REFOR DAN PENGUAT I. PENDAHULUAN Hukum dan mas lain. Berlakunya huku dengan masyarakat. P menggambarkan beta Chamblis dan Seidman yang telah dirumuskan tetap dibutuhkan adan walaupun diskresi yan yang dimiliki oleh apa keadilan yang ingin kehidupan masyarakat kepentingan penguasa 1 Makalah disampaik Hukum di Indonesia”, pada 2 Jaksa Agung Republi 3 Mochtar Kusumaatma 4 Satjipto Rahardjo, Mem JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA RMASI PENEGAKAN HUKUM TAN KELEMBAGAAN DI LING KEJAKSAAN RI 1 Oleh: Basrief Arief 2 syarakat adalah suatu hal yang tidak bisa um itu berlangsung di dalam suatu tatana Pameo bangsa Romawi yang menyatakan ub apa eratnya hubungan antara hukum dan n, bahwa suatu masyarakat yang secara mu n secara jelas adalah suatu ideal yang aga nya diskresi para pejabat penegak hukum ng berlebihan yang didasarkan pada kebeba arat penegak hukum dapat menyebabkan k dicapai oleh hukum, bahkan bisa memba t. 4 Masyarakat menghendaki hukum tidak la a, ataupun kepentingan politik walaupun kan dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan te a tanggal 12 Oktober 2011 di Hotel Sari Pan Pasific Jak ik Indonesia. adja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung mbedah Hukum Progresif, Jakarta: Kompas Media Nusantara 1 M GKUNGAN dipisahkan satu sama an sosial yang disebut ubi societas ibi us telah masyarakat. 3 Menurut urni diatur oleh hukum ak sulit dicapai, karena dalam penerapannya, asan dan kelonggaran ketimpangan akan rasa awa kehancuran bagi agi menjadi alat untuk banyak faktor di luar ema “Reformasi Penegakan karta. g: Alumni, 2006, hlm. 3. a, 2006, hlm. 65.
30
Embed
Makalah Reformasi Penegakan Hukum Dan Penguatan Kelembagaan Di Lingkungan Kejaksaan RI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
REFORMASI PENEGAKAN HUKUM
DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN DI LINGKUNGAN
I. PENDAHULUAN
Hukum dan masyarakat adalah sua
lain. Berlakunya hukum itu
dengan masyarakat. P
menggambarkan betapa eratnya hubungan antara hukum dan masyarakat.
Chamblis dan Seidman, bahwa suatu masyarakat yang secara murni diatur oleh hukum
yang telah dirumuskan secara jelas adalah suatu ideal yang
tetap dibutuhkan adanya diskresi para pejabat penegak hukum dalam penerapannya,
walaupun diskresi yang berlebihan yang didasarkan pada kebebasan dan kelonggaran
yang dimiliki oleh aparat penegak hukum dapat menyebabkan ketimpangan akan rasa
keadilan yang ingin dicapai oleh hukum, bahkan bisa membawa kehancuran bagi
kehidupan masyarakat.
kepentingan penguasa, ataupun kepe
1 Makalah disampaikan dalam
Hukum di Indonesia”, pada tanggal 12 Oktober 2011 di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta.2 Jaksa Agung Republik Indonesia
3 Mochtar Kusumaatmadja,
4 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
REFORMASI PENEGAKAN HUKUM
DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN DI LINGKUNGAN
KEJAKSAAN RI1
Oleh:
Basrief Arief2
Hukum dan masyarakat adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama
lain. Berlakunya hukum itu berlangsung di dalam suatu tatanan so
dengan masyarakat. Pameo bangsa Romawi yang menyatakan ubi societas ibi
menggambarkan betapa eratnya hubungan antara hukum dan masyarakat.
