24
I. PENDAHULUAN
A. Latar BelakangDewasa ini pendidikan telah merebak hingga
dipelosok negeri, namun memang tidak semua telah merasakan apa itu
pendidikan. Pembangunan infrastruktur sekolah yang telah dilakukan
oleh pemerintah maupun swasta semakin membantu perkembangan
pendidikan, bahkan dikota-kota besar semakin banyak bermunculan
sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta. Pembangunan
infrastruktur yang pesat juga harus diimbangi oleh terpenuhinya
kualitas sumber daya manusia yang ada. Sumber daya manusia yang
dimaksud dapat meliputi komponen-komponen pendidikan yaitu guru,
kepala sekolah, tenaga administrasi, peserta didik, dan lainnya.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang
harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan
efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini
kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi.
Pendidikan bukanlah hal yang asing terdengar bagi masayarakat.
Juga semua telah sepakat bahwa pendidikan dibutuhkan oleh semua
orang. Tapi dalam kenyataan kita sering lupa bahwa pendidikan saat
ini khususnya dari kualitasnya tidak sebagus negara-negara lain.
Untuk mengantisipasi perubahan-perubahan dan tantangan yang semakin
besar. Maka lembaga pendidikan mengupayakan beberapa cara untuk
meningkatkan lulusan yang berkualitas. Segala keberhasilan pun
tidak lepas dari segala kondisi. Untuk mencapai keberhasilan
meningkatkan mutu pendidikan dalam makalah ini akan dibahas mutu
pendidikan yang akan membahas upaya-upaya apa saja yang akan
dilakukan untuk memberbaiki pendidikan di Indonesia.B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini yaitu :1. Apa pengertian dari
Mutu Pendidikan ?
2. Bagaimana Kepribadian Pendidikan di Indonesia ?
3. Bagaimana Konsep Mutu Pendidikan ?
4. Bagaimana Cara meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
?
5. Bagaimana Usaha-Usaha Pemerintah dan Guru dalam meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia ?
C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini yaitu :
1. Dapat mengetahui pengertian dari mutu pendidikan
2. Dapat mengetahui kepribadian pendidikan di Indonesia
3. Dapat mengetahui konsep mutu pendidikan
4. Dapat mengetahui cara meningkatkan mutu pendidikan
5. Dapat mengetahui Usaha-Usaha Pemerintah dan Guru dalam
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Mutu PendidikanSebenarnya mutu dapat diartikan
dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangan orang
yang mengartikannya. Pfeffer & Coote (1991: 12) berpendapat
bahwa kualitas merupakan konsep yang rumit, karena kualitas
memiliki implikasi berbeda jika berkaitan dengan kualitas
pendidikan. Kualitas merupakan ide yang dinamis dan harus
didefinisikan dengan tepat, agar dapat memberikan kejelasan
pemahaman. Meskipun demikian tidak akan menyebabkan kerancuan
berpikir, karena yang terpenting kualitas akan terlihat dalam
praktek dan disimpulkan dalam diskusi.
Mutu memiliki beberapa pengertian yang berbeda menurut para
ahli. Goetsch D.L dan Davis D.L (1997:3) mendefinisikan mutu
sebagai keadaan dinamik yang diasosiasikan dengan produk, jasa,
orang, proses, dan lingkungan yang mencapai atau melebihi harapan.
Istilah keadaan dinamik di sini mengacu pada kenyataan bahwa apa
yang dianggap bermutu dapat dan sering berubah sejalan dengan
berlakunya waktu dan pergantian keadaan lingkungan. Unsur produk,
jasa, orang, proses, dan lingkungan menunjukkan bahwa mutu tidak
hanya berlaku untuk produk dan jasa yang disediakan, melainkan juga
orang dan proses yang menyediakan produk dan jasa itu serta
lingkungan di mana produk dan jasa tersebut disediakan. Karena
sifatnya yang dinamis Dawood (2007:125) menjelaskan Quality is
elusive concept difficult to define; neither consultants nor
business professionals agree on a universal definition. Part of the
difficulty appears in expressing the philosophy and vision of
quality in meaningful words and concepts.
Dua perspektif dalam mendefinisikan mutu menurut Russel (dalam
Purnama, 2006:14-15). Perspektif pertama adalah Producers
perspective. Menurut perspektif ini kualitas produk dikaitkan
dengan standar produksi dan biaya; artinya produk dinilai
berkualitas jika memiliki kesesuaian terhadap spesifikasi dan
memenuhi persyaratan biaya. Perspektif kedua, Consumers
perspective, menyatakan kualitas produk dikaitkan dengan desain dan
harga. Artinya kualitas produk dilihat dari karakteristik kualitas
dan harga yang ditentukan. Menurut kedua perspektif tersebut,
kualitas produk dapat tercipta jika terjadi kesesuaian antara
perspektif produsen dengan perspektif konsumen yang disebut dengan
kesesuaian untuk digunakan (fitness for consumer use)..
Definisi lain untuk memahami mutu yaitu .mutu adalah jasa
pelayanan atau produk yang menyamai atau melebihi kebutuhan dan
harapan pelanggan (Margono, 2002: 5). Konsep ini masih menekankan
kepada pelanggan, yaitu dapat diartikan produk tersebut bermutu
baik. Sedangkan menurut Deming (1986), the difficulty in defining
quality is to translate quality is to translate future needs of the
user into measureable characteristics, so that a product can be
designed and turned out to give satisfaction at a price that the
user will pay. Definisi ini menekankan pada konteks, persepsi
costumer dan kebutuhan serta kemampuan pelanggan. Artinya untuk
mendefinisikan mutu, terlebih dahulu perlu dipahami karakteristik
tentang mutu itu sendiri. Deming sebenarnya menekankan bagaimana
suatu produk atau jasa itu dipersepsikan oleh pelanggan, dan kapan
persepsi pelanggan itu berubah, dengan demikian semakin pelanggan
merasa puas, maka selama itu pula produk/jasa dianggap bermutu.
