Top Banner

of 23

Makalah Revisi Kelompok 5nbmnbnnbnbnbn

Jan 08, 2016

Download

Documents

jknnnm
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Makalah Kapita Selekta FiqhTentangKETENTUAN PUASAOLEHKelompok 5OVI JAYANI: 13 202 105PUTRI ANDIKA:13 202 109Dosen PembimbingNAILIU RAHMI, M. AgASHABUL FADHLI, M. H. I

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAMSEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)BATUSANGKAR2015

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanyalah kepada Allah penulis hadiratkan,karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya lah penulis bisa merangkum karya ini dalam satu makalah yang membahas mengenai KETENTUAN PUASA.Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak,baik itu secara moril maupun tenaga.Dan tanpa bantuan dari pihak-pihak tersebut belum tentu penulis bisa menyelesaikan makalah ini.Untuk itu penulis mengucapakan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing,keluarga,teman-teman dan semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan,untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sehat demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Batusangkar, 17 Maret 2015 Penulis

DAFTAR ISIKATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiBAB I PENDAHULUAN1A.Latar Belakang1B.Rumusan Masalah1BAB II PEMBAHASAN2A.Pengertian, Rukun, Syarat dan Hikmah Berpuasa2B.Keringanan Dalam Berpuasa6C.Hal-hal yang Membatalkan Puasa yang Wajib Qadha10D.Hal-hal yang Membatalkan Puasa yang Wajib Qadha Kafarat12BAB III PENUTUP14A.Kesimpulan14B.Saran15DAFTAR KEPUSTAKAAN16

BAB IPENDAHULUANLatar BelakangDalam pelaksanaan rukun islam yang ketiga, yakni berpuasa. Berpuasa adalah menahan lapar dan haus serta hubungan kelamin dengan istri sejak fajar hingga terbenamnya matahari atau sepulu menit sebelum subuh, yakni masa imsak hingga tiba waktu magrib.Adapun orang-orang sebelum kamu itu di makudkan orang-orang dari umat Yahudi dan sebelumnya yakni pengikut Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim dan nanbi-nabi lainnya. Tidak termasuk dalam pengertian ini umat Nasrani yang sekarang, sebab mereka sudah tidak menaklukan diri mereka lagi pada syariat Taurat. Dalam pada itu perlu diketahui bahwa puasa dalam agama Yahudi hanya dilakukan pada hari tertentu, tidak dalam satu bulan tertentu seperti bulan Ramadhan bagi umat Islam. Hari-hari yang wajib berpuasa bagi umat Yahudi di antaranya hari yomkipur semacam hari Penebusan Dosa, hari Tisheah Bab yakni hari peringatan duka di hancurkannya Baitul Maqdis oleh Babilonia. Juga wajib puasa bagi mereka akibat nazar (sama seperti umat Islam jika menazarkan puasa Senin-Kamis padahal hukumnya sunnat).Rumusan Masalah1. Menjelaskan pengertian, rukun, syarat dan hikmah berpuasa?2. Menjelaskan keringanan dalam berpuasa?3. Menganalisis hal-hal yang membatalkan puasa yang wajib qadha?4. Menganalisis hal-hal yang membatalkan puasa yang wajib qadha dan kaffarat?

BAB IIPEMBAHASAN1. Pengertian, Rukun, Syarat dan Hikmah Berpuasa1. Pengertian PuasaPuasa dalam bahasa Arab artinya menahan dan diam dalam segala bentuknya, termasuk menahan atau diam dari berbicara. Hal ini terlihat dalam al-Quran surat Maryam ayat 26 yang berbunyi:[footnoteRef:2] [2: Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 52]

Katakanlah: "Sesungguhnya Aku Telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka Aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini".Secara terminologis para ulama mengartikan puasa itu dengan menahan diri dari makan, minum dan berhubungan seksual mulai terbit fajar sampai terbenam matahari dengan syarat-syarat yang di tentukan.Puasa yaitu menahan makan, minum dan segala apa yang membatalkannya, dan waktunya mulai dari terbit fajar shubuh sehingga terbenam matahari di waktu maghrib, yang sebelumnya diawali dengan niat puasa.2. Rukun Puasaa) NiatHal ini berdasarkan pada firman Allah swt dalam surat al-Bayyinah ayat 5 yang berbunyi: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.Niat boleh dilakukan kapapun di malam hari. Dan niat tidak di syaratkan harus mengucapkannya, karena niat merupakan pekerjaan hati dan tidak ada kaitannya dengan lisan. Hakikat niat adalah menyengaja melakukan suatu perbuatan demi malaksanakan perintah Allah swt, dan mengharapkan keridhaan-Nya. Jadi,orang yang melakukan makan sahur dengan tujuan berpuasa demi untuk mendekatkan diri kepada Allah, bearti dia telah berniat.b) Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai terbit fajar hingga terbenam matahari.Hal ini berdasarkan pada firman Allah swt dalam surat al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:[footnoteRef:3] [3: Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008), hal. 224-226]

Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.Maksud benang putih dan benang hitam adalah terangnya siang dan gelapnya malam. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam hadits yang di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, bahwa Adi bin Hatim berkata, ketika turun ayat, Hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam, dari (waktu) fajar, aku sengaja meletakkan tali di bawah bantalku pada waktu malam, dan ternyata ia tidak begitu nampak bagiku. Lalu aku menemui Rasulullah saw. Dan memberitahukan hal itu kepada beliau.3. Syarat PuasaSyarat wajibnya puasa adalah Islam dan mukkalaf, sedangkan syarat sahnya adalah orang puasa di syaratkan suci dari haid dan nifas. Dengan demikian bearti bahwa perempuan dalam keadaan haid dan nifas melakukan puasa maka puasanya tidak sah.Syarat wajib puasa yaitu :a) Beragama Islamb) Baligh (sampai umur), tidak di wajibkan bagi anak-anak, tetap latihan sampai perlu sekali bagi anak dengan semangat dan dorongan dari orang tuanya, supaya kelak setelah baligh tidak menemui kesulitan.c) Aqil (berakal), tidak diwajibkan bagi orang yang gila dan sebagainya.d) Kuasa mengerjakannya.Syarat sah puasa yaitu :[footnoteRef:4] [4: Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001),hal. 191]

a) Beragama Islamb) MumayyizMumayyiz adalah orang yang sudah tahu membedakan antara suci dan kotornya sesuatu, mengetahui cara, syarat, dan sahnya suatu ibadah. Termasuk juga dalam hal itu tahu menilai sesuatu itu bernilai atau tidak.c) Suci dari haidh dan nifas bagi perempuan.Perempuan yang sedang haid dan nifas tidak sah berpuasa. Akan tetapi, dia diperintahkan untuk mengganti puasa yang di tinggalkannya pada bulan yang lain.d) Pada waktu yang diperbolehkan berpuasa.[footnoteRef:5] [5: Izza Rohamn dkk, Buku Pintar Islam, (Jakarta: Zaman, 2009), hal. 195]

4. Hikmah Berpuasa1. Menanam sifat sabar karena orang yang berpuasa terdidiklah menahan kelaparan, kehausan dan keinginan, tentulah akan berhati sabar menahan segala kesukaran.2. Timbul suatu sifat atau perasaan ingin membantu fakir miskin yang kadang-kadang sampai tiga hari lamnya tidak memakan suatu makanan.3. Mendidik diri bersifat amanah (di percaya) karena dengan puasalah orang dapat melatih dirina agar menjadi kepercayaan orang.4. Mendidik dari sifat shiddiq (pembenar) karena dengan puasa orang dapat menghindarkan (menjaga) dirinya dari sifat pendusta (pembohong).5. Menjaga kesehatan badan serta dapat merasakan Kenikmatan yang sebenarnya atas pemberian Allah.

Keringanan Dalam BerpuasaDalam keadaan biasa tidak sulit melaksanakan puasa itu dan tidak mengganggu fisiknya. Namun dalam keadaan tertentu dan bagi orang tertentu melakukan puasa itu termasuk hal yang sulit dan dapat membahayaan. Oleh karena itu Allah memberikan keringanan kepada orang tertentu itu untuk tidak berpuasa bulan Ramadhan. Adapun orang-orang yang mendapat keringanan melakukan puasa itu dan apa tindakan lanjutan yang harus dilakukannya, di sebutkan Allah dalam surat al-Baqarah ayat 184:[footnoteRef:6] [6: Prof. Dr. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh,..,hal. 57]

