BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kesehatan sangatlah fleksibel dengan mengikuti perkembangan zaman. Hal itu dapat dilihat dengan perkembangan penyakit dan cara mengatasinya. Penyakit sangatlah berbahaya bagi tubuh manusia, apalagi yang dapat mengganggu jiwa manusia. Karena itu ketika penyakit dapat membahayakan maka secepat mungkin harus dicari cara mengatasinya atau pengobatan terhadap penyakit yang diderita, demikian pula penyakit struma yang menyebabkan pembengkakan pada leher. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) mencatat sekitar 20 persen pasien endokrin menderita gangguan fungsi tiroid. "Gangguan tiroid menempati urutan kedua daftar penyakit endokrin setelah diabetes," kata Ketua Perkeni Prof Dr Achmad Rudijanto di sela-sela Asia And Ocenia Thyroid Association Congress (AOTA) di Kuta, Bali, Minggu (21/10). Tingginya jumlah penderita gangguan hormon yang mengatur metabolisme tubuh disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat akan gejala dan kelainan tiroid. Gangguan fungsi tiroid ada dua yaitu kekurangan hormon tiroid (hipotiroid) dan kelebihan (hipertiroid). Gejala umum dari keduanya secara umum adalah pembesaran kelenjarnya atau dikenal gondok atau struma. Kelainan hipotiroid pada perempuan risikonya lebih besar dibandingkan dengan pria. Diperkirakan sekitar 2,5 persen ibu hamil mengalami gangguan hormon tersebut. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis akan memaparkan sebuahmakalah mengenai struma nodosa serta hal-hal yang menyangkut penyakit ini.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu kesehatan sangatlah fleksibel dengan mengikuti perkembangan zaman. Hal itu
dapat dilihat dengan perkembangan penyakit dan cara mengatasinya. Penyakit
sangatlah berbahaya bagi tubuh manusia, apalagi yang dapat mengganggu jiwa
manusia. Karena itu ketika penyakit dapat membahayakan maka secepat mungkin harus
dicari cara mengatasinya atau pengobatan terhadap penyakit yang diderita, demikian
pula penyakit struma yang menyebabkan pembengkakan pada leher.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) mencatat sekitar 20 persen pasien
endokrin menderita gangguan fungsi tiroid. "Gangguan tiroid menempati urutan kedua
daftar penyakit endokrin setelah diabetes," kata Ketua Perkeni Prof Dr Achmad
Rudijanto di sela-sela Asia And Ocenia Thyroid Association Congress (AOTA) di Kuta,
Bali, Minggu (21/10).
Tingginya jumlah penderita gangguan hormon yang mengatur metabolisme tubuh
disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat akan gejala dan kelainan tiroid.
Gangguan fungsi tiroid ada dua yaitu kekurangan hormon tiroid (hipotiroid) dan
kelebihan (hipertiroid). Gejala umum dari keduanya secara umum adalah pembesaran
kelenjarnya atau dikenal gondok atau struma. Kelainan hipotiroid pada perempuan
risikonya lebih besar dibandingkan dengan pria. Diperkirakan sekitar 2,5 persen ibu
hamil mengalami gangguan hormon tersebut.
Maka dari itu pada kesempatan ini penulis akan memaparkan sebuahmakalah
mengenai struma nodosa serta hal-hal yang menyangkut penyakit ini.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis membatasi masalah agar tidak membahas yang meluas,
batasan makalah ini adalah :
1. Anatomi dan fisiologis kelenjar thyroid
2. Pengertian penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid
3. Etiologi dan patofisiologi penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid
4. Manifestasi klinik, komplikasi dan penatalaksanaan penyakit struma, hipertiroid, dan
hipotirid
5. Diagnosa yang mungkin muncul pada penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan teori dan konsep penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologis kelenjar thyroid
b. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian penyakit struma, hipertiroid, dan
hipotirid
c. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dan patofisiologi penyakit struma,
hipertiroid, dan hipotirid
d. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinik, komplikasi dan
penatalaksanaan penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid
e. Mahasiswa dapat mengetahui diagnosa yang mungkin muncul pada penyakit
struma, hipertiroid, dan hipotirid.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Anatomi Fisiologi Kelenjar Thyroid
1. Anatomi
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan sangat
vascular. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring setinggi vertebra
cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1. Kelenjar ini terselubungi lapisan pretracheal
dari fascia cervicalis dan terdiri atas 2 lobus, lobus dextra dan sinistra, yang
dihubungkan oleh isthmus. Beratnya kira-kira 25 gr tetapi bervariasi pada tiap
individu. Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada wanita terutama saat menstruasi dan
hamil. Lobus kelenjar tiroid seperti kerucut. Ujung apikalnya menyimpang ke lateral
ke garis oblique pada lamina cartilago thyroidea dan basisnya setinggi cartilago
trachea 4-5. Setiap lobus berukuran 5x3x2 cm. Isthmus menghubungkan bagian
bawah kedua lobus, walaupun terkadang pada beberapa orang tidak ada. Panjang
dan lebarnya kira-kira 1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo trachea walaupun
terkadang lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya berubah.
Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:
Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian
tengah faring yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama
disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua
pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I.
Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch
melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.
Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus
thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra
cervicalis 5, 6, dan 7.
Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan
di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain.
a. Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
1) Arteri thyroidea superior (arteri utama)
2) Arteri thyroidea inferior (arteri utama)
3) Terkadang masih pula terdapat arteri thyroidea ima, cabang langsung dari
aorta atau arteri anonyma.
b. Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
1) Vena thyroidea superior (bermuara di Vena jugularis interna)
2) Vena thyroidea medialis (bermuara di Vena jugularis interna)
3) Vena thyroidea inferior (bermuara di Vena anonyma kiri)
c. Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:
1) Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis
2) Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu
menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar vena jugularis. Dari sekitar vena
jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.
d. Persarafan kelenjar tiroid:
1) Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior
2) Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang
N.vagus)
N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita
suara terganggu (stridor/serak).
e. Vaskularisasi
Kelenjar tiroid disuplai oleh arteri tiroid superior, inferior, dan terkadang juga
arteri tiroidea ima dari arteri brachiocephalica atau cabang aorta. Arterinya
banyak dan cabangnya beranastomose pada permukaan dan dalam kelenjar,
baik ipsilateral maupun kontralateral.
Tiroid superior menembus fascia tiroid dan kemudian bercabang menjadi
cabang anterior dan posterior. Cabang anterior mensuplai permukaan anterior
kelenjar dan cabang posterior mensuplai permukaan lateral dan medial. tiroid
inferior mensuplai basis kelenjar dan bercabang ke superior (ascenden) dan
inferior yang mensuplai permukaan inferior dan posterior kelenjar.Sistem
venanya berasal dari pleksus perifolikular yang menyatu di permukaan
membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
f. Sistem Limfatik
Pembuluh limfe tiroid terhubung dengan plexus tracheal dan menjalar sampai
nodus prelaringeal di atas isthmus tiroid dan ke nodus pretracheal serta
paratracheal. Beberapa bahkan juga mengalir ke nodus brachiocephal yang
terhubung dengan tymus pada mediastinum superior
2. Fisiologi
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid memiliki dua buah
lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di kartilago krokoidea di leher pada cincin
trakea ke dua dan tiga. Kelenjar tiroid berfungsi untuk pertumbuhan dan
mempercepat metabolisme. Kelenjar tiroid menghasilkan dua hormon yang penting
yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Karakteristik triioditironin adalah berjumlah
lebih sedikit dalam serum karena reseptornya lebih sedikit dalam protein pengikat
plasma di serum tetapi ia lebih kuat karena memiliki banyak resptor pada jaringan.
Tiroksin memiliki banyak reseptor pada protein pengikat plasma di serum yang
mengakibatkan banyaknya jumlah hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat
berikatan pada jaringan karena jumlah reseptornya sedikit.
a. Proses pembentukan hormon tiroid adalah:
1) Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini
dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah.
2) Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar yang
nantinya akan mensekresi hormon tiroid
3) Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh
enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase.
4) Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I) akan
menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat terjadi
karena afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar
daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar lebih cepat.
5) Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi (jika
teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I
menjadi diiodotirosin)
6) Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika
monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi
triiodotironin. Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi tetraiodotironin
atau yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak larut dalam air jadi
untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal
ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering disebut protein pengikat plasma.
Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon tiroid terutama tiroksin sangat
kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih
mudah dilepas karena ikatannya lebih lemah. (Guyton. 1997)
b. Efek Hormon Tiroid
1) Efek hormon tiroid dalam meningkatkan sintesis protein adalah :
Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria serta meningkatkan
kecepatan pembentukan ATP
2) Efek tiroid dalam transpor aktif : meningkatkan aktifitas enzim NaK-ATPase
yang akan menaikkan kecepatan transpor aktif dan tiroid dapat
mempermudah ion kalium masuk membran sel.
3) Efek pada metabolisme karbohidrat : menaikkan aktivitas seluruh enzim,
4) Efek pada metabolisme lemak: mempercepat proses oksidasi dari asam
lemak. Pada plasma dan lemak hati hormon tiroid menurunkan kolesterol,
fosfolipid, dan trigliserid dan menaikkan asam lemak bebas.
5) Efek tiroid pada metabolisme vitamin: menaikkan kebutuhan tubuh akan
vitamin karena vitamin bekerja sebagai koenzim dari metabolisme.Oleh
karena metabolisme sebagian besar sel meningkat akibat efek dari tiroid,
maka laju metabolisme basal akan meningkat. Dan peningkatan laju basal
setinggi 60 sampai 100 persen diatas normal.
6) Efek Pada berat badan. Bila hormone tiroid meningkat, maka hampir selalu
menurunkan berat badan, dan bila produksinya sangat berkurang, maka
hampir selalu menaikkan berat badan. Efek ini terjadi karena hormone tiroid
meningkatkan nafsu makan.
7) Efek terhadap Cardiovascular. Aliran darah, Curah jantung, Frekuensi deny
jantung, dan Volume darah meningkat karena meningkatnya metabolism
dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak produk
akhir yang dilepas dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi pada
sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah.
8) Efek pada Respirasi. Meningkatnya kecepatan metabolism akan
meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbondioksida.
9) Efek pada saluran cerna. Meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan.
Tiroid dapat meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan
pergerakan saluran cerna.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Asuhan Keperawatan Struma
1. Pengertian Struma
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke
dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan
pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka
akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai
kesulitan bernapas dan disfagia.
2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
a. Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di
daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobak, kacang kedelai).
d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
3. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk
ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam
kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid
Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada
fase sel koloid.
Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4)
dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik
negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada
tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan
metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
4. Klasifikasi
a. Berdasarkan Fisiologisnya
1) Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan
kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter
atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat
mengakibatkan kompresi trakea.
2) Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari
kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.
Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi
atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop
atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.
Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap
udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit
kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan
penurunan kemampuan bicara.
3) Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan
sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon
tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis
antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya
produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.
Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat,
keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain
itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian
atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok,
dan atrofi otot.
b. Berdasarkan Klinisnya
1) Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan
struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada
perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas
ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan
memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan
(struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena
jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophthalmic
goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara
hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap
selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar
tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan
pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut
sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi
tetapi bukan mencegah pembentuknya.
Apabila gejala-gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam
jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa
khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan
menelan, koma dan dapat meninggal.
2) Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi
menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non
toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut
sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering
ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium
dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak
mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme,
penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya
tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya
endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan
seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan
yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai
Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %,
endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.
5. Tanda dan Gejala
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan, maka tanda dan gejala pasien
struma adalah :
a. Status Generalis (umum)
1) Tekanan darah meningkat (systole)
2) Nadi meningkat
3) Mata : Exophtalamus
a) Stellwag sign : jarang berkedip
b) Von Graefe sign : palpebra mengikuti bulbus okuli waktu melihat ke
bawah.
c) Morbius sign : sukar konvergensi
d) Jeffroy sign : tak dapat mengerutkan dahi.
e) Rossenbach sign : tremor palpebra jika mata ditutup.
4) Hipertoni simpatis : kulit basah dan dingin, tremor
5) Jantung : takikardi
b. Status Lokalis : Regio Colli Anterior
1) Inspeksi : benjolan, warna, permukaan, bergerak waktu menelan
2) Palpasi : permukaan, suhu
a) Batas atas—– kartilago tiroid
b) Batas bawah — incisura jugularis
c) Batas medial — garis tengah leher
d) Batas lateral — m.sternokleidomastoid
c. Gejala Khusus
1) Struma kistik
a) Mengenai 1 lobus
b) Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan
c) Kadang multilobularis
d) Fluktuasi (+)
2) Struma Nodusa
a) Batas jelas
b) Konsistensi : kenyal sampai keras
c) Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarsinoma tiroidea
3) Struma Difusa
a) Batas tidak jelas
b) Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek.
4) Struma vaskulosa
a) Tampak pembuluh darah (biasanya arteri), berdenyut
b) Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa
c) Kelenjar getah bening : Paratracheal Jugular Vein.
6. Komplikasi Struma
a. Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada
jantung oleh hormon tiroid dan menyebabkan kontraktilitas jantung meningkat
dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien
yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi
payah jantung.
b. Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran
air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas
hidup pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.
c. Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia
bagian bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan
glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.
7. Penatalaksanaan
a. Pencegahan dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi
penduduk di daerah endemik sedang dan berat.
b. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
c. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik
diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan
anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8
cc.
d. Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila
pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ
sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
8. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
1) Anamnesa
a) Usia dan jenis kelamin
b) Benjolan pada leher, lama dan pembesarannya
c) Gangguan menelan, suara serak (gejala penekanan), nyeri