Makalah Seminar Matematika "UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN
HASIL BELAJAR MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH " BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangKemajuan ilmu pengetahuan akan mempengaruhi
cara belajar yang efektif, sehingga perlu adanya cara berpikir
secara terarah dan jelas. Dengan banyak permasalahanpermasalahan
yang muncul,perlu adanya pembaharuanpembaharuan di lingkungan
pendidikan yang mengarahkan pembelajaran agar dapat selalu berpikir
kritis. Banyak yang beranggapan bahwa berpikir kritis memerlukan
suatu tingkat kecerdasan yang tinggi. Padahal, berpikir kritis
dapat dilatih pada semua orang untuk dipelajari. Disinilah peranan
pendidikan memberi suatu konsep cara belajar yang efektif.Kecakapan
hidup seseorang tidak terjadi dengan sendirinya tetapi melalui
suatu proses yang terus berlanjut. Keberlanjutan perkembangan
proses belajar sebenarnya dapat diamati. Hal ini juga berlaku bagi
siswa, dimana perkembangan keterampilan berproses seorang siswa
selama proses pembelajaran dapat diikuti atau diamati. Saat
kerjasama dengan orang lain, mendengarkan dengan aktif, berani
bertanya, mau menyampaikan pendapat atau menjawab pertanyaan, dan
kreatif dalam memecahkan masalah merupakan salah satu ciri
kecakapan hidup. Proses menuju ke arah kecakapan hidup tersebut
perlu suatu latihan serta membutuhkan suatu proses yang disebut
dengan keterampilan berproses. Keterampilan berproses merupakan
aspek yang sangat penting dalam belajar matematika. Rendahnya
keterampilan berproses akan mempengaruhi hasil belajar siswa di
sekolah, khususnya mengenai pemecahan masalah. Dengan menggunakan
keterampilan berproses, siswa akan mampu menemukan dan
mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan
mengembangkan sikap dan nilai. Seluruh tindakan dalam proses
belajar mengajar akan menciptakan kondisi belajar yang melibatkan
siswa aktif. Salah satu upaya untuk meningkatkan keterampilan
berpikir kritis, khususnya dalam pelajaran matematika adalah dengan
menerapkan model pembelajaran problem solving atau pemecahan
masalah. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum
matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran
maupun penyesuaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman
menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki
untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.
Proses pemecahan masalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri
informasi atau data untuk diolah menjadi konsep, prinsip atau
simpulan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran diperlukan
keterampilan berproses dalam memecahkan masalah. Agar pembelajaran
dapat berjalan dengan baik, siswa terlebih dahulu dilatih
keterampilan-keterampilan proses memecahkan masalah.
Keterampilan-keterampilan tersebut antara lain mengajukan
pertanyaan, menjawab pertanyaan/menanggapi, menyampaikan
ide/pendapat, mendengarkan secara aktif, berada dalam tugas, dan
sebagainya. Kemampuan berpikir kritis saat ini masih sangat rendah.
Rendahnya kemampuan berpikir kritis terjadi karena rendahnya
motivasi siswa dalam belajar. Penyebab utama rendahnya motivasi
siswa karena kurangnya variasi model pembelajaran yang tepat.
Selama ini yang terjadi pembelajaran hanya berpusat pada guru, dan
siswa tidak dilibatkan secara aktif sehingga siswa masih kurang
dalam hal kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan sikap sosial.
Kekurangan siswa ini perlu diatasi dengan adanya perubahan model
pembelajaran yang digunakan guru yaitu dari menggunakan model
pembelajaran konvensional menjadi menggunakan model pembelajaran
problem solving. Maka jenis pembelajaran yang baik digunakan adalah
model pembelajaran problem solving.
B. Rumusan MasalahDalam makalah ini indikator aspek-aspek
berpikir kritis meliputi:Kemampuan pemecahan masalah soal
matematika, seperti:a. Memahami, apa yang diketahui dan yang
ditanyakan dalam soal.b. Memilih pendekatan atau strategi.c.
Menyelesaikan model: melakukan operasi hitung secara benar dalam
menerapkan strategi, untuk mendapatkan solusi dari masalah.d.
Menafsirkan solusi: memperkirakan dan memeriksa jawaban, masuk
akalnya jawaban, dan apakah memberikan pemecahan terhadap masalah
semulaBerdasarkan latar belakang dan indikator di atas,
permasalahan pokoknya adalah: Apakah dengan metode problem solving
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa?C. TujuanTujuan
peneliti adalah untuk mengetahui apakah metode problem solving
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.D. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penggunaan metode problem solving
(pemecahan masalah) antara lain:1.Dapat mengembangkan kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah masalah serta mengambil keputusan
secara obyektif dan rasional.2.Dapat mengembangkan kemampuan
berpikir kritis, logis dan analitis.3.Menambah pengetahuan guru
tentang model pembelajaran problem solving.
BAB II
1
PEMBAHASAN
A. Pengertian Problem atau MasalahBarangkali secara umum orang
memahami masalah (problem) sebagai kesenjangan antara kenyataan dan
harapan. Namun dalam matematika, istilah problem memiliki makna
yang lebih khusus. Kata Problem terkait erat dengan suatu
pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan problem solving. Dalam hal
ini tidak setiap soal dapat disebut problem atau masalah.Departemen
Matematika dan Ilmu Komputer di Saint Louis University (dalam
Department of Mathematics and Computer Science, 1993) mengemukakan
lima tipe soal matematika:1. Soal-soal yang menguji ingatan
(memory).Contohnya: meminta siswa menyebut teorema Pythagoras, atau
meminta siswa menyebut rumus integral parsial.2. Soal-soal yang
menguji keterampilan (skills). Contohnya meminta siswa untuk
mencari akar suatu persamaan kuadrat, atau mencari turunan dari
f(x) = 3x2 4x3 + 7x 5.3. Soal-soal yang membutuhkan penerapan
keterampilan pada situasi yang biasa (familiar).4. Soal-soal yang
membutuhkan penerapan keterampilan pada situasi yang tidak biasa
(unfamiliar) mengembangkan strategi untuk masalah yang baru. 5.
