Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang. Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para 1
38

Makalah Pendidikan Di Indonesia

Apr 10, 2016

Download

Documents

Putra Tasik

Makalah Pendidikan Di Indonesia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah Pendidikan Di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah.

Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural

Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara

berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara.

Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14

negara berkembang.

Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah

karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali

memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan

bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah

menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan

kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang

nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan

memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada

dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.

Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa,

kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram.

Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan

kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi,pendidikan tidak mampu menghasilkan

1

Page 2: Makalah Pendidikan Di Indonesia

lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak

memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan hanya pintar cari

kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan

pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas pendidikanIndonesia sangat

memprihatinkan. Berdasarkan analisa dari badanpendidikan dunia (UNESCO),

kualitas para guru Indonesia menempati peringkat terakhir dari 14 negara

berkembang di Asia Pacifik. Posisi tersebut menempatkan negeri agraris ini

dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu. Sedangkan

untuk kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara

berkembang di dunia. Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada diperingkat

14 dari 14 negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk

meningkatkan kualitaspendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas

lebih dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.

B. Pembatasan Masalah

Dari uraian di atas dilihat begitu kompleksnya permasalahan dalam

pendidikan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu Penulis membatasi beberapa

masalah dalam penulisan makalah dengan “Masalah-masalah mendasar

pendidikan di Indonesia, Kualitas pendidikan di Indonesia, dan Solusi Pendidikan

di Indonesia.

2

Page 3: Makalah Pendidikan Di Indonesia

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan

Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka tujuan penulisan adalah untuk

mengetahui masalah-masalah apa saja yang terjadi pada pendidikan di Indoensia

yang dillihat dari kualitas pendidikannya semakin hari semakin menurun.

2. Manfaat

Dari penulisan ini diharapkan mendatangkan manfaat berupa penambahan

pengetahuan serta wawasan penulis kepada pembaca tentang keadaan pendidikan

sekarang ini sehingga kita dapat mencari solusinya secara bersama agar

pendidikan di masa yang akan dapat meningkat baik dari segi kualitas maupun

kuantitas yang diberikan.

3

Page 4: Makalah Pendidikan Di Indonesia

BAB II

LANDASAN TEORI

Sebelum kita membahas mengenai permasalahan-

permasalahanpendidikan di Indonesia, sebaiknya kita melihat definisi

dari pendidikanitu sendiri terlebih dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia,pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara

dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian yaitu proses pengubahan sikap dan

tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.

Ki Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia,

peletak dasar yang kuat pendidkan nasional yang progresif untuk generasi

sekarang dan generasi yang akan datang merumuskan pengertian pendidikan

sebagai berikut :

Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14)

Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara

singkat pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia

sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi

dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.

4

Page 5: Makalah Pendidikan Di Indonesia

Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di

dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena

manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan.

Karena merupakan subyek di dalampendidikan, maka dituntut suatu tanggung

jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa

manusia itu sebagai subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal

yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi.

Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada”

sebagai dirinya yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab.

Hasil dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada

subyek-subyek pendidikan itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa yang sederhana

demikian, ada perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi

mengerti. Tetapi perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses pendidikan itu

tentu saja tidak sesempit itu. Karena perubahan-perubahan itu menyangkut aspek

perkembangan jasmani dan rohani juga.

Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di

dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya.

Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang

sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri

dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar

tradisinya.

5

Page 6: Makalah Pendidikan Di Indonesia

BAB III

PEMABAHASAN

A. Masalah Mendasar Pendidikan di Indonesia

Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan

menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”.

Dunia pendidikan yang “sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya

membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak

begitu. Seringkalipendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia

cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.

Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia,

menghasilkan “manusia robot”. Kami katakan demikian karenapendidikan yang

diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak

seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara

belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi

unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi.

Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka

orang yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti

mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya.

Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai

sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang

sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikanyang menciptakan manusia siap

pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang

6

Page 7: Makalah Pendidikan Di Indonesia

dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi.

Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini

manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung industri. Itu

berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga produksi

sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut

pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak

lembaga pendidikan.

Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke

bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari

Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistempendidikan ini sangat tidak

membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang

tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi mengarahkan kepada murid-murid

untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai

pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit

box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila

sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid

hanya menampung apa saja yang disampaikan guru.

Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek.

Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para murid.

Freire mengatakan bahwa dalam pendidikangaya bank pengetahuan merupakan

sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya

berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan

apa-apa.

7

Page 8: Makalah Pendidikan Di Indonesia

Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang

dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan

bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah

wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang

dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar

budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat

bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau

Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam

“strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu

kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan

politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau hal ini penulis

kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat

kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita. Mampukah

kita menjadikan lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk

membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan

masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan menghargai keberadaan

tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain? Dalam hal ini,

makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk

direnungkan.

8

Page 9: Makalah Pendidikan Di Indonesia

B. Kualitas Pendidikan di Indonesia

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di

Indonesia yaitu :

Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen

Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada

di garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah

dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.

Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.Dimana,masyarakat

merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari

adanya pendidikan yaitu sebagai objek daripendidikan.

Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia

semakin terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu :

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi

kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar

rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak

standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya.

Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak

memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru

belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan

tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu

9

Page 10: Makalah Pendidikan Di Indonesia

merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan,

melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun

secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah.

Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya

dengan optimal, karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka,

khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalismenya. Secara

kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu buruk.

Apabila dilihat ratio guru dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus

yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian,

dalam hal distribusi guru ternyata banyak mengandung kelemahan yakni

pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah guru, dan di

sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak

kasus, ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat orang,

sehingga mereka harus mengajar kelas secara paralel dan simultan.

Bila diukur dari persyaratan akademis, baik

menyangkutpendidikan minimal maupun kesesuaian bidang studi dengan

pelajaran yang harus diberikan kepada anak didik, ternyata banyak guru

yang tidak memenuhi kualitas mengajar (under quality).

Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum

sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar

tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini

10

Page 11: Makalah Pendidikan Di Indonesia

menimpa lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan

SMU/SMK. Artinya lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK

di Indonesia sebenarnya tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan

kondisi dan situasi seperti itu, diharapkan pendidikan yang berlangsung di

sekolah harus secara seimbang dapat mencerdaskan kehidupan anak dan

harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik. “Sangat kurang tepat

bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak didik, namun

mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu

keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik

sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga

pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang

menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga

dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat

rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang

rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan.

Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari,

menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang

pulsa ponsel, dan sebagainya.

11

Page 12: Makalah Pendidikan Di Indonesia

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan

dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan

kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan

mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji

pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau

tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya.

Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak

atas rumah dinas.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah

lain yang muncul. Di lingkungan pendidikanswasta, masalah kesejahteraan

masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari

2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak

sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat

UU Guru dan Dosen.

4. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru,

dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak

memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika

siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in

Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia

hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi

matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains.

12

Page 13: Makalah Pendidikan Di Indonesia

Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan

Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.

Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for

Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi

tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui

laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam

laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177

negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi

Indonesia berada jauh di bawahnya.

Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992),

studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational

Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca

siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes

membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1

(Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi

bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk

uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat

terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science

Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa,

diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada

pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam

13

Page 14: Makalah Pendidikan Di Indonesia

dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas

yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia

hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah

Dasar. Data Balitbang Departemen PendidikanNasional dan Direktorat

Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka

Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai

94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi.

Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8%

(9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat

terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan

menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan.

Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi

pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah

ketidakmerataan tersebut.

6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data

BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan

angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar

25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan

14

Page 15: Makalah Pendidikan Di Indonesia

pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi

untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan

15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar

3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga

menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian

antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan

kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang

dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk

menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk

mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman

Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat

miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin

tidak boleh sekolah.

Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000,

sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta.

Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan

pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS

di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk

melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite

15

Page 16: Makalah Pendidikan Di Indonesia

Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu

disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.

Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu

berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat

implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi

pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan

Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator

kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari

pelepasan tanggung jawab negara

terhadappermasalahan pendidikan rakyatnya.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan

Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya statuspendidikan dari milik

publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan

politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah

dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada

pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri

pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya

BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang

kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya

biayapendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor

pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk

16

Page 17: Makalah Pendidikan Di Indonesia

memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40

persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong

privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar

sepertipendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga

tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untukpendidikan.

Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25%

belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah

memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti

Undang-Undang SistemPendidikan Nasional, RUU Badan

Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)

tentang PendidikanDasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar.

Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal

53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem PendidikanNasional (Sisdiknas).

Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau

satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat

berbentuk badan hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk

diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education

Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai

bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah

melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung

jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya

17

Page 18: Makalah Pendidikan Di Indonesia

sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya

penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya

setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu.

Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk

menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin

terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia,

privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah

dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui

Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP),

Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua

satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukumpendidikan (BHP)

yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh

sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status

menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika

alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini

hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa

negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu

namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang

menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak

harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya

18

Page 19: Makalah Pendidikan Di Indonesia

membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk

menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses

masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi,

kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab.

Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah

untuk cuci tangan.

C. Solusi Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya kualitas sarana

fisik, rendahnya kualitas guru, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas,

secara garis besar ada dua solusi yaitu:

1. Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang

berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui

sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan.

Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem

ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain

meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik,

termasuk pendanaan pendidikan.

2. Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait

langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan

masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

3. Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya

praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas

19

Page 20: Makalah Pendidikan Di Indonesia

guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga

diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang

lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas

guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan

kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan

sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

4. Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikandi Indonesia

dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-

generasi baru yang berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.

20

Page 21: Makalah Pendidikan Di Indonesia

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Banyak sekali factor yang menjadikan rendahnya kualitaspendidikan di

Indonesia. Factor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya

kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya

prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya

relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan

kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar

dari pendidikan di Indonesia adalah sistempendidikan di Indonesia itu sendiri

yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari

sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan

bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja

sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi

segala permasalahan pendidikan di Indonesia.

B. Saran

Sistem Pendidikan Indonesia membutuhkan pendidikan alternative yang

kreatif agar mampu melaksanakan pendidikan sesuai dengan cita-cita pendidikan

nasional. Sehingga pendidikan bangsa ini dapat mencetak generasi-generasi

berkualitas yang dapat memajukan bangsa ini. Dengan demikian, sistem

21

Page 22: Makalah Pendidikan Di Indonesia

pendidikan yang baik harus mampu menciptakan individu yang mandiri serta

terampil.

22

Page 23: Makalah Pendidikan Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

www.anakui.com/2011/06/19/rombak-sistem-evaluasi-pendidikan-indonesia/

www.Forum.upi.edu/v3/index.php?topic=3153.0

www.mahdikarim.wordpress.com/2011/03/19/realita-sistem-pendidikan-dan-

tujuan-pendidikan-nasional

23

Page 24: Makalah Pendidikan Di Indonesia

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1

B. Pembatasan Masalah ........................................................................... 2

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan............................................................. 3

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................ 4

BAB III PEMBAHASAN ....................................................................................... 6

A. Masalah Pendidikan di Indonesia ........................................................ 6

B. Kualitas Pendidikan di Indonesia ........................................................ 9

C. Solusi Pendidikan di Indonesia ............................................................ 19

BAB IV PENUTUP ................................................................................................ 20

A. Kesimpulan ........................................................................................... 20

B. Saran ..................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 22

24ii