1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi (bersifat multidimensional) adalah menciptakan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan (disparity), dan pengangguran (Todaro, 2000). Sejalan dengan hal tersebut, maka pembangunan ekonomi daerah menghendaki adanya kerjasama diantara pemerintah, privat sektor, dan masyarakat dalam mengelola sumber daya yang dimiliki oleh wilayah tersebut dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja seluas-luasnya. Indikator keberhasilan pembangunan ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi dan berkurangnya ketimpangan baik di dalam distribusi pendapatan penduduk maupun antar wilayah. Berbagai masalah timbul dalam kaitan dengan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi wilayah, dan terus mendorong perkembangan konsep-konsep pertumbuhan ekonomi wilayah. Dalam kenyataannya banyak fenomena tentang pertumbuhan ekonomi wilayah. Kesenjangan (ketimpangan) wilayah dan pemerataan pembangunan menjadi permasalahan utama dalam pertumbuhan wilayah, bahkan beberapa ahli berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah tidak akan Produk Domestik Regional Bruto DKI Jakarta
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan ekonomi (bersifat multidimensional)
adalah menciptakan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi,
perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan,
mengurangi ketimpangan (disparity), dan pengangguran (Todaro,
2000). Sejalan dengan hal tersebut, maka pembangunan ekonomi
daerah menghendaki adanya kerjasama diantara pemerintah, privat
sektor, dan masyarakat dalam mengelola sumber daya yang dimiliki
oleh wilayah tersebut dalam rangka meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan lapangan kerja seluas-luasnya. Indikator keberhasilan
pembangunan ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi dan
berkurangnya ketimpangan baik di dalam distribusi pendapatan
penduduk maupun antar wilayah. Berbagai masalah timbul dalam
kaitan dengan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi wilayah, dan
terus mendorong perkembangan konsep-konsep pertumbuhan
ekonomi wilayah. Dalam kenyataannya banyak fenomena tentang
pertumbuhan ekonomi wilayah. Kesenjangan (ketimpangan) wilayah
dan pemerataan pembangunan menjadi permasalahan utama dalam
pertumbuhan wilayah, bahkan beberapa ahli berpendapat bahwa
pertumbuhan ekonomi wilayah tidak akan bermanfaat dalam
pemecahan masalah kemiskinan. Beberapa perbedaan antara wilayah
dapat dilihat dari beberapa persoalan seperti, potensi wilayah,
pertumbuhan ekonomi, investasi (domestik dan asing), luas wilayah,
konsentrasi industri, transportasi, pendidikan, budaya dan lain
sebagainya. Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertumbuhan
2
pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah
tersebut,yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi.
Pertumbuhan ekonomi yang cepat akan berdampak terhadap
ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Apalagi dengan
diberlakukannya Undang-Undang No 32 dan 33 Tahun 2004, peranan
pemerintah daerah sangat dominan dalam menentukan kebijakan di
daerahnya sehingga memungkinkan ketimpangan regional terjadi.
Pertumbuhan ekonomi antara DKI Jakarta dengan daerah-daerah
sekitarnya menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, dimana pada
akhir tahun 2001, sektor-sektor unggulan penyumbang Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta juga turut menyumbang
pada peningkatan PDRB Nasional. Perbedaan ini terjadi karena
perbedaan sektor-sektor unggulan. Sebagai Ibukota Negara, DKI
Jakarta memiliki berbagai macam sektor unggulan, mulai dari industri
pengolahan, perdagangan, hotel & restoran, pengangkutan &
komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta jasa-
jasa.
Setiap daerah harus mempunyai sektor yang diunggulkan,
namun perlu didukung dengan sektor lainnya, sehingga apabila terjadi
krisis dapat didukung oleh sektor pendukung agar perekonomian tetap
berjalan.
Perhitungan pendapatan regional melalui PDRB bertujuan untuk
mengetahui aktivitas ekonomi suatu daerah serta mengetahui tingkat
inflasi. Oleh karena itu, PDRB merupakan ukuran aktivitas ekonomi
(produktivitas), bukan ukuran kemakmuran (welfare).
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang ingin
dilihat dalam penulisan ini adalah :
3
1. Bagaimana struktur Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
DKI Jakarta secara umum?
2. Bagaimana struktur PDRB masing-masing wilayah di DKI Jakarta?
3. Sektor-sektor mana yang memberikan konstribusi terbesar
terhadap PDRB DKI Jakarta?
4. Bagaimana kebijakan Pemda DKI Jakarta terhadap sektor-sektor
yang memberikan kontribusi terendah terhadap PDRB DKI Jakarta?
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui metode-metode perhitungan PDRB.
2. Memperkaya wawasan tentang pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah, dilihat dari konteks perkembangan PDRB wilayah tersebut.
3. Mengetahui besarnya sumbangan masing-masing sektor pendukung
PDRB pada suatu wilayah dan pola pengembangannya.
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini meliputi sebagai berikut:
1. Pendahuluan yang meliputi latar belakang, identifikasi masalah,
maksud dan tujuan, dan sistematika penulisan.
2. Tinjauan teori yang meliputi pengertian tentang PDRB, metode
perhitungan PDRB, dan mengukur pertumbuhan ekonomi dengan
PDRB.
4
3. Pembahasan yang meliputi PDRB DKI Jakarta menurut jenis usaha,
PDRB masing-masing wilayah di DKI Jakarta, dan kontribusi lapangan
usaha terhadap PDRB DKI Jakarta.
4. Kesimpulan dan saran
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai
tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan
perekonomian di seluruh daerah dalam tahun tertentu atau periode
tertentu dan biasanya satu tahun. Menurut Robinson Tarigan
(2009;18), Produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar
adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari
seluruh sektor perekonomian di wilayah itu. Yang dimaksud dengan
nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan
biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah bruto mencakup
komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa
tanah dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung neto.
Jadi, dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sector
dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk domestic regional
bruto atas dasar harga pasar.
2.2. Metode Perhitungan PDRB
Metode perhitungan PDRB ada dua macam, yaitu atas dasar
harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga
berlaku merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan nilai harga yang berlaku pada tahun yang
bersangkutan, sementara PDRB atas dasar harga konstan dihitung
6
dengan menggunakan dengan menggunakan harga pada tahun
tertentu sebagai tahun dasar.
2.2.1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
PDRB atas dasar harga berlaku dapat dihitung melalui
dua metode, yaitu:
1. Metode Langsung adalah metode perhitungan dengan
menggunakan data daerah atau data asli yang
menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber
data yang ada di daerah itu sendiri. Metode langsung akan
dapat memperlihatkan karakteristik sosial ekonomi setiap
daerah. Disamping itu manfaat pemakaian data daerah
adalah dapat digunakan untuk menyempurnakan data
statistik daerah yang lemah.
Metode langsung dapat dilakukan dengan menggunakan
tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi, pendekatan
pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Pendekatan
Produksi adalah perhitungan nilai tambah barang dan jasa
yang diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi
dengan cara mengurangkan biaya antara dari total nilai
total produksi bruto sektor atau sub sektor tersebut.
Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan
nilai tambah dari sektor/kegiatan yang produksinya
berbentuk fisik/barang, seperti pertanian, pertambangan,
dan industri dan sebagainya. Pendekatan ini bisa juga
disebut pendekatan nilai tambah.
7
Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan pada
barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit produksi dalam
proses produksi dari input antara yang dikeluarkan untuk
menghasilkan barang dan jasa tersebut. Nilai yang
ditambahkan ini sama dengan balas jasa faktor produksi
atas ikut sertanya dalam proses produksi.
Dalam pendekatan pendapatan ini, nilai tambah dari
kegiatan-kegiatan ekonomi dihitung dengan cara
menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah
dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak
langsung neto. Untuk sektor Pemerintahan dan usaha yang
sifatnya tidak mencari keuntungan, surplus usaha (bunga
neto, sewa tanah dan keuntungan) tidak diperhitungkan.
Metode pendekatan pendapatan banyak dipakai pada
sektor jasa, tetapi tidak dibayar setara harga pasar,
misalnya sektor pemerintahan.
Sedangkan pendekatan pengeluaran adalah
menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa
yang diproduksi di dalam negeri. Kalau dilihat dari segi
penggunaan, maka total penyediaan/produksi barang dan
jasa itu digunakan untuk konsumsi rumah tangga,
konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung,
konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto
(investasi), perubahan stok dan ekspor neto. Jadi produk
domestik regional dihitung dengan cara menghitung
berbagai komponen pengeluaran akhir yang membentuk
PDRB tersebut. Secara umum pendekatan pengeluaran
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
8
a. Metode pendekatan penawaran yang terdiri dari
metode arus barang dan metode penjualan eceran.
b. Metode pendekatan permintaan yang terdiri dari
pendekatan survei pendapatan dan pengeluaran rumah
tangga, metode data anggaran belanja, metode
balance sheet dan metode statistik perdagangan luar
negeri.
2. Metode Tidak Langsung adalah metode penghitungan
dengan cara alokasi, yaitu mengalokir Produk Domestik
Bruto Nasional menjadi PDRB Provinsi dengan
menggunakan beberapa indikator dan/atau indikator
lainnya yang cocok sebagai alokator. Alokator yang
digunakan dapat berupa: nilai produk bruto atau neto
setiap sektor, jumlah produksi fisik, tenaga kerja,
penduduk, dan alokator lainnya yang sesuai.
Dengan menggunakan salah satu atau kombinasi dari
beberapa alokator tersebut dapat diperhitungkan
persentase/bagian masing-masing provinsi untuk nilai
tambah suatu sektor atau sub sektor.
2.2.2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku dari
tahun ke tahun menggambarkan perkembangan PDRB yang
disebabkan oleh adanya perubahan dalam volume produksi
barang dan jasa yang dihasilkan dan perubahan dalam tingkat
harganya. Untuk dapat mengukur perubahan volume produksi
9
atau perkembangan produksi secara nyata, faktor pengaruh
harga perlu dihilangkan dengan cara menghitung PDRD atas
dasar harga konstan.
Produk riil per kapita biasanya juga dipakai sebagai
indikator untuk menggambarkan perubahan tingkat
kemakmuran ekonomi dari tahun ke tahun. Untuk
perencanaan, proyeksi dan penentuan target, selalu bertitik
tolak dari perhitungan atas dasar harga konstan.
Secara konsep nilai atas dasar konstan dapat
mencerminkan kuantum produksi pada tahun yang berjalan
yang dinilai atas dasar harga pada tahun dasar. Dari segi
metode statistiK, suatu nilai atas dasar konstan diperoleh
dengan cara:
a. Revaluasi. Dilakukan dengan cara mengalikan kuantum
pada tahun berjalan dengan harga pada tahun dasar.
Dalam praktek, sangat sulit melakukan revaluasi terhadap
biaya antara yang digunakan, karena mencakup komponen
input yang terlalu banyak disamping data harga yang
tersedia tidak dapat memenuhi semua keperluan tersebut.
Oleh karena itu, biaya antara atas dasar harga konstan
biasanya diperoleh dari perkalian output pada masing-
masing tahun dengan rasio tetap biaya antara terhadap
output pada tahun dasar.
b. Ekstrapolasi. Nilai tambah masing-masing tahun atas
dasar harga konstan diperoleh dengan cara mengalikan
nilai tambah pada tahun dasar dengan indeks produksi.
Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan
indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan
10
ataupun indeks dari berbagai indicator produksi seperti
tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya yang
dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang diestimasi.
Ekstrapolasi dilakukan terhadap perhitungan output atas
dasar harga konstan. Dengan menggunakan rasio tetap
nilai tambah terhadap nilai output akan diperoleh perkiraan
nilai tambah atas dasar harga konstan.
c. Deflasi. Nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh
dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga
berlaku masing-masing tahun denngan indeks harga.
Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya
merupakan indeks harga perdagangan besar, indeks harga
konsumen dan sebagainya.
d. Deflasi berganda. Dalam deflasi berganda ini yang
dideflasi adalah output dan biaya antaranya, sedangkan
nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya
antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga perdagangan
besar sesuai dengan cakupan komoditinya. Sedangkan
deflator untuk biaya antara adalah indeks harga dari
komponen input terbesar.
Kenyataan sangat sulit melakukan deflasi terhadap biaya
antara, disamping karena komponennya terlalu banyak
juga karena indeks harganya belum tersedia dengan baik.
Tujuan menggunakan kedua metode tersebut adalah untuk
memperkecil resiko dan kesalahan dalam masa mendatang karena
berbagai sebab, antara lain: ketidaktahuan, kelangkaan data,
11
tersebarnya data ke berbagai negara/daerah. Secara teoritis hasil
kedua metode tersebut harus identik.
2.3. Mengukur Pertumbuhan Ekonomi Dengan PDRB
Indikator yang umum digunakan untuk mengetahui pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah adalah nilai Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). Selama ini perhitungan PDRB yang dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) adalah PDRB dengan pendekatan produksi yang
dibentuk dari sembilan sektor atau lapangan usaha, yaitu (1)
Pertanian, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan,
(4) Listrik, Gas dan Air Bersih, (5) Konstruksi/Bangunan, (6)
Pedagangan, Hotel dan Restoran, (7) Pengangkutan dan Komunikasi,
(8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan (9) Jasa-jasa.
Sektor-sektor ini selanjutnya dikelompokan ke dalam 3 sektor yaitu:
Sektor Primer yaitu sektor yang tidak mengolah bahan mentah/baku,
hanya mendayagunakan sumber daya alam, terdiri dari sektor
pertanian, pertambangan dan penggalian. Sektor kedua yaitu Sektor
Sekunder, yang mengolah bahan mentah/baku menjadi barang yang
lebih tinggi nilainya, mencakup industri pengolahan, listrik, gas dan air
bersih, dan konstruksi. Sektor ketiga adalah Sektor Tersier, yang
memproduksi dalam bentuk jasa mencakup perdagangan, hotel dan
restoran, pengangkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan
lainnya, dan jasa-jasa.
Perhitungan pendapatan wilayah dengan PDRB dilakukan dengan
tujuan (1) mengetahui aktivitas ekonomi di suatu daerah dengan
membandingkan PDRB daerah lain, (2) mengetahui tingkat inflasi (%
perubahan Indeks Harga Implisit dua tahun yang berurutan), (3)
12
gambaran struktur perekonomian yang merupakan kontribusi masing-
masing sektor kegiatan ekonomi terhadap pembentukan PDRB.
Laju pertumbuhan PDRB, atas dasar harga konstan diperoleh
dengan mengurangi nilai pada tahun kedepan dengan nilai tahun ke
n-1 dibagi dengan nilai pada tahun ke n-1 dikalikan dengan 100
persen. Laju pertumbuhan menunjukkan tingkat perkembangan
agregat pendapatan untuk masing-masing tahun dibandingkan dengan
tahun sebelumnya.
13
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. PDRB DKI Jakarta Menurut Jenis Usaha
Berdasarkan data BPS DKI Jakarta tahun 2011 jika dibandingkan
tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 1. Peningkatan PDRB DKI Jakarta Menurut Lapangan
Usaha Berdasarkan Harga Berlaku (Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha 2010 2011%
Kenaikan%
Kontribusi
Pertanian 849.560 918.803 8.15% 0.09%
Pertambangan dan Penggalian
3.704.281 5.139.915 38.76% 0.52%
Industri Pengolahan 135.643.231 153.505.112 13.17% 15.62%
Total 862.089.737 982.804.778 14.00%Sumber : BPS DKI Jakarta
14
Gambar 1. Persentase Per Sektor Penyumbang PDRB DKI Jakarta
Tahun 2011
0.09% 0.52% 15.62%
0.98%
11.48%
20.81%
10.30%
27.57%
12.62%
Tahun 2011
PertanianPertambangan & PenggalianIndustri PengolahanListrik, Gas dan Air BersihBangunanPerdagangan, Hotel dan RestoranPengangkutan dan Ko-munikasiKeuangan, Persewaan dan Jasa PerusahaanJasa-Jasa
Peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku, ditopang oleh tiga
sektor utama yaitu keuangan, persewaan, jasa perusahaan, sektor
perdagangan, hotel, restoran, serta sektor industri pengolahan
terhadap total perekonomian DKI Jakarta mencapai sekitar 64% pada
2011. Berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku pada 2011, sektor
ekonomi yang menghasilkan nilai tambah bruto produk barang dan
jasa terbesar adalah sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan
sebesar Rp270,9 Triliun. Selanjutnya disusul oleh sektor perdagangan,
hotel dan restoran mencapai Rp204,4 Triliun, dan sektor industri
pengolahan sebesar Rp153,5 Triliun. PDRB Jakarta berasal dari sektor
tersier meliputi perdagangan, keuangan, jasa, dan pengangkutan