Neonatus Kurang Bulan Kecil Masa Kehamilan Berat Badan Lahir
Rendah dengan Respiratory Distress SyndromeFebriane Adeleide
Everdine102012238 / F1Fakultas Kedokteran Universitas Krida
WacanaJl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax.
021-5631731Email : [email protected]
merupakan salah satu proses fisiologis yang umum dialami oleh
wanita. Kehamilan yang terjadi pada wanita tidak selalu berjalan
dengan baik. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan kehamilan pada
wanita menjadi buruk, salah satunya adalah pendarahan antepartum
yang disebabkan oleh plasenta previa. Pada penderita plasenta
previa penderita dapat mengalami pendarahan pervagina secara
tiba-tiba dan hal tersebut membuat penderita harus segera
melahirkan anaknya. Hal ini dapat menimbulkan beberapa gangguan
pada anak tersebut, sehingga setelah bayi lahir harus segera
dinilai skor APGAR yang dimiliki juga menilai keadaan anak
berdasarkan kurva lub-chenko, dan memonitor anak dengan baik. Oleh
karena itu ingin diketahui skor APGAR, indeks maturitas,
klasifikasi bayi baru lahir berdasarkan berat badan, usia kehamilan
berdasarkan kurva lub-chenko, perawatan bayi prematur, dan
komplikasi yang dapat terjadi pada bayi prematur. Seorang wanita
dengan usia kehamilan 33 minggu yang berusia 30 tahun mengalami
perdarahan pervagina mengalami placenta previa dimana bayi lahir
sesar dengan berat 1200 gram meringis, ekstremitas sedikit fleksi
dan tampak biru, nafas irreguler dengan retraksi dada merupakan
neonatus kurang bulan kecil masa kehamilan dan memiliki kemungkinan
terkena respiratory distress syndrome.AnamnesisPerdarahan
pervaginam merupakan tanda terjadinya suatu bahaya pada kehamilan,
oleh karena itu harus segara ditangani dengan melahirkan bayi.
Setelah bayi berhasil dilahirkan maka segera dilakukan anamnesis
pada pasien. Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan
utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, keadaan lingkungan, keluarga, dan
sosial.Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan pada pasien,
antara lain: 1. Menstruasi pertama kali usia berapa, teratur atau
tidak. 2. Sebelumnya sudah pernah hamil atau belum. 3. Adakah
riwayat aborsi atau perdarahan pada kehamilan sebelumnya. 4. Apakah
pasien sedang terinfeksi suatu penyakit. 5. Mengkonsumsi
obat-obatan. 6. Ditanyakan juga mengenai lingkungan sekitarnya
apakah ada yang merokok atau apakah pasien tersebut merokok.7.
Adakah riwayat melahirkan prematur pada pasien teresebut. 8. Apakah
dari vaginanya pernah keluar sekret yang encer. 9. Sebelum
pendarahan apakah pasien melakukan aktivitas yang berat atau
terantuk oleh benda yang keras. 10. Apakah selama hamil pasien
merasakan nyeri pada daerah perutnya. 1Pemeriksaan fisik Tampilan
Pertama-tama, tampilan umum bayi harus dievaluasi. Tanda-tanda
seperti sianosis, pelebaran cuping hidung, retraksi interkostal,
dan mendengkur memberi kesan adanya penyakit paru. Tali pusat, kuku
dan kulit yang ternodai oleh mekonium, memberi kesan distress janin
dan kemungkinan pneumonia aspirasi. Tingkat aktivitas spontan,
tonus otot pasif, kualitas menangis, dan apnea merupakan tanda
skrinning yang berguna untuk mengevaluasi keadaan sistem saraf pada
mulanya. 2Keadaan umum Keadaan umum dimulai dengan penilaian
keadaan umum pasien yang mencakup 1. Kesan keadaan sakit. 2.
Kesadaran pasien. 3. Status gizi pasien. Dengan penilaian keadaan
umum maka dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan akut
yang memerlukan perolongan segera atau pasien dalam keadaan relatif
stabil sehingga dapat dilakukan anamnesis secara lengkap baru
dilakukan pertolongan. Kesan keadaan sakit dinilai dengan melihat
apakah pasien tampak tidak sakit, sakit ringan, sakit sedang, atau
sakit berat. Kesan tersebut diambil dengan penilaian penampakan
pasien secara keseluruhan. Kesan keadaan sakit tidak selalu identik
dengan keparahan penyakit yang diderita. Wajah pasien harus
diperhatikan karena dari wajah tersebut dapat memberikan informasi
tentang keadaan klinis pasien. Selain itu, posisi pasien serta
aktivitasnya harus dinilai dengan baik. Apakah pasien datang
berjalan, duduk, tiduran aktif, tiduran pasif, atau mengambil
posisi abnormal tertentu. Melalui posisi dan aktivitas tersebut
dapat diketahui kelainan atau keparahan penyakit yang diderita oleh
pasien.Kesadaran dapat diperiksa jika pasien dalam keadaan sadar.
