BAB 1PENDAHULUANHati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat
rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2% berat badan orang dewasa normal.
Hati merupakan organ lunak yang terlihat dari luar. Ligamentum
falsiformis berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan
abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali
daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada
diafragma.1Selain merupakan organ parenkim yang paling besar, hati
juga menduduki urutan pertama dalam hal jumlah, kerumitan, dan
ragam fungsi. Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan
berperan dalam hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan terutama
bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda. Untunglah,
hati memiliki kapasitas cadangan yang besar, dan hanya membutuhkan
10-20% jaringan yang berfungsi untuk tetap bertahan. Destruksi
total atau pengangkatan hati menyebabkan kematian dalam waktu
kurang dari 10 jam. Hati mempunyai kemampuan regenerasi yang
mengagumkan. Pada kebanyakan kasus, pengangkatan sebagian hati akan
merangsang tumbuhnya hepatosit untuk mengganti sel yang sudah mati
atau sakit. Proses regenerasi akan lengkap dalam waktu 4 hingga 5
minggu. Pada beberapa individu, massa hati normal akan pulih dalam
waktu 6 bulan. Fenomena ini penting dalam transplantasi segmen
hati. 1Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengekskresi empedu;
saluran empedu mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan
dan mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai kebutuhan. Hati
berperan penting dalam metabolisme tiga makronutrien yang
dihantarkan oleh vena porta pasca absorpsi di usus. Bahan makanan
tersebut adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Fungsi metabolisme
hati yang lain adalah metabolisme lemak; penimbunan vitamin, besi,
dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal dan gonad,
serta detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Akhirnya,
hati berfungsi sebagai gudang darah dan penyaring karena terletak
strategis antara usus sirkulasi umum. Pada gagal jantung kanan,
hati membengkak secara pasif oleh banyaknya darah. Sel Kupffer pada
sinusoid menyaring bakteri dan bahan berbahaya lain dari darah
portal melalui fagositosis. 1
BAB 2KASUSA. IDENTITAS PASIENNama: Tn. MJenis kelamin:
Laki-lakiUmur: 57 tahunSuku bangsa: IslamAgama : IslamPekerjaan:
BuruhStatus Marital: Menikah Alamat: Jl. Toa daengTanggal Masuk:
04/02/2015No. RM: 696737
B. ANAMNESAKeluhan Utama : Perut membesarRiwayat Penyakit
Sekarang: Dialami sejak 3 bulan yang lalu, perut membesar secara
perlahan disertai perut kembung, rasa penuh dan terkadang nyeri
setiap makan sejak lama. Nyeri ulu hati ada, mual dan muntah tidak
ada. Riwayat muntah darah hitam 3 bulan yang lalu. Demam tidak ada,
riwayat demam tidak ada. Batuk dan sesak tidak ada. BAB:biasa,
lancar. RIwayat BAB hitam ada kurang lebih 3 bulan yang lalu.BAK:
lancar, warna kuningRiwayat Penyakit Dahulu: Riwayat pasien merokok
ada dan minum alcohol tidak ada.Riwayat hipertensi tidak
ada.Riwayat DM Riwayat penyakit kuning disangkal.Riwayat penggunan
obat-obatan jangka lama dan obat herbal disangkalRiwayat Keluarga:
Tidak ada riwayat perut membesar pada keluarga.Riwayat Sosial:Makan
terkontrolRiwayat Alergi:Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat
ataupun makanan
C. PEMERIKSAAN FISIKS: Keadaan umum: Sakit sedangO:
Kesadaran:Compos mentis (GCS: E4 M6 V5)
Vital signTekanan Darah: 110/80 mmHgNadi: 84 kali per menitRR:
18 kali per menit tipe abdominalSuhu (axila): 36,10 C
Kepala / Leher:Konjungtiva pucat, ikterus tidak ada, pupil
isokor 2,5/2,5 mm, udem palpebra tidak adaPembesaran kelenjar getah
bening tidak adaJVP R-0 cmH2OKaku kuduk tidak ada
Thorax:Cor :Inspeksi: Ictus cordis tidak tampakPalpasi: ictus
cordis tidak terabaPerkusi : pekak, batas jantung dalam batas
normal. Auskultasi: Bunyi jantung S1 dan S2 murni regular. Bising
tidak ada. Thorax :Inspeksi: Simetris kiri dan kanan. Spider nevi
ada. Ginecomastia tidak ada. Retraksi otot-otot pernapasan (-)
Palpasi: Massa tumor tidak tidak ada. Vokal fremitus simetris kiri
sama dengan kanan.Perkusi: Sonor/sonor. Batas jantung hepar dalam
batas normal.Auskultasi: Bunyi pernapasan vesikuler +/+, Rhonki
-/-, Wheezing -/-
Abdomen:Inspeksi : Cembung, ikut gerak napasAuskultasi: Bising
usus ada kesan normalPalpasi : Massa tumor tidak ada, Nyeri tekan
epigastrium ada, hepar lien sulit dinilai.Perkusi : Pekak, ascites
undulasi positifEkstremitas:Superior :Akral hangat +/+, edema -/-,
spider nevi ada region brachium. Eritema plamaris adaInferior
:Akral hangat +/+, edema -/- Laboratorium:DARAH LENGKAPHemoglobin
11,2 g/dLEritrosit3,7 x 106Leukosit4.000/cmTrombosit91.000/cmKIMIA
HATISGOT56 U/lSGPT25 U/lBilirubin total2,16 mg/dlBilirubin
direk1,34 mg/dlAlbumin2,4 Globulin 3,1GINJAL DAN HIPERTENSI Ureum
40 g/dlCreatinin 1,00 mg/dLIMUNISEROLOGI HEPATITISHBsAg
(Reactive)
D. DIAGNOSISSirosis Hepatis DecompensataDispepsia
FungsionalHipoalbuminemiaAnemia e.c. penyakit kronik.
E. PLANNINGF. Terapi Diet hepar II (protein 1gr/kgBB, lemak
20-25%) Spironolactone 100 mg/24 jam/oral Furosemide 40 mg/12
jam/oral Albumin 2 botol (1 botol per hari) Vip albumin 2 caps/8
jam/oral Ranitidin 150 mg/12 jam/oral Meloxicam 7,3 mg/24 jam/oral
Timbang LP tiap hari.
FOLLOW UPTanggalPemeriksaan Fisik
4-2-2015S:Keadaan umum: baikO:Kesadaran: Compos mentis (GCS: E4
M6 V5)
Vital sign Tekanan Darah : 110/80 mmHg Nadi: 84 kali per menit
Pernapasan : 18 kali per menit tipe abdominalSuhu (axila): 36,10 C-
Anemia (+), ikterus (-)- Spider nevi ada BP : vesikuler +/+, Rh
-/-, Wh-/-- BJ : I/II murni, regular- Peristaltik (+) kesan normal
Hepar/Lien : sulit dinilai Ascites ada, undulasi positif.- spider
nevi (+) region brachium, eritema Palmaris (+)
DIAGNOSASirosis Hepatis Decompensata1. Hipoalbuminemia2.
Dispepsia Fungsional3. Anemia e.c penyakit kronik4. 5. PLANNINGDiet
hepar II (protein 1gr/kgBB, lemak 20-25%) Spironolactone 100 mg/24
jam/oral Furosemide 40 mg/12 jam/oral Plasbumin 25% 1 botol/hari.
Vip albumin 2 caps/8jam/oral Ranitidin 150 mg/12 jam/oral Meloxicam
7,3/24 jam/oral. Injeksi vitamin K 1 amp/IM selama 3 hari. Ukur LP
setiap hari : 102 cm Awasi tanda perdarahan. Konsul Divisi
Gastroenterohepatologi.
5-2-2015S: Keadaan umum: BaikO: Kesadaran: Compos mentis (GCS:
E4 M6 V5)
Vital signTekanan Darah: 110/80 mmHgNadi: 88 kali per menit
Pernapasan : 20 kali per menit tipe abdominalSuhu (axila): 36,40 C-
Anemia (+), ikterus (-)- Spider nevi ada BP : vesikuler +/+, Rh
-/-, Wh-/-- BJ : I/II murni, regular- Peristaltik (+) kesan normal
Hepar/Lien : sulit dinilai Ascites ada, undulasi positif.- spider
nevi (+) region brachium, eritema Palmaris (+)
DIAGNOSASirosis Hepatis Decompensata6. Hipoalbuminemia7.
Dispepsia Fungsional8. Anemia e.c penyakit kronik9. 10.
PLANNINGDiet hepar II (protein 1gr/kgBB, lemak 20-25%)
Spironolactone 100 mg/24 jam/oral Furosemide 40 mg/12 jam/oral
Plasbumin 25% 1 botol/hari. Vip albumin 2 caps/8jam/oral Ranitidin
150 mg/12 jam/oral Meloxicam 7,3/24 jam/oral. Injeksi vitamin K 1
amp/IM selama 3 hari. Ukur LP setiap hari :102 cm Awasi tanda
perdarahan
6-2-2015S: Keadaan umum: BaikO: Kesadaran: Compos mentis (GCS:
E4 M6 V5)
Vital signTekanan Darah: 110/80 mmHgNadi: 88 kali per menit
Pernapasan : 20 kali per menit tipe abdominalSuhu (axila): 36,40
C
- Anemia (+), ikterus (-)- Spider nevi ada BP : vesikuler +/+,
Rh -/-, Wh-/-- BJ : I/II murni, regular- Peristaltik (+) kesan
normal Hepar/Lien : sulit dinilai Ascites ada, undulasi positif.-
spider nevi (+) region brachium, eritema Palmaris (+)
DIAGNOSASirosis Hepatis Decompensata11. Hipoalbuminemia12.
Dispepsia Fungsional13. Anemia e.c penyakit kronik
PLANNINGDiet hepar II (protein 1gr/kgBB, lemak 20-25%)
Spironolactone 100 mg/24 jam/oral Furosemide 40 mg/12 jam/oral
Plasbumin 25% 1 botol/hari. Vip albumin 2 caps/8jam/oral Ranitidin
150 mg/12 jam/oral Meloxicam 7,3/24 jam/oral. Injeksi vitamin K 1
amp/IM selama 3 hari. Ukur LP setiap hari : 99 cm Awasi tanda
perdarahan. Kontrol : darah rutin, Kimia hati, albumin, globulin,
PT APTT, reum kreatinin. GDS.
07-02-2015S: Keadaan umum: BaikO: Kesadaran: Compos mentis (GCS:
E4 M6 V5)
Vital sign Tekanan Darah : 120/80 mmHgNadi: 80 kali per menit
Pernapasan : 20 kali per menit tipe abdominalSuhu (axila) : 36,40
C
- Anemia (+), ikterus (-)- Spider nevi ada BP : vesikuler +/+,
Rh -/-, Wh-/-- BJ : I/II murni, regular- Peristaltik (+) kesan
normal Hepar/Lien : sulit dinilai Ascites ada, undulasi positif.-
spider nevi (+) region brachium, eritema Palmaris (+)Hasil lab :
Hemoglobin 11,4 g/dL, Eritrosit 3,8 x 106 Leukosit5600/cm Trombosit
117.000/cm SGOT 58 U/l, SGPT27 U/l, Bilirubin total 2,14 mg/dl
Bilirubin direk 1,37 mg/dl, Albumin 2,2 Globulin 3,6, Ureum 47 g/dl
Creatinin 1,00 mg/dL
DIAGNOSASirosis Hepatis Decompensata14. Hipoalbuminemia15.
Dispepsia Fungsional16. Anemia e.c penyakit kronik
PLANNING Diet hepar II (protein 1gr/kgBB, lemak 20-25%)
Spironolactone 100 mg/24 jam/oral Furosemide 40 mg/12 jam/oral
Plasbumin 25% 1 botol/hari. Vip albumin 2 caps/8jam/oral Ranitidin
150 mg/12 jam/oral Meloxicam 7,3/24 jam/oral. Injeksi vitamin K 1
amp/IM selama 3 hari. Ukur LP setiap hari : 102 cm Awasi tanda
perdarahan.
8-02-2015S: Keadaan umum: BaikO: Kesadaran: Compos mentis (GCS:
E4 M6 V5)
- Anemia (+), ikterus (-)- Spider nevi ada BP : vesikuler +/+,
Rh -/-, Wh-/-- BJ : I/II murni, regular- Peristaltik (+) kesan
normal Hepar/Lien : sulit dinilai Ascites ada, undulasi positif.-
spider nevi (+) region brachium, eritema Palmaris (+)
DIAGNOSASirosis Hepatis Decompensata17. Hipoalbuminemia18.
Dispepsia Fungsional19. Anemia e.c penyakit kronik
20. PLANNING Diet hepar II (protein 1gr/kgBB, lemak 20-25%)
Spironolactone 100 mg/24 jam/oral Furosemide 40 mg/12 jam/oral
Plasbumin 25% 1 botol/hari. Vip albumin 2 caps/8jam/oral Ranitidin
150 mg/12 jam/oral Meloxicam 7,3/24 jam/oral. Injeksi vitamin K 1
amp/IM selama 3 hari. Ukur LP setiap hari : 99 cm Awasi tanda
perdarahan.
RESUMESeorang laki-laki umur 53 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan perut membesar yang dialami sejak 3 bulan yang lalu,
riwayat dirawat dengan keluhan yang sama di RSWS dan telah
dilakukam punksi ascites. Demma tidak ada, batuk dan sesak tidak
ada. Nyeri perut bagian atas ada. Mual dan muntah tidak ada.
Riwayat muntah darah berwarna hitam ada 3 bulan yang lalu. BAB :
biasa, lancar. Riwayat BAB hitam ada, 3 bulan yang lalu. Riwayat
kencing seperti the disangkal. Riwayat kencing berbusa tidak ada.
Riwayat sakit kuning disangkal. Riwayat minum alcohol tidak ada.
Riwayat DM tidak ada. Riwyaat hipertensi tidak ada. Pada
pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum sakit sedang, gizi cukup,
compos mentis. Tanda vital : BP 11-/80, nadi 84 kali/menit/ RR 18
kali/menit. T : 36,10C. pada thorax didapatkan sipider nevi,
ginecomastia tidak ada. Abdomen ascietes undulasi postitif. Caput
medusa tidak ada. Ekstremitas didapatkan eritema Palmaris dan
spider nevi pada region brachium.
BAB 3TINJAUAN PUSTAKA3.1 DefinisiSirosis adalah suatu keadaan
patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang
berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi
akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps
disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan
regenerasi nodularis parenkim hati. 2Sirosis hati secara klinis
dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya
gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang
ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati
kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan
pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal
ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati. 2
3.2 EtiologiSirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai
makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar
nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan makronodular.
Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional
namun hal ini juga kurang memuaskan. 2Sebagian besar jenis sirosis
dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi: 1).
alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3)
biliaris, 4) kardiak, dan 5) metabolik, keturunan, dan terkait
obat. 2Etiologi dari sirosis hati disajikan dalam Tabel 1. Di
negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia
terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil
penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan
10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus
bukan B dan C (non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di
Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada
datanya. 2Tabel 1. Sebab-sebab Sirosis dan /atau Penyakit Hati
Kronik
Penyakit
InfeksiBruselosisEkinokokusSkistosomiasisToksoplasmosisHepatitis
virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan dan MetabolikDefisiensi 1-antitripsinSindrom
FanconiGalaktosemiaPenyakit GaucherPenyakit simpanan
glikogenHemokromatosisIntoleransi fluktosa herediterTirosinemia
herediterPenyakit Wilson
Obat dan ToksinAlcoholAmiodaronArsenikObstruksi bilierPenyakit
perlemakan hati non alkoholikSirosis bilier primerKolangitis
sklerosis primer
Penyebab Lain atau Tidak TerbuktiPenyakit usus inflamasi
kronikFibrosis kistikPintas jejunoilealSarkoidosis
3.3 EpidemiologiLebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada
keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan
atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar
akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil
penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan
steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir
dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati
akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia
data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari
beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat
di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak
dipublikasi). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien
sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian
Penyakit Dalam. 2Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada
laki-laki jika dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6:1, dengan
umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun, dengan
puncaknya sekitar umur 40-49 tahun.3
3.4 PatofisiologiMeskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih
kurang dimengerti, terdapat tiga pola khas yang ditemukan pada
kebanyakan kasus sirosis Laennec, pascanekrotik, dan
biliaris.2Sirosis LaennecSirosis Laennec (disebut juga sirosis
alkoholik, portal, dan sirosis gizi) merupakan suatu pola khas
sirosis terkait penyalahgunaan alkohol kronis yang jumlahnya
sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis. Sejumlah 10 hingga 15%
peminum alkohol mengalami sirosis.1 Sirosis Laennec ditandai oleh
pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang
uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang
disebut sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula
diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi hati utama akibat
induksi alkohol adalah 1). Perlemakan hati alkoholik, 2). Hepatitis
alkoholik, dam 3). Sirosis alkoholik. 2Hubungan pasti antara
penyalahgunaan alkohol dengan sirosis Laennec tidaklah diketahui,
walaupun terdapat hubungan yang jelas dan pasti antara keduanya.
Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah
akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel hati (infiltrasi
lemak). Pola infiltrasi lemak yang serupa juga ditemukan pada
kwashiorkor (gangguan yang lazim ditemukan di negara berkembang
akibat defisiensi protein berat), hipertiroidisme, dan diabetes.
Para pakar umumnya setuju bahwa minuman beralkohol menimbulkan efek
toksik langsung terhadap hati. Akumulasi lemak mencerminkan adanya
sejumlah gangguan metabolik yang mencakup pembentukan trigliserida
secara berlebihan, menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari
hati, dan menurunnya oksidasi asam lemak. Individu yang
mengkonsumsi alkohol dalam jumlah berlebihan juga mungkin tidak
makan selayaknya. Penyebab utama kerusakan hati tampaknya merupakan
efek langsung alkohol pada sel hati, yang meningkat pada saat
malnutrisi. Pasien dapat mengalami beberapa defisiensi nutrisi,
termasuk tiamin, asam folat, piridoksin, niasin, asam askorbat, dan
vitamin A. Pengeroposan tulang sering terjadi akibat asupan kalsium
yang menurun dan gangguan metabolisme. Asupan vitamin K, besi, dan
seng juga cenderung menurun pada pasien-pasien ini. Defisiensi
kalori-protein juga sering terjadi. 1Degenerasi lemak tak
berkomplikasi pada hati seperti yang terlihat pada alkoholisme dini
bersifat reversibel bila berhenti minurn alkohol; beberapa kasus
dari kondisi yang relatif jinak ini akan berkembang menjadi
sirosis. Secara makroskopis hati membesar, rapuh, tampak berlemak,
dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak dalam
jumlah banyak. 1,2Bila kebiasaan minum alkohol diteruskan, terutama
apabila semakin berat, dapat terjadi suatu hal (belum diketahui
penyebabnya) yang akan memacu seluruh proses sehingga akan
terbentuk jaringan parut yang luas. Sebagian pakar yakin bahwa lesi
kritis dalam perkembangan sirosis hati mungkin adalah hepatitis
alkoholik. Hepatitis alkoholik ditandai secara histologis oleh
nekrosis hepatoselular, sel-sel balon, dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear (PMN) di hati. Akan tetapi, tidak semua penderita
lesi hepatitis alkoholik akan berkembang menjadi sirosis hati yang
lengkap. 1,2Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut,
lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian
lobulus, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul
ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati
untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari
sarang-sarang sel-sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat
dalam kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini, sirosis sering
disebut sebagai sirosis nodular halus. Hati akan menciut, keras,
dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir
sirosis, yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal
hati. Penderita sirosis Laennec lebih berisiko menderita karsinoma
sel hati primer (hepatoselular). 1Sirosis PascanekrotikPatogenesis
sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya
peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel
stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks
ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis
menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor
tertentu yang berlangsung secara terus menerus (misal: hepatitis
virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel
yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis
akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang
normal akan diganti oleh jaringan ikat. 2Sirosis pascanekrotik
agaknya terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati.
Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan
kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan parenkim hati
normal. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan berakhir dengan
kematian dalam 1 hingga 5 tahun. Kasus sirosis pascanekrotik
berjumlah sekitar 10% dari seluruh kasus sirosis. Sekitar 25 hingga
75% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Banyak
pasien yang memiliki hasil uji HBsAg-positif, sehingga menunjukkan
bahawa hepatitis kronis aktif agaknya merupakan peristiwa penting.
Kasus HCV merupakan sekitar 25% dari kasus sirosis. Sejumlah kecil
kasus akibat intoksikasi yang pernah diketahui adalah dengan bahan
kimia industri, racun, ataupun obat-obatan seperti fosfat,
kontrasepsi oral, metal-dopa, arsenik, dan karbon tetraklorida.
1Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak
teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh
pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten
dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi,
dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim
regenerasi yang susunannya tidak teratur. 2Sirosis
BiliarisKerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris
akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis
biliaris. Tipe ini merupakan 2% penyebab kematian akibat sirosis.
1Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris
pascahepatik. Stasis empedu menyebabkan penumpukan di dalam massa
hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di
tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti pada sirosis
Laennec. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna
kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari
sindrom ini, demikian pula pruritus, malabsorbsi, dan steatorea.
1Sirosis biliaris primer menampilkan pola yang mirip dengan sirosis
biliaris sekunder yang baru saja dijelaskan di atas, namun lebih
jarang ditemukan. Penyebab keadaan ini (yang berkaitan dengan
lesi-lesi duktulus empedu intrahepatik) tidak diketahui. Sirosis
biliaris primer paling sering terjadi pada perempuan usia 30 hingga
65 tahun dan disertai dengan berbagai gangguan autoimun (misal,
tiroiditis autoimun atau arthritis rheumatoid). Antibodi
anti-mitokondrial dalam sirkulasi darah (AMA) terdapat dalam 90%
pasien. Sumbat empedu sering ditemukan dalam kapiler-kapiler dan
duktulus empedu, dan sel-sel hati seringkali mengandung pigmen
hijau. Saluran empedu ekstrahepatik tidak ikut terlibat. Hipertensi
portal yang timbul sebagai komplikasi, jarang terjadi. Osteomalasia
terjadi pada sekitar 25% penderita sirosis biliaris primer (akibat
menurunnya absorpsi vitamin D). 1Sirosis biliaris primer sering
dibagi menjadi empat stadium berdasarkan temuan morfologik. Lesi
yang paling dini (stadium 1), disebut kolangitis destruktif
nonsupuratif kronik; merupakan proses peradangan nekrotikans pada
triad portal. Proses ini ditandai oleh kerusakan duktus biliaris
kecil dan sedang, sebukan padat sel radang akut dan kronik,
fibrosis ringan, dan kadang stasis ernpedu. Kadang-kadang ditemukan
granuloma periduktus dan folikel limfe di dekat duktus biliaris
yang rusak. Kemudian, infiltrat peradangan berkurang, jumlah duktus
biliaris menurun, dan duktulus biliaris yang lebih kecil
berproliferasi (stadium II). Perkembangan se1ama beberapa bulan
sarnpai tahun menyebabkan penurunan duktus interlobaris, hilangnya
sel hati, dan meluasnya fibrosis periportal menjadi jalinan
jaringan parut (stadium III). Akhirnya, terbentuk sirosis, yang
dapat bersifat mikronoduler atau makronoduler (stadium IV).
4Sirosis biliaris sekunder disebabkan oleh obstruksi duktus
koledokus atau cabang utamanya parsial atau total yang memanjang.
Pada dewasa, obstruksi paling sering disebabkan oleh striktura
pasca operasi atau batu empedu, biasanya bersama kolangitis
infeksius. Pankreatitis kronik mungkin menyebabkan striktura
biliaris dan sirosis sekunder. Sirosis biliaris sekunder mungkin
juga berkembang pada pasien dengan perikolangitis atau kolangitis
sklerosis idiopatik. Pasien dengan.tumor ganas duktus koledokus
atau pankreas jarang bertahan hidup cukup lama untuk mengalami
sirosis biliaris sekunder. Pada anak, atresia biliaris kongenital
dan fibrosis kistik adalah penyebab sirosis biliaris sekunder yang
sering. Kista koledokus, bila tidak dikenali, mungkin juga
merupakan penyebab sirosis biliaris sekunder yang jarang.4Obstruksi
duktus biliaris ekstrahepatik yang tidak dihilangkan menyebabkan
(1) stasis empedu dan area nekrosis sentrilobulus setempat disertai
dengan nekrosis periportal, (2) proliferasi dan dilatasi duktus dan
duktulus biliaris portal, (3) kolangitis steril atau terinfeksi
dengan penumpukan inflitrat polimorfonuklear sekitar duktus
biliaris, dan (4) perluasan saluran portal yang progresif oleh
edema dan fibrosis. Ekstravas empedu dari duktus biliaris
interlobulus yang ruptur ke dalam area nekrosis periportal
menyebabkan pembentukan "danau empedu" yang dikelilingi oleh sel
pseudoxantomatosa kaya kolesterol. Seperti dalam bentuk sirosis
lainnya, cedera dibarengi dengan regenerasi pada parenkim residual.
Perubahan ini secara bertahap menyebabkan sirosis nodular dengan
halus. Pada umumnya, paling sedikit 3 sampai 12 bulan diperlukan
untuk obstruksi biliaris untuk menyebabkan sirosis. Pembebasan
obstruksi sering disertai oleh perbaikan biokimiawi dan
morfologik.4
3.5 Manifestasi KlinisStadium awal sirosis sering tanpa gejala
sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan
kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal
sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas,
selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil,
buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah
lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi
porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam
tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus
dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau
melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. 2Temuan klinis sirosis
meliputi, spider angio maspiderangiomata (atau spider
telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa
vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan
lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan
dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas.
Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat,
bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi
kecil. 2Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan
hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan
metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada
sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid,
hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. 2Perubahan kuku-kuku
Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna
normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi
hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. 2Jari gada
lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati
hipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan
nyeri. 2Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris
menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan
alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis.
Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes melitus,
distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi
alkohol. 2Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna
jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada
dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan
ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat
berhenti sehingga dikira fase menopause. 2Atrofi testis
hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. 2Hepatomegali,
ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
2Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang
penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa
merah lien karena hipertensi porta. 2Asites, penimbunan cairan
dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.
2Fetor hepatikum bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto
sistemik yang berat. 2Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat
bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak
terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.
2Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan
mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan. 2Tanda-tanda lain
yang menyertai di antaranya: 2 Demam yang tak tinggi akibat
nekrosis hepar. Batu pada vesika felea akibat hemolisis Pembesaran
kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat
sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.Diabetes melitus
dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi
insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. 2
3.6 DiagnosisPada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang
sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses
lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis
dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini
penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan
biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis
kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. 2Pada stadium
dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan
tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.2
Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati dekompensata tidak
begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala yang dialami pasien dan
tanda yang diperoleh dari pemeriksaan fisis sudah cukup mengarahkan
kita pada diagnosis. Namun jika dirasakan diagnosis masih belum
pasti, maka USG Abdomen dan tes-tes laboratorium dapat
membantu.5Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya
pembesaran hati dan terasa keras, namun pada stadium yang lebih
lanjut hati justru mengecil dan tidak teraba. Untuk memeriksa
derajat asites dapat menggunakan tes-tes puddle sign, shifting
dullness, atau fluid wave. Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat
ditemukan pada sirosis yaitu, spider telangiekstasis (Suatu lesi
vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil), eritema palmaris (warna
merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan), caput
medusa, foetor hepatikum (bau yang khas pada penderita sirosis),
dan ikterus. 2Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu
diagnosis. Fungsi hati kita dapat menilainya dengan memeriksa kadar
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,
serum albumin, protrombin time, dan bilirubin. Serum glutamil
oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT)
meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak
spesifik.5Pemeriksaan radiologis seperti USG abdomen, sudah secara
rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah
dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati,
ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati
mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan
ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites,
splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan
skrining karsinoma hati pada pasien sirosis.5Dari diagnosis sirosis
ini kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan menggunakan
klasifikasi Child Pugh.Klasifikasi Child-Pugh (Tabel 2), juga untuk
menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi,
variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya
asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini
terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan
dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu
tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80,
dan 45%.2Tabel 2. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam
Terminologi Cadangan Fungsi Hati. 2Derajat
KerusakanMinimalSedangBerat
Bil. Serum (mg/dl)< 3535-50> 50
Alb.serum (gr/dl)> 3530-35< 30
AsitesNihilMudah dikontrolSukar
PSE/enselopatiNihilMinimalBerat/koma
NutrisiSempurnaBaikKurang/kurus
3.7 PenatalaksanaanEtiologi sirosis mempengaruhi penanganan
sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma
hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1 g/kgBB dan kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari.2Tatalaksana pasien sirosis yang masih
kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati.
Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya:
alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan
obat herbal bisa menghambat kolagenik.2Pada hepatitis autoimun bisa
diberikan steroid atau imunosupresif.2Pada hemokromatosis,
flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan
diulang sesuai kebutuhan.2Pada penyakit hati nonalkoholik;
menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.2Pada
hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida)
merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama
diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun
pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD
sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara
suntikan subkutan 3 MlU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun
ternyata juga banyak yang kambuh.2Pada hepatitis C kronik;
kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar.
Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MlU
tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/ hari
selama 6 bulan.2Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan
antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan
tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata
sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan
terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata
bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas
antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel
stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah
pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai
anti fibrosis dan sirosis, Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan
sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang
dalam penelitian.2Pengobatan Sirosis DekompensataAsites; tirah
baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram atau 90 mmol / hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan
obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan
dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor
dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki
atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid
dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah
dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari.
Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites
bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin.2Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk
mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi
bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5
gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino
rantai cabang.2Varises esofagus; sebelum berdarah dan sesudah
berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol). Waktu
perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi.2Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika
seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau
aminoglikosida.2Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi
darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.2Transplantasi
hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun
sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus
dipenuhi resipien dahulu.2
3.8 KomplikasiMorbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat
komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan
pencegahan dan penanganan komplikasinya.2Komplikasi yang sering
dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun
dapat timbul demam dan nyeri abdomen.2Pada sindrom hepatorenal,
terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan
ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan
hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat
pada penurunan filtrasi glomerulus.2Salah satu manifestasi
hipertensi porta adalah varises esofagus. Dua puluh sampai 40%
pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan
perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua
pertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan
tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa
cara.2Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik
akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan
hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang
berlanjut sampai koma.2Pada sindrom hepatopulmonal terdapat
hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.2
3.9 PrognosisPrognosis sirosis hati sangat bervariasi
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya
kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child Pugh, juga dapat digunakan untuk menilai
prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi. Penilaian
prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease
(MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan
transplantasi hati.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Lindseth GN. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas.
Dalam: Price SA, Wilson LM, editor. Patofisiologi. Volume 1. Edisi
ke-6. Jakarta: EGC, 2006.h.472-7; 493-7.2. Nurdjanah S. Sirosis
hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK,
Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi
ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam,2009.h.668-72.3. David CW. Cirrhosis. Available from:
http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm. Accessed on September
11, 2012.4. Podolsky DK, Isselbacher KJ. Penyakit hati ynag
berkaitan dengan alcohol dan sirosis. Dalam: Isselbacher KJ,
Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL, editor.
Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi
ke-13. Jakarta: EGC, 2000.h.1665-71.5. Jeffrey AG. Cirrhosis.
Available
from:http://www.emedicinehealth.com/cirrhosis/article.htm. Accessed
on September 11, 2012.
14