BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam. Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial, tetapi harus sudah sampai kepada lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam ádalah terbebas dari unsur riba. Kontrak keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem riba adalah mekanisme syirkah yaitu : musyarakah dan mudharabah (bagi hasil). Perkembangan industri perbankan dan keuangan syariah dalam satu dasawarsa belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modalsyariah, reksadana syariah, obligasi syariah, pegadaian syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Demikian pula di sektor riil, 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem Keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas
tentang ekonomi Islam. Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi
komersial, tetapi harus sudah sampai kepada lembaga keuangan untuk dapat
mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan
yang sesuai dengan prinsip Islam ádalah terbebas dari unsur riba. Kontrak
keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem riba adalah
mekanisme syirkah yaitu : musyarakah dan mudharabah (bagi hasil).
Perkembangan industri perbankan dan keuangan syariah dalam satu
dasawarsa belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, seperti
perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modalsyariah, reksadana syariah,
obligasi syariah, pegadaian syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Demikian
pula di sektor riil, seperti Hotel Syariah,Multi Level Marketing Syariah, dsb.
Maka seiring berkembangnya entitas syariah di Indonesia, maka muncul
juga permintaan akan standar akuntansi syariah yang relevan di terapkan dalam
suatu entitas syariah. pada dasarnya standar akuntansi merupakan pengumuman
atau ketentuan resmi yang dikeluarkan badan berwenang di lingkungan tertentu
tentang pedoman umum yang dapat digunakan manajemen untuk menghasilkan
laporan keuangan. Dengan adanya standar akuntansi syariah, laporan keuangan
diharapkan dapat menyajikan informasi yang relevan dan dapat dipercaya
kebenarannya. Standar akuntansi juga digunakan oleh pemakai laporan keuangan
1
seperti investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat umum sebagai acuan untuk
memahami dan menganalisis laporan keuangan sehingga memungkinkan mereka
untuk mengambil keputusan yang benar. Dengan demikian, standar akuntansi
memiliki peranan penting bagi pihak penyusun dan pemakai laporan keuangan
sehingga timbul keseragaman atau kesamaan interpretasi atas informasi yang
terdapat dalam laporan keuangan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengetahui apa itu akuntansi syariah?
2. Menjelaskan perbedaan akauntansi syariah dan akuntansi
konvensional?
3. Apa saja jenis entitas syariah yang ada di Indonesia?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akuntansi Syariah
Akuntansi syariah adalah suatu proses yang dilakukan dengan berbagai
tahap mulai pengumpulan, penganalisaan, pencatatan dan lain sebagainya, yang
berupa transaksi-transaksi mu’amalah yang didasarkan pada ketentuan ajaran
Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits. Dasar-dasar akuntansi syariah
adalah syari’at Islam yang diimplementasikan di kalangan masyarakat muslim
yang prosesnya ditangani oleh para akuntan yang mengkombinasikan kemampuan
dan kecakapan dengan kejujuran bekerja.
2.1.1 Perbedaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional
terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun
pembukuan keuangan;
3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income
dengan biaya (cost)
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
3
· Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-
Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai
atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa
yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan.
Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai
tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi
kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup
perusahaan yang kontinuitas.
2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian,
yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar),
sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi
harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya
barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang.
3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang
sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya
sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau
sebagi sumber harga atau nilai.
4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari
menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta
mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam
sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga
dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan
untuk kemungkinan bahaya dan resiko.
4
5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba
dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram,
sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok
dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari
transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika
ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat
yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram
tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal.
6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika
adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu
akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang,
baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah
suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi
sebelum nyata laba itu diperoleh.