Penilaian kesadaran terdiri dari 1. Komposmentis yaitu pasien sadar
sepenuhnya dan memberi respon adekuat terhadap semua stimulus yang
diberikan. 2. Apatik yaitu pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh
tak acuh terhadap keadaan sekitarnya dan baru memberikan respon
ketika diberikan stimulus. 3. Somnolen yaitu pasien tampak
mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsif terhadap stimulus
ringan tetapi masih memberikan respon terhadap stimulus yang agak
keras tetapi kemudian tertidur lagi. 4. Sopor yaitu pasien tidak
memberikan respon ringan maupun sedang tetapi masih memberikan
sedikit respon terhadap stimulus yang kuat, reflek pupil terhadap
cahaya masih kuat.. 5. Koma yaitu pasien tidak dapat bereaksi
terhadap stimulus apapun. 6. Delirium yaitu kesadaran yang menurun
secara kacau, biasanya disertai dengan disorientasi, iritatif, dan
salah persepsi terhadap rangsangan sensorik hingga sering terjadi
halusinasi.Status gizi pasien secara klinis dilakukan terutama
dengan inspeksi dan palpasi. Melalui inspeksi dapat dinilai postur
tubuh pasien. Selain status gizi, pasien juga harus diperiksa
tanda-tanda vital yang mencakup nadi, tekanan darah, pernafasan,
dan suhu. Dalam melakukan pemeriksaan terhadap nadi, pemeriksaan
mencakup a. Frekuensi atau laju nadi. Penghitungan nadi harus
disertai dengan penghitungan laju jantung untuk menyingkirkan
kemungkinan terdapatnyaa pulsus defisit. Pada orang demam dengan
kenaikan suhu badan 1C diikuti oleh kenaikan denyut nadi sebanyak
15-20x/menit. Akan tetapi, kenaikan denyut nadi tersebut tergantung
pada penyakit yang diderita oleh pasien. b. Irama nadi. Dalam
keadaan normal, irama nadi adalah teratur. Jika terjadi aritmia
yaitu ketidakteraturan nadi, denyut nadi teraba lebih cepat pada
waktu inspirasi dan lebih lambat pada waktu ekspirasi. Akan tetapi,
keadaan tersebut merupakan keadaan normal yang menunjukkan adanya
cadangan jantung. Dapat pula dijumpai keadaan yang disebut sebagai
ketidakteraturan yang teratur seperti nadi yanng teraba
sepasang-sepasang atau teraba sebagai kelompok tiga. c. Isi atau
kualitas nadi. Dalam pemeriksaan kualitas nadi dapat dijumpai
adanya nadi yang teraba sangat kuat dan turun dengan cepat akibat
tekanan nadi yang besar. d. Ekualitas nadi. Dalam keadaan normal,
isi nadi teraba sama pada keempat ekstremitas. Melalui pemeriksaan
tanda-tanda vital, dapat diketahui kelainan-kelainan yang mungkin
di derita oleh pasien.Pengukuran tekanan darah yang dilakukan pada
satu ekstremitas, yang umumnya dipergunakan adalah lengan kanan
atas untuk menghindari kesalahan akibat terdapatnya koarktasio
aorta sebelah proksimal dari arteri subklavia kiri yang menyebabkan
tekanan darah pada lengan kanan tinggi dan tempat lain rendah.
Ketika melakukan pengukuran tekanan darah hendaknya dicatat keadaan
pasien ketika melakukan pemeriksaan karena keadaan tersebut dapat
mempengaruhi hasil dan penilaiannya. Pernafasan yang harus
diperiksa pada pernafasan pasien mencakup a. Laju pernafasan. b.
Irama atau keteraturan. c. Kedalaman. d. Tipe atau pola
pernafasan.Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada aksila, mulut
pada bawah lidah, dan rektum. Jika dari hasil pemeriksaan suhu
tubuh di dapatkan hasil diatas normal yaitu diatas 37C maka pasien
harus ditangani dengan segera begitupun jika didapatkan hasil
dibawah 37C.Wanita yang datang dengan keadaan perdarahan pervaginam
dan riwayat plasenta previa totalis maka harus segera ditangani
dengan melahirkan bayinya. Setelah bayi berhasil dikeluarkan, maka
segera dilakukan penilaian terhadap skor APGAR. Dapat dilihat pada
tabel 1. Skor APGAR merupakan metode praktis yang secara sistematis
digunakan untuk menilai bayi baru lahir segera sesudah lahir, untuk
membantu mengidentifikasi bayi yang memerlukan resusitasi akibat
asidosis hipoksik. Skor yang tendah tidak selalu berarti janin
mengalami hipoksia-asidosis, faktor-faktor tambahan dapat
mengurangi skor. Skor APGAR juga tidak meramalkan mortalitas
neonatus atau palsi serebral selanjutnya. Skor APGAR menit pertama
mengisyaratkan perlunya tindakan resusitasi dengan segera,
sedangkan pada menit ke-5, 10, 15, dan 20 menunjukkan kemungkinan
keberhasilan dalam melakukan resusitasi bayi. Skor APGAR 0-3 pada
menit ke-20 meramalkan tingginya mortalitas dan morbiditas. Skor
APGAR dapat dipengaruhi oleh banyak hal, dan faktor-faktor tersebut
dapat memberikan hasil positif palsu ataupun negatif palsu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi skor APGAR dapat dilihat pada tabel
ke-2.3Tabel 1. Skor APGAR pada bayi baru lahirTandaSkor APGAR
012
Frekuensi jantung-Dibawah 100Diatas 100
Upaya pernafasan-Lambat, tidak teraturBaik, menangis
Tonus ototLemahFleksi tungkaiGerakan aktif
Respon terhadap kateter dalam lubang hidung-MenyeringaiBatuk
atau bersin
WarnaBiru, pucatTubuh merah muda, tungkai biruSeluruhnya merah
muda
Jika bayi dengan berat 1200 gram lahir meringis(1) dengan
ekstremitas sedikit fleksi(1) dan tampak biru(0), denyut jantung
130 x/menit(2) dan nafas irreguler(1) memiliki skor APGAR 5. Skor
APGAR ini merupakan skor APGAR yang dinilai segera setelah bayi
lahir. Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi skor APGARPositif
PalsuNegatif Palsu
ImaturitasIbu mengalami asidosis
Analgetik, narkotik, sedatifKadar katekolamin janin tinggi
Magnesium sulfatBeberapa bayi cukup bulan
Trauma serebral akut
Persalinan yang sangat cepat
Neuropati kongenital
Anomali SSP
Miopai kongenital
Trauma medula spinalis
Anomali paru
Obstruksi jalan napas
Pneumonia kongenital
Episode sebelum asfiksia janin
Selain memeriksa skor APGAR, indeks maturitas pun harus
diperiksa pada anak yang lahir secara prematur. Maturitas janin
umumnya diperiksa dengan menentukan kandungan surfaktan cairan
amnion. Selain itu dapat juga dilakukan penilaian dengan cara: 1.
Penentuan luas kalsifikasi dengan USG. 2. Pendeteksi suara jantung
janin pertama yang dapat didengar (16-18 minggu). 3. Pengamatan
gerakan awal janin (18-20 minggu).Selain melakukan pemeriksaan
dengan APGAR, dapat juga dilakukan penilaian skoring menggunakan
skala Dubowitz. Skala Dubowitz memiliki ketepatan hingga kelahiran
2 minggu dimana skala tersebut menilai keadaan neurologi dan juga
organ-organ tubuh secara keseluruhan. Skala Dubowitz dapat dilihat
di gambar 1. Pada saat bayi lahir selain harus diperhatikan keadaan
fisiknya, harus dinilai juga apakah anak mengalami ikterus atau
tidak. Melalui skala kramer dapat dilakukan penilaian kadar
bilirubin yang ada pada anak sehingga menimbulkan ikterus. Skala
kramer dapat dilihat pada gambar 2.1, 3-5
Gambar 1. Ballard-Dubowitz Score. Derajat ikterusDaerah
ikterusPerkiraan kadar bilirubin
IKepala dan leher5,0 mg%
IISampai badan atas (di atas umbilikus)9,0 mg%
IIISampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas
(di atas lutut)11,4 mg/dl
IVSampai lengan, tungkai bawah lutut12,4 mg/dl
VSampai telapak tangan dan kaki16,0 mg/dl
Gambar 2. Skala Kramer.Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan
penunjang umumnya dilakukan dengan menggunakan USG pada minggu
ke-12. Akan tetapi penilaian ini juga diperlukan pada minggu ke-18
dan 20. Dalam melakukan pemeriksaan USG ini dilakukan pengukuran
diameter biparietalis, rasio lingkar kepala terhadap abdoomen.
Melalui pemeriksaan USG ini dapat diketahui pola retardasi
pertumbuhan janin, yaitu: 1. Pertumbuhan janin yang terus-menerus
berada 2 simpang baku di bawah umur kehamilan rata-rata. 2. Adanya
kurva pertumbuhan janin yang normal pada suatu kehamilan namin
melambat secara mendadak atau mendatar. Melalui pemeriksaan USG
dapat diketahui kelainan-kelainan pertumbuhan janin. USG real time
dapat mengidentifikasi kelainan plasenta dan anomali janin seperti
hidrosefalus, anensefalus, spina bifida, atresia duodenum, dan
sebagainya. Selain dengan melakukan USG, pemeriksaan lain yang
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi kelainan pada janin adalah
dengan amniosentesis. Pengambilan cairan amnion dengan tujuan untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan genetik dilakukan pada minggu
ke-16 dan 18. Cairan-cairan amnion dapat langsung digunakan untuk
menganalisis asam amino, enzim, dan kelainan produk-produk
metabolik. Melalui pemeriksaan rongten, paru-paru memiliki kekhasan
tetapi tidak patognomonis meliputi granularitas parenkim retikular
halus dan bronkogram udara yang seing menonjol pada awal di lobus
bawah kiri karena penumpangan bayangan jantung. Pada pemeriksaan
awal akan didapatkan hasil yang normal. Gambaran khas akan
didapatkan pada 6-12 jam.Indeks kimia maturitas janin yang paling
baik adalah dengan penentuan kreatinin dan lesitin cairan amnion
yang menggambarkan maturitas ginjal dan paru-paru janin. Lesitin
dihasilkan di paru-paru oleh alveolus tipe 2 dan akhirnya mencapai
cairan amnion melalui aliran keluar trakea. Pada pertengahan
trimester ke-3 kadarnya hampir sama dengan kadar spingomielin, dan
sesudahnya spingomielin tetap konstan dalam cairan amnion sedangkan
lesitin naik. Pada rata-rata minggu ke-35 rasio antara lesitin dan
spingomielin adalah 2:1 dan menunjukkan bahwa paru-paru janin sudah
matang. Maturitas paru yang lebih awal terjadi jika ada pemisahan
plasenta prematur yang berat, ketuban pecah prematur, ketagihan
narkotik, atau penyakit hipertensi dan vaskular ginjal pada ibu.
Penundaan maturasi paru dapat menandakan adanya hidrops fetalis
atau diabetes yang tidak disertai penyakit vaskuler. Rasio lesitin
dan spingomielin 2:1 atau lebih dapat menurunkan insiden terjainya
penyakit membran hialin. Pada kehamilan yang berisiko tinggi, dapat
dilakukan penentuan fosfatidilkolin jenuh, benda-benda osmofilik,
atau kadar fosfatidilgliserol dalam cairan amnion.Amniosentesis
memliki resiko untuk terjadinya cedera langsung pada janin berupa
akibat pungsi plasenta dan perdarahan denan cedera sekunder pada
janin, akibat stimulasi kontraksi uterus dan persalinan prematur,
amnionitis, dan sensitasi darah janin oleh ibu. Jika amniosentesis
dilakukan pada awal kehamilan maka resiko terkena pada janin akan
semakin besar.Selain melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut,
pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan
darah untuk hitung darah lengkap dengan hitung jenis, elektrolit
serum, dan glukosa. Nilai gas darah serta asam basa dapat membantu
menegakkan diagnosis klinis.4a. Analisa gas darah (AGD): Dilakukan
untuk menentukan adanya gagal napas akut yang ditandai dengan PaCo2
> 50 mm Hg, PaO2 < 60 mmHg, atau saturasi oksigen arterial
< 90%. Dilakukan pada BBL yang memerlukan suplementasi oksigen
lebih dari 20 menit. Darah arterial lebih dipilih dianjurkan.
Diambil berdasarkan indikasi klinis dengan mengambil sampel darah
dari arteri umbilikalis atau pungsi arteri Menggambarkan gambaran
asidosis metabolik atau asidosis respiratorik dan keadaan hipoksia
Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis alveolar dan/atau
overdistensi saluran napas bawah Asidosis metabolik, biasanya
diakibatkan asidosis laktat primer yang merupakan hasil dari
perfusi jaringan yang buruk dan metabolisme anaerobik. Hipoksia
terjadi akibat pirau dari kanan ke kiri melalui pembuluh darah
pulmonal, PDA dan/atau persisten foramen ovale Pulse oxymeter
digunakan sebagai cara non invasip untuk memantau saturasi oksigen
yang dipertahankan pada 90-95%. b. Elektrolit Kenaikan kadar serum
bikarbonat mungkin karena kompensasi metabolik dari hiperkapnea
kronik Kadar glukosa darah untuk menentukan adanya keadaan
hipoglikemia Kelainan elektrolit ini dapat juga diakibatkan oleh
kondisi kehamilan tubuh; hipokalemia, hipokalsemia dan
hipofosfatemia dapat mengakibatkan gangguan kontraksi ototc.
