BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANGDarah merupakan bagian yang
sangat penting dalam tubuh manusia begitu juga dalam hal
pengolongan darah manusia. Dalam sel darah manusia, paling sedikit
dijumpai 30 antigen yang biasa ditemukan dan ratusan antigen lain
yang jarang, yang masing-masing suatu saat menimbulkan reaksi
antigen-antibodi, terutama pada permukaan membrane sel. Sebagian
besar antigen tersebut bersifat lemah. Terdapat dua golongan
antigen yang jauh lebih sering menimbulkan reaksi transfuse darah
dari pada golongan lainnya. Golongan ini dinamakan system antigen
O-A-B dan system Rh. Dalam proses tranfusi darah dari satu orang ke
orang lain, pengenalan golongan darah harus dilakukan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pendonoran darah dari
pendonor ke penerima harus disesuaikan jenis golongan darahnya.
Kesalahan dalam pengenalan golongan darah akan dapat membahayakan
nyawa penerima karena terjadi panbekuan darah akibat bertemunya
antigen yang berbeda. Pada saat ini, pengenalan golongan darah
hanya terbatas pada cara manual dan belum menuju pengenalan secara
digital. Manusia dengan segala kernampuannya berusaha keras untuk
menirukan kehebatan yang mereka miliki, misalnya dalam mendeteksi
golongan darah manusia (Golongan darah A, B, AB, O). 1.2
TUJUANTujuan makalah ini adalah untuk menjelaskan bagaimana
mekanisme terjadinya Incompartibilitas Darah yang sering terjadi
dalam masyarakat, mengetahui gambaran klinis Incompartibilitas
darah sehingga dapat mendiagnosa dengan benar, serta agar dapat
memberikan penanganan yang tepat dalam kasus ini.
BAB IILANDASAN TEORI
A. FISIOLOGI DARAH1. DARAHDarah adalah cairan yang terdapat pada
hewan tingkat tinggi yang berfungsi sebagai alat transportasi zat
seperti oksigen, bahan hasil metabolisme tubuh, pertahanan tubuh
dari serangan kuman, dan lain sebagainya. Beda halnya dengan
tumbuhan, manusia dan hewan level tinggi punya sistem transportasi
dengan darah.Darah merupakan suatu cairan yang sangat penting bagi
manusia karena berfungsi sebagai alat transportasi serta memiliki
banyak kegunaan lainnya untuk menunjang kehidupan. Tanpa darah yang
cukup seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan dan bahkan dapat
mengakibatkan kematian.Darah pada tubuh manusia mengandung 55%
plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-sel darah (darah padat).
Jumlah darah yang ada pada tubuh kita yaitu sekitar sepertigabelas
berat tubuh orang dewasa atau sekitar 4 atau 5 liter.
Fungsi Darah Pada Tubuh Manusia :1.Alat pengangkut air dan
menyebarkannya ke seluruh tubuh2.Alat pengangkut oksigen dan
menyebarkannya ke seluruh tubuh3.Alat pengangkut sari makanan dan
menyebarkannya ke seluruh tubuh4.Alat pengangkut hasil oksidasi
untuk dibuang melalui alat ekskresi5.Alat pengangkut getah hormon
dari kelenjar buntu6.Menjaga suhu temperatur tubuh7.Mencegah
infeksi dengan sel darah putih, antibodi dan sel darah
beku8.Mengatur keseimbangan asam basa tubuh.
Macam-macam darah dalam tubuh manusia :1.Eritrosit (sel darah
merah)a) Bentuknya cakram bikonkaf (bulat pipih dan cekung di
tengahnya)b) Tidak berintic) Setiap 1mm3 darah, mengandung 4 juta 6
juta eritosit.d) Berwarna merah karena mengandung haemoglobin (Hb)
yang berfungsi mengikat oksigen.
2.Leukosit (sel darah putih)a. Memiliki bentuk tidak tetap
dandapat bergerak bebasb. Selnya tidak mempunyai pigmen, tetapi
berinti.c. Setiap 1mm3 darah, mengandung 6.000 9.000 leukosit.d.
Berfungsi melawan kuman yang masuk ke dalam tubuh dengan cara
fagositosis dan membentuk antibodi.3.Trombosit (keping darah)a.
Sel-selnya kecil, bentuk tak beraturan dan mudah pecahb. Tiap 1 mm3
darah mengandung, 200.000 - 300.000 trombosit.c. Berfungsi dalam
proses pembekuan darah.d. Trombosit berumur kurang lebih 2-3
hari.
2. Golongan Darah
Berstein seorang berkebangsaan Jerman dan Furuhata, seorang
berkebangsaan Jepang adalah tokoh yang pernah mengemukakan
hipotesis bahwa hanya sepasang gen pada individu yang bertanggung
jawab atas golongan darahnya. Penggolongan darahnya tersebut
didasarkan pada adanya aglutinogen (antigen) tertentu di dalam sel
darah merah. Adanya antigen tersebut dalam sel darah merah bersifat
menurun sebab dikendalikan oleh gen.Kita mengenal beberapa sistem
penggolongan darah, di antaranya adalah:a.SistemA,B,Ob. Sistem M
Nc. Sistem Rhesus (Rh).
Golongan Darah O-A-BAntigen A dan B diturunkan secara dominan
menurut hukum Mendel, dan individu dibagi menjadi empat golongan
darah utama. Orang bergolongan darah A memiliki antigen A, golongan
darah B memiliki antigen B, golongan darah AB memiliki keduanya,
dan golongan darah O tidak memiliki keduanya. Antigen ini ditemukan
di banyak jaringan selain darah, misalnya di kelenjar liur, saliva
pankreas, ginjal, hati, paru, testis, semen, dan cairan amnion.
Antigen A dan B sebenarnya merupakan oligosakarida kompleks yang
berbeda pada gula terminalnya. Pada sel darah merah, antigen ini
kebanyakan berupa glikosfingolipid, sedangkan di jaringan lain
berupa glikoprotein. Antigen A dan B Aglutinogen Dua antigen tipe A
dan tipe B terdapat pada permukaan sel darah merah pada sejumlah
besar manusia. Antigen antigen inilah yang menyebabkan reaksi
transfuse. Karena aglutinogen tersebut diturunkan, orang dapat
tidak mempunyai antigen tersebut di dalam selnya, atau hanya
mempunyai satu, atau keduanya.Golongan darah O-A-B yang utamaDalam
mentransfusi darah dari orang ke orang, darah donor dan darah
resipen normalnya diklasifikasikan ke dalam empat tipe golongan
darah O-A-B yang utama, bergantung pada ada atau tidaknya kedua
aglutinogen, yaitu aglutinogen A dan B. bila tidak terdapat
aglutinogen A ataupun B, golongan darahnya O. Bila hanya terdapat
aglutinogen tipe A, darahnya adalah golongan A. Bila hanya terdapat
aglutinogen tipe B, darahnya adalah golongan B. Dan bila terdapat
aglutinogen A dan B, darahnya adalah golongan AB. Penentuan Genetik
Terhadap AglutinogenDua gen, salah satunya terdapat di setiap
kromosom dari dua kromosom yang berpasangan, menentukan golongan
darah O-A-B. Gen gen tersebut bisa mengandung salah satu dari
ketiga antigen, namun hanya satu tipe saja yang terdapat disetiap
kromosom dari dua kromosom : tipe O, tipe A, atau tipe B. Gen tipe
O tidak berfungsi atau hampir tidak berfungsi, sehingga gen tipe
ini menghasilkan aglutinogen tipe O yang tidak bermakna pada sel.
Sebaliknya, gen tipe A dan B menghasilkan aglutinogen yang kuat
pada sel.Enam kemungkinan kombinasi dari gen gen ini, yaitu
OO,OA,OB,AA,BB,danAB. Kombinasi gen-gen ini dikenal sebagai
genotip, dan setiap orang memiliki salah satu dari keenam genotip
tersebut.Dapat dilihat bahwa orang dengan genotip OO tidak
menghasilkan aglutinogen, dank arena itu, golongannya adalah O.
Orang dengan genotip OA atau AA menghasilkan aglutinogen tipe A,
dank arena itu, mempunyai golongan darah A. Genotip OB dan BB
menghasilkan golongan darah B, dan genotip AB menghasilkan golongan
darah AB.AGLUTININBila tidak terdapat aglutinogen tipe A dalam sel
darah merah seseorang, maka dalam plasmanya akan membentuk antibody
yang dikenal sebagai agglutinin anti-A. Demikian pula, bila tidak
terdapat aglutinogen tipe B di dalam sel darah merah, maka dalam
plasmanya terbentuk antibody yang dikenal sebagai agglutinin
anti-B.Golongan darah O, meskipun tidak mengandung aglutinogen,
mengandung aglutinin anti- A dan anti-B; golongan darah A
mengandung aglutinogen tipe A dan aglutinin anti-B; dan golongan
darah B mengandung aglutinogen tipe B dan agglutinin anti-A.
Akhirnya, golongan darah AB mengandung kedua aglutinogen A dan B
tetapi tidak mengandung agglutinin sama sekali.Titer Aglutinin pada
Berbagai UsiaSegera sesudah lahir, jumlah agglutinin di dalam
plasma hamper nol. Dua sampai delapan bulan setelah lahir, bayi
mulai menghasilkan agglutinin-aglutinin anti-A bila tidak terdapat
aglutinogen tipe A dalam sel, dan aglutinin anti-B bila tidak
terdapat aglutinogen tipe B dalam sel. Titer tertinggi biasanya
dicapai pada umur 8 sampai 10 tahun, dan titer ini berangsur-angsur
menurun pada usia kehidupan selanjutnya.Asal Mula Aglutinin dalam
PlasmaSeperti kebanyakan antibody yang lain, agglutinin merupakan
gamma globulin, dan dihasilkan oleh sel sel yang sama di sumsum
tulang dan kelenjar limfe yang menghasilkan antibody terhadap
antigen yang lain. Kebanyakan berupa molekul immunoglobulin IgM dan
IgG.Tetapi mengapa agglutinin ini dihasilkan oleh orang-orang yang
tidak mempunyai aglutinogen yang bersangkutan dalam sel darah
merahnya? Jawabannya adalah bahwa sejumlah kecil antigen golongan A
dan B memasuki tubuh melalui makanan, bakteri atau dengan cara
lain, dan zat-zat ini memprakarsai timbulnya agglutinin anti-A atau
anti-B.Tabel. Ringkasan sistem golongan darah ABO Golongan
darahAglutinin dalam plasmaPlasma menggumpalkan eritrosit
Golongan:
OAnti-A, anti-BA, B, AB
AAnti-BB, AB
BAnti-AA, AB
ABTidak adaTidak ada
Golongan Darah Menurut Sistem MN
Pada tahun 1976, Landsteiner dan Lavene mengemukakan adanya
golongan M, MN, dan N, yang masing-masing disebabkan oleh adanya
antigen M, MN, atau N. Antigen ini tidak membentuk zat anti
(aglutinin), sehingga apabila ditransfusikan dari golongan satu ke
golongan yang lain tidak akan menimbulkan gangguan. Tetapi, apabila
antigen tersebut disuntikkan ke dalam tubuh kelinci, serum kelinci
akan membentuk zat antinya. Dengan demikian, apabila serum kelinci
yang mengandung zat anti ini disuntikkan ke dalam tubuh manusia
dapat menimbulkan gangguan.
Adanya antigen M ditentukan oleh gen Im, adanya antigen MN
ditentukan oleh Im dan In, sedangkan adanya antigen antigen N,
ditentukan oleh gen In. Berdasarkan hal tersebut, macam fenotipe,
genotipe dan kemungkinan macam gamet dari orang yang bergolongan M,
MN, atau N dapat diketahui (seperti tampak pada Tabel berikut).
Golongan Darah RhesusPada tahun 1940 ditemukan suatu golongan
darah lain yang penting dan disebut factor rhesus atau system Rh.
Di samping aglutinigen A dan B, terdapat tiga aglutinogen lain, C,
D dan E yang berkaitan dengan sel darah merah. D merupakan
aglutinogen yang terpenting, yang bila ada, maka sel tersebut
Rhesus positif. 85 persen populasi mempunyai aglutinogen D. 15
persen sisanya tidak mempunyai aglutinogen D dan disebut Rhesus
negative. Terdapat semua kombinasi golongan O, A, B, AB dengan
Rhesus positif dan Rhesus negative.Berbeda dengan system ABO, tidak
selalu ditemukan adanya agglutinin Rhesus (anti-D). tetapi
seseorang dengan Rhesus negative, dan hanya pada Rhesus negative,
dapat membentuk anti-D setelah mengalami sensitisasi oleh darah
Rhesus positif. Jadi pada seseorang dengan Rhesus negative, saat
mendapat transfuse darah Rhesus positif untuk pertama kalinya,
tidak tampak tanda-tanda ketidak-cocokan. Pembentukan anti-D
terjadi lambat laun, dan segera setelah terbentuknya anti-D,
aglutinasi setiap darah Rhesus positif oleh resipen Rhesus negative
akan terjadi meskipun golongan ABO-nya sesuai. Untuk selanjutnya
hanya darah Rhesus negative dengan golongan ABO yang sesuai yang
dpat digunakan. Anti-D mungkin suatu immunoglobulin IgG.Individu
yang Rhesus positif tidak dapat membentuk agglutinin Rhesus dan
bagi mereka, pemberian darah Rhesus positif ataupun Rhesus
negative, tidak berpengaruh. Perihal system Rhesus dapat diringkas
sebagai berikut. Penderita dengan Rhesus positif dapat menerima
darah dari golongan manapun. Penderita dengan Rhesus negative akan
mengalami sensitisasi bila mendapat golongan yang salah, misalnya
Rhesus positif.Efek Antibodi Ibu terhadap JaninSesudah antibody
anti-Rh terbentuk pada ibu, antibody ini berdifusi dengan lambat
melalui membrane plasenta ke dalam darah janin. Disini antibody
tersebut menyebabkan aglutinasi darah janin. Sel darah merah yang
teraglutinasi akan mengalami hemolisis sesudahnya, dan melepaskan
hemoglobin ke dalam darah. Makrofag janin kemudian mengubah
hemoglobin menjadi bilurubin, yang menyebabkan kulit bayi menjadi
kekuningan (ikterik). Antibody tadi dapat juga menyerang dan
merusak sel-sel tubuh lainnya.
B. SIRKULASI DARAH JANINSirkulasi Darah Janin
Pada janin, pertukaran gas dan metabolit dilakukan oleh
plasenta. Paru-paru tidak memberikan pertukaran gas, dan pembuluh
darah dalam sirkulasi paru mengalami vasokonstriksi (tahanan
vaskularnyatinggi).Ada 3 bagian penting pada janin untuk sistem
kardiovaskular: duktus venosus (tempat dimana darahteroksigenasi
dari vena umbilikalis bercampur dengan darah vena cava inferior
yang kurang teroksigenasi dari bagian bawah tubuh janin), duktus
arteriosus (duktus yang menghubungan aorta dan arteri pulmonalis
janin) dan foramen ovale (foramen yang terletak di antara atrium
kiri dan kanan).Darah teroksigenasi yang kembali dari plasenta yang
berasal dari ibu (PO2 sekitar 30-35 mmHg)mengalir ke janin melalui
vena umbilikalis. Sekitar 50% darah v.umbilikalis masuk sirkulasi
hepatis. Sisanya bergabung dengan v.cava inferior melalui duktus
venosus. Kombinasi darah teroksigenasi dari v.umbilikalis dandarah
kurang teroksigenasi dari bagian bawah tubuh janin ini (PO2 sekitar
26-28 mmHg) masuk ke atrium kanandan diarahkan secara khusus
melewati foramen ovale ke atrium kiri. Kemudian darah dari atrium
kiri, masuk keventrikel kiri dan menuju ke aorta ascendens. Darah
dari v.cava superior janin yang sangat kurang teroksigenasi(PO2
12-14 mmHg), masuk ke atrium kanan dan secara khusus melintasi
katup trikuspidalis menuju ke ventrikelkanan. Dari ventrikel kanan,
darah diejeksikan ke dalam a.pulmonalis, namun karena sirkulasi
a.pulmonalisvasokonstriksi, maka sebagian besar darah dari
ventrikel kanan tersebut mengalir melalui duktus arteriosus kedalam
aorta descendens (dan juga bercampur dengan darah dari aorta
ascendens) untuk terus ke bagian bawahtubuh janin, juga untuk
kembali ke plasenta melalui arteri umbilikalis. Hanya sedikit darah
dari ventrikel kananyang menuju ke paru janin.Dengan demikian,
tubuh bagian atas janin, dialiri hanya oleh darah dari ventrikel
kiri yang mempunyai PO2 sedikit lebih tinggi daripada darah yang
melewati bagian bawah tubuh janin yang berasal dari ventrikelkanan.
Hanya sedikit volume darah dari aorta ascendens (10% dari curah
jantung janin) mengalir melewatiisthmus aorta ke aorta descendens.
Dengan demikian juga, selama kehidupan janin ventrikel kanan tidak
hanya memompa melewati tekanan darah sistemik tetapi melakukan
kerja dengan volume yang lebih besar daripadaventrikel
kiri.Perubahan sirkulasi yang terjadi setelah lahirKetika janin
dilahirkan, segera bayi menghisap udara dan menangis kuat. Dengan
demikian paru-parunyaakan berkembang, tekanan dalam paru-paru
mengecil dan seolah-olah darah terhisap ke dalam paru-paru (tahanan
vaskular paru menurun dan aliran darah pulmonal meningkat). Duktus
arteriosus menutupdan tidak berfungsi lagi, demikian pula karena
tekanan dalam atrium sinistra meningkat maka foramen ovaleakan
tertutup sehingga selanjutnya tidak berfungsi lagi. Tahanan
vaskular sistemik juga meningkat . Akibat dipotong dan diikatnya
tali pusat, arteri umbilikalis dan duktus venosus akan mengalami
obliterasi. Dengandemikian setelah bayi lahir maka kebutuhan
oksigen dipenuhi oleh udara yang dihisap ke paru-paru dankebutuhan
nutrisi dipenuhi oleh makanan yang dicerna dengan sistem pencernaan
sendiri.Terdapat perbedaan-perbedaan mendasar antara sirkulasi
janin dan pada bayi, sesuai dengan fungsinya:1. Pada janin,
terdapat pirau intrakardiak (foramen ovale) dan pirau ekstrakardiak
(duktus arteriosus Botalli danduktus venosus Arantii) yang efektif.
Arah piraunya dari kanan ke kiri. Pada sirkulasi pascalahir, pirau
tersebuttidak lagi ada.2. Pada janin, ventrikel kiri dan kanan
bekerja serentak, sedangkan pada keadaan pascalahir, ventrikel kiri
berkontraksi sedikit lebih awal dari ventrikel kanan.3. Pada janin,
ventrikel kanan bekerja dengan melawan tahanan yang lebih besar
(tahanan sistemik), sedangkanventrikel kiri bekerja dengan melawan
tahanan yang lebih rendah (plasenta). Pada keadaan pascalahir,
ventrikelkanan akan bekerja melawan tahanan paru yang lebih rendah
daripada tahanan sistemik yang dilawan olehventrikel kiri.4. Pada
janin, darah yang dipompa oleh ventrikel kanan sebagian besar
menuju ke aorta melalui duktusarteriosus, dan hanya sebagian kecil
yang menuju ke paru. Pada keadaan pascalahir, darah dari ventrikel
kananseluruhnya menuju ke paru.5. Pada janin, paru memperoleh
oksigen dari darah yang mengambilnya dari plasenta, pascalahir paru
memberioksigen pada darah.6. Pada janin, plasenta merupakan tempat
pertukaran gas, makanan dan ekskresi. Pada keadaan pascalahir,
organ-organ lain mengambil alih berbagai fungsi tersebut.7. Pada
janin, terjamin berjalannya sirkuit bertahanan rendah oleh karena
ada plasenta. Pada keadaan pascalahir,hal ini tidak ada.Sirkulasi
darah janin dalam rahim tidak sama dengan sirkulasi darah pada
bayi, anak dan orang dewasa. Pada janin organ vital untuk
metabolisme masih belum berfungsi. Organ tersebut adalah paru janin
dan alatgastrointestinal yang seluruhnya diganti oleh plasenta.
Dengan tidak berfungsinya mekanisme tersebut,harus terdapat
mekanisme yang berfungsi sebagaialat ganti untuk : 1. Paru Janin
Terjadi pergantian O2 dengan CO2 melalui plasenta sehinggga
paru-paru tidak memerlukan aliran darah2. Gastro intestinalGastro
ientestinal yang belum berfungsi sebagaia alat penyerapan
nutrisi,maka pembuluhdarahnaya belum berfunngsi, kecuali pada janin
digunakan untuk tumbuh kembang sendiri.Perbedaan antara sirkulasi
darah janin intra uterine dan ekstra uterineantara lain adalah : a)
Aliran darah arteri pulmonalis dari ventrikel kanan,darahnya akan
dialirkan menuju aorta melaluierteria duktus Bothakib) Darah dari
vena umbilikal melalui liver langsung menuju vena cava inferior
melalui duktus venousaranthic) Darah dari vena cava inferior menuju
jantung sebagian langsung menuju atrium kiri melalui foramenovaled)
Sebagian menuju ventrikel kiri dan selanjutnya ke aorta sebagian
besar digunakan untuk konsumsi O2dan nutrisi susunan saraf pusat
jantung.Faktor-faktor yang Mentukan Sirkulasi Darah Janin a.
Foramen Ovale Lubang antara atrum kanan dan atrium kiri Aliran
daranhnya : atrium kanan kiri Setelah janin lahir akan menutupb.
Duktus Arteriosus Bothali Pembuluh yang menghubungkan arteri
pulmonalis dengan aorta Menutup setelah lahir c. Duktus venousus
Aranthii Pembuluh yang berada dalam hepar menuju vena cava inferior
Menutup setelah lahir d. Vena Umbilcalis Berjumlah dua buah Membawa
zat makanan dan O2 dari sirkulasi darh ibu ( plasenta ) ke
peredaran darh janin e. Arteri Umbilicalis Berjumlah dua buah
Membawa sisa zat makanan dan CO2 dari janin ke sirkulasi darah ibu
Pembuluh darah yang menghubungkan vena umbilikalis dengan vena cava
inferior f. Palsenta Jaringan yang menempel pada endometrium Tempat
pertukaran antara darah janin dengan darah ibu .
Proses Sirkulasi Darah Janin ( Fetus )1. Darah janin dialirkan
ke plasenta melalui aa umbilicaliesyang membawa bahan makanan ang
berasal dari ibu .2. Darah ini akan masuk ke badan janin melalui
vena umbilikacalis yang bercabang dua setelah memasukidinding perut
janin .3. Cabang yang kecil akan bersatu dengan vena porta,darahnya
akan beredar dalam hati dan kemudiandianggkut melalui vena cava
hepatica kedalam vena cava inferior. Dan cabang satu lagi ductus
venususaranthii,akhirnya masuk ke vena cava inferior. Sebagian O2
dalam darah vena umbilikalis akandireabsorbsi sehingga konsentrasi
O2 menurun .4. Vena cava inferior, langsung masuk ke atrium kanan,
darah ini merupakan darah yang berkonsentrasitinggi nutrisi dan O2
yang sebahagian menuju ventrikel kanan dan sebahagian besar menuju
atrium kirimelalui foramen ovale.5. Dari ventrikel kanan masuk ke
paru-paru,tetapi karena paru-paru belum berkembang maka darah
yangtredapat pada arteri pulmonalis dialirkan menuju aorta melalui
ductus arteriosus Bothalli. Darah yangke paru-paru bukan untuk
pertukaran gas tetapi untuk memberi makanan kepada paru-paru yang
sedangtumbuh.6. Darah ynag berda di aorta disebarkan ke alat-alat
badan,tetapi sebelumnya darah menuju keaa.hypogastricae ( cabang
dari arteri iliaca comunis ) lalu ke aa. Umbilicalles dan
selanjutnya ke plasenta.7. Selanjutnya sirkulasi darah janin akan
berulang kembali. Menerima nutrisi dan O2 dari plasentamelalui
ductus venousus aranthii, menuju vena cava inferior yang kaya akan
O2 dan nutrisi .
Sirkulasi Darah Janin Setelah Lahir Pada saat persalinan
sebahagian besar bayi langsung menangis maka akan terjadi perubahan
besar terhadapsirkulasi darah, diantaranya adalah :1. Paru-paru
berkembang dengan sempurna dan langsung dapat berfungsi untuk
pertukaran O2 dan CO2. Akibat perkembangan paru-paru terjadi
perubahan sirkulasi darah diantaranya adalah : Arteri pulmonalis
kini langsung mengalirkan darah ke paru sehingga ductus arteriosus
Bothalli akanmenutup . Perkembangan paru-paru menyebabkan tekanan
negatif pada atrium kiri,karena drah diserahkanlangsung oleh
ventrikel kanan dan dialirkan menuju paru-paru yang telah berfungsi
Akibat tekanan negatif pada atrium kanan, foramen ovale akan
menutup dengan sendirinya,dan tidak lagi menjadi tempat aliran
darah menuju atrium kiri.
2. Pemotongan Tali Pusat Tali pusat di potong setelah bayi
menangis dengan nyaring sehingga akan menambah jumlah darah bayi
sekitar 50 % . Dengan dilkaukannya pemotongan tali pusat berarti
perubahan sirkulasi pada bayi telah berubahmenjadi sirkulasi orang
dewasa
BAB IIIPEMBAHASAN
2.1 DEFINISIInkompatibilitas Darah adalah suatu kondisi yang
terjadi ketika seorang wanita hamil memiliki darah Rh-negatif dan
bayi dalam rahimnya memiliki darah Rh-positif.
2.2 EPIDEMIOLOGIInsidens pasien yang mengalami inkompatibilitas
Rhesus (yaitu rhesus negatif) adalah 15% pada ras berkulit putih
dan 5% berkulit hitam dan jarang pada bangsa asia. Rhesus negatif
pada orang indonesia jarang terjadi, kecuali adanya perkawinan
dengan orang asing yang bergolongan rhesus negatif. Selama 20
tahun, dari tahun 1972-1993, Hudono (1993) menemukan di Jakarta
hal-hal sebagai berikut: 8 kasus antagonismus Rhesus dengan istri
Rh negatif, semuanya bukan orang Asia; hanya pada 2 orang ibu (25%)
terjadi imunisasi. Selanjutnya dalam waktu yang sama dijumpai 2
kasus eritroblastosis fetalis karena inkompabilitas ABO dan 2 kasus
lainnya yang tidak diketahui dengan pasti sebabnya, satu
diantaranya mungkin karena inkompabilitas ABO.
2.3 ETIOLOGIIbu dan bayi mempunyai sirkulasi darah masing-masing
yang terpisah. Aliran darah bertemu sangat dekat di plasenta, yang
hanya dipisahkan oleh sehelai sel tipis. Hal ini memungkinkan
adanya kebocoran kecil darah janin kedalam sirkulasi darah ibu,
sehingga darah ibu tercampur sedikit darah janin.Bila seorang
wanita dengan rhesus negatif mengandung bayi dengan rhesus positif,
hal ini berarti darah janin yang mengandung antigen-D, masuk dalam
darah ibu yang tidak mengandung antigen-D. Karena perbedaan ini,
tubuh ibu mengisyaratkan adanya benda asing yang masuk dalam darah.
Karena itu tubuh ibu kemudian memproduksi antibodi untuk
menghancurkan mahluk asing yang beredar dalam darah tersebut.
Produksi antibodi ini sama seperti produksi antibodi kebanyakan
manusia bila ada zat asing dalam tubuh, seperti misalnya produksi
antibodi ketika seseorang diimunisasi cacar. Sehingga sekali
antibodi tercipta, maka antibodi ini akan ada seumur hidup.Produksi
antibodi ini untuk melindungi ibu agar bila zat asing itu muncul
kembali, maka tubuh ibu dapat menyerang dan menghancurkanya, hal
ini untuk keselamatan sang ibu sendiri.Produksi antibodi ini sangat
lambat, karena itu masalah ketidak cocokan rhesus sangat jarang
dijumpai pada kehamilan pertama, karena antibodi belum terbentuk
kecuali pada kasus tertentu. Misalnya ibu sudah mempunyai antibodi
akibat dari transfusi darah yang mengandung antigen-D
sebelumnya.Kalaupun telah terjadi kebocoran darah janin, maka
jumlah antibodi tersebut belum cukup membahayakan si janin. Paling
jauh dari kebocoran pada kehamilan pertama terhadap bayi tersebut
sang bayi akan menjadi kuning setelah dilahirkan.Pada kehamilan
kedua dan berikutnya, bila ibu kembali mengandung bayi dengan
rhesus positif, antibodi yang telah terbentuk akan mengenali darah
bayi sebagai zat asing. Mereka menjalankan tugasnya dengan
menyerang zat tersebut, yang mengakibatkan perusakan sel darah
merah bayi.Sel pembatas plasenta yang memisahkan sirkulasi darah
ibu dan janin memiliki pori yang teramat kecil, sehingga darah tak
dapat melaluinya, karena ukuran sel darah yang lebih besar. hal ini
mencegah mengalirnya darah ibu ke janin, atau sebaliknya. Namun
karena ukuran antibodi yang teramat kecil, antibodi dapat melewati
sel pembatas ini dan memasuki sirkulasi darah bayi, dan menjalankan
tugasnya.Wanita dengan rhesus negatif yang mendapat pasangan pria
dengan rhesus positif kemungkinan akan mengandung bayi dengan
rhesus positif. Darah janin yang mengandung rhesus positif memasuki
sirkulasi darah ibu yang memiliki rhesus negatif. Darah janin yang
memasuki sirkulasi darah ibu tanpa injeksi RhoGam akan memicu
terciptanya antibodi dalam tubuh ibu. Antibodi menyeberang ke
sirkulasi darah janin dan menghancurkan sel darah merah janin, yang
mengakibatkan serangkaian penderiataan bagi janin.
2.4 KLASIFIKASI
Secara garis besar, terdapat dua tipe penyakit inkompabilitas
yaitu: inkompabilitas Rhesus dan inkompabilitas ABO. Keduanya
mempunyai gejala yang sama, tetapi penyakit Rh lebih berat karena
antibodi anti Rh yang melewati plasenta lebih menetap bila
dibandingkan dengan antibodi anti-A atau anti-B.1.INKOMPATIBILITAS
RHESUS (Rh) Inkompatibiltas Rh dapat disebabkan oleh isoimmunisasi
maternal ke antigen Rh oleh transfusi darah Rh positif atau
isoimmunisasi maternal dari paparan ke antigen Rh janin pada
kehamilan pertama atau kehamilan yang sekarang. Pada
inkompatibilitas Rh, anak pertama lahir sehat karena ibu belum
banyak memiliki benda-banda penangkis terhadap antigen Rh, asalkan
sebelumnya ibu tidak menderita abortus atau mendapat transfusi
darah dari Rh positif. Pasangan suami istri hanya mempunyai 1 atau
2 anak, sedang anak-anak berikutnya semua meninggal. Pada wanita
Rhesus negatif yang melahirkan bayi pertama Rhesus positif, risiko
terbentuknya antibodi sebesar 8%, sedangkan insidens timbulnya
antibodi pada kehamilan berikutnya sebagai akibat sensitisitas pada
kehamilan pertama sebesar 16%. Tertundanya pembentukan antibodi
pada kehamilan berikutnya disebabkan oleh proses sensitisasi,
diperkirakan berhubungan dengan respons imun sekunder yang timbul
akibat produksi antibodi pada kadar yang memadai. Kurang lebih 1%
dari wanita akan tersensitasi selama kehamilan terutama trimester
ketiga. Kemungkinan terjadinya imunisasi Rh diperkirakan 1-2% dari
semua kehamilan namun di Asia frekuensi ini lebih rendah. Untuk
inkompabilitas Rh, predominan seks adalah perempuan.Mayoritas
inkompatibilitas Rh terjadi pada janin dengan Rh-positif dari ibu
yang mempunyai Rh- negatif. Faktor Rh adalah protein, suatu antigen
dalam sel darah merah. Hadirnya faktor Rh membuat sel darah tidak
cocok terhadap sel-sel darah yang tidak mempunyai antigen. Jika
seseorang dengan Rh-positif, berarti dia mempunyai faktor Rh di
dalam darahnya. Jika seseorang dengan Rh-negatif, berarti dia tidak
mempunyai faktor Rh di dalam darahnya. Sekitar 85% orang-orang
mempunyai Rh-positif dan sekitar 15% dengan Rh-negatif. Faktor Rh
bermasalah ketika darah dengan Rh-negatif mengalami kontak dengan
darah Rh-positif. Sistem immun dari orang dengan Rh-negatif
mengidentifikasi darah Rh-positif sebagai penyerang yang berbahaya,
suatu antigen, dan dapat memproduksi antibodi untuk melawan darah
tersebut. Antibodi adalah substansi protein yang dihasilkan oleh
tubuh dalam merespon suatu antigen. Antibodi ini yang mennyebabkan
masalah kehamilan.2. INKOMPABILITAS ABOInkompatibilitas sel darah
merah (inkompatibilitas ABO) dapat disebabkan oleh dua hal, yang
pertama akibat ketidakcocokan (Inkompatibilitas) golongan darah ABO
saat melakukan transfusi sehingga terjadi reaksi hemolisis
intravaskular akut dan juga dapat disebabkan oleh reaksi imunitas
antara antigen dan antibody yang sering terjadi pada ibu dan janin
yang akan dilahirkan. Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah
reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel darah merah
(inkompatibilitas ABO). Antibodi dalam plasma pasien akan
melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah
inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan
reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka
akan semakin meningkatkan risiko. Penyebab terbanyak reaksi
hemolisis intravaskular akut adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini
biasanya terjadi akibat kesalahan dalam permintaan darah,
pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang belum diberikan
label, kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian
memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab
lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen
golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang
ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy. Jika pasien
sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal
transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10
ml.Jikapasien tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau
perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-satunya
tanda inkompatibilitas transfusi.Pengawasan pasien dilakukan sejak
awal transfusi dari setiap unit darah. Dapat terjadi lisis
eritrosit donor karena antibodi resipien. Bila terjadi cepat
(segera setelah transfusi 50 ml darah) atau lambat (beberapa jam
beberapa hari). Dapat juga terjadi lisis eritrosit resipien akibat
antibodi donor, biasanya bersifat ringan, dan sering terjadi pada
transfusi dengan donor universal.Tanda-tanda klinis :1. Segera :
nyeri lumbal, nyeri sternal dan nyeri di tempat masuknya darah,
demam disertai menggigil dan kekakuan, gelisah, mual, muntah,
urtikaria, dispnea, dan hipotensi.2. Lanjut : perdarahan yang tidak
dapat diatasi, hemoglobinuria, oliguria sampai anuria, ikterus dan
anemia. Reaksi hemolitik dapat juga terjadi akibat penyimpanan
darah yan kurang baik, darah kadaluwars atau darah yang sudah
hemolisis karena terlalu dipanaskan/terlalu didinginkan Peyebab
kedua yang mengakibatkan Inkompatibilitas pada golongan darah ABO
adalah reaksi imunitas antara antigen dan antibody pada ibu dan
janin yang dikandungnya. Inkompatibilitas pada golongan darah ABO
terjadi jika Ibu golongan darah O mengandung janin golongan darah A
atau B. Ibu yang golongan darah O secara alamiah mempunyai antibody
anti-A dan anti-B pada sirkulasinya. Jika janin mempunyai golongan
darah A atau B, eritroblastosis dapat terjadi. Sebagian besar
secara alamiah, membentuk anti-A atau anti-B berupa antibody IgM
yang tidak melewati plasenta. Beberapa ibu juga relative mempunyai
kadar IgG anti-A atau anti-B yang tinggi yang potensial menyebabkan
eritroblastosis karena melewati sawar plasenta. Ibu golongan darah
O mempunyai kadar IgG anti-A lebih tinggi daripada ibu golongan
darah B dan mempunyai kadar IgG anti-B lebih tinggi daripada ibu
dengan golongan golongan darah A. Dengan demikian, penyakit hampir
selalu terjadi bila golongan darah O. Penyakit jarang terjadi bila
ibu golongan darah A dan bayi golongan darah B. Kehamilan pertama
sering terkena sensitisasi ibu tejadi sejak awal kehidupan melalui
kontak dengan antigen A dan B. Penyakit tidak memburuk pada
kehamilan berikutnya yang juga terkena dan jika ada penyakitnya
cenderung menajdi lebih ringan. Sekitar sepertiga bayi golongan A
atau B dari ibu golongan darah O akan mempunyai antibody ibu yang
dapat dideteksi pada eritrositnya. Ini lebih sering terjadi pada
bayi golongan darah B daripada A dan lebih sering pada bayi kulit
hitam daripada bayi kulit putih dengan golongan darah A atau B.
Hanya sebagian kecil dari bayi ini yang akan mengalami gejala
klinis. Pada mereka dengan penyakit klinis, terdapat jauh lebih
sedikit antibody ibu yang melekat pada tempat antigen pada
eritrosis daripa yang ada pada penyakit Rhesus klinis. Akibatnya
penyakit klinis sangat ringan dengan reaksi antiglobulin langsung
bervariasi dari hanya positif secara mikroskopis sampai 2+. Ada
sedikit atau tidak ada anemia dan bilirubinemia dapat dikendalikan
dengan dengan fototerapi atau pada kebanyakan diatasi dengan satu
transfuse tukar. Namun, IgG anti-A atau IgG anti-B tampaknya lebih
banyak menyebabakan hemolisis daripada anti-Rh dalam jumlah yang
sama. Dengan demikian bayi dengan reaksi antiglobulin direk 2+
dengan penyakit ABO biasanya akan menderita bilirubinemia lebih
berat daripada bayi dengan 2+ karena penyakit Rh. Ringannya
Hemolytic Disease of Newborn (HDN) ABO dapat dijelaskan sebagian
oleh antigen A dan Antigen B yang belum sepenuhnya berkembang pada
saat lahir dan karena netralisir sebagian antibody IgG ibu oleh
antigen A dan B pada sel-sel lain yang terjadi dalam plasma dan
cairan jaringan. HDN ABO dapat ditemukan pada kehamilan pertama dan
dapat atau tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya. Pemeriksaan
sediaan hapus darah memperlihatkan autoaglutinasi dan sferositosis
polikromasi dan eritroblastosis. Hal-hal yang perlu diperhatikan
berhubungan dengan hemolisis sistem ABO : Ibu golongan darah O
dapat membentuk anti-A dan anti-B. Destruksi pada eritrosit janin
bergolongan darah A atau B tergantung dari kekuatan antigen A dalam
eritrosit. Hemolisis pada sistem ABO terjadi pada bayi baru lahir.
Bayi berwarna kuning, karena bilirubin manifes ke kulit. Berat
ringannya bayi kuning tergantung dari kadar IgG. Ciri khas
destruksi: Mikro sferositosis menyebabkan fragil osmotik, volume
sel kecil, protein lipid membran sedikit sehingga aglutinasi mudah
terjadi. Dua puluh sampai 25% kehamilan terjadi inkompabilitas ABO,
yang berarti bahwa serum ibu mengandung anti-A atau anti-B
sedangkan eritrosit janin mengandung antigen respective.
Inkompabilitas ABO nantinya akan menyebabkan penyakit hemolitik
pada bayi yang baru lahir dimana terdapat lebih dari 60% dari
seluruh kasus. Penyakit ini sering tidak parah jika dibandingkan
dengan akibat Rh, ditandai anemia neonatus sedang dan
hiperbilirubinemia neonatus ringan sampai sedang serta kurang dari
1% kasus yang membutuhkan transfusi tukar. Inkompabilitas ABO tidak
pernah benar-benar menunjukkan suatu penyebab hemolisis dan secara
umum dapat menjadi panduan bagi ilmu pediatrik dibanding masalah
kebidanan. Mayoritas inkompatibilitas ABO diderita oleh anak
pertama (40% menurut Mollison), dan anak-anak berikutnya makin lama
makin baik keadaannya. Gambaran klinis penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir berasal dari inkompabilitas ABO sering ditemukan pada
keadaan dimana ibu mempunyai tipe darah O, karena tipe darah grup
masing-masing menghasilkan anti A dan anti B yang termasuk kelas
IgG yang dapat melewati plasenta untuk berikatan dengan eritrosit
janin. Pada beberapa kasus, penyakit hemolitik ABO tampak
hiperbilirubinemia ringan sampai sedang selama 24-48 jam pertama
kehidupannya. Hal ini jarang muncul dengan anemia yang signifikan.
Tingginya jumlah bilirubin dapat menyebabkan kernikterus terutama
pada neonatus preterm. Fototerapi pada pengobatan awal dilakukan
meskipun transfusi tukar yang mungkin diindikasikan untuk
hiperbilirubinemia. Seks predominan eritroblastosis fetalis akibat
inkompatibilitas ABO adalah sama antara laki-laki dan
perempuan.
Dua puluh sampai 25% kehamilan terjadi inkompabilitas ABO, yang
berarti bahwa serum ibu mengandung anti-A atau anti-B sedangkan
eritrosit janin mengandung antigen respective. Inkompabilitas ABO
nantinya akan menyebabkan penyakit hemolitik pada bayi yang baru
lahir dimana terdapat lebih dari 60% dari seluruh kasus. Penyakit
ini sering tidak parah jika dibandingkan dengan akibat Rh, ditandai
anemia neonatus sedang dan hiperbilirubinemia neonatus ringan
sampai sedang serta kurang dari 1% kasus yang membutuhkan transfusi
tukar. Inkompabilitas ABO tidak pernah benar-benar menunjukkan
suatu penyebab hemolisis dan secara umum dapat menjadi panduan bagi
ilmu pediatrik dibanding masalah kebidanan.Mayoritas
inkompatibilitas ABO diderita oleh anak pertama (40% menurut
Mollison), dan anak-anak berikutnya makin lama makin baik
keadaannya. Gambaran klinis penyakit hemolitik pada bayi baru lahir
berasal dari inkompabilitas ABO sering ditemukan pada keadaan
dimana ibu mempunyai tipe darah O, karena tipe darah grup
masing-masing menghasilkan anti A dan anti B yang termasuk kelas
IgG yang dapat melewati plasenta untuk berikatan dengan eritrosit
janin. Pada beberapa kasus, penyakit hemolitik ABO tampak
hiperbilirubinemia ringan sampai sedang selama 24-48 jam pertama
kehidupannya. Hal ini jarang muncul dengan anemia yang signifikan.
Tingginya jumlah bilirubin dapat menyebabkan kernikterus terutama
pada neonatus preterm. Fototerapi pada pengobatan awal dilakukan
meskipun transfusi tukar yang mungkin diindikasikan untuk
hiperbilirubinemia. Seks predominan eritroblastosis fetalis akibat
inkompatibilitas ABO adalah sama antara laki-laki dan
perempuan.
2.5 PATOFISIOLOGI
Penyakit inkompabilitas Rh dan ABO terjadi ketika sistem imun
ibu menghasilkan antibodi yang melawan sel darah merah janin yang
dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa
insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan
fetomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen
seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan
distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG
tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam
peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan
diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi
aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia
(reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh
tubuh bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah
merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas
(yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan.Produksi
eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan
limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur
limpa. Produksi eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel
darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk pembekuan
darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi.
Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi
secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit
hemolitik. Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi
menghasilkan antibodi jika terpapar dengan antigen tersebut.
Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat
transfusi atau berbahaya bagi janin. Hemolisis yang berat biasanya
terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya
karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis,
transfusi darah Rhesus positif atau pada kehamilan kedua dan
berikutnya. Penghancuran sel-sel darah merah dapat melepaskan
pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal
dengan bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel
darah merah yang telah mati, tetapi tubuh dapat mengatasi
kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada suatu waktu.
Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin
yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia, yang nantinya
menyebabkan jaundice pada bayi. Bayi dapat berkembang menjadi
kernikterus.Gejala lain yang mungkin hadir adalah peningkatan kadar
insulin dan penurunan kadar gula darah, dimana keadaan ini disebut
sebagai hydrops fetalis. Hydrops fetalis ditujukkan oleh adanya
penumpukan cairan pada tubuh, yang memberikan gambaran membengkak
(swollen). Penumpukan cairan ini menghambat pernafasan normal,
karena paru tidak dapat mengembang maksimal dan mungkin mengandung
cairan. Jika keadaan ini berlanjut untuk jangka waktu tertentu akan
mengganggu pertumbuhan paru. Hydrops fetalis dan anemia dapat
menimbulkan masalah jantung.2.6 GEJALA KLINISAdanya
inkompatibilitas menyebabkan terjadinya penghancuran sel-sel darah
merah pada tubuh janin, yang nantinya menimbulkan beberapa gejala
klinis sebagai berikut:
1. ERYTHROBLASTOSIS FETALIS Eritroblastosis fetalis adalah suatu
sindroma yang ditandai oleh anemia berat pada janin dikarenakan ibu
menghasilkan antibodi yang menyerang sel darah janin. Sindroma ini
merupakan hasil dari inkompabilitas kelompok darah ibu dan janin
terutama pada sistem rhesus. Sistem Rhesus merupakan suatu sistem
yang sangat kompleks dan masih banyak perdebatan baik mengenai
aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi antigeniknya. Pada
tahun 1932, Diamond, Blackfan dan Baty melaporkan bahwa fetal
anemia yang ditunjukkan dengan jumlah eritroblas yang ada dalam
sirkulasi darah menggambarkan sindroma ini.Penghancuran
besar-besaran sel darah merah bayi sehingga sumsum tulang bayi
aktif terus memproduksi sel darah merah untuk mengimbangi
penghancuran tersebut. Akibatnya banyak sel-sel darah muda yang
beredar dalam pembuluh darah bayi
2. HIDROPS FETALIS
Hidrops fetalis adalah suatu sindroma ditandai edema menyeluruh
pada bayi, asites dan pleural efusi pada saat lahir. Perubahan
patologi klinik yang terjadi bervariasi, tergantung intensitas
proses. Pada kasus parah, terjadi edema subkutan dan efusi ke dalam
kavum serosa (hidrops fetalis). Hemolisis yang berlebihan dan
berlangsung lama akan menyebabkan hiperplasia eritroid pada sumsum
tulang, hematopoesis ekstrameduler di dalam lien dan hepar,
pembesaran jantung dan perdarahan pulmoner. Asites dan
hepatosplenomegali yang terjadi dapat menimbulkan distosia akibat
abdomen janin yang sangat membesar. Terjadi juga penghancuran sel
darah merah di organ hati dan limpa yang mengakibatkan organ hati
dan limpa membesar. Hidrothoraks yang terjadi dapat mengganggu
respirasi janin. Teori-teori penyebabnya mencakup keadaan: 1. gagal
jantung akibat anemia.2. kebocoran kapiler akibat hipoksia pada
kondisi anemia baerat3. hipertensi vena portal dan umbilikus akibat
kerusakan parenkim hati oleh proses hematopoesis ekstrameduler.4.
menurunnya tekanan onkotik koloid akibat hipoproteinemia yang
disebabkan oleh disfungsi heparJanin dengan hidrops dapat meninggal
dalam rahim akibat anemia berat dan kegagalan sirkulasi. Bayi
hidrops yang bertahan hidup tampak pucat, edematus dan lemas pada
saat dilahirkan. Lien dan hepar membesar, ekimosis dan petikie
menyebar, sesak nafas dan kolaps sirkulasi. Kematian dapat terjadi
dalam waktu beberapa jam meskipun transfusi sudah diberikan.3.
HIPERBILIRUBINEMIA Hiperbilirubin dapat menimbulkan gangguan sistem
syaraf pusat, khususnya ganglia basal atau menimbulkan kernikterus.
Gejala yang muncul berupa letargia, kekakuan ekstremitas, retraksi
kepala, strabismus, tangisan melengking, tidak mau menetek dan
kejang-kejang. Kematian terjadi dalam usia beberapa minggu.Pada
bayi yang bertahan hidup, secara fisik tak berdaya, tak mampu
menyanggah kepala dan tak mampu duduk. Kemampuan berjalan mengalami
keterlambatan atau tak pernah dicapai. Pada kasus yang ringan akan
terjadi inkoordinasi motorik dan tuli konduktif. Anemia yanag
terjadi akibat gangguan eritropoesis dapat bertahan selama
bermingguminggu hingga berbulan-bulan.4. KERN IKTERUS
Sisa bilirubin yang tetap ada dalam tubuh bayi saat bayi lahir
akan menumpuk di jaringan bayi dan memberikan warna kuning pada
bayi. jika antibodi Rh+ yang masih ada dalam tubuh bayi akan terus
memecah sel darah bayi dan menyebabkan bilirubin terus naik.
Apabila sudah mencapai kadar toksik (18-20 mg/dl) maka akan
menyebabkan kerusakan otak permanen, dampak ini biasanya sering
terdapat pada bayi.
2.7 DIAGNOSTIK
Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum
ibu. Metode paling sering digunakan untuk menapis antibodi ibu
adalah tes Coombs tak langsung. (penapisan antibodi atau
antiglobulin secara tak langsung). Tes ini bergantung kepada pada
kemampuan anti IgG (Coombs) serum untuk mengaglutinasi eritrosit
yang dilapisi dengan IgG.
Untuk melakukan tes ini, serum darah pasien dicampur dengan
eritrosit yang diketahui mengandung mengandung antigen eritrosit
tertentu, diinkubasi, lalu eritrosit dicuci. Suatu substansi lalu
ditambahkan untuk menurunkan potensi listrik dari membran
eritrosit, yang penting untuk membantu terjadinya aglutinasi
eritrosit. Serum Coombs ditambahkan dan jika imunoglobulin ibu ada
dalam eritrosit, maka aglutinasi akan terjadi. Jika test positf,
diperlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan antigen
spesifik.
Disamping tes Coombs, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
riwayat bayi yang dilahirkan sebelumnya, ikterus yang timbul dalam
24 jam pasca persalinan, kadar hemoglobin darah tali pusat < 15
gr%, kadar bilirubin dalam darah tali pusat > 5 mg%,
hepatosplenomegali dan kelainan pada pemeriksaan darah tepi.
2.8 PENATALAKSANAANBentuk ringan tidak memerlukan pengobatan
spesifik, kecuali bila terjadi kenaikan bilirubin yang tidak wajar.
Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar, umumnya dilakukan dengan
darah yang sesuai dengan darah ibu (Rhesus dan ABO). Jika tak ada
donor Rhesus negatif, transfusi tukar dapat dilakukan dengan darah
Rhesus positif sesering mungkin sampai semua eritrosit yang
diliputi antibodi dikeluarkan dari tubuh bayi. Bentuk berat tampak
sebagai hidrops atau lahir mati yang disebabkan oleh anemia berat
yang diikuti oleh gagal jantung. Pengobatan ditujukan terhadap
pencegahan terjadinya anemia berat dan kematian janin.
A. Transfusi tukar : Tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai
:1. memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume
darah2. menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi
(coated cells) dengan eritrosit normal (menghentikan proses
hemolisis)3. mengurangi kadar serum bilirubin4. menghilangkan imun
antibodi yang berasal dari ibu5. Yang perlu diperhatikan dalam
transfusi tukar :a) berikan darah donor yang masa simpannya 3 hari
untuk menghindari kelebihan kaliumb) pilih darah yang sama golongan
ABO nya dengan darah bayi dan Rhesus negatif (D-)c) dapat diberikan
darah golongan O Rh negatif dalam bentuk Packed red cellsd) bila
keadaan sangat mendesak, sedangkan persediaan darah Rh.negatif
tidak tersedia maka untuk sementara dapat diberikan darah yang
inkompatibel (Rh positif) untuk transfusi tukar pertama, kemudian
transfusi tukar diulangi kembali dengan memberikan darah donor Rh
negatif yang kompatibel.e) pada anemia berat sebaiknya diberikan
packed red cellsf) darah yang dibutuhkan untuk transfusi tukar
adalah 170 ml/kgBBbayi dengan lama pemberian transfusi 90 menitg)
lakukan pemeriksaan reaksi silang antara darah donor dengan darah
bayi, bila tidak memungkinkan untuk transfusi tukar pertama kali
dapat digunakan darah ibunya, namun untuk transfusi tukar
berikutnya harus menggunakan darah bayi.h) sebelum ditransfusikan,
hangatkan darah tersebut pada suhu 37Ci) pertama-tama ambil darah
bayi 50 ml, sebagai gantinya masukan darah donor sebanyak 50 ml.