2.1.2 Komponen Laporan Keuangan Syariah dengan Laporan Keuangan
Konvensioanal
Akuntansi Konvensional Akuntansi Syariah
Laporan keuangan lengkap terdiri
dari komponen-komponen
berikut ini:
a. laporan posisi keuangan
(neraca) pada akhir periode;
b. laporan laba rugi
komprehensif laba rugi dan
Laporan keuangan yang lengkap
terdiri dari
komponen-komponen berikut ini:
a. Neraca;
b. Laporan Laba Rugi;
c. Laporan Arus Kas;
d. Laporan Perubahan Ekuitas;
5
penghasilan komprehensif
lain selama periode;
c. laporan perubahan ekuitas
selama periode;
d. laporan arus kas selama
periode;
e. catatan atas laporan
keuangan, berisi ringkasan
kebijakan akuntansi penting
dan informasi penjelasan
f. laporan posisi keuangan
pada awal periode
komparatif sebelumnya yang
disajikan ketika entitas
menerapkan suatu kebijakan
akuntansi secara retrospektif
atau membuat penyajian
kembali pos-pos laporan
keuangan, atau ketika entitas
mereklasifikasi pos-pos
dalam laporan keuangannya
sesuai dengan paragraf
e. Laporan Sumber dan
Penggunaan Dana Zakat;
f. Laporan Sumber dan
Penggunaan Dana Kebajikan;
g. Catatan atas Laporan
Keuangan.
Sumber: PSAK 1 dan PSAK 101
6
2.2 Jenis Entitas Syariah yang Ada Di Indonesia
2.2.1 Bank Syariah
2.2.1.1 Pengertian Bank Syariah
Bank syariah atau bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariat Islam yaitu mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-qur’an
dan Hadist. Dalam tata cara bermuamalat dijauhi praktek-praktek yang
dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba. Falsafah dasar beroperasinya bank
syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan,
dan kebersamaan.
Munculnya bank syariah dalam sistem perbankan nasional merupakan
respons atas pemahaman para ulama serta pemikir ekonomi yang menyatakan
bahwa tingkat bunga (interest rate) adalah riba yang tidak sesuai dengan prinsip
muamalah dalam Islam.Keberadaannya mulai dikenal sejak tahun 1992 tentang
perbankan. Undang-undang tersebut kemudian disempurnakan lagi menjadi
undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang merupakan dasar adanya dual banking
system, dimana bank-bank konvensional boleh membuka cabang syariah atau
mengkonversi total menjadi bank syariah. Seiring dengan perkembangan bank
syariah yang semakin meningkat, maka dikeluarkan Undang-undang No. 21
Tahun 2008 yang menunjukkan perkuatan posisi bank syariah dalam sistem
perbankan nasional sekaligus menjadi landasan hukum yang kuat bagi bank
syariah.Pengertian bank syariah dalam UU No. 21 Tahun 2008 pasal 1 butir 7.
Adalah:
7
“ Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.”
Sedangkan Djazuli dan Janwari (2009) menyatakan bahwa : “Bank
Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
operasionalnya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.”
2.2.1.2 Falsafah Operasional Bank Syariah
Kerangka dasar sistem perbankan Islam adalah satu aturan dan hukum,
yang secara bersama disebut sebagai syariah.Syariah merupakan aturan yan
diturunkan dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad. Kegiatah bank syariah
merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik sebagai
berikut:
1. Menjauhkan dari unsur riba
Larangan ini dimulai dari adanya pelarangan yang tegas terhadap
riba.Riba menurut istilah bahasa Arab berarti tambahan, peningkatan,
ekspansi, atau pertumbuhan.Menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan tambahan (premium) sebagai syarat yang harus dibayarkan
oleh peminjam kepada pemberi pinjaman selain pinjaman pokok
(Mudrajat dan Suhardjono 2005).
2. Berbagi hasil dan risiko
Fatwa MUI tentang larangan riba mendorong para pemilik dana
menjadi investor. Sehingga konsep investor ini merupakan pengganti
8
konsep kreditur dalam kerangka perbankan konvensional. Penyedia modal
dan usahawan berbagi risiko bisnis, demikian pula mereka akan berbagi
keuntungan ketika mendapatkan laba. Sebagaimana tercantum dalam Al-
Qur’an di Surat Al-Baqarah : 275 dan An-Nisaa : 29, maka setiap transaksi
kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan
perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara
uanga dengan barang, sehingga dapat dihindari adanya penyalahgunaan
kredit, spekulasi, dan inflasi.
3. Prinsip keadilan sosial, persamaan, dan hak milik
Islam memperbolehkan pendapatan dari laba tetapi melarang
pembebanan bunga.Laba menandakan kesuksesan wirausaha dalam
mencipatakan penambahan kekayaan.Sedangkan bunga, adalah suatu
biaya yang dibebankan kepada peminjamnya tanpa mempedulikan
bagaimana dengan hasil aktivitas bisnis apakah untung dan rugi. Keadilan
social dalam pandangan Islam menuntut pemilik dana dan penggunan dana
untuk berbagi atas keuntungan, demikian juga bila terjadi kerugian. Islam
memberikan panduan bahwa proses akumulasi kekayaan dan distribusi
ekonomi terbentuk secara fair dan benar.
2.2.1.3 Tujuan Bank Syariah
Bank Syariah memiliki tujuan yang lebih luas dibandingkan dengan bank
konvensional, hal ini terkait dengan keberadaannya sebagai institusi komersial
serta kewajiban moral yang disandangnya. Sudarsono (2008) menyebutkan selain
bertujuan meraih keuntungan sebagaimana layaknya bank konvensional pada
umumnya, bank syariah juga bertujuan sebagai berikut:
9
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi untuk bermu’amalah secara Islam,
khususnya mu’amalah yang berhubungan dengan perbankan agar
terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha lain yang
mengandung unsur gharar (tipuan).
2. Untuk memciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi. Hal ini
dilakukan dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan
investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara
pemilik modal dengan pihak yang membutuhan dana,
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat. Hal ini dilakukan dengan
jalan membuka peluang usaha yang lebih besar terutama bagi
kelompok miskin yang diarahkan pada kegiatan usaha yang produktif,
menuju terciptanya kemadirian berusaha (berwirausaha)
4. Untuk membantu menanggulangi (mengentaskan) masalah
kemiskinan yang pada umumnya merupakan program utama dari
negara-negara yang sedang berkembang.
5. Untuk menjaga kestabilan ekonomi atau moneter pemerintah.
6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank
konvensional yang menyebabkan umat Islam di bawah kekuasaan
bank, sehingga umat Islam tidak bisa melaksanakan ajaran agamanya
secara penuh terutama di bidang kegiatan bisnis dan perekonomian.
2.2.1.4 Ciri-ciri Bank Syariah
Bank syariah mempunyai ciri-ciri berbeda dengan bank konvensional,
adapun ciri-ciri bank syariah menurut (Sudarsono: 2008) adalah sebagai berikut :
10
1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian
diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku dan
dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar-menawar dalam batas
wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai
dengan kesepakatan dalam kontrak.
2. Penggunaan presentase dalam hal kewajiban untuk melakukakan
pembayaran selalu dihindari, karena persentase bersifat melekat pada sisa
utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir.
3. Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak
menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang
diterapkan di muka karena pada hakekatnya yang mengetahui tentang
ruginya suatu proyek yang dibiayai bank hanyalah Allah semata.
4. Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh
penyimpan dianggap sebagai titipan (wadiah) sedangkan bagi bank
dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada
proyek-proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip
syariah sehingga pada penyimpanan tudak dijanjikan imbalan yang pasti.
5. Dewan Pengawas Syariah bertugas untuk mengawasi operasionalisasi
bank dari sudut syariahnya. Selain itu manajer dan pimpinan bank Islam
harus menguasai dasar-dasar muamalah Islam.
6. Fungsi kelembagaan bank syariah selain menjembatani antara pihak
pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana juga mempunyai
fungsi khusus yaitu fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga dan
11
bertanggung jawaban atas keamanan dana yang disimpan dan siap
sewaktu-waktu apabila dana diambil pemiliknya.
Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional sangat signifikan,
uraian Wibowo dan Widodo (2005) menjelaskan secara lengkap perbedaan itu
untuk lebih jelasnya dapat dilihat di tabel 2.1
Tabel 2.1
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank Syariah Bank Konvensional
1) Berdasarkan margin
keuntungan
2) Profit dan fallah oriented
3) Hubungan dengan nasabah
dalam bentuk hubungan
kemitraan
4) Users or real funds
5) Investasi pada bidang yang
halal
6) Operasional harus sesuai
dengan arahan Dewan
Pengawas Syariah
1) Memakai perangkat bunga
2) Profit oriented
3) Hubungan dengan nasabah
dalam bentuk hubungan
debitur-kreditur
4) Creator of money supply
5) Tidak membedakan
investasi yang halal dan
haram
6) Tidak memiliki Dewan
pengawas Syariah
12
2.2.1.5 Prinsip-prinsip dasar perbankan syari’ah
Sebagaimana pada bank konvensional penghimpunan dan penyaluran dana
di bank syariah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dengan prinsip-prinsip
dasar dasar seperti yang dipaparkan Antonio (2001):
1. Prinsip titipan atau simpanan (Al-Wadi’ah)
Al-Wadi’ah yaitu titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penitip menghendaki. Akad wadi’ah terbagi menjadi 2 yaitu:
1) Wadi’ah yad al-amanah (tangan amanah)
2) Wadi’ah dhamanah (tangan penanggung)
2. Prinsip Bagi Hasil (profit-sharing), terdapat beberapa produk bagi hasil
yang disediakan oleh bank syariah diantaranya:
A. Al-Musyarakah (Partnership, project financing participation)
Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Al-Musyarakah ada dua jenis: musyarakah pemilikan dan
musyarakah akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena
warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan
satu asset oleh dua orang atau lebih. Sedangkan musyarakah akad
(kontrak) tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau
13
lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal
musyarakah, dan mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan
kerugian.
B. Al-Mudharabah (trust financing, trust invesment)
Mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau
berjalan. Secara teknis Al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan
seluruh modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudharabah di bagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola. Seandainya si pengelola itu diakibatkan karena kecurangan
atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggungjawab atas
kerugian tersebut.
C. Al-Muzara’ah (harvest-yield profit sharing)
Al-muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan
lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara
dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.
D. Al-Musaqah
Al-musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah di
mana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
14
pemeliharaan, sebagai imbalan si penggarap berhak atas nisbah
tertentu dari hasil panen.
Ibnu Umar berkata bahwa Rasullulah SAW. Pernah memberikan
tanah dan tanaman kurma di Khaibar kepada Yahudi Khaibar untuk
dipelihara dengan mempergunakan peralatan dan dana mereka.
Sebagai imbalan, mereka memperoleh persentase tertentu dari hasil
panen.
3. Jual beli (sale and purchase)
Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam
fiqih muamallah islamiah terbilang sangat banyak.Jumlahnya bisa
mencapai belasan jika tidak puluhan.Dari sekian banyak itu, ada tiga jenis
jual-beli yang telah dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam
pembiayaan modal kerja dan invesatasi dalam perbankan syariah, yaitu ba’i
al-murabahah, ba’i as-salam, dan ba’i al-istishna.
1) Ba’i Al-Murabahah
Ba’i al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam ba’i al-murabahah, penjual
harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu
tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
2) Ba’i As-Salam (in-front payment sale)
Dalam pengertian yang sederhana ba’i as-salam berarti pembelian
barang yang diserahkan di kemudian hari sedangkan pembayaran di muka.
15
berkontrak harus menunjuk tempat yang disepakati di mana barang harus
diserahkan. Jika kedua pihak yang berkontrak tidak menentukan tempat
pengiriman.
3) Ba’i Al-Istishna’ (purchase by order or manufacture)
Transaksi ba’i al-istishna’ merupakan kontrak penjualan antara
pembeli dan pembuat barang.Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima
pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain
untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah
disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak
bersepakat atas harga serta sistem pembayaran: apakah pembayaran
dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu
yang akan datang.
4. Sewa (operational lease and financial lease)
1) Al-Ijarah (operational lease)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri. Menurut Dewan
Syariah Nasional (DSN), ijarah adalah akan pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu jasa atau barang dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa atau upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
barang tersebut.
16
2) Al-ijarah Al-Muntahia bit-tamlik (financial lease with purchase option)
Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-muntahia bit-tamlik adalah
sejenis pepaduan antara kontrak jual-beli dan sewa atau lebih tepatnya akad
sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa.Sifat
pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.
5. Jasa (fee based service)
1) Al-Wakalah (deputyship)
Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau
pemberian mandat. Sedangkan secara istilah dapat didefinisikan sebagai
pelimpahan kekusaan oleh seseorang kepada orang lain dalm hal-hal yang
dapat diwakilkan. Islam mensyariatkan wakalah karena manusia
membutuhkannya, tidak setiap orang mempunyai kemampuan dan
kesempatan untuk menyelesaikan semua urusannya sendiri. Pada suatu
kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang
lain untuk mewakili dirinya.
2) Al-Kafalah (guaranty)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan
tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung
jawab orang lain sebagai penjamin.
3) Al-Hawalah (transfer service)
Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang
kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para
17
ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang
yang berutang) menjadi tanggungan muhal’alaih atau orang yang
berkewajiban membayar utang.
4) Ar-Rahn (mortage)
Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.Barang yang ditahan
tersebut memiliki nilai ekonomis.
5) Al-Qardh(soft and benevolent)
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih
atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa
mengharapkan imbalan.
2.3 Asuransi Syariah
Definisi asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah
usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang
melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko /bahaya tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan
/anggota/peserta mendonasikan/menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi
yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami
oleh sebagian partisipan/anggota/peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas
pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta investasi dari
dana-dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.
18
Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong
menolong atau saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran
terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan
bencana yang dialami peserta.
2.3.1 Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional
1. Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong).
Dimana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah
mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat
tadabuli (jual beli antara nasabah dengan perusahaan).
2. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah
(premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil
(mudharabah).Sedangkan pada asuransi konvensional investasi dana
dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
3. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya.
Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik
perusahaan dan perusahaanlah yang memiliki otoritas penuh untuk
menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
4. Bila ada peserta yang terkena musibah untuk pembayaran klaim
nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru’(dana sosial) seluruh
peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong menolong.
Sedangkan dalam asuransi konvensional dana pembayaran klaim
diambil dari rekening milik perusahaan.
19
5. Keuntungan investasi di bagi dua antara nasabah selaku pemilik dana
dengan perusahaan selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil.
Sedangkan dalam asuransi konvensional keuntungan sepenuhnya
menjadi milik perusahaan. Jika tidak ada klaim nasabah tak
memperoleh apa-apa.
6. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah
yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam
mengawasi manajemen produk serta kebijakan investasi supaya
senantiasa sejalan dengan syariat Islam.
2.3.2 Produk Asuransi Syariah
1. Takaful dana pendidikan (fulnadi)
Fulnadi adalah program asuransi untuk perseorangan yang bertujuan
untuk menyediakan dana pendidikan untuk putra-putri peserta sampai
pendidikan tingkat sarjana dengan manfaat proteksi atas resiko
meninggal.
2. Takaful asuransi jiwa murni (Al-Khairat)
Takaful Al-Khairat adalah suatu bentuk perlindungan yang manfaat
proteksinya diperuntukkan bagi ahli waris apabila pemegang polis
ditakdirkan meninggal dalam masa perjanjian.
3. Asuransi jiwa kesehatan (takaful falah)
Adalah produk Asuransi Takaful Keluarga yang dirancang secara
khusus bagi peserta yang menginginkan manfaat asuransi secara
menyeluruh, ketika peserta mengalami musibah meninggal baik