Soal-soal yang membutuhkan ekstensi (perluasan) keterampilan atau
teori yang kita kenal sebelum diterapkan pada situasi yang tidak
biasa (unfamiliar).Contoh (familiar):Mali, Setya, dan Roni
berbelanja pulpen, pensil dan buku tulis. Mereka membeli pulpen,
pensil dan buku tulis bermerek sama. Mali membeli sebuah pulpen,
dua buah pensil dan tiga buah buku tulis seharga Rp12.300,00, Setya
membeli dua buah pulpen, dua buah pensil dan sebuah buah buku tulis
seharga Rp8.500,00 dan Roni membeli tiga pulpen dan sebuah buku
tulis seharga Rp9.600,00. Berapa harga sebuah pensil yang mereka
beli? Soal ini merupakan terapan masalah sistem persamaan linear.
Cara atau strategi dan juga hasil atau penyelesaian masalah bisa
sangat berbeda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.Contoh
(unfamiliar):Area parkir di SMA Teladan ada dua lokasi, yang satu
berbentuk persegipanjang, sedang yang lain berbentuk trapesium.
Ukurlah ukuran-ukuran panjang dan lebarnya! Sementara kendaraan
yang diparkir ada mobil, sepeda motor, dan sepeda kayuh (onthel).
Hitung atau perkirakan jumlah masing-masing kendaraan! Bagaimana
menurut kamu, pengaturan parkir yang baik di sekolah kita.Sebuah
soal dikatakan bukan masalah bagi seseorang umumnya bila soal
tersebut terlalu mudah baginya. Suatu soal bersifat mudah, biasanya
karena soal tersebut telah sering (rutin) dipelajari dan bersifat
teknis. Umumnya, tipe soal ingatan termasuk kelompok soal-soal
rutin (routine problems), yaitu soal-soal yang tergolong mudah dan
kurang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam hal pemecahan
masalah. Sementara soal tipe terapan umumnya masih sebatas melatih
kemampuan siswa menerjemahkan situasi masalah ke dalam model
matematika. Soal- soal dengan tipe terbuka dan tipe situasi
termasuk soal-soal yang cocok untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah.Istilah problem solving sering digunakan dalam
berbagai bidang ilmu dan memiliki pengertian yang berbeda-beda
pula. Tetapi problem solving dalam matematika memiliki kekhasan
tersendiri. Secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi
istilah problem solving dalam pembelajaran matematika, yaitu (1)
problem solving sebagai tujuan (as a goal), (2) problem solving
sebagai proses (as a process), dan (3) problem solving sebagai
keterampilan dasar (as a basic skill). (Branca, N. A. dalam Krulik,
S. & Reys, R. E., 1980:3-6).B. Pentingnya Problem
solvingMenurut Polya (1945: 155), pekerjaan pertama seorang
pendidik adalah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membangun
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah. Mengapa hal ini
menjadi penting? Alasan pertama adalah karena siswa (bahkan guru,
kepala sekolah, orang tua, dan setiap orang) setiap harinya selalu
dihadapkan pada suatu masalah, disadari atau tidak. Karena itu
pembelajaran pemecahan masalah sejak dini diperlukan agar siswa
dapat menyelesaikan problematika kehidupannya. Dalam pembelajaran
matematika ini aspek pemecahan masalah menjadi semakin penting.
Mengapa? Ini dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang
logis, sistematis, berpola, abstrak, dan yang tak kalah penting
menghendaki justifikasi atau pembuktian. Sifat-sifat matematika ini
menuntut siswa menggunakan kemampuan-kemampuan dasar dalam
pemecahan masalah, seperti berpikir logis, berpikir strategik.
Selain itu secara timbal balik maka dengan mempelajari matematika,
siswa terasah kemampuan dalam memecahkan masalah. Hal ini
dikarenakan strategi dalam pemecahan masalah matematika bersifat
universal sesuai sifat matematika sebagai bahasa yang universal
(artifisial, simbolik). Selain itu, McIntosh, R. & Jarret, D.
(2000:6) menyatakan The thinking and skills required for
mathematical problem solving transfer to other areas of life.
Dengan fokus pada problem solving maka matematika sebagai alat
dalam memecahkan masalah dapat diadaptasi pada berbagai konteks dan
masalah sehari-hari. Selain sebagai alat untuk meningkatkan
pengetahuan matematika dan membantu memahami masalah sehari-hari,
maka problem solving juga merupakan cara berpikir (way of
thinking). Dalam perspektif terakhir ini maka problem solving
membantu kita meningkatkan kemampuan penalaran logis. Terakhir,
problem solving juga memiliki nilai aestetik. Problem solving
melibatkan emosi/afeksi siswa selama proses pemecahan masalah.
Masalah problem solving juga dapat menantang pikiran dan bernuansa
teka-teki bagi siswa sehingga dapat meningkatkan rasa penasaran,
motivasi dan kegigihan untuk selalu terlibat dalam matematika. C.
