ANESTESI REGIONALArie Andrianto*, Purwito
Nugroho**ABSTRACTAnesthesia is an act of relieving pain during
surgery and various other procedures that cause pain in the body.
There are three main categories namely anesthesia general
anesthesia, regional anesthesia and local anesthesia. Regional
anesthesia techniques neuroaksial divided into blocks / block
central (spinal block and epidural block) and block peripheral
(brakialis plexus block, aksiler, analgesic efficacy of intravenous
regional). Regional anesthesia can be achieved by injection of an
anesthetic drug lasted longer work at key locations proximal
region, around the primary sensory nerves.Keywords: anesthesia,
regional anesthesia, neuraxial blocks, blocks peripheral
ABSTRAKAnestesi sendiri secara umumberarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagaiprosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi
regional dan anestesi lokal. Teknik anestesi regional terbagi
menjadi blok neuroaksial/blok sentral (blok spinal dan blok
epidural) dan blok perifer (blok pleksus brakialis,aksiler,
analgesi regional intravena). Anestesi regional dapat dicapai
dengan injeksi obat anestesi berdurasi kerja panjang pada daerah
proksimal lokasi operasi, di sekitar saraf sensorik utama.Kata
kunci: Anestesi, anestesi regional, blok neuroaksial, blok
periferPENDAHULUAN Istilah anestesi berasal dari Bahasa Yunani an
yang artinya tidak, dan ais-thesis yang artinya perasaan. Secara
umum anestesi berarti kehilangan perasaan atau sensasi. Walaupun
demikian, istilah ini terutama digunakan untuk kehilangan perasaan
nyeri yang diinduksi untuk memungkinkan dilakukannya pembedahan
atau prosedur lain yang menimbulkan rasa nyeri. Setiap pasien yang
akan menjalani tindakan invasif,seperti tindakan bedah akan
menjalani prosedur anestesi. Anestesi sendiri secara umumberarti
suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan
dan berbagaiprosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh.1Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi
total, yaitu hilangnya kesadaran secara total, yang kedua anestesi
lokal, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan
(pada sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu
hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade
selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan
dengannya.1Anestesi regional merupakan suatu cara untuk
menghilangkan rasa sakit pada sebagian atau beberapa bagian tubuh
yang tidak disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat
sementara. Analgesia regional sering digunakan karena sederhana,
murah, obatnya mudah disuntikkan, tidak polusif, alatnya sederhana
dan perawatan pasca bedah tidak rumit.2
ANESTESI REGIONALTeknik anestesi regional terbagi menjadi blok
neuroaksial/blok sentral (blok spinal dan blok epidural) dan blok
perifer (blok pleksus brakialis,aksiler, analgesi regional
intravena). 3Anestesi regional dapat dicapai dengan injeksi obat
anestesi berdurasi kerja panjang pada daerah proksimal lokasi
operasi, di sekitar saraf sensorik utama. 4ANESTESI
NEUROAKSIALTabel1. Perbedaan anestesi spinal dan epidural (dikutip
dari daftar pustaka 3)Anetesi SpinalAnestesi Epidural
Tempat insersiHanya vertebra lumbal (dibawah L2/3)Sakral,
lumbal, thorakdan servical
Tempai injeksiRuang subarachnoid (LCS)Ruang epidural
Tempat kerjaRuang subarachnoid (saraf dan medulla spinalis)
Dosis obat LAKecilBesar
OnsetCepatLebih lambat
Blok motorikKuatSedang
KomplikasiHenti jantung, PDPH, spinal tinggi, total
spinal.Intoksikasi local anestetik, hematom epidural
Analgesi postoptidakYa, dengan kateter
ANESTESI SPINALAnestesi Spinal (blok subarakhnoid) adalah
anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal
ke dalam ruang subarakhnoid. Anestesi spinal/subarakhnoid disebut
juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok
intratekal.5
Gambar1. Anestesi Spinal (dikutip dari daftar pustaka 6)Anestesi
Spinal merupakan salah satu cara blok neuroaksial yang menghasilkan
blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris.6 Secara umum
saraf otonom dan sensorik akan lebih dahulu diblok daripada saraf
motorik. Hal tersebut akan menimbulkan suatu dampak yang penting.
Contohnya vasodilatasi dan turunnya tekanan darah ketika saraf
otonom diblok dan pasien tidak merasakan sentuhan dan rasa sakit
ketika operasi dimulai.7Anestesi spinal telah lama diketahui
sebagai teknik anestesi yang cukup aman. Tetapi hal ini bukan
berarti tanpa resiko atau efek samping. Hipotensi, mual dan muntah
bisa terjadi pada anestesi spinal. Bradikardi, disritmia atau
bahkan cardiac arrest merupakan komplikasi yang bisa
terjadi.8Indikasi Anestesi Spinal 1. Operasi ekstrimitas bawah,
baik operasi jaringan lunak, tulang atau pembuluh darah. 2. Operasi
di daerah perineal : Anal, rektum bagian bawah, vaginal, dan
urologi. 3. Abdomen bagian bawah : Hernia, usus halus bagian
distal, appendik, rectosigmoid, kandung kencing, ureter distal, dan
ginekologis 4. Abdomen bagian atas : Kolesistektomi, gaster,
kolostomi transversum. Tetapi spinal anestesi untuk abdomen bagian
atas tidak dapat dilakukan pada semua pasien sebab dapat
menimbulkan perubahan fisiologis yang hebat. 5. Seksio Sesarea
(Caesarean Section). 6. Prosedur diagnostik yang sakit, misalnya
anoskopi, dan sistoskopi. 7Kontraindikasi Anestesi Spinal 1.
