Problem Based Learning
Sirosis HatiVincensia Priska Priscylla Babay10.2008.213Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara no 6,
Jakarta [email protected]. PendahuluanSirosis hati
adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati,
ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan
tersebut terjadi karena infeksi akut dengan virus hepatitis dimana
terjadi peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak
kematian sel. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya banyak jaringan
ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang dibentuk
oleh sel parenkim hati yang masih sehat. Akibatnya bentuk hati yang
normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh
darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya
menyebabkan hipertensi portal.1
Sirosis merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dan sangat
erat hubungannya dengan peninggian angka morbiditas dan mortalitas.
Sirosis merupakan penyakit ireversibel, sehingga termasuk salah
satu penyakit yang paling ditakuti dan mempunyai prognosis yang
buruk.2
B. Pembahasan
1) Anamnesa
Anamnesis pada pasien dilakukan dengan wawancara langsung pada
pasien yang umumnya disebut auto-anamnesis, namun jika pasien
tersebut berhalangan untuk memberikan informasi yang dibutuhkan
maka anamnesis dapat dilakukan pada orang tua, kerabat atau pun
orang terdekat dengan pasien yang mengetahui mengenai riwayat
kesehatan pasien. Pemeriksaan ini disebut allo-anamnesis.Dalam
anamnesis umum didapatkan data pribadi pasien. Diantaranya nama,
usia, jenis kelamin, alamat tinggal, pekerjaan, agama, dan
sebagainya.Dalam melakukan wawancara harus diperhatikan bahwa
pengertian penyakit dan sakit sangat berbeda. Sakit adalah
penilaian seseorang terhadap penyakit yang dideritanya, berhubungan
dengan pengalaman yang dialaminya, bersifat subjektif yang ditandai
dengan perasaan tidak enak. Sedangkan penyakit adalah suatu bentuk
reaksi biologik terhadap suatu trauma, mikroorganisme, benda asing
sehingga menyebabkan perubahan fungsi tubuh atau organ tubuh oleh
sebab itu bersifat objektif.
Dimulai dengan pertanyaan tentang sifat dan beratnya keluhan
yang disampaikan pasien kepada dokter. kapan dan bagaimana
mulainya, bagaimana perjalanannya (bertambah, berkurang, tetap,
terjadi sebentar-sebentar, naik atau turun), dan bagaimana
frekuensinya. Akhirnya, selalu tanyakan kemungkinan penyakit lain,
pemakaian obat, penyakit yamg lalu, pembedahan dan tentang riwayat
kesehatan keluarga.32) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat di lakukan dengan cara inspeksi, dan
palpasi. Yang bisa di lihat dari penyakit sirosis hati adalah
konjungtiva kuning, kedua kaki yang bengkak atau edema, perut yang
membuncit, lalu dapat pula di temukan suatu lesi vaskular yang di
kelilingi oleh vena-vena kecil. Tanda ini sering di temukan pada
bagian muka, bahu, dan lengan atas.
Selain itu, dapat pula di temukan suatu eritema palmaris, yaitu
telapak tangan yang bewarna kemerah-merahan. Tetapi tanda ini tidak
di temukan secara spesifik pada penyakit sirosis hati. Selain itu
dapat pula ditemukan perubahan pada kuku berupa pita putih yang
dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum di
ketahui, tetapi kemungkinan penyebabnya adalah karena
hipoalbuminemia.
Kemudian yang dapat kita lihat dari pemeriksaan secara palpasi
yaitu perabaan pada hepar dan lien. Pada penyakit sirosis hati,
ketika kita melakukan palpasi, maka bagian hepar tidak teraba,
tetapi lien teraba. Kita dapat ukur pembesaran lien sesuai garis
schuffner. Biasanya pasien mengalami nyeri pada bagian kuadran
kanan atas.43) Pemeriksaan Penunjang
Setelah melakukan pemeriksaan fisik dan anamnesis, untuk semakin
meyakinkan diagnosis, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.