Pembelajaran Problem solvingWalaupun secara umum para pendidik
hanya terfokus pada materi matematika ketika menyinggung
pembelajaran pemecahan masalah, namun sesungguhnya ada dua dimensi
atau dua materi yaitu: (1) pembelajaran matematika melalui model
atau strategi pemecahan masalah, dan (2) pembelajaran strategi
pemecahan masalah itu sendiri. Yang pertama pemecahan masalah
sebagai strategi atau model atau pendekatan pembelajaran, sedang
yang kedua pemecahan masalah sebagai materi pembelajaran. Menurut
hemat penulis kedua dimensi ini sama-sama penting, karena materi
yang pertama terkait dengan pentingnya problem solving secara
fungsional, sedang materi kedua terkait dengan pentingnya problem
solving sebagai logikal. Barangkali yang dapat dilakukan kita
adalah menerapkan pembelajaran dengan model pemecahan masalah
sambil mengarahkan siswa untuk memahami dan memiliki keterampilan
pemecahan masalah.Ada kalanya kita kurang memahami karakteristik
seorang pemecah masalah (problem solver) yang baik, sehingga
seringkali identifikasi kita hanya terfokus pada hasil (apa yang
ditemukan siswa, jawaban siswa), atau pada kecocokan proses
penyelesaian. Dengan mengenali karakteristik pemecah masalah, maka
kita dapat melihat potensi apa yang dimiliki oleh siswa serta apa
yang harus kita lakukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah.Dalam buku What Successful Math Teachers Do,
Grade 6-12 (2005) karya Posamentier & Jaye diulas mengenai
berbagai tips dalam pembelajaan problem solving berdasarkan 79
penelitian yang relevan.Berikut ini saran-saran mengenai
pembelajaran problem solving.1. Upayakan agar siswa berpikir keras
saat berusaha memecahkan masalah.2. Upayakan agar siswa menulis
model penyelesaian saat belajar memecahkan masalah.3. Giatkan siswa
untuk membuat gambaran mental saat menerapkan aturan untuk
memecahkan masalah.4. Berikan petunjuk atau pertanyaan yang
mengarah saat siswa membutuhkan bantuan.5. Beri bantuan secara
bertahap untuk menjaga agar penyelesaian diperoleh siswa secara
mandiri.6. Ajari siswa untuk bertanya pada diri sendiri apa yang
mereka pahami dari masalah dan apa yang mereka (harus) lakukan
dalam usaha memecahkan masalah tersebut.7. Tekankan prinsip-prinsip
umum yang menjadi dasar penyelesaian suatu masalah.8. Ujilah
pengetahuan matematika siswa dan gunakan informasi tersebut untuk
membuat masalah yang menantang sehingga membuat mereka enjoy.9.
Susun pengajaran konsep dan keterampilan matematika dengan
menggunakan masalah (problem-centerd or problem-based approach to
teaching).10. Bantu siswa untuk belajar tanpa harus menerapkan
pendekatan terpusat guru (teacher-centered approachs). Beri mereka
secara hati-hati serangkaian contoh dan masalah untuk
dipecahkan.11. Beri waktu pada siswa untuk menemukan dan menerapkan
rencana penyelesaian yang mereka buat.D. Tahapan Pemecahan Masalah
MatematikaSeringkali kita melihat siswa mengabaikan tahap-tahap
penting dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, kita sendiri
(guru) seharusnya mengetahui dan memahami tahap-tahap penting
pemecahan masalah. Polya dalam bukunya, Mathematical Discovery
menyatakan: The teacher should [...] show his students how to solve
problems but if he does not know, how can he show them?. (Gardiner,
1987:vii).Ada empat tahap pokok atau penting dalam memecahkan
masalah yang sudah diterima luas, dan ini bersumber dari buku
George Polya tahun 1945 berjudul How to Solve It. Keempat langkah
tersebut adalah:1. Memahami soal/masalah - selengkap mungkin.Untuk
dapat melakukan tahap 1 dengan baik, maka perlu latihan untuk
memahami masalah baik berupa soal cerita maupun soal non-cerita,
terutama dalam hal:a. apa saja pertanyaannya, dapatkah
pertanyaannya disederhanakan,b. apa saja data yang dipunyai dari
soal/masalah, pilih data-data yang relevan,c. hubungan-hubungan apa
dari data-data yang ada.2. Memilih rencana penyelesaian dari
beberapa alternatif yang mungkin.Untuk dapat melakukan tahap 2
dengan baik, maka perlu keterampilan dan pemahaman tentang berbagai
strategi pemecahan masalah .3. Menerapkan rencana tadi dengan
tepat, cermat dan benar.Untuk dapat melakukan tahap 3 dengan baik,
maka perlu dilatih mengenai:a. keterampilan berhitung,b.
keterampilan memanipulasi aljabar,c. membuat penjelasan
(explanation) dan argumentasi (reasoning).4. Memeriksa jawaban
apakah sudah benar, lengkap, jelas dan argumentatif
(beralasan).Untuk dapat melakukan tahap 4 dengan baik, maka perlu
latihan mengenai:a. memeriksa penyelesaian/jawaban (mengetes atau
mengujicoba jawaban),b. memeriksa apakah jawaban yang diperolah
masuk akal,c. memeriksa pekerjaan, adakah yang perhitungan atau
analisis yang salah,d. memeriksa pekerjaan, adakah yang kurang
lengkap atau kurang jelas.Siswa seringkali terjebak pada tahap 3
saja, sering melupakan tahap 4 dan mengabaikan tahap 1 dan tahap
2.E. Berbagai Strategi Pemecahan MasalahSeringkali kita (guru
maupun siswa) terjebak pada model penyelesaian matematis-simbolik,
bahkan hanya memikirkan penerapan rumus. Kita kadang lupa bahwa ada
banyak strategi atau pendekatan atau model penyelesaian lain yang
berguna dan kadang lebih baik.Ada banyak strategi penyelesaian
masalah dalam matematika, mulai dari yang algoritmik (semisal
penggunaan rumus) hingga yang heuristik (semisal dengan bantuan
gambar). Kita perlu mengenal dan memahami bermacam strategi
penyelesaian tersebut. Hal ini menjadi bekal terpenting bagi kita
agar dapat membimbing siswa mengembangkan kemampuan memecahkan
masalah.Berikut ini beberapa strategi yang penting dalam
penyelesaian masalah matematika. Selain itu perlu dipahami bahwa
bisa jadi beberapa strategi berikut digunakan secara simultan dalam
penyelesaian suatu masalah matematika.1. Lukis sebuah gambar atau
diagram (make a picture or a diagram)Umumnya strategi ini
diperlukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas suatu masalah
(terutama masalah geometri), juga untuk mendapatkan ide cara
penyelesaian masalah. Contoh berikut menunjukkan strategi melukis
gambar sebagai strategi yang gamblang (cepat dan tepat) untuk
memperoleh penyelesaian.2. Temukan pola (find a pattern)Bila kita
dapat melihat sebuah pola pada sebuah masalah maka jangan abaikan.