mblis dan Seidman, bahwa suatu masyarakat yang secara murni diatur oleh hukum
yang telah dirumuskan secara jelas adalah suatu ideal yang agak sulit dicapai, karena
tetap dibutuhkan adanya diskresi para pejabat penegak hukum dalam penerapannya,
kresi yang berlebihan yang didasarkan pada kebebasan dan kelonggaran
leh aparat penegak hukum dapat menyebabkan ketimpangan akan rasa
keadilan yang ingin dicapai oleh hukum, bahkan bisa membawa kehancuran bagi
kehidupan masyarakat.4 Masyarakat menghendaki hukum tidak lagi menjadi alat untuk
kepentingan penguasa, ataupun kepentingan politik walaupun banyak faktor di luar
Makalah disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Reformasi Penegakan
Hukum di Indonesia”, pada tanggal 12 Oktober 2011 di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta.
Jaksa Agung Republik Indonesia.
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung: Alumni, 2006, hlm. 3.
Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2006, hlm. 65.
1
REFORMASI PENEGAKAN HUKUM
DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN DI LINGKUNGAN
hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama
berlangsung di dalam suatu tatanan sosial yang disebut
ubi societas ibi us telah
menggambarkan betapa eratnya hubungan antara hukum dan masyarakat.3 Menurut
mblis dan Seidman, bahwa suatu masyarakat yang secara murni diatur oleh hukum
agak sulit dicapai, karena
tetap dibutuhkan adanya diskresi para pejabat penegak hukum dalam penerapannya,
kresi yang berlebihan yang didasarkan pada kebebasan dan kelonggaran
leh aparat penegak hukum dapat menyebabkan ketimpangan akan rasa
keadilan yang ingin dicapai oleh hukum, bahkan bisa membawa kehancuran bagi
at menghendaki hukum tidak lagi menjadi alat untuk
tingan politik walaupun banyak faktor di luar
(FGD) dengan tema “Reformasi Penegakan
Hukum di Indonesia”, pada tanggal 12 Oktober 2011 di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta.
Bandung: Alumni, 2006, hlm. 3.
, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2006, hlm. 65.
2
hukum yang turut menentukan bagaimana hukum senyatanya dijalankan. Fenomena ini
harus direspon secara positif oleh setiap aparatur penegak hukum untuk terus menerus
berupaya meningkatkan kinerjanya, sehingga tujuan penegakan hukum yang konsisten
dan konsekuen yang berkeadilan dapat terwujud.
Reformasi secara gramatikal diartikan sebagai membentuk, menyusun, dan
mempersatukan kembali.5 Secara lebih sederhana reformasi berarti perubahan format,
baik pada struktur maupun aturan main (rule of the game) ke arah yang lebih baik. Pada
kata reformasi terkandung pula dimensi dinamik berupa upaya perombakan dan
penataan yakni perombakan tatanan lama yang korup dan tidak efisien (dismantling the
old regime) dan penataan suatu tatanan baru yang lebih demokratik, efisien, dan
berkeadilan sosial (reconstructing the new regime). Selain itu, kata reformasi memuat
nilai-nilai utama yang menjadi landasan dan harapan proses bernegara dan
bermasyarakat. Sedangkan penegakan hukum dalam bahasa Inggris disebut dengan
“Law Enforcement”. Menurut Black’s Law Dictionary, Law Enforcement diartikan sebagai
“The act of putting something such as a law into effect; the execution of law ; the
carriying out of a mandate or command.6 Secara sederhana Muladi menyatakan bahwa
penegakan hukum (law enforcement) merupakan usaha untuk menegakkan norma-
norma hukum dan sekaligus nilai-nilai yang ada di belakang norma tersebut. Dengan
demikian para penegak hukum harus memahami benar-benar spirit hukum (legal spirit)
yang mendasari peraturan hukum yang harus ditegakkan dan dalam hal ini akan
berkaitan dengan pelbagai dinamika yang terjadi dalam proses pembuatan perundang-
undangan (law making process).7
Reformasi penegakan hukum merupakan jawaban terhadap bagaimana hukum di
Indonesia diselenggarakan dalam kerangka pembentukan negara hukum yang dicita-
citakan. Hukum mengemban fungsi ekspresif yaitu mengungkapkan pandangan hidup,
nilai-nilai budaya dan nilai keadilan. Selain itu, hukum mengemban fungsi instrumental
yaitu sarana untuk menciptakan dan memelihara ketertiban, stabilitas dan prediktabilitas,
sarana untuk melestarikan nilai-nilai budaya dan mewujudkan keadilan, sarana
5 W.T.Cunningham, Nelson Contemporary English Dictionary, Canada: Thompson and Nelson Ltd, 1982, hlm. 422.
6 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Edisi VI, St. Paul Minesota: West Publishing, 1990.
7 Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Cet. II, Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2002, hlm. 69.
3
pendidikan serta pengadaban masyarakat dan sarana pembaharuan masyarakat
(mendorong, mengkanalisasi dan mengesahkan perubahan masyarakat).8
Reformasi penegakan hukum idealnya harus dilakukan melalui pendekatan sistem
hukum (legal system). Sudikno Mertokusomo mengartikan sistem hukum adalah suatu
kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan
bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.9 Menurut Lawrence M.
Friedman, dalam setiap sistem hukum terdiri dari 3 (tiga) sub sistem, yaitu sub sistem
substansi hukum (legal substance), sub sistem struktur hukum (legal structure), dan sub
sistem budaya hukum (legal culture).10 Substansi hukum meliputi materi hukum yang
diantaranya dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Struktur hukum,
menyangkut kelembagaan (institusi) pelaksana hukum, kewenangan lembaga dan
personil (aparat penegak hukum). Sedangkan kultur hukum menyangkut perilaku
(hukum) masyarakat. Ketiga unsur itulah yang mempengaruhi keberhasilan penegakan
hukum di suatu masyarakat (negara), yang antara satu dengan lainnya saling bersinergi
untuk mencapai tujuan penegakan hukum itu sendiri yakni keadilan. Salah satu sub
sistem yang perlu mendapat sorotan saat ini adalah struktur hukum (legal structure). Hal
ini dikarenakan struktur hukum memiliki pengaruh yang kuat terhadap warna budaya
hukum. Budaya hukum adalah sikap mental yang menentukan bagaimana hukum
digunakan, dihindari, atau bahkan disalahgunakan. Struktur hukum yang tidak mampu
menggerakkan sistem hukum akan menciptakan ketidakpatuhan (disobedience) terhadap
hukum. Dengan demikian struktur hukum yang menyalahgunakan hukum akan
melahirkan budaya menelikung dan menyalahgunakan hukum. Berjalannya struktur
hukum sangat bergantung pada pelaksananya yaitu aparatur penegak hukum.
Menurut Soerjono Soekanto, ruang lingkup dari istilah “penegak hukum” adalah
luas sekali, oleh karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak
langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum. Dari pengertian luas tadi, dia lebih
membatasi pengertiannya yaitu kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam
bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi
8 Bernard Arief Sidharta, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2000, hal. 189.
manajemen SDM) penganggaran, manajemen informasi dan manajemen
proses.
Dari evaluasi terhadap delapan aspek tersebut, aspek manajemen SDM
menempati prioritas utama yang mendesak untuk dilakukan reformasi
birokrasi. Aspek manajemen ini meliputi: sistem rekruitmen, penempatan
pegawai, pemberian pendidikan dan pelatihan, penilaian kinerja, mutasi-
promosi, pemberian penghargan dan penjatuhan hukuman. Setelah aspek
manajemen SDM, selanjutnya adalah aspek manajemen proses, yaitu perlu
adanya standar pelayanan minimal dan manajemen pelayanan kepada
masyarakat.
b. Analisis Jabatan, Evaluasi Jabatan dan Struktur Remunerasi
Analisis jabatan dilakukan untuk menghasilkan uraian jabatan bagi
posisi-posisi yang telah ditentukan untuk mencapai kejelasan jabatan;
evaluasi jabatan untuk menghasilkan bobot jabatan bagi posisi-posisi dan
level yang telah diidentifikasi; dan struktur remunerasi dilakukan untuk
menghasilkan tunjangan kinerja bagi aparatur kejaksaan berdasarkan
pembobotan yang telah ditentukan. Kegiatan analisis jabatan, evaluasi
jabatan dan penghitungan remunerasi telah dilakukan pada Desember 2008
s/d April 2009 dengan melibatkan konsultan SDM Hay Group yang ditunjuk
oleh The Asia Foundation sebagai lembaga donor.
c. Analisis Beban Kerja
Sejak bulan Juni 2009 kejaksaan telah melanjutkan reformasi birokrasi
tahap II dengan fokus pada perubahan struktur organisasi guna
mewujudkan organisasi dengan fungsi dan ukuran yang tepat (right sizing),
21
profesional, produktif dan efisien. Untuk itu, dilakukan analisis beban kerja
guna mengetahui beban kerja masing-masing kantor kejaksaan,
pemanfaatan waktu yang dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi teknis
penanganan perkara, tugas di bidang manajerial dan tugas lainnya,
keseimbangan pelaksanaan tugas teknis penanganan perkara dan tugas
manajerial, produktivitas SDM dan sebagainya. Dengan adanya analisis
beban kerja, dapat diketahui berapa jumlah SDM secara ideal yang
dibutuhkan oleh masing-masing kantor kejaksaan
Hasil dari kegiatan evaluasi kinerja, analisisi jabatan, evaluasi jabatan dan
analisis beban kerja antara lain: restrukturisasi organisasi, penyusunan SOP,
profile assesment dalam promosi jabatan, dan pengembangan sistem penilaian
kinerja.
a. Restrukturisasi Organisasi
Restrukturiasi organisasi kejaksaan merupakan hal penting yang dilakukan,
karena akan mempengaruhi berbagai aspek lainnya, termasuk dalam
membenahi sistem SDM dan perubahan tata laksana (business process).
Restrukturisasi organisasi kejaksaan dilakukan berdasarkan Peraturan
Presiden RI Nomor: 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kejaksaan Republik Indonesia dan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-
009/A/JA/01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik
Indonesia banyak jabatan struktural di kejaksaan dihapuskan. Hal tersebut
dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan struktur organisasi
yang tepat ukuran dan tepat fungsi (right sizing). Di dalam kedua peraturan
tersebut, ribuan jabatan struktural terutama jabatan eselon V teknis di
kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi serta jabatan struktural eselon IV
teknis di Kejaksaan Agung dihapuskan.
b. Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP)
Standar operasional prosedur (SOP) merupakan pedoman baku bagi
pelaksanaan tugas dan fungsi tiap-tiap unit kerja yang ada di kejaksaan. Oleh
karena itu, dalam rangka pelaksanaan Program Reformasi Birokrasi, perlu
disusun tata laksana yang menghasilkan SOP berdasarkan pada prinsip-
22
prinsip bussines process yang bersifat lengkap dan kronologis, berciri
spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, sesuai kepentingan/ keinginan
stakeholder dan jelas penentuan batas waktunya. Dengan adanya SOP
diharapkan proses kerja dan out put kinerja dapat lebih kredibel, sehingga
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kejaksaan. Beberapa SOP
yang telah disusun, antara lain:
− Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: Perja-039/A/JA/10/2010 tanggal 29
Oktober 2010 tentang Tata Kelola Administrasi dan Teknis Penanganan
Perkara Tindak Pidana Korupsi;
− Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: Perja-040/A/JA/12/2010, tanggal 13
Desember 2010 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelaksanaan
Tugas, Fungsi dan Wewenang Datun (perdata dan tata usaha negara);
dan
− Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-022/A/JA/03/2001, tanggal 18
Maret 2011 tentang Penyelenggaraan Pengawasan Kejaksaan Republik
Indonesia.
Adapun SOP penanganan perkara di Bidang Tindak Pidana Umum dan SOP
pelaksanaan tugas di Bidang Intelijen masih dalam proses penyelesaian dan
penyesuaian karena adanya perubahan nomenklatur Direktorat pada Jaksa
Agung Muda Bidang PIDUM dan perubahan nomenklatur Direktorat pada
Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen seiring dengan dikeluarkannya Peraturan
Jaksa Agung RI Nomor: PER-009/A/JA/01/2011 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.
c. Profile Assesment
Pimpinan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan berhasil
tidaknya suatu organisasi menjalankan tugas dan fungsinya. Untuk itu, pada
setiap unit kerja dibutuhkan pimpinan yang visioner, memiliki komitmen dan
mampu menggerakkan perubahan organisasi ke arah yang lebih baik.
Seorang pimpinan harus mempunyai kompetensi secara teknis, konseptual
dan interpersonal serta transparan dan akuntabel dalam mengkomunikasikan
suatu kebijakan. Dalam rangka mendapatkan pimpinan yang memenuhi
kriteria tersebut, kejaksaan menerapkan profile assessment untuk para
23
pejabat yang akan dipromosikan ke jabatan setingkat lebih tinggi.
Kedepannya, sistem ini akan terus dievaluasi dan diperbaiki sehingga dapat
menempatkan orang sesuai dengan kompetensinya (the right man in the
right place) sesuai prinsip-prinsip manajemen modern.
d. Pengembangan Sistem Penilaian Kinerja
Dalam rangka meningkatkan kinerja dan meminimalisir penyimpangan yang
dilakukan oleh jaksa dan satuan kerja dikejaksaan, telah dikembangkan
Instrumen Penilaian Kinerja Satuan Kerja (IPKSK) dan Instrumen Penilaian
Kinerja Jaksa (IPKJ). IPKJ adalah sarana yang digunakan dalam pengawasan
melekat (Waskat) terhadap jaksa untuk menilai unsur penanganan perkara
dan administrasi perkara. Mekanisme yang digunakan dalam IPKJ adalah self
assessment yang dibuktikan dengan dokumen pekerjaan dari jaksa yang
bersangkutan. IPKJ dijadikan sebagai dasar promosi, mutasi dan
pengembangan SDM, khususnya jaksa.
C. Reformasi Birokrasi dan Peningkatan Profesionalitas Aparatur Kejaksaan
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, reformasi dalam aspek sumber daya
manusia (SDM) merupakan faktor yang paling penting karena unsur SDM inilah
sebagai penggerak dan pelaksana suatu organisasi. Oleh karena itu, dengan adanya
reformasi birokrasi diharapkan dapat dikembangkan suatu: sistem pengadaan dan
seleksi yang mampu menghasilkan aparatur yang berkualitas dan kompeten; pola
pengembangan dan pelatihan pegawai yang baik; pola rotasi, mutasi, promosi, dan
pola jenjang karir yang transparan dan akuntabel. Semua sistem dan pola tersebut
dibutuhkan untuk menjamin terwujudnya aparatur kejaksaan (khususnya jaksa)
yang profesional dan berintegritas.
Jabatan jaksa merupakan jabatan profesi di bidang penegakan hukum, oleh
karena itu seorang jaksa haruslah profesional. Menurut Samuel P. Huntington, jaksa
sebagai seorang profesional harus memiliki 3 (tiga) karakteristik, yaitu: keahlian
(expertise), pertanggungjawaban sosial (social responsibility), dan memiliki rasa
kesatuan dan keterikatan baik antara sesama sejawat maupun dengan anggota
24
masyarakat yang dilayani (corporatness).14 Untuk itu, jaksa harus memiliki
kemampuan mengembangkan keahlian dan mengembangkan hubungan, baik secara
perorangan maupun kelembagaan. Sebab, hukum dalam dimensi yang luas tidak
hanya sekedar aturan tertulis dalam suatu undang-undang saja, tetapi yang
terpenting ialah bagaimana hukum dapat menciptakan keadilan dan kepastian sesuai
harapan masyarakat, bukan sekedar menghukum.
Sebagai figur yang profesional, berintegritas dan berdisiplin, setiap jaksa harus
berpedoman pada doktrin Tri Krama Adhyaksa yaitu: Satya, Adhi dan Wicaksana,
sebagaimana diatur dalam KEPJA Nomor: Kep-030/JA/3/1988. Satya: berarti
kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
terhadap diri sendiri dan keluarga maupun terhadap sesama manusia; Adhi: berarti
kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pemilikan rasa tanggung jawab
– bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan terhadap
sesama manusia; dan Wicaksana: berarti bijaksana dalam tutur kata dan tingkah
laku khususnya dalam pengetrapan kekuasaan dan kewenangannya.
Doktrin Tri Krama Adhyaksa merupakan landasan moral bagi Korps Adhyaksa
dalam menunaikan tugas dan fungsinya sebagai abdi negara penegak hukum.
Sebagai abdi negara penegak hukum, pada hakekatnya jaksa merupakan abdi
masyarakat yang berusaha turut berfungsi sebagai pencari kebenaran, pendamba
keadilan dan pewujud kepastian hukum dalam rangka memelihara dan mewujudkan
keamanan dan ketertiban menuju tercapainya kesejahteraan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu,
seorang jaksa harus memiliki kemampuan profesional, berintegritas dan berdisiplin
tinggi dalam mengemban bakti profesi kepada masyarakat, bangsa dan negara yang
tercermin dalam Tata Krama Adhyaksa, antara lain:15
1. Jaksa adalah insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Jaksa mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara
sesama pencari keadilan serta menjunjung tinggi asas parduga tak bersalah.
3. Jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban melindungi kepentingan umum.
14
Samuel P. Huntington, Prajurit dan Negara: Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil, (Penerjemah: Deasy
Sinaga), Jakarta: PT. Grasindo, 2003, hal. 8-10. 15
Persatuan Jaksa Republik Indonesia, Kode Etik Jaksa dan Tata Krama Adhyaksa, Jakarta: Kejaksaan Agung RI,
1995, hal. 43.
25
4. Jaksa senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pengabdiannya dengan
memperhatikan disiplin ilmu hukum.
5. Jaksa berlaku adil dalam memberikan pelayanan kepada pencari keadilan.
6. Jaksa senantiasa memupuk serta mengembangkan kemampuan profesional,
integritas pribadi dan disiplin yang tinggi.
7. Jaksa berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam
tata pikir, tata tutur dan tata laku.
8. Jaksa senantiasa membina dan mengembangkan kader Adhyaksa dengan
semangat ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.
Melalui reformasi birokrasi, lembaga kejaksaan diharapkan mampu melahirkan
jaksa yang memenuhi berbagai kriteria di atas, sehingga pelayanan kepada
masyarakat dapat diberikan secara prima. Untuk itu, Program Reformasi Birokrasi
Kejaksaan akan selalu dievaluasi dan diperbaiki serta diupayakan menjadi suatu
gerakan yang terus berjalan hingga pelayanan prima kepada masyarakat dapat
terwujud. Sebab bisa jadi, apa yang telah dihasilkan sekarang sudah tidak sesuai
lagi dengan tuntutan masyarakat di masa yang akan datang sehingga perlu
dilakukan reformasi kembali. Oleh karena itu, Reformasi Birokrasi Kejaksaan akan
selalu dilaksanakan sampai pelayan prima kepada masyarakat, khususnya para
pencari keadilan, dapat diwujudkan.
Selain itu, dalam rangka menunjang keberhasilan pelaksanaan reformasi
birokrasi dan pelaksanaan tugas kejaksaan yang lebih baik, kejaksaan akan terus
meningkatkan kerjasama dengan Komisi Kejaksaan. Sebab Komisi Kejaksaan
merupakan institusi yang diberi amanat oleh peraturan perundang-undangan untuk
melakukan pengawasan, penilaian dan memberikan masukan terhadap lembaga
kejaksaan. Kerjasama tersebut ditindaklanjuti dengan ditandatanganinya nota
kesepahaman antara Jaksa Agung dengan Ketua Komisi Kejaksaan Nomor: KEP-
099/A/JA/05/2011, Nomor: NK-001/KK/05/2011 tanggal 19 Mei 2011 tentang
Mekanisme Kerja Antara Kejaksaan Republik Indonesia dengan Komisi Kejaksaan
Republik Indonesia dalam Pelaksanaan Pengawasan, Pemantauan dan Penilaian atas
Kinerja dan Perilaku Jaksa dan Pegawai Kejaksaan. Tugas dan wewenang Komisi
26
Kejaksaan tersebut diatur dalam Peraturan Presiden RI Nomor: 18 Tahun 2011
tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, antara lain:
− Pasal 3 Perpres Nomor 18 Tahun 2011 menyatakan:
Komisi Kejaksaan mempunyai tugas:
a. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan
perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan kode
etik;
b. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap perilaku Jaksa
dan/atau pegawai Kejaksaan baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan;
dan
c. Melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, tata kerja,
kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di
lingkungan Kejaksaan.
− Pasal 4 Perpres Nomor 18 Tahun 2011 menyatakan:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Komisi
Kejaksaan berwenang:
a. Menerima dan menindaklanjuti laporan atau pengaduan masyarakat tentang
kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam menjalankan
tugas dan wewenangnya;
b. Meneruskan laporan atau pengaduan masyarakat kepada Jaksa Agung untuk
ditindaklanjuti oleh aparat pengawas internal kejaksaan;
c. Meminta tindak lanjut pemeriksaan dari Jaksa Agung terkait laporan
masyarakat tentang kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai kejaksaan;
d. Melakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atas pemeriksaan
yang telah dilakukan oleh aparat pengawas internal kejaksaan;
e. Mengambil alih pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat pengawas
internal kejaksaan; dan
f. Mengusulkan pembentukan Majelis Kode Perilaku Jaksa.
− Pasal 9 Perpres Nomor 18 Tahun 2011 menyatakan:
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dan Pasal 4, Komisi Kejaksaan dapat menyampaikan rekomendasi berupa:
27
a. Penyempurnaan organisasi dan tata kerja serta peningkatan kinerja
kejaksaan;
b. Pemberian penghargaan kepada jaksa dan/atau pegawai kejaksaan yang
berprestasi dalam melaksanakan tugas kedinasannya; dan/atau
c. Pemberian sanksi terhadap jaksa dan/atau pegawai kejaksaan sesuai dengan
pelanggaran yang dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil,
Kode Etik, dan/atau peraturan perundang-undangan.
IV. PENUTUP
Reformasi penegakan hukum merupakan jawaban terhadap bagaimana hukum di
Indonesia diselenggarakan dalam kerangka pembentukan negara hukum yang dicita-
citakan. Bahwa pada kenyataannya, reformasi penegakan hukum tidak bisa berjalan
secara parsial. Reformasi penegakan hukum harus dilaksanakan secara bersama-sama
dengan komitmen yang sama dari seluruh aparat penegak hukum yang terlibat. Hal yang
sangat tidak mungkin adalah melakukan reformasi penegakan hukum dari satu institusi
tanpa ada dukungan dari institusi lain dan yang lebih penting adalah perlunya dukungan
dari semua kalangan masyarakat. Reformasi tidak akan terlaksana sebagaimana yang
kita cita-citakan bersama tanpa adanya kebersamaan dari seluruh kalangan dari
pemerintahan maupun masyarakat untuk menjadikan negara ini ke arah yang lebih baik.
Sebagai salah satu sub sistem dalam penegakan hukum pada umumnya dan
sebagai komponen dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu pada khususnya, Kejaksaan
memiliki peran yang cukup signifikan dalam upaya melakukan reformasi penegakan
hukum di Indonesia. Semakin banyak kita dengar berbagai permasalahan hukum yang
terjadi di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih dan perbaikan dalam
penanganannya, khususnya permasalahan-permasalahan yang terkait dengan tugas dan
kewenangan Kejaksaan. Salah satu upaya yang dilakukan Kejaksaan dalam rangka
reformasi penegakan hukum tersebut diantaranya adalah dengan menetapkan beberapa
program kerja dan program percepatan (quick wins) dalam penanganan perkara.
Dengan program kerja dan percepatan yang sedang dilaksanakan oleh Kejaksaan,
diharapkan akan meminimalisir terjadinya berbagai permasalahan hukum tersebut. Di
samping itu, Kejaksaan juga sedang gencar melakukan pembenahan dan penguatan
28
kelembagaan (birokrasi) guna memulihkan kepercayaan masyarakat (public trust)
terhadap lembaga Kejaksaan. Pembenahan dan penguatan birokrasi bagi Kejaksaan
dilakukan melalui Program Reformasi Birokrasi Kejaksaan yang diluncurkan dan langsung
diterapkan pada tanggal 18 September 2008 hingga sekarang.
Kejaksaan sebagai suatu lembaga sangat menyadari dalam pelaksanaan perubahan
ke arah yang lebih baik akan menghadapi berbagai hambatan dan kendala baik itu dari
internal maupun eksternal. Namun demikian segala upaya yang dilakukan oleh seluruh
pegawai Kejaksaan merupakan tekad bersama dan komitmen bersama untuk membawa
Kejaksaan menjadi lembaga penegak hukum yang lebih baik lagi.
Jakarta, 12 Oktober 2011
29
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Basrief. Penerapan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dalam Pembaharuan Kejaksaan Guna Mewujudkan Profesionalisme dan Integritas Aparatus Kejaksaan, makalah disampaikan dalam seminar Hari Bhakti Adhyaksa ke-46 tanggal 11 Juli 2006 di Jakarta.
Black, Henry Campbell. Black’s Law Dictionary, Edisi VI, St. Paul Minesota: West Publishing, 1990.
Cunningham, W.T. Nelson Contemporary English Dictionary, Canada: Thompson and Nelson Ltd, 1982.
Effendy, Marwan. Kejaksaan dan Penegakan Hukum, Jakarta: Timpani Publishing, 2010.
Friedman, Lawrence M. American Law An Introduction, 2nd Edition (Hukum Amerika: Sebuah Pengantar, Penerjemah: Wisnu Basuki), Jakarta: Tatanusa, 2001.
Huntington, Samuel P. Prajurit dan Negara: Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil, (Penerjemah: Deasy Sinaga), Jakarta: PT. Grasindo, 2003.
Kejaksaan Agung RI. Perkembangan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi: Materi Sosialisasi Reformasi Birokrasi Kejaksaan, Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 2009.
------------. Kumpulan Perja Pembaruan Kejaksaan 2007. Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 2009.
------------. Lima Windu Sejarah Kejaksaan Republik Indonesia 1945-1985. Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 1985.
Kusumaatmadja, Mochtar. Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung: Alumni, 2006.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor: 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang 2005-2025. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700.
------------. Undang-Undang Nomor: 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401;
------------. Undang-Undang Nomor: 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851;
------------. Peraturan Presiden RI Nomor: 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan Republik