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.Dari penjelasan ayat tersebut maka orang yang mendapat keringanan meninggalkan puasa puasa Ramadhan itu adalah:1. Orang sakit yang jika ia tetap juga berpuasa, penyakitnya akan bertambah atau lambat sembuhnya. Kewajiban orang ini adalah mengqada puasanya di hari lain sebanyak yang di tinggalkannya.2. Orang dalam perjalanan yang mengalami kesulitan bila berpuasa dalam arti dapat mengganggu kelancaran perjalanannya. Kewajiban orang ini adalah mengqada puasanya di hari-hari lain setelah ia berada di tempatnya.3. Orang-orang yang berat baginya melakukan puasa karena ketidak mampuan fisiknya. Keadaan beginilah berlaku dalam waktu yang lama sehingga tidak mungkin melaksanakan puasa dalam waktu dan keadaan apapun. Kewajiban orang ini hanyalah membayar fidyah dalam bentuk memberi makan seorang miskin untuk setiap hari puasa yang tidak di lakukannya.Orang yang diberi keringanan tidak berpuasa tapi wajib membayar fidiyahIbnu abbas berkata,orang yang sudah lanjut usia diberi keringanan untuk tidak berpuasa, dan dia harus memberi makan satu orang miskin pada setiap hari,dan dia tidak perlu mengganti puasa yang ditinggalkannya. HR Daraquthni dan hakim yang sama-sama menyatakan kesahihan atsar ini.Imam bukhari meriwayatkan dari atha bahwa dia pernah mendengar ibnu abbas ra. Membaca ayat berikut, dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa),membayar fidiyah,(yaitu) memberi makan orang miskin. Lalu ibnu abbas berkata ayat ini tidak mansukh (dihapus). Ayat ini ditunjukan kepada orang yang sudah lanjut usia, baik laki-laki maupun perempuan.yang tidak sanggup lagi untuk berpuasa. Dan sebagai gantinya, mereka diharuskan memberi makan satu orang miskin pada tiap-tiap hari (selama ramadhan).Demikian pula orang sakit yang tidak ada harapan sembuh dan tidak mampu berpuasa. Orang seperti ini hukumnya dengan orang tua lanjut usia tanpa ada perbedaan.demikian juga para pekerja yang terlibat dalam kerja-kerja kasar dan berat.Syekh muhammad abduh berkata, yang dimaksud orang-orang yang berat menjalankannya dalam ayat tersebut adalah orang tua yang sudah lanjut usia,orang yang sakit dan tidak ada harapan untuk sembuh,serta para pekerja berat yang pekerjaanya itu menjadi sumber penghasilan tetap, seperti para pekerja tambang.Demikian juga para tahanan yang divonis kerja paksa seumur hidup, jika mereka merasa kesulitan menjalankan ibadah puasa, disampingkan mereka juga memiliki harta sebagai bayaran fidyah.Demikian pula perempuan hamil dan perempuan menyusui,jika mereka merasa khawatir atas keselamatan diri atau anaknya. Mereka dibolehkan untuk tidak berpuasa . menurut ibnu umar dan ibnu abbas, mereka diwajibkan membayar fidiyah dan tidak wajib mengqhada puasa yang ditinggalkan.Orang yang diberi keringanan untuk tidsk puasa tapi wajib MengqadhaBagi orang yang sakit dan masih diharapkan kesembuhannya, juga orang yang dalam berpergian untuk tidak berpuasa, tapi di wajibkan untuk mengqhada puasa yang ditinggalkannya.allah Swt,berfirman,maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia tidak berpuasa), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain (AL-Baqarah [2]:184)Allah menetapkan kewajiban berpuasa kepada orang yang mukmin dan dalam keadaan sehat serta memberi keringanan kepada orang sakit dan orang yang berpergian untuk tidak berpuasa. Disamping itu, allah mewajibkan fidyah bagi orang yang lanjut usia yang tidak mampu berpuasa lagi.Sakit yang dapat menjadikan seseorang boleh tidak berpuasa adalah sakit berat yang seandainya dia tetap berpuasa niscaya sakitnya akan bertambah parah, atau dikhawatirkan akan mengakibatkan kesembuhannya semakin lama.Dalam kitab al-mughni disebutkan, diceritakan bahwa sejumlah ulama salaf membolehkan untuk tidak berpuasa disebabkan penyakit ringan sekalipun,seperti sakit pada jari atau gusi.hal ini berdasarkan keumuman makna yang terdapat dalam ayat tersebut.lebih dari itu, orang yang bepergian diperbolehkan tidak berpuasa meskipun dia tak harus melakukannya. Demikian pula orang yang sakit.pendapat ini di kemukakkan oleh bukhari, atha dan mahzab zhahiri.Orang sehat yang khawatir terkena sakit jika berpuasa dibolehkan untuk tidak berpuasa sebagaimana orang sakit. Demikian juga orang yang sangat lapar atau sangat haus hingga menyebabkan kematian. Dalam kondisi seperti ini, dia dibolehkan tidak berpuasa, tapi harus mengganti puasa yang ditinggalkannya, meskipun orang itu sehat dan tidak bepergian.Seandainya orang yang sakit tetap berpuasa dan bersedia menanggung penderitaan,maka puasa yang dilakukannya tetap dianggap sah,namun tindakannya itu makhruh. Sebab dia tidak ingin menerima keinginan yang diberikan allah dan boleh jadi tindakannya itu akan mendatangkan bahaya bagi dirinya.[footnoteRef:7] [7: Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008), hal. 227-233]

Hal-hal yang Membatalkan Puasa yang Wajib Qadha1. Muntah dengan sengaja Muntah dengan sengaja itu dapat membatalkan puasa, walaupun tidak ada yang kembali kedalam perut. Hal ini di dasarkan pada hadis yang di riwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tarmidzi, dan Ibnu Hiban dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwasanya nabi Muhammad saw bersabda: barang siapa yang tidak sengaja muntah maka tidak di wajibkan maka tidak di wajibkan mengqadha puasanya dan barang siapa muntah dengan sengaja maka harus mengqadha puasanya.2. Mengeluarkan sperma bukan melalui persetubuhanMengeluarkan sperma bukan melalui persetubuhan dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluarsperma karena mimpi tida membatalkan puasa karena keluarnya tidak di sengajaMenurut pendapat imam maliki dan imam ahmad, seandainya seseorang itu memandang istrinya berulang kali, atau memikirkan sesuatu yang dapat mengakibatkan keluarnya sperma maka batallah puasanya. Sedangkan pengikut mahzab syafii dan hanafi berpendapat hal itu tidak membatalkan puasa.3. RaguSeseorang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena mengira di perbolehkan, maka batal puasanya, menurut pendapat imam yang empat dan sebagian ulama fiqih, orang itu wajib mengqadha puasanya keadaan itu terjadi karena hal-hal berikut:a) Batal puasa orang yang sahur karena ia mengira hari masih mala, padahal fajar sudah terbit.b) Batal puasa orang yang berbuka karena ia mengira hari matahari sudah terbenam, padahal belum.[footnoteRef:8] [8: Muhammad Ayub Hasan, Puasa dan Itikaf Dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 2004), hal 74-77]

Bagi orang yang ragu apakah matahari sudah terbit atau belum ia boleh sahur sehingga yakin bahwa matahari sudah terbit. Dan orang yang ragu apakah matahari sudah terbenam apa belum, tidak boleh berbuka sampai ia yakin bahwa matahari sudah terbenam.4. Meneruskan makan, setelah makan karena lupaBatal puasa orang yang makan atau minum dalam keadaan terlupa, karena mengira perbuatan itu membatalkan puasa. Lantas dia meneruskan makan dan minum dengan sengaja. Ulama Mazhab Hanafi, Syafii dan Ahmad menganggap orang tersebut wajib mengqadha puasanya.5. Haid dan nifasBatal puasa perempuan yang sedang haid atau nifas dan ia di wajibkan mengqadha puasa.6. MurtadMenurut ijma ulama, batal puasa siapa saja yang murtad atau keluar agama islam dia wajib mengqadha puasanya apabila kembali masuk islam.7. Berubah niatNiat puasa hendaklah dilakukan secara konsisten, sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari seandainya seseorang itu berniat membatalkan puasanya, kemudian memantapkan niatnya itu, maka batal puasanya dan wajib qadha.

Hal-hal yang Membatalkan Puasa yang Wajib Qadha KafaratMembayar kafarat yaitu dengan cara memerdekakan budak, atau puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak menemukan budak atau memberi makan enam puluh fakir miskn jika tidak mampu puasa.Hal-hal yang membatalkan puasa yang wajib qadha dan kafarat yaitu :1. Bersetubuh dengan sengajaBarang siapa yang melakukan persetubuhan pada siang hari pada bulan Ramadhan sedangkan dia berpuasa dilakukan baik dari depan atau belakang. Apakah keluar sperma atau tidak, maka wajib atasnya qadha dan membayar kafarat.Menurut pendapat imam syafii kafarat di kenakan atas orang yang menyetubuhi saja. Sedangkan orang yang di setubuhi tidak di kenakan kafarat.Ulama Mazhab Hanafi berpendapat kafarat juga diwajibkan kepada si istri seandainya persetubuhan itu dilakukan atas keinginannya, seandainya ia di paksa, dia tidak di wajibkan kafarat. Pendapat ini sama dengan pendapat pengikut Mazhab Maliki.Ulama Mazhab Hambali berpendapat wajib atas si istri membayar kafarat seandainya persetubuhan tersebut dilakukan dengan keinginannya. Seandainya si istri di paksa melakukan persetubuhan, sebagian ulama mewajibkan membayar kafarat. Sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa si istri tidak wajib kafarat. Ia hanya wajib qadha ini merupakan kata sepakat sebagian besar ulama. Demikian juga halnya jika si istri sedang nyenyak tidur lalu di setubuhi oleh suaminya, maka wajib si istri mengqadha puasanya dan tidak wajib kafarat.[footnoteRef:9] [9: Muhammad Ayub Hasan, Puasa dan Itikaf Dalam Islam,..., hal. 74-77]

2. Makan dan minum dengan sengajaJika seseorang makan dan minum karena lupa,salah,atau terpaksa, maka dia tidak diwajibkan qadha dan membayar kifarat. Dari abu hurairah bahwa rasullualah bersabda,barang siapa yang lupa, sementara dia sedang puasa, lalu makan atau minum,hendaknya dia meneruskan puasanya. Sesungguhnya dia diberi makan dan minum oleh allah, HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasai, Ahmad, dan Abu Daud.Hadist ini dijadikan hujjah oleh mayoritas ulama, trmasuk juga pendapat sufyan ats-tsauri,Syafii,ahmad,dan ishaq. Daraquthni, baihaki,dan hakim yang menyatakan bahwa hadis ini sahih menurut syarat muslim.Abu hurairah menyatakan bahwa rasullulah bersabda,Barangsiapa berbuka pada bulan ramadhan disebakan lupa,maka dia tidak diwajibkan mengqhada dan tidak pula membayar kifarat. Menurut al-Hafizh ibnu hajar,sanadnya sahih.Dari ibnu abbas ra. Bahwa rasullulah bersabda,sesungguhnya allah memaklumi dari umatku disebabkan keliru,lupa dan bila mereka dipaksa. HR Ibnu Majah,thabrani,dan hakim.[footnoteRef:10] [10: Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008), hal. 271-272]

BAB IIIPENUTUP1. KesimpulanPuasa yaitu menahan makan, minum dan segala apa yang membatalkannya, dan waktunya mulai dari terbit fajar shubuh sehingga terbenam matahari di waktu maghrib, yang sebelumnya diawali dengan niat puasa.Rukun Puasa1. Niat2. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai terbit fajar hingga terbenam matahari.Hikmah Berpuasa1. Menanam sifat sabar karena orang yang berpuasa terdidiklah menahan kelaparan, kehausan dan keinginan, tentulah akan berhati sabar menahan segala kesukaran.2. Timbul suatu sifat atau perasaan ingin membantu fakir miskin yang kadang-kadang sampai tiga hari lamnya tidak memakan suatu makanan.3. Mendidik diri bersifat amanah (di percaya) karena dengan puasalah orang dapat melatih dirina agar menjadi kepercayaan orang.4. Mendidik dari sifat shiddiq (pembenar) karena dengan puasa orang dapat menghindarkan (menjaga) dirinya dari sifat pendusta (pembohong).5. Menjaga kesehatan badan serta dapat merasakan Kenikmatan yang sebenarnya atas pemberian AllahMembayar kafarat yaitu dengan cara memerdekakan budak, atau puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak menemukan budak atau memberi makan enam puluh fakir miskn jika tidak mampu puasa.SaranBagi siapa saja yang membaca makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua dalam menjalankan segala aktifitas sebagai seorang mahasiswa.

DAFTAR KEPUSTAKAANSyarifuddin, Amir. (2010 ). Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: KencanaSayyid Sabiq. (2008). Fikih Sunnah.Jakarta: Cakrawala PublishingSudarsono. (2001). Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta, Rohamn Izza, dkk, (2009). Buku Pintar Islam. Jakarta: ZamanAyub Hasan, Muhammad. (2004). Puasa dan Itikaf Dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksara