7/22/2019 MAKALAH TENTANG PHK http://slidepdf.com/reader/full/makalah-tentang-phk 1/28 K a t a P e n g a n t a rPuji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, berkah, dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah iniyang berjudul “Pemutusan Hubungan Kerja”. Makalah ini disusun agar dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan dengan Pemutusan Hubungan Kerja dan sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata kuliah Hukum Perburuhan/ Ketenagakerjaan Saya mengucapkan terima kasih kepada semua sumber-sumber media yang telah saya jadikan referensi untuk penyusunan makalah ini, semoga dapat memberikan terwujudnya generasi masa depan yang lebih baik. Saya berharap, semoga informasi yang ada dalam makalah ini dapat berguna bagi saya khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, masih ada kekurangan dan kesalahannya. Saya menerima kritik dan saran yang membantu guna penyempurnaan makalah ini. DAFTAR ISIKATA PENGANTAR DAFTAR ISI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, berkah, danKarunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah iniyang berjudul “Pemutusan
Hubungan Kerja”.
Makalah ini disusun agar dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan dengan
Pemutusan Hubungan Kerja dan sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata
kuliah Hukum Perburuhan/ Ketenagakerjaan
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua sumber-sumber media yang
telah saya jadikan referensi untuk penyusunan makalah ini, semoga dapat memberikan
terwujudnya generasi masa depan yang lebih baik. Saya berharap, semoga informasi yang adadalam makalah ini dapat berguna bagi saya khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, masih ada kekurangan dan
kesalahannya. Saya menerima kritik dan saran yang membantu guna penyempurnaan makalah
Sering kita mendengar mengenai karyawan, dimana karyawan adalah anggota dari sebuah
organisasi peruasaan/lembaga yang bekerja dalam mencapai tujuan tertentu. Ada yang bekerja
di lembaga kepemerintahan dan ada pula yang di lembaga swasta. Bagi mereka yang bekerja dilembaga kepemerintahan bias kita sebut sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS) yang mereka bekerja
untuk Negara dan di gajih pula oleh Negara dan diatur pula oleh aturan pemerintah. Kemudian
ada yang bekerja di lembaga suasta dimana mereka di pekerjakan oleh perusahaan atau lembagasuata diman merka di atur oleh perusahaan dan oleh pemerintah.
Dalam mencapai tujuannya perusahaan sangat di pengaruhi oleh yang namanya karyawan.Dalam proses tersebut ada beberapa hal yang harus di perhatikan salah satunya adalah
Pemutusan hubungan kerja (PHK). Di Indonesia sendiri Pemutusan hubungan kerja ini di atur
dalam undang – undang ketenaga kerjaan yaitu dalam UU RI No.13 Tahun 2003, dimana disini
di jelaskan aturan - aturan mengenai pemutusan hubungan kerja.Di Negara ini pun pernah terjadi PHK secara besar – besaran dimana pada waktu itu terjadi krisis
moneter, yang mengakibatkan perusahaan tidak sanggup lagi menggaji karyawannya. Langkah
ini terpakas di lakukan sebagai solusi dari perusahaan karna mengalami kerugian yang cukup besar. Sementara perusahaan harus memenuhi kewajibannya untuk mnggaji karyawan.
Dan pada waktu itu PHK menjadi momok besar yang sangat menakutkan. Para karyawan cemas
akan nasibnya yang akan di berhentikan dari pekerjaanya. Hingga saat ini PHK menjadi
pemikiran yang negatif karna di anggap sebagai pemecatan. Padahal PHK bukan itu tapi ini
merupakan proses dari sebuah keberlangsungan perusahaan. Dan akan dibahas lebih jelasnyadalam pembahasan makalah ini.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa definisi dari PHK ?2. Apa fungsi dan tujuan dari PHK ?
5. Dan bagai mana mekanisme dan apa penyebab terjadinya PHK di SMK Muhammadiyah1 Kuningan?
1.3. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dibuatnya makalah yang membahas tentang pemutusan
hubungan kerja ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui definisi dari Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) .
2. Mengetahui fungsi dan tujuan pemutusan hubungan kerja ( PHK ) .3. Mengetahui jenis – jenis dan prinsip – prinsip dari Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) .
4. Mengetahui mekanisme pemberian PHK kepada karyawan dan cara penyelesaian
perselisihan yang akan timbul setelah Pemutusan hubungan kerja dilakukan .
5. Mengetahui bentuk dari pemberian kompensasi kepada karyawan yang mendapatkan pemutusan hubungan kerja dari lembaga swasta .
4 METODE PENULISAN
1. OBJEK PENULISAN Objek penulisan dalam tugas ini adalah pengertian dan permasalahan mengenai pemutusan
hubungan kerja.
2. METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji pustakaterhadap bahan-bahan perpustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam
makalah ini yaitu masalah mengenaipemutusan hubungan kerja. Sebagai referensi juga diperoleh
dari berbagai media baik dari televisi, koran, dan media informasi yang membahas mengenai pemutusan hubungan kerja.
3. METODE ANALISIS
Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yang ada, dan dengan data pendukung lainnya.
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara karyawan dan perusahaan. Apabila kita mendengar istilah
PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak perusahaan karena kesalahankaryawan. Karenanya, selama ini singkatan PHK memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita
tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan
Pemutusan Hubungan kerja dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis samadengan pengertian dipecat.
Tergantung alasannya,Pemutusan hubungan kerja mungkin membutuhkan penetapan Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu,
dalam praktek tidak semua Pemutusan Hubungan kerja yang butuh penetapan dilaporkan kepada
instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, Pemutusan Hubungan kerja
tidak berujung sengketa hukum, atau karena karyawan tidak mengetahui hak mereka.
2.1.1 Pengadilan Hubungan Industri al
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tiap
ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan
ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan
Pemutusan Hubungan Kerja, serta menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap
Perjanjian Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul akibat adanya
perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006, perselisihan hubungan
Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah(P4D) serta Pengadilan
Tata Usaha Negara.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memiliki berbagai pengertian, diantaranya :
1. Menurut Mutiara S. Panggabean
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan
pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan, sehingga berakhir pula hak dankewajiban di antara mereka.
3. Meningkatkan inovasi. PHK meningkatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan ,
yaitu :
1. Pemberian penghargaan melalui promosi atas kinerja individual yang tinggi.2. Menciptakan kesempatan untuk level posisi yang baru masuk
3. Tenaga kerja dipromosikan untuk mengisi lowongan kerja sebgai sumber daya yang
dapat memberikan inovasi/menawarkan pandangan baru.4. Kesempatan untuk perbedaan yang lebih besar. Meningkatkan kesempatan untukmempekerjakan karyawan dari latar belakang yang berbeda-beda dan mendistribusikan
ulang komposisi budaya dan jenis kelamin tenaga kerja.
Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja memiliki kaitan yang erat dengan alasan PemutusanHubungan Kerja (PHK), namun tujuan lebih menitikberatkan pada jalannya perusahaan (pihak
pengusaha). Maka tujuan PHK diantaranya:
1. Perusahaan/ pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan dengan baikdan efektif salah satunya dengan PHK.
2. Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti kesulitan penjualan
dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan, tidak adanya bahan baku produktif,menurunnya permintaan, kekurangan bahan bakar atau listrik, kebijaksanaan pemerintah
dan meningkatnya persaingan.
Tujuan lain pemberhentian yakni agar dapat mencapai sasaran seperti yang diharapkan dan tidak
menimbulkan masalah baru dengan memperhatikan tiga faktor penting, yaitu faktor kontradiktif,faktor kebutuhan, dan faktor sosial.
2.3. Prinsip – Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Prinsip-prinsip dalam pemutusan hubungan kerja adalah mengenai alasan dan mekanisme
pemutusan hubungan kerja.
Maka alasan pemutusan hubungna kerja (PHK) antara lain sebagai berikut:
2. Outplacement , ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan perusahaan ingin
mengurangi banyak tenaga kerja, baik tenaga profesional, manajerial, maupun tenaga pelaksana
biasa. Pada umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini untuk mengurangi karyawan yang
performansinya tidak memuaskan, orang-orang yang tingkat upahnya telah melampaui batas-
batas yang dimungkinkan, dan orang-orang yang dianggap kurang memiliki kompetensi kerja,
serta orang-orang yang kurang memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan untuk posisi di
masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini ialah kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tenaga
kerja yang skillnya masih dapat dijual kepada perusahaan lain, dan sejauh mana kebutuhan pasar
terhadap keahlian atau skill ini masih tersembunyi.
3. Discharge, kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan paling tidak nyaman
di antara beberapa metode pemutusan hubungan kerja yang ada. Kegiatan ini dilakukan berdasar
pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan perilaku kerja yang memuaskan.
Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan besar akanmengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau perusahaan lain. Dari dua
pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan hubungan kerja, penyebabnya dapat
disebabkan oleh dua pihak.
Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan yang tidak
memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak manajemen yang seharusnya dengan
keahliannya dan kewenangan yang diserahkan kepadanya diharapkan mampu mengembangkan
perusahaan, walau dalam kenyataannya menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi perusahaan, dan
harus mengambil keputusan untuk efisiensi tenaga kerja.
Menurut Mangkuprawira Pemutusan Hubungan kerja (PHK) ada 2 Jenis, yaitu pemutusanhubungan kerja sementara dan pemutusan hubungan kerja permanen.
1. Pemutusan Hubungan Kerja Sementara, yaitu sementara tidak bekerja dan pemberhentian
sementara.2. Sementara tidak bekerja
Terkadang para karyawan butuh untuk meningglakan pekerjaan mereka sementara. Alasannya bermacam-macam dapat berupa kesehatan, keluarga, melanjutkan pendidikan rekreasi dan lain
sebagainya. Keadaan ini disebut juga dengan cutipendek atau cuti panjang namun karyawan
tersebut masih memiliki ikatan dengan perusahaan dan memiliki aturan masing-masing.
1. Pemberhentian sementara
Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan sementara memiliki alasan internal
perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis, misalnya kondisi moneter dan krisisekonomi menyebabkan perusahaan mengalami chaos atau karena siklus bisnis. Pemberhentian
sementara dapat meminimumkan di beberapa perusahaan melalui perencanaan sumber daya
manusia yang hati-hati dan teliti.
1. Pemutusan Hubungan Kerja Permanen, ada tiga jenis yaitu atrisi, terminasi dan kematian.1. Atrisi atau pemberhentian tetap seseorang dari perusahaan secara tetap karena alasan
pengunduran diri, pensiun, atau meninggal. Fenomena ini diawali oleh pekerjaindividual, bukan oleh perusahaan. Dalam perencanaan sumber daya manusia, perusahaan lebih menekannkan pada atrisi daripada pemberhentian sementara karena
proses perencanaan ini mencoba memproyeksikan kebutuhan karyawan di masa
depan.2. Terminasi adalah istilah luas yang mencakup perpisahan permanen karyawan dari
perusahaan karena alasan tertentu. Biasnya istilah ini mengandung arti orang yang
dipecat dari perusahaan karena faktor kedisiplinan. Ketika orang dipecat karena
alasan bisnis dan ekonomi. Untuk mengurangi terminasi karena kinerja yang burukmaka pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan salah satu cara yang dapat
ditempuh karena dapat mengajari karyawan bagaimana dapat bekerja dengan sukses.
Menurut Sedarmayanti Jenis Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) ada 2 jenis, yaitu :
1. Permberhentian Sementara biasanya terjadi pada karyawan tidak tetap yang hubungan
kerjanya bersifat tidak tetap, perusahaan yang bergerak pada produk musiman, Karyawan
yang dikenakan tahanan sementara oleh yang berwajibkarena disangkatelah berbuat
tindak pidana kejahatan.2. Pemberhentian Permanen sering disebut pemberhentian, yaitu terputusnya ikatan kerja
antara karyawan dengan perusahaan tempat bekerja.
Menurut Mutiara S. Panggabean Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ada 4 Jenis,
diantaranya :
1. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas kehendak sendiri (Voluntary turnover ) hal ini
terjadi jika karyawan yang memutuskan untuk berhenti dengan alasan pribadi.
2.
Pemberhentian Karyawan karena habis masa kontrak atau karena tidak dibutuhkan lagioleh organisasi(Lay Off).
3. Pemberhentian karena sudah mencapai umur pensiun ( Retirement). Saat berhenti
biasanya antara usia 60 sampai 65 tahun.4. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan atas kehendak pengusaha. Dalam hal ini
pengusaha mmutuskan hubungan kerja dengan pekerja mungkin disebabkan adanya
pengurangan aktivitas atau kelalian pegawai atau pelanggaran disiplin yang dilakukan
2.5. Mekanisme Dan Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
1. Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk menghindariPHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha karyawan/serikatnya, PHK hanya dapat
dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian PerselisihanHubungan Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus dilakukan melalui
penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah :
1. Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara
tertulis sebelumnya.
2. Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri
tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja
sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali.3. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.4. Karyawan meninggal dunia.
5. Karyawan ditahan.
6. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan karyawan melakukan permohonan PHK.
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha harus tetap melaksanakan
segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing,
dengan tetap membayar hak-hak karyawan.
2. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan. Perselisihan PHK timbul
karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara karyawan dan pengusaha mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atautidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.
3. Penyelesaian Perselisihan PHK
Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.
Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan karyawan atau
serikat pekerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian
masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para pihak. Isi risalah diatur
dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuatPerjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya
menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinanslah satu
pihak ingkar.Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha mungkin harus menghadapi
prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
2. Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak:
3. Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan.Dinas tenagakerja kemudian menunjuk
mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar
keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama dengandisaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
4. Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator,
Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan
antar keduanya.Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupaanjuran.
5. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat, putusanarbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut
ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung.Karena adanya kewajiban membayararbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara
lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, sertamenerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mengadili jenis
perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul akibat adanya perselisihan hak, perselisihankepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
7. Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung mengajukan kasasi
(tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.
2.6. Proses Dan Prosedur PHK
Permberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik dan sesuaidengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang pemberhentian
terkadang terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka menurut Umar (2004) pemecatan
secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur sebagai berikut:
1. Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
2. Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
3. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.4. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
5. Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Kemudian menurut Mutiara S.
Panggabean Proses Pemberhentian hubungan kerja jika sudah tidak dapat dihindari maka carayang diatur telah diatur dalam Undang-undang No.12 tahun 1964. Perusahaan yang inginmemutuskan hubungan kerja harus mendapatkan izin dari P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan
Daerah) dan jika ingin memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari sembilan karyawan maka
harus dapat izin dari P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat) selama izin belum didapatkan
maka perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja dengan karyawan dan harusmenjalankan kewajibannya.
Pemerintah tidak mengharapkan perusahaan melakukan PHK tercantun dalam Pasal 153 ayat (1)
Undang-Undang No. 13 Thaun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan pengusaha
dilarang melakukan PHK dengan alasan :
1. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama
waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus2. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban
terhadap Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
3. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
4. Pekerja/buruh menikah5. Pekerja/burh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
6. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkakwinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam 1 perusahaan, kecali telah diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau PKB.7. Pekeerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat
buruh melakukan kegiatan serikat/pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam
jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB.
8. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan
pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jeniskelamin, kondisi fisik atau status perkawinan.
10. Pekerja. Buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibar kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penembuhannya belum dapat dipastikan .
2.7. Kompensasi PHK
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon(UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang
seharusnya diterima.UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa
kerjanya.
1. Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :
Masa Kerja Uang Pesangon
Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.
UU Ketenagakerjaan (UUK) berkenaan dengan pemutusan hubungan kerja.Ketentuan
Pasal 150 UUK menetapkan bahwa mencakup pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan
usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik
badan hukum, baik milik swasta maupun milik Negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah
atau imbalan dalam bentuk lain. Di samping itu, KUHPerdata juga memberikan sejumlah
ketentuan tambahan berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja.
Kewajiban memberitahukan
Menurut ketentuan Pasal 1603 g KUHPerdata, jika hubungan kerja diadakan untuk waktu
yang tidak tentu atau sampai dinyatakan putus, tiap pihak berhak memutuskannya dengan
pemberitahuan pemutusan hubungan kerja. Hal serupa berlaku dalam hal perjanjian untuk waktu
tertentu, dalam hal pemberitahuan dipersyaratkan. Kendati begitu, baik KUHPerdata maupunUUK menambahkan sejumlah syarat tertentu sebelum pemberitahuan demikian dapat diberikan.
Pencegahan dan negosiasi/perundingan
Ketentuan Pasal 151 UUK menetapkan tiga tahapan yang harus ditempuh dalam hal
pengusaha berkehendak untuk memutuskan hubungan kerja dengan buruh/pekerja.
Pertama, pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh, dan pemerintah, dengan segala
upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Berdasarkan
Penjelasan ketentuanini, frasa ‘dengan segala upaya’ merujuk pada aktivitas atau kegiatan positif
yang pada akhirnya dapat mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja, termasuk antara lain,
pengaturan ulang jam kerja, tindakan penghematan, restrukturisasi atau reorganisasi metoda
kerja, dan upaya untuk mengembangkan pekerja/buruh.
Kedua, bilamana dengan segala upaya yang dilakukan, tidak dapat dihindari pemutusan
hubungan kerja, maka maksud untuk memutuskan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh
pengusaha dan serikat pekerja/buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/ buruh yang
bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/buruh.
Terakhir, jika perundingan tersebut benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungankerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh
penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Prosedur di hadapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Prosedur yang harus ditempuh dalam hal pengajuan permohonan untuk mendapatkan
penetapan pemutusan hubungan kerja kehadapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial diatur di dalam ketentuan Pasal 152 UUK. Permohonan penetapan pemutusan
hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya. Permohonan tersebut dapat diterima oleh
lembaga itu hanya apabila telah dirundingkan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal
151(2) UUK. Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya diberikan oleh
lembaga tersebut, jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan ,
tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.
Patut dicermati bahwa ketentuan Pasal 152 UUK mengulang syarat wajib adanya perundingan
terlebih dahulu sebelum permohonan pemutusan hubungan kerja dapat ditetapkan. Ketentuan ini,
namun
demikian, tidak memberikan kriteria atas dasar mana lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial akan menetapkan dikabulkan atau ditolaknya permohonan. Ketentuan Pasal
154 UUK menetapkan dalam situasi apa tidak disyaratkan perlunya penetapan dari lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial:
a. Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara
tertulis sebelumnya;
b. Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis, atas kemauan sendiri
tanpa ada indikasi adanya tekanan / intimidasi dari pengusaha; atau dalam hal berakhirnya
hubungan
kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertamakali;
c. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
d. Pekerja/buruh meninggal dunia.
Pemutusan hubungan kerja (industrial) tanpa adanya penetapan dari lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial padahal hal itu dipersyaratkan/diwajibkan, akan
batal demi hukum. Selama putusan dari lembaga tersebut belum ditetapkan, baik pengusaha
maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Pengusaha dapat
melakukan penyimpangan terhadap ketentuan di atas adalah berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib
membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh (Pasal 155 UUK).
Undang-undang Ketenagakerjaan memberikan aturan yang lengkap berkenaan dengan apa yang
harus dibayarkan pengusaha dalam hal pemutusan hubungan kerja. Kewajiban tersebut meliputi
pembayaran:
a. Uang pesangon dan/atau
b. Uang penghargaan masa kerja dan
c. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (cuti yang tidak diambil, biaya perjalanan,
tunjangan perumahan atau kompensasi lainnya yang disepakati).
Jumlah atau besaran uang pesangon serta uang penghargaan lainnya yang harus dibayar
dikaitkan pada upah bulanan dan lama masa kerja dari pekerja/buruh (Pasal 156 UUK). Upah
dalam hal ini mencakup upah pokok dan segala macam tunjangan yang bersifat tetap dan
diperhitungkan berdasarkan aturan yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal 157 UUK.
Tenggang waktu untuk pemberitahuan pemutusan hubungan kerja
KUHPerdata mengenal sistem yang jauh berbeda berkenaan dengan kompensasi yang
diberikan dalam hal pemutusan hubungan kerja. Tidak diatur ihwal uang pesangon, namun hanya
tentang tenggang waktu pemberitahuan. Karena KUHPerdata belum dicabut, maka kedua sistem
yang ada harus dianggap berlaku berdampingan. Menurut KUHPerdata, tenggang waktu
pemberitahuan pemu- tusan hubungan kerja sekurang-kurangnya satu bulan. Dalam suatu
perjanjian atau dalam reglemen dapat ditetapkan bahwa tenggang waktu termaksud pada alienayang lalu, bagi buruh dapat diperpanjang untuk waktu paling lama satu bulan, jika hubungan
kerja pada waktu pemberitahuan pemutusan hubungan kerja itu telah sedikit-dikitnya dua tahun
terus menerus.
Tenggang waktu termaksud pada alinea pertama, bagi majikan diperpanjang berturut-turut
dengan satu bulan, dua bulan atau tiga bulan, jika pada waktu pemberitahuan pemutusan,
hubungan kerja telah berlangsung sedikit-dikitnya satu tahun tetapi kurang dari dua tahun,
sedikit-dikitnya dua tahun tetapi kurang dari tiga tahun, atau sedikit- dikitnya tiga tahun terus
menerus. Tiap perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan Pasal ini adalah batal (Pasal 1603i
KUHPerdata). Hubungan kerja dengan pengusaha/majikan yang sama, yang terputus dalamwaktu kurang dari empat minggu, atau yang segera bersambung dengan cara termaksud pada
Pasal 1603 f , sepanjang mengenai tenggang waktu pernyataan termaksud Pasal 1603 i, dipandang
sebagai hubungan kerja yang terus menerus (Pasal 1603i ter KUHPerdata).
Undang-undang Ketenagakerjaan juga memuat ketentuan-ketentuan tentang pemutusan
hubungan kerja karena kesalahan berat yang dilakukan pekerja/buruh. Dalam hal demikian,
maka pekerja/buruh hanya akan memperoleh uang penggantian hak, namun tidak uang pesangon
atau uang penghargaan masa kerja. Pekerja/buruh dalam hal demikian diperkenankan untukmengajukan gugatan pemutusan hubungan kerja seperti itu kehadapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial. Kendati demikian, ketentuan Pasal 158 dan 159 UUK telah
dinyatakan batal demi hukum oleh Mahkamah Konstitusi (Putusan No. 012/PUU-I/2003). Di
samping itu, KUHPerdata juga mengenal pemutusan hubungan kerja singkat tanpa
pemberitahuan pemutusan kerja ( summary dismissal ). Menurut KUHPerdata, masing-masing
pihak dapat memutuskan bubungan kerja tanpa pemberitahuan pemutusan hubungan kerja atau
tanpa mengindahkan aturan-aturan yang berlaku bagi pemberitahuan pemutusan hubungan kerja
tetapi pihak yang berbuat demikian tanpa persetujuan pihak lain, bertindak secara bertentangan
dengan hukum, kecuali ia sekaligus membayar gantirugi kepada pihak lain atas dasar ketentuan
Pasal 1063q, atau ia memutuskan hubungan kerja demikian dengan alasan mendesak yang
seketika itu diberitahukan kepada pihak (Pasal 1603n KUHPerdata). Alasan mendesak bagi
majikan/pengusaha diuraikan dalam bentuk contoh dalam ketentuan Pasal 1603o KUHPerdata
sedangkan bagi buruh diuraikan dalam ketentuan Pasal 1603 p KUHPerdata. Tidaklah jelas,
berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi di atas, apakah juga kedua ketentuan di atas
harus dianggap batal.
Penahanan
Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak
pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi
wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya
pekerja/buruh/ (Pasal 160 UUK). Bantuan tersebut berkisar pada 25% dari upah untuk satu orang
tanggungan sampai dengan 50% untuk empat tanggungan. Anggota keluarga pekerja/buruh yang
menjadi tanggungannya meliputi suami/isteri pekerja, anak-anak atau orang-orang lain yang
menurut hukum yang berlaku (peraturan perusahaan, perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama) menjadi tanggungan pekerja/buruh (Penjelasan). Bantuan diberikan untuk paling lama
6 (enam) bulan takwin terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang
berwajib. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yangsetelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena proses
perkara pidana tersebut. Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6
(enam) bulan berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib
mempekerjakan pekerja/buruh kembali.Pemutusan hubungan kerja seperti di atas dapat
dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja
sebagai-mana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156(4)
UUK.
Pelanggaran lainnya
Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat
peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut (Pasal 161 UUK).
Surat peringatan tersebut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali
ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama
Penjelasan ketentuan di atas menguraikan lebih lanjut sistem surat peringatan di atas. Setiap surat
peringatan dapat diterbitkan secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, sejalan dengan apayang tertuang dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian/ kesepakatan kerja
bersama. Dalam hal surat peringatan diterbitkan berturut-turut, maka surat peringatan pertama
berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan. Jika pekerja/buruh kembali melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut, pengusaha dapat menerbitkan surat peringatan
kedua, yang juga akan efektif untuk jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak diterbitkannya
surat peringatan kedua. Apabila pekerja/buruh terus menerus melanggar ketentuan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka pengusaha dapat
menerbitkan surat peringatan ketiga (terakhir) yang berlaku efektif sejak tanggal penerbitan surat
ketiga tersebut. Jika dalam jangka waktu efektif surat peringatan ketiga, pekerja/buruh kembalimelanggar ketentuan di bawah perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja
bersama, maka surat peringatan berikutnya yang diterbitkan pengusaha akan kembali menjadi
surat peringatan pertama. Hal serupa berlaku pula dalam hal surat peringatan kedua dan ketiga.
Apabila pekerja/buruh kembali melanggar ketentuan di dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka pengusaha dapat menerbitkan peringatan ketiga
(terakhir), yang akan berlaku efektif selama 6 (enam) bulan terhitung sejak diterbitkannya
peringatan ketiga. Jika dalam jangka waktu tesebut, pekerja/buruh kembali melakukan
pelanggaran, maka pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja. Jika dalam jangka waktu
enam bulan sejak lewat waktu surat peringatan pertama dan pekerja/buruh kembali melanggar
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama, maka surat peringatan
yang diterbitkan pengusaha akan dianggap sebagai surat peringatan pertama. Hal serupa juga
berlaku bagi surat peringatan kedua dan ketiga.
Perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama dapat mengatur
penerbitan surat peringatan pertama dan terakhir untuk sejumlah pelanggaran tertentu. Maka
dalam hal demikian, jika pekerja/buruh melanggar perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
kesepakatan kerja bersama dalam jangka waktu efektif surat peringatan pertama dan peringatan
terakhir, pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh yang
bersangkutan. Jangka waktu enam bulan dimaksud sebagai ikhtiar mendidik pekerja/buruh yang
bersangkutan sedemikian sehingga ia memiliki cukup waktu memperbaiki sikap/perilakunya.
Pada lain pihak, jangka waktu enam bulan memberikan pula pada pengusaha cukup waktu untuk
mengevaluasi perilaku dan sikap pekerja/buruh tersebut. Pekerja/buruh yang mengalami
pemutusan hubungan kerja atas alasan yang disebut di atas berhak untuk mendapatkan uang
pesangon sejumlah 1 (satu) kali dari uang pesangon yang disebutkan dalam ketentuan Pasal
156(2), uang penghargaan sejumlah 1 (satu) kali nilai yang ditetapkan dalam ketentuan Pasal
156(3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 176(4) UUK. Hal sama juga berlaku
dalam hal peringatan kedua dan ketiga.
Pengunduran diri pekerja/buruh
Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang
penggantian hak. Kompensasi tersebut diberikan sesuai ketentuan Pasal 156 (4) UUK. Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak
me-wakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan
pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama.
Pekerja/buruh yang mengundurkan diri harus memenuhi syarat :
a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri.
b. tidak terikat dalam ikatan dinas, dan
c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan
tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pemutusan Hubungan kerja sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi
tidak normal nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan. Dunia
industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah, senantiasa berusaha
menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih menjanjikan keuntungan yang besar,
walaupun harus menutup dan merelokasi atau memindahkan pabriknya ke Negara lain.
Keadaan ini tentu saja berdampak Pemutusan Hubungan kerja pada karyawan di negara
yang ditinggalkan. Efisiensi yang diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini, merupakan
jawaban atas penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di masa lalu, sehingga dilihat secara
struktur organisasi, maka terjadi penggelembungan yang sangat besar. Ketika tuntutan efisiensiharus dipenuhi, maka restrukturisasi merupakan jawabannya. Di sini tentu saja terjadi
pemangkasan posisi besar-besaran, sehinggaPemutusan Hubungan kerja masih belum dapat
dihindarkan.
Ketika perekonomian dunia masih belum adil, dan program efisiensi yang dilakukan oleh
para manajer terus digulirkan, maka Pemutusan Hubungan kerja masih merupakan fenomena
yang sangat mencemaskan, dan harus diantisipasi dengan penyediaan lapangan kerja dan
pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (mantan karyawan).
3.2 SARAN Adapun saran yang dapat saya berikan dalam makalah ini adalah, hendaknya dalam melakukan
Pemutusan hubungan kerja harus sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku
di Indonesia agar tidak akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan