BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hidung merupakan salah satu dari panca indra yang berfungsi
sebagai indra pembau. Indra pembau berupakemoreseptoryang
terdapatdi permukaan dalam hidung, yaitu pada lapisan lendir bagian
atas. Reseptor pencium tidak bergerombol seperti tunas pengecap.
Epitelium pembau mengandung 20 juta sel-sel olfaktori yang khusus
dengan akson-akson yang tegak sebagai serabut-serabut saraf pembau.
Di akhir setiap sel pembau pada permukaan epitelium mengandung
beberaparambut-rambut pembauyang bereaksi terhadap bahan kimia
bau-bauan di udara.
Sebagai indra pembau, hidung dapat mengalami gangguan.
Akibatnya, kepekaan hidung menjadi berkurang atau bahkan tidak
dapat mencium bau suatu benda. Salah satu gangguan yang dapat
terjadi adalah polip. Polip hidung merupakan salah satu jenis
penyakit telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) yang umum di
masyarakat. Sebagian orang juga menyebut polip sebagai pertumbuhan
daging dalam hidung (tumor). Polp hidung sebenarnya adalah suatu
pertumbuhan dari selaput lendir hidung yang bersifat jinak. Polip
hidung bukan penyakit yang murni berdiri sendiri. Pembentukannya
sangat terkait erat dengan berbagai masalah THT lainnya seperti
rhinitis, alergi, asma, radang kronis pada mukosa hidung-sinus
paranasal, kista fibrosis, ataupun intoleransi aspirin.Prevalensi
penderita polip belum diketahui pasti karena hanya sedikit laporan
dari hasil studi epidemiologi serta tergantung pada pemilihan
populasi penelitian dan metode diagnostik yang digunakan.
Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa
dan 4,3% di Finlandia. Dengan perbandingan pria dan wanita 2- 4:1.
(Fransina 2008). Di Amerika Serikat prevalensi polip diperkirakan
antara 1-4 %. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan
hanya sekitar 0,1% (Hanis dkk, 2010). Penelitian Larsen dan Tos di
Denmark memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000
orang per tahun (Bateman 2003, Ferguson et al.2006). Di Indonesia
studi epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita
2-3 : 1 dengan prevalensi 0,2%-4,3% (Fransina 2008). Sardjono
Soejak dan Sri Herawati (dikutip dari Nurmusa 1980) melaporkan
penderita polip nasi sebesar 4,63% dari semua pengunjung poliklinik
THT RS. Dr. Sutomo Surabaya. Rasio pria dan wanita 2-4:1 (Hanis dkk
2010).1.2 Rumusan Masalah1. Apa definisi dari polip hidung?2.
Bagaimanakah etiologi dan patofisiologi dari polip hidung?3. Apakah
manifestasi klinis dari polip hidung?4. Apakah komplikasi dari
polip hidung?5. Bagaimanakah penatalaksanaan polip hidung?6.
Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada polip hidung?1.3
Tujuan
1. Mengetahui definisi dari polip hidung2. Mengetahui dan
memahami tentang etiologi dan patofisiologi dari polip hidung3.
Mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis polip hidung4.
Mengetahui dan memahami tentang komplikasi polip hidung 5.
Mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan polip hidung6.
Mengetahui dan memahami tentang proses asuhan keperawatan pada
polip hidung1.4 Manfaat
1. Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien
dengan gangguan polip hidung sehingga menunjang pembelajaran mata
kuliah sensori persepsi.
2. Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga
dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit maupun
di lapangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi
Polip hidung adalah massa lunak, berwarna putih atau keabu-abuan
yang terdapat dalam rongga hidung. Secara makroskopik polip
merupakan massa dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau
lonjong, berwarna pucat keabu-abuan, lobular, dapat tunggal atau
multipel dan tidak sensitif (bila ditekan/ditusuk tidak terasa
sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan oleh sedikitnya
aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses
peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan
polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan
karena banyak mengandung jaringan ikat.
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang sempit di
bagian atas hidung, di bagian lateral konka media dan sekitar muara
sinus maksila dan sinus etmoid. Fenomena Bernouli menyatakan bahwa
udara yang mengalir melalui celah yang sempit akan mengakibatkan
tekanan negative pada daerah di sekitarnya, sehingga jaringan yang
lemah akan terhisap oleh tekanan negative ini. Fenomena ini dapat
menjelaskan mengapa polip banyak terdapat di area yang sempit. Ada
polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring,
disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam
sinus maksila dan disebut juga polip antro-koana. Menurut
Stammberger polip antrokoana biasanya berasal dari kista yang
terdapat pada dinding sinus maksila. Ada juga sebagian kecil polip
koana yang berasal dari sinus etmoid posterior atau resesus
sfenoetmoid.
2.2 Etiologi
Polip terjadi akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi
pada mukosa hidung. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki
maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada
polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan
kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.
Polip disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang.
Bentuknya bertangkai, tidak mengandung pembuluh darah. Di hidung
polip dapat tumbuh banyak, apalagi bila asalnya dari sinus etmoid.
Bila asalnya dari sinus maksila, maka polip itu tumbuh hanya satu,
dan berada di lubang hidung yang menghadap ke nasofaring (konka).
Polip harus dikeluarkan, karena bila tidak, sebagai komplikasinya
dapat terjadi sinusitis. Polip dapat tumbuh banyak, sehingga
kadang-kadang tampak hidung penderita membesar, dan apabila
penyebarannya tidak diobati setelah polip dikeluarkan, ia dapat
tumbuh kembali.
Yang menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain,
yaitu :
a. Alergi terutama rinitis alergi.
b. Sinusitis kronik.
c. Iritasi.
d. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum
dan hipertrofi konka.
2.3 Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan
terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh
cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid.
Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan
kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk
tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang lama.
Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi.
Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah
submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler
dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur
bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus
etmoid. Setelah polip terus membesar di antrum, akan turun ke kavum
nassi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang
berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat
rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi
perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya
variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu
sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa
menyebabkan obstruksi di meatus media.2.4 Manifestasi klinis
Hidung tersumbat merupakan gejala utama yang ditimbulkan oleh
polip nasi. Sumbatan tersebut tidak hilang dan makin lama makin
memberat. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan timbulnya
gejala hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus
paranasal, akan timbul sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan
rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama adalah
bersin dan iritasi di hidung.
Sumbatan hidung yang menetap dan semakin berat dan rinorea.
Dapat terjadi sumbatan hiposmia atau anosmia. Bila menyumbat
ostium, dapat terjadi sinusitis dengan ingus purulen. Karena
disebabkan alergi, gejala utama adalah bersin dan iritasi di
hidung.Mackay dan Lundpada tahun 1997 membuat pembagian stadium
polip sebagai berikut,stadium 0: tidak ada polip,stadium 1: polip
masih terbatas di meatus medius,stadium 2: polip sudah keluar dari
meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga
hidung,stadium 3: polip yang masif. Polip Konka polipoid
BertangkaiTidak bertangkai
Mudah digerakkanSukar digerakkan
Tidak nyeri tekanNyeri bila ditekan dengan pinset
Tidak mudah berdarahMudah berdarah
Pada pemakaian vasokonstriktor tidak mengecilDapat mengecil
dengan vasokonstriktor
2.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi. Untuk melihat polip yang masih kecil dan belum
keluar dari kompleks osteomeatal. Memberikan gambaran yang baik
dari polip, khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip
stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan
rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi.
Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang
berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi
dapat juga dilakukan aldwe pada layanan rawat jalan tanpa harus ke
meja operasi.
b. Foto polos rontgen &CT-scan. Untuk mendeteksi
sinusitis.Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, Caldwell,
dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas
udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang
bermanfaat pada pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat
bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus
paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada
komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus
polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.
c. Biopsi. Kita anjurkan jika terdapat massa unilateral pada
pasien berusia lanjut, menyerupai keganasan pada penampakan
makroskopis dan ada gambaran erosi tulang pada foto polos
rontgen.
2.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah
menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah
rekurensi polip. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip
nasi disebut juga polipektomi medika mentosa. Pemberian
kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga
polipektomi medikamentosa. Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya
diberikan kortikosteroid intranasal selama 4-6 minggu. Bila
reaksinya baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip atau
gejalanya hilang. Bila reaksinya terbatas atau tidak ada perbaikan
maka diberikan juga kortikosteroid sistemik. Perlu diperhatikan
bahwa kortikosteroid intranasal mungkin harganya mahal dan tidak
terjangkau oleh sebagian pasien, sehingga dalam keadaan demikian
langsung diberikan kortikosteroid oral. Dosis kortikosteroid saat
ini belum ada ketentuan yang baku, pemberian masih secara empirik
misalnya diberikan Prednison 30 mg per hari selama seminggu
dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu. Untuk preparat
oral dapat diberikan prednisolon atau prednisone dengan dosis 60 mg
untuk empat hari pertama, selanjutnya ditappering off 5 mg/hr
sampai hari ke-15 dengan dosis total 570 mg. Suntikan depot yang
dapat diberikan adalah methylprednisolon 80 mg atau betamethasone
14 mg setiap 3 bulan.Menurut Naclerio pemberian kortikosteroid
tidak boleh lebih dari 4 kali dalam setahun. Pemberian suntikan
kortikosteroid intrapolip sekarang tidak dianjurkan lagi mengingat
bahayanya dapat menyebabkan kebutaan akibat emboli. Kalau ada
tanda-tanda infeksi harus diberikan juga antibiotik. Pemberian
antibiotik pada kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya
selama 10-14 hari.Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi
medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangkan untuk
terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya
penyakit (besarnya polip dan adanya sinusitis yang menyertainya),
fasilitas alat yang tersedia dan kemampuan dokter yang menangani.
Macamnya operasi mulai dari polipektomi intranasal menggunakan
jerat (snare)kawat dan/ polipektomi intranasal dengan cunam
(forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan
dengan analgesi lokal; etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi
ekstranasal untuk polip etmoid; operasi Caldwell-Luc untuk sinus
maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka
dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi saja, atau
disertai unsinektomi atau lebih luas lagi disertai pengangkatan
bula etmoid sampai Bedah Sinus Endoskopik Fungsional lengkap
(BSEF). Alat mutakhir untuk membantu operasi polipektomi endoskopik
ialahmicrodebrider(powered instrument) yaitu alat yang dapat
menghancurkan dan mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat
berlangsung cepat dengan trauma yang minimal.Pengobatan juga perlu
ditunjukkan pada penyebabnya, dengan menghindari allergen
penyebab.2.7 Komplikasi
Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi, tetapi dalam
ukuran besar atau dalam jumlah banyak (polyposis) dapat mengarah
pada akut atau infeksi sinusitis kronis, mengorok dan bahkan sleep
apnea - kondisi serius nafas dimana akan stop dan start bernafas
beberapa kali selama tidur. 2.8 Prognosis
Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit
dipastikan. Terapi medis untuk polip nasi biasanya diberikan pada
pasien yang tidak memerlukan tindakan operasi atau yang membutuhkan
waktu lama untuk mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa,
jarang polip hilang sempurna. Tetapi hanya mengalami pengecilan
yang cukup sehingga dapat mengurangi keluhan. Polip yang rekuren
biasanya terjadi setelah pengobatan dengan terapi medica mentosa
maupun pembedahan.BAB IIIASUHAN KEPERAWATANNy.S berusia 27th.
Merupakan ibu rumah tangga yang beralamat di
JalanRayaPalaanRT01/01Malang. Penderita mengeluhhidungkanan buntu
sejak 1tahunyang lalu.Hidung dirasakan tiba-tiba buntu sampai
sekarang dan bertambah berat sejak akhir-akhirini. Pasien
tidakpernahmerasakanmimisan. Pasien jugaseringpilek terasa mau
bersin tapi tidak bisa bersin. Hidung tidak dirasakan nyeri.
Riwayat batuk tidak pernah, sakit dada tidak pernah. Riwayat asma
tiada, alergi tiada. Pasien tidak minum obat apapun semenjak
keluhan muncul. Tidak ada keluhan pada telinga, pendengaran,
maupuntenggorokan. dari hasil pemeriksaan diketahui RR : 25x/menit,
BP : 140/90 mmHg, kadar albumin 13,6 g/dl.3.1 Pengkajian 3.1.1
Anamnesa1. Identitas pasien
Nama
:NySUmur
:27tahunJeniskelamin:PerempuanPekerjaan
:IbuRumahTanggaPendidikan
:SMPAgama
:IslamSuku
: JawaAlamat
:JalanRayaPalaanRT01/01Malang2. Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita mengeluhhidungbuntu sejak 1tahunyang lalu.Hidung
dirasakan tiba-tiba buntu sampai sekarang dan bertambah berat sejak
akhir-akhirini. Pasien tidakpernahmerasakanmimisan. Pasien
jugaseringpilek terasa mau bersin tapi tidak bisa bersin. Hidung
tidak dirasakan nyeri. Pasien tidak minum obat apapun semenjak
keluhan muncul. Tidak ada keluhan pada telinga, pendengaran,
maupuntenggorokan.3. Keluhan utama
Hidungkananbuntukuranglebih 1tahunyanglalu.4. Riwayat Penyakit
dahulu
Tidak mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan
penyakit5. Riwayat penyakit keluarga
Klien tidak memiliki anggota keluarga yang mempunyai penyakit
yang sama dengan klien6. Riwayat Psikososial
a) Intrapersonal: klien merasa cemas3.1.2 Pemeriksaan Fisik
persistem1. B1 (Breath): RR 140/90 mmHg, terlihat ada tahanan bila
klien bernafas2. B2 (Blood): -
3. B3 (Brain)
: gangguan penghidu atau penciuman
4. B4 (Bladder): terjadi penurunan intake cairan
5. B5 (Bowel): nafsu makan menurun6. B6 (Bone)
: -
3.2 Analisis DataNoDataEtiologiMasalah keperawatan
1DS : Klien merasa ada sumbatan pada hidungDO : RR 140/90 mmHg,
terlihat ada tahanan bila klien bernafasAdanya massa
SHAPE \* MERGEFORMAT
Aliran / drainase bertahan
SHAPE \* MERGEFORMAT
Hidung tersumbatBersihan jalan nafas tidak efektif
2DS : Klien merasa lemas, nafsu makan turunDO :A : Tinggi Badan
158 cm, berat badan 42kg
B : kadar albumin 2 g/dlC : BB < dari normal, klien merasa
lemas
D : klien hanya makan 2x/hari, hanya menghabiskan dari
porsiHidung tersumbat
SHAPE \* MERGEFORMAT
Penciuman terganggu
SHAPE \* MERGEFORMAT
Nafsu makan berkurangNutrisi kurang dari kebutuhan
3DS : Klien mengeluh sakit kepala sejak 5 hari yang laluDO :
muka menyeringaiAdanya massa dalam hidung SHAPE \* MERGEFORMAT
Hidung buntu
SHAPE \* MERGEFORMAT
Ingus tertahan SHAPE \* MERGEFORMAT
Sakit kepalaNyeri kepala
4DS : Klien gelisah, sering bertanya tentang tindakan yang akan
dilakukan
DO : RR 140/90 mmHg, hanya menjawab 2 dari 4 pertanyaan (tidak
focus), kebanyakan menolak tindakan pengobatan yang akan dilakukan,
kebanyakan mengeluhPelebaran batang hidung
SHAPE \* MERGEFORMAT
Nyeri dan susah bernafas SHAPE \* MERGEFORMAT
Akan dilakukan operasi
SHAPE \* MERGEFORMAT
Kurang pengetahuan
SHAPE \* MERGEFORMAT
GelisahAnsietas
5DS : Klien merasa lemasDO : Mukosa mulut kering, penurunan
turgor kulitHidung tersumbat
SHAPE \* MERGEFORMAT
Menghambat drainase pranasal
SHAPE \* MERGEFORMAT
Secret terakumulasi dalam sinus
SHAPE \* MERGEFORMAT
Tempat yang baik untuk pertunbuhan kumanRisiko infeksi
3.3 Diagnosa Keperawatan1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b.d adanya massa dalam hidung2. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan
3. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala b.d adanya ingus tertahan4.
Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang tindakan operasi5.
Resiko infeksi b.d terhambatnya drainase secret
3.3 Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya massa dalam
hidungTujuan
: bersihan nafas menjadi dalam 10-15 menit setelah dilakukan
tindakan
Kriteria Hasil
:
a) RR normal (16-20x/menit)
b) Suara napas vesikulerc) Pola napas teratur tanpa menggunakan
otot bantu pernapasand) Saturasi oksigen 100%
IntervensiRasional
Observasi :
Observasi RR tiap 4 jam, bunyi napas, kedalaman inspirasi, dan
gerakan dada
Auskultasi bagian dada anterior dan posterior
Pantau status oksigen pasien
Mandiri :
Berikan posisi fowler atau semifowler tinggi
Lakukan nebulizing
Berikan O2 (oksigenasi)
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspetoran,
bronkodilator
Edukasi :
Ajarkan batuk efektif pada pasien
Ajarkan terapi napas dalam pada pasien Mengetahui keefektifan
pola napas
Mengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan
adanya bunyi tambahan
Mencegah terjadinya sianosis dan keparahan
Mencegah obstruksi/aspirasi, dan menigkatkan ekspansi paru
Membantu pencegahan secret
Mengkompensasi ketidakadekuatan O2 akibat inspirasi yang kurang
maksimal
Mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu
memobilisasi secret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan
analgetik diberikan untuk meningkatkan kenyamanan
Membantu pasien mengeluarkan secret yang menumpuk
Membantu melapangkan ekspansi paru
2. Perubahan nutrisi b.d menurunnya nafsu makan
Tujuan
: menunjukkan peningkatan nafsu makan setelah dilakukan tindakan
dalam 3 x 24 jam
Kriteria Hasil
:
a) Klien tidak merasa lemas
b) Nafsu makan klien meningkat
c) Klien mengalami peningkatan BB minimal 1kg/2minggu
d) Kadar albumin > 3.5 g/dle) Hb > 11
IntervensiAlbumin
Observasi :
Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai atau tidak
disukai
Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara pariodik
Kaji turgor kulit pasien
Pantau hasil lab
Mandiri :
Pertahankan berat badan dengan memotivasi pasien untuk makan
Menyediakan makanan yang dapat meningkatkan selera makan pasien
dan tingkatkan konsumsi protein Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan untuk makan
Auskultasi bising usus
Kolaborasi :
Kolaborasi dengan tim analis medis untuk mengukur kandungan
albumin, Hb, dan kadar glukosa darah
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang TKTP
pada pasien
Diskusikan dengan dokter mengenai kebutuhan stimulasi nafsu
makan atau makanan pelengkap
Edukasi :
Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya
Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang makanan yang
bergizi
Dukung keluarga untuk membawakan makanan favorit pasien Untuk
mendukung peningkatan nafsu makan pasien
Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asupan
makanan
Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari
kebutuhan
Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin,
dan glukosa dalam darah Mempertahankan berat badan yang ada agar
tidak semakin berkurang
Meningkatkan nafsu makan pasien
Merangsang nafsu makan pasien
Meningkatkan rasa nyaman pasien untuk makan
Mengetahui kandungan biokimiawi darah pasien
Memberikan asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan pasien
Memberi rangsangan pada pasien untuk menimbulkan kembali nafsu
makannya
Agar pasien mengetahui kebutuhan nutrisinya dan cara memenuhinya
yang sesuai dengan kebutuhan Agar pasien mendapatkan gizi yang
seimbang dengan harga yang relative terjangkau
Merangsang nafsu makan pasien
3. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala b.d adanya ingus
tertahan
Tujuan
: Nyeri yang dirasakan klien berkurang atau menghilang dalam
waktu 1 x 24 jam
Kriteria hasil:Klien mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang
atau hilangTTV normal, ekspresi wajah klien tidak
menyeringaiIntervensiRasional
Kolaborasi :
Berikan obat analgesic
Mandiri
Observasi TTV, keluhan klien, serta skala nyeri
Ajarkan teknik distraksi atau pengalihan nyeri/relaksasi Obat
analgesic dapat menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri
Memastikan nyeri berkurang, dan TTV normal
Teknik distraksi dan relaksasi diharapkan dapat menurunkan skala
nyeri
4. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang tindakan
operasiTujuan
: pengurangan ansietas
Kriteria hasil:
a) Pasien tidak menunjukan kegelisahan
b) Pasien dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan
negative
c) Tidak terjadi insomniad) Pasien dapat menjawab pertanyaan
seputar tindakan operasi yang akan dilakukanIntervensiRasional
Observasi :
Kaji tingkat kecemasan pasien
Tanyakan kepada pasien tentang kecemasannya
Mandiri :
Ajak pasien untuk berdiskusi masalah penyakitnya dan memberikan
kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihan
Berikan posisi yang nyaman pada pasien
Berikan hiburan yang nyaman pada pasien
Kolaborasi :
Berikan obat-obatan penenang jika pasien mengalami insomnia
Edukasi :
Sediakan informasi factual menyangkut diagnosis, perawatan, dan
prognosis
Ajarkan pasien tentang . penggunaan teknik relaksasi
Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya
dirasakan selama prosedur Mengetahui tingkat kecemasan pasien
Mengetahui penyebab kecemasan pasien
Meningkatkan motivasi diri pasien
Tingkat kenyamanan pasien dapat mempengaruhi kecemasan pada
pasien
Hiburan akan mengalihkan focus pasien dari kecemasan
Memberikan bantuan farmakologik untuk menenangkan pasien
Memberikan pengetahuan factual pada pasien
Relaksasi membantu menurunkan kecemasan pasien
Kejelasan mengenai prosedur dapat mengurangi kecemasan
pasien
5. Resiko infeksi b.d terhambatnya drainase secret
Tujuan
: mencegah terjadinya infeksiKriteria hasil:
a) Mukosa mulut klien tidak kering
b) Klien tidak merasa lemas
IntervensiRasional
Observasi :
Pantau adanya gejala infeksi
Kaji factor yang dapat meningkatkan serangan infeksi
Mandiri :
Awasi suhu sesuai indikasi
Pantau suhu lingkungan
Mencegah timbulnya infeksi
Menjaga perilaku dan keadaan yang mendukung terjadinya
infeksi
Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus di ubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal
3.4 Evaluasi
1. Kebersihan jalan nafas kembali efektif
2. Nafsu makan dapat kembali bagus seperti semula
3. Nyeri kepala dapat dikontrol4. Rasa cemas dapat berkurang
atau hilang5. Tidak terjadi infeksiBAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan
Polip hidung adalah massa lunak, berwarna putih atau keabu-abuan
yang terdapat dalam rongga hidung. Paling sering berasal dari sinus
etmoid, multiple, dan bilateral. Polip terjadi akibat reaksi
hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Polip di kavum
nasi terbentuk akibat proses radang lama. Penyebab tersering adalah
sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama,
vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema
mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan
pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Pada
pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning
kemerah-merahan dalam kavum nasi. Polip bertangkai sehingga mudah
digerakkan, konsistensinya lunak, tidak nyeri bila ditekan, mudah
berdarah, dan tidak mengecil pada pemakaian vasokontriktor. Terapi
polip bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium
awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan local atau sistemik dan
antipiretik.
3.2 Saran
Prinsip pengobatan dari polip hidung yaitu dengan menghindari
penyebab atau faktor faktor yang mendorong terjadinya polip.DAFTAR
PUSTAKA
Anonim,2012.Seputar Kedokteran (diakses pada 30 november 2012
pkl 20.00)(Anonim,2012) (diakses pada 30 november 2012 pkl 19.00)
13