus-menerus mengalami kesulitan tidur atau bangun terlalu
cepat. Ini mungkin muncul secara tiba-tiba sebagai reaksi terhadap
perasaan yang meluap-luap atau gangguan emosional, atau mungkin
terjadi sebagai ciri khas pola tidur individu yang relative tetap.
Insomnia kadang-kadang juga berhubungan dengan kondisi-kondisi
fisik, seperti keletihan yang hebat, perubahan
perlengkapan-perlengkapan tidur, perubahan-perubahan makanan utama
sehari-hari, dan juga pemakaian obat perangsang yang berlebihan.
Kadang kala obat-obatan yang ditetapkan untuk penyakit lain dipakai
oleh individu, sehingga menyebabkan tidak bisa tidur. Insomnia
sering kali dilihat sebagai simtom orang dewasa, tetapi ditemukan
juga pada anak-anak; dan apabila tetap berlangsung, maka harus
dilihat sebagai gangguan emosi yang berat. Gangguan tidur yang
kadang terjadi pada anak-anak boleh dianggap sebagai reaksi
terhadap kesulitan dan tekanan hidup yang rutin.2Suatu gangguan
tidur berat dan lebih sulit ditangani adalah apnea tidur (sleep
apnea), yakni pernapasan berhenti untuk sementara. Hal inilah yang
menyebabkan orang tidur mendengkur dan merupakan salah satu
penyebab sindrom kematian bayi yang terjadi secara tiba-tiba
(sudden infant death syndrome, yang disingkat dengan sebutan SAIDS)
atau crib death. Apnea tidur terjadi karena saluran pernapasan
tersumbat atau otak berhenti mengirimkan sinyal-sinyal kepada
diafragma (sekat rongga badan antara dada dan perut) yang
menyebabkan pernapasan berhenti. Gangguan saluran pernapasan ini
kadang-kadang berkaitan juga dengan obesitas; dengan demikian apnea
tidur bisa disembuhkan dengan melakukan diet.2Ingat bahwa insomnia
itu sendiri bukanlah suatu penyakit, melainkan hanya gejala dari
beberapa penyakit yang diderita oleh seseorang atau karena suatu
permasalahan yang menimpa hidup orang tersebut. Jika diambil garis
besarnya, faktor-faktor penyebab insomnia yaitu stress atau
kecemasan, depresi, kelainan-kelainan kronis seperti kelainan tidur
(tidur apnea), diabetes, sakit ginjal, dsb; efek samping
pengobatan, pola makan yang buruk, mengkonsumsi kafein, nikotin,
dan alcohol, serta kurangnya olahraga. Penyebab lainnya bisa
berkaitan dengan kondisi-kondisi spesifik misalnya; pada usia
lanjut (insomnia lebih sering terjadi pada orang berusia di atas 60
tahun), wanita hamil, dan riwayat depresi/penrurunan. Insomnia
ringan atau hanya sementara biasanya dipicu oleh stress, suasana
ramai/berisik, perbedaan suhu udara, perubahan lingkungan sekitar,
masalah jadwal tidur dan bangun yang tidak teratur, dan efek
samping pengobatan.3Insomnia kronis lebih komplek lagi dan
seringkali diakibatkan faktor gabungan, termasuk yang mendasari
fisik atau penyakit mental. Bagaimanapun, insomnia kronis bisa juga
karena faktor perilaku, termasuk penyalahgunaan kafein, alcohol,
atau obat-obat berbahaya lainnya.3
Diagnosis BandingDepresiDepresi merupakan penyakit mental yang
paling sering menyerang orang usia lanjut atau pasien yang berusia
60 tahun ke atas dan merupakan penyakit dengan tampilan tidak
spesifik pada pasien geriatric. Terdapat beberapa faktor biologi,
fisis, psikologis dan sosial yang membuat sesorang berusia lanjut
rentan terhadap depresi. Faktor psikososial juga berperan sebagai
faktor presdiposisi dari depresi. Orang tua sering kali mengalami
periode kehilangan orang-orang yang dikasihinya. Faktor kehilangan
fisik juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap depresi dengan
berkurannya kemampuan merawat diri serta hilangnya kemandirian.
Berkurangnya kapasitas sensori akan mengakibatkan penderita merasa
terisolasi dan berujung pada depresi. Berkurangnya kemampuan daya
ingat, fungsi intelektual, kehilangan pekerjaan, penghasilan dan
dukungan sosial sejalan dengan bertambahnya usia turut menjadi
faktor predisposisi seseorang berusia lanjut menderita depresi.
Sedangkan prevalensi penyakit depresi pada usia lanjut lebih sering
terjadi di tempat perawatan seperti rumah sakit dan semakin lama
perawatannya akan semakin banyak kemungkinannya untuk mengalami
depresi. 4Depresi pada pasien geriatric adalah masalah besar karena
penyakit depresinya sering tertutupi oleh penyakit somatic yang
dideritanya sehingga sulit diidentifikasi dan hal ini mengakibatkan
terlambatnya terapi untuk depresi tersebut. Selain dapat
tertutupinya diagnosis untuk penyakit depresi karena penyakit
somatiknya, depresi juga dapat memperberat penyakit somatic yang
diderita oleh pasien tersebut dan juga sebaliknya. Oleh karena itu
obat antidepresi yang efektif mempunyai potensi untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien dan keluarganya serta menurunkan biaya
perawatan. 4Tujuan utama terapi adalah untuk mencegah relaps,
rekurens dan kronisitas. Depresi pada geriatri dapat lebih efektif
diobati dengan kombinasi terapi psikologis dan farmakologis
disertai disertai pendekatan interdisiplin yang menyeluruh. Terapi
harus diberikan dengan memperhatikan secara individual
harapan-harapan pasien, martabat (dignity) dan otonomi/kemandirian
pasien. Problem-problem fisis yang ada bersama-sama dengan penyakit
mental harus diobati. Semua teknik psikoterapi (psikodinamik,
kognitif, perilaku, dll) dapat dipergunakan. Intervensi terapeutik
untuk memacu kemandirian seperti melatih keterampilan sehari- hari
dan peningkatan keamanan di rumah, terapi okupasi dan berbagai
program rehabilitasi yang praktis serta pemberian informasi jangan
dilupakan. 4Penanganan depresi pada usia lanjut memerlukan
perhatian ekstra, segala kesulitan dan keluhan perlu didengarkan
dengan sabar. Strategi praktis pada terapi individu adalah :
menyusun jadwal pertemuan untuk menjaga kepatuhan dan komitmen,
mengetengahkan topik pembicaraan tentang kehidupan sosial yang umum
untuk membangun hubungan dokter-pasien yang baik, secara terfokus
membicarakan masalah dan menetapkan sasaran realistis yang dapat
dicapai untuk memberikan arah yang pasti bagi pasien, mendorong
pasien terlibat dalam kegiatan yang berarti dan berguna untuk
meningkatkan kemampuan menikmati pengalaman yang menyenangkan,
menunjukkan kepedulian melalui sentuhan fisis yang wajar, meninjau
kembali apa yang telah dicapai di masa lalu untuk membangkitkan
rasa mampu dan harga diri. Pendekatan aspek sosial dalam penanganan
pasien depresi meliputi antara lain diikutkan dalam lembaga sosial
kemasyarakatan yang berperan dalam mendukung sosialisasi dan
mengatasi beberapa masalah sosial ekonomi dan juga harus melibatkan
keluarga pada saat yang tepat. Faktor-faktor yang memberatkan
depresi perlu diperhatikan, antara lain penyakit fisis, penyakit
neurologis, obat-obatan, kehilangan, serta kemiskinan sosial dan
lingkungan. 4Secara umum pemberian obat antidepresi adalah untuk
gangguan depresi sedang sampai berat, episode depresi berulang, dan
depresi dengan gambaran melankolia atau psikotik. Pemilihan jenis
obat antidepresi bagi pasien usia lanjut lebih merujuk pada profil
efek samping obat. Antidepresi generasi lama seperti golongan
trisiklik dan golongan penghambat enzim monoamine oksidase,
meskipun cukup efektif meredakan gejalagejala depresi namun
mempunyai efek sampaing seperti antikolinergik, hipotensi
ortostastik, bahkan dapat memicu komplikasi medic serius. Obat-obat
yang kurang dianjurkan untuk pasien usia lanjut karena efek samping
tersebut adalah golongan tersier trisiklik (amitriptilin,
imipramin), sedangkan preparat sekunder trisiklik (desipramin,
nortriptilin) masih cukup aman dan efektif untuk digunakan pada
usia lanjut. Antidepresi generasi baru bekerja pada reseptor susuna
system saraf otak, bersifat lebih selektif dan spesifik sehingga
profil efek sampingnya lebih baik. Termasuk dalam kelompok ini
adalah Serotonin Selective Reuptake Inhibitor/ SSRI (fluoxetin,
sertralin, paroksetin, fluvoksamin, sitalopram), Serotonin Enhancer
(tianeptin), Reversible MAOIs (monoclobemide), antidepresi lainnya
(trazodone, nefadozone, mitrazepin, venilafaksin). Oleh sebab itu
saat ini pemilihan antidepresi lini pertama untuk pasien geriatric
mulai bergeser ke generasi baru. Saat ini golongan SSRI merupakan
obat antidepresi yang dianjurkan sebagai lini pertama pengobatan
depresi pada usia lanjut. 4Pertimbangan lain dari pemilihan obat
antidepresi adalah tampilan gejala-gejala klinis yang akan menjadi
bagian dari target terapi. Pasien dengan keluhan insomnia dapat
dipilihkan preparat antidepresi yang bersifat sedative seperti
mirtazepin atau trazodone. Pemberian antidepresi dimulai dengan
dosis rendah, dinaikkan perlahan-lahan (start low and go slow).
Pengobatan antidepresi dibedakan atas tiga fase, yaitu:4 Fase akut
yang berlangsung antara 6-12 minggu. Pada tahap ini dosis optimal
obat untuk memperbaiki gejala depresi diharapkan berhasil.3 Tahap
kedua disebut sebagai fase lanjutan yakni dosis optimal
dipertahankan selama 4 sampai 9 bulan untuk mencegah terjadinya
relaps.3 Tahap berikunya disebut sebagai terapi rumatan yang dapat
berlangsung hingga satu tahun atau lebih. Terapi rumatan diberikan
terutama untuk gangguan depresi dengan riwayat episode
berulang.3Setelah terdapat perbaikan selama 6 bulan, biasanya
pasien mempunyai sedikit resiko untuk episode baru depresi
(kambuh). Pengobatan ini digunakan untuk mencegah kekambuhan.
Pasien dengan risiko tinggi untuk kambuh harus mendapat pengobatan
berkelanjutan untuk sedikitnya 1-2 tahun, antidepresi yang dapat
dipakai antara lain setralin, fluoxetin, dan paroxetin. 4Pelayanan
kesehatan asuhan rumah bagi usia lanjut adalah salah satu unsur
pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk kesehatan perorang atau
kesehatan keluarga di tempat tinggal mereka dalam dalam segi
promotif, rehabilitative, kuratif, dalam upaya mempertahankan
kemampuan individu untuk mandiri secara optimal selama mungkin.
4Idealnya asuhan rumah dilaksanakan oleh suatu tim dengan
melibatkan dokter keluarga, bila diperlukan dokter spesialis, ahli
gizi, paramedic, care giver (pramuwherda), relawan usia lanjut, dan
lain-lain dengan tujuan khususnya adalah menekan nserendah mungkin
biaya perawatan kesehatan, mengurangi frekuensi hospitalisasi dan
memperpendek lama perawatan di rumah sakit setelah fase akut,
meningkatkan usaha promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative, melakukan pencegahan primer, sekunder dan tersier.
Keuntungan/manfaat program lainnya dari asuhan rumah ini bagi
pasien depresi dan keluarganya adalah mengurangi stress akibat
perawatan di RS dan pasien lebih mudah berkomunikasi dengan
orang-orang sekitarnya; serta memberikan suasana yang lebih nyaman
dan akrab bagi pasien.4
DemensiaHampir 75% pasien penyakit Alzheimer dimulai dengan
gejala memori, tetapi gejala awal juga dapat meliputi kesulitan
mengurus keuangan, berbelanja, mengikuti perintah, menemukan kata,
atau mengemudi.4Riwayat adanya strok dengan progresi bertahap dan
tidak teratur mengarah pada demensia multi-infark. Demensia
multi-infark umumnya terjadi pada pasien-pasien dengan faktor
risiko hipertensi, fibrilasi atrium, penyakit vaskular perifer, dan
diabetes. Pada pasien yang menderita penyakit serebrovaskular dapat
sulit ditentukan apakah demensia yang terjadi adalah penyakit
Alzheimer, demensia multi-infark, atau campuran keduanya. Bila
dikaitkan dengan berbagai penyebab penyakit demensia, maka
anamnesis harus diarahkan pula pada berbagai faktor risiko seperti
trauma kepala berulang, infeksi susunan saraf pusat akibat sifilis
(neurosifilis), konsumsi alkohol berlebihan, intoksikasi bahan
kimia pada pekerja pabrik, serta penggunaan obat-obat jangka
panjang. Riwayat keluarga juga harus menjadi bagian dari evaluasi,
mengingat bahwa pada penyakit Alzheimer terdapat kecenderungan
familial. Gejala depresi seperti insomnia dan kehilangan berat
badan sering tampak pada pseudodemensia akibat depresi, yang dapat
disebabkan oleh anggota keluarga yang baru-baru ini
meninggal.4Pemerikasaan fisik yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan umum seperti pemeriksaan tanda-tanda vital, selain itu
dapat dilakukan juga pemerisaan fisiologis untuk mencari
keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat
dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Umumnya penyakit Alzheimer
tidak menunjukkan gangguan sistem motorik kecuali pada tahap
lanjut. Yang tidak boleh dilupakan adalah adanya gangguan
pendengaran dan penglihatan yang menimbulkan disalahartikan sebagai
demensia. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
Pemindaian MRI otak yang merupakan modalitas pencitraan yang paling
sensitif dalam mendiagnosis kelainan intrakranial. MRI dapat
melukiskan anatomi dengan detail yang sangat baik dan dapat
memperlihatkannya dengan akurasi yang sangat baik. 4.5
Gambar 1. T1 aksial pada ventrikel lateral dan regio kapsula
interna, CSF terlihat berwarna hitam.5
Gambar 2. Pemindaian T2 aksial, CSF terlihat berwarna
putih.5
Gambar 3. MRI dari Penderita Alzheimer, CSF berwarna hitam.6
Gambar 4. MRI dari Penderita Alzheimer, CSF berwarna putih.6
Gejala klinik yang dapat dialami selama stadium dini Alzheimer,
pasien tidak bergejala namun mengalami pengurangan kapasitas dalam
menyelesaikan masalah, keterbatasan kemampuan untuk mengatasi
situasi yang kompleks dan berpikir abstrak, emosi yang labil,
pelupa, apati, dan hilangnya memori terbaru. Bersamaan dengan
berkembangnya penyakit, perilaku pasien menjadi lebih tidak menentu
dan aneh dengan kecenderungan sering berkelana dan marah yang
meledak-ledak. Anggota keluarga harus selalu waspada untuk mencegah
supaya pasien tidak terluka. Kemunduran dapat diperkirakan dan
timbul selama periode 3 hingga 10 tahun. Selama stadium akhir
penyakit, kemampuan pasien menjadi terbatas dan tidak mampu untuk
mengurus kebutuhan dasar mereka atau untuk mengenali anggota
keluarganya. Kematian biasanya disebabkan oleh malnutrisi atau
infeksi.5Penyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada
obat yang terbukti tinggi efektivitasnya. Selain mengatasi gejala
perubahan tingkah laku dan membangun rapport dengan pasien, anggota
keluarga, dan pramuwerdha, saat ini fokus pengobatan fungsi
kognitif adalah pada defisit sistem kolinergik. Selain itu beberapa
penelitian klinis juga mencoba mengarah pada terapi lain yang
sesuai dengan patofisiologi timbulnya demensia yang melibatkan
berbagai mekanisme.4Tacrine, donepezil, rivastigmin, dan galantimin
adalah kolinesterase inhibitor yang telah disetujui oleh US. Food
and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer.
Efek farmakologik obat-obatan ini adalah dengan menghambat enzim
kolinesterase, dengan hasil meningkatnya kadar asetilkolin di
jaringan otak. Dari keempat obat itu, tacrine jarang digunakan
karena efek sampingnya ke organ hati (hepatotoksik). Donepezil,
rivastigmin, dan galantamin interval peningkatan dosis yang lebih
lama akan meminimalkan efek samping yang terjadi.4Efek samping yang
dapat timbul pada pemakaian obat-obatam kolinesterase inhibitor ini
antara lain adalah mual, muntah, dan diare, dapat pula timbul
penurunan berat badan, insomnia, mimpi abnormal, kramotot,
brakikardia, sinkop, dan fatig.4Alzheimer mulanya dihubungkan
dengan penurunan memori yang semakin lama semakin buruk. Dari waktu
ke waktu, pasien dengan Alzheimer dapat juga memperlihatkan
kecemasan, depresi, insomnia, agitasi, dan paranoia. Ketika
penyakit itu berlangsung, pasien dengan Alzheimer datang dengan
membutuhkan bantuan dalam aktivitas sehari-hari, termasuk
menggunakan maju, mandi, dan ke toilet. Nantinya, kesulitan dalam
berjalan dan menelan akan berkembang. Makan dapat pula hanya
menggunakan gastrointestinal tube, dan kesulitan menelan dapat
menyebabkan pneumonia aspirasi.7Waktu dari diagnosis hingga
meninggal bervariasi dari yang paling singkat 3 tahun sampai yang
paling lama 10 tahun atau lebih. Pasien dengan gejala awal
Alzheimer cenderung lebih agresif, lebih cepat dibandingkan dengan
pasien yang lama menderita Alzheimer. Penyebab primer kematian
adalah kekambuhan penyakit seperti pneumonia.7Post Power
SyndromePost-power syndrome ialah reaksi somatic dalam bentuk
sekumpulan simtom penyakit, luka-luka, serta kerusakan
fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang bersifat progresif; dan
penyebabnya ialah pensiun atau karena sudah tidak mempunyai jabatan
dan kekuasaan lagi.2Individu yang mengalami post-power syndrome
berpandangan bahwa pekerjaan dan bekerja itu merupakan suatu
kebutuhan dasar, dan merupakan bagian yang sangat penting dari
kehidupan manusia. Pekerjaan dan bekerja itu memberikan kesenangan
dan arti tersendiri bagi kehidupan manusia. Lingkungan kerja itu
sebagai sentrum social, sedangkan bekerja merupakan aktivitas
social yang memberikan kepada individu penghargaan atau respek,
status social, dan prestise sosial. Bekerja itu selain memberikan
ganjaran material dalam bentuk gaji, kekayaan dan bermacam-macam
fasilitas material, juga memberikan ganjaran social yang
nonmaterial, yaitu berupa status social dan prestise social. Dengan
demikian, kebanggaan dan minat besar terhadap pekerjaan dengan
segala pangkat, jabatan, dan symbol kebesaran merupakan insentif
yang kuat untuk mencintai suatu pekerjaan.2Sebaliknya, tidak
bekerja, menganggur, pensiun, tidak menjabat lagi; dialami sebagai
suatu shock dan dianggap sebagai kerugian, dan aib yang memberikan
rasa malu. Pengangguran tadi menimbulkan perasaan-perasaan minder,
perasaan tidak berguna, tidak dikehendaki, dilupakan, tersisihkan,
tanpa tempat berpijak dan seperti tanpa rumah. Pada waktu masih
bekerja, dirinya merasa dihormati, disegani, dielu-elukan,
disanjung, dibelai-belai dengan segala kemanisan. Pada masa itu dia
merasa agung, merasa berharga dan berguna, merasa dikehendaki dan
dibutuhkan; disamping itu, dia masih mendapatkan bermacam-macam
fasilitan material. Sekarang dia mengalami kekosongan tanpa arti
dan merasa tidak berguna di mana dia sendiri belum siap untuk
menghadapi kenyataan seperti itu.2Sebenarnya yang menjadi kriteria
utama bukanlah kondisi atau situasi pension dan menganggur
tersebut, melainkan bagaimana cara seseorang menghayati dan
merasakan keadaan yang baru itu. Kondisi mental dan tipe
kepribadian individu sangat menentukan mekanisme-reaktif untuk
menanggapi masa pension dan masa menganggurnya itu. Jika dia merasa
tidak mampu atau belum sanggup untuk menerima kondisi baru
tersebut, dan merasa sangat kecewa dan pedih, maka hal itu bisa
menimbulkan banyak konflik batin, ketakutan, kecemasan, dan rasa
rendah diri. Jika semuanya itu berlangsung berlarut-larut, maka
akan mengakibatkan proses dementia yang berlangsung cepat, merusak
fungsi-fungsi organic, dan mengakibatkan macam-macam gangguan
mental lain yang bisa mempercepat kematiannya.8
Faktor-faktor yang Menyebabkan Gangguan Tidur1. Faktor
PsikologisPada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah
seiring dengan penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi
dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan
fungsional yang efektif. Kepribadian individu yang terdiri atas
motivasi dan inteligensi dapat menjadi karakteristik konsep diri
dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan
seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai
yang ada ditunjang dengan status sosialnya. Kepribadian dasar
seseorang amat ditentukan pada masa kanak-kanak. Salah satunya
adalah lingkungan sosial. Peristiwa tidak menyenangkan pada masa
kecil dapat mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang ketika
dia dewasa. Misalnya, ketidakpedulian orangtua terhadap anak, juga
tekanan dan penyiksaan yang dialaminya. Adanya penurunan dari
intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori,
dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk
dipahami dan berinteraksi. Dengan adanya penurunan fungsi sistem
sensorik maka akan terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima,
memproses, dan merespons stimulus sehingga terkadang akan muncul
aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada. Kemampuan belajar
yang menurun dapat terjadi karena banyak hal. Selain keadaan
fungsional organ otak, kurangnya motivasi pada lansia juga
berperan. Motivasi akan semakin menurun dengan menganggap bahwa
lansia sendiri merupakan beban bagi orang lain dan
keluarga.9,10
1. Faktor SosialPada lansia, kekuasaan dan prestisenya
berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga
berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka
untuk mengikuti perintah. Kemiskinan yang diderita lansia dan
menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara
perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya. Proses
penuaan mengakibatkan interaksi sosial lansia mulai menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas. Pada lansia juga terjadi
kehilangan ganda (triple loss) yaitu kehilangan peran (loss of
roles), hambatan kontak sosial (restriction of contacts and
relationships), serta berkurangnya komitmen (reduced commitment to
social morales and values).Pada pria, kehilangan peran hidup
terutama terjadi pada masa pensiun. Sedangkan pada wanita terjadi
pada masa ketika peran dalam keluarga berkurang, misalnya saat anak
menginjak dewasa serta meninggalkan rumah untuk belajar dan
menikah.101. Faktor BiologiBerat otak akan menurun sebanyak 10%
pada penuaan antara 30-70 tahun. Terjadi penebalan meningen, giri
dan sulci otak berkurang kedalamnya namun tidak menyebabkan
gangguan patologik yang berarti. Terdapat deposit lipofusin pada
semua sitoplasma sel. Terjadinya degenerasi pigmen substantia
nigra, kekusutan neurofibriler dan pembentukan badan-badan Hirano
merupakan perubahan yang bersifat patologik dan terjadi pada
insiden patologik sindroma Parkinson dan Dementia tipe
Alzheimer.9Penebalan pada tunika intima dan medika juga
mengakibatkan ter-jadinya gangguan vaskularisasi otak yang
berakibat terjadinya TIA, stroke dan dementia vaskuler.
Vaskularisasi yang menurun pada daerah hipothalamus menyebabkan
terjadinya gangguan syaraf otonom yang mungkin juga disebabkan oleh
berkurangnya jumlah neurotransmiter. Perubahan patologik pada
jaringan syaraf sering menyertai berbagai penyakit metabolic yang
juga mengakibatkan gangguan pada susunan syaraf tepi.9
Beberapa masalah di bidang psikogeriatrisKesepianKesepian atau
loneliness, biasanya dialami oleh seorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya
sendiri saat itu juga mengalami penurunan status kesehatan,misalnya
menderita berbagai penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik, terutama gangguan pendengaran. Harus dibedakan
antara kesepian dengan hidup sendiri.Banyak diantara lansia yang
hidup sendiri tidak mengalami kesepian, karena aktivitas sosial
yang masih tinggi, tetapi dilain pihak terhadap lansia yang
walaupun hidup dilingkungan yang beranggotakan cukup banyak,
mengalami kesepian. Pada penderita kesepian ini peran dari
organisasi sosial sangat berarti, karena bisa bertindak menghibur,
memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran enderita,
disamping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan dirumah bila
memang terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal
tersebut.11Gangguan cemasGangguan cemas dibagi dalam beberapa
golongan, yaitu fobia, gangguan panik, gangguan cemas umum,
gangguan stres pasca trauma dan gangguan obsesif-kompulsif. Puncak
Insidensi antara usi 20-60 tahun dan prevalensi pada lansia lebih
kecil dibandingkan pada dewasa muda. Pada usia lanjut seringkali
gangguan cemas ini merupakan kelanjutan dari dewasa muda. Awitan
yang terjadi pada usia lanjut biasanya berhubungan/sekunder akibat
depresi, penyakit medis, efek samping obat atau gejala penghentian
mendadak dari suatu obat. Gejala dan pengobatan pada usia lanjut
hampir serupa dengan pada usia dewasa muda, oleh karenanya tidak
akan disinggung lebih mendalam.9
Penatalaksanaan
1. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya:1.
Untuk mencari penyebab dasarnya dan pengobatan yang adekuat1.
Sangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronik1. Untuk mencegah
komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh penggunaan obat hipnotik,
alkohol, gangguan mental1. Untuk mengubah kebiasaan tidur yang
jelek. 8
2. Konseling dan PsikoterapiPsikotherapi sangat membantu pada
pasien dengan gangguan psikiatri seperti (depressi, obsessi,
kompulsi), gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi ini kita dapat
membantu mengatasi masalah-masalah gangguan tidur yang dihadapi
oleh penderita tanpa penggunaan obat hipnotik.8
3. Sleep hygiene terdiri dari:a. Tidur dan bangunlah secara
reguler/kebiasaan.b. Hindari tidur pada siang hari/sambilan.c.
Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari.d. Jangan menggunakan
obat-obat stimulan seperti decongestan.e. Lakukan latihan/olahraga
yang ringan sebelum tidur.f. Hindari makan pada saat mau tidur,
tapi jangan tidur dengan perut kosong.g. Segera bangun dari tempat
bila tidak dapat tidur (15-30 menit)h. Hindari rasa cemas atau
frustasi.i. Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan
enak. 8
4. Pendekatan farmakologiDalam mengobati gejala gangguan tidur,
selain dilakukan pengobatan secara kausal, juga dapat diberikan
obat golongan sedatif hipnotik. Pada dasarnya semua obat yang
mempunyai kemampuan hipnotik merupakan penekanan aktifitas dari
reticular activating system diotak. Hal tersebut didapatkan pada
berbagai obat yang menekan susunan saraf pusat, mulai dari obat
anti anxietas dan beberapa obat anti depres. Obat hipnotik selain
penekanan aktivitas susunan saraf pusat yang dipaksakan dari proses
fisiologis, juga mempunyai efek kelemahan yang dirasakan efeknya
pada hari berikutnya (long acting) sehingga mengganggu aktifitas
sehari-hari. Begitu pula bila pemakain obat jangka panjang dapat
menimbulkan over dosis dan ketergantungan obat.9Sebelum
mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan jenis
gangguan tidur misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang
gangguan pendek, bangun terlalu dini, cemas sepanjang hari, kurang
tidur pada malam hari, adanya perubahan jadwal kerja/kegiatan atau
akibat gangguan penyakit primernya. Walaupun obat hipnotik tidak
ditunjukkan dalam penggunaan gangguan tidur kronik, tapi dapat
dipergunakan hanya untuk sementara, sambil dicari penyebab yang
mendasari. Dengan pemakaian obat yang rasional, obat hipnotik hanya
untuk mengkoreksi dari problema gangguan tidur sedini mungkin tanpa
menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada pemakaian
obat hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan
terselubungnya kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa
penyelesaian yang memuaskan.9Jadi yang terpenting dalam penggunaan
obat hipnotik adalah mengidentifikasi dari problem gangguan tidur
sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya danharus
berhati-hati pada pemakain obat hipnotik untuk jangka panjang
karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi yang mendasarinya
serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan. Jadi yang
terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi
penyebab yang mendasarinya atau obat hipnotik adalah sebagai
pengobatantambahan. Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan
jenis obat yang bereaksi cepat (short action) dgnmembatasi
penggunaannya sependek mungkin yang dapat mengembalikan pola tidur
yang normal.9Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk
transient insomnia, dan tidak lebih dari 2 minggu untuk short term
insomnia. Untuk long term insomnia dapat dilakukan evaluasi kembali
untuk mencari latar belakang penyebab gangguan tidur yang
sebenarnya. Bila penggunaan jangka panjang sebaiknya obat tersebut
dihentikan secara berlahan-lahan untuk menghindarkan withdraw
terapi.9
Obat yang di gunakan untuk orang yang terkena insomnia antara
lain adalah:1. BenzodiazepinesMerupakan obat golongan
hinotik-sedatif. Efektif digunakan untuk mengobati masalah tidur
seperti berjalan dalam tidur dan malam teror. Namun, obat ini dapat
menyebabkan Anda merasa mengantuk pada siang hari dan juga dapat
menyebabkan ketergantungan, yang berarti anda dapat selalu perlu
obat tidur.9
2. Non-BenzodiazepineYang termasuk golongan ini adalah seperti
zolpidem, zaleplon, zopiclone dan ecszopiclone. Obat-obat masih
baru dalam golongan hipnotik-sedatif. Mekanisma kerjanya hampir
sama dengan golongan benzodiazepein yaitu bekerja pada resepto
GABA.93. AntidepressantsBeberapa antidepresan turut mengandungi
efek sedatif yang kuat sebagi contoh amitriptiline, doxepin,
mirtazapin dan tradazon. Namun karena mempunyai jalur kerja yang
lebar, efek sampingnya meningkat. Insomnia adalah gejala umum dari
depresi. Dengan demikian, beberapa obat antidepresan, seperti
trazodone (Desyrel), sangat efektif dalam mengobati kesulitan tidur
dan kecemasan yang disebabkan oleh depresi.94. MelatoninHormon dan
suplemen melatonin efektif pada beberapa tipe insomnia. Melatonin
telah digunakan dalam pil pembantu tidur, zopiclone. Manfaat dari
melatonin adalah mampu mengobati insomnia tanpa mengubah corak
tidur seseorang.95. AntihistaminAntihistamin difenhidramin
digunakan meluas. Mereka umumnya bekerja baik, tetapi dapat
menyebabkan pusing keesokan harinya. Mereka cukup aman untuk dijual
tanpa resep. Namun, jika anda sedang mengambil obat lain yang juga
mengandung antihistamin, kelebihan dosis bisa terjadi.96.
HerbalBahan-bahan seperti valerian (untuk relaksasi otot),
melatonin untuk gangguan irama sirkadian seperti jet lag. Chamomile
(untuk mengurangi kecemasan) banyak dipakai untuk terapi
insomnia.9
PenutupApabila seseorang mengalami tekanan yang cukup berat
dalam kehidupannya dapat menyebabkan terjadinya stress dan apabila
orang tersebut tidak dapat menemukan jalan keluar untuk masalah
yang dia hadapi dapat menyebabkan terjadinya depresi. Umumnya orang
yang mengalami depresi atau stress yang cukup berat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan tidur atau insomnia. Selain depresi
dan stress yang disebabkan oleh faktor sosial maupun psikologi, hal
ini juga bisa disebabkan oleh faktor biologi seperti sakit atau
gangguan neurotransmitter.
Daftar Pustaka1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007. h.11-21.2. Semiun Y.
Kesehatan mental 2. Yogyakarta: Kanisius, 2006. h. 207-8, 501-2.3.
Rafknowledge. Insomnia dan gangguan tidur lainnya. Jakarta: PT Elex
Media Koputindo; 2005. h. 58-9.4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit. Ed
5. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 804-10.5. Patel PR. Lecture
notes: radiologi. Jakarta: Erlangga; 2006. h.266. 6. Osborn AG,
Blaser, Salzman, Katzman, Provenzale, Castillo, et al. Diagnostic
imaging brain. Canada: Amirsys; 2004. h. 62-5.7. Alzheimer Disease,
diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1134817-overview#aw2aab6b2b6,
30 Desember 2014.8. Kaplan, H.I, Sadock BJ. Kaplan dan Sadock
Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara
Publisher; 2010. h. 86-8.9. Santoso H, Ismail A. Memahami krisis
lanjut usia: uraian medis dan pedagogis-pastoral. Jakarta: Gunung
Mulia; 2009. h. 101-2.10. Maryam RS, Ekasari MF, Rosidawati,
Jubaedi A, Batubara I. Mengenal usia lanjut dan perawatannya.
Jakarta: Salemba Medika; 2008. h. 47-8.11. Gunadi H. Problematik
usia lanjut ditinjau dari sudut kesehatan jiwa. Jakarta: EGC, 2006;
h. 89-97.13