BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANGSistem respirasi berperan untuk menukar udara
kepermukaan dalam paru-paru. Udara masuk dan menetap dalam sistem
respirasi dan masuk dalam respirasi otot sehingga trakea dapat
melakukan penyaringan, penghangatan, dan melembabkan udara yang
masuk serta melindungi permukaan organ yang lebut. Hantaran tekanan
menghasilkan udara di paru-paru melalui saluran respirasi
atas.Sistem respirasi memiliki peranan yang sangat penting untuk
menunjang kehidupan. Otak kita akan mengalami gangguan jika tidak
mendapat suplai oksigen hanya dalam beberapa detik saja. Sistem
respirasi menyediakan kebutuhan oksigen tubuh yang nantinya
digunakan dalam proses metabolisme untuk memperoleh energi.
B. RUMUSAN MASALAHRumusan masalah dalam makalah ini yaitu :1.
Bagaimana peranan surfaktan dalam sistem respirasi khususnya pada
inflasi, deflasi paru serta stabilisasi alveoli?
C. TUJUAN PENULISANAdapun tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :1. Untuk mengetahui peranan surfaktan dalam sistem
respirasi khususnya pada inflasi, deflasi paru serta stabilisasi
alveoli.
BAB IIPEMBAHASAN
A. DefinisiSurfaktan terdiri dari dua kata, yaitu surface
(permukaan/bahan) dan active (aktif).Artinya bahan yang dapat
mengaktifkan permukaan paru sehingga paru mudah berkembang saat
pernapasan. Surfaktan bereaksi sebagai detergent yang menyebabkan
turunnya tegangan-muka pada permukaan cairan yang melapisi alveoli
saat pertama kali udara memasuki paru dan berperan sebagai faktor
antiatelektasis. (Djojodibroto, darmanto.2009.Respirologi.EGC :
Jakarta)Surfaktan adalah bahan yang dikeluarkan oleh sel pada
alveoli paru yang dapat menurunkan tekanan antara udara dan
jaringan sehingga memudahkan perkembangan paru saat bayi bernapas
pertama. Surfaktan pada paru manusia merupakan senyawa lipoprotein
dengan komposisi yang kompleks dengan variasi berbeda sedikit
diantara spesies mamalia. Senyawa ini terdiri dari fosfolipid
(hampir 90% bagian), berupa Dipalmitoylphoshatidylcholine (DPPC)
yang juga disebut lesitin, dan protein surfaktan sebagai SPA, SPB,
SPC, dan SPD (10% bagian). DPPC murni tidak dapat bekerja dengan
baik sebagai surfaktan pada suhu normal badan 37C, diperlukan
fosfolipid lain (misalnya fosfatidil- gliserol) dan juga memerlikan
protein surfaktan untuk mencapai air liquid-interface dan untuk
penyebarannya keseluruh permukaan. Surfaktan dibuat oleh sel
alveolus tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22-24 minggu dan
mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi 24-26 minggu yang mulai
berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu. Produksi surfaktan pada
janin dikontrol oleh kortisol melalui reseptor kortisol yang
terdapat pada sel alveolus type II. Produksi surfaktan dapat
dipercepat lebih dini dengan meningkatkannya perngeluaran kortisol
janin yang disebabkan oleh stres atau oleh pengobatan deksamethason
yang diberikan pada ibu yang diduga akan melahirkan bayi dengan
defisiensi surfaktan. Karena paru-paru janin berhubungan dengan
cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat
untuk menilai produksi surfaktan sebagai tolok ukur kematangan
paru, dengan cara menghitung rasio lesitin/sfingomielin dari cairan
amnion. Sfingomielin adalah fosfolipid yang berasal dari jaringan
tubuh lainnya kecuali paru-paru.Jumlah lesitin meningkat dengan
bertambahnya gestasi, sedangkan sfingomeilin jumlahnya menetap.
Rasio L/S biasanya 1:1 pada gestasi 31-32 minggu, dan menjadi 2:1
pada gestasi 35 minggu. Rasio L/S 2:1 atau lebih dianggap fungsi
paru telah matang sempurna, rasio 1,5-1,9 sejumlah 50% akan menjadi
RDS, dan rasio kurang dari 1,5 sejumlah 73% akan menjadi RDS. Bila
radius alveolus mengecil, surfaktan yang memiliki sifat permukaan
alveolus dengan demikian mencegah kolapsnya alveolus pada waktu
ekspirasi. Kurangnya surfaktan adalah penyebab terjadinya
atelektasis secara progresif dan menyebabkan meningkatkan distres
respirasi pada 24-28 jam pasca lahir.Surfaktan merupakan suatu
komplek material yang menutupi permukaan alveoli paru, yang
mengandung lapisan fosfolipid heterogen dan menghasilkan selaput
fosfolipid cair, yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara
air-udara dengan harga mendekati nol, memastikan bahwa ruang
alveoli tetap terbuka selama siklus respirasi dan mempertahankan
volume residual paru pada saat akhir ekspirasi. Rendahnya tegangan
permukaan juga memastikan bahwa jaringan aliran cair adalah dari
ruang alveoli ke dalam intersisial. Kebocoran surfaktan menyebabkan
akumulasi cairan ke dalam ruang alveoli. Surfaktan juga berperan
dalam meningkatkan klirens mukosiliar dan mengeluarkan bahan
paticulate dari paru. (Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia
: dari sel ke sistem. EGC. Jakarta)
B. Jenis SurfaktanTerdapat 2 jenis surfaktan, yaitu :1.
Surfaktan natural atau asli, yang berasal dari manusia, didapatkan
dari cairan amnion sewaktu seksio sesar dari ibu dengan kehamilan
cukup bulan.2. Surfaktan eksogen berasal dari sintetik dan biologik
:a. Surfaktan eksogen sintetik terdiri dari campuran
Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol
yaitu Exosurf dan Pulmactant (ALEC) dibuat dari DPPC 70% dan
Phosphatidylglycerol 30%, kedua surfaktan tersebut tidak lama di
pasarkan di Amerika da Eropa. Ada 22 jenis surfaktan sintesis yang
sedang dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC(venticute),
belum pernah ada penelitian tentang keduanya untuk digunakan pada
bayi prematur.b. Surfaktan eksogen semi sintetik, berasal dari
campuran surfaktan paru anak sapi dengan
Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), tripalmitin, dan palmitic
misalnya Surfactant TA, Survanta.c. Surfaktan eksogen biologik
yaitu surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau babi,
misalnya Infasurf, Alveofact, BLES, sedangkan yang diambil dari
paru babi adalah Curosurf.
(http://old.pediatrik.com/buletin/06224113905-76sial.pdf Diakses 20
September 2014)
Saat ini ada 2 jenis surfaktan di Indonesia yaitu :a. Exosurf
neonatal yang dibuat secara sintetik dari DPPC, hexadecanol, dan
tyloxapol. b. Surfaktan dibuat dari paru anak sapi, dab mengandung
protein, kelebihan surfanta biologi dibanding sintetik terletak di
protein. (http://old.pediatrik.com/buletin/06224113905-76sial.pdf
Diakses 20 September 2014)C. Surfaktan Paru dan PerannyaPada
pleura, terdapat cairan intrapleura yang memiliki kohesivitas
tinggi sehingga bersifat mengembangkan paru dan menyatukan paru
dengan rongga dada. Hal yang serupa terjadi apabila alveolus hanya
dilapisi air, tegangan permukaan akan menjadi besar dan paru akan
kolaps. Gaya recoil yang ditimbulkan oleh serat-serat elastin dan
tingginya tegangan permukaan akan mengalahkan gaya regang yang
ditimbulkan oleh gradien tekanan transmural (gradien tekanan antara
udara bebas-kavum intrapleura-intrapulmonal). Selain itu,
compliance paru sangat rendah, sehingga diperlukan kerja otot yang
melelahkan untuk meregangkan dan mengemangkan alveolus. Besarnya
tegangan permukaan yang ditimbulkan oleh air murni dalam keadaan
normal dilawan oleh surfaktan paru yang disekresikan oleh sel-sel
alveolus tipe II. Surfaktan paru yang terselip diantara
molekul-molekul air dalam cairan yang melapisi alveolus akan
menurunkan tegangan permukaan alveolus karena gaya kohesif antara
sebuah molekul air dengan sebuah molekul surfaktan sangat rendah.
Dengan menurunkan tegangan permukaan alveolus, surfaktan paru
memberikan dua keuntungan penting : (1) meningkatkan compliance
paru sehingga mengurangi kerja yang dibutuhkan untuk mengembangkan
paru, dan (2) menurunkan kecendrungan paru untuk menciut, sehingga
paru tidak mudah kolaps. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas
paru (Tuszynski, 2002).
Sampai saat ini surfaktan diberikan secara injeksi bolus
intratrakeal, karena diharapkan dapat menyebarkan sampai saluran
napas bagian bawah. Penyebaran surfaktan kurang baik pada lobus
bawah sehingga dapat menyebabkan penyebaran yang kurang homogen
(Oetomo, dkk, 1990). Dengan pemberian secara bolus dapat
mempengaruhi tekanan darah pulmonar dan sistemik secara fluktuatif
(Wagner, dkk, 1996). Pemberian secara perlahan-lahan dapat
mengurangi hal tersebut tapi dapat menyebabkan inhomogen yang lebih
besar dan memberikan respon yang kurang baik (Segerer. Dkk, 1996).
Menurut Henry,dkk 1996 pemberian surfaktan secara nebulasi
mempunyai beberapa efek samping pada jantung dan pernapasan tetapi
kurang dari 15% dosis ini akan sampai ke paru-paru. Berggren, dkk
2000 mengatakan bahwa pemberan secara nebulasi pada neonatus kurang
bermanfaat.Cosmi, dkk 1997 mengusulan pemberian secara intra amnion
akan tetapi teknik tersebut sulit karena harus memasukkan catheter
pada nares anterior fetus dengan bantuan USG dan penggunaan
aminophilline pada ibu hamil tidak dianjurkan.Dilain hal, pembagian
paru yang berisi banyak kantung udara memberikan keuntungan berupa
peningkatan luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas,
tetapi hal itu juga menimbulkan masalah pemeliharaan stabilitas
semua alveolus tersebut. Sebabnya, tekanan yang dihasilkan
gelembung sferis, menurut hukum LaPlace, kekuatan tekanan ke arah
dalam dan memeras udara yang terdapat di dalam alveolus. Apabila
alveolus di pandang sebagai permukaan dan berbanding terbalik
dengan jari-jari gelembung:P = dengan:P= tekanan ke arah dalam yang
menyebabkan kolaps T = tegangan permukaanR = jari-jari gelembung
alveolus)(Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. EGC.
Jakarta)(Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke
sistem. EGC. Jakarta)
Karena tekanan ke arah dalam berbanding terbalik dengan
jari-jari, semakin kecil alveolus semakin kecil jari-jarinya dan
semakin besar kecendrungan alveolus tersebut untuk kolaps paada
tegangan tertentu. Dengan demikian, apabila dua alveolus yang
ukurannya berbeda tetapi tegangan permukaannya sama berhubungan
dengan saluran pernapasan yang sama,alveolus yang lebih kecil
memiliki kecendrungan kolaps dan mengalirkan ke alveolus yang lebih
besar. (Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke
sistem. EGC. Jakarta)Namun, alveolus kecil dalam keadaan normal
tidak kolaps dan meniupkan udaranya ke alveolus besar, karena
surfaktan paru lebih mengurangi tegangan permukaan pada alveolus
kecil dibandingkan yang besar. Hal ini disebabkan karena
molekul-molekul surfaktan lebih berdekatan satu sama lainnya pada
alveolus kecil. Jika, molekul surfaktan semakin menyebar, semakin
renda pula efek terhadap tegangan permukaan. (Sherwood, Lauralee.
2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. EGC. Jakarta)
D. Inflasi ParuInflasi paru terjadi pada kadar aliran yang
konstan, ini menyebabkan peningkatan volume paru secara bertingkat.
Tekanan jalan napas proximal menunjukkan peningkatan yang tinggi
pada fase inisiasi, diikuti oleh peningkatan gradual pada fase
inflasi yang seterusnya. Namun, tekanan pada alveoli hanya
menunjukkan peningkatan gradual ketika inflasi paru. Pada fase awal
peningkatan yang tinggi pada tekanan jalan nafas proximal adalah
refleksi aliran resisitan jalan nafas. Peningkatan resistan jalan
nafas memperbesar peningkatan tekanan inisial pada jalan nafas
proximal, sedangkan tekanan alveoli pada ujung inflasi paru tidak
mengalami perubahan. Oleh karena itu, apabila terjadi peningkatan
resistan pada jalan nafas, tekanan inflasi yang tinggi diperlukan
untuk distribusi volume inflasi, namun alveoli tidak terpapar
kepada tekanan inflasi tersebut. Kaedah ini tidak dapat digunakan
apabila kompilans paru berkurang. Pada kondisi ini terjadinya
peningkatan pada kedua tekanan jalan nafas dan tekanan alveolar.
Oleh karena itu, apabila kompilans paru menurun, tekanan inflasi
yang tinggi diperlukan untuk distribusi volume inflasi supaya
ditrasmisi ke alveoli, peningkatan tekanan alveoli pada paru non
kompilans akan menyebabkan kerusakan paru akibat tekanan.
(Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem.
EGC. Jakarta)
E. Deflasi ParuDeflasi paru terjadi pada kadar aliran yang tidak
konstan, ini menyebabkan penurunan volume paru secara bertingkat.
Deflasi menunjukan penurunan volume paru secara bertahap. Pada
kondisi ini terjadinya penurunan pada kedua tekanan jalan nafas dan
tekanan alveolar. Oleh karena itu, apabila kompilans paru menurun,
tekanan deflasi yang rendah diperlukan untuk distribusi volume
inflasi supaya ditrasmisi ke alveoli, peningkatan tekanan alveoli
pada paru non kompilans akan menyebabkan kerusakan paru akibat
tekanan. (Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke
sistem. EGC. Jakarta)
F. Faktor- Faktor dalam Inflasi dan Deflasi ParuFaktor-faktor
dalam inflasi dan deflasi yaitu :1. Tekanan intrapleura negative
dalam rongga pleura menahan paru-paru tetap berkontak dengan
dinding toraks karena tekanan ini menghasilkan pengisapan (suction)
antara pleura parietal yang melekat pada dinding toraks, dan pleura
visceral yang melapisi permukaan paru-paru.2. Jaringan elastik
dalam paru-paru bertanggung jawab terhadap kecenderungan untuk
menjauhkan dari dinding toraks dan mengempis. Organ ini tidak
mengempis dalam tubuh karena pengisapan yang menahan paru-paru
tetap pada dinding toraks lebih besar dibandingkan daya elastis
dalam paru-paru.3. Selama inspirasi dan ekspirasi toraks, tekanan
intrapleura negatif semakin berkurang (semakin negatif).
Meningkatnya pengisapan, bersamaan dengan kohesi cairan pleura,
menarik permukaan paru-paru keluar ke arah dinding toraks dan
membantu ekspansi paru-paru.4. Saat paru-paru berekspansi, tekanan
udara di dalam paru-paru (tekanan intra-alveolar) menurun drastis
sampai di bawah tekanan atmosfer di luar tubuh. Udara luar di hisap
melalui saluran pernapasan menuju paru-paru sampai tekanan
intra-alveolar kembali sama dengan tekanan atmosfer.5. Saat
otot-otot inspirasi relaks, ukuran rongga toraks berkurang,
elastisitas paru-paru menariknya kearah dalam, tekanan
intra-alveolar meningkat sampai di atas tekanan atmosfer, dan udara
dikeluarkan dari paru-paru.6. Surfaktan adalah sejenis lipoprotein
yang di sekresi oleh sel-sel epitel dalam alveoli paru matur.
Lapisan surfaktan terletak antara lapisan lembab dan udara dalam
alveolus. Surfaktan mengurangi tegangan permukaan cairan yang
menurunkan kecendrungan pengempisan elveoli dan memungkinkan
alveoli untuk berinflasi dalam tekanan yang lebih rendah.a.
Surfaktan lebih banyak mengurangi tegangan permukaan dalam alveoli
kecil dibandingkan dalam alveoli besar.b. Karena surfaktan tidak
diproduksi sampai masa akhir perkembangan janin, bayi prematur
mungkin lahir dengan insufisien surfaktan, pengempisan alveoli, dan
kesulitan bernapas.c. Kondisi ini disebut sindrom distress
respiratorik (penyakit membran hialin), diatasi dengan penggunaan
mesin ventilasi mekanik sampai bayi tersebut cukup umur untuk
memproduksi surfaktan.7. Kompilans mengacu pada distensibilitas
paru-paru atau kemudahan inflasinya. Kompilans didefinisikan
sebagai sesuatu ukuran peningkatan volume paru yang dihasilkan
setiap unit perubahan dalam tekanan intra-alveolar. Pengukuran ini
dinyatakan dalam liter (volume udara) persentimeter air
(tekanan).a. Penurunan paru membutuhkan pembentukan perbedaan
tekanan yang lebih besar daripada tekanan normal saat inspirasi
untuk menginflasi paru-paru. Setiap keadaan yang menghambat
ekspansi dan kontraksi paru akan menurunkan kompilans sehingga
dibutuhkan tenaga yang lebih untuk menginflasi paru-paru.b.
Kompilans dapat berkurang akibat penyakit pulmonar yang menyebabkan
perubahan elastisitas paru, kongesti pulmonar atau edema di paru,
gangguan tegangan permukaan alveoli, atau obstruksi jalan udara.
Hal ini dapat juga dipengaruhi oleh deformitas kerangka toraks.8.
Pneumotoraks dan atalektasis. Secara normal, tidak ada udara masuk
ke rongga pleura. Jika udara dibiarkan masuk dalam ruang
intrapleura (karena luka tusuk atau tulang iga patah). Kondisi ini
disebut pneumotoraks ( udara dalam dada). Akibat menghilangnya
tekanan negative dalam rongga intrapleura adalah pengempisan
paru-paru disebut atalektasis. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan
Fisiologi Untuk Pemula. EGC.
Jakarta.(Online)http://books.google.co.id/books?id=F13RgtrhNc8C&pg=PA270&lpg=PA270&dq=diflasi+paru+dan+inflasi+paru&source=bl&ots=No5LmNi7Xv&sig=Glmq3C9rd5S36voREQ9QBhMt1kk&hl=id&sa=X&ei=0tAeVJe4LMaPuAS3xYBI&redir_esc=y#v=onepage&q=diflasi%20paru%20dan%20inflasi%20paru&f=false
Diakses 21 September 2014, 270- 271
G. Stabilisasi Alveoli Berikut ini adalah beberapa faktor yang
mampu mempengaruhi stabilitas alveoli.1. SurfaktanPada paru
terdapat lebih kurang 300 juta gelembung alveoli dengan diameter
setia gelembunglebih kurang 0,3 mm. Struktur gelembung ini
sebetulnya cenderung tidak stabil. Adanya tegangan-muka cairan yang
melapisi alveoli menyebabkan gelembung cenderung kolaps, namun
berkat adanya surfaktan yang menurunkan tegangan-muka cairan di
dinding alveoli tadi, gelembung tidak kolaps menahan menembang
sehingga stabilitas gelembung naik luar biasa besar. Waau demikian,
tetap saja ada potensi masalah, yaitu masih ada kemungkinan kolaps
(insioien collaps). (Djojodibroto, darmanto.2009.Respirologi.EGC :
Jakarta)Keberadaaan surfaktan menyebabkan tekanan kolaps di
alveolus - alveolus kecil setara dengan tekanan yang terdapat di
alveolus besar dan memperkecil kecendrungan alveolus kecil kolaps
dan mengalirkan udaranya ke alveolus besar. Denga demikian,
surfaktan paru membantu alveolus tersebut agar tetap terbuka dan
ikut serta dalam pertukaran gas. (Sherwood, Lauralee. 2001.
Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. EGC. Jakarta)2. Tekanan
AlveoliFaktor lain yang mampu mempengaruhi stabilitas alveolus
adalah interdependensi alveolus yang berdekatan. Setiap alveolus
dikelilingi oleh alveolus lain yang berhubungan melalui jaringan
ikat. Jika sebuah alveolus mulai kolaps, alveolus disekitarnya akan
teregang karena dinding meraka tertarik ke arah alveolus yang
kolaps tersebut. Akibatnya, alveolus-alveolus itu menahan regangan
yang terjadi sehingga menahan kondisi alveolus kolaps dengan
menjaganya tetap terbuka. Fenomena ini, yang dapat dipersamakan
dengan tari tambang yang seimbang antara alveolus-alveolus yang
berdekatan, disebut sebagai interdependensi. Gaya-gaya berlawanan
yang bekerja di paru yaitu gaya yang menjaga alveolus tetap terbuka
dan gaya yang menyebabkan alveolus kolaps. (Sherwood, Lauralee.
2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. EGC. Jakarta)3.
Jaringan Ikat ElastinPada pleura, terdapat cairan intrapleura yang
memiliki kohesivitas tinggi sehingga bersifat mengembangkan paru
dan menyatukan paru dengan rongga dada. Hal yang serupa terjadi
apabila alveolus hanya dilapisi air, tegangan permukaan akan
menjadi besar dan paru akan kolaps. Gaya recoil yang ditimbulkan
oleh serat-serat elastin dan tingginya tegangan permukaan akan
mengalahkan gaya regang yang ditimbulkan oleh gradien tekanan
transmural (gradien tekanan antara udara bebas-kavum
intrapleura-intrapulmonal). Selain itu, compliance paru sangat
rendah, sehingga diperlukan kerja otot yang melelahkan untuk
meregangkan dan mengemangkan alveolus. (Sherwood, Lauralee. 2001.
Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. EGC. Jakarta)
BAB IIIPENUTUP
3.1 KESIMPULANSurfaktan adalah bahan yang dapat mengaktifkan
permukaan paru sehingga paru mudah berkembang saat pernapasan.
Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II yang memberikan dua
keuntungan penting yaitu :(1) meningkatkan compliance paru sehingga
mengurangi kerja yang dibutuhkan untuk mengembangkan paru, dan (2)
menurunkan kecendrungan paru untuk menciut, sehingga paru tidak
mudah kolaps. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas paru
(Tuszynski, 2002).Saat ini ada 2 jenis surfaktan di Indonesia yaitu
:a. Exosurf neonatal yang dibuat secara sintetik dari DPPC,
hexadecanol, dan tyloxapol. b. Surfaktan dibuat dari paru anak
sapi, dab mengandung protein, kelebihan surfanta biologi dibanding
sintetik terletak di protein.
DAFTAR PUSTAKA
Djojodibroto, darmanto.2009.Respirologi.EGC : JakartaGabriel,
J.F. 1996. Fisika Kedokteran. EGC. JakartaMuttaqin, Arif. 2007.
Buku Ajar Asuhan keperawatan dengan gangguan sistem respirasi.
Salemba Medika : Jakarta Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi
Manusia : dari sel ke sistem. EGC. JakartaSloane, Ethel. 2003.
Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC. Jakarta. (Online)
http://books.google.co.id/books?id=F13RgtrhNc8C&pg=PA270&lpg=PA270&dq=diflasi+paru+dan+inflasi+paru&source=bl&ots=No5LmNi7Xv&sig=Glmq3C9rd5S36voREQ9QBhMt1kk&hl=id&sa=X&ei=0tAeVJe4LMaPuAS3xYBI&redir_esc=y#v=onepage&q=diflasi%20paru%20dan%20inflasi%20paru&f=false
Diakses 21 September 2014, 270- 271
6