Top Banner
MAKALAH NASIKH DAN AL MANSUKH A. Pendahuluan Al Qur’an adalah kalamullah merupakan mu’jizat bagi Nabi Muhammad Saw. Al Qur’an merupakan tuntutan bagi umat manusia untuk mencapai bukan hanya kebahagiaan di dunia saja, terlebih lagi adalah merupakan tuntunan untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Dalam Al Qur’an terkandung banyak hikmah dan pelajaran. Tasyri’ samawi diturunkan dari Allah kepada para rasul-Nya untuk memperbaiki umat dibidang akidah, ibadah danmu’amalah. Oleh karena akidah semua ajaran samawi itu satu dan tidak mengalami perubahan karena ditegakkan atas tauhid uluhiyah dan rububiyah maka dakwah atau seruan para rasul kepada aqidah yang satu itu semuanya sama. 1 Mengenai ibadah dan muamalah, prinsip dasar umumnya adalah sama, yaitu bertujuan membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan masyarakat serta mengikatnya dengan ikatan kerjasama dan persaudaraan. 2 1 Manna’Khalil al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an, terj. Mudzakir AS, Studi Ilmu- Ilmu Qur’an (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa, 2011), hal. 325. 2 Syaikh Manna’Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al Qur’an,terj H. Aunur Rafiq El-Mazni (Jakarta: Pustaka Al Kautsar), hal. 284. 1
36

Makalah nasikh mansukh

Mar 22, 2017

Download

Education

Lutfi Widad
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah nasikh mansukh

MAKALAH

NASIKH DAN AL MANSUKH

A. Pendahuluan

Al Qur’an adalah kalamullah merupakan mu’jizat bagi Nabi

Muhammad  Saw. Al Qur’an merupakan tuntutan bagi umat manusia untuk

mencapai  bukan hanya kebahagiaan  di dunia saja, terlebih lagi adalah

merupakan tuntunan untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Dalam Al

Qur’an terkandung banyak hikmah dan pelajaran.

Tasyri’ samawi diturunkan dari Allah kepada para rasul-Nya

untuk memperbaiki umat dibidang akidah, ibadah danmu’amalah. Oleh

karena akidah semua ajaran samawi itu satu dan tidak mengalami

perubahan karena ditegakkan atas tauhid uluhiyah dan rububiyah maka

dakwah atau seruan para rasul kepada aqidah yang satu itu semuanya

sama.1

Mengenai ibadah dan muamalah, prinsip dasar umumnya adalah

sama, yaitu bertujuan membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan

masyarakat serta mengikatnya dengan ikatan kerjasama dan

persaudaraan.2

Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, dalam penjelasan

Al Qur’an ada yang dikemukakan secara terperinci, ada pula yang garis

besarnya saja, Ada yang khusus, ada yang masih bersifat umum dan

global. Ada ayat-ayat yang sepintas lalu menunjukkan adanya gejala

kontradiksi yang menurut Quraish Shihab para ulama berbeda pendapat

tentang bagaimana menghadapi ayat-ayat tersebut. Sehingga  timbul

pembahasan tentang Nasikh dan Mansukh.3

Fenomena naskh yang keberadaannya diakui oleh ulama,

merupakan bukti besar bahwa ada dialetika hubungan antara wahyu dan

1 Manna’Khalil al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an, terj. Mudzakir AS, Studi Ilmu- Ilmu Qur’an (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa, 2011), hal. 325.

2 Syaikh Manna’Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al Qur’an,terj H. Aunur Rafiq El-Mazni (Jakarta: Pustaka Al Kautsar), hal. 284.

3 M. Quraish Shihab Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan Pustaka, 1994), hal.143.

1

Page 2: Makalah nasikh mansukh

realitas. Bahwa banyak sekali realitas kehidupan yang sangat tidak sama

dengan realitas kehidupan pada saat wahyu diturunkan. Hukum-hukum

yang tidak sesuai dengan realitas kehidupan pada zaman sekarang ini di

naskh dengan hukum-hukum yang lain dalam Al-Quran yang sesuai

dengan fenomena kehidupan.

Firman Allah Swt dalam surah Al Baqarah ayat 106 tentang

nasikh dan mansukh yaitu:

Artinya : ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia)

lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (QS. al Baqarah : 106).

Dari ayat tersebut timbul pembahasan nasikh dan mansukh dalam

ayat-ayat Allah, baik ayat-ayat dalam Al Qur’an, sunnah Nabi maupun

ayat-ayat dalam kitab-kitab suci terdahulu.4

Pengetahuan tentang nasikh dan mansukh mempunyai fungsi dan

manfaat besar bagi para ahli ilmu, terutama fuqaha, mufasir dan ahli

usul, agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi kacau dan kabur,

oleh sebab itu, terdapat banyak asar (perkataan sahabat dan   tabi’in) yang

mendorong agar mengetahui masalah ini.5

B. Nasikh dan Mansukh

1. Pengertian Nasikh dan Mansukh

Dalam Al Qur’an, kata nasakh ditemukan sebanyak empat kali

dengan berbagai bentuknya.6 Yaitu dalam Qur’an Surah Al Baqarah

ayat 106, Surah A1-A’raf ayat 154, Surah A1-Hajj ayat 52, dan Surah Al

Jatsiah ayat 29. Nasikh-Mansukh berasal dari kata nasakh. Dari segi

etimologi, kata ini dipakai untuk  beberapa pengertian: menghilangkan

4 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Lentera Abadi), hal 259.5 Manna’Khalil al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an,op.cit h 329.6 Mohammad Gufron dan Rahmawati, Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Teras, 2013), hal.

63.

2

Page 3: Makalah nasikh mansukh

(Izalah), melenyapkan, atau menghapus, penggantian (tabdil), pengubahan

(tahwil), dapat juga berarti memindahkan (naql) (memindahkan sesuatu

dari suatu tempat ke tempat lain). Kata nasakh dapat juga berarti

mengganti atau menukar, membatalkan dan mengubah, dapat juga berarti

pengalihan. Sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan dan

sebagainya dinamakan nasikh. Sedangkan bagian yang dihapus

dinamakan mansukh.7 Singkatnya dalam Al Qur’an dan Tafsirnya

disebutkan nasikh ialah ayat yang menasakh dan mansukh ialah ayat yang

dinasakh.8

Pengertian nasakh secara terminology menurut Manna’ Khalil al

Qattan sebagaimana termaktub dalam buku Studi Ilmu-ilmu Al Qur’an

nasakh ialah “mengangkat (menghapus) hukum syara’ dengan dalil hukum

(khitab) syara’ yang lain”.9 Menurut Muhammad ‘Abd Azhim al Zarqaniy

sebagaimana dikutip Dr Usman, M.Ag dalam buku Ulumul Qur’an, bahwa

nasakh adalah mengangkat/menghapus hukum syara’ dengan dalil syara’

yang lain yang datang kemudian.10

Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Mohammad Gufron

dan Rahmawati bahwa secara bahasa, naskh berarti pembatalan,

penghapusan, pemindahan dari satu wadah ke wadah lain, dan lainnya.

Sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan, disebut nasikh,

sedangkan yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan disebut mansukh.11

Mengenai nasakh, al Syatibi sebagaimana dikutip oleh Dr. M

Quraish Shihab menandaskan bahwa para ulama mutaqaddimin (ulama

abad I hingga III H) memperluas arti nasakh, mencakup hal-hal, yaitu :

a. Pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang

ditetapkan kemudian.

7 UsmanUlumul Qur’an(Yogyakarta:Teras, 2009), hal 256-2578 Departemen Agama RI,Al Qur’an dan Tafsirnya loc cit9 Manna’Khalil al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an op cit hal. 32610 Usman, Ulumul Qur’an, op cit hal. 25811 Mohammad Gufron dan Rahmawati, Ulumul Qur’an (Yogyakarta:Teras, 2013), hal.

63.

3

Page 4: Makalah nasikh mansukh

b. Pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat

khusus yang datang kemudian.

c. Penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat samar

d. Penetapan syarat terhadap kukum terdahulu yang belum bersyarat.12

Bahkan menurut Muhammad Azhim al Zarqaniy seperti dikutip

oleh Quraish Shihab diantara para ulama tersebut ada yang beranggapan

bahwa suatu ketetapan hukum yang ditetapkan oleh satu kondisi tertentu

telah menjadi mansukh apabila ada ketentuan lain yang berbeda akibat

adanya kondisi lain, seperti misalnya perintah untuk bersabar atau

menahan diri pada periode Makkah disaat kaum muslim lemah, dianggap

telah dinasakh oleh perintah atau izin berperang pada periode Madinah.13

Pengertian yang begitu luas tersebut dipersempit oleh para ulama

yang datang kemudian (muta’akhirin). Menurut mereka nasakh terbatas

pada ketentuan hukum yang datang kemudian guna membatalkan atau

mencabut atau menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan hukum yang

terdahulu, sehingga ketentuan hukum yang berlaku adalah yang ditetapkan

terakhir.14 Sedang mansukh menurut Syaikh Manna’ adalah” hukum yang

diangkat atau yang dihapuskan”.15 Dalam buku Al Qur’an dan Tafsirnya

Departemen Agama RI disebutkan bahwa” Nasakh dalam arti istilah

adalah mengangkat atau menghapuskan hukum syara’ dengan dalil syara’.

Nasikh ialah dalil syara’ yang menghapus suatu hukum, dan mansukh

ialah hukum syara’ yang telah dihapus.16

2. Ruang Lingkup Nasakh

Imam Suyuthi mengatakan, nasikh tidak dapat terjadi kecuali

mengangkut perintah dan larangan, baik yang diungkap dengan redaksi

shahih (tegas) atau yang tidak tegas; atau yang diungkap dengan kalimat

12 M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an, op cit hal. 14413 M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an, op cit hal. 144.14 M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an, op cit hal. 144.15 Manna’Khalil al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an, op cit h 327. Lihat juga Syaikh

Manna’Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al Qur’an,terj H. Aunur Rafiq El-Mazni, (Cet ke-4; Jakarta: Pustaka Al Kautsar) hal. 286.

16 Departemen Agama RI,Al Qur’an dan Tafsirnya loc cit

4

Page 5: Makalah nasikh mansukh

khabar (berita) yang bermakna ‘amar (perintah) atau nahyi (larangan).17

Jika hal tersebut tidak berhubungan dengan persoalan akidah, zat Allah,

sifat-sifat Allah, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan hari kemudian, serta

tidak berkaitan pula dengan etika dan akhlak atau dengan pokok-pokok

ibadah dan muamalah. Hal itu karena semua syari’at ilahi tidak lepas dari

pokok-pokok tersebut. Sedang dalam masalah pokok (usul) semua syari’at

adalah sama. Firman Allah dalam QS Asy Syuura ayat 13 yang

terjemahnya :”Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa

yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami

wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim,

Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama, dan janganlah kamu berpecah

belah tentangnya”(QS Asy Syuura ayat 13).18 Nasakh tidak terjadi dalam

berita, khabar, yang jelas-jelas tidak bermakna talab (tuntutan:perintah

atau larangan), seperti janji (al wa’d) dan ancaman (al wa’id) demikian

menurut Syaikh Manna’.

3. Syarat-Syarat Nasakh

Syarat-syarat nasakh diantaranya :19

a. Hukum yang di naskh (Mansukh) berupa hukum syar’i, baik yang

berbentuk perintah ataupun larangan.

b. Hukum dalil yang berfungsi sebagai nasikh harus berasal dari nash

syar’i sebagaimana hukum pada dalil mansukh.

c. Terdapat dua ayat hukum yang saling bertolak belakang dan tidak

dapat dikompromikan.

d. Harus diketahui secara meyakinkan perurutan ayat-ayatnya tersebut,

sehingga yang lebih dahulu ditetapkan sebagai mansukh dan yang

kemudian sebagai nasikh.

4. Macam-macam Nasakh dalam al-Quran

17 Mohammad Gufron dan Rahmawati, Ulumul Qur’an (Yogyakarta:Teras, 2013), hal. 65.

18 Al Qur’an dan Terjemahnya, op cit hal. 78519 Mohammad Gufron dan Rahmawati, Ulumul Qur’an (Yogyakarta:Teras, 2013), hal.

64.

5

Page 6: Makalah nasikh mansukh

Berdasarkan kejelasan dan cakupannya , nasikh dalam Al-Quran

dibagi menjadi empat macam, yaitu :

a. Nasikh Sharih, yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang

terdapat pada ayat yang terdahulu. Contohnya ayat tentang perang

(qital) pada surat Al-Anfal ayat 65 yang mengharuskan satu orang

muslim melawan sepuluh kafir :

Artinya :” Hai nabi, Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”.

Menurut jumhur ulama ayat ini di nasakh oleh surat Al-Anfal ayat 66 :

Artinya :”Sekarang Allah Telah meringankan kepadamu dan dia Telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.

Ayat di atas mengandung maksud bahwa pengharusan bagi satu orang

mukmin melawan dua orang kafir, di mana sebelumnya pada ayat

yang dimansukh dijelaskan bahwa pengharusan satu orang muslim

melawan sepuluh kafir.

b. Nasikh Dhimmy, yaitu jika terdapat dua nasikh yang saling

bertentangan dan tidak dapat dikompromikan. Keduanya turun untuk

masalah yang sama, dan diketahui waktu turunnya , maka ayat yang

6

Page 7: Makalah nasikh mansukh

datang kemudian menghapus ayat terdahulu. Contoh Surat Al-Baqarah

ayat 180 :

Artinya :”Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf”.

Ayat ini dihapus oleh hadis la wasiyyah li warits (tidak ada wasiat

bagi ahli waris).

c. Nasikh Kully, orang yang mensyariatkan itu membatalkan hukum

syar’i sebelumnya. Membatalkan secara keseluruhannya dengan

merangkaikan kepada setiap pribadi mukallaf. Sebagai contoh

ketentuan “iddah empat bulan sepuluh hari yang terdapat dalam surat

Al-Baqarah ayat 234 :

Artinya :”Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila Telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

Ayat di atas menasakh ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa masa

‘iddah perempuan yang ditinggal mati suaminya adalah satu tahun.

d. Naskh Juz’i, yaitu mensyariatkan hukum secara umum, meliputi

seluruh pribadi mukallaf, kemudian hukum ini dibatalkan dengan

menisbahkan kepada sebagian ifrad. Atau mensyariatkan hukum itu

secara mutlak, kemudian dibatalkan dengan menisbahkan kepada

beberapa hal. Maka nasikh itu tidak membatalkan perbuatan itu

7

Page 8: Makalah nasikh mansukh

dengan hukum pertama yang dijadikan dasar. Tapi membatalkannya

itu dengan menisbahkannya kepada ifrad atau kepada beberapa hal.

Contohnya hukum dera 80 kali bagi orang yang menuduh wanita

berzina tanpa adanya saksi yang kemudian dinasakh oleh ketentuan

li’an yaitu bersumpah empat kali dengan nama Allah bagi si penuduh.

Firman Allah surat An-Nur ayat 4 :

Artinya :”Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik”.

Ayat di atas di nasakh oleh surat An-Nur ayat 6

Artiny: “Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar”.

Adapun macam-macam nasakh ditinjau dari segi badal (dengan

adanya pengganti atau tidak adanya pengganti) dibagi menjadi 4 :

a. Nasakh tanpa badal ( pengganti). Contoh penghapusan bersedekah

sebelum berbicara kepada Rasulullah, Surat Al- Mujadilah : 12,

Artinya :”Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

8

Page 9: Makalah nasikh mansukh

Ayat di atas dinasakh dengan surat al-Mujadilah : 13,

Artinya: “Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) Karena kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah Telah memberi Taubat kepadamu Maka Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

b. Nasakh dengan badal mumatsil (sebanding); menghapus hukum

sebelumnya dengan mengganti hukum yang seimbang. Contoh

menasakh ketentuan menghadap Baitul Maqdis dengan mengganti

ketentuan menghadap ke Ka’bah dalam shalat. Surat al –Baqarah ayat

144,

Artinya: “Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya....

c. Nasakh dengan badal akhaf (lebih ringan). Contohnya puasa masa

dahulu, dalam al-Baqarah : 183 (ayat puasa), dinasakh dengan ayat al-

baqarah: 187;

Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu...”

d. Nasakh dengan badal atsqal (lebih barat). Contohnya, menghapus

hukuman penahanan di rumah pada istri-istri yang menyeleweng

dengan diganti dengan hukuman dera. Surat Al-Nisa ayat 15,

9

Page 10: Makalah nasikh mansukh

Artinya:”Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka Telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya”.

Ayat ini dinasakh dengan al-Nur ayat 2,

Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”.

Adapun pada sisi otoritas yang lebih berhak menghapus nasakh,

para ulama membagi nasakh menjadi 4 bagian :

a. Nasakh sunnah dengan sunnah

Suatu hukum syara’ yang dasarnya sunnah kemudian dinasakh

atau dihapus dengan dalil syara’ dari sunnah juga. Contohnya adalah

larangan ziarah kubur yang dinasakh menjadi boleh. Hadisnya seperti

yang diriwayatkan At Tirmidzi” Dahulu aku melarang kamu berziarah

kubur, sekarang berziarahlah”. (Riwayat At Tirmidzi). Dalam hal

nasakh sunnah dengan sunnah ini Manna’Khalil Al Qattan

mengkategorikan ke dalam empat bentuk, yaitu (1). nasakh mutawatir

dengan mutawatir. (2) nasakh ahad dengan ahad. (3) ahad dengan

mutawatir. (4) nasakh mutawatir dengan ahad. Tiga bentuk pertama

dibolehkan, sedang bentuk keempat terjadi silang pendapat.  Namun

jumhur ulama tidak membolehkan.20

b. Nasakh Sunnah dengan Al Qur’an

20 Manna’Khalil al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an, op cit, h 336

10

Page 11: Makalah nasikh mansukh

Suatu hukum yang telah ditetapkan dengan dalil sunnah

kemudian dinasakh dengan dalil Al Qur’an. Seperti shalat yang

semula menghadap Baitul Maqdis kemudian menjadi menghadap

Ka’bah di Masjidil Haram setelah turun ayat Al Qur’an surah Al

Baqarah/2 ayat 144:

Artinya : Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke

langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (Al Baqarah/2 : 144).

Contoh lain tentang kewajiban berpuasa pada hari ‘Asyura

tanggal 10 Muharram menjadi tidak wajib, tetapi sunnah saja setelah

turun ayat kewajiban berpuasa pada bulan Ramadhan, yaitu turunnya

surah Al Baqarah/2 ayat 185:

Artinya : (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,

bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada

11

Page 12: Makalah nasikh mansukh

hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (Al Baqarah/2 : 185).

Namun nasakh seperti itu pun ditolak oleh Syafi’i sebagaimana

dikutip Syaikh Manna’ dari Al Itqan, menurut Syafi’I; apa saja yang

ditetapkan sunnah tentu didukung oleh Al Qur’an, dan apa saja yang

ditetapkan Al Qur’an tentu didukung pula oleh sunnah. Hal tersebut

menurut beliau antara Kitab dengan  sunnah harus senantiasa sejalan

dan tidak bertentangan.

c. Nasakh Al Qur’an dengan Al Qur’an

Hukum yang ditetapkan berdasarkan dalil ayat Al Qur’an

kemudian dinasakh dengan dalil ayat Al Qur’an pula. Tentang hal ini

terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Mereka yang

berpendapat bahwa nasikh dan mansukh ada terdapat dalam ayat-ayat

Al Qur’an, berdasarkan surah Al Baqarah ayat 106. Menurut para

ulama yang menerima adanya nasikh mansukh dalam Al Qur’an ini,

bahwa adanya nasikh dan mansukh dalam Al Qur’an dapat diterima

akal karena Allah Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Penyayang,

sehingga hukum yang ringan pada mulanya memang perlu ditetapkan,

dan kemudian perlu diganti dengan hukum yang tidak ringan lagi

setelah orang-orang Islam menghadapi keadaan normal dan dipandang

sudah mampu menghadapi hukum yang tidak ringan lagi. Hal tersebut

termasuk kebijakan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mengetahui.

Tetapi sebagian ulama lain berpendapat bahwa tidak ada nasikh

mansukh dalam ayat-ayat Al Qur’an.

Menurut ulama-ulama ini Al Qur’an memang telah menasakh

kitab-kitab suci terdahulu, tetapi semua ayat Al Qur’an yang ada

sekarang tidak ada lagi yang mansukh. Hal tersebut menurut mereka

sesuai dengan firman Allah Swt dalam surah Fussilat/41 ayat 42. Yang

artinya: “Yang tidak akan didatangi oleh kebatilan baik dari depan

12

Page 13: Makalah nasikh mansukh

maupun dari belakang yang diturunkan dari Tuhan yang Maha

Bijaksana lagi Maha Terpuji”.21 Karena tidak ada satu ayat pun yang

batil baik di bagian muka maupun di belakang, tidak ada ayat Al

Qur’an yang dinasakh maupun  mansukh. Ayat-ayat Al Qur’an

memang telah menasakh ayat-ayat dalam kitab-kitab suci terdahulu

yaitu Taurat, Zabur, dan Injil. Pendapat demikian misalnya

dikemukakan oleh Abu Muslim al Isfahani, seorang mufassir yang

menulis kitab Jami’ut Ta’wil. Beberapa mufassir lain juga

berpendapat demikian bahwa sesama Al Qur’an tidak ada yang nasikh

dan mansukh.

d. Nasakh Al Qur’an dengan sunnah

Hukum yang didasarkan pada dalil ayat Al Qur’an dinasakh

dengan dalil sunnah. Nasakh jenis ini menurut Syaikh Manna’ terbagi

dua, yaitu: 22

1) Nasakh Al Qur’an dengan hadits ahad.

Jumhur berpendapat, Qur’an tidak boleh dinasakh oleh

hadis ahad, sebab Al Qur’an adalah mutawatir dan menunjukkan

yakin, sedang hadis ahad zanni, bersifat dugaan, di samping tidak

sah pula menghapus sesuatu yang ma’lum (jelas diketahui) dengan

yang maznun (diduga)

2) Nasakh Al Qur’an dengan hadis mutawatir.

Nasakh jenis ini dibolehkan oleh Malik, Abu Hanifah dan

Ahmad dalam satu riwayat, sebab masing-masing keduanya adalah

wahyu. Dasarnya adalah firman Allah dalam surah an Najm ayat 3-

4. Artinya”Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan

hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang

diwahyukan (kepadanya)”. Serta Surah An Nahl ayat 44. Artinya

“Dan kami turunkan kepadamu Qur’an agar kamu menerangkan

21 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta:1985, h 77922 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta:1985, h 779

13

Page 14: Makalah nasikh mansukh

kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”.

Dan nasakh itu sendiri merupakan salah satu penjelasan.

Sementara itu Asy Syafi’I, Zhahiriyah dan Ahmad dalam

riwayatnya yang lain menolak nasakh seperti ini, berdasarkan

firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 106:

Artinya : Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan

(manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (Al Baqarah/2 : 106).

Sedang hadits menurut ulama-ulama tersebut tidak lebih

dari atau sebanding dengan Al Qur’an. Jadi jumhur ulama sepakat

tidak ada nasakh Al Qur’an dengan sunnah, karena Al Qur’an lebih

tinggi dari sunnah, jadi tidak mungkin dalil yang lebih tinggi

dihapus oleh dalil yang lebih rendah. Pada Surah Al Baqarah ayat

106 telah disebutkan bahwa dalil yang menasakh yaitu lebih baik

dalam arti kuat dari pada dalil yang dinasakh, atau setidaknya

sama.

Macam-macam nasakh dari segi hukum dan tilawahnya dalam al-

Quran ada 3 macam :

a. Nasakh hukum sedang tilawahnya tetap

Misalnya hukum ‘iddah bagi isteri yang ditinggal mati

suaminya dalam surah Al Baqarah ayat 240 ditetapkan ‘iddahnya

selama satu tahun, kemudian  dinasakh menjadi hanya empat bulan

sepuluh hari seperti ditetapkan dalam Surah Al Baqarah ayat 234(ayat

240 turun lebih dahulu daripada ayat 234). Lalu timbul pertanyaan.

Apakah hikmah penghapusan hukum sedang tilawahnya tetap?

Jawabannya ada dua, yaitu (1) Al Qur’an di samping dibaca untuk

diketahui makna dan diamalkan hukumnya, juga Al Qur’an sebagai

Kalamullah yang membacanya mendapat pahala. (2) Pada umumnya

14

Page 15: Makalah nasikh mansukh

nasakh itu untuk meringankan, sehingga  dengan tetapnya tilawah dan

terus dibaca untuk mengingatkan akan nikmat dihapuskannya

kesulitan (masyaqqah) dari hukum yang dihapus.

b. Nasakh Hukum dan Tilawah

Dalam hal ini baik hukum maupun tilawahnya dihapus

sehingga ayatnya maupun hukumnya sudah tidak ada lagi, dan diganti

dengan hukum baru pada ayat Al Qur’an. Bentuk ini menurut sebagian

besar ulama tidak terdapat dalam Al Qur’an, karena ayat-ayat Al

Qur’an sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, hingga wafat

beliau, bahkan hingga sekarang, tidak ada yang berubah atau

berkurang. Nasakh hukum dan tilawah hanya ada pada kitab-kitab suci

terdahulu, yaitu antar kitab-kitab Zabur, Taurat, dan Injil yang telah

dinasakh Al Qur’an. Meskipun begitu, ada sebagian ulama yang

berpendapat bahwa nasakh hukum dan tilawahnya ini ada juga dalam

Al Qur’an seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dan beberapa

perawi hadits lain, dari Aisyah, ia berkata:

”Diantara yang diturunkan kepada beliau adalah sepuluh

susuan yang diketahui itu menjadikan muhrim (haram dinikahi),

kemudian dinasakh oleh lima susuan yang diketahui. Maka ketika

Rasulullah wafat ‘lima susuan’ ini termasuk ayat Al Qur’an yang

baca”. Kata-kata Aisyah “lima susuan ini termasuk ayat Qur’an yang

dibaca”, pada lahirnya menunjukkan bahwa tilawahnya masih tetap,

tetapi tidak demikian halnya, karena ia tidak terdapat dalam mushaf

Usmani. Kesimpulan demikian dijawab, bahwa yang dimaksud

dengan perkataan Aisyah tersebut ialah ketika beliau menjelang wafat.

Yang jelas bahwa tilawahnya itu telah dinasakh (dihapuskan) tetapi

penghapusan ini tidak sampai kepada semua orang kecuali sesudah

Rasulullah wafat. Oleh karena itu ketika beliau wafat, sebagian orang

masih tetap membacanya.

c. Nasakh Tilawah sedang Hukumnya Tetap

15

Page 16: Makalah nasikh mansukh

Menurut sebagian besar ulama bentuk ini juga tidak terdapat

dalam Al Qur’an, tetapi terdapat antar kitab-kitab suci terdahulu.

Dalam fiqih ada istilah yang disebut”Syar’un man qablana”yaitu

syari’at orang-orang sebelum kita. Hukum syari’at itu masih kita

lakukan hingga sekarang, seperti kewajiban khitan bagi anak laki-laki

sebelum usia balig. Tetapi ayat yang mewajibkan khitan pada kitab-

kitab suci terdahulu sudah tidak perlu kita baca lagi.

Tetapi ada juga sebagian ulama yang berpendapat bahwa

nasakh tilawah tetapi hukumnya tidak dinasakh ada juga dalam Al

Qur’an, yaitu tentang hukum rajam, ayat yang telah dinasakh dan kini

tidak terdapat dalam Al Qur’an, yaitu; “Orang tua laki-laki dan

perempuan apabila keduanya berzina maka hendaknya dirajam kedua

orang tersebut dengan pasti sebagai siksaan dari Allah, dan Allah

Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.23

5. Pendapat Ulama Tentang Nasakh

a. Menerima Adanya Nasakh

Ulama-ulama yang menerima adanya nasakh berpendapat,

nasakh adalah suatu hal yang dapat diterima akal dan telah pula terjadi

dalam hukum-hukum syara’. Berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut;

(1) perbuatan Allah tidak bergantung pada alasan dan tujuan. Allah

bisa saja memerintahkan sesuatu pada suatu waktu dan melarangnya

pada waktu yang lain. Karena hanya Dialah yang lebih mengetahui

kepentingan hamba-hamba-Nya. (2) Nash-nash kitab dan sunnah

menunjukkan kebolehan nasakh dan terjadinya.

Abd al Wahhab al Khallab berpendapat sebagaimana

dikutip Nashruddin Baidan dalam bukunya Wawasan baru ilmu

tafsir, bahwa memang terdapat nasakh sebelum Rasul wafat.

Namun setelah wafat beliau tidak ada lagi nasakh.24 Menurut Abdul

Azim al Zarqani sebagaimana dikutip M Quraish Shihab bahwa para

23 Ibid, hal. 262-26424 Nashruddin Baidan, Wawasan baru ilmu tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),

hal. 176

16

Page 17: Makalah nasikh mansukh

pendukung nasakh mengakui bahwa nasakh baru dilakukan apabila;

(a) terdapat dua ayat hukum yang saling bertolak belakang dan tidak

dapat dikompromikan. (b) Harus diketahui secara meyakinkan

perurutan turunnya ayat-ayat tersebut, sehingga yang lebih dahulu

ditetapkan sebagai mansukh dan yang kemudian sebagai nasikh.25

Termasuk ulama-ulama yang menerima adanya nasakh  adalah Al

Suyuthi dan Imam Syafi’I.

b. Menolak Adanya Nasakh

Diantara yang menolak adanya nasakh adalah Abu Muslim al

Isfahani. Kemudian diikuti oleh para ulama mutaakhirin. Diantara

alasan mereka adalah; (1) sekiranya dalam Al Qur’an ada nasakh,

maka berarti dalam Al Qur’an ada yang salah atau batal. Sedang dalam

Al Qur’an dinyatakan tidak ada kebatalan (QS.41:42). (2) Dalil yang

dijadikan alasan nasakh perlu peninjauan lebih lanjut. Kosakata”ayat”

tidak hanya berarti ayat Al Qur’an tetapi dapat berarti mu’jizat, dapat

juga berarti kitab sebelum Al Qur’an (Taurat, Zabur, dan Injil)

disamping itu kata nasakh mempunyai arti bermacam-macam. Maka

lafal  dalam ayat 106 Surah Al Baqarah dapat diartikan “kami

menukilkan” atau “Kami memindahkan” ayat Al Qur’an dari Lauh

Mahfuzh ke langit dunia. (3) Tidak ada kesepakatan para ulama berapa

jumlah ayat yang telah dinasakh. (4) Tidak ada penegasan dari Nabi

tentang ada atau tidaknya nasakh. (5) Adanya ayat yang nampaknya

bertentangan dan yang mungkin belum dapat dikompromikan, belum

bisa menjadi jaminan adanya nasakh. Ternyata banyak ayat yang

semula diduga telah dinasikh-kan, dapat dikompromikan dengan jalan

takhsikh, atau taqyid atau ta’wil atau dengan cara lain.  Nasr Hamid

Abu Zaid berpendapat dalam bukunya Tekstualitas Al Qur’an; kritik

terhadap ulumul Qur’an, bahwa fenomena nasakh yang keberadaannya

diakui oleh ulama menimbulkan problema yaitu bagaimana

25 M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an, op cit hal. 146

17

Page 18: Makalah nasikh mansukh

mengkompromikan antara fenomena ini dengan konsekuensi yang

ditimbulkannya bahwa teks mengalami perubahan melalui nasakh,

dengan keyakinan umum bahwa teks sudah ada sejak azali di Lauh

Mahfuzh ?26

6. Hikmah Adanya Nasikh Mansukh

Adanya nasikh mansukh tidak dapat dipisahkan dari sifat turunnya

Al Qur’an itu sendiri dan tujuan yang ingin dicapainya. Turunnya kitab

suci Al Qur’an tidak terjadi sekaligus, tetapi berangsur-angsur dalam

waktu 20 tahun lebih. Sesungguhnya Al Khalik Yang Maha Suci lagi

Maha Tinggi mendidik bangsa Arab selama 23 tahun dalam peroses

tadarruj (bertahap) sehingga mencapai kesempurnaannya dengan

perantaraan berbagai sarana sosial. Hukum-hukum itu pada awalnya

bersifat kedaerahan, kemudian secara bertahap diganti oleh Allah dengan

yang lain, sehingga bersifat universal.

Adapun hikmah dibalik adanya naskh Al Qur’an secara

diantaranya : 27

a. memelihara kepentingan hamba dan kemaslahatan hamba.

b. Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan

perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia.

c. Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak.

d. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika naskh

itu beralih ke hal yang lebih berat maka di dalamnya terdapat

tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih ringan, maka ia

mengandung kemudahan dan keringanan.

Terkait dengan adanya nasikh mansukh ini, Muhammad Ghufron

dan Rahmawati menambahkan bahwa hikmah adanya nasikh mansukh

diantaranya :28

26 Nashruddin Baidan, Wawasan baru ilmu tafsir, op cit h 178-18027 Nur Efendi dan Muhammad Fathurrohman, Studi Al Qur’an,(Yogyakarta:Teras, cet.1,

2014), hal. 252.28 Mohammad Gufron dan Rahmawati, Ulumul Qur’an,(Yogyakarta:Teras, cet.1, 2013),

hal. 72

18

Page 19: Makalah nasikh mansukh

a. Menunjukkan bahwa syariat Islam yang diajarkan Rasulullah Saw

adalah syariat yang paling sempurna, yang telah menghapus syariat-

syariat dari agama sebelumnya. Karena syariat Islam telah mencakup

ajaran-ajaran sebelumnya.

b. Untuk kemaslahatan umat Islam.

c. Untuk menguji umat Islam dengan perubahan hukum, apakah dengan

perubahan ini mereka masih taat atau sebaliknya.

7. Ayat-ayat Nasikh dan Mansukh

Di antara ayat-ayat yang dinyatakan nasikh dan mansukh yaitu :

NO Mansukh Nasikh Masalah

1 Al-Baqarah: 115 Al-Baqarah: 144 Kiblat Shalat

2 Al-Baqarah: 178 Al-Maidah: 45

Dan Al-Isra’: 33

Qishash dan hukum

pembebasan

3 Al-Baqarah: 183 Al-Baqarah 187 Puasa Ramadhan

4 Al-Baqarah: 184 Al-Baqarah: 185 Fidyah atau menebus

puasa

5 Al-Baqarah: 191 Al-Baqarah: 91 Membunh musush di

Masjidil Haram

6 Al-Baqarah: 217 At-Taubah: 5 dan

36

Berperang di jalan

Allah pada bulan suci

7 Al-Baqarah: 240 Al-Baqarah: 234 ‘Iddah janda (ditinggal

mati suami)

8 Ali-‘Imran: 102 Al-Taghabun: 16 Taqwa kepada Allah

9 Al-Nisa’: 8 Al-Nisa’: 11 Bagian warisan

10 Al-Nisa’: 15-16 Al-Nur: 2 Hukum berzina (laki-

laki/perempuan)

11 Al-Nisa’: 88 Al-Nisa’: 89 dan

Al-taubah: 5

Jihad dan memerangi

orang kafir

12 Al-maidah: 106 Al-Thalaq: 2 Saksi

13 Al-Anfal: 65 Al-Anfal: 66 Memerangi orang kafir

19

Page 20: Makalah nasikh mansukh

14 Al-Taubah: 39 Al-Taubah: 122 Berperang dengan

orang kafir

15 Al-Nur: 3 Al-Nur: 32 Perkawinan di antara

pelaku zina

16 Al-Nur: 4 Al-Nur: 6 Menuduh perempuan

berzina tanpa saksi

17 Al-Nur: 58 Al-Nur: 59 Izin anak untk masuk

kamar orang tua

18 Al-Ahzab: 52 Al-Ahzab: 50 Istri-istri Nabi

Muhammad SAW

19 Al-Mujadilah: 12 Al-Mujadilah: 13 Bersedekah pada

Rasulullah sebelum

mengadakan

pembicaraan

20 Al-Mumtahanah:

11

Al-Taubah: 1 Memberikan harta

rampasan pada orang

kafir untuk mengawini

istrinya

21 Al-Muzammil: 1,2 Al-Muzammil: 20 Shalat malam

C. Penutup

Nasakh ialah mengangkat atau menghapuskan hukum syara’ dengan

dalil syara’. Nasikh ialah dalil syara’ yang menghapus atau mengangkat suatu

hukum, dan mansukh ialah hukum syara’ yang telah dihapus atau diganti.

Nasakh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang diungkapkan

dengan tegas dan jelas maupun yang diungkapkan dengan kalimat berita

(khabar) yang bermakna ‘amar (perintah) atau nahyi (larangan), tidak ada

nasakh ayat tentang persoalan akidah, zat Allah, sifat-sifat Allah, kitab-kitab-

Nya, para rasul-Nya dan hari kemudian, etika dan akhlak atau dengan pokok-

pokok ibadah dan muamalah.

20

Page 21: Makalah nasikh mansukh

Para ulama berbeda pendapat tentang ada tidaknya nasikh mansukh

dalam Al Qur’an. Sedangkan hadis yang dinasakh oleh ayat Al Qur’an jumhur

ulama mengakui adanya hal tersebut. Dan ayat Al Qur’an yang dinasakh oleh

hadis para ulama sepakat hal tersebut tidak ada.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: Makalah nasikh mansukh

Al Qur’an dan Terjemahnya;Tafsir Al Qur’anul Karim(Medinah Munawwarah: Mujamma Khadim Al Haramain Asy Syarifain al Malik Fahd li thiba’at al Mush-haf asy Syarif, 1411 H).

Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Lentera Abadi).

Manna’Khalil al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an, terj. Mudzakir AS, Studi Ilmu- Ilmu Qur’an (Bogor: PT Pustaka Litera Antar Nusa, 2011).

M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007)

M. Quraish Shihab Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan Pustaka, 1994).

Mohammad Gufron dan Rahmawati, Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Teras, 2013).

Nashruddin Baidan, Wawasan baru ilmu tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).

Nur Efendi dan Muhammad Fathurrohman, Studi Al Qur’an (Yogyakarta:Teras, cet.1, 2014).

Syaikh Manna’Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al Qur’an,terj H. Aunur Rafiq El-Mazni (Jakarta: Pustaka Al Kautsar).

Usman, Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Teras, 2009).

  

           

  

           

 

           

           

 

MAKALAH

NASIKH DAN AL MANSUKH

22

Page 23: Makalah nasikh mansukh

oleh :

HIDAYATUL MUFIDAH (NIM. 1423402071)

LUTFI WIDAD (NIM. 1423402075)

SITI MUKHLISOH (NIM.1423402082)

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur

Mata Kuliah Studi Al Qur’an Hadits

Dosen Pengampu Dr. Hj. Naqiyah, M.Ag

PROGRAM PASCA SARJANA

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

PURWOKERTO

2015

23