Gunakan pola tersebut untuk memperoleh penyelesaian masalah
tersebut.3. Dugalah sebuah jawaban lalu memeriksanya (guess and
check atau trial and error)Strategi ini mungkin merupakan strategi
yang paling remeh dan dapat dilakukan semua orang. Namun strategi
ini dapat membuka mata kita pada penyelesaian yang menyeluruh, yang
mungkin sangat sukar bila ditempuh dengan cara formal atau
tradisional. Perlu pula kita camkan bahwa strategi coba-coba dalam
matematika memiliki landasan penalaran, bukan asal coba. Strategi
ini dapat dibedakan menjadi dua: sistematis dan inferensial.
Systematic trial adalah mencoba semua kemungkinan (ini baik bila
memungkinkan atau bila cacah kemungkinannya sedikit), sedang
inferensial trial adalah mencoba dengan memilah-milah yang paling
relevan berdasarkan konsep atau aturan tertentu.4. Lakukan analisis
mulai dari jawaban yang dikehendaki (working backward)Banyak
manipulasi aljabar juga masalah lain matematika yang sukar
dikerjakan dengan arah ke depan (yaitu memulai dari data menuju ke
hasil), namun begitu mudah diselesaikan setelah kita mencoba
bergerak dari belakang (mulai dari hasil menuju data).5. Gunakan
masalah yang lebih sederhana (use a simpler problem)Suatu masalah
kadang lebih mudah diselesaikan bila kita membuatnya menjadi lebih
sederhana. Cara ini dapat ditempuh dengan menyederhakan bentuk atau
variabel.6. Gunakan konteks yang lebih khusus atau kasus (use a
case problem)Hampir mirip dengan strategi use a simpler problem,
strategi ini menggunakan contoh atau kasus masalah untuk
mendapatkan ide penyelesaian yang menyeluruh. Hal ini dapat
ditempuh dengan mensubstitusi nilai pada variabel atau mengaplikasi
variabel pada kejadian khusus.7. Temukan masalah yang serupa atau
analog, menyelesaikannya, lalu membandingkannya dengan soal semula
(use a similar problems)8. Gunakan kasus yang ekstrim (considering
extreme cases)Strategi ini patut untuk dicoba pada setiap masalah.
Penyelesaian yang diperoleh lewat strategi ini begitu elegan
(sederhana dan tuntas).9. Gunakan titik pandang berbeda (adopting a
different point of view)Kita harus membiasakan diri melihat suatu
masalah dalam cara pandang berbeda. Hal ini untuk menambah
alternatif menggali ide penyelesaian suatu masalah.10. Gunakan
sifat simetri atau pencerminan (use a symmetry)Sifat simetri amat
membantu kita menyelesaikan masalah, contohnya ketika ingin
menghitung luas daerah tertutup antara kurva sebuah fungsi kuadrat
dan sumbu x. Namun kita juga harus melihat sifat simetri ini pada
masalah-masalah lain yang tidak menunjukkan kesimetrian pada
pernyataan masalahnya. Kejelian kita dibutuhkan untuk melihat
adakah kesimetrian pada masalah, dapatkah sifat simetri
dimunculkan, dan lain-lain.11. Buat persamaan (make an equation)
atau buat notasi yang tepat (use appropriate notation)12. Pecahkan
masalah menjadi beberapa submasalah lalu menyelesaikannya (devide
into subproblems) 13. Buat tabel atau bentuk daftar lain yang
sistematis seperti diagram pohon,diagram alir, atau barisan (make a
table or an organized list)14. Gunakan kontradiksi (use
contradiction)Selain yang telah dijelaskan di atas, masih banyak
lagi strategi yang dapat digunakan misalnya: melakukan percobaan
(experimenting) dan mempraktekkan masalah (act out the problem).
Strategi lain yang sudah lebih mengarah ke prosedural antara lain:
menggunakan deduksi atau rumus (use deduction), menggunakan induksi
matematika, menggunakan counterexample (contoh menyimpang),
menggunakan prinsip without loss of generality, menggunakan prinsip
sarang merpati (pigeonhole principle), serta beberapa teknik
pembuktian (proving) lainnya. Teknik-teknik dasar pembuktian yang
sebagian dipelajari pada pokok bahasan Logika Matematika juga masih
relevan untuk kita pahami sebagai bekal dalam pemecahan masalah. F.
Langkah langkah pembelajaranSementara itu terkait dengan
pembelajaran matematika, langkah-langkah dan peran guru pada model
pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut:Langkah 1.
Persiapan Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran
sesuai materi yang akan diberikan dan membuat soal soal yang berisi
masalah yang sesuai dengan model pembelajaran problem
solving.Langkah 2. Penyampaian MateriDisini guru menyampaiakan
materi pembelajaran, kemudian memberikan contoh-contoh soal yang
berkaitan dengan materi tersebut.Langkah 3. Pemberian MasalahDalam
pemberian masalah ini, siswa diberi soal-soal atau masalah-masalah
yang berkaitan dengan materi yang diberikan oleh guru dan soal
tersebut dapat meningkatkan kemampuan ketrampilan siswa untuk
menyelesaikan masalah. Langkah 4. Penyelesaian MasalahSetelah
diberi soal soal, maka setiap siswa menyelesaiakan soal tersebut
sesuai tingkat pemahaman mereka. Saat penyelesaian masalah guru
membantu siswa yang mengalami kesulitan.Langkah 5. Diskusi
masalahDalam diskusi masalah ini, salah satu siswa disuruh maju ke
depan kelas untuk mempresentasikan hasil penyelesaian soal
tersebut. Kemudian guru bersama siswa yang lain memperhatikan
apakah penyelesaian tersebut sudah sesuai dengan tahap-tahap
penyelesaian sesuai dengan masalah yang diberikan. Jika ada
kesalahan, guru dan siswa yanga lain memberikan masukan.Langkah 6.
Memberi kesimpulanGuru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir
dari semua masalahmasalah yang telah diberikan tadi.
G. Hasil Penelitian yang Relevan1. Penelitian yang dilakukan
oleh Fitriyanti pada tahun 2009, dengan judul Pengaruh Penggunaan
Metode Pemecahan Masalah Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Pada Pembelajaran Matematika Di Kelas XI Jurusan IPA SMA Srijaya
Negara Palembang Secara umum penelitian ini menyimpulkan bahwa
penggunaan metode pemecahan masalah berpengaruh positif terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran Matematika di
kelas XI SMA Srijaya Negara Palembang.Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif kuantitatif yang dilakukan untuk mendapatkan
gambaran mengenai pengaruh penggunaan metode pemecahan masalah
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran
Matematika di SMA Srijaya Palembang. Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan metode quasi eksperimen dengan nonequivalen
groups pretest-posttest. Populasi adalah seluruh siswa kelas XI
Jurusan IPS tahun ajaran 2008/2009 berjumlah 151 orang yang
tercakup dalam 4 kelas paralel yaitu kelas XI IPS 1 sampai kelas XI
IPS 4. Sampel penelitian adalah kelas XI IPS 2 sebagai kelas
eksperimen dan kelas XI IPS 4 sebagai kelas kontrol.Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan tes, kuesioner dan pedoman
observasi. Analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 16.
HASIL DAN PEMBAHASANHasil penelitian menggambarkan bahwa
kemampuan berpikir kritis yang dicapai siswa merupakan pengaruh
dari penggunaan metode pemecahan masalah yang diterapkan dalam
pembelajaran matematika. Kemampuan berpikir kritis terungkap dari
hasil pengolahan data dalam bentuk skor tes yang dilaksanakan
sebelum pelaksanaan pembelajaran (pre-test) dan sesudah
pembelajaran (post-test). Untuk mendukung data kemampuan berpikir
kritis disajikan juga data hasil kuesioner dalam bentuk prosentase
tanggapan siswa tentang pelaksanaan pembelajaran melalui penggunaan
metode pemecahan masalah. Data observasi juga digunakan selama
pelaksanaan pembelajaan dengan metode tersebut.Analisis data
menunjukkan bahwa nilai rerata pre-test untuk kelas eksperimen dan
kelas kontrol tidak berbeda secara signifikan. Hal ini disebabkan
subjek belum diberi perlakuan. Hasil pre-test menunjukkan bahwa
nilai rerata kelas eksperimen 4,32, Angka ini lebih tinggi dari
kelas kontrol yaitu sebesar 4,26. Namun hasil analisis statistik
inferensial menunjukkan bahwa ternyata tidak terdapat perbedaan
yang signifikan dalam kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol pada pengukuran awal (pre-test).
Hal ini terlihat dari nilai uji t hitung sebesar 0,293 dengan
p-value 0,770 lebih besar dari = 0,05 yang berarti
H0=diterima.Nilai rerata post-test kelas eksperimen menunjukkan
hasil yang lebih baik daripada kelas kontrol. Nilai rerata
post-test kelas eksperimen adalah sebesar 5,57. Angka ini lebih
tinggi dari nilai post-test kelas kontrol yang hanya sebesar 4,45 .
Hasil analisis statistik inferensial menunjukkan bahwa data hasil
post-test kedua kelas menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam
kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen dengan
kelas kontrol pada pengukuran akhir (post-test). Hal ini terlihat
dari nilai uji t hitung sebesar 3,868 dengan p-value 0,000 lebih
kecil dari = 0,05 yang berarti H0 = ditolak.Nilai rerata pre-test
dan post-test kelas eksperimen menunjukkan perbedaan. Hal ini
disebabkan karena guru menggunakan metode pemecahan masalah dalam
pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir
kritis siswa. Hasil rerata pre-tes kelas eksperimen adalah sebesar
4,32. Angka ini lebih rendah dari nilai post-test sebesar 5,57.
Hasilanalisis statistik ternyata terdapat perbedaan yang signifikan
antara hasil pre-test dengan posttest pada kelompok eksperimen
dengan perlakuan metode pemecahan masalah. Hal ini terlihat dari
nilai uji t hitung sebesar -10,285 yang dengan p-value 0,000 lebih
kecil dari = 0,05 yang berarti H0= ditolak. Sedangkan nilai rerata
pre-test dan post-test kelas kontrol tidak berbeda jauh. Hal ini
disebabkan karena metode pembelajaran yang digunakan masih
menggunakan metode konvensional yang lebih banyak mengarahkan siswa
pada kemampuan menghapal materi dari pada kemampuan berpikir secara
kritis dalam memecahkan masalah. Nilai rerata pre-test kelas
kontrol sebesar 4,26 dan post-test sebesar 4,45 setelah dianalisis
secara statistic inferensial ternyata kedua nilai tidak berbeda
artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
pre-test dengan post-test pada kelompok kontrol tanpa perlakuan.
Hal ini terlihat dari nilai uji t hitung sebesar -1,184 dengan
p-value 0,244 lebih besar dari = 0,05 yang berarti H0=
diterima.Jika dilihat dari nilai gain kelompok eksperimen sebesar
0,22 sedangkan kelompok kontrol 0,02 menunjukkan adanya perbedaan.
Hal ini didukung hasil uji t hitung sebesar 5,041 dengan p-value
0,000 lebih kecil dari = 0,05 yang berarti H0 = ditolak. Hasil uji
hipotesis di atas menunjukkan bahwa penggunaan metode pemecahan
masalah dalam pembelajaran matematika memberikan pengaruh yang
positif terhadap kemampuan berpikirkritis siswa.Hasil kuesioner
siswa pada kelas eksperimen juga menunjukkan bahwa sebagian besar
siswa 82.5% menyatakan metode pemecahan masalah membantu mereka
mengembangkan kemampuan berpikirnya. Peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat
dilihat dari perhitungan nilai gain. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa skor gain ternormalisasi kelas eksperimen sebesar 0,22
(kategori rendah) lebih tinggi dibandingkan dengan skor gain kelas
kontrol sebesar 0,02 (kategori rendah). Skor gain secara
keseluruhan menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir
rasional siswa kelas eksperimen (1,08) lebih tinggi dari gain kelas
kontrol (0,07) atau dengan kata lain peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan metode
pemecahan masalah lebih tinggi dari yang memperoleh pembelajaran
konvensional.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Haryanti tahun 2009 dengan
judul Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving sebagai Upaya
Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII Mata Pelajaran
Matematika SMP NEGERI 2 Jatiyoso Tahun Ajaran 2009/2010Secara umum
penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran
Problem Solving dapat meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas VII
Mata Pelajaran Matematika SMP NEGERI 2 Jatiyoso Tahun Ajaran
2009/2010.
HASIL DAN PEMBAHASANBerdasarkan data yang diperoleh peneliti,
rata-rata nilai awal (diambil dari nilai rapor) sebelum penerapan
model pembelajaran problem solving sebesar 59,89. Meskipun nilai
rata-rata siswa berselisih dengan nilai batas tuntas atau batas
minimal yaitu 75 namun data yang diperoleh menunjukkan prestasi
belajar siswa kurang optimal. Hal ini ditunjukkan dari 40 siswa, 14
siswa mendapat nilai dibawah 75, sedangkan yang mendapatkan nilai
75 dicapai oleh 15 anak, 80 diraih 6 anak dan 90 diraih 5 anak.
Berdasarkan data tersebut menunjukkan hanya 65% siswa yang mencapai
nilai di atas 75 dan sisanya, 35% mendapatkan nilai di bawah batas
ketuntasan. Penyajian materi dengan menggunakan model pembelajaran
problem solving dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini
terbukti pada siklus I, nilai ulangan siswa berkisar antara 65 -
100 dengan nilai rata-rata 73. Terjadi peningkatan nilai
dibandingkan dengan sebelum penerapan model pembelajaran problem
solving, yaitu sebesar sedangkan pada siklus II nilai rata-rata
sebesar 79. Dalam hal ini terjadi peningkatan nilai dibandingkan
dengan sebelum penerapan model pembelajaran problem solving yaitu
sebesar 6. Pada pelaksanaan siklus I dan siklus II seluruh siswa
mendapatkan nilai di atas 75. dengan demikian baik siklus I maupun
siklus II sudah tercapai 100% dari 75 % yang
direncanakan.PembahasanHasil pelaksanaan tindakan pada siklus I dan
II menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran problem solving
dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa pada mata
diklat IPS Terpadu. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat
Robert E.Slavin,dkk (2009) yang mengemukakan bahwa model
pembelajaran Problem solving adalah pembelajaran yang memotivasi
siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain
dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru serta kemampuan
dalam memecahkan masalah, sehinggapara siswa bisa berpartisipasi
dalam kelompok dan mendapatkan poin kemajuan yang dapat
meningkatkan prestasi akademik siswa. Berdasarkan data data yang
diperoleh Penerapan model pembelajaran problem solvingini
meningkatkan prestasi belajar siswa, hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai rata-rata kelas. Sebelum menerapkan model
pembelajaran problem solvingrata-rata kelas adalah 59,89 tetapi
setelah penerapan model pembelajaran problem solvingratarata kelas
menjadi 72di mana seluruh siswa mendapat nilai di atas 75 sebanyak
28 anak. Dengan demikian pada siklus I telah belum tercapai
indikator kinerja ketercapaian tujuan tindakan yaitu 70%. Siklus II
32 anak mendapatkan nilai diatas 75 sedangkan 8 anak mendapatkan
nilai dibawah 75, indikator ketercapaian sebesar 100% pada siklus
kedua.jadi prestasi siswa meningkat setelah diterapkan pembelajaran
problem solving. H. Penggalian MasalahDengan membahas masalah
tentang cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui
pembelajaran problem solving ini, maka ada beberapa pertanyaan
mengenai problem solving, yaitu antara lain: 1. Pembelajaran
problem solving ini dapat diterapkan pada jenjang pendidikan mana
saja?2. Model pembelajaran apakah yang cocok untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah pada siswa ?3. Bagaimana cara
menerapkan pembelajaran problem solving pada siswa SD?4. Apakah
dalam pembelajaran problem solving membedakan tingkat prestasi
yanag dimiliki siswa dalam penerapannya !5. Bagaimana cara kita
menerapkam pembelajaran masalah jika siswa itu sendiri memiliki
masalah, yaitu bermasalah dengan pelajaran matematika karena mereka
beranggapan matematika itu adalah pelajaran yang sulit! PEMBAHASAN
1. Pembelajaran problem solving ini dapat diterapkan pada jenjang
pendidikan mana saja?Pembelajaran problem solving adalah metode
pembelajaran yang menginginkan siswa dapat memiliki kemampuan untuk
memecahkan masalah. Sehingga dalam pembelajaran guru memberikan
masalah yang dapat merangsang kemampuan berpikir kritis siswa
sesuai materi yang yang telah diberikan. Jadi dalam memberikan
masalah, guru menyesuaikan dengan materi yang diberikan. Sehingga
pembelajaran dengan problem solving ini dapat diterapkan pada semua
jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA dan tingkat kuliah.
Yang penting disini dalam memberikan masalah, harus sesuai
tingakatan pengetahuan atau materi yang telah diterimanya.Jadi
model pembelajaran problem solving ini dapat diterapkan pada
jenjang pendidikan mana saja, mulai dari SD, SMP,SMA dan juga di
jenjang kuliah.
2. Model pembelajaran apakah yang cocok untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah pada siswa ?Dalam kegiatan belajar
mengajar, pemecahan masalah dapat di pandang sebagai proses
berpikir siswa dalam menyelesaiakan soal, dan pemecahan masalah itu
sendiri dapat juga dapat dipandang sebagai model pembelajaran. Pada
pelajaran matematika, setiap siswa diharapkan dapat menyelesaikan
masalah masalah yang diberikan oleh guru dan dapat menerapkannya
pada masalah dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana model
pembelajaran yang digunakan oleh guru, pasti mempunyai tujuan yang
sama bahwa diharapkan siswa itu dapat menyelesaiakan
masalah-masalah yang ada dan dapat berpikir kritis.Jadi semua model
pembelajaran kooperatif dapat diterapkan pada setiap pembelajaran
untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dan
ketrampilan berpikir kritis siswa. Salah satau model
pembelajarannya antara lain dengan problem possing, yaitu model
pembelajaran yang siswa tersebut diberi tugas untuk membuat soal.
Dengan membuat soal tersebut maka siswa diarahkan untuk membuat
masalah, kemudian harus dapat menyelesaikkannya secara bertahap dan
dapat memilih strategi untuk menyelesaikkan masalah tersebut. Jadi
secara tidak langsung kemampuan pemecahan masalah siswa dapat
berkembang dengan sendirinya.3. Bagaimana cara menerapkan
pembelajaran problem solving pada siswa SD?Pembelajaran problem
solving dapat diterapkan pada siswa SD. Namun ada hal- hal yang
perlu diperhatikan dalam penarapannya, mengingat siswa SD
pengetahuan matematika yang dimiliki mereka masih sedikit dibanding
siswa yang sudah SMP atau SMA. Maka dari itu dalam penerapannya
untuk menyelesaikan masalah, masih perlu adanya campur tangan atau
bantuan dari guru. Dalam menyelesaikan masalah siswa tidak langsung
sendiri menyelesaikan masalah, tetapi di bantu oleh guru dengan
cara memberi rangsangan, dan masalah yang diberikan dibuat
semenarik mungkin agar siswa tidak menganggap soal tersebut sulit.
Apabila memberi masalah, maka setiap siswa diminta untuk
menyampaikan pendapat masing-masing untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Kemudian dibuat, dalam pembelajaran itu siswa aktif untuk
bertanya, dan apabila bertanya guru jangan langsung menjawab. Dalam
pembelajaran guru juga diharapkan untuk sabar dan dapat
mengendalikan emosi.4. Apakah dalam pembelajaran problem solving
membedakan tingkat prestasi yang dimiliki siswa dalam penerapannya
!Dalam penerapannya, model pembelajaran problem solving ini tidak
membedakan kelompok berdasarkan tingkat prestasi. Namun memang
hasil yang dicapai akan lebih baik, jika siswanya mempunyai tingkat
kecerdasan yang sama. Karena pada pembelajaran problem solving ini
prestasi atau nilai yang baik bukan hal utama yang diinginkan,
tetapi proses penyelesaian masalahnya maka tidak ada perbedaan
mengenai tingkat kepintaran siswa, karena proses ketrampilan
berpikir kritis ini dapat dikembangkan pada semua siswa, asal siswa
tersebut mempunyai kemauan. Yang membedakan kemampuan berpikir
kritis siswa melalui problem solving ini adalah masalah waktu,
siswa yang pandai akan lebih cepat dapat menyelesaiakan masalah,
sedangkan siswa yang kemempuannya sedang akan membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk menyelesaikan masalah.5. Bagaimana kita
menerapkam pembelajaran pemecahan masalah jika siswa itu sendiri
memiliki masalah, yaitu bermasalah dengan pelajaran matematika
karena mereka beranggapan matematika itu adalah pelajaran yang
sulit!Sudah tidak kaget jika kita mendengar bahwa banyak orang
menganggap pelajaran matematika itu sulit. Sebenarnya kalau kita
sudah kenal, begitu mengasyikkan matematika itu. Bagaimana bisa
pembelajaran problem solving itu dapat diterapkan jika matematika
itu sendiri merupakan masalah bagi siswa.Untuk mengatasi masalah
tersebut, kita dapat memecahkan dengan problem solving, karena kita
dapat berpikir kritis maka perlu tahap-tahap untuk menyelesaikkan
masalah tersebut, yaitu dengan cara:a. Memahami masalah - selengkap
mungkin.Disini kita harus memahami dan menyelidiki penyebab masalah
siswa tersebut. Masalah tersebut bias disebabkan dari berbagai
macam faktor, misal :gurunya yang galak sehingga siswa menjadi
takut untuk belajar matematika, atau gurunya yang membosankan
kurangnya variasi model pembelajarn sehingga siswa malas dan
menjadi tidak bisa sehingga mempunyai anggapan bahwa matematika itu
sulit. Atau penyebabnya bisa berasal dari siswa itu sendiri, memang
siswanya yang malas untuk belajar. Atau dari segi materi, memang
materi itu sulit atau perlu pengetahuan yang lebih, untuk dapat
memahami materi tersebut.b. Memilih rencana penyelesaian dari
beberapa alternatif yang mungkin.Setelah kita mengetahui akar
penyebab dari masalah siswa tersebut, maka proses selanjutnya kita
memilih strategi untuk memecahkan masalah tersebut. Akan banyak
strategi untuk memecahkan masalah, untuk kita diharapkan dapat
memilih strategi yang paling pas untuk menyelesaiakan masalah
tersebut. Misal guru yang galak, kita dapat menyelesaiaknnya dengan
menegur langsung guru tersebut, jika tidak berani maka kita punya
hak untuk lapor kepada kepala sekolah untuk menegur guru tersebut
agar dapat mengurangi sifat negatifnya. Apabila penyebabnya karena
model pembelajaran yang masih konvensional, maka cara
penyelesainnya adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif
yang lebih menarik dan menyenangkan, sehingga siswa aktif dan tidak
jenuh mengikuti pelajaran. Apabila dikarenakan siswanya yang malas,
maka cara penyelesainnya adalah dengan merubah sifat negative siswa
tersebut, yaitu dengan cara pendekatan, kita beri perhatian lebih
pada siswa tersebut, beri tugas pada mereka, jika perlu berikan
hadiah bagi siswa yang meningkat nilai prestasinya sehingga siswa
semangat untuk belajar. Jika penyebab masalah dikarenakan materinya
yang sulit, cara mengatasinya tergantung guru menyampaiakan materi
tersebut, bagaimana materi tersebut dibuat semenarik mungkin
sehingga tidak di anggap susah.c. Menerapkan rencana tadi dengan
tepat, cermat dan benar.Kita memilih strategi pemecahan masalah
tersebut, maka kita juga harus dapat menerapkannya. Dalam
menerapkannya diperluakan ketrampilan atau persiapan yang matang
sehingga rencana tadi dapat berjalan dengan lancar, dan
menghasilkan hasil yang baik seperti yang diharapkan.d. Memeriksa
jawaban atau hasil Setelah rencana penyelesaian masalah tadi
diterapkan, maka hasil yang didapatkan perlu kita periksa, apakah
masalah tadi sudah dapat diselesaikan apa belum. Jika belum maka
perlu strategi baru untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jika
sudah dapat diatasi maka perlu dipertahankan strategi tersebut.Jadi
dengan problem solving ini kita dapat menyelesaikan masalah-masalah
yang ada pada pembelajarn matematika itu sendiri. 6. Kelebihan dan
Kekurangan Model Pembelajaran Problem SolvingKelebihan pembelajaran
problem solving antara lain sebagai berikut.1. Mendidik siswa untuk
berpikir secara sistematis.2. Mampu mencari berbagai jalan keluar
dari suatu kesulitan yang dihadapi.3. Belajar menganalisis suatu
masalah dari berbagai aspek.4. Mendidik siswa percaya diri
sendiri.Kelemahan pembelajaran problem solving antara lain sebagai
berikut.1. Memerlukan waktu yang cukup banyak.2. Kalau di dalam
kelompok itu kemampuan anggotanya heterogen, maka siswa yang pandai
akan mendominasi dalam diskusi sedang siswa yang kurang pandai
menjadi pasif sebagai pendengar saja.
BAB III
1
PENUTUP
A. KESIMPULANModel pemecahan masalah merupakan model
pembelajaran yang merangsang berfikir dan menggunakan wawasan tanpa
melihat kualitas pedapat yang disampaikan oleh siswa. Untuk
menyelesaiakan masalah, siswa harus menyelesaikannya sesuai dengan
tahap tahap penyelesaian masalah yang baik. Sehingga siswa dapat
memiliki ketrampilan berproses. Maka dengan model pembelajaran
problem solving ini, siswa dapat memiliki kemampuan pemecahan
masalah yang baik yaitu dapat memahami masalah, dapat memilih
pendekatan atau strategi yang baik untuk menyelesaikan masalah
tersebut, dapat menyelesaikan masalah tersebut, serta dapat
menafsirkan jawaban tersebut. Dengan kata lain model pemecahan
masalah ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
B. SARAN1. Siswa sebaiknya terus berlatih menyelesaiakan
soal-soal, agar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
mereka.2. Guru harus selalu mencari metode pembelajaran alternatif
yang sesuai dengan perkembangan jaman dan materi yang akan
disampaikan.3. Model pembelajaran problem solving baik digunakan
untuk dapat mengembangkan kreativitas berpikir kritis siswa dalam
pembelajaran matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Branca, N. A. Problem solving as a goal, process, and basic
skill dalam Krulik, S. & Reys, R. E. (editor). 1980. Problem
solving in school mathematics. New York: the National Council of
Teachers of Mathematics, Inc.Department of Mathematics and Computer
Science. 1993. Success in Mathematics. Saint Louis University dalam
http://euler.slu.edu/Dept/SuccessinMath.html#problemsolving diakses
26 Maret 2007 Gardiner, A. 1987. Discovering Mathematics, the art
of investigation. New York: Oxford University Press Inc.McIntosh,
R. & Jarret, D. 2000. Teaching mathematical problem solving:
Implementing the vision. New York: NWREL, Mathematics and Science
Education Center.Plooster, N. 1997. Teaching Tips for TAs: 10
Suggestions for Teaching Problem Solving. California: TA
Development Program, University of California. Polya, G. 1945. How
To Solve It, a new aspect of mathematical method. New Jersey:
Princeton University Press.Posamentier, A. S. & Jaye, D. 2005.
What Successful Math Teachers Do, Grade 6-12. California: Corwin
Press.Taplin, Margaret. 2007. Mathematics Through Problem solving.
Dalam http://www.mathgoodies.com/articles/ diakses Maret 2007.