Pada penyakit sirosis hati dicurigai bila adanya kelainan
laboratorium pada waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin,
atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi
hati meliputi aminotransferase, alkali fosfate, gamma glutamil
transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protrombin.Aspartat
aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan
alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih
meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal, tidak
mengenyampingkan adanya sirosis.Alkali fosfate meningkat kurang
dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi
bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis
bilier primer. Gamma glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya
seperti halnya alkali fosfat pada penyakit hati. Konsentrasinya
tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol selain
menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya
GGT dari hepatosit.Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada
sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati
yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati,
konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin
konsentrasinya meningkat pada sirosis akibat sekunder dari
pintasan, antigen dari sistem porta ke jaringan limfoid selanjutnya
menginduksi produksi immunoglobulin.Selain itu, natrium serum juga
menurun terutama pada sirosis dengan asites positif, dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Kelainan hematologi
anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom,
normositer, hipokrom mikrosoter, atau hipokrom makrositer. Anemia
dengan trombositopenia, lekopenia, dan netropenia akibat
splenomegali kongestive berkaitan dengan hipertensi porta sehingga
terjadi hipersplenisme.Pemeriksaan radiologi barium meal dapat
melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. USG sudah
secara rutin di gunakan karena pemeriksaannya non invasif dan mudah
digunakan, namun sensitifitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang
biasanya dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati,
ukuran homogenitas dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati
mengecil dan nodular permukaan irregular dan ada peningkatan
ekogenitas parenkim hati. Selain itu, USG juga bisa melihat asites,
splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta
skrinning adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.14) Diagnosa
KerjaSirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.
Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro
dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan
nodul.
Sirosis hati adalah bentuk akhir kerusakan hati dengan
digantinya jaringan yang rusak oleh jaringan fibrotik yang akan
menyebabkan penurunan fungsi hati dan penggunaan tekanan portal.
Penyebab sirosis hepatik biasanya tidak dapat diketahui hanya
berdasarkan klasifikasi morfologis hati yang mengalami sirosis. Dua
penyebab yang sampai saat ini masih dianggap sering menyebabkan
sirosis yaitu hepatitis virus dan alkoholisme. Bentuk hepatitis
virus yang berat dapat berkembang menjadi sirosis baik hepatitis
virus, atau virus non A dan non B. Di Indonesia kedua bentuk
hepatitis merupakan penyebab sirosis hati terutama pada hepatitis
virus B. Sedangkan sirosis yang disebabkan oleh alkohol jarang
ditemukan di Indonesia. Sirosis dekompensata adalah salah satu
stadium dari gambaran klinik sirosis hati yang mempunyai gejala
klinik yang jelas. Umumnya penderita sirosis hati dirawat karena
timbulnya penyulit berupa hipertensi portal sampai pada pendarahan
saluran cerna bagian atas akibat pecahnya varises esophagus, asites
yang hebat dan ikterus. Dalam perjalanan penyakitnya, walaupun
dikatakan kerusakan hati pada penyakit sirosis hati pada penyakit
sirosis hati bersifat irreversible, tetapi dengan pengobatan yang
baik maka pembentukan jaringan ikat dapat dikurangi dan peradangan
yang terjadi dapat dihentikan.15) Diagnosa Banding1. Hepatitis
ASeringkali tidak ada bagi anak kecil; demam tiba-tiba, hilang
nafsu makan, mual, muntah, penyakit kuning (kulit dan mata menjadi
kuning), air kencing berwarna tua, tinja pucat. Hepatitis A dapat
dibagi menjadi 3 stadium: (1) pendahuluan (prodromal) dengan gejala
letih, lesu, demam, kehilangan selera makan dan mual; (2) stadium
dengan gejala kuning (stadium ikterik); dan (3) stadium kesembuhan
(konvalesensi). Gejala kuning tidak selalu ditemukan. Untuk
memastikan diagnosis dilakukan pemeriksaan enzim hati, SGPT, SGOT.
Karena pada hepatitis A juga bisa terjadi radang saluran empedu,
maka pemeriksaan gama-GT dan alkali fosfatase dapat dilakukan di
samping kadar bilirubin.52. Hepatitis BHepatitis B merupakan salah
satu penyakit menular yang tergolong berbahaya didunia, Penyakit
ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang menyerang hati dan
menyebabkan peradangan hati akut atau menahun. Seperti hal
Hepatitis C, kedua penyakit ini dapat menjadi kronis dan akhirnya
menjadi kanker hati. Proses penularan Hepatitis B yaitu melalui
pertukaran cairan tubuh atau kontak dengan darah dari orang yang
terinfeksi Hepatitis B. Adapun beberapa hal yang menjadi pola
penularan antara lain penularan dari ibu ke bayi saat melahirkan,
hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik. Hepatitis B dapat
menyerang siapa saja, akan tetapi umumnya bagi mereka yang berusia
produktif akan lebih beresiko terkena penyakit ini.Secara khusus
tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah demam,
sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih/sklera).
Namun bagi penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak
tanda-tanda tersebut, sehingga penularan kepada orang lain menjadi
lebih beresiko.63. Hepatitis CPenyakit Hepatitis C adalah penyakit
hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (VHC). Proses
penularannya melalui kontak darah {transfusi, jarum suntik
(terkontaminasi), serangga yang menggiti penderita lalu mengigit
orang lain disekitarnya}. Penderita Hepatitis C kadang tidak
menampakkan gejala yang jelas, akan tetapi pada penderita Hepatitis
C kronik menyebabkan kerusakan/kematian sel-sel hati dan terdeteksi
sebagai kanker (cancer) hati. Sejumlah 85% dari kasus, infeksi
Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati
bertahun-tahun.Gejala penderita Hepatitis C adalah badan terasa
cepat lelah, demam, hilang selera makan, muntah, mual,nyeri perut
kanan atas, menurun berat badan tanpa sebab, urin menjadi gelap,
kulit dan mata menjadi kuning ( bagi Hepatitis C ini jarang
terjadi)
Umumnya, virus hepatitis C terdeteksi dari hasil tes darah yang
menunjukkan kadar enzim hatinya tinggi. Atau, saat seseorang dites
sebagai donor darah, tampak adanya antibodi hepatitis C positif.
Hepatitis C akut gejalanya sama seperti hepatitis lain. Sedangkan
yang kronis sangat samar, paling-paling hanya seperti orang sakit
maag ditambah kondisi badannya cepat letih.74. Karsinoma Hati
Manifestasi klinis bervariasi dari asimptomatik hingga gejala
yang jelas dan disertai gagal hati. Gejala umum adalah nyeri atau
perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas atau teraba
pembengkakan lokal di hepar serta rasa penuh di abdomen, lesu,
penurunan berat badan, dengan atau tanpa demam.
Keluhan gastrointestinal adalah anoreksia, kembung, konstipasi,
atau diare. Sesak napas dapat terjadi akibat besarnya tumor yang
menekan diafragma atau karena metastasis ke paru. Tanda gagal hati
meliputi sirosis, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, dan
ikterus.
Temuan fisik pada HCC adalah hepatomegali (dengan atau tanpa
bruit hepatik), splenomegali, asites, ikterus, demam, dan atrofi
otot. HCC dapat disertai dengan berbagai penyakit lain, seperti
varises esofagus, peritonitis bakterial spontan, asites hemoragik,
hiperkolesterolemia (berkurang produksi enzim
beta-hidroksimetilglutarik koenzim A reduktase karena tiadanya
kontrol umpan balik normal hepatoma).85. Yellow FeverYellow fever
disebabkan oleh virus RNA, termasuk genus Flavivirus, famili
Flaviviridae. Virus ini merupakan virus RNA. Masa inkubasi: 3-6
hari.
Gejala Klinis: Setelah masa inkubasi timbul demam, menggigil,
nyeri kepala yang hebat, sakit punggung, myalgia (nyeri otot),
anoreksia, nausea (mual), perdarahan pada gusi dan epistaksis.
Gejala tersebut biasanya hilang setelah 3-4 hari, dan ketika pada
tahap ini terjadi viremia (virus dapat ditemukan dalam darah). Pada
tahap viremia ini kadang disertai jaundice (kekuningan), pendarahan
(hemorrhage), muntah yang berwarna hitam (black vomit), tidak dapat
kencing (anuria), dan terminal delirium.96) Etiologi
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai
makronodular (besar nodul lebih dari 3mm) yaitu ditandai dengan
terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul
yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah
luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi
parenkim. Selain itu ada juga mikronodular ( besar nodul kurang
dari 3mm) yaitu ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur,
di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil
merata tersebut seluruh lobul.Sebagian besar jenis sirosis dapat
diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi :1.
Penyakit infeksi virus, seperti hepatitis B, hepatitis C, hepatitis
D, dan sitomegalovirus2. Penyakit autoimun, seperti hepatitis
autoimun, sirosis bilier primer, dan kolangitis sklerosis primer3.
Agen yang hepatotoksik, seperti alkohol4. Penyakit keturunan dan
metabolik
5. Penyakit gangguan vaskular, seperti gagal jantung kanan
kronik, sindroma Budd-Chiari, penyakit vena oklusif, dan trombosis
vena cava inferiorDinegara barat, yang tersering akibat alkoholik
sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B
maupun C. Hasil di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B
menyebabkan sirosis terbesar 40-50 % dan virus hepatitis C 30-40%
sedangkan 10-20% penyebabnya belum diketahui dengan pasti dan
termasuk virus non B dan non C. Alkohol sebagai penyebab sirosis di
Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada
datanya.107) Epidemiologi
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dengan perbandingan laki-laki: wanita sekitar 8:5, dengan umur
rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun, dengan
puncaknya sekitar umur 40-49 tahun. Di negara maju, sirosis hati
merupakan penyebab kematian terbesar ketika pada pasien yang
berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan mencapai 360
per 100.000 penduduk. Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke
tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap
tahunnya. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati
berkisar 4,1% dari keseluruhan pasien yang dirawat di bagian
IPD.18) Patofisiologi
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian,
kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam
keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang
terjadi pada peminum alkohol aktif.Hati kemudian merespon kerusakan
sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung
kolagen, glikoprotein,dan proteoglikans. Sel stellata berperan
dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut
sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga
ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine
faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen.
Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel
Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera
berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar
sitokintransforming growth facto beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada
pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis. TGF-beta1
kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe
1dan pada akhirnya ukuran hati menyusut.1,2Peningkatan deposisi
kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra
endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti
endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi
kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah
perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata
inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga
mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel
hati mati,kematianhepatocytes dalam jumlah yang besar akan
menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan
banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat
menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab
terjadinya manifestasi klinis.2Mekanisme primer penyebab hipertensi
portal adalah peningkatan retensi terhadap aliran darah melalui
hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria
splancnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran
keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk
bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal.
Pembebanan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral
guna menghindari obstruksi hepatik (varises).1,2Hipertensi portal
ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi
ginjal pun menurun. Hal ini mengakibatkan aktifitas plasma renin
meningkat sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan
dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan
peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada
akhirnya menyebabkan retensi cairan dan lama kelamaan menyebabkan
asites dan juga edema.1Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sirosis
hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan
pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi
pembengkakan hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui
penyebabnya, misal dikarenakan alkohol, hepatitis virus,
malnutrisi, hemokromatis, penyakit wilson dan juga ada yang tidak
diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis kriptogenik.
Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses
peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya
menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul.109)
PenatalaksanaanPengobatan sirosis hati, yaitu: Non Medika
Mentosa
a. Sebaiknya aktivitas fisik dibatas, dan dianjurkan untuk
istirahat ditempat tidur sekurang-kurangnya setengah hari setiap
harinya, terutama bagi mereka yang asites. Bagi para penderita
sirosis hati tanpa asites, dan test faal hati sedikit terganggu,
dapat melakukan pekerjaannya selama 8 jam sehari untuk selanjutnya
dianjurkan banyak istirahat, sedangkan untuk penderita sirosis hati
dengan asites tetap dapat melakukan pekerjaannya selama 4-6 jam.b.
Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang misalnya : cukup kalori,
protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin.11 Medika Mentosa
Pengobatan berdasarkan etiologiTatalaksana pasien sirosis yang
masih kompensata di tunjukkan untuk mengurangi progresi kerusakan
hati. Terapi pasien di gunakan untuk menghilangkan etiologi
diantaranya alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat
mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen,
kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolanergik. Pada
hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau immunosupresif.
Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi
besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit
hati nonalkoholik, menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya
sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan limivudin merupakan
terapi utama. Limivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100mg
secara oral setiap hari selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin
setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi sehingga terjadi resistensi
obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan, tiga kali
seminggu selama 4-6 bulan, namun juga banyak yang kambuh.
Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin
merupakan terapi yang standart. Interferon diberikan melalui
suntikan subkutan tiga kali seminggu dan dikombinasi dengan
ribavirin 800-1000mg/hari selama 6 bulan.
Pada pengobatan fibrosis hati, pengobatan antifibrotik pada saat
ini lebih mengarah pada peradangan dan tidak pada fibrosis. Dimasa
mendatang, menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan
mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk
mengurangi aktifasi dari sel skelata merupakan salah satu pilihan.
Interferon mempunyai aktivasi antifibrotik yang dihubungkan dengan
pengurangan aktivasi sel stelata kolkisin memiliki efek anti
peradangan dan mencegah pembentukkan kolagen, namun belum terbukti
dalam penelitian sebagai antifibrosis dan serosis. Metotreksat dan
vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis selain itu,
obat-obat herbal juga masih dalam penelitian yang pasti.1Pengobatan
sirosis hati bila terjadiasites dan edema: Non Medika Mentosa
a. Tirah baring
Tirah baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika, pada
pasien asites transudat yang berhubungan dengan hipertensi porta.
Perbaikan efek diuretika tersebut berhubungan dengan perbaikan
aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus akibat tirah
baring.
Tirah baring akan menyebabkan aktifitas simpatis dan sistem
renin-angiostensin-aldosteron menurun. Yang dimaksud dengan tirah
baring disini bukan istirahat total di tempat tidur sepanjang hari,
tetapi tidur terlentang, kaki sedikit diangkat, setelah beberapa
jam setelah minum obat diuretika.
b. Diet
Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis.
Konsumsi garam (NaCl) perhari sebaiknya dibatasi hingga 40-60
meq/hari. Hiponatremia ringan sampai sedang bukan merupakan
kontraindikasi untuk memberikan diet rendah garam, mengingat
hiponatremia pada pasien asites transudat relatif. Jumlah total Na
dalam tubuh sebenarnya diatas normal. Biasanya diet rendah garam
yang mengandung NaCl kurang dari 40 meq/hari tidak diperlukan.
Konsentrasi NaCl yang amat rendah justru dapat menggangu fungsi
ginjal. Medika Mentosa
Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai
antialdosteron, misalnya, Spironolakton. Diuretika ini merupakan
diuretika hemat kalium, bekerja ditubulus distal dan menahan
reabsorbsi Na. Sebenarnya potensi natriuretik diuretika distal
lebih rendah daripada diuretikaloopbila etiologi peningkatan air
dan garam tidak berhubungan dengan hiperaldosteronisme. Efektifitas
obat ini lebih bergantung pada konsentrasinya di plasma, semakin
tinggisemakin efektif.
Dosis yang dianjurkan antara 100-600mg/hari. Jarang diperlukan
dosis yang lebih tinggi lagi.
Target yang sebaiknya dicapai dari tirah baring, diet rendah
garam dan terapi diuretika adalah peningkatan diuresis sehingga
berat badan turun 400-800gr/hari.
Pasien yang disertai edema perifer penurunan berat badan dapat
sampai 1500gr/hari.
Setelah cairan asites dapat dimobilisasi, dosis diuretika dapat
disesuaikan. Biasanya diet rendah garam dan Spironolakton masih
tetap diperlukan untuk mempertahankan diuresis dan natriuresis
sehingga asites tidak terbentuk lagi.Diuretika yang dianjurkan
adalah diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron. Saat ini
dikenal dua macam antagonis aldosteron, yaitu Spironolakton dan
eplerenon.Mekanisme kerja aldosteron adalah penghambatan kompetitif
terhadap aldosteron (aldosteron adalah mineralkortikoid endogen
yang paling kuat, berperan dalam memperbesar reabsorbsi Na dan Cl
di tubuli distal serta memperbesar ekskresi kalium). Jadi, dengan
pemberian antagonis aldosteron, reabsorbsi Na+dan K+di hilir tubuli
distal dan duktus koligentes dikurangi, dengan demikian ekskresi
K+juga berkurang.
Terapi parasintesis juga digunakan bila terjadi asites refrakter
(asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa
yang intensif). Beberapa tahun terakhir ini parasentesis kembali
dianjurkan karena banyak keuntungan dibandingkan terapi
konvensional bila dikerjakan dengan baik.Mengenai parasintesis
cairanasites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan
harus dilakukan infus albumin sebanyak 6 8 gr/l cairan asites yang
dikeluarkan.1110) Komplikasi Morbiditas dan mortalitas sirosis
tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis
diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial
spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa
ada bukti infeksi sekunder intradominal. Biasanya pasien ini tanpa
gejala namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal berupa
oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa adanya kelainan
organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan prefusi
ginjal yang berakibat terjadinya penurunan filtrasi
glomelurus.Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises
oesofagus pecah dan kemudian menimbulkan pendarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal
dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk
menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.
Enselopati hepatik merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat
disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur kemudian dapat timbul
gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.111) PencegahanAngka
kejadian sirosis hati cukup banyak. Sirosis hati merupakan penyakit
sangat berbahaya. Bila tidak segera tertangani bisa mengancam jiwa
penderita. Untuk itu keberadaannya perlu dicegah. Ada 6 cara yang
patut dilakukan untuk mencegah sirosis hati.1. Senantiasa menjaga
kebersihan diri dan lingkunganJagalah kebersihan diri. Mandilah
sebersih mungkin menggunakan sabun. Baju juga harus bersih. Cuci
tangan sehabis mengerjakan sesuatu. Perhatikan pula kebersihan
lingkungan. Hal itu untuk menghindari berkembangnya berbagai virus
yang sewaktu-waktu bisa masuk kedalam tubuh kita2. Hindari
penularan virus hepatitisHindari penularan virus hepatitis sebagai
salah satu penyebab sirosis hati. Caranya tidak mengkonsumsi
makanan dan minuman yang terkontaminasi virus. Juga tidak melakukan
hubungan seks dengan penderita hepatitis.3. Gunakan jarum suntik
sekali pakai.Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila
jarum bekas pakai penderita hepatitis kemudian digunakan kembali
untuk menyuntik orang lain, maka orang itu bisa tertular virus.4.
Pemeriksaan darah donorKetika akan menerima transfusi darah harus
hati hati. Permriksaan darah donor perlu dilakukan utnuk
memastiikan darah tidak tercemar virus hepatitis.bila darah
mengandung virus hepatitis penerima donor akan tertular dan
berisiko terkena sirosis.5. Tidak mengkonsumsi alkoholHindari
mengkonsumsi alkohol, barang haram ini terbukti merusak fungsi
organ tubuh, termasuk hati. Bila sudah terlanjur sering
mengkonsumsi minuman beralkohol, hentikan kebiasaan itu.6.
Melakukan vaksin hepatitisLakukan vaksin hepatitis. Vaksin dapat
mencegah penularan virus hepatitis sehingga dapat juga terhindar
dari sirosis hati.1112) Prognosis
Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi oleh
sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati,
komplikasi, dan penyait lain yang menyertai. Klasifikasi Child
Pugh, juga dapat digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis
yang akan menjalani operasi.1C. KesimpulanSirosis hati adalah
penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai
dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul disertai dengan
gejala seperti edema pada kedua tungkai, asites, iktherus, perut
membuncit, lien teraba di schuffner 1 serta gejala-gelain yang
mengawali sirosis hati seperti lemas, cepat lelah, nafsu makan
menurun.
D. Daftar Pustaka1. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 5, Jilid I. 2009. Jakarta : Internal
Publishing. Hal.668-73 2. Priace, Sylvia. Patofisiologi Konsep
Proses Proses Penyakit. Edisi 4. Jilid II. 2006. Penerbit Buku
Kedokteran: EGC. Jakarta. Hal 336-3423. Gleadle, Jonathan. At a
glance, Anamnesis dan Pemeriksaan. Penerbit : EMS. Semarang. 2005.
Hal 56-84. Priguna S. Pemeriksaan Klinis Umum. 2005. Penerbit:EMS.
Semarang. Hal 84-975. Sanityoso A. Hepatitis Viral Akut. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5, Jilid I. 2009. Jakarta : Internal
Publishing. Hal.644-51 6. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5, Jilid I. 2009. Jakarta :
Internal Publishing. Hal.653-607. Rino A. Hepatitis C. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5, Jilid I. 2009. Jakarta : Internal
Publishing. Hal.662-68. Budihusodo U. Karsinoma Hati. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5, Jilid I. 2009. Jakarta : Internal
Publishing. Hal.685-909. Sudjana P. Demam Kuning. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 5, Jilid I. 2009. Jakarta : Internal
Publishing. Hal.2780-210. Carter MA. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC; 2005. Hal
553-5
11. Mansjoer,A.,dkk, 2004. Sirosis Hati. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ketiga Jilid 1 Cetakan Keenam. Media Aesculapius
FK UI, Jakarta. Hal 508-1017