Lakukan sengan cara diatas hingga semua darah donor
ditransfusikan.
Tabel 1. Calon donor transfusi tukar pada Rh
inkompatibilitas.GOLONGAN DARAH IBU
OABAB
GOLONGANDARAHBAYIOOOO-
AOAOA
BOOBB
AB-ABAB
C. Transfusi intra uterin :
Pada tahun 1963, Liley memperkenalkan transfusi intrauterin. Sel
eritrosit donor ditransfusikan ke peritoneal cavity janin, yang
nantinya akan diabsorbsi dan masuk kedalam sirkulasi darah janin
(intraperitoneal transfusion). Bila paru janin masih belum matur,
transfusi intrauterin adalah pilihan yang terbaik. Darah bayi
Rhesus (D) negatif tak akan mengganggu antigen D dan karena itu tak
akan merangsang sistem imun ibu memproduksi antibodi. Tiap antibodi
yang sudah ada pada darah ibu tak dapat mengganggu darah bayi.
Namun harus menjadi perhatian bahwa risiko transfusi intrauterin
sangat besar sehingga mortalitas sangat tinggi. Untuk itu para ahli
lebih memilih intravasal transfusi, yaitu dengan melakukan
cordocentesis (pungsi tali pusat perkutan). Transfusi dilakukan
beberapa kali pada kehamilan minggu ke 2634 dengan menggunakan
Packed Red Cells golongan darah O Rh negatif sebanyak 50100 ml.
Induksi partus dilakukan pada minggu ke 32 dan kemudian bayi
dibantu dengan transfusi tukar 1x setelah partus. Induksi pada
kehamilan 32 minggu dapat menurunkan angka mortalitas sebanyak
60%.
D. Transfusi albumin Pemberian albumin sebanyak 1 mg/kg BB bayi,
maka albumin akan mengikat sebagian bilirubin indirek. Karena harga
albumin cukup mahal dan resiko terjadinya overloading sangat besar
maka pemberian albumin banyak ditinggalkan.
E. Fototerapi Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat
menurunkan kadar bilirubin. Fototerapi sifatnya hanya membantu dan
tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal.2.9
PROGNOSISPengukuran titer antibodi dengan tes Coombs indirek <
1:16 berarti bahwa janin mati dalam rahim akibat kelainan hemolitik
tak akan terjadi dan kehidupan janin dapat dipertahankan dengan
perawatan yang tepat setelah lahir. Titer yang lebih tinggi
menunjukan kemungkinan adanya kelainan hemolitik berat. Titer pada
ibu yang sudah mengalami sensitisasi dalam kehamilan berikutnya
dapat naik meskipun janinnya Rhesus negatif.Jika titer antibodi
naik sampai secara klinis bermakna, pemeriksaan titer antibodi
diperlukan. Titer kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau
lebih. Jika titer di dibawah 1:32, maka prognosis janin
diperkirakan baik.Mortalitas Angka mortalitas dapat diturunkan jika
:1. Ibu hamil dengan Rhesus negatif dan mengalami imunisasi dapat
dideteksi secara dini2. Hemolisis pada janin dari ibu Rhesus
negatif dapat diketahui melalui kadar bilirubin yang tinggi didalam
cairan amnion atau melalui sampling pembuluh darah umbilikus yang
diarahkan secara USG3. Pada kasus yang berat, janin dapat
dilahirkan secara prematur sebelum meninggal di dalam rahim
atau/dan dapat diatasi dengan transfusi intraperitoneal atau
intravaskuler langsung sel darah merah Rhesus negatif. Pemberian
Ig-D kepada ibu Rhesus negatif selama atau segera setelah
persalinan dapat menghilangkan sebagian besar proses isoimunisasi
D.
Perkembangan anak selanjutnya. Menurut Bowman (1978), kebanyakan
anak yang berhasil hidup setelah mengalami tranfusi janin akan
berkembang secara normal. Dari 89 anak yang diperiksa ketika
berusia 18 bulan atau lebih, 74 anak berkembangan secara normal, 4
anak abnormal dan 11 anak mengalami gangguan tumbuh kembang.
2.10 PENCEGAHAN Tindakan terpenting untuk menurunkan insidens
kelainan hemolitik akibat isoimunisasi Rhesus adalah imunisasi
pasif pada ibu. Setiap dosis preparat imunoglobulin yang digunakan
memberikan tidak kurang dari 300 mikrogram antibodi D. 100
mikrogram anti Rhesus (D) akan melindungi ibu dari 4 ml darah
janin. Suntikan anti Rhesus (D) yang diberikan pada saat persalinan
bukan sebagai vaksin dan tak membuat wanita kebal terhadap penyakit
Rhesus. Suntikan ini untuk membentuk antibodi bebas, sehingga ibu
akan bersih dari antibodi pada kehamilan berikutnya.Preparat
globulin yang diberikan kepada ibu dengan Rhesus negatif yang
mengalami sensitisasi dalam waktu 72 jam sesudah melahirkan
ternyata sangat protektif. Ibu dengan kemungkinan abortus,
kehamilan ektopik, mola hidatidosa, atau perdarahan pervaginam
harus ditangani karena akan mengalami isoimunisasi tanpa preparat
imunoglobulin. Ibu rhesus negatif yang memperoleh darah ataupun
fraksi darah berupa trombosit atau plasmaferesis berisiko untuk
mengalami sensitisasi. Kalau terdapat keraguan untuk memberikan
preparat Ig anti G maka preparat tersebut harus diberikan, termasuk
kepada ibu yang tampaknya belum mengalami sensitisasi dalam waktu
72 jam setelah melahirkan. Kebijaksanaan ini dapat menurunkan
resiko isoimunisasi. Antibodi dengan dosis 300 mikrogram diberikan
kepada ibu rhesus negatif yang belum mengalami sensitisasi pada
kehamilan 28 minggu dan kehamilan 34 minggu atau pada saat
dilakukan amniosintesis atau pada saat terjadi perdarahan uterus.
Dosis ketiga diberikan kepada ibu sesudah melahirkan. Kegagalan
pemberian anti D terjadi bila : 1. tidak diberikan suntikan RhIg
pada ibu Rh negatif (D-) yang telah melahirkan bayi Rh positif2.
tidak diberikan suntikan Immunoglobulin anti-D setelah abortus atau
setelah pemeriksaan amniocentesis3. pemberian dosis RhIg tidak
mencukupi (karena feto maternal macrotransfusion jarang terjadi)4.
sudah terlanjur terjadi sensitisasi oleh sel darah merah janin
BAB IVPENUTUP4.1 KESIMPULAN Jadi dapat disimpulkan
Inkompatibilitas Darah adalah suatu kondisi yang terjadi ketika
seorang wanita hamil memiliki darah Rh-negatif dan bayi dalam
rahimnya memiliki darah Rh-positif Secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi 2 inkompabilitas yait inkompabilitas
Rhesus dan inkompabilitas ABO dimana keduanya mempunyai gejala yang
sama, tetapi penyakit Rh lebih berat karena antibodi anti Rh yang
melewati plasenta lebih menetap bila dibandingkan dengan antibodi
anti-A atau anti-B dan yang nantinya akan menimbulkan gejala klinis
seperti kern icterus, hiperbilirubinemia, hidrops fetalis dan
erythroblastosis fetalis. .
35 | INKOMPATIBILITAS DARAH