Pemeriksaan jumlah sel darah: polisetemia mungkin karena hipoksemia
kronik.6DiagnosisBerdarkan usia kehamilan neonatus baru lahir dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Cukup bulan. Dikatakan cukup bulan
apabila masa kehamilan berlangsung selama 37-42 minggu. 2. Kurang
bulan jika sebelum 37 minggu bayi sudah dilahirkan. Bayi kurang
bulan dapat disebabkan oleh berbagai macam hal 3. Lebih bulan jika
usia kehamilan mencapai lebih dari 42 minggu.Berdasarkan berat
badan dan usia kehamilan, neonatus dibedakan menjadi: 1. Neonatus
cukup bulan sesuai usia kehamilan. 2. Neotnatus cukup bulan kecil
untuk masa kehamilan. 3. Neotanus cukup bulan besar untuk usia
kehamilan. 4. Neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan. 5.
Neonatus kurang bulan kecil untuk masa kehamilan. 6. Neonatus
kurang bulan besar untuk masa kehamilan. 7. Neonatus lebih bulan
sesuai masa kehamilan. 8. Neonatus lebih bulan kecil masa untuk
masa kehamilan. 9. Neonatus lebih bulan besar untuk masa kehamilan.
Klasifikasi tersebut diukur berdasarkan kurva lub-chenko yang dapat
dilihat pada gambar 3.Berdasarkan kurva lub-chenko, neonatus kecil
untuk masa kehamilan menandakan berat lahir dibawah persentil 3
untuk jenis kelamin dan masa kehamilan. Neonatus besar untuk masa
kehamilan berarti berat lahir diatas persentil 97 untuk jenis
kelamin dan masa kehamilan. Sedangkan neonatus sesuai masa
kehamilan menandakan berat lahir diantara persentil 3 dan 97 untuk
jenis kelamin dan masa kehamilan.Berdasarkan kurva lub-chenko bayi
dengan usia kehamilan 33 minggu dan berat 1200 gram merupakan
keadaan dimana neonatus mengalami berat badan rendah dan kecil
untuk usia kehamilan 33 minggu. Pada umumnya bayi dengan berat
badan lahir rendah merupakan bayi yang terlahir secara
prematur.Kelahiran prematur merupakan keadaan dimana 1. Kehamilan
lebih dari 20 minggu tapi kurang dari 37 minggu. 2. Kontraksi
uterus teratur dan nyeri yang terjadi paling sedikit dua kali
setiap sepuluh menit selama paling sedikit 30 menit. 3. Terjadi
penipisan atau dilatasi serviks. 4. Selaput ketuban utuh.
Gambar 3. Kurva Lub-Chenko.Bayi dengan kekurangan berat badan
mempunyai resiko hipoglikemi. Selain itu, bayi yang lahir secara
prematur memiliki resiko terkena penyakit, diantaranya: 1. Sindrom
disstress pernafasan yang disebabkan oleh defisiensi surfaktan. 2.
Apnue berulang. 3. Pengaturan suhu yang kurang baik. 4. Masalah
pada fungsi ginjal, keseimbangan cairan, dan elektrolit. 5.
Nutrisi. 6. Paten duktus arteriosus. 7. Perdarahan intraventrikel
dan kerusakan sistem saraf pusat. 8. Anemia. 9. Enterokolitis
nekrotikans. 10. Ikterus.3Respiratory distress syndromeRespiratory
distress syndrome atau sindrom distres pernafasan dikenal juga
sebagai penyakit membran hialin. Merupakan penyakit yang paling
sering menyertai bayi prematur dan bersifat sangat serius. Pada
paru-paru terdapat surfaktan yang dapat menurunkan tegangan
permukaan antara gas inspirasi dan cairan yang melalui saluran
nafas. Jika tidak terdapat surfaktan maka paru-paru tidak dapat
berkembang dan cenderung mengempis. Belum matangnya struktur paru
dan dinding dada akan memberikan masalah yang lebih serius kepada
bayi. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya ateletaksis yang
mengganggu pertukaran udara. Penderita RDS sering kali akan
meningkatkan usaha bernafas yang jika tidak dapat dipertahankan
akan menyebabkan retensi karbon dioksida dan menimbulkan serangan
paru. RDS akan mengalami resolusi setelah 3-7 hari seiring dengan
terbentuknya surfaktan.Neonatus yang mengalami sindrom distress
pernafasan, gejala yang ditimbulkan akan bertambah berat jika
kebutuhan oksigen meningkat. Hipotermi merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap oksigen,
sehingga neonatus prematur yang mengalami hipotermi akan
memperberat sindrom distress pernafasan.Pada bayi prematur, fungsi
ginjal relatif buruk. Jika ditambah dengan kehilangan cairan yang
besar tetapi tidak terasa melalui permukaan kulit yang
permeabilitasnya tinggi maka akan mengakibatkan dehidrasi dan
gangguan elektrolit. Dinding ventrikel lateral bayi terdapat
pembuluh-pembuluh kapiler yang rentan sehingga mudah terjadi
perdarahan selama hipoksia atau Respiratory distress syndrome.