Sesuai dengan definisi di atas dapat dikatakan bahwa mutu adalah
suatu karakter atau batasan tertinggi dari suatu produk atau jasa
layanan yang dapat memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan. Oleh
sebab itu, sudah selayaknya, jasa pelayanan pendidikan harus dapat
menghasilkan mutu yang baik, karena dengan mutu yang baik,
pendidikan akan mampu merebut pangsa kerja yang semakin sempit dan
menantang untuk selalu direbut sekecil apapun peluang tersebut.
untuk itu berikut penulis uraian konsep pendidikan yang
bermutu.
Dalam kaitannya dengan konsep pendidikan yang bermutu, Sallis
(1993:280) menganalogikan bahwa pendidikan adalah jasa yang berupa
proses kebudayaan. Pengertian ini berimplikasi pada adanya masukan
(input) dan keluaran (output). Masukan dapat berupa peserta didik,
sarana prasarana seta fasilitas belajar lainnya termasuk
lingkungan, sedangkan keluarannya adalah lulusan atau alumni, yang
kemudian menjadi ukuran mutu, mengingat produk pendidikan merupakan
jasa pelayanan, maka mutu jasa pelayanan pendidikan sangat
tergantung sikap pemberi layanan di lapangan serta harapan pemakai
jasa pendidikan. Hal ini berarti jasa pelayanan pendidikan tidak
berwujud benda (intangible) secara langsung, namun secara
kualitatif mutu jasa/pelayanan pendidikan dapat dilihat dari soft
indicator seperti kepedulian dan perhatian pada keinginan /harapan
dan kepuasan pelanggan jasa pendidikan.
Hoy et al, (2000) menjelaskan bahwa mutu pendidikan adalah hasil
penilaian terhadap proses pendidikan dengan harapan yang tinggi
untuk dicapai dari upaya pengembangan bakat-bakat para pelanggan
pendidikan melalui proses pendidikan. Demikian mutu pendidikan
merupakan suatu hal yang penting dalam proses pendidikan. Oleh
karena itu perbaikan proses pendidikan merupakan salah satu upaya
untuk mencapai keunggulan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Selain pengertian mutu pendidikan yang diuraikan di atas, mutu
pendidikan dapat juga diartikan sebagai seseorang yang telah
mencapai tujuan kurikulum (objective of curriculum) yang dirancang
untuk pengelolaan pembelajaran siswa (Suryadi, 1993:159). Konsep
ini lebih menekankan kepada pengawasan dalam pencapaian tujuan
kurikulum pembelajaran, sehingga indikator umumnya adalah semakin
tujuan kurikulum tercapai, maka dapat dikategorikan suatu
pendidikan yang bermutu. Ditegaskan lebih jauh bahwa mutu
pendidikan adalah kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan
sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar
seoptimal mungkin. Analisis konsep ini lebih menekankan kepada
kinerja lembaga, yaitu kecenderungan semakin efektif dalam
mendayagunakan sumber-sumber pendidikan dan semakin baik hasil yang
dicapai, maka dapat dikatakan pendidikan tersebut memiliki mutu
yang baik.
Agar mutu pendidikan yang baik dapat tercapai, maka mutu
tersebut harus didukung oleh sekolah yang bermutu. Sekolah yang
bermutu adalah sekolah yang secara keseluruhan dapat memberikan
kepuasan kepada pelanggan (masyarakat) (Margono, 2002). Pendapat
ini cukup beralasan, karena terlalu banyak pengelolaan sekolah,
yang mengabaikan kepuasan dan kebutuhan pelanggan, sehingga
hasilnya pun akhirnya tidak mampu untuk berkompetisi guna meraih
peluang dalam berbagai bidang, khususnya dalam menghadapi kondisi
global dimana sekolah diharapkan dapat berperan lebih efektif dalam
mengembangkan fungsinya. Adapun yang dimaksud dengan sekolah
efektif atau sekolah unggul (excellent school) adalah sekolah dalam
lapangan manajemen sekolah, dengan karakteristik menurut Sallis
(1979) yakni: 1. Guru memiliki kepemimpinan yang kuat dan kepala
sekolah memberikan perhatian tinggi terhadap perbaikan mutu
pengajaran,
2. Guru memiliki kondisi pengharapan yang tinggi untuk mendukung
pencapaian prestasi murid,
3. Atmosfer sekolah tidak kaku, sejuk tanpa tekanan, kondusif
dalam seluruh proses pengajaran, berlangsung dalam suatu
keadaan/iklim yang nyaman,
4. Sekolah memiliki pengertian yang luas tentang fokus
pengajaran dan mengusahakan efektif sekolah dengan energi dan
sumber daya untuk mencapai tujuan pengajaran secara maksimal.
5. Sekolah efektif dalam menjamin kemajuan murid yang dimonitor
secara periodik.B. Kepribadian Pendidikan di IndonesiaBerbicara
mengenai pendidikan dinegeri ini memang tidak akan pernah ada
habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional,
tercantum pengertian pendidikan: pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan oleh dirinya, masyarakat, banga dan negara.
Kondisi pendidikan di Indonesia sangat memperihatikan banyak
sekolah-sekolah terutama didaerah-daerah terpencil yang sarana dan
fasilitasnya terbatas.Sejak ditetapkannya KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan) yang menggantikan kurikulum sebelumnya, yaitu
KBK yang pelaksanaannya belum memberikan hasil yang optimal sesuai
yang diharapkan oleh pemerintah. Dengan munculnya KTSP yang konon
katanya kurikulum tersebut dapat mempermudah para guru dalam
menentukan tujuan akhir dari pembelajaran tersebut dan dapat
digunakan atau dilaksanakan dimana saja, baik itu di kota maupun di
daerah-daerah terpencil.
Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin
dicapai oleh setiap negara di dunia. Salah satu faktor yang
mendukung bagi kemajuan adalah pendidikan. Begitu pentingnya
pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu
maju atau mundur, sebab pendidikan merupakan proses mencetak
generasi penerus bangsa. Apabila output dari proses pendidikan ini
gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan.
Bagi suatu bangsa yang ingin maju, pendidik harus dipandang sebagai
sebuah kebutuhan sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Seperti sandang, pangan, dan papan, Namun, sangat miris rasanya
melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini. Berbagai
masalahpun timbul, mulai dari sarana yang tidak memadai,
membengkaknya anak putus sekolah, kurikulum yang gonta-ganti,
ketidakprofesionalan para pendidik, sampai kepribadian peserta
didik yang jauh dari yang diharapkan.
Beberapa tahun ini, dunia pendidikan di Indonesia sedang gencar
dalam meningkatkan mutu pendidikan yang diukur dengan lulus
tidaknya seorang siswa dalam menghadapi Ujian Nasional (UN).
Sehingga diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas untuk
mendongkrak kesuksesan di masa depan. Akan tetapi, kelulusan tidak
diputuskan oleh sekolah yang bersangkutan melainkan ditetapkan oleh
pemerintah dan diukur dengan standar nilai yang telah
ditentukan.
Dengan adanya peraturan yang seperti itu, maka seorang siswa
divonis lulus jika nilai yang dihasilkan dalam Ujian Nasional (UN)
memenuhi standar nilai yang telah ditentukan oleh pemerintah. Dari
tahun ke tahun selalu saja ada kontroversi yang terjadi dalam
pelaksanaan Ujian Nasional (UN), dan kejadiannya pun
bermacam-macam.
1. Banyaknya siswa yang tidak lulus. Kontroversi ini lebih
terasa di tingkat SMA. Dalam kejadian ini siswa merasa di rugikan
dengan adanya peraturan pemerintah tentang Ujian Nasional (UN)
melalui standarisasi nilai yang telah ditetapkan. Siswa merasa
pemerintah tidak adil, karena perjuangan siswa selama 3 tahun
belajar di sekolah hanya dinilai dengan beberapa mata pelajaran
yang diujinasionalkan. Yang ironisnya, dari sekian banyak siswa
yang tidak lulus itu, ternyata ada pula siswa yang kesehariannya
berprestasi di sekolah termasuk ke dalam golongan siswa yang tidak
lulus. Padahal siswa tersebut telah dipastikan dapat menempuh Ujian
Nasional (UN) dengan nilai yang sangat memuaskan. Tapi kenyataan
berkata lain, sungguh menyedihkan.2. Adanya kecurangan dalam
pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Dengan adanya kontroversi yang
pertama, intansi sekolah merasa takut dan pesimis terhadap
kemampuan para siswanya. Dengan itu sekolah pun berupaya agar para
siswanya 100% lulus, tapi sayang jalan yang ditempuh oleh beberapa
intansi sekolah sangatlah tidak sportif, yaitu dengan cara membantu
siswa dalam mengisi jawaban soal Ujian Nasional (UN) dengan
memberikan jawaban soal kepada siswa. 3. Dengan adanya kontroversi
yang kedua, menjadi pemicu bagi siswa untuk berleha-leha dalam
menghadapi Ujian Nasional (UN) karena siswa berpikiran pasti
dibantu oleh sekolahnya toh tidak ada intansi sekolah yang
menginginkan siswanya tidak lulus. C. Cara Untuk Menghasilkan Mutu
Pendidikan
Untuk bisa menghasilkan mutu, menurut Slamet (1999) terdapat
empat usaha mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga
pendidikan, yaitu :1. Menciptakan situasi menang-menang (win-win
solution) dan bukan situasi kalahmenang diantara pihak yang
berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholders). Dalam hal
ini terutama antara pimpinan lembaga dengan staf lembaga harus
terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu sama lain dalam
meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan
tersebut.2. Perlunya ditumbuhkembangkan adanya motivasi instrinsik
pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu. Setiap
orang dalam lembaga pendidikan harus tumbuh motivasi bahwa hasil
kegiatannya mencapai mutu tertentu yang meningkat terus menerus,
terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna/langganan.3.
Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka
panjang. Penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan bukanlah
suatu proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang
yang konsisten dan terus menerus.4. Dalam menggerakkan segala
kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai mutu yang ditetapkan,
harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku proses
mencapai hasil mutu. Janganlah diantara mereka terjadi persaingan
yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka adalah
satu kesatuan yang harus bekerjasama dan tidak dapat dipisahkan
satu sama lain untuk menghasilkan mutu sesuai yang diharapkan.Dalam
kerangka manajemen pengembangan mutu terpadu, usaha pendidikan
tidak lain adalah merupakan usaha jasa yang memberikan pelayanan
kepada pelangggannya, yaitu mereka yang belajar dalam lembaga
pendidikan tersebut (Karsidi, 2000).Para pelanggan layanan
pendidikan terdiri dari berbagai unsur paling tidak empat kelompok
(Sallis, 1993). Mereka itu adalah :
1. Orang yang belajar, bisa merupakan mahasiswa, pelajar, murid
atau peserta belajar yang biasa disebut klien atau pelanggan primer
(primary external customers). Mereka inilah yang langsung menerima
manfaat layanan pendidikan dari lembaga tersebut. 2. Para klien
terkait dengan orang yang mengirimnya ke lembaga pendidikan, yaitu
orang tua atau lembaga tempat klien tersebut bekerja, dan mereka
ini kita sebut sebagai pelanggan sekunder (secondary external
customers). 3. Bersifat tersier adalah lapangan kerja bisa
pemerintah maupun masyarakat pengguna output pendidikan (tertiary
external customers).4. Dalam hubungan kelembagaan masih terdapat
pelanggan lainnya yaitu yang berasal dari intern lembaga; mereka
itu adalah para guru atau dosen atau tutor dan tenaga administrasi
lembaga pendidikan, serta pimpinan lembaga pendidikan (internal
customers).Walaupun para guru atau dosen atau tutor dan tenaga
administrasi, serta pimpinan lembaga pendidikan tersebut terlibat
dalam proses pelayanan jasa, tetapi mereka termasuk juga pelanggan
jika dilihat dari hubungan manajemen. Mereka berkepentingan dengan
lembaga tersebut untuk maju, karena semakin maju dan berkualitas
dari suatu lembaga pendidikan mereka akan diuntungkan, baik
kebanggaan maupun finansial. Seperti disebut diatas bahwa program
peningkatan mutu harus berorientasi kepada kebutuhan/harapan
pelanggan, maka layanan pendidikan suatu lembaga haruslah
memperhatikan masing-masing pelanggan diatas. Kepuasan dan
kebanggaan dari mereka sebagai penerima manfaat layanan pendidikan
harus menjadi acuan bagi program peningkatan mutu layanan
pendidikan.Potensi perkembangan, dan keaktifan murid tentu saja
merupakan yang paling utama dalam peningkatan mutu pendidikan.
Perkembangan fisik yang baik, baik jasmani maupun otak, menentukan
kemajuannya. Demikian pula dengan lainnya, misalnya bakat,
perkembangan mental, emosional, pibadi, sosial, sikap mental,
nilai-nilai, minat, pengertian, umur, dan kesehatan; kesemuanya
akan mempengaruhi hasil belajar dan mutu seseorang. Untuk itu, maka
perhatian terhadap paserta didik menjadi sangat penting.5.
Penerapan Teknologi dalam PendidikanAplikasi teknologi pada
pendidikan secara langsung akan mempengaruhi keputusan-keputusan
tentang proses pendidikan yang spesifik. Umpama: aplikasi itu
mempunyai dampak penting terhadap isi (content) yang akan
diajarkan, tingkat standarisasi dan pemilihan isi, jumlah dan
kualitas sumber-sumber yang tersedia. Masalah-masalah pokok yang
dihadapi pendidikan di Indonesia yang terpenting adalah mengenai :
peningkatan mutu, pemerataan kesempatan pendidikan, dan relevansi
pendidikan dengan pembangunan nasional. Demikian luas dan jauhnya
jangkauan yang hendak dicapai oleh program pembangunan pendidikan
kita, padahal di lain pihak sumber-sumber yang tersedia bertambah
terbatas dan langka. Kenyataan-kenyataan yang dikemukakan di atas
menunjukkan bahwa pemecahan masalah-masalah pendidikan kita
membutuhkan alternatif-alternatif lain disamping cara-cara
penyelesaian yang konvensional yang dikenal selama ini. Berbagai
potensi yang dimiliki oleh teknologi dalam pendidikan lantas
memungkinkannya diajukan sebagai suatu alternatif untuk memecahkan
masalah-masalah tadi. Secara umum aplikasi teknologi dalam
pendidikan akan mampu :1. Menyebarkan informasi secara meluas,
seragam dan cepat.2. Membantu, melengkapi dan (dalam hal tertentu)
menggantikan tugas guru.3. Dipakai untuk melakukan kegiatan
instruksional baik secara langsung maupun sebagai produk
sampingan.4. Menunjang kegiatan belajar masyarakat serta mengundang
partisipasi masyarakat.5. Menambah keanekaragaman sumber maupun
kesempatan belajar.6. Menambah daya tarik untuk belajar.7. Membantu
mengubah sikap pemakai.8. Mempengaruhi pandangan pemakai terhadap
bahan dan proses.9. Mempunyai keuntungan rasio efektivitas biaya,
bila dibandingkan dengan sistem tradisional. (Miarso, 1981)Jika
semula teknologi pendidikan (dalam arti yang sangat terbatas)
dipandang hanya berperan pada taraf pelaksanaan kurikulum di kelas,
konsepsi baru menghendaki teknologi pendidikan sebagai masukan
(input) bahkan sejak tahap perencanaan kurikulum. Dengan demikian
sudah sejak perencanaan kurikulum harus pula dikaji dan ditentukan
bentuk teknologi pendidikan yang akan diterapkan. Pemilihan
teknologi dalam pendidikan akan membuka kemungkinan untuk lahirnya
berbagai alternatif bentuk kelembagaan baru yang menyediakan
fasilitas belajar, disamping dapat melayani segala bentuk lembaga
pendidikan yang telah ada Misalnya kemungkinan bagi suatu bentuk
sekolah terbuka yang fasilitas dan tata belajarnya berbeda sekali
dengan sekolah konvensional, tetapi dengan hasil (output) yang
sama. Serangkaian kriteria pemanfaatan teknologi dalam
pendidikan,antara lain: harus dijaga kesesuaiannya (kompatibilitas)
dengan sarana dan teknologi yang sudah ada, dapat menstimulasikan
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, serta mampu memacu
usaha peningkatan mutu pendidikan itu sendiri. Dengan demikian,
adanya penerapan suatu teknologi dalam pendidikan akan sangat
mungkin terjadi perubahan besar-besaran dalam interaksi belajar
mengajar antara sumbersumber belajar dengan pelaku belajar. Salah
satu kemungkinan perubahan tersebut adalah penerapan dan perubahan
teknologi informasi dalam pendidikan melalui penyelenggaraan
belajar jarak jauh.D. Perkembangan Kualitas Pendidikan di
Indonesia
Perkembangan kualitas pendidikan di Indonesia telah berlangsung
dalam empat era yaitu :
1. Era KolonialPada jaman kolonial pendidikan hanya diberikan
kepada para penguasa serta kaum feodal. Pendidikan rakyat cukup
diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar penguasa kolonial.
Pendidikan diberikan hanya terbatas kepada rakyat di
sekolah-sekolah kelas 2 atau ongko loro tidak diragukan mutunya.
Sungguhpun standar yang dipakai untuk mengukur kualitas rakyat pada
waktu itu diragukan karena sebagian besar rakyat tidak memperoleh
pendidikan, namun demikian apa yang diperoleh pendidikan seperti
pendidikan rakyat 3 tahun, pendidikan rakyat 5 tahun, telah
menghasilkan pemimpin masyarakat bahkan menghasilkan
pemimpin-pemimpin gerakan nasional.Pendidikan kolonial untuk
golongan bangsawan serta penguasa tidak diragukan lagi mutunya.
Para pemimpin nasional kita kebanyakan memperoleh pendidikan di
sekolah-sekolah kolonial bahkan beberapa mahasiswa yang dapat
melanjutkan di Universitas terkenal di Eropa. Dalam sejarah
pendidikan kita dapat katakana bahwa intelegensi bangsa Indonesia
tidak kalah dengan kaum penjajah. Masalah yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia pada waktu itu adalah kekurangan kesempatan yang sama
yang diberikan kepada semua anak bangsa. Oleh sebab itu di dalam
Undang Undang Dasar 1945 dinyatakan dengan tegas bahwa pemerintah
akan menyusun suatu sistem pendidikaan nasional untuk rakyat, untuk
semua bangsa.
2. Era Orde LamaMasa revolusi pendidikan nasional mulai
meletakkan dasar-dasarnya. Pada masa revolusi sangat terasa serba
terbatas, tetapi bangsa kita dapat melaksanakan pendidikan nasional
sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Kita dapat merumuskan
Undang Undang Pendidikan No. 4/1950 junto no. 12/ 1954. Kita dapat
membangun sistem pendidikan yang tidak kalah mutunya. Para
pengajar, pelajar melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya
walaupun serba terbatas. Dengan segala keterbatasan itu memupuk
pemimpin-pemimpin nasional yang dapat mengatasi masa pancaroba
seperti rongrongan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sayang sekali pada akhir era ini pendidikan kemudian dimasuki oleh
politik praktis atau mulai dijadikan kendaraan politik. Pada masa
itu dimulai pendidikan indoktrinasi yaitu menjadikan pendidikan
sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde Lama.
Pada Orde Lama sudah mulai diadakan ujian-ujian negara yang
terpusat dengan sistem kolonial yang serba ketat tetapi tetap jujur
dan mempertahankan kualitas. Hal ini didukung karena jumlah sekolah
belum begitu banyak dan guru-guru yang ditempa pada zaman kolonial.
Pada zaman itu siswa dan guru dituntut disiplin tinggi. Guru belum
berorientasi kepada yang material tetapi kepada yang ideal. Citra
guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang diciptakaan era Orde
Baru sebenarnya telah dikembangkan pada Orde Lama.
Kebijakan yang diambil pada Orde Lama dalam bidang pendidikan
tinggi yaitu mendirikan universitas di setiap provinsi. Kebijakan
ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan memperoleh
pendidikan tinggi. Pada waktu itu pendidikan tinggi yang bermutu
terdapat di Pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan UNAIR,
sedangkan di provinsi-provinsi karena kurangnya persiapan dosen dan
keterbatasaan sarana dan prasarana mengakibatkan kemerosotan mutu
pendidikan tinggi mulai terjadi.
3. Era Orde BaruDalam era ini dikenal sebagai era pembangunan
nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan
dasar terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya
Inpres Pendidikan Dasar. Tetapi sayang sekali Inpres Pendidikan
Dasar belum ditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas tetapi baru
kuantitas. Selain itu sistem ujian negara (EBTANAS) telah berubah
menjadi bumerang yaitu penentuan kelulusan siswa menurut
rumus-rumus tertentu. Akhirnya di tiap-tiap lembaga pendidikan
sekolah berusaha untuk meluluskan siswanya 100%. Hal ini berakibat
pada suatu pembohongan publik dan dirinya sendiri dalam masyarakat.
Oleh sebab itu era Orde Baru pendidikan telah dijadikan sebagai
indikator palsu mengenai keberhasilan pemerintah dalam
pembangunan.Dalam era pembangunan nasional selama lima REPELITA
yang ditekankan ialah pembangunan ekonomi sebagai salah satu dari
TRILOGI pembangunan. Maka kemerosotan pendidikan nasional telah
berlangsung.Dari hasil manipulasi ujian nasional sekolah dasar
kemudian meningkat ke sekolah menengah dan kemudian meningkat ke
sekolah menengah tingkat atas dan selanjutnya berpengaruh pada mutu
pendidikan tinggi. Walaupun pada waktu itu pendidikan tinggi
memiliki otonomi dengan mengadakan ujian masuk melalui UMPTN,
tetapi hal tersebut tidak menolong. Pada akhirnya hasil EBTANAS
juga dijadikan indikator penerimaan di perguruan tinggi. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan tinggi maka pendidikan tinggi negeri
mulai mengadakan penelusuran minat dari para siswa SMA yang
berpotensi. Cara tersebut kemudian diikuti oleh pendidikan tinggi
lainnya.Di samping perkembangan pendidikan tinggi dengan usahanya
untuk mempertahankan dan meningkatkan mutunya pada masa Orde Baru
muncul gejala yaitu tumbuhnya perguruan tinggi swasta dalam
berbagai bentuk. Hal ini berdampak pada mutu perguruan semakin
menurun walaupun dibentuk kopertis-kopertis sebagai bentuk
birokrasi baru.
4. Era ReformasiIndonesia sejak tahun 1998 merupakan era
transisi dengan tumbuhnya proses demokrasi. Demokrasi juga telah
memasuki dunia pendidikan nasional antara lain dengan lahirnya
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam bidang pendidikan bukan lagi merupakan tanggung jawab
pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada tanggung jawab pemerintah
daerah sebagaimana diatur dalam Undang Undang No 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap
berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem yang
sentralisasi ke desentralisasi akan membawa konsekuensi-konsekuensi
yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.Selain
perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang membawa banyak
perubahan juga bagaimana untuk meningkatkan mutu sumber daya
manusia dalam menghadapi persaingan bebas abad ke-21. Kebutuhan ini
ditampung dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, serta pentingnya tenaga guru dan dosen sebagai ujung tombak
dari reformasi pendidikan nasional.
Sistem Pendidikan Nasional Era Reformasi yang diatur dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 diuraikan dalam indikator-indikator
akan keberhasilan atau kegagalannya, maka lahirlah Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI.
Di dalam masyarakat Indonesia dewasa ini muncul banyak kritikan
baik dari praktisi pendidikan maupun dari kalangan pengamat
pendidikan mengenai pendidikan nasional yang tidak mempunyai arah
yang jelas. Dunia pendidikan sekarang ini bukan merupakan pemersatu
bangsa tetapi merupakan suatu ajang pertikaian dan persemaian
manusia-manusiaa yang berdiri sendiri dalam arti yang sempit,
mementingkan diri dan kelompok.Menurut H.A.R. Tilaar, hal tersebut
disebabkan adanya dua kekuatan besar yaitu kekuatan politik dan
kekuatan ekonomi.
a. Kekuatan Politik Pendidikan masuk dalam subordinasi dari
kekuatan-kekuatan politik praktis, yang berarti pendidikan telah
dimasukkan ke dalam perebutan kekuasaan partai-partai politik,
untuk kepentingan kekuatan golongannya. Pandangan politik
ditentukan oleh dua paradigma yaitu paradigma teknologi dan
paradigma ekonomi. Paradigma teknologi mengedepankan pembangunan
fisik yang menjamin kenyaman hidup manusia. Paradigma ekonomi lebih
mengedepankan pencapaian kehidupan modern dalam arti
pemenuhan-pemenuhan kehidupan materiil dan mengesampingkan
kebutuhan non materiil duniawi. Contoh pengembangan dana 20 %.
b. Kekuatan EkonomiManusia Indonesia tidak terlepas dari
modernisasi seperti teknologi informasi dan teknologi komunikasi.
Neoliberalisme pendidikan membawa dampak positif dan negatif.
Positifnya yaitu pendidikan menunjang perbaikan hidup dan nilai
negatifnya yaitu mempersempit tujuan pendidikan atas pertimbangan
efisiensi, produksi, dan menghasilkan manusia-manusia yang dapat
bersaing, yaitu pada profit orientit yang mencari keuntungan
sebesar-besarnya terhadap investasi yang dilaksanakan dalam bidang
pendidikan. Demi mencapai efisiensi dan kualitas pendidikan maka
disusunlah beberapa upaya standardisasi. Untuk usaha tersebut maka
muncul konsep-konsep seperti Ujian Nasional.
Dalam menyusun RENSTRA Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005
2009 lebih menekankan pada manajemen dan kepemeimpinan bukan
masalah pokok yaitu pengembangan anak Indonesia. Anak Indonesia
dijadikan obyek, anak Indonesia bukan merupakan suatu proses
humanisasi atau pemanusiaan. Anak Indonesia dijadikan alat untuk
menggulirkan suatu tujuan ekonomis yaitu pertumbuhan, keterampilan,
penguasaan skil yang dituntut dalam pertumbuhan ekonomi.
E. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Oleh PemerintahAdalah
usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Upaya peningkatan mutu ini menjadi penting dalam rangka menjawab
berbagai tantangan terutama globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta pergerakan tenaga ahli yang sangat masif. Maka
persaingan antarbangsa pun berlangsung sengit dan intensif sehingga
menuntut lembaga pendidikan untuk mampu melahirkan output
pendidikan yang berkualitas, memiliki keahlian dan kompetensi
profesional yang siap menghadapi kompetisi global.
Pada era teknologi informasi, guru bukanlah satu-satunya sumber
informasi dan ilmu pengetahuan. Tapi peran guru telah berubah
menjadi fasilitator, motivator dan dimasitator bagi peserta didik.
Dalam kondisi seperti itu diharapkan guru dapat memberikan peran
lebih besar. Dengan kata lain peran pendidik tidak dapat digantikan
oleh siapa pin dan apa pun serta era apa pun. Untuk melaksanakan
peran tersebut secara efektif maka perlu ditingkatkan skenario yang
jelas :
1. Langkah apakah yang dianggap penting.
2. Langkah-langkah apakah yang harus dilakukan.
3. Apa hubungan langkah satu dengan langkah lainnya.
Beberapa upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan tantangan
terbesar yang harus segera dilakukan oleh pemerintah (kemendiknas).
Upaya-upaya yang sedang dilakukan pada saat ini adalah dengan
melalui :
1. SertifikasiSertifikasi guru adalah proses pemberian
sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan
kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru
profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan
praktik pendidikan yang berkualitas. Sertifikat pendidik adalah
sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi
penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan
profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga
profesional.
Dalam Undang-undang Guru dan Dosen disebut sertifikat pendidik.
Pendidik yang dimaksud di sini adalah guru dan dosen. Proses
pemberian sertifikat pendidik untuk guru disebut sertifikasi guru
dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen.
a. Tujuan Sertifikasi :
1. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai
agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan
3. Meningkatkan martabat guru
4. Meningkatkan profesionalitas guru
b. Manfaat sertifikasi :
1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak
kompeten yang dapat merusak citra profesi guru
2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang
tidak berkualitas dan tidak profesional
3. Meningkatkan kesejahteraan guru
c. Dasar pelaksanaan sertifikasi
Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal
30 Desember 2005. Pasal yang menyatakannya adalah Pasal 8: guru
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal lainnya adalah Pasal
11, ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana
dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi
persyaratan.
Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi
Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.
2. AkreditasiAkreditasi sekolah kegiatan penilaian yang
dilakukan oleh pemerintah dan atau lembaga mandiri yang berwenang
untuk menentukan kelayakan program dan atau satuan pendidikan pada
jalur pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang dan
jenis pendidikan., berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan,
sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan dilakukan secara
obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan
instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional
Pendidikan.
Alasan kebijakan akreditasi sekolah di Indonesia adalah bahwa
setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu.
Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, maka setiap
satuan atau program pendidikan harus memenuhi atau melampaui
standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap
kelayakan setiap satuan/program pendidikan.
a. Dasar Hukum Akreditasi Sekolah
Dasar hukum akreditasi sekolah utama adalah : Undang Undang No.
20 Tahun 2003 Pasal 60, Peraturana Pemerintah No. 19 Tahun 2005
Pasal 86 & 87 dan Surat Keputusan Mendiknas No. 87/U/2002.
b. Tujuan Akreditasi Sekolah:
1. Memberikan informasi tentang kelayakan Sekolah/Madrasah atau
program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan.
2. Memberikan pengakuan peringkat kelayakan.
3. Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan
kepada program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan
pihak terkait.
c. Manfaat Akreditasi Sekolah
1. Dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya peningkatan mutu
Sekolah/Madrasah dan rencana pengembangan Sekolah/Madrasah.
2. Dapat dijadikan sebagai motivator agar Sekolah/Madrasah terus
meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan
kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional
bahkan regional dan internasional.
3. Dapat dijadikan umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan
pengembangan kinerja warga Sekolah/Madrasah dalam rangka menerapkan
visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program
Sekolah/Madrasah.
4. Membantu mengidentifikasi Sekolah/Madrasah dan program dalam
rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan
donatur atau bentuk bantuan lainnya.
5. Bahan informasi bagi Sekolah/Madrasah sebagai masyarakat
belajar untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masy, maupun
sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga, dan
dana.
6. Membantu Sekolah/Madrasah dalam menentukan dan mempermudah
kepindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain,
pertukaran guru, dan kerjasama yang saling menguntungkan.
d. Persyaratan mengikuti Akreditasi Sekolah
Sekolah/Madrasah dapat mengikuti kegiatan akreditasi, apabila
memenuhi persyaratan berikut:
1. Memiliki Surat Keputusan Pendirian/ Operasional
Sekolah/Madrasah.
2. Memiliki peserta didik pada semua tingkatan kelas.
3. Memiliki sarana dan prasarana pendidikan.
4. Memiliki pendidik dan tenaga kependidikan.
5. Melaksanakan kurikulum yang berlaku, dan
6. Telah menamatkan peserta didik.
3. Standarisasi
Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Standar Nasional Pendidikan terdiri dari :
1. Standar Kompetensi Lulusan
2. Standar Isi
3. Standar Proses
4. Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
5. Standar Sarana dan Prasarana
6. Standar Pengelolaan
7. Standar Pembiayaan Pendidikan
8. Standar Penilaian Pendidikan
a. Fungsi dan Tujuan Standar :
1. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu
2. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu
pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
3. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana,
terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global.
4. Peningkatan Gaji dan Kesejahteraan Guru
Muhammad Surya (ketua umum pengurus PGRI), menyatakan dengan
tegas semua keberhasilan Agenda reformasi pendidikan pada akhirnya
ditentukan oleh unsur yang ada di front terdepan yaitu guru.
Hak-hak guru sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota
masyarakat dan warga negara yang selama ini terabaikan, perlu
mendapat prioritas dalam reformasi. Hak utama pendidik yang harus
memperoleh perhatian dalam kebijakan pemerintah adalah hak untuk
memperoleh penghasilan dan kesejahteraan dengan standar upah yang
layak.
5. Alih Tugas Profesi dan Rekrutmen Guru Untuk Menggantikan Guru
atau Pendidik yang Dialaih Tugaskan ke Profesi Lain.
Upaya ini merupakan konsekuensi bagi para pendidik yang tidak
memenuhi standar kompetensi yang harus dialih tugaskan kee profesi
lain. Pengalihan tersebut dengan syarat:
1. Mereka telah diberi kesempatan untuk mengikuti diklat dan
pembinaan secara intensif tapi menunjukkan perubahan yng
signitifikan.
2. Guru tersebut memang tidak menunjukkan adanya perubahan
kompetensi dan juga tidak ada indikasi positif untuk meningkatkan
kompetensinya.Jika syarat telah dilakukan, maka mereka harus rela
dan pantas untuk dialih tugaskan ke tugas yang lain dan sesuai,
semisal tenaga administrasi, atau kalau perlu dipensiun
dinikan.
F. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Oleh GuruGuru yang baik
selalu mengetahui bahwa ukuran tunggal tidak cocok utuk
semuanya,dan bahkan mereka sering dipaksa menggunakan
strategi-strategi mendidik yang hanya mencakup suatu lingkup sempit
atas tinkat-tingkat kemampuan, minat dan kesiapan para siswa
mereka. Pendekatan mengajar terkadang mengabaikan antusisme para
siswa yang cerdas dan menyebabkan frustasi para siswa untuk belajar
dan yang membutuhkan perhatian khusus. Tenaga pendidik yang luar
biasa akan memberikan strategi-strateginya sendiri dalam proses
belajar mengajar dengan teknik-teknik yang membri inspirasi kepada
pelajar yang berbakat. Strategi dan teknik tersebut diantaranya
adalah mengembangkan profil siswa dengan cara :
1. Menyesuaikan pengajaran dengan kebutuhan individual
Bila siswa tidak belajar dari cara yang kita ajarkan, maka kita
perlu megajar mereka dengan cara yang mereka pelajari. Martha
Kaufeldt (Dalam Forsten, Grant and Hollas 2002,vii)
Masing-masing murid meempunyai keanekaragaman tersendiri lahir
dengan kecenderungan dan kemampuan yang berbeda-beda maka oleh itu
kita bisa memahi mereka terlebih dahulu.
a. Tentukan Kecerdasan yang Beragam, Gaya Belajar, Pengetahuan
awal, dan Minat masing-masing Siswa.
b. Mengenali Tahap-tahap perkembangan,Kesiapan, daerah-daerah
tantangan, dan Keterbatasan.
Selain mengembangkan profil siswa kita sebagai guru dapat
menganekaragamkan penyajian saat mengajar, antara lain:
a. Kaitlah Minat Para Siswa
b. Pakailah Hal-hal baru dan Humor
Mendapatkan perhatian anak-anak selalu menjadi tujuan utama para
pendidik. Menurut sylwester (Dalam Martha Keufeldt,2008) Empat
kemampuan yang harus dimiliki oleh sistem perhatian yang
efektif,yaitu :
1. Mengenal dengan cepat dan fokus pada item yang paling
penting.
2. Mendukung perhatian pada fokusnya sambil memantau informasi
terkait.
3. Memasuki ingatan-ingatan yang sedang tidak aktif, tapi bisa
menjadi relevan dengan fokus sekarang.
4. Mengalihkan dengan cepat ketika informasi datang. Hubungkan
konsep dan keterampilan baru dengan yang disini dan sekarang.
III. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan makalah ini adalah :
1. Beberapa pengertian mutu menurut para ahli yaitu :
a. Menurut Goetsch D.L dan Davis D.L (1997:3) mendefinisikan
mutu sebagai keadaan dinamik yang diasosiasikan dengan produk,
jasa, orang, proses, dan lingkungan yang mencapai atau melebihi
harapan. Istilah keadaan dinamik di sini mengacu pada kenyataan
bahwa apa yang dianggap bermutu dapat dan sering berubah sejalan
dengan berlakunya waktu dan pergantian keadaan lingkungan.b. Dawood
(2007:125) menjelaskan Quality is elusive concept difficult to
define; neither consultants nor business professionals agree on a
universal definition. Part of the difficulty appears in expressing
the philosophy and vision of quality in meaningful words and
concepts.
c. Definisi lain menurut (Margono, 2002: 5) untuk memahami mutu
yaitu .mutu adalah jasa pelayanan atau produk yang menyamai atau
melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan 2. Pengertian Mutu
Pendidikan dari beberapa ahli adalah :a. Hoy et al, (2000)
menjelaskan bahwa mutu pendidikan adalah hasil penilaian terhadap
proses pendidikan dengan harapan yang tinggi untuk dicapai dari
upaya pengembangan bakat-bakat para pelanggan pendidikan melalui
proses pendidikan. Demikian mutu pendidikan merupakan suatu hal
yang penting dalam proses pendidikan. Oleh karena itu perbaikan
proses pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mencapai
keunggulan dalam penyelenggaraan pendidikan.
b. Menurut (Suryadi, 1993:159) mutu pendidikan dapat diartikan
sebagai seseorang yang telah mencapai tujuan kurikulum (objective
of curriculum) yang dirancang untuk pengelolaan pembelajaran siswa
Konsep ini lebih menekankan kepada pengawasan dalam pencapaian
tujuan kurikulum pembelajaran, sehingga indikator umumnya adalah
semakin tujuan kurikulum tercapai, maka dapat dikategorikan suatu
pendidikan yang bermutu.3. Kondisi pendidikan di Indonesia terkait
pelaksanaan UN sering menuai kontroversi. Beberapa kontroversi yang
timbul diakibatkan oleh :
a. Banyaknya siswa yang tidak lulus. Kontroversi ini lebih
terasa di tingkat SMA. Dalam kejadian ini siswa merasa di rugikan
dengan adanya peraturan pemerintah tentang Ujian Nasional (UN)
melalui standarisasi nilai yang telah ditetapkan.
b. Adanya kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN).
Dengan adanya kontroversi yang pertama, intansi sekolah merasa
takut dan pesimis terhadap kemampuan para siswanya.
c. Dengan adanya kontroversi yang kedua, menjadi pemicu bagi
siswa untuk berleha-leha dalam menghadapi Ujian Nasional (UN)
karena siswa berpikiran pasti dibantu oleh sekolahnya toh tidak ada
intansi sekolah yang menginginkan siswanya tidak lulus. 4. Untuk
bisa menghasilkan mutu, menurut Slamet (1999) terdapat empat usaha
mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga pendidikan, yaitu
:
a. Menciptakan situasi menang-menang (win-win solution) dan
bukan situasi kalahmenang diantara pihak yang berkepentingan dengan
lembaga pendidikan (stakeholders).
b. Perlunya ditumbuhkembangkan adanya motivasi instrinsik pada
setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu.
c. Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil
jangka panjang.
d. Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk
mencapai mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama
antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil mutu.
5. Perkembangan kualitas pendidikan di Indonesia telah
berlangsung dalam empat era yaitu :
a. Orde Kolonial
b. Orde Lama
c. Orde Baru
d. Orde Reformasi
6. Beberapa upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang telah
dilakukan oleh pemerintah adalah :
a. SertifikasiSertifikasi guru adalah proses pemberian
sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan
kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru
profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan
praktik pendidikan yang berkualitas. Sertifikat pendidik adalah
sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi
penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan
profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga
profesional.
b. AkreditasiAkreditasi sekolah kegiatan penilaian yang
dilakukan oleh pemerintah dan atau lembaga mandiri yang berwenang
untuk menentukan kelayakan program dan atau satuan pendidikan pada
jalur pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang dan
jenis pendidikan., berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan,
sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan dilakukan secara
obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan
instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional
Pendidikan.
c. StandarisasiStandar Nasional Pendidikan adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
d. Peningkatan Gaji dan Kesejahteraan Guru
e. Alih Tugas Profesi dan Rekrutmen Guru Untuk Menggantikan Guru
atau Pendidik yang Dialaih Tugaskan ke Profesi Lain.
7. Beberapa upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang telah
dilakukan oleh guru adalah :
a. Menyesuaikan pengajaran dengan kebutuhan individual
Bila siswa tidak belajar dari cara yang kita ajarkan, maka kita
perlu megajar mereka dengan cara yang mereka pelajari. Martha
Kaufeldt (Dalam Forsten, Grant and Hollas 2002,vii)
DAFTAR PUSTAKA
Dodin, pramanda. 2012.
http://nazama.blogspot.com/2012/12/mutu-pendidikan-dan-upaya-peningkatannya.html.
Diakses pada tanggal 12 Juni 2014. Pada pukul 15:30 wib.Meylani,
2013.
http://seputarpendidikan003.blogspot.com/2013/06/pengertian-mutu-pendidikan.html.
Di akses pada tanggal 12 Juni 2014. Pada pukul 16:00 wib.Musnani,
2012.
http://jodenmot.wordpress.com/2012/12/26/konsep-mutu-pendidikan/.
Di akses pada tanggal 12 Juni 2014. Pada pukul 16:30 wib.Reynani,
2013. http://gracesmada.wordpress.com/mutu-pendidikan-indonesia/.
Di akses pada tanggal 12 Juni 2014. Pada pukul 17:00 wibWina, 2012.
http://bangkabelinyu.blogspot.com/2013/02/pengertian-pendidikan-menurut-para-ahli.html.
Di akses pada tanggal 12 Juni 2014. Pada pukul 17:30 wib.Weni,
2013.
http://kuliahnyata.blogspot.com/2013/09/konsep-mutu-pendidikan.html.
Di akses pada tanggal 12 Juni 2014. Pada pukul 18:00 wib.