Kontraindikasi absolut a. Pasien menolak b. Infeksi pada tempat
yang ditusuk c. Sepsis d. Koagulasi abnormal e. Tekanan
intrakranial meningkat 2. Kontraindikasi relatif a. Hipovolemia b.
Sebelumnya ada penyakit neurologik c. Sakit punggung kronik d.
Infeksi perifer pada sisi dengan teknik regionale. Pasien sedang
menggunakan ASA (Asetyl Salicylic Acid), NSAIDS (Non Steroid Anti
Inflammatory Drugs) dan Dipiridamol. 7Komplikasi Anestesi
SpinalKomplikasi yang umumnya terjadi adalah post-dural puncture
headache (PDPH), transient neurological syndrome/transient
radicular irritation (TNS/TRI), sakit punggung, hipotensi dan
itching (gatal). Komplikasi yang kurang umum terjadi adalah cauda
equine syndrome, retensi urin, hematom dan lain-lain.7Teknik
Anestesi Spinal1. Jarum Anestesi Spinal Jarum spinal memiliki
permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G
sampai dengan 30G. Pada saat ini di pasaran hanya ada 23G sampai
dengan 29G. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya
runcing seperti ujung bambu runcing (jenis Quincke-Babcock atau
Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (Whitacre atau
Sprotte). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan
nyeri kepala pasca penyuntikan spinal.5
Gambar2. Jarum pada Anestesi Spinal (dikutip dari daftar pustaka
8)Pilihan terbaik untuk sekarang ini adalah 24G atau 25G jarum
jenis ujung pensil. Untuk pasien dengan badan sangat besar
disarankan menggunakan 24G Sprotte.92. Posisi Anestesi Spinal Ada 2
macam posisi dalam melakukan anestesi spinal, yaitu : 5 a. Posisi
Duduk Dagu pasien menempel di dada, lengan bersandar di lutut dan
menggunakan tempat duduk yang memiliki sandaran kaki.
Gambar3. Posisi duduk (dikutip dari daftar pustaka 10)b. Posisi
Lateral Bahu pasien harus tegak lurus dengan tempat tidur, posisi
pinggang di tepi tempat tidur dan pasien memeluk bantal atau posisi
lutut menempel di dada. Pria cenderung mempunyai bahu yang lebih
lebar daripada pinggang sehingga harus menaikkan posisi kepala
ketika berbaring. Wanita dengan pinggang lebih lebar harus
menurunkan posisi kepala.11
Gambar4. Posisi Lateral (dikutip dari daftar pustaka 10)3.
Pendekatan Anestesi Spinal Ada 3 macam pendekatan dalam anestesi
spinal, yaitu : 7
Gambar5. Pendekatan Anestesi Spinal (dikutip dari daftar pustaka
12)a. Pendekatan MedianPendekatan ini yang umum dilakukan. Jarum
ditempatkan di garis tengah, tegak lurus prosessus spinosus,
mengarah agak ke cephal. b. Pendekatan Paramedian Pendekatan ini
diindikasikan untuk pasien yang tidak dapat membungkuk karena sakit
atau ligamennya sudah kaku. Jarum spinal diletakkan 1,5 cm ke arah
lateral dan agak ke caudal dari pusat interspatium yang dipilih.
Jarum diarahkan ke medial dan agak ke cephal dan melewati bagian
lateral dari ligamen supraspinosus. Jika lamina tersentuh, jarum
diarahkan kembali dan ditarik keluar ke arah medial dan cephal. c.
Pendekatan Lumbosacral / Taylor Pendekatan ini berguna untuk pasien
dengan kalsifikasi atau perlengketan yang kuat dari spatium
intervertebral. Posisi menyuntik yaitu 1 cm ke arah medial dan 1 cm
ke arah caudal dari spina iliaca posterior. Jarum diarahkan 45
derajat ke medial dan 45 derajat ke caudal, setelah menyentuh
lamina jarum dijalankan ke atas dan ke medial untuk masuk ke
interspatium L5-S1.Prosedur Anestesi Spinal 1. Inspeksi dan palpasi
daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika kita visite
pre-operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat tanda
kemungkinan adanya kesulitan dalam penusukan, maka pasien tidak
perlu dipersiapkan untuk spinal anestesi.2. Posisikan pasien3.
Kulit dipersiapkan dengan larutan antiseptik seperti betadine,
alkohol, kemudian kulit ditutupi dengan doek bolong steril. 4. Cara
penusukan. Pakailah jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin
besar nomor jarum, semakin kecil diameter jarum tersebut, sehingga
untuk mengurangi komplikasi sakit kepala (PSH=post spinal
headache), dianjurkan dipakai jarum kecil. Penarikan stylet dari
jarum spinal akan menyebabkan keluarnya likuor bila ujung jarum ada
di ruangan subarachnoid. Bila likuor keruh, likuor harus diperiksa
dan spinal analgesi dibatalkan. Bila keluar darah, tarik jarum
beberapa mili meter sampai yang keluar adalah likuor yang jernih.
Bila masih merah, masukkan lagi stylet-nya, lalu ditunggu 1 menit,
bila jernih, masukkan obat anestesi lokal, tetapi bila masih merah,
pindahkan tempat tusukan. Darah yang mewarnai likuor harus
dikeluarkan sebelum menyuntik obat anestesi lokal karena dapat
menimbulkan reaksi benda asing (Meningismus).13Obat-obat Anestesi
Spinal Obat anestesi lokal yang biasa dipakai untuk spinal anestesi
adalah lidokain, bupivakain, levobupivakain, prokain, dan
tetrakain. Lidokain adalah suatu obat anestesi lokal yang poten,
yang dapat memblokade otonom, sensoris dan motoris. Lidokain berupa
larutan 5% dalam 7,5% dextrose, merupakan larutan yang hiperbarik.
Mula kerjanya 2 menit dan lama kerjanya 1,5 jam. Dosis rata-rata
40-50mg untuk persalinan, 75-100mg untuk operasi ekstrimitas bawah
dan abdomen bagian bawah, 100-150mg untuk spinal analgesia tinggi.
Lama analgesi prokain < 1 jam, lidokain 1-1,5 jam, tetrakain 2
jam lebih. 7, 13ANESTESI EPIDURALAnestesia epidural dilakukan
dengan menyuntikkan obat anestesi local kedalam ruang epidural.
Blok saraf terjadi pada akar nervus spinalis yang berasal dari
medula spinalis dan melintasi ruang epidural. Anestetik local
melewati duramater memasuki cairan serebro spinal sehingga
menimbulkan efek anestesinya. Efek anesthesia yang dihasilkan lebih
lambat dari anesthesia spinal dan terbentuk secara segmental.14
Gambar6. Anestesi Epidural (dikutip dari daftar pustaka
17)Indikasi Anestesi Epidural Pada umumnya indikasi epidural
anestesi sama dengan spinal anestesi. Sebagai keuntungan epidural
anestesi adalah anestesi dapat diberikan secara kontinyu setelah
penempatan cateter epidural, oleh karena itu teknik ini cocok untuk
pembedahan yang lama dan analgesia setelah pembedahan. 15,
16Indikasi Khusus :1. Pembedahan sendi panggul dan
lutut.Dibandingkan dengan anestesi umum, anestesi epidural untuk
pembedahan panggul dan lutut dapat mengurangi insidens trombosis
vena. Penyebab kematian pasien yang menjalani pembedahan sendi yang
total adalah emboli paru. Lagi pula kehilangan darah selama
pembedahan sendi panggul lebih kecil pada pemakaian teknik anestesi
epidural.2. Revaskularisasi ektremitas bawahPenelitian menunjukkan
bahwa anestesia epidural pada pasien dengan penyakit pembuluh darah
periper , aliran darah kedistal selama rekonstruksi pembuluh darah
anggota gerak bagian bawah adalah baik dan penyumbatan cangkokan
pembuluh darah setelah operasi adalah kecil dibandingkan dengan
anestesi umum.3. Persalinan.Pasien-pasien obsteric yang takut nyeri
melahirkan dapat ditangani dengan epidural anestesi dan memperoleh
bayi dengan riwayat biokemia yang baik dari pada bayi dilahirkan
pada ibu yang diberikan opioid atau anetestetik lainnya secara
intravena.4. Penanganan nyeri post operasi.Anestesi local
konsentrasi rendah dan opoid atau kombinasi obat ini dengan
analgesik lain adalah manjur pada kontrol nyeri post operasi.
Analgesia post operasi ini memudahkan ambulatory dini dan kerja
sama yang baik dengan phisio terapi. 15, 16KontraindikasiAnestesi
Epidural 1. Kontraindikasi Absolut : a. Pasien tidak setujub.
Infeksi local pada daerah kulit yang akan ditusuk.c. Sepsis
generalisata (seperti septicemia, bacteremia).d. Koagulopathi.e.
Alergi terhadap suatu jenis anestetik local.f. Peningkatan tekanan
intracranial.2. Kontraindikasi Relatif :a. Hipovolemiab. Penyakit
SSPc. Nyeri punggung kronik.d. Pasien yang mendapat obat penghambat
platelet, termasuk aspirin, dripiridamol, dan NSAID14Prosedur
Anestesi Epidural 1. Persiapan Peralatan dan Jarum Epidural
Gambar7. Perlengkapan anestesi epidural (dikutip dari daftar
pustaka 17)Seperti pada anestesi umum, obat-obatan serta mesin
anestesia disiapkan sebelum penderita masuk ruangan; begitu pula
dengan monitor standar. Persiapan termasuk vasopressor untuk
mencegah hipotensi, oksigen suplemen melalui nasal kanula atau
masker untuk mengatasi depresi pernapasan akibat sedatif atau
anestetik. 12
Gambar8. Anestesi epidural (dikutip dari daftar pustaka 18)Pada
umumnya jarum weiss atau tuohy ukuran 17 yang digunakan untuk
ideintifikasi ruang epidural. Jarum ini mempunyai stylet dan
ujungnya tumpul dengan lubang pada sisi lateral dan mempunyai
dinding tipis yang dapat dilalui kateter ukuran 20. Jarum ukuran 22
sering digunakan untuk teknik dosis tunggal. 12
Gambar9. Jarum pada anestesi epidural (dikutip dari daftar
pustaka 19)2. Menentukan Posisi PasienPasien dapat diposisikan pada
posisi duduk, posisi lateral atau posisi prone dengan pertimbangan
yang sama dengan anestesi spinal. 12
Gambar10. Posisi pasien pada anestesi epidural (dikutip dari
daftar pustaka 18)3. Identifikasi Ruang Epidural.Ruang epidural
teridentifikasi setelah ujung jarum melewati ligamentum flavum dan
menimbulkan tekanan negatif pada ruang epidural. Metode untuk
identifikasi ini dibagi dalam dua kategori : loss of resistance
teknik dan teknik hanging drop. 12a. Teknik Loss of
resistenceTeknik ini adalah cara yang umum dipakai untuk
identifikasi ruang epidural. Cara ini dengan mengarahkan jarum
melewati kulit masuk kedalam ligamentum interspinosus, dimana
dibuktikan oleh adanya tahanan. Pada saat ini intraduser
dikeluarkan dan jarum dihubungkan dengan spuit yang diisi dengan
udara atau Nacl 0,9 %, kemudian tusukan dilanjutkan sampai keruang
epidural. 12
Gambar11. Teknik Loss of resistence (dikutip dari daftar pustaka
20)Ada dua cara mengendalikan kemajuan penempatan jarum. Pertama
menempatkan dua jari menggenggam spoit dan jarum dengan tekanan
tetap pada pangkalnya sehingga jarum begerak kedepan sampai jarum
masuk kedalam ruang epidural. Pendekatan lain dengan menempatkan
jarum beberapa millimeter dan saat itu dihentikan dan kendalikan
dengan hati-hati. Dorsum tangan non dominan menyokong belakang
pasien dengan ibu jari dan jari tengah memegang poros jarum. Tangan
non dominan mengontrol masuknya jarum epidural dan setelah itu ibu
jari tangan dominan menekan fluger dari spuit. Ketika ujung jarum
berada dalam ligamentum fluger tidak bisa ditekan dan dipantulkan
kembali, tetapi ketika jarum masuk ruang epidural terasa kehilangan
tahanan dan fluger mudah ditekan dan tidak dipantulkan kembali.
Cara yang kedua lebih cepat dan lebih praktis tetapi memerlukan
pengalaman sebelumnya untuk menghindari penempatan jarum epidural
pada lokasi yang salah.Apakah suntikan dengan Nacl 0,9 % atau udara
yang dipakai pada loss of resistens teknik tergantung pada pilihan
praktisi. Ada beberapa laporan gelembung udara menyebabkan
inkomplet atau blok tidak sempurna; betapapun ini terjadi hanya
dengan udara dalam jumlah yang banyak.b. Teknik Hanging Drop
Gambar11. Teknik Hanging drop (dikutip dari daftar pustaka
10)Dengan teknik ini jarum ditempatkan pada ligamentum
interspinosus , pangkal jarum diisi dengan cairan Nacl 0,9 % sampai
tetesan menggantung dari pangkal jarum. Selama jarum melewati
struktur ligamen tetesan tidak bergerak; akan tetapi waktu ujung
jarum melewati ligamentum flavum dan masuk dalam ruang epidural,
tetesan cairan ini terisap masuk oleh karena adanya tekanan negatif
dari ruang epidural. Jika jarum menjadi tersumbat, atau tetesan
cairan tidak akan terisap masuk maka jarum telah melewati ruang
epidural yang ditandai dengan cairan serebrospinal pada pungsi
dural. Sebagai konsekuensi teknik hanging drop biasanya digunakan
hanya oleh praktisi yang berpengalaman .4. Pilihan tingkat
blokAnestesia epidural dapat dilakukan pada salah satu dari empat
segmen dari tulang belakang (cervical, thoracic, lumbar, sacral).
Anestesia epidural pada segmen sacralis biasanya disebut sebagai
anesthesia caudal.5. Penempatan kateterKateter epidural digunakan
untuk injeksi ulang anestesi local pada operasi yang lama dan
pemberian analgesia post operasi.a. Kateter radiopaq ukuran 20
disusupkan melalui jarum epidural, ketika bevel diposisikan kearah
cephalad. Jika kateter berisi stylet kawat, harus ditarik
kembali1-2 cm untuk menurunkan insiden parestesia dan pungsi dural
atau vena.
Gambar13. Penempatan cateter (dikutip dari daftar pustaka 20)b.
Kateter dimasukkan 2-5 cm ke dalam ruang epidural. Pasien dapat
mengalami parasthesia yang tiba-tiba dan biasanya terjadi dalam
waktu yang singkat. Jika kateter tertahan, kateter harus
direposisikan. Jika kateter harus ditarik kembali, maka kateter dan
jarum dikeluarkan bersama-sama.c. Jarak dari permukaan belakang
pasien diberi tanda pada pengukuran kateter.d. Jarum ditarik
kembali secara hati-hati melalui kateter dan jarak dari bagian
belakang pasien yang diberi tanda pada kateter diukur lagi. Jika
kateter telah masuk, kateter ditarik kembali 2-3 cm dari ruang
epidural.e. Bila kateter sudah sesuai kemudian dihubungkan dengan
spoit. Aspirasi dapat dilakukan untuk mengecek adanya darah atau
cairan serebrospinal, dan kemudian kateter diplester dengan kuat
pada bagian belakang pasien dengan ukuran yang besar, bersih dan
diperkuat dengan pembalutan.
Komplikasi Anestesi Epidural 1. Intra operatifa. Pungsi
DuralPungsi dural yang tidak disengaja terjadi pada 1 % injeksi
epidural. Jika hal ini terjadi, ahli anestesi mempunyai sejumlah
pilihan tergantung pada kasusnya. Perubahan keanestesi spinal dapat
terjadi oleh injeksi sejumlah anestesi kedalam aliran cairan
serebrospinal. Kemudian anestesi spinal dapat dikerjakan dengan
menyuntikkan sejumlah anestesi lokal keruang subarachnoid melalui
jarum. Jika anestesi epidural diperlukan ( misalnya untuk analgesia
post operasi), kateter akan direposisikan keda-lam interspace
diatas pungsi dengan demikian ujung dari kateter epidural berada
jauh dari tempat pungsi dural. Kemungkinan anestesi spinal dengan
injeksi kateter epidural dapat dipertimbangkan. 15b. Komplikasi
kateter Kegagalan pemasangan kateter epidural adalah kesulitan yang
lazim.. hal ini lebih sering ditemukan apabila jarum epidural
diinsersikan pada bagian lateral dibandingkan apabila jarum
diinsersikan pada median atau ketika bevel dari jarum secara cepat
ditusukkan kedalam ruang epidural. Hal tersebut dapat juga terjadi
apabila bevel dari jarum hanya sebagian yang melewati ligamentum
flavum sewaktu penurunan resistensi terjadi. Pada kasus terakhir ,
pergerakan yang hati-hati dari jarum sejauh 1 mm kedalam ruang
epidural dapat memudahkan insersi kateter. Kateter dan jarum
sebaiknya ditarik dan direposisikan bersama-sama jika terjadi
tahanan. 15 Kateter dapat terinsersi masuk kedalam pembuluh darah
epidural sehingga darah teraspirasi oleh kateter atau takikardia
ditemukan dengan dosis test. Kateter seharusnya ditarik secara
perlahan-lahan sampai darah tidak ditemukan pada aspirasi dari
pengetesan. Penarikan penting agar dapat segera dipindahkan dan
diinsersikan kembali. 15 Keteter dapat rusak atau menjadi terikat
dalam ruang epidural. Jika tidak terjadi infeksi, tetap memakai
kateter tidak lebih banyak memberikan reaksi dibandingkan dengan
pembedahan. Pasien seharusnya dinformasikan dan diterangkan
mengenai masalah yang terjadi. Komplikasi dari eksplorasi bedah
serta pengeluaran kateter lebih besar dibandingkan dengan
komplikasi dari penanganan secara konservatif. 15c. Injeksi
subarachnoid yang tidak disengajaInjeksi dengan sejumlah basar
volume anestesi local kedalam ruang subarachnoid dapat menghasilkan
anestesi spinal yang total. 15d. Injeksi intravaskuler Injeksi
intravaskuler anestesi local kedalam vena epidural menyebabkan
toksisitas pada sistim saraf pusat dan kardiovaskuler yang
menyebabkan konvulsi dan kardiopulmonary arrest. 15e. Overdosis
anestesi local. Toksisitas anestesi local secara sistemik
kemungkinan disebabkan oleh adanya penggunaan obat yang jumlahnya
relatif basar pada anesthesia epidural. 15f. Kerusakan spinal cord.
Dapat terjadi jika injeksi epidural diatas lumbal 2. Onset
parestesia unilateral menandakan insersi jarum secara lateral masuk
kedalam ruang epidural. Selanjutnya injeksi atau insersi kateter
pada bagian ini dapat menyebabkan trauma pada serabut saraf.
Saluran kecil arteri pada arteri spinal anterior juga masuk kedalam
area ini dimana melewati celah pada foramen intervertebral. Trauma
pada arteri tersebut dapat menyebabkan iskemia spinal cord anterior
atau hematoma epidural. 15g. Perdarahan. Perforasi pada vena oleh
jarum dapat menyebabkan suatu perdarahan yang emergensi dan
mematikan. Jarum seharusnya dipindahkan dan direposisikan. Lebih
baik mereposisikan jarum pada ruang yang berbeda, dimana jika
terdapat perdarahan pada tempat itu maka dapat meyebabkan kesulitan
dalam penempatan jarum secara tepat. 152. Post Operasia. Sakit
kepala post pungsi dural. Jika dural dipungsi dengan jarum epidural
ukuran 17, menyebabkan sebanyak 75 % dari pasien muda untuk
menderita sakit kepala post punsi dural . 15b. Infeksi. Abses
epidural adalah suatu komplikasi yang sangat jarang timbul akibat
anestesi epidural. Sumber infeksi dari sebagian besar kasus berasal
dari penyebaran secara hematogen pada ruang epidural dari suatu
infeksi pada bagian yang lain . Infeksi dapat juga timbul dari
kontaminasi sewaktu insersi, kontaminasi kateter yang dipergunakan
untuk pertolongan nyeri post operasi atau melalui suatu infeksi
kulit pada tempat insersi. Pasien akan mengalami demam, nyeri
punggung yang hebat dan lemah punggung secara local. Selanjutnya
dapat terjadi nyeri serabut saraf dan paralisis. Pada awalnya
pemeriksaan laboratorium ditemukan suatu lekosit dari lumbal
pungsi. Diagnosa pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Myelography
atau Magnetik Resonance Imaging (MRI). Penanganan yang dianggap
penting adalah dekompresi laminektomi dan pemberian antibiotik.
Penyembuhan neurologik yang baik adalah berhubungan dengan cepatnya
penegakan diagnosis dan penanganan. 15c. Hematoma epiduralHematoma
epidural adalah suatu komplikasi yang sangat jarang dari anestesi
epidural. Trauma pada vena epidural menimbulkan koagulophati yang
dapat menyebabkan suatu hematoma epidural yang besar. Pasien akan
merasakan nyeri punggung yang hebat dan defisit neurologi yang
persisten setelah anestesi epidural. Diagnosis dapat segera
ditegakkan dengan computered tomographi atau MRI. Decompresi
laminektomy penting dilakukan untuk memelihara fungsi neurologi.
15
ANESTESI PERIPERALAnestesi periperal didefinisikan sebagai
hilangnya sensasi sementara pada suatu area tubuh yang relatif
kecil atau terbatas yang tercapai dengan aplikasi topikal atau
injeksi obat-obat yang menekan eksitasi ujung saraf atau menghambat
konduksi impuls sepanjang saraf perifer.16Anestesi perifer (blok
saraf perifer) merupakan teknik anestesi yang cocok untuk operasi
superi sial pada ekstremitas. Keuntungan blok saraf perifer adalah
tidak menganggu kesadaran dan refleks saluran napas atas. Teknik
ini menguntungkan bagi pasien penyakit pulmoner kronik, gangguan
jantung berat, atau gangguan fungsi ginjal. Akan tetapi pencapaian
efek anestetik yang adekuat pada teknik ini kurang dapat diprediksi
sehingga dapat mempengaruhi jalannya operasi. Keberhasilan teknik
blok ini sangat dipengaruhi oleh keterampilan petugas/dokternya.
Pasien juga harus kooperatif untuk mendapatkan hasil blok saraf
perifer yang efektif.16Persiapan Pasien dievaluasi seperti halnya
teknik anestesi lainnya dan pemberian obat berguna untuk mengurangi
rasa sakit selama jarum dimasukkan untuk melakukan blok saraf
perifer. Ruang tempat melakukan blok harus terdapat monitor, alat,
dan obat jika terdapat reaksi obat anestesi lokal yang tidak
diinginkan (adverse reactions). Selain itu kateter intravena harus
terpasang sebelum melakukan blok. 16 Gambar14. Obat anestesi
regional (dikutip dari daftar pustaka 21)Obat-obatan sedasi atau
anestesi umum dapat disiapkan, jika sewaktu-waktu perlu digunakan.
Pemilihan obat anestetik lokal untuk blok saraf perifer tergantung
pada onset, durasi, dan derajat blok konduksi. Lidokain dan
mepivakain, 1-1,5% untuk operasi 10-20 menit dan 2-3 jam, sedangkan
ropivakain 0,5% dan bupivakain 0,375-0,5% memiliki onset lebih
lambat dan kurang memblok sistem motorik, akan tetapi efek anestesi
dapat bertahan 6-8 jam. Pemberian epinefrin 1:200.000 (5g/ml)
intravena dapat meningkatkan durasi blok konduksi1, beberapa
klinisi menggunakan dosis 3 ml anestesi lokal dengan 1:200.000
(5g/mL) atau 1:400.000 (2,5g/mL) epinefrin untuk mendeteksi letak
intravaskular jarum atau kateter. Peningkatan denyut jantung lebih
dari 20% dari keadaan awal menunjukkan injeksi ke intravaskular.
Setiap pemberian 5 ml obat anestesi lokal dilakukan aspirasi untuk
meminimalkan risiko injeksi intravaskular.16Kontraindikasi Blok
Saraf PeriferKontraindikasi blok saraf perifer adalah pasien tidak
kooperatif (anak-anak, demensia, dan pasien memberontak),
kecenderungan perdarahan (antikoagulan, hemoi lia, dan koagulasi
intravaskular diseminata), infeksi di lokasi blok, toksisitas
anestesi lokal, dan neuropati perifer.7Pelengkapan Blok Saraf
Perifer 16
Gambar 15. Perlengkapan anestesi saraf perifer (dikutip dari
daftar pustaka no. 23)1. Penggaris dan pulpen untuk mengukur dan
menentukan lokasi dan titik injeksi; 2. Alkohol usap dan 1%
lidokain, siring 25G untuk anestesi kulit; 3. Khlorheksidin
glukonat sebagai antimikroba kulit; 4. Siring untuk sedasi (5mg
midazolam dan 250g fentanyl untuk sedasi); 5. Anestesi lokal; 6.
Stimulator saraf perifer; 7. Jarum stimulator; 8. Sarung tangan
steril
Teknik Blok Saraf PeriferBlok Pleksus ServikalisPleksus ini
dibentuk oleh empat saraf servikal pertama. Kepala pasien
dimiringkan ke sisi berlawanan sehingga pleksus servikal
superfisial dapat diblok dengan infiltrasi obat anestesi lokal
sedalam muskulus platysma dan di titik tengah dari batas lateral
posterior muskulus sternokleidomastoideus. Penggunaan blok ini
untuk operasi di daerah leher seperti endarterektomi karotis.
Penggunaan blok ini kurang efektif jika tidak dikombinasikan dengan
blok pleksus servikalis profunda.7
Gambar16. Blok plexus cervicalis (dikutip dari daftar pustaka
22)Blok Pleksus Brakialis
Gambar17. Blok plexus brakialis (dikutip dari daftar pustaka
22)
Pleksus brakialis dibentuk oleh rami anterior C5-C8 dan T1. Rami
tersebut akan bergabung membentuk tiga trunkus di rongga antara
muskulus skalene anterior dan media kemudian melewati kosta pertama
dan berjalan di bawah klavikula untuk memasuki daerah aksila.
Trunkus akan membentuk divisi anterior dan posterior lalu akan
membentuk tiga fasikulus (cord) dan akhirnya akan membentuk cabang
terminal yang mempersarai sensorik dan motorik seluruh ekstremitas
superior kecuali bagian bahu yang dipersarai oleh pleksus
servikalis dan lengan atas medial dipersarai oleh nervus
interkostobrakial dan kutaneus brakial medial.7,11Blok
Aksilaris
Gambar18. Blok aksilaris (dikutip dari daftar pustaka 22)
Blok ini dapat digunakan untuk anestesi tangan, lengan, dan
bahu. Pasien posisi berbaring, lengan abduksi 90, rotasi eksternal,
dan siku l eksi 90. Identii kasi arteri aksilaris dan muskulus
coracobrachialis, lalu tusukkan jarum paralel di celah dua marker
tersebut, di atas arteri aksilaris ke arah proksimal dengan sudut
30-40 dari kulit, kedalaman jarum kira-kira 2,5-3,75 cm. Risiko
blok ini jika jarum terlalu dalam akan mengenai arteri aksilaris,
tarik jarum perlahan hingga darah tidak teraspirasi lagi. Hal ini
menunjukkan bahwa posisi jarum berada superi sial dari arteri
aksilaris dan masih berada di dalam selubung saraf, lalu masukkan
larutan anestesi lokal.7,11KESIMPULANAnestesi (pembiusan; berasal
dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos, "persepsi,
kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Terdapat
tiga target utama dari setiap tindakan pembiusan yang harus
dipenuhi, yaitu Sedasi, Analgesi, dan Relaksasi.Didunia ini secara
anestesi dibagi menjadi anestesi umum dan anestesi regional.
Anestesi umum ddalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali
(reversible). Komponen trias anastesi ideal terdiri dari hipnotik,
analgesia dan relaksasi otot. Anestesi regional adalah tindakan
menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa disertai hilangmya
kesadaran.Untuk memperoleh hasil pembiusan yang memuaskan
dibutuhkan wawasan yang luas dan pertimbangan yang teliti, keahlian
yang mumpuni, serta pengambilan keputusan yang tegas dari dokter
anestesi beserta timnya. Meskipun demikian, tetap tidak menutup
kemungkinan teknik anestesi dilakukan sesuai permintaan pasien.
Sebagai contoh pada tindakan operasi Sectio Caesaria, yang biasanya
cukup hanya menggunakan teknik Sub Arachnoid Blockade atau Spinal
Anesthesia, dapat juga dikombinasi dengan tindakan pembiusan umum
apabila pasien memang menghendaki karena takut mendengar
suara-suara saat operasi berlangsung. Demikian pula apabila semula
dokter anestesi merencanakan pembiusan total untuk operasi lengan,
rencana tindakan itu bisa diubah menjadi Plexus Brachialis Regional
Blockade apabila memang pasien menghendaki tetap sadar pada saat
dibedah. Bagi seorang dokter pemilihan teknik anestesi adalah suatu
hal yang kompleks, memerlukan kesepakatan dan pengetahuan yang
dalam baik antara pasien dan faktor-faktor pembedahan. Blokade
regional bisa mengurangi risiko thrombosis vena, emboli paru,
transfusi, pneumonia, tekanan pernapasan, infark miokardial dan
kegagalan ginjal.DAFTAR PUSTAKA1. Tim Penerjemah EGC. Anestesi.
Dalam: Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1996; 96.
2. Robert RG. Spinal, Epidural and Caudal Anesthesia, In: David
EL, Frank LM eds.Introduction to anesthesia. 9 th ed. Philadelpia:
WB Sauders Company, 2000. 216-32.
3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR, Petunjuk Praktis
Anestesiologi: Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif FKUI, 2009.
4. Petres J, Rompel R, Robins P. Anesthesia. Dalam: Dermatologic
Surgery: Textbook and Atlas. New York: Springer, 1996; A(3):
17-23.
5. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2.
. Jakarta. Media Aesculapius, 2000: 261-2.
6. Spinal anaesthesia, dikutip dari:
http://1.bp.blogspot.com/-Ybbehm-7gqU/TZgZQb2dKQI/AAAAAAAAA2g/5ePYfRYLGRc/s1600/Picture9.jpg
pada tanggal 8 Juli 2014.
7. Hocking G, Wildsmith JAW. Intrathecal Drug Speed. British
Journal of Anesthesia. 2004. 93 (4): 568-578.
8. Spinal anaesthesia, dikutip dari:
http://www.frca.co.uk/ImageLibrary/
ThumbNails/ThumbNail_pain_lumbar_puncture.gif pada tanggal 8 Juli
2014.
9. Morgan, Edward G., Mikhail, Maged S., and Murray, Michael J.
Clinical Anesthesiology. (4th ed). New York: McGraw-Hill Companies
Inc, 2006
10. Spinal anaesthesia, dikutip dari:
http://web.squ.edu.om/med-Lib/MED_CD/E_CDs/anesthesia/site/content/v03/030690r00.HTM
pada tanggal 8 Juli 2014.
11. Carpenter Randall, Caplan R., Brown D., Stephenson C ., Wu
Rae, Insidence and Risk Factor for Side Effect of Spinal
Anesthesia, anesthesiology, 2002, 76:6, 906-16.
12. Regional anaesthesia, dikutip dari:
http://ninazhang2009.blog.163.com/
blog/static/1318672652009101123133444/ pada tanggal 8 Juli
2014.
13. Watson, Beverley,. Allen, Jon., Smith, Ian. Spinal
Anesthesia in Day Surgery. Colm Print, Norwich. 2004. pp: 4-10.
14. Casey WF. Spinal Anaesthesia-a Practical Guide. World
federation of Societies of anaesthesiologists. Oxford. 2000. P:
1.
15. Stoelting R, Hillier S. Basic of Anesthesia. 4th ed,
Philadelphia. Churchill Living Stone, 2007
16. Gaiser RR. Spinal, Epidural, and Caudal anesthesia. In :
Introducton to anesthesia, editor : Longnecker DE, Murphy FL, ed 9
th; Philadelpia: WB Saunders Company, 1997.
17. Epidural set dikutip dari:
https://www.vygon.com/content_prd-img/prd_disp_img_005191087.jpg
pada tanggal 8 Juli 2014.
18. Procedure Epidural dikutip dari:
http://health.kernan.org/graphics/ images/en/19168.jpg pada tanggal
8 Juli 2014.
19. Epidural set dikutip dari: http://www.noranaes.org/
logbook/resources/Ebooks/Miller1/Miller%20-%20Anesthesia%206th%20Ed/
das/book/body/0/1255/f044cp007.jpg pada tanggal 8 Juli 2014
20. Regional anaesthesia, dikutip dari:
http://ninazhang2009.blog.163.com/
blog/static/1318672652009101123133444/ pada tanggal 8 Juli
2014.
21. Lidocaine, dikutip dari:
http://www.attorneyone.com/wp-content/uploads/2013/10/Lidocaine.jpg
pada tanggal 8 Juli 2014.
22. Regional Anesthesia , dikutip dari:
http://polanest.webd.pl/pliki/varia/books/AtRegAn/micro189.lib3.hawaii.edu_3a2127/das/book/body/0/1353/71.html#4-u1.0-B1-4160-2239-2..50029-1--f5
pada tanggal 8 Juli 2014.
23. Irawan, Hendry. Blok Saraf Perifer. CDK-211/ vol. 40 no. 12,
th. 2013
*Co assistant FK UNISSULA periode 16 Juni 2014 12 Juli
2014**Dokter Spesialis Anestesiologi BLU RSUD Kota Semarang135