Pendarahan yang terjadi bisa lokal ataupun meluas.Gangguan distress
pernafasan yang dialami oleh neonatus prematur memiliki kesamaan
dengan takipnea bayi baru lahir sementara yang disebut sebagai
sindrom kegawatan pernapasan tipe 2. Takipnea ini dapat dialami
oleh bayi preterm atau bayi cukup bulan pasca-persalinan pervaginam
atau operasi sesar. Jika terjadi sangat dini pada umumnya akan
disertai dengan retraksi atau mendengkur saat ekspirasi dan
kadang-kadang sianosis yang dapat disembuhkan dengan oksigen
minimal. Penderita umumnya sembuh dengan cepat dalam 3 hari
meskipun terlihat menderita sakit berat dan memiliki perjalanan
yang lama. Paru-paru umumnya bersih tanpa ronki halus dan rongten
dada menunjukan corak vaskular paru yang jelas, garis-garis cairan
dalam fisur, aerasi berlebihan, diafragma datar dan kadang-kadang
ada cairan pleura. Neonatus dengan takipnea tidak ditemukan adanya
hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis. Umumnya takipnea sulit
dibedakan dengan penyakit membran hialin. 4, 7-9Faktor risikoFaktor
risiko yang dominan adalah Prematuritas, karena surfaktan hanya
dihasilkan pada akhir trimester kedua dan awal timester
ketigaFaktor risiko lainnya adalah: Diabetes melitus maternal
Sepsis Hipoksemia dan asidemia Hipotermia.10Diagnosis
bandingTakipnea sementara bayi baru lahir (TSBBL) Takipnea
sementara bayi baru lahir (TSBBL) merupakan keadaan yang sembuh
sendiri yang ditandai dengan takipnea, retraksi ringan, dan
kadang-kadang mendengkur, biasanya tanpa tanda-tanda distress
pernapasan berat. Bila ada sianosis, biasanya memerlukan O2 tidak
lebih dari 30-40%. TSBBL biasanya ditemukan pada bayi cukup bulan
yang dilahirkan dengan seksio sesaria tanpa proses persalinan
sebelumnya. Bayi dari ibu diabetes dan bayi dnegan keinginan napas
buruk akibat obat-obatan analgesik yang melewati plasenta, juga
berisiko. Roentgenogram dada menunjukkan corak pembuluh darah
sentral menonjol, adanya cairan dalam fissura paru, laerasi
berlebihan, dan kadang-kadang sedikit efusi pleura. Bronkogram
udara dan pola retikulogrnular tidak ditemukan pada TSBBL, dan jika
ada memberi kesan paru lain seperti RDS atau pneumonia. TSBBL dapat
disebabkan oleh cairan paru yang tertahan atau penyerapan cairan
paru yang lambat.2Asfiksia NeonatorumAsfiksia neonatorum adalah
kegagalan pernafasan pada bayi baru lahir, suatu kondisi yang
disebabkan oleh kurangnya asupan oksigen sebelum, selama, atau
setelah lahir. Juga didefinisikan sebagai kegagalan untuk memulai
pernapasan biasa dalam satu menit kelahiran. Asfiksia neonatorum
adalah keadaan darurat neonatal karena dapat menyebabkan hipoksia
(penurunan pasokan oksigen ke otak dan jaringan) dan kerusakan otak
yang mungkin atau kematian jika tidak dikelola dengan benar. Bayi
baru lahir biasanya mulai bernapas tanpa bantuan dan biasanya
menangis setelah melahirkan. Dengan satu menit setelah lahir
sebagian besar bayi bernapas dengan baik. Jika bayi gagal untuk
membangun respirasi berkelanjutan setelah lahir, bayi didiagnosis
dengan asfiksia neonatorum. Bayi normal memiliki otot yang baik
pada saat lahir dan menggerakkan tangan dan kaki mereka secara
aktif, sementara bayi asfiksia neonatorum benar-benar lemas dan
tidak bergerak sama sekali. Jika tidak dikelola dengan benar,
asfiksia neonatorum akan menyebabkan hipoksia dan kerusakan otak
mungkin atau kematian.Ada banyak penyebab asfiksia neonatorum, yang
paling umum yang meliputi: hipoksia prenatal (kondisi yang
dihasilkan dari pengurangan pasokan oksigen ke jaringan di bawah
tingkat fisiologis meskipun perfusi memadai jaringan oleh darah),
kompresi tali pusat saat melahirkan, terjadinya prematur atau
kelahiran yang sulit, dan anestesi ibu (baik obat intravena dan gas
anestesi melewati plasenta dan dapat membius janin). Gejala-gejala
asfiksia neonatorum adalah warna kebiruan atau abu-abu kulit
(sianosis), detak jantung lambat (bradikardia), kaku atau anggota
badan lemas (hypotonia), dan respon yang buruk terhadap
rangsangan.Perawatan untuk asfiksia neonatorum adalah resusitasi
pada bayi baru lahir. Semua kamar pengiriman medis memiliki
peralatan resusitasi yang memadai harus bayi tidak bernapas dengan
baik saat persalinan. Antara 1970 dan 2000, resusitasi neonatal
telah berkembang dari metode pengajaran yang berbeda untuk program
yang diselenggarakan. Prosedur yang paling banyak digunakan adalah
Neonatal resucitation Program, yang didukung oleh American Academy
of Pediatrics (AAP) dan American Heart Association
(AHA).5PatofisiologiPersalinan preterm dilakukan dengan melihat
faktor resiko mayor dan minor. Faktor resiko minor antara lain: 1.
Penyakit yang disertai demam. 2. Perdarahan pervaginam pada
kehamilan lebih dari 12 minggu. 3. Riwayat pielonefritis. 4.
Merokok lebih dari 10 batang perhari. 5. Riwayat abortus pada
trimester ke-2. 6. Riwayat abortus pada trimester 1 lebih dari 2
kali.Faktor resiko mayor, antara lain: 1. Kehamilan multipel. 2.
Hidramnion. 3. Anomali uterus. 4. Serviks terbuka lebih dari 1 cm
pada kehamilan 32 minggu. 5. Serviks mendatar atau memendek kurang
dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu. 6. Riwayat abortus pada
trimester ke-2 lebih dari satu kali. 7. Riwayat persalinan preterm
sebelumnya. 8. Operasi abdominal pada kehamilan preterm. 9. Riwayat
operasi konisasi. 10. Iritabilitas uterus. Seseorang dikatakan
mengalami resiko tinggi jika dijumpai satu atau lebih faktor resiko
mayor atau bila ada dua atau lebih faktor resiko minor atau bila
ditemukan keduanya.3Kegagalan mengembangkan kapasitas residu
fungsional dan kecenderungan paru-paru terkena atelektasis
mempunyai korelasi dengan tegangan permukaan yang tinggi dan tidak
adanya surfaktan. Unsur utama surfaktan adalah
dipalmitilfosfatidilkolin atau lesitin, fosfatidilgliserol,
apoprotein, dan kolesterol. Dengan bertambahnya umur kehamilan
terjadi penambahan jumlah fosfolipid yang disintesis, dan disimpan
di dalam sel alveolar tipe 2. Adanya imaturitas, jumlah yang
dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup memenuhi kebutuhan
pasca-lahir. Kadar surfaktan tertinggi dalam paru janin yang
dihomogenasi pada umur kehamilan 20 minggu, tetapi belum mencapai
permukaan paru sampai saatnya tiba. Surfaktan tampak dalam cairan
amnion antara 28-32 minggu dan kadar surfaktan paru matur biasanya
muncul sesudah 35 minggu.Sintesis surfaktan sebagian bergantung
pada pH, suhu, dan perfusi normal. Asfiksia, hipoksemia, dan
iskemia paru, terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia,
hipotensi, dan stres dingin, dapat menekan sintesis surfaktan.
Lapisan epitel paru dapat juga terkena jejas akibat kadar oksigen
yang tinggi dan pengaruh manajemen oleh operator respirasi,
mengakibatkan penurangan surfaktan yang lebih lanjut. Atelektasis
alveolar, formasi membran hialin, dan edema interstisial membuat
paru-paru kurang lentur, memerlukan tekanan yang lebih besar untuk
mengembangkan alveolus kecil dan jalan nafas.Pada bayi yang
mengalami penyakit distress pernafasan, dada bawah tertarik ke
dalam ketika diafragma turun dan tekanan intratoraks menjadi
negatif sehingga jumlah tekanan intratoraks yang dihasilkan
terbatas dan timbul kecenderungan ateletaksis. Dinding dada bayi
preterm sangat lemah memberikan lebih sedikit tekanan daripada dada
bayi yang matur terhadap kecenderungan alamiah paru untuk kolaps.
Dengan demikian pada akhir ekspirasi, volume toraks dan paru
cenderung mendekati volume residu sehingga terjadi ateletaksis.
Terjadinya ateletaksis mengakibatkan adanya perfusi pada alveolus
tapi tidak ada ventilasi dan menyebabkan hipoksia. Pengurangan
kelenturan paru, volume tidal yang kecil, kenaikan ruang mati
fisiologis, kenaikan kerja pernapasan dan ventilasi alveolar yang
tidak cukup akhirnya mengakibatkan hiperkarbia. Kombinasi
hiperkarbia, hipoksia, dan asidosis menyebabkan vasokonstriksi
arteri pulmonalis dengan kenaikan shunt dari kanan ke kiri melalui
foramen ovale, duktus arteriosus, dan dalam paru-paru itu sendiri.
Aliran darah paru berkurang, dan jejas iskemik pada sel
menghasilkan surfaktan dan terhadap bantalan vaskular mengakibatkan
efusi dan proteinaseosa ke dalam ruang alveolar. Proses ini dapat
dilihat pada gambar 4. Jika neonatus terlahir dengan keadaan yang
gawat, membran hialin akan jarang terlihat lebih awal dari 6-8 jam
setelah lahir.4
Gambar 4. Patofisiologi penyakit membran hialin
EtiologiBayi lahir prematur dapat disebabkan oleh berbagai macam
hal, diantaranya yaitu: 1. Hipertensi. 2. Perkembangan janin
terhambat. 3. Solutio plasenta. 4. Plasenta previa. 5. Kelainan
rhesus. 6. Diabetes. 7 . Kelainan kontraksi uterus. 8. Ketuban
pecah dini. 9. Serviks inkompeten. 10. Kehamilan
ganda.11EpidemiologiAngka kematian neonatus dengan berat lahir
rendah sekitar 40 kali bayi dengan berat badan normal yang lahir
cukup bulan. Bayi kurang bulan yang mengalami serebral palsy 10
kali lebih tinggi dan defisiensi mental 5 kali lebih tinggi
dibanding cukup bulan. Neonatus yang mengalami penyakit membran
hialin terjadi 60%-80% terjadi pada bayi yang usia kehamilannya
kurang dari 28 minggu, 15%-30% pada bayi 32-36 minggu, dan sekitar
5% pada bayi cukup bulan. Insiden tertinggi pada bayi preterm
laki-laki atau kulit putih.9Gejala KlinisGejala-gejala yang sering
menyertai terjadinya persalinan antepartum, antara lain: 1.
Pendarahan pervaginam. 2. Peningkatan discharge vagina dan tekanan
vagina. Bayi-bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan kurang dari
37 minggu dapat mengalami gangguan pernafasan dikarenakan paru-paru
pada usia 24-25 minggu belum mengalami pematangan. Penderita
sindrom distress pernafasan memiliki beberapa gejala, antara lain:
1. Takipnu(>60 kali permenit). 2. Retraksi interkostal. 3.
Retraksi subkostal. 4. Grunting. 5. Nafas cuping hidung. 6.
Sianosis.Neonatus yang mengalami penyakit distress pernafasan akan
meterlihat dalam beberapa menit kelahiran, meskipun tanda-tanda
tersebut tidak dapat dikenal selama beberapa jam sampai pernafasan
menjadi lebih cepat, dangkal bertambah sampai 60/menit. Neonatus
dapat mengalami asfiksia intrapartum atau kegawatan pernapasan dini
yang berat jika berat badan urang dari 1000 gram. Hal ini dapat
menyebabkan neonatus memerlukan resusitasi.Gejala khas yang sering
ditemukan, antara lain: 1. Takipnea. 2. Mendengkur jelas. 3.
Retraksi interkostal dan subkostal. 4. Pelebaran dan kehitaman pada
cuping hidung. 5. Penambahan sianosis rrelatif sering tidak
responsif dengan pemberian oksigen. 6. Suara bisa norma atau
berkurang dengan kualitas tubuler yang kasar. 7. Pada inspirasi
dalam terdengar ronki halus terutama pada dasar paru
posterior.Penderita penyakit membran hialin jika tidak diobati
dengan adekuat maka tekanan darah dan suhu tubuh dapat turun,
terjadi kelelahan, sianosis, pucat bertambah, dengkuran berkurang
atau menghilang karena keadaan memburuk. Apnea dan pernapasan yang
tidak teratur terjadi ketika bayi menjadi lelah dan ada tanda-tanda
tidak menyenangkan sehingga harus diintervensi segera. Penderita
juga dapat mengalami asidosis respiratorik-metabolik, edema, ileus,
dan oliguria. Dengan adanya apnea maka terlihat tanda-tanda
asfiksia.Pada kasus ringan, gejala-gejala yang ditimbulkan akan
mencapai puncak dalam 3 hari kemudian terjadi perbaikan
perlahan-lahan yang ditunjukkan dengan diuresis spontan dan
kemampuan oksigenasi bayi dengan kadar oksigen inspirasi yang lebih
rendah. Jika terjadi kematian umumnya terjadi pada hari ke-2 dan
ke-7 yang disertai kebocoran udara alveolar dan perdarahan paru
atau interventrikular. Jika kasus berat dan diventilasi secara
mekanis, mortalitasnya bisa tertunda selama beberapa minggu atau
beberapa bulan jika berkembang displasia bronkopulmonal.
4,7,9Diagnosis berdasarkan anamnesis, tanda-tanda fisik, rontgen
toraks yang khas, dan perjalanan klinis. Rontgen dada (setelah usia
4 jam) pada RDS menunjukkan: Tampilan paru yang granular uniformis
dan difus (ground glass) akibat atelektasis Bronkogram udara- garis
batas jalan napas besar yang terisi udara pada paru yang opak
Berkurangnya volume paru Batas jantung yang tidak tegas karena
lapangan paru yang opak (white out)Selang trakea terpasang.
10KomplikasiKomplikasi yang terjadi pada neonatus dengan sindrom
distress pernafasan umumnya disebabkan karena proses terapi. Dalam
memberikan terapi harus diperhatikan kadar gas darah atau
homeostasis. Jika pemberian oksigen yang terlalu rendah dapat
merusak paru dan jika diberikan dalam dosis yang tinggi dapat
menyebabkan retinopati. Selain itu, kadar karbondioksida yang
berlebih dapat menyebabkan terjadinya perdarahan otak, dan jika
kadarnya terlalu rendah dapat menyebabkan terjadinya iskemi
otak.Neonatus yang mengalami sindrom distress pernafasan yang berat
dan dilakukan ventilasi dapat mengalami displasia bronkopulmonal.
Displasia bronkopulmonal disebabkan karena konsentrasi oksigen yang
tinggi dan tekanan udara positif yang tinggi. Beberapa neonatus
yang mengalami displasia bronkopulmonal membutuhkan terapi oksigen
dalam waktu yang lama. Adanya alveolar shear stress, volutrauma,
saponifikasi hipokapnea, atelektasis absorpsi, dan radang dapat
menyababkan displasia bronkopulmonum. Rongten dada digambarkan
sebgai perubahan perlahan-lahan dari gambaran yang hampir keruh
total dengan bronkogram udara dan emfisema interstisial sampai
gambaran daerah lusen, kecil, bundar, berselang-seling dengan
daerah yang densitasnya tidak teratur menyerupai spon.Neonatus
prematur seringkali mengalami kegagalan menutupnya duktus
arteriosus dan dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung. Paten
duktus arteriosus dapat diatasi dengan pemberian inhibitor
prostaglandin sintesis tetapi terkadang membutuhkan
pembedahan.Komplikasi yang paling serius adalah intubasi trakea
berupa asfiksia karena obstruksi pipa, henti jantung selama
intubasi atau pengisapan, dan perkembangan selanjutnya yaitu
stenosis subglotis. Komplikasi lain meliputi perdarah dari trauma
selama intubasi, pseudodivertikula faring posterior, ekstubasi
sukar sehingga memerlukan trakeostomi, ulserasi lubang hidung
akibat tekanan pipa, penyempitan permanen pada lubang hidung karena
cedera jaringan dan parut akibat iritasi atau infeksi sekitar pipa,
erosi palatum, penarikan plika vokalis, ulkus laring, papiloma
plika vokalis, dan serak persisten, stridor aau edema
laring.4PenatalaksanaanPencegahan yang paling baik dilakukan adalah
mencegah terjadinya kelahiran prematur. Pemeriksaan lingkar kepala
janin dengan USG dan penentuan kadar lesitin dapat mengurangi
kemungkinan persalinan prematur. Pemantauan intrauteri pada masa
antenatal dan pemantauan intrapartum serupa dapat menurunkan risiko
asfiksia janin yang dihubungkan dengan peningkatan insiden dan
keparahan penyakit membran hialin. Pemberian deksametason atau pun
betametason secara intramuskular pada 48-72 jam sebelum persalinan
dengan umur kehamilan 32 minggu atau kurang sangat mengurangi
insiden dan mortalitas serta morbiditas penyakit membran hialin.
Terapi glukokortikoid pranatal mengurangi keparahan RDS dan
mengurangi insidens komplikasi prematuritas lainnya dikarenakan
bekerja sinergis dengan terapi surfaktan eksogen pasca lahir.
Pemberian satu dosis surfaktan ke dalam trakea bayi prematur segera
sesudah lahir atau selama umur 24 jam dapat mengurangi mortilitas
RDS tapi tidak mengubah insiden DBP.Penderita sindrom distress
pernafasan akan mengalami resolusi atau perbaikan setelah 3-7 hari,
oleh karena itu setelah bayi dilahirkan maka kehidupannya harus
dipertahankan dan harus dihindari dari cedera. Mengendalikan
ventilasi udara adalah cara utama dalam menjaga kehidupan neonatus.
Surfaktan yang belum terbentuk dapat diatasi dengan memberikan
pengganti melalui lubang endotrakeal segera setelah bayi lahir. Hal
ini dapat menurunkan mortalitas, mengurangi resiko pneumotoraks,
dan mengurangi resiko kerusakan paru. Selain itu, pada neonatus
dengan Respiratory distress syndrome harus dilakukan monitoring
dengan sangat ceramat.Penggunaan inkubator dan penghangat radian
pada bayi yang lahir secara prematur membuat neonatus menggunakan
sedikit energinya dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Hal ini dapat
menurunkan resiki bertambah beratnya sindrom distress
pernafasan.Bayi yang terlahir secara prematur membutuhkan nutrisi
yang adekuat sehingga pertumbuhan bayi dapat menyamai keadaannya
dengan bayi yang terlahir normal. Jika bayi dalam keadaan sehat,
maka dapat diberikan susu, sebaiknya diberikan ASI karena dapat
ditoleransi dengan baik, mendukung pematangan usus, dan mengurangi
risiko enterokolitis nekrotikans. Bayi dengan berat badan sangat
rendah harus ditambahkan protein selain ASI sehingga pertumbuhan
anak dapat berkembang dengan baik.Perawatan suportif awal bayi BBLR
terutama pada pengobatan asidosis, hipoksia, hipotensi, dan
hipotermia tampaknya mengurangi keparahan penyakit membran hialin.
Terapi memerlukan pemantauan terhadap frekuensi jantung dan
pernafasan, tekanan oksigen, tekanan karbondioksida, pH,
bikarbonat, elektrolit arteri, glukosa darah, hematorkit, tekanan
darah, dan suhu. Kateterisasi arteri umbilikalis seringkali
diperlukan. Kalori dan cairan harus diberikan secara intravena.
Untuk 24 jam pertama, 10% glukosa dan air harus diinfuskan melalui
vena perifer dengan kecepatan 65-75 ml/kg/24 jam. Kemudian
elektrolit harus ditambahkan dan volume cairan ditambah sedikit
demi sedikit sampai 120-150 ml/kg/24 jam. Cairan yang berlebihan
turut menyebabkan berkembangnya duktrus arteriosus paten. Bayi
dengan penyakit membran hialin berat atau yang memiliki komplikasi
akibat apnea teru-menerus memerlukan bantuan ventilasi mekanis.
Indikasi yang sesuai untuk menggunakannya adalah: 1. pH darah
arteri kuran dari 7,20. 2. PCO2 darah arteri 60mmHg atau lebih. 3.
PO2 darah arteri 50mmHg atau kurang pada kadar oksigen 70-100%. 4.
Apneu menetap. Bantuan ventilisasi dengan tekanan atau respirator
konvensional aliran terbatas melalui pipa endotrakea juga dapat
mencakip tekanan akhir respirasi positif. Ventilisasi mekanis
bertujuan memperbaiki oksigen dan mengeliminasi karbondioksida
tanpa menyebabkan barotrauma paru yang berlebihan atau toksisitas
oksigen. Kisaran nilai gas darah yang dapat diterima yang
menyeimbangkan risiko hipoksia dan asidosis dengan risiko ventilasi
mekanis adalah PaO2 55-70 mmHG, tekanan karbondioksida 35-55 mmHg
dan pH 7,25-7,45. Selama ventilisasi mekanis, oksigenasi diperbaiki
dengan menambah FIo2 atau tekanan rata-rata jalan napas. Eliminasi
karbondioksida dicapai dengan menambh tekanan puncak inspirasi atau
frekuensi ventilator.Kisaran frekuensi ventilator konvensional
adalah 10-60 x/menit, ventilasi pancaran frekuensi tinggi adalah
150-600/menit dan osilator adalah 300-1800/menit. Pemasukan
surfaktan eksogen multidosis ke dalam endotrakea bayi BBLR
memerlukan 40% oksigen dan ventilasi mekanis untuk pengobatan RDS
telah memperbaiki ketahan hidup dan mengurangi insidens kebocoran
undara paru tetapi tidak menurunkan insiden displasia
bronkopulmonum secara konsisten. Perngaruh yang terjadi segera
meliputi perbaikan perbedaan tekanan oksigen alveolar arteri,
berkurangnya tekanan rata-rata jalan napas oleh ventilator,
kelenturan paru bertambah dan perbaikan gambaran roentgen dada.
Surfaktan eksogen yang digunakan adalah yang berasal dari paru sapi
yang dicincang halus dengan ekstraksi lipid dan diperkaya dengan
fosfatidilkolin, asam palmitat, dan trigliserida. Surfaktan
tersebut disebut sebagai survanta. Surfaktan lain yang dapat
diguanakan adalah eksosurf yang merupakan surfaktan sintetis yang
mengandung dipalmitoilfosfatidilkolin, heksadekanol, dan
tiloksapol. Heksadekanol dan tiloksapol dapat memperbaiki
penyebaran surfaktan sepanjang alveolus .Pengobatan dimulai pada
usia 24 jam pertama, dan diberikan melalui pipa endotrakea setiap
12 jam dengan total 4 dosis.4,7.PrognosisPenyediaan awal pengamatan
intensif dan perawatan bayi baru lahir yang memiliki risiko tinggi
dapat secara bermakna mengurangi morbiditas dan mortalitas. Akan
tetapi hasil yang baik bergantung dengan fasilitas perawatan rumah
sakit, dan tidak adanya komplikasi seperti asfiksia janin atau
asfiksia lhair berat, perdarahan intrakranium atau malformasi
kongenital yang tidak dapat diperbaiki. Terapi surfaktan dapat
mengurangi mortalitas RDS hingga 40%. Secara jangka panjang,
penderita RDS yang dapat tercapai fungsi paru yang normal dapat
bertahan hidup, namun dapat mengalami gangguan paru dan
perkembangan saraf.4Kesimpulan Surfaktan merupakan zat yang
dibutuhkan untuk menajaga alveolus baru terbentuk ketika usia
kehamilan 35 minggu. Kehamilan preterm memiliki resiko untuk
terkena berbagai macam penyakit, yang paling sering adalah
respiratory distress syndrome atau penyakit membran hialin yang
jika tidak ditangani akan menimbulkan dilatasi bronkopulmonal. Ibu
hamil 33 minggu usia 30 tahun mengalami perdarahan pervagina karena
placenta previa, bayi lahir 1200 gram SC meringis, ekstremitas
sedikit fleksi dan tampak biru, nafas ireguler dengan retraksi dada
memiliki skor APGAR 5 dan mengalami respiratory distress syndorme
et causa neonatus kurang bulan kecil masa kehamilan
Daftar Pustaka1. Gleadle Jonathan. At a glance anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga. 2007: 90-1.2. Behrman RE.
Esensial pediatri nelson.Edisi 4. Jakarta: EGC, 2010.h. 223, 2373.
Matondang Corry S, Wahidiyat Iskandar, Sastroasmoro Sudigdo.
Diagnosis fisik pada anak. Edisi ke-2. Jakarta. Sagung Seto. 2007:
6-34.4. Arvin Behrman Kliegman. Nelson ilmu kesehatan anak.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2000: 561-600.5. Laberge Monique.
Asphyxia neonatorum. Diunduh dari:
http://www.healthofchildren.com/A/Asphyxia-Neonatorum, 9 Juni
20156. Kosim MS. Buku ajar neonatologi: gangguan napas pada bayi
baru lahir. Edisi 1. Jakarta: badan penerbit IDAI, 2008.h.132-1437.
Meadow Roy, Newel Simon. Lecture notes pediatrika. Edisi ke-7.
Jakarta: Erlangga. 2005: 69-74.8. Benson Ralph C, Pernoll Martin L.
Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi ke-9. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. 2009: 343-5.9. Lisaauer T and Avroy F. At a glance:
neonatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008.h.68-7310. Editor.
Kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi ke-3. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 2001: 274-511. Alpers A. Buku
ajar pediatri rudolph. Edisi 20. Jakarta: EGC, 2006.h.265-